Anda di halaman 1dari 10

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

2.1 Letak Geografis Kota Sibolga

Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344

km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota ini berada pada sisi

pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota

memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari

gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke

pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya

adalah 8.520 km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah

penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk

dijadikan lahan pemukiman.

Wilayah pemerintahan Kodya Sibolga seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari

889,16 Ha (82,5 %) daratan, 187