Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS A

TUGAS MASALAH GIZI 1


Dosen Pengampu: Deny Yudi Fitranti, S.Gz., M.Si

disusun oleh

Kelompok E

Titin Dwi Agus Cahyani 22030114120010


Eta Aprita Aritonang 22030114120038
Ajeng Larasati 22030114130072
Yusuf Hidayat 22030114130108
Ikhda Khamida 22030114120058
Atika Rahma 22030114120040

PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I
IDENTIFIKASI MASALAH

Tabel 1. Kategori Identifikasi Masalah


Nama IMT Kalsium Protein
Kategori BMD Kategori Kategori Kategori
responden (kg/m2) urin (g)
A 19,5 normal -2,8 osteoporosis 89 kurang 73,9 lebih
B 23,7 overweight -1,9 osteopenia 153 lebih 148,2 lebih
C 22,3 normal -1,7 osteopenia 102 normal 61,6 lebih
D 20,1 normal -0,5 normal 140 normal 46,3 kurang
E 20,6 normal -1,5 osteopenia 160 lebih 137 lebih
F 19,7 normal -1,4 osteopenia 126 normal 62,8 lebih
L 18 normal -1,1 osteopenia 77 kurang 65 lebih
M 19,8 normal -0,4 normal 94 kurang 100,2 lebih
N 19,7 normal -0,5 normal 88 kurang 57,1 lebih
O 18,57 normal -0,7 normal 117 normal 63,2 lebih
Nama Fosfor Kalsium Natriu
Kategori (mg) Kategori Kategori Kalium Kategori
responden (mg) m (mg)
A 890,7 lebih 571,7 kurang 455,8 kurang 1354,9 kurang
B 1548,3 lebih 681,8 kurang 1397 kurang 2984,5 kurang
C 659,4 kurang 165,5 kurang 1365,9 kurang 1029,4 kurang
D 593,4 kurang 341,6 kurang 543,1 kurang 1147,9 kurang
E 1593,3 lebih 729 kurang 1670 kurang 1230,7 kurang
F 864,4 lebih 466,8 kurang 709,1 kurang 1780,7 kurang
L 841,6 lebih 346,4 kurang 1010,5 kurang 1649,8 kurang
M 1078,6 lebih 491,9 kurang 780,4 kurang 2167,2 kurang
N 717,1 lebih 260,1 kurang 432,8 kurang 1405,2 kurang
O 737 lebih 336,2 kurang 693,4 kurang 1410,4 kurang
Nama Aktivita
Kafein Kategori Magnesium Kategori Serat Kategori s Fisik Kategori
responden
A 0 normal 172,28 kurang 4,68 kurang 438,38 kurang
B 51 Normal 224,6 kurang 6,58 kurang 1114,32 Lebih
C 0 Normal 121,7 kurang 5,53 kurang 1824,49 Lebih
D 0 Normal 162,13 kurang 3,83 kurang 815,27 lebih
E 109 Normal 212,33 kurang 5,85 kurang 685,02 kurang
F 143 Normal 145,68 kurang 8,35 kurang 1441,83 Lebih
L 54 Normal 115,85 kurang 5,68 kurang 2246,99 lebih
M 22 Normal 172,13 kurang 6,53 kurang 635,51 kurang
N 5 Normal 90,29 kurang 3,33 kurang 2123,27 Lebih
O 38 Normal 151,88 kurang 6,18 kurang 1542,29 lebih

Identifikasi Masalah Responden

Responden A

IMT : normal Kalsium urin : kurang


BMD : -2.8 SD Protein : lebih

2
Fosfor : lebih Magnesium : kurang
Kalsium : kurang Aktivitas Fisik: kurang
Kalium : kurang

Osteoporosis berkaitan dengan asupan protein dan fosfor yang lebih serta rendahnya
asupan kalsium, kalium, dan magnesium serta kurangnya aktivitas fisik ditandai
dengan BMD -2.8 SD.

Responden B
IMT : overweight Kalsium : kurang
BMD : -1.9 SD Kalium : kurang
Kalsium urin : lebih Magnesium : kurang
Protein : lebih Aktivitas Fisik: lebih
Fosfor : lebih

Osteopenia berkaitan dengan asupan tinggi protein dan fosfor serta rendah kalsium,
kalium dan magnesium ditandai dengan kalsium urin lebih dan BMD -1.9 SD.

Responden C
IMT : normal Kalsium : kurang
BMD : -1.7 SD Kalium : kurang
Kalsium urin : normal Magnesium : kurang
Protein : lebih Aktivitas Fisik: lebih
Fosfor : kurang

Osteopenia berkaitan dengan asupan tinggi protein, rendah kalsium, kalium, dan
magnesium ditandai dengan BMD -1.7 SD.

Responden E
IMT : normal Fosfor : lebih
BMD : -1.5 SD Kalsium : kurang
Kalsium urin : lebih Kalium : kurang
Protein : lebih Magnesium : kurang

3
Aktivitas Fisik: kurang

Osteopenia berkaitan dengan asupan tinggi protein dan fosfor serta rendah kalsium,
kalium, dan magnesium dengan aktivitas fisik yang kurang ditandai dengan BMD -1.5
SD dan kalsium urin lebih.

Responden F
IMT : normal Kalsium : kurang
BMD : -1.4 SD Kalium : kurang
Kalsium urin : normal Magnesium : kurang
Protein : lebih Aktivitas Fisik: lebih
Fosfor : lebih

Osteopenia berkaitan dengan asupan tinggi protein dan fosfor serta rendah kalsium,
kalium, dan magnesium ditandai dengan BMD -1.4 SD.

Responden L
IMT : normal Kalsium : kurang
BMD : -1.1 SD Kalium : kurang
Kalsium urin : kurang Magnesium : kurang
Protein : lebih Aktivitas Fisik: lebih
Fosfor : lebih

Osteopenia berkaitan dengan asupan protein dan fosfor berlebih serta rendah
kalsium, kalium dan magnesium ditandai dengan BMD -1.1 SD.

BAB II
ANALISIS PENYEBAB MASALAH

Osteoporosis dan Osteopenia

4
Osteoporosis merupakan penyakit pada tulang yang ditandai dengan
hilangnya atau berkurangnya massa tulang, kekuatan tulang dan peningkatan
terhadap rentannya mengalami kepatahan tulang dan rasa sakit yang tidak
wajar.
Osteopenia tidak dapat dianggap sebagai diagnosis penyakit tetapi
sebaliknya dapat digunakan untuk mendeskripsikan kepadatan mineral tulang
yang sedikit rendah tetapi tidak serendah yang menyebabkan diagnosis
osteoporosis. Resiko kepatahan tulang tetap dapat ditemukan, tetapi tidak
terlihat seperti pada osteoporosis.

Tabel 2. Klasifikasi BMD, Osteopenia, dan Osteoporosis menurut WHO


Klasifikasi T-Score
BMD Normal -1.0 SD
Osteopenia -0.1 sampai -2.5 SD
Osteoporosis -2.5 SD
Osteoporis berat 2.5 SD dan mengalami kerapuhan tulang

Diagnosis Medis
Metode yang paling banyak digunakan untuk diagnosis osteoporosis
adalah pengukuran kepadatan mineral tulang. Kepadatan mineral tulang atau
Bone Mineral Density (BMD) adalah jumlah untuk memperkirakan 70%
kekuatan tulang. Osteoporosis umumnya didiagnosis melalui BMD dengan
mengkombinasikan BMD normal pada polpulasi yang sehat, muda dan
berjenis kelamin sama yang menggambarkan T Score. T-Score adalah
jumlah dari standard deviasi dibawah atau diatas BMD rata-rata untuk usia
dewasa yang sehat dan berjenis kelamin sama. Kriteria pengukuran
osteoporosis yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO)
ialah diagnosis osteoporosis jika T-Score dibawah 2.5 SD. (Marcia Nelms,
Kathryn P. Sucher, Karen Lacey, Sara Long Roth. 2011. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Wadsworth: Cengage Learning.)

5
A. Penyebab Masalah dari Aspek Metabolisme
Kalsium
Kalsium berada pada makanan dan suplemen dalam bentuk garam
yang tidak larut. Sebagian kalsium dilepaskan dari garam sebelum diabsorbsi.
Kalsium diabsorbsi dalam keadaan asam. Asupan kalsium yang dianjurkan
untuk dikonsumsi ialah sebesar 1100 mg/hari menurut AKG 2013.
Kalsium memiliki dua macam transport agar dapat diabsorbsi, proses
ini terjadi disepanjang usus halus.
Transport yang pertama ialah yang terjadi di duodenum dan jejenum
proksimal yang disebut transport transelular. Transport ini dilakukan secara
aktif, bersifat jenuh, membutuhkan energi, dan melibatkan calcium-
binding transport protein (CBP; Calbindin). Transportasi ini terjadi jika
kadar kalsium dalam darah rendah sehingga menstimulasi kelenjar
paratiroid untuk menghasilkan hormone paratiroid (PTH). Hormon PTH
akan merangsang tulang untuk melepaskan osteoklas sehingga terjadi
pembongkaran kalsium tulang, dan ginjal untuk mensitesis vitamin D
menjadi bentuk aktif yaitu kalsitriol (1,25-dihidroksikolekalsiferol)
sehingga usus akan meningkatkan absorbsi kalsium.
Transport yang kedua ialah yang terjadi di jejenum dan ileum yang disebut
dengan transport paraselular. Transport ini merupakan transport pasif yang
menyebabkan kalsium berdifusi melalui sel epithelial. Transport ini terjadi
apabila kadar kalsium dalam darah meningkat. Sehingga kalsium yang
berdifusi akan menuju kolon dan yang diabsorbsi dan sebagian
dieksresikan agar kadar kalsium dalam darah kembali normal. (Sareen S.
Gropper, Jack L. Smith, James L. Groff. 2009. Advanced Nutrition and
Human Metabolism 5th Ed. Wadsworth Cengage Learning)
Asupan kalsium yang inadekuat secara terus-menerus dapat berakibat
pada gangguan homeostasis kalsium sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme, hilangnya kepadatan tulang, dan gangguan ginjal.

Asupan kalsium yang


inadekuat
Sekresi PTH
berlebih
Efek reseptor

6
Tulang Ginjal Usus

Osteoklas Absorbsi
kalsium
Hiperkalsiuria dalam usus
Kepadatan meningkat
tulang
menurun Nefrolithiasi
s
Gagal Ginjal
Bagan 1. Akibat dari asupan kalsium yang rendah
Protein
Protein merupakan pembentuk volume tulang sekitar 50% dan matriks
protein tulang mengalami perombakan dan remodeling secara terus menerus.
Anjuran asupan protein untuk perempuan usia 19-29 tahun menurut AKG
2013 ialah 59 g/hari. Protein dapat menjadi bermanfaat dan sekaligus perusak
terhadap kesehatan tulang, bergantung pada faktor-faktor seperti jumlah
asupan protein, sumber protein, asupan kalsium, penurunan berat badan, dan
keseimbangan asam-basa pada tubuh.
Asupan protein dapat mempengaruhi tulang melalui beberapa cara,
antaralain menyediakan matriks struktural untuk tulang, mengoptimasikan
kadar IGF-1, meningkatkan kalsium urin, dan meningkatkan absorbsi kalsium
pada usus.
Asupan makanan tinggi protein dapat menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan osteoporosis atau fraktur tulang. Asupan tinggi protein dapat
mempengaruhi homeostasis kalsium dan menghasilkan peningkatan ekskresi
kalsium.
Daging sebgai sumber protein telah dihubungkan dengan peningkatan
serum IGF-1 yang dapat meningkatkan mineralisasi tulang. Namun, asupan
protein hewani dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kesehatan
tulang dibandingkan asupan protein nabati karena protein hewani dapat
meningkatkan ekskresi kalsium. (Robert P Heaney dan Donald K Layman.
2008. Amount and Type of Protein Influences Bone Health. The American
Journal of Clinical Nutrition) Ekskresi kalsium dapat meningkat karena terjadi
peningkatan filtrasi pada glomerulus oleh protein serta peningkatan jumlah
kalsium yang difiltrasi. Hal tersebut mengakibatkan reabsorbsi kalsium dalam

7
ginjal menurun, penurunan ini disebabkan oleh adanya senyawa sulfur dan
asam pada protein. (Jane E. Kerstetter. 1990. Dietary Protein Increases Urinary
Calcium. The Journal of Nutrition.)
Kalsium urin telah ditemukan meningkat dengan adanya asupan
makanan penghasil asam seperti daging, ikan, telur, dan sereal. Kehilangan
kepadatan tulang dapat disebabkan karena adanya mobilisasi garam tulang
untuk menyeimbangkan asam yang disebabkan oleh makanan penghasil asam.
Asupan daging dengan hilangnya kepadatan tulang dapat disebabkan juga
karena asupan buah dan sayuran yang inadekuat. (Robert P Heaney dan
Donald K Layman. 2008. Amount and Type of Protein Influences Bone
Health. The American Journal of Clinical Nutrition)

Fosfor
Asupan fosfor tidak akan mengganggu homeostasis tulang selama
asupan tidak lebih maupun kurang dari nilai yang dianjurkan. Anjuran fosfor
untuk perempuan usia 19-29 tahun ialah sebesar 700 mg/hari. Asupan fosfor
yang adekuat bersifat esensial untuk pembentukan tulang saat pertumbuhan
dan serum fosfat yang rendah dapat menghambat pembentukan dan
mineralisasi tulang. Namun, asupan fosfor berlebih yang berlangsung dengan
asupan kalsium yang rendah dapat menyebabkan hiperparatiroidisme dan
kehilangan kepadatan tulang. (Jeri W Nieves. 2005. Osteoporosis: The Role
of Micronutrients. The American Journal of Clinical Nutrition)

Kalium
Asupan kalium menurut AKG 2013 ialah sebesar 4700 mg/hari untuk
perempuan dengan usia 19-29 tahun. BMD yang tinggi dihubungkan dengan
asupan kalium yang tinggi bersamaan dengan konsumsi buah-buahan dan
sayuran. Buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan suasana basa dengan
mengurangi potensi asam renal dan produksi asam endogenus. Suplementasi
kalium dibuktikan dapat menetralkan asam endogenus, mengurangi kalsium
urin, dan memacu remodeling tulang sehingga meningkatkan keseimbangan
kalsium. (Human Nutrition Research. 2004. Diet, Nutrition, and The
Prevention of Osteoporosis.)

Magnesium

8
Magnesium merupakan salah satu zat gizi yang dapat ditemukan dalam
buah-buahan dan sayuran, yang dapat meningkatkan suasana basa dan
meningkatkan kesehatan tulang. (Human Nutrition Research. 2004. Diet,
Nutrition, and The Prevention of Osteoporosis.) Menurut AKG 2013, asupan
magnesium yang dianjurkan untuk perempuan usia 19-29 tahun adalah sebesar
310 mg/hari. Asupan magnesium yang lebih dapat meningkatkan kepadatan
tulang. (Jeri W Nieves. 2005. Osteoporosis: The Role of Micronutrients. The
American Journal of Clinical Nutrition) Magnesium memiliki peran dalam
sintesis vitamin D menjadi bentuk aktif, maka jika asupan magnesium rendah
sintesis vitamin D akan terhambat dan akan terjadi gangguan absorbsi kalsium
sehingga kalsium akan diekskresikan melalui urin. (Rosalind S. Gibson. 2005.
Principles of Nutritional Assessment. 2nd Ed. New York: Oxford University
Press.)

Natrium
Asupan tinggi natrium bersama rendahnya asupan kalsium dapat
berisiko memiliki BMD yang rendah. Anjuran asupan natrium menurut AKG
2013 ialah sebesar 1500 mg/hari untuk perempuan dengan usia 19-29 tahun.
Peningkatan asupan natrium berbanding lurus dengan peningkatan ekskresi
kalsium urin. Anion yang paling berpengaruh terhadap kalsium urin ialah
natrium klorida dibandingkan dengan natrium bikarbonat atau natrium asetat.
Asupan natrium tidak akan menjadi masalah jika asupan kalsium atau kalium
sesuai dengan anjuran AKG. (Jeri W Nieves. 2005. Osteoporosis: The Role of
Micronutrients. The American Journal of Clinical Nutrition)

Kafein
Kafein dapat meningkatkan ekskresi kalsium urin dan memiliki efek
negatif pada retensi kalsium. (Rosalind S. Gibson. 2005. Principles of
Nutritional Assessment. 2nd Ed. New York: Oxford University Press.)
Konsumsi tinggi kafein juga dikatakan dapat mengurangi densitas tulang dan
meningkatkan risiko fraktur. Konsumsi kafein > 300mg/hari dapat
meningkatkan hilangnya kepadatan tulang. Kafein dapat mengurangi ekspresi
reseptor vitamin D dan mengganggu aktivitas osteoblas sehingga dapat
menyebabkan BMD rendah serta ekskresi kalsium meningkat. (Prema B
Rapuri, J.C. Gallagher, Zafar Nawaz. 2006. Caffeine Decreases Vitamin D

9
Receptor Protein Expression and 1,25(OH)2D3 Stimulated Alkaline
Phosphatase Activity in Human Osteoblast Cells. Science Direct.)

Serat
Asupan serat dapat menghambat absorbsi kalsium dengan menurunkan
waktu transit makan dalam saluran cerna. (Sunita Almatsier. 2008. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.) Asupan serat
dianjurkan untuk dikonsumsi sebanyak 32 g/hari menurut AKG 2013 untuk
perempuan usia 19-29 tahun. Namun, asupan serat rata-rata pada orang dapat
dikatakan masih kurang, maka tidak menjadi sebuah alasan untuk melakukan
diet rendah serat. (Erin Digitale, Cristy Hathaway, Sheri Zidenberg,, Karrie
Heneman. 2008. Some Facts About Calcium and Osteoporosis. Cooperative
Extension Center for Health and Nutrition Research Department of Nutrition.)

B. Penyebab Masalah dari Aspek Anatomi Fisiologi


Tulang
Anatomi Tulang
Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi oleh mineral dan
sel-sel tulang. Matriks tersusun sebagian besar oleh kolagen dan sebagian kecil
oleh protein non kolagen, seperti proteoglikan, osteonectin, osteocalsin yang
dihasilkan oleh osteoblast dan konsentrasinya dalam darah menjadi ukuran
aktivitas osteoblast. Suatu matriks yang tak bermineral disebut osteoid yang
normalnya sebagai lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru. Proporsi
osteoid terhadap tulang meningkat pada penyakit riketsia dan osteomalasia.
Mineral tulang terutama berupa kalsium dan fosfat yang tersusun dalam bentuk
hidroxyapatite. Pada tulang yang sudah matang proporsi kalsium dan fosfat adalah
konstan dan molekulnya diikat oleh kolagen. Demineralisasi terjadi hanya dengan
resorbsi seluruh matriks. Tulang terdiri 3 macam :

10
Gambar 1. Osteosit, Osteoblas, Sel Osteogenik, dan Osteoblas

1. Osteoblast
Berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase dan
dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Pada akhir siklus
remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke
dalam matriks sebagai osteocyte.
2. Osteocyte
Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di bawah
pengaruh parathyroid hormon (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteocytic
osteolysis) dan transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitif terhadap stimulus
mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan regangan) ini kepada
osteoblast.
3. Osteoclast
Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh prekursor
monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh stimulus
kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan meninggalkan cekungan di
permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship. Tulang imature disebut
woven bone, dimana serabut kolagennya tidak beraturan arahnya, ditemukan
pada stadium awal penyembuhan tulang, bersifat sementara sebelum diganti
oleh tulang mature yang disebut lamellar bone, dimana serabut kolagen
tersusun paralel membentuk lamina dengan osteocyte diantaranya. Lamellar
bone mempunyai 2 struktur yaitu cortical bone yang tampak padat, dan
cancellous bone yang tampak seperti spoon atau porous.

Fisiologi Tulang
1. Bone Remodelling
Ada 2 jalan dalam proses pembentukan tulang. Endochondral ossification
dengan osifikasi jaringan kartilago, seperti epifisial plate dan pada
penyembuhan tulang. Membraneous ossification dengan osifikasi jaringan ikat

11
seperti pembentukan tulang dari subperiosteal. Tulang selalu mengalami 2
proses yaitu resorbsi (remodelling) dan pembentukan (turn over). Reasorbsi
dimulai saat osteoclast teraktivasi dan taksis ke permukaan tulang yang
bermineral. Matriks organik dan mineral diambil secara bersamaan. Pada
trabekula akan terbentuk cekungan dan pada kortek akan membentuk liang
seperti kerucut terpotong (cutting cone). Setelah 2-3 minggu resorbsi berhenti
osteoclast tak tampak. Sekitar 1-2 minggu kemudian cekungan diliputi
osteoblast dan 3 bulan kemudian telah terjadi pembentukan dan mineralisasi
tulang.
2. Remodelling Berkaitan Usia
Remodelling berlangsung seumur hidup. Semasa tumbuh tulang akan
meningkat baik bentuk maupun ukuran namun tetap ringan dan porous. Pada
umur 20-40 tahun kanalis haversi dan ruang intertrabekuler telah tumbuh
lengkap, korteks menebal sehingga tulang lebih berat dan kuat. Pada periode
ini tiap individu mencapai peak bone mass. Pada umur di atas 40 tahun secara
lambat dan pasti terjadi bone loss, pelebaran kanalis haversi, penipisan
trabekula, resorbsi permukaan endoosteal, dan pelebaran kavum medulare,
sehingga tulang menjadi lebih porous. Pada pria kecepatan bone loss 0,3 %
pertahun, sedang pada wanita ada perbedaan antara saat menopause dan 5-10
tahun post menopause.
Dengan ditandai peningkatan bone loss, keadaan ini disebut sebagai
osteoporosis post menopause. Hal ini disebabkan berhentinya pengaruh
hormon gonadal yang juga terjadi pada wanita 5 tahun post ophorektomi.
Proses yang terjadi adalah resorbsi berlebihan oleh osteoclast karena lepas
kontrol hormonal. Pada umur di atas 70 tahun kecepatan bone loss pria dan
wanita relatif sama. Fase ini disebut osteoporosis senile. Proses yang terjadi
adalah pengurangan aktivitas osteoblast. Penting ditegaskan bahwa meskipun
bone mass (jumlah netto kuantitas tulang per unit volume) menurun setelah
umur pertengahan, bone density (kadar mineral) variasinya sangat kecil bila
dikaitkan umur. Berkaitan dengan menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya resiko fraktur, ada beberapa penjelasan.

1. Penyusutan bone mass merupakan faktor yang sangat penting

12
2. Pada waktu post menopause, lubang/defek pada tulang tidak akan
pernah diperbaiki sehingga hilangnya hubungan struktural ini akan
menurunkan kekuatan

3. Penurunan aktivitas sel tulang pada umur tua membuat kecepatan


remodelling lambat.

3. Regulasi Bone Remodelling dan Calcium Exchange


Kalsium dan fosfor tulang sangat lambat perubahannya. Konsentrasi
kalsium dan fosfor ekstrasel tergantung absorbsi intestinal dan ekskresi ginjal.
Kontrol kalsium lebih kritis dibanding fosfor. Kondisi defisiensi kalsium
ekstrasel yang persisten menggambarkan kondisi tulang. Sementara defisiensi
fosfor hanya sedikit menurunkan kadar fosfat serum. Regulasi pertukaran
kalsium merupakan mata rantai yang tidak dapat dihindarkan pada
pembentukan dan resorbsi tulang. Keseimbangan antara resorbsi kalsium,
ekskresi kalsium di tubulus renal, perubahan kadar kalsium ekstrasel dan
tulang dikontrol oleh faktor lokal dan sistemik.
Faktor sistemik tersebut adalah :
a) Kalsium dan Fosfat
Kadar normal kalsium serum 2,2 2,6 mmol/L. Absorbsi di
intestinal ditingkatkan oleh 1,25-dihydrocholecalciferol. Ekskresi
kalsium urine 2,5 10,0 mmol/24 jam. Bila defisit kalsium bersifat
persisten maka terjadi mobilisasi kalsium tulang dengan meningkatkan
resorbsi tulang. Bergesernya kompensasi dari absorsi intestinal, ekskresi
ginjal, dan bone remodelling diatur oleh hormon parathyroid,dan 1,25-
DHCC. Konsentrasi fosfat serum 0,9 1,3 mmol/L. Absorbsi di usus
sebanding jumlah yang dimakan , ekskresi ginjal sangat efisien dan
reabsorbsi 90 % di tubulus proksimal yang pengaturannya oleh hormon
parathyroid
b) Parathyroid Hormon
Fungsinya mempertahankan konsentrasi serum kalsium pada
rentang yang sangat sempit. Produksi dan release distimulasi oleh naik
turunnya kadar kalsium serum. Target organnya tubulus renal, tulang,
dan intestinal. Pada tubulus renal PTH merespon cepat penurunan
kalsium plasma dengan meningkatkan resorbsi kalsium urine dan
menghambat resorbsi fosfat urine. Pada tulang PTH meningkatkan

13
aktivitas osteoclast, dan secara tidak langsung dengan mengaktifkan
osteoblast untuk menyiapkan permukaan tulang yang akan diresorbsi
dan memulai kemotaksis osteoclast. PTH juga menstimulasi osteolysis
oleh osteocyte.
Efek Hormon Parathyroid pada Absorbsi Kalsium dan Fosfat pada
Usus
Pada usus PTH secara tak langsung meningkatkan resorbsi kalsium
dan fosfat dengan cara meningkatkan pembentukan 1,25-
dihidroksikolekalsiferol dari vitamin D dan juga meningkatkan absorbsi
vitamin D yang akan dikonversi menjadi metabolit aktif di ginjal.

Efek Hormon Parathyroid pada Absorbsi Kalsium dan Fosfat pada


Ginjal
Pemberian hormon paratiroid menyebabkan pelepasan fosfat dengan
segera dan cepat ke dalam urin karena efek dari hormon paratiroid yang
menyebabkan berkurangnya reabsorbsi ion fosfat pada tubulus
proksimal.
Hormon paratiroid juga meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap
kalsium pada waktu yang sama dengan berkurangnya reabsorbsi fosfat
oleh hormon paratiroid. Selain itu, hormon ini juga meningkatkan
kecepatan reabsorbsi ion magnesium dan ion hidrogen, sewaktu hormon
ini mengurangi reabsorbsi ion natrium, kalium dan asam amino dengan
cara yang sangat mirip seperti hormon paratiroid mempengaruhi fosfat.
Peningkatan absorbsi kalsium terutama terjadi dibagian akhir tubulus
distal, duktus koligentes, dan bagian awal duktus koligentes.
Bila bukan oleh karena efek hormon paratiroid pada ginjal untuk
meningkatkan reabsorbsi kalsium, pelepasan kalsoum yang berlangsung
terus menerus akhirnya akan menghabiskan mineral tulang ini dari
cairan ekstraseluler tulang.
c) Kalsitonin
Kalsitonin merupakan hormon yang memiliki efek lemah
terhadap kalsium darah tetapi berlawanan dengan efek hormon
paratiroid. Kalsitonin mengurangi konsentrasi ion kalsium dalam
darah, pada manusia tidak disekresikan oleh kelenjar paratiroid tetapi
oleh kelenjar tiroid.
d) Vitamin D

14
Vitamin D3 (cholecalciferol) diperoleh dari 2 sumber. Secara
langsung dari makanan, dan secara tak langsung dari efek sinar
ultraviolet pada sel prekursor di kulit. Vitamin D3 sendiri tidak aktif,
akan diubah oleh hepar menjadi 25- hydrocholcalciferol (25-HCC)
yang merupakan metabolit aktif. Oleh ginjal zat ini akan diubah
menjadi 1,25 dihydrocholecalciferol (1,25-DHCC) yang merupakan
metabolit yang sangat aktif. Zat ini menstimulasi absorbsi kalsium di
usus dan meningkatkan resorbsi tulang. Peningkatan PTH dan fosfat
plasma akan meningkatkan 1,25-DHCC. Begitu juga sebaliknya. Di
tulang 1,25-DHCC menstimulasi resorbsi oleh osteoclast dan
peningkatan transport kalsium. Juga secara tak langsung
mempengaruhi pembentukan tulang karena dengan peningkatan
absorbsi kalsium dan fosfat di usus akan meningkatkan mineralisasi
osteoid.
e) Hormon Lain.
Estrogen menstimulasi absorbsi kalsium dan melindungi tulang
dari pengaruh PTH. Efek penurunan hormon ini menyebabkan
osteoporosis
Kortikosteroid adrenal juga menyebabkan osteoporosis dengan
meningkatkan resorbsi tulang, menghambat pembentukan tulang,
menurunkan absorbsi kalsium intestinal, dan menginaktifkan
sintesis kolagen.
Thyroxin meningkatkan pembentukan dan resobsi tulang tetapi
lebih dominan resorbsi sehingga hyperthyroid dihubungkan
dengan besarnya pembongkaran tulang dan osteoporosis.
Faktor lokal
Sitokin merupakan zat yang diperkirakan berperan terhadap terjadinya
osteoporosis pada inflamasi, multiple myeloma, dan tumor ganas lain.
Tekanan mekanik berperan pada tulang. Pada berat badan menurun,
prolonged bed rest, inaktivitas, kelemahan muskuler dan mobilisasi
anggota gerak dapat mengakibatkan osteoporosis. Stimulasi elektrik dapat
mempengaruhi pembentukan dan resorbsi tulang. Peningkatan temperatur
dan oksigen meningkatkan pembentukan tulang. Keseimbangan asam
basa mempengaruhi resorbsi tulang. Peningkatan fosfat (pyrophosphate)
menghambat resorbsi tulang.

15
Sumber :
Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-15. Jakarta :
EGC
http://www.kedokteranugm.com/ /2010/08/osteoporosis-atau-kekeroposan-tulang

Ginjal
Ginjal adalah dua organ retroperitoneal yang berukuran sekitar satu
kepalan tangan. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di
sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal,
di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga peritoneum. Setiap
ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya,
dan membentuk pembungkus yang halus. Ginjal berwarna ungu tua dan terdiri
atas bagian korteks dibagian luar, dan bagian medula di sebelah dalam.

Gambar 2. Struktur Ginjal

Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam


dalam darah, keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan
dan kelebihan garam. Ginjal mengandung glomerulus yang merupakan sebuah
saringan. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainnya
disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori
saringan sehingga tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring
disebut filtrat glomerulus yang kemudian mengalir melalui tubula renalis dan
sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan

16
yang tidak diperlukan. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorbsi
kembali, air sebagian diabsorbsi kembali, dan produk buangan dikeluarkan.
(Evelyn C. Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.)

Gambar 3. Struktur dalam ginjal

Dalam homeostasis kalsium, ginjal berfungsi sebagai tempat sintesis


vitamin D menjadi bentuk yang aktif (kalsitriol) serta sebagai organ ekskresi
kalsium. Untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, ginjal harus
mengeksresikan kalsium dalam jumlah yang sama dengan kalsium yang
diabsorpsi dalam usus halus.
Asupan tinggi protein, natrium, dan serat, rendah kalium dan
magnesium meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin. Karena ginjal sangat
penting untuk regulasi metabolisme mineral, penyakit tulang merupakan
konsekuensi tak terhindarkan dari kerusakan ginjal. Patofisiologi metabolisme
mineral pada gagal ginjal adalah kompleks. Ginjal memainkan peran penting
dalam metabolisme kalsium, fosfat, dan magnesium, tidak hanya oleh
reabsorpsi ginjal dan ekskresi, tetapi juga oleh sekresi hormon sistemik.

Usus Halus
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya

17
bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.

Gambar 4. Bagian-bagian Usus

Usus halus terdiri dari beberapa bagian, yaitu :


a. Duodenum
bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat
pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya
saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner
untuk memproduksi getah intestinum.24 Panjang duodenum sekitar 25 cm,
mulai dari pilorus sampai.
b. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk
kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan
peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih tebal, dan
banyak mengandung pembuluh darah.
c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5 m.
Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula

18
bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk
lagi ke dalam ileum.
Dalam keadaan normal sebanyak 30 - 50% kalsium yang dikonsumsi
diabsorpsi di tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa
pertumbuhan, dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorpsi pada
laki - laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia.
Absorpsi kalsium terutama terjadi dibagian atas usus halus yaitu
duodenum. Dalam keadaan normal, dari sekitar 1000 mg Ca ++ yang rata-rata
dikonsumsi perhari, hanya sekitar dua pertiga yang diserap di usus halus dan
sisanya keluar melalui feses Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada
dalam keadaan terlarut. Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif
dengan menggunakan alat ukur protein pengikat kalsium. Absorpsi pasif
terjadi pada permukaan saluran cerna. Banyak faktor mempengaruhi absorpsi
kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut - air
da n t idak mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat.
Untuk bisa diserap oleh tubuh, kalsium harus berbentuk cair. Jika biasa
mengonsumsi kalsium dalam bentuk padat, asam pada lambung akan
mengubah bentuk kalsium padat menjadi cair. Setelah itu, barulah perjalanan
kalsium di tubuh dimulai.
Apabila kalsium tersedia di dalam jumlah yang banyak, kalsium akan
langsung diedarkan ke pembuluh darah melalui proses difusi. Namun, apabila
jumlah kalsium yang tersedia hanya sedikit maka metabolisme kalsium akan
dilakukan melalui proses transport aktif. Di dalam proses transport aktif,
kalsium harus dibantu oleh vitamin D. Itulah mengapa kita memerlukan
vitamin D untuk kesehatan tulang.
Melalui aliran cairan tubuh termasuk aliran darah, kalsium akan
dibawa untuk disimpan di tulang. Tetapi, perjalanan ini belum berakhir karena
kalsium masih dapat terlepas lagi dari tulang. Proses ini sebenarnya terjadi
secara alami, namun proses ini juga perlu diantisipasi agar kalsium yang
tersusun harus seimbang dengan kalsium yang terlepas dari tulang. Karena
bila yang tersusun lebih sedikit dari yang terlepas, maka tulang akan dapat
mengalami kerapuhan, mudah patah, dan tingkat yang lebih parah lagi yakni
osteoporosis. (Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Jakarta : EGC)

19
C. Penyebab Masalah dari Aspek Lingkungan
Letak Geografis
Wilayah yang sedikit terkena paparan sinar matahari akan cenderung
beresiko kekurangan vitamin D jika tidak diatasi dengan konsumsi makanan
tinggi vitamin D atau suplementasi. Vitamin D terkait dengan metabolisme
kalsium. Oleh karena itu, defisiensi vitamin D akan menyebabkan absorbsi
kalsium terhambat, dalam hal ini yang berperan adalah kalsitriol. PTH dan
kalsitriol akan memicu reabsorpsi Ca2+ dari ginjal menuju darah. Kemudian
kalsitriol meninggalkan ginjal dan bergerak menuju usus ketika sintesis dari
calbindin memudahkan absorbsi kalsium di membran brush border pada sel
usus dan mengangkut di sel sitoplasma. Ca2+ masuk kedalam darah dengan
calbindin yang cukup agar tetap normal setelah itu dilepaskan dari tulang,
ginjal, dan absorbsi sel usus.
Beberapa jurnal menyebutkan bahwa prevalensi defisiensi vitamin D
yang tinggi terdapat di Eropa dan United States. Selain rendahnya paparan
sinar matahari, saat musim dingin konsentrasi polutan udara yang signifikan
yang dapat menyerap sinar UVB dari matahari sehingga mengurangi vitamin
D.(5)

Kemajuan Ekonomi dan Industrialisasi di Wilayah dan Gaya Hidup


Semakin maju suatu wilayah, makan akses terhadap bahan pangan
seperti susu, daging, dan sebagainya akan lebih mudah. Dengan tingkat
pendapatan yang tinggi, sangat dimungkinkan bagi seseorang untuk
mengkonsumsi produk susu dan kacang-kacangan yang tinggi kalsium
sehingga kebutuhan kalsium mereka terpenuhi. Namun, kemajuan ekonomi
seringkali dikaitkan dengan industrialisasi wilayah. Adanya industrialisasi
wilayah berdampak pada gaya hidup yang cenderung sering mengkonsumsi
minuman bersoda, soft drink, serta makanan yang tidak sehat. Minuman
bersoda dikaitkan dengan tingginya fosfor yang dapat mengganggu absorbsi
kalsium jika asupan kalsium kurang. Sebaliknya, pada wilayah yang keadaan
ekonominya masih berkembang, seringkali dikaitkan dengan kebiasaan
merokok. Merokok diketahui dapat menyebabkan kerusakan atau pengikisan
pada sel-sel osteoblast tulang yang beresiko mengurangi kepadatan tulang.

20
Selain itu konsumsi alkohol juga berpengaruh terhadap kepadatan tulang yang
rendah.
Dengan adanya kemajuan ekonomi, kebanyakan orang menjadi malas
untuk melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga. Banyak orang yang lebih
memilih untuk diam dirumah dibandingkan keluar dan melakukan olahraga.
Padahal, aktivitas fisik yang rendah berpengaruh terhadap penurunan
kepadatan tulang. Dengan melakukan aktivitas fisik yang cukup, pembentukan
tulang akan meningkat dibandingkan resorpsi tulang sehingga tulang akan
menjadi lebih kuat.

Pengetahuan Gizi
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di suatu wilayah
metropolitan, diperoleh data bahwa hanya beberapa gadis yang diawasi orang
tua dalam meminum susu atau didorong oleh orang tua untuk minum susu.
Hanya sepertiga yang dilaporkan bahwa makanan yang kaya kalsium seperti
yoghurt, keju, dan tahu tersedia di rumah, dan asupan makanan ini dikaitkan
dengan ketersediaan. Pengetahuan orang tua terbatas dan memiliki ekspektasi
yang sedikit agar anak mereka mengkonsumsi makanan tinggi kalsium. Orang
tua tidak terbiasa mengkonsumsi produk susu tetapi mengindikasikan mereka
membuat susu yang tersedia untuk anak-anak. Pengetahuan tentang kebutuhan
kalsium terbatas, tetapi kebanyakan orangtua mengetahui kalsium terkait
untuk kesehatan tulang. Untuk itu ketika memberikan intervensi, edukasi
harus melibatkan orang tua dan anak dan memberi tahu faktor-faktor yang
mempengaruhi intake kalsium. (4)

Vegetarian
Pada kelompok vegetarian, asupan kalsium harus diperhatikan.
Kelompok vegetarian lebih beresiko mengalami kurang asupan kalsium
dibandingkan dengan kelompok normal. Kebiasaan yang tidak menyukai
produk hewani termasuk susu, dan keju yang merupakan sumber kalsium
dengan bioavaibilitas tinggi membuat kelompok vegetarian terutama
vegetarian total cenderung memiliki status kalsium yang relatif lebih rendah.
Sebenarnya, selain dari produk susu, kalsium juga sebagian besar
terdapat pada kacang-kacangan dan serealia. Serealia, kacang-kacangan dan

21
hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber
kalsium dari nabati yang baik, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung
zat yang menghambat penyerapa kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Asam
fitat, ikatan yang mengandung fosfor yag terutama terdapat didalam sekam
serealia, membentuk kalsium fosfat yang juga tidak dapat larut sehingga tidak
dapat diabsorpsi. Asam oksalat yang terdapat dalam bayam, sayuran lain dan
kakao membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut, sehingga
menghambat absorpsi kalsium(3)

Kondisi Tanah
Meskipun sumber kalsium yang tinggi bioavaibilitasnya sebagian besar
terdapat pada produk susu (sekitar 32%), dan sebagian kecil kelompok
sayuran (brokoli 61%, bok choy 54%)(1), bioavaibilitas kalsium pada sumber
tumbuhan/nabati juga harus diperhatikan. Pada sebagian besar sayuran,
bioavaibilitas kalsium relatif lebih rendah dibanding dari sumber lain (contoh:
Bayam 5%). Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan fitat dan oksalat yang
tinggi dalam sayuran. Selain itu, faktor tanah juga ikut berpengaruh terhadap
status kalsium dalam suatu bahan terutama yang bersumber dari tumbuhan.
Avaibilitas kalsium dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
- PH tanah
PH yang baik untuk avaibilitas mineral tanah yaitu sekitar 6-7. kenaikan atau
penurunan PH dapat menyebabkan turunnya avaibilitas mineral dalam tanah
- Tekstur tanah
Tanah yang berpasir memiliki kapasitas yang rendah dalam menyimpan
mineral di dalam tanah. Tanah yang lebih gembur dan bertekstur dapat
mengikat mineral yang dibutuhkan untuk tanaman dalam bentuk non-
available. Tanah yang liat memiliki defisiensi yang paling rendah(2)

- Iklim
Kelembaban berlebih meningkatkan potensi hasil. Kondisi kering mencegah
aktivitas akar dan mengurangi pembongkaran dan aliran nutrisi ke tanaman.
Suhu dingin mengurangi penyerapan nutrisi dengan memperlambat

22
pembongkaran mineral menjadi ke dalam bentuk available untuk tumbuhan,
serta menurunkan aktivitas akar(2)
Sumber :
1. http://www.dairynutrition.ca/nutrients-in-milk-products/calcium/calcium-
and-bioavailability
2. http://www.wolftrax.com/en/factors-affecting-nutrient-availability
3. Sari P. Gizi Anak Sekolah Usia 10-12 tahun dan hubungannya dengan
asupan Kalsium di SDN X Kampung Serang, Kabupaten Bekasi tahun
2011. 2011.
4. Vue H, et al. Individual and environmental influences on intake of
calcium-rich food and beverages by young Hmong adolescent girls.
Elsevier. 2007 Sep-Oct;39(5):264-72.
5. Maeda S S, et al. Factors affecting vitamin D status in different
populations in the city of So Paulo, Brazil: the So PAulo vitamin D
Evaluation Study (SPADES). Biomedcentral. 2013
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3645955/pdf/1472-6823-
13-14.pdf

Asupan Tinggi Protein Asupan Rendah Mg Asupan Rendah Kalium

Kalsium Urin Meningkat Asupan Tinggi Fosfor


Asupan tinggi natrium

Asupan Kalsium Rendah

Asupan tinggi Kafein Kepadatan Tulang


Asupan Serat
BAB III
Aktivitas Fisik Rendah
KERANGKA SEBAB AKIBAT
BMD < -1.0 SD Absorbsi Ca terhambat

23
OSTEOPENIA
OSTEOPOROSIS
Bagan 2. Kerangka Sebab Akibat

BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

24
Intervensi
Intervensi yang dilakukan untuk menanggulangi osteoporosis dan osteopenia;
1) Menetapkan tujuan diet berdasarkan masalah pada diagnosis gizi
Meningkatkan asupan kalsium, kalium, dan magnesium
Meningkatkan kepadatan tulang
Memperbaiki kesalahan pola makan
2) Menghitung kebutuhan energi dan zat gizi lainnya
Menghitung kebutuhan energi menggunakan rumus Miflin.
Kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat disesuaikan menjadi 10%,
25% dan 65% dari total energi.
Meningkatkan asupan kalsium dari makanan yaitu 1000-1500 mg/hari
Meningkatkan asupan vitamin D dari makanan.
Kebutuhan fosfor disesuaikan dengan asupan kalsium dengan rasio
2:1.
Kebutuhan kalium dan magnesium disesuaikan dengan AKG yang
dianjurkan.
3) Melakukan perbaikan asupan
Tujuan utama perbaikan/modifikasi asupan adalah meningkatkan
asupan makanan sumber kalsium. Selain itu, perbaikan asupan lain yang
berhubungan dengan metabolisme kalsium dan kepadatan tulang perlu
dilakukan.
Kalsium merupakan mineral yang memegang peranan penting dalam
menjaga kepadatan tulang. Pada intervensi ini, klien diharapkan mengonsumsi
makanan dan minuman sumber kalsium yang mengandung fitoestrogen secara
rutin. Makanan dan minuman yang dapat dijadikan pilihan antara lain susu dan
produk susu seperti keju dan yoghurt, udang kering tawar, teri kering tawar,
ikan yang dimakan dengan tulangnya seperti ikan presto serta ikan teri basah,
buah kering, sayuran hijau, kacang kedelai, serta hasil olahannya (susu
kedelai, tahu, dan tempe), dan makanan yang mengandung estrogen seperti
bengkuang.
Makanan lain yang perlu dibatasi adalah makanan yang mengandung
garam atau natrium tinggi (makanan yang diawetkan dan makanan atau
minuman kaleng), makanan yang berlemak serta mengandung protein tinggi
(daging, makanan serta minuman yang mengandung alkohol, seperti bir, tape,
ragi, kopi, teh kental, dan soft drink).
Selain itu, perlu adanya batasan untuk makanan dan minuman yang
berhubungan langsung dengan metabolisme kalsium dalam tubuh dan
kepadatan tulang. Supaya jumlahnya seimbang dan berpengaruh positif

25
terhadap kepadatan tulang. Contohnya membatasi makanan dan minuman
yang mengandung fosfor.
4) Komunikasi, Informasi, Edukasi, dan Konseling Gizi
Dalam melakukan intervensi, antara konselor dan klien perlu
membangun komunikasi yang baik supaya pesan-pesan intervensi dapat
tersampaikan dengan baik. Edukasi dan konseling gizi dilakukan dengan
menginformasikan hasil pengkajian gizi klien, menjelaskan tujuan diet,
mendiskusikan perubahan pola makan, mendiskusikan perubahan perilako
berisiko, misalnya terbiasa makan dengan sedikit lauk pauk, mengonsumsi
jajanan rendah protein, minum susu rendah protein, sering minum air putih,
sering mengonsumsi kuah sayur, sering mengonsumsi buah, mendiskusikan
penggunaan obat yang berhubungan dengan zat gizi (obat pengikat fosfat,
pengikat kalsium, obat yang mengandung protein, serta asam amino),
menjelaskan cara penerapan diet osteoporosis, mendiskusikan hambatan yang
dirasa klien, serta alternatif pemecahan masalah. Selama konsultasi gunakan
alat bantu food model, standar makanan sehari, contoh menu dan daftar bahan
makanan penukar.
Setelah dilakukan edukasi dan konseling gizi, dapat ditanyakan ulang
apa saja yang sudah dijelaskan kepada klien, untuk mengukur tingkat
pemahaman klien terhadap intervensi yang telah dilakukan.
5) Meningkatkan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dilakukan untuk menjaga kebugaran tubuh,
meningkatkan, dan menjaga kepadatan tulang. Klien diharapkan melakukan
aktivitas fisik seperti berolahraga ringan setiap hari. Alokasi waktu untuk
berolahraga minimal adalah 30 menit / hari.

6) Memberikan preskripsi diet osteoporosis

Tabel 2. Preskripsi Diet Osteoporosis

Nama Berat Kkal


Waktu Bahan Makanan URT
Makanan (gr)
Nasi putih Beras gelas 100 175
Ayam goreng Daging ayam 1 ptg 40 95
Sayur bening Sawi hijau 1 gelas 100 50
sawi
07.00
Tempe goreng Tempe 2 ptg dg 50 80
Minyak Minyak goreng 1 sdm 10 90
goreng
Susu Susu whole bubuk 5 sdm 25 130

26
10.00 Sorbet jambu Buah jambu 1 buah 100 40
Asupan Total Analisis Rekomendasi / Persentase
Yoghurt 1 gelas 200 130
Gula pasir hari 1 sdm Kecukupan 10 40
Energi 2.305
Kacang kkal Kacang 2198,9
tanah tanah kkal 2 sdm 104% 20 80
Protein 58,2
Krakers gram 56 gram 5 bh sdg 103% 50 175
Lemak 13.00 88
Nasi putihgram Beras - gelas -
100 175
Karbohidrat 214,4 gram - -50
Udang goreng Udang gelas 95
Serat 18,5 gram - -
Capjay Brokoli, kembang 1 gelas 100 50
Retinol 366,3 g - -
Asam Fitat 1732,1 mg kol, wortel - -
Kalsium Tahu bacem
976,1 mg Tahu 1.200 mg 1 ptg 81100 % 75
Magnesium Minyak277,5 mg Minyak goreng 280 mg sdm 99% 5 45
Seng goreng9,6 mg 12 mg 80%
Zat besi16.00 Pisang18,1 mg Buah pisang 15 mg 1 buah 120% 75 40
Vitamin B1 Bubur 0,9 mg Kacang hijau
kacang 1,1 mg 1 gelas 84%
100 125
Vitamin B2 hijau 1,4 mg 1,3 mg 107%
Niasin 19.30 16,3
Nasi putih mg Beras - gelas -100 175
Vitamin B6 Oseng 1,7 mg Kacang buncis
buncis 1,6 mg 1 gelas 105%100 50
Asam Pantotenat Bandeng 5,2 mg Ikan bandeng - 1 ptg -50 95
Asam Folat 294,6 g - -
presto
Vitamin B12 3,5 g 2 g 177%
Vitamin C Tempe156,8
goreng
mg Tempe 60 mg 2 ptg 261% 50 80
Vitamin A Minyak
671,3 g Minyak goreng 800 g sdm 84% 5 45
goreng
Apel Buah apel 1 buah 75 40
Susu Susu whole bubuk 5 sdm 25 130
Total kalori (kkal) 2.305

Tabel 3. Analisis Zat Gizi Preskripsi Diet

27
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari
intervensi gizi yang telah dilakukan. Hasil dari intervensi dan monitoring
harus dievaluasi dan ditetapkan untuk mengetahui peningkatan kesehatan
klien, antara lain dengan cara:
1) Memonitor apakah klien mengonsumsi makanan sumber kalsium
dengan cukup atau tidak;
2) Mengukur kepadatan tulang secara berkala dengan densitometri;
3) Memonitor apakah asupan makan sehari-hari klien sudah benar sesuai
anjuran;
4) Menilai apakah ada peningkatan pengetahuan dan motivasi pada klien
untuk menjalani pola hidup yang sehat;
5) Melihat apakah klien rutin berolahraga untuk menjaga kesehatan tubuh
dan kepadatan tulang.
Pada proses evaluasi, dapat dilihat perubahan sebagai berikut :
1) Perubahan IMT jika sebelumnya tidak normal;
2) Perubahan kadar kalsium serum dan hasil pemeriksaan densitometri;

28
3) Peningkatan skor BMD yang menunjukkan adanya peningkatan
kepadatan tulang. (Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2014. Konseling
Gizi. Jakarta: Penebar Plus+)

BAB V
PEMBAHASAN

Osteoporosis memiliki arti tulang keropos yaitu adanya pengurangan


massa tulang, kerusakan mikroarsitektur tulang, penurunan kekuatan tulang,
dan peningkatan kerentanan terhadap fraktur dan morbiditas. Statistika
menujukkan bahwa wanita memiliki risiko empat kali lipat terkena
osteoporosis dibandingkan pria. Osteoporosis dapat diukur menggunakan
pengukuran kepadatan mineral tulang atau Bone Mineral Density (BMD) yang
menunjukkan T-score kurang dari 2.5 SD. Osteopenia tidak bisa didefinisikan
sebagai diagnosis penyakit namun bisa menjadi tolak ukur atau diagnosis
risiko terkenanya osteoporosis yang ditandai dengan BMD antara 0.1 sampai

29
2.5 SD. (Marcia Nelms, Kathryn P. Sucher, Karen Lacey, Sara Long Roth.
2010. Nutrition Therapy and Pathophysiology. 2nd Edition)
Secara umum, osteoporosis dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti asupan yang salah, adanya gangguan pada organ tubuh, dan
lingkungan. Faktor asupan yang salah dapat dikaitkan dengan beberapa zat
gizi yang dapat menghambat absorbsi kalsium, meningkatkan ekskresi
kalsium, dan menurunkan kepadatan tulang. Beberapa organ-organ tubuh juga
dapat dikaitkan dengan homeostasis kalsium dalam tubuh, seperti tulang yang
melakukan bone turnover, ginjal yang mensitesis vitamin D dan mengatur
kadar urin, serta usus yang menjadi tempat dimana kalsium diabsorbsi. Faktor
lingkungan yang paling berpengaruh pada homeostasis kalsium adalah faktor
gaya hidup.
Responden A
Dari data responden A, diketahui bahwa IMT responden A termasuk
dalam kategori normal. Namun, sesuai T-score menurut indeks kepadatan
tulang, BMD responden A kurang dari batas normal, yaitu -2,8 SD sehingga
dapat didiagnosis bahwa responden A mengalami osteoporosis. Menurut data,
kalsium urin responden A kurang, hal ini mencerminkan bahwa asupan
kalsium responden A kurang mencukupi. Hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka bahwa kadar kalsium urin mencerminkan jumlah asupan kalsium
seseorang.

Kalsium
Persentase kecukupan kalsium responden A adalah sebesar 51,97%.
Asupan rendah kalsium dapat menyebabkan gangguan pada homeostasis
kalsium sehingga terjadi hiperparatiroidisme, hilangnya kepadatan tulang, dan
gangguan ginjal serta usus. Kalsium merupakan mineral utama dalam
pembentukan tulang. Jika asupa kalsium kurang, maka proses mineralisasi
tulang akan terganggu.
Protein
Persentase kecukupan protein responden A adalah sebesar 131,9%.
Konsumsi tinggi protein terutama dalam bentuk hewani merupakan penyebab
meningkatnya eksresi kalsium karena dapat meningkatkan tingkat filtrasi pada
glomerulus serta jumlah kalsium yang difiltrasi. Hal tersebut mengakibatkan

30
reabsorbsi kalsium oleh ginjal menurun. Penurunan ini disebabkan oleh
adanya senyawa sulfur dan asam pada protein. Asupan tinggi protein juga
dapat meningkatkan suasana asam sehingga terjadi mobilisasi garam tulang
untuk menyeimbangkan asam yang berdampak pada kepadatan tulang.
Fosfor
Persentase kecukupan asupan fosfor responden A adalah 127,24%.
Asupan tinggi fosfor dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sehingga terjadi
penurunan kepadatan tulang. Hiperparatiroidisme adalah pelepasan hormon
paratiroid yang berlebih akibat kurangnya asupan kalsium dan tinggi fosfor.
Untuk menyeimbangkan kadar kalsium, tulang akan melepaskan osteoklas
untuk pembongkaran. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka kepadatan
tulang akan menurun. Asupan fosfor akan menjadi optimal untuk pertumbuhan
tulang jika diiringi dengan asupan kalsium dalam jumlah yang normal dengan
rasio kalsium : fosfor adalah 2 : 1.
Kalium
Persentase kecukupan asupan kalium responden A adalah sebesar
28,8%. Asupan yang rendah kalium dapat meningkatkan potensi asam renal
sehingga terjadi mobilisasi garam pada tulang untuk menyeimbangkan
keadaan asam.
Magnesium
Persentase kecukupan asupan magnesium responden A adalah sebesar
55,5%. Asupan magnesium yang seimbang dapat membantu kalsium dalam
menjaga kepadatan tulang. Sekitar 50% hingga 60% magnesium dalam tubuh
ditemukan dalam tulang. Magnesium tulang terdapat di antara kalsium dan
fosfor dalam kristal laktat. Cadangan magnesium dalam tulang
menggambarkan konsentrasi magnesium dalam serum.
Selain faktor asupan, osteoporosis yang dialami responden A juga
diakibatkan karena gaya hidup dibuktikan dengan aktivitas fisik responden A
yang tergolong kurang. Di sisi lain, melakukan aktivitas fisik seperti
berolahraga membantu pembentukan tulang sehingga tulang menjadi kuat.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden A ialah menghitung
kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan
menurut usia, berat badan, dan aktivitas fisiknya. Selain itu, dapat dilakukan
pemberian preskripsi diet sesuai dengan kebutuhannya dengan meningkatkan

31
asupan kalsium, kalium, dan magnesium serta menyeimbangkan asupan zat
gizi lain yang berhubungan dengan metabolisme kalsium. Seperti fosfor dan
protein, jumlahnya tidak boleh berlebih ataupun kurang. Jika asupan protein
dan fosfor berlebih, dapat meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin.
Sehingga kalsium tulang akan berkurang dan berakibat pada menurunnya
kepadatan tulang.
Peningkatan pengetahuan responden juga perlu diperhatikan. Sehingga
responden mengerti pola makan yang benar, memulai pola hidup sehat, dan
meningkatkan aktivitas fisik untuk meningkatkan kepadatan tulang.
Monitoring dilakukan dengan memantau asupan responden A selama
beberapa bulan, mengukur kepadatan tulang responden A secara berkala untuk
melihat efektivitas dari intervensi yang dilakukan serta dapat dilakukan
pemeriksaan biokimia dengan mengukur kalsium urin responden A. Evaluasi
yang dapat dilihat ialah peningkatan skor BMD dan menurunnya kadar
kalsium urin responden.

Responden B
Dari data responden B diketahui bahwa IMT responden C termasuk
dalam golongan overweight. Namun BMD responden B kurang dari batas
normal, yaitu -1,9 SD sehingga dapat didiagnosis bahwa responden B
mengalami osteopenia. Menurut data, kalsium urin responden B berlebih,
yaitu sebanyak 153 mg/24jam. Ekskresi kalsium dalam urin yang berlebih
juga dapat mempengaruhi kepadatan tulang. Peningkatan ekskresi kalsium
dalam urin dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti asupan zat gizi yang tidak
sesuai anjuran AKG.
Protein
Menurut data, asupan protein responden B yang terpenuhi adalah
sebesar 264,6%. Asupan makanan tinggi protein dapat menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan overweight dan osteoporosis atau fraktur tulang.
Asupan tinggi protein dapat mempengaruhi homeostasis kalsium dan
menghasilkan peningkatan ekskresi kalsium. Sumber protein
telahdihubungkan dengan peningkatan serum IGF-1 yang dapat meningkatkan
mineralisasi tulang. Asupan protein hewani dapat menyebabkan pengaruh
negatif terhadap kesehatan tulang dibandingkan asupan protein nabati karena

32
protein hewani dapat meningkatkan ekskresi kalsium. Asupan tinggi protein
juga dapat meningkatkan suasana asam sehingga terjadi mobilisasi garam
tulang untuk menyeimbangkan asam yang berdampak pada kepadatan tulang.
Fosfor
Asupan fosfor responden B yang terpenuhi adalah sebesar 221,1%.
Asupan fosfor berlebih yang berlangsung dengan asupan kalsium yang rendah
dapat menyebabkan hiperparatiroidisme dan kehilangan kepadatan tulang.
Kalsium
Asupan kalsium responden B yang terpenuhi adalah sebesar 61,9%.
Asupan rendah kalsium dapat menyebabkan gangguan pada homeostatis
kalsium sehingga terjadi hilangnya kepadatan tulang.
Kalium
Asupan kalium responden B yang terpenuhi adalah 63,5%. Asupan
yang rendah kalium dapat meningkatkan potensi asam renal sehingga
meningkatkan ekskresi kalsium.
Magnesium
Asupan magnesium responden B yang terpenuhi adalah sebesar 7,4%.
Asupan magnesium yang lebih dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Magnesium memiliki peran dalam sintesis vitamin D menjadi bentuk aktif,
maka jika asupan magnesium rendah sintesis vitamin D akan terhambat dan
akan terjadi gangguan absorbsi kalsium sehingga kalsium akan diekskresikan
melalui urin.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden B adalah menghitung
kebutuhan energi, protein, lemak, karbohidrat sesuai dengan kebutuhannya
untuk menurunkan IMT dan meningkatkan kepadatan tulang. Selain itu juga
dilakukan pemberian diet dengan meningkatkan asupan kalium, kalsium,
magnesium serta menyeimbangkan asupan zat gizi yang berlebih yaitu protein
dan fosfor.
Monitoring yang dapat dilakukan adalah dengan memantau asupan
responden B selama beberapa bulan, serta mengukur IMT dan kepadatan
tulang secara berkala untuk melihat efektivitas dari intervensi yang telah
dilakukan. Evaluasi yang dapat dilihat ialah peningktan skor BMD dan IMT.

Responden C

33
Dari data responden C diketahui bahwa IMT responden C termasuk
dalam golongan normal. Namun BMD responden C kurang dari batas normal,
yaitu -1,7 SD sehingga dapat didiagnosis bahwa responden C mengalami
osteopenia.
Protein
Menurut data, asupan protein responden C yang terpenuhi adalah
sebesar 110%. Asupan makanan tinggi protein dapat menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan osteoporosis atau fraktur tulang. Asupan tinggi protein
dapat mempengaruhi homeostasis kalsium dan menghasilkan peningkatan
ekskresi kalsium. Sumber protein telah dihubungkan dengan peningkatan
serum IGF-1 yang dapat meningkatkan mineralisasi tulang. Asupan protein
hewani dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kesehatan tulang
dibandingkan asupan protein nabati karena protein hewani dapat
meningkatkan ekskresi kalsium.
Fosfor
Asupan fosfor responden C yang terpenuhi adalah sebesar 94,2%.
Asupan fosfor berlebih yang berlangsung dengan asupan kalsium yang rendah
dapat menyebabkan hiperparatiroidisme dan kehilangan kepadatan tulang.
Kalsium
Asupan kalsium responden C yang terpenuhi adalah sebesar 15%.
Asupan rendah kalsium dapat menyebabkan gangguan pada homeostatis
kalsium sehingga terjadi hilangnya kepadatan tulang.
Kalium
Asupan kalium responden C yang terpenuhi adalah 21,9%. Asupan
yang rendah kalium dapat meningkatkan potensi asam renal sehingga
meningkatkan ekskresi kalsium.
Magnesium
Asupan magnesium responden C yang terpenuhi adalah sebesar 39%.
Asupan magnesium yang lebih dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Magnesium memiliki peran dalam sintesis vitamin D menjadi bentuk aktif,
maka jika asupan magnesium rendah sintesis vitamin D akan terhambat dan
akan terjadi gangguan absorbsi kalsium.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden C adalah menghitung
kebutuhan energi, protein, lemak, karbohidrat sesuai dengan kebutuhannya.

34
Selain itu juga dilakukan pemberian diet dengan meningkatkan asupan fosfor,
kalsium, magnesium serta menyeimbangkan asupan zat gizi yang berlebih
yaitu protein.
Monitoring yang dapat dilakukan adalah dengan memantau asupan
responden C selama beberapa bulan, serta mengukur kepadatan tulang secara
berkala untuk melihat efektivitas dari intervensi yang telah dilakukan.
Evaluasi yang dapat dilihat ialah peningktan skor BMD.

Responden E
Dari data responden E diketahui bahwa IMT responden E termasuk
dalam golongan normal. Namun BMD responden E kurang dari batas normal,
yaitu 1.5 SD sehingga dapat didiagnosis bahwa responden E mengalami
osteopenia. Menurut data, kalsium urin responden E berlebih, yaitu sebanyak
160 mg/24 jam. Ekskresi kalsium dalam urin yang belebih juga dapat
mempengaruhi kepadatan tulang. Peningkatan ekskresi kalsium dalam urin
dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti asupan zat gizi yang tidak sesuai
dengan anjuran AKG. Zat gizi yang dapat meningkatkan eksresi kalsium pada
responden E adalah konsumsi protein dan fosfor yang berlebih disertai
kalsium, kalium dan magnesium yang kurang.
Kalsium
Asupan kalsium responden E yang terpenuhi adalah sebesar 66.3%.
Asupan rendah kalsium dapat menyebabkan gagguan pada homeostasis
kalsium sehingga terjadi hiperparatiroidisme, hilangnya kepadatan tulang, dan
gangguan ginjal. Hiperparatoroidsme disebabkan karena rendahnya asupan
kalsium yang menyebabkan kelenjar paratiroid bekerja lebih keras untuk
menghasilkan hormon paratiroid (PTH) yang lebih banyak agar dapat
menstabilkan keadaan kurangnya kalsium dalam tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan kelebihan PTH. Disisi lain, PTH berfungsi untuk memberi
sinyal kepada tulang untuk melakukan bone turnover dengan mengaktifkan
osteoklas sebagai pembongkar kalsium dalam tulang. Apabila PTH berlebih,
maka osteoklas akan terus membongkar kalsium dalam tulang sehingga akan
terjadi penurunan kepadatan tulang. Kelebihan sekresi PTH yang membuat
osteoklas melepaskan kalsium dalam tulang menyebabkan tubuh dalam
kondisi hiperkalsemia, hiperkalsemia dapat menyebabkan peningkatan

35
resorbsi kalsium dalam ginjal sehingga terjadi hiperkalsiuria. Jika hal ini
berlangsung secara terus menerus maka dapat menyebabkan terjadinya
nefrolitiasis (batu ginjal) sehingga ginjal akan mengalami gangguan.
Protein
Asupan protein responden E yang terpenuhi adalah sebesar 244.6%.
Konsumsi tinggi protein terutama dalam bentuk hewani merupakan penyebab
meningkatnya eksresi kalsium karena dapat meningkatkan tingkat filtrasi pada
glomerulus serta jumlah kalsium yang difiltrasi. Hal tersebut mengakibatkan
reabsorbsi kalsium dalam ginjal menurun, penurunan ini disebabkan oleh
adanya senyawa sulfur dan asam pada protein. Asupan tinggi protein juga
dapat meningkatkan suasana asam sehingga terjadi mobilisasi garam tulang
untuk menyeimbangkan asam yang berdampak pada kepadatan tulang.
Fosfor
Asupan fosfor responden E yang terpenuhi adalah sebesar 227.6%.
Asupan tinggi fosfor dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sehingga terjadi
kehilangan kepadatan tulang. Hiperparatiroidisme adalah pelepasan hormon
paratiroid yang berlebih akibat kurangnya asupan kalsium dan tinggi fosfor.
Untuk menyeimbangkan kadar kalsium, tulang akan melepaskan osteoklas
untuk pembongkaran, jika ini terjadi secara terus menerus maka kepadatan
tulang akan menurun. Asupan fosfor akan menjadi optimal untuk pertumbuhan
tulang jika diiringi dengan asupan kalsium dalam jumlah yang normal dengan
rasio kalsium : fosfor sebesar 2 : 1.
Kalium
Asupan kalium responden E yang terpenuhi adalah hanya sebesar
26.2%. Asupan yang rendah kalium dapat meningkatkan potensi asam renal
sehingga meningkatkan eksresi kalsium dalam urin dan terjadi mobilisasi
garam pada tulang untuk menyeimbangkan keadaan asam.
Magnesium
Asupan magnesium responden E yang terpenuhi adalah sebesar 64.5%.
Asupan yang rendah akan magnesium dapat meyebabkan peningkatan ekresi
kalsium. Hal ini dapat disebabkan karena magnesium memiliki peran dalam
sintesis vitamin D menjadi bentuk aktif, apabila vitamin D tidak dapat
disintesis maka kalsium yang diabsorbsi akan menurun sehingga kalsium akan
diekskresikan melalui urin.

36
Selain faktor dari asupan, risiko terjadinya osteopenia pada responden
E didukung dengan aktivitas fisik yang rendah. Aktivitas fisik yang rendah
berpengaruh terhadap penurunan kepadatan tulang. Dengan melakukan
aktivitas fisik yang cukup, pembentukan tulang akan meningkat dibandingkan
resorpsi tulang sehingga tulang akan menjadi lebih kuat.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden E ialah menghitung
kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan
menurut berat badan dan aktivitas fisiknya. Selain itu, dapat dilakukan
pemberian preskripsi diet sesuai dengan kebutuhannya dengan meningkatkan
asupan kalsium, kalium dan magnesium serta menyeimbangkan zat gizi yang
berlebih seperti fosfor dan protein. Memberi suplementasi kalsium untuk
meningkatkan kadar kalsium dalam tubuh dan untuk meningkatkan
pengetahuannya, dapat dilakukan KIE dengan memberi tahu akan pentingnya
aktivitas fisik dalam mempertahankan kepadatan tulang dan risiko dari
osteopenia terhadap kesehatannya dimasa yang akan datang.
Monitoring yang dapat dilakukan ialah dengan memantau asupan
responden E selama beberapa bulan, mengukur kepadatan tulang responden E
secara berkala untuk melihat efektivitas dari intervensi yang dilakukan serta
dapat dilakukan pemeriksaan biokimia dengan mengukur kalsium urin
responden E. Evaluasi yang dapat dilihat ialah peningkatan skor BMD dan
menurunnya kadar kalsium urin.

Responden F
Dari data responden F diketahui bahwa IMT responden F termasuk
dalam golongan normal. Namin BMD respinden E kurang dari normal yaitu
-1,4 SD sehingga dapat didiagnosis bahwa responden F mengalami
osteopenia. Menurut data, kadar kalsium urin responden F yang telah diukur
adalah 126 mg/24 jam yang masih dalam ketegori normal. Data ini
menggambarkan bahwa menggambarkan eksresi kalsium dalam urin
responden dalam keadaan normal. Asupan makanan yang mengandung
berbagai zat gizi yang memenaruhi kepadatan tulang juga merupakan salah
satu faktor resiko yang menyebabkan rendahnya kepadatan tulang yang
ditandai oleh BMD yang rendah. Zat gizi yang mempengaruhinya adalah
kalsium, kalium, fosfor, protein, dan magnesium.

37
Kalium
Asupan kalium responden F yang terpenuhi adalah hanya sebesar
37,87% yang tidak memenuhi kebutuhan kalium responden. Asupan kalium
menurut AKG 2013 ialah sebesar 4700 mg/hari untuk perempuan dengan usia
19-29 tahun. BMD yang tinggi dihubungkan dengan asupan kalium yang
tinggi bersamaan dengan konsumsi buah-buahan dan sayuran. Rendahnya
BMD dari responden F dapat disebabkan oleh rendahnya asupan kalium.
Rendahnya asupan kalium dapat meningkatkan eksresi kalsium dalam urin
guna untuk menyeimbangkan keadaan asam dalam tubuh.
Magnesium
Asupan magnesium responden E yang terpenuhi adalah hanya sebesar
46,9% yang tidak mencukupi kebutuhan magnesium responden. Magnesium
memiliki peran dalam sintesis vitamin D menjadi bentuk aktif, maka jika
asupan magnesium rendah sintesis vitamin D akan terhambat dan akan terjadi
gangguan absorbsi kalsium sehingga kalsium akan diekskresikan melalui urin
Kalsium
Asupan kalsium responden E yang terpenuhi adalah sebesar
66.3%.Asupan rendah kalsium dapat menyebabkan gagguan pada homeostasis
kalsium sehingga terjadi hiperparatiroidisme, hilangnya kepadatan tulang, dan
gangguan ginjal serta usus. Hiperparatoroidsme disebabkan karena rendahnya
asupan kalsium yang menyebabkan kelenjar paratiroid bekerja lebih keras
untuk menghasilkan hormon paratiroid (PTH) yang lebih banyak agar dapat
menstabilkan keadaan kurangnya kalsium dalam tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan kelebihan PTH. Disisi lain, PTH berfungsi untuk memberi
sinyal kepada tulang untuk melakukan bone turnover dengan mengaktifkan
osteoklas sebagai pembongkar kalsium dalam tulang. Apabila PTH berlebih,
maka osteoklas akan terus membongkar kalsium dalam tulang sehingga akan
terjadi penurunan kepadatan tulang. Kelebihan sekresi PTH yang membuat
osteoklas melepaskan kalsium dalam tulang menyebabkan tubuh dalam
kondisi hiperkalsemia, hiperkalsemia dapat menyebabkan peningkatan
resorbsi kalsium dalam ginjal sehingga terjadi hiperkalsiuria. Jika hal ini
berlangsung secara terus menerus maka dapat menyebabkan terjadinya
nefrolitiasis (batu ginjal) sehingga ginjal akan mengalami gangguan.
Fosfor

38
Asupan fosfor yang cukup sangat penting dalam kesehatan tulang.
Asupan fosfor responden F yang terpenuhi adalah sebesar 123,48%. Jika
asupan fosfor belebih maka dapat menggangu absorbsi kalsium. Tingginya
asupan fosfor dan bersamaan dengan kurangnya supan kalsium berkaitan
dengan sintesis kalsitriol, yang diperlukan untuk meningkatkan penyerapan
kalsium dalam tubuh. Walaupun tingginya asupan fosfor dapat meningkatkan
konsentrasi hormon paratiroid, hal ini tidak dapat meningkatkan penyerapan
kalsium secara optimal dalam tubuh.
Protein
Asupan protein responden F yang terpenuhi adalah sebesar 105,08%.
Konsumsi tinggi protein terutama dalam bentuk hewani merupakan penyebab
meningkatnya eksresi kalsium karena dapat meningkatkan tingkat filtrasi pada
glomerulus serta jumlah kalsium yang difiltrasi. Hal tersebut mengakibatkan
reabsorbsi kalsium dalam ginjal menurun, penurunan ini disebabkan oleh
adanya senyawa sulfur dan asam pada protein. Asupan tinggi protein juga
dapat meningkatkan suasana asam sehingga terjadi mobilisasi garam tulang
untuk menyeimbangkan asam yang berdampak pada kepadatan tulang.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden F ialah menghitung
kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan
menurut berat badan dan aktivitas fisiknya. Selain itu, dapat dilakukan
pemberian preskripsi diet sesuai dengan kebutuhannya dengan meningkatkan
asupan kalsium, kalium dan magnesium serta menyeimbangkan zat gizi yang
berlebih seperti fosfor dan protein. Dari data yang telah didapatkan, aktivias
dari responden F sudah lebih, oleh karena itu perlunya dilakukan edukasi
kepada reponden untuk dapat memperhatikan asupan makannya agar dapat
mencukupi kebutuhan energinya dengan tingkat aktivitas yang lebih untuk
menghindari resiko osteoporosis dimasa yang akan datang.
Monitoring yang dapat dilakukan ialah dengan memantau asupan
responden F selama beberapa bulan, mengukur kepadatan tulang responden F
secara berkala untuk melihat efektivitas dari intervensi yang dilakukan serta
dapat dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang, recall makanan, dan
pengetahuan dari responden F. Evaluasi yang dapat dilihat ialah peningkatan
skor BMD dan peningkatan asupan zat gizi yang mempengaruhi BMD.

39
Responden L
Dilihat dari data sebelumnya, responden L memiliki BMD yang
kurang, yaitu sebesar -1,1 SD, kalsium urin yang kurang, dan asupan tinggi
fosfor dan protein serta rendah kalsium, kalium, dan magnesium. Responden
L mengalami osteopenia yang penyebab utamanya disebabkan karena asupan
rendah kalsium dan tinggi fosfor. Hal ini bisa dilihat dari kalsium urin
responden yang kurang dan BMD yang rendah. Kalsium urin yang rendah
menandakan bahwa belum ada pengaruh dari asupan tinggi protein dan
rendah Kalium serta Magnesium. Artinya, meskipun asupan kalium dan
magnesium responden belum tercukupi, serta asupan protein responden yang
berlebih, hal ini belum mengganggu homeostasis dengan tidak meningkatkan
ekskresi kalsium melalui urin. BMD responden yang rendah disebabkan
karena asupan kalsium yang kurang dan asupan tinggi fosfor. Asupan fosfor
yang berlebih tidak akan mengganggu homeostasis tulang selama asupan
kalsium tidak kurang dari nilai yang dianjurkan. Namun dalam kasus ini,
asupan kalsium responden kurang sehingga asupan fosfor berlebih yang
berlangsung dengan asupan kalsium yang rendah menyebabkan
hiperparatiroidisme dan kehilangan kepadatan tulang (menurunkan BMD).
BMD responden berada pada batas atas kategori osteopenia (BMD -1,1,
Normal -1) artinya sebenarnya BMD responden mendekati normal. Hal ini
mungkin disebabkan karena aktivitas fisik responden yang tergolong tinggi
sehingga kepadatan tulang bisa dikatakan hampir terjaga.
Kalsium dan Fosfor memiliki pengaruh terhadap kepadatan tulang.
Fosfor berperan penting dalam pembentukan tulang saat pertumbuhan jika
asupan fosfor adekuat. Ketika serum fosfat rendah, maka pembentukan dan
mineralisasi tulang terhambat. Kalsium juga memiliki peran utama dalam
pembentukan tulang. Dalam metabolismenya, kalsium berkaitan dengan
Vitamin D dan Paratiroid Hormon. PTH berperan dalam mempertahankan
konsentrasi serum kalsium. Produksi dan release PTH ini distimulasi oleh
naik turunnya kadar kalsium serum. Target organnya adalah tubulus ginjal,
tulang, dan intestinal atau usus.
Pada usus, PTH secara tak langsung meningkatkan resorbsi kalsium
dan fosfat dengan cara meningkatkan pembentukan 1,25-
dihidroksikolekalsiferol dari vitamin D dan juga meningkatkan absorbsi

40
vitamin D yang akan dikonversi menjadi metabolit aktif di ginjal.
Sedangkan pada ginjal, Pemberian hormon paratiroid menyebabkan
pelepasan fosfat dengan segera dan cepat ke dalam urin karena efek dari
hormon paratiroid yang menyebabkan berkurangnya reabsorbsi ion fosfat
pada tubulus proksimal. Hormon paratiroid juga meningkatkan reabsorpsi
tubulus terhadap kalsium pada waktu yang sama dengan berkurangnya
reabsorbsi fosfat oleh hormon paratiroid. Selain itu, hormon ini juga
meningkatkan kecepatan reabsorbsi ion magnesium dan ion hidrogen,
sewaktu hormon ini mengurangi reabsorbsi ion natrium, kalium dan asam
amino dengan cara yang sangat mirip seperti hormon paratiroid
mempengaruhi fosfat. Peningkatan absorbsi kalsium terutama terjadi
dibagian akhir tubulus distal, duktus koligentes, dan bagian awal duktus
koligentes.
Ketika kadar kalsium rendah, absorbsi kalsium dilakukan dengan
transport transelular. Transportasi ini terjadi jika kadar kalsium dalam darah
rendah sehingga menstimulasi kelenjar paratiroid untuk menghasilkan
hormone paratiroid (PTH). Hormon PTH akan merangsang tulang untuk
melepaskan osteoklas sehingga terjadi pembongkaran kalsium tulang, dan
ginjal untuk mensitesis vitamin D menjadi bentuk aktif yaitu kalsitriol (1,25-
dihidroksikolekalsiferol) sehingga usus akan meningkatkan absorbsi kalsium.
Jika asupan kalsium rendah secara terus menerus, maka proses
pembongkaran (resorbsi) tulang akan dilakukan terus menerus oleh PTH
sehingga kepadatan tulang akan semakin berkurang. Sementara itu, asupan
fosfor berlebih yang berlangsung dengan asupan kalsium yang rendah dapat
menyebabkan hiperparatiroidisme dan kehilangan kepadatan tulang.
Intervensi yang dapat dilakukan pada responden L adalah sebagai
berikut:
Pemberian preskripsi / menu diet yang sesuai, dalam hal ini makanan
sumber zat gizi kalsium, magnesium, dan kalium, serta vitamin D
ditingkatkan sesuai rekomendasi kebutuhan, serta sumber makanan fosfor
dan protein (terutama protein hewani) dikurangi.
Pemberian suplementasi kalsium hingga kadar kalsium dalam tubuh
normal.
Menyarankan untuk menyeimbangkan aktivitas fisik dengan asupan.

41
Memberikan edukasi mengenai pentingnya memenuhi kebutuhan zat gizi
dalam hal ini adalah memenuhi kebutuhan zat gizi kalsium, kalium,
magnesium, natrium, protein, fosfor, serat, serta vitamin D yang
seimbang sesuai kebutuhan agar tercapai homeostasis. serta memberikan
konseling untuk meningkatkan konsumsi buah yang tinggi kalium dan
magnesium, dan membiasakan mengkonsumsi produk susu yang tinggi
kalsium, serta mengurangi kebiasaan minum minuman bersoda.
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan kepada responden L ialah
sebagai berikut:
Memantau terpenuhinya kecukupan asupan zat gizi responden dilihat dari
recall 24 jam, dan frekuensi mengkonsumsi makanan yang disarankan
tersebut.
Mengukur kepadatan tulang secara berkala.
Memantau apakah aktivitas fisik responden sudah disesuaikan dengan
asupan dan sebaliknya.

42

Anda mungkin juga menyukai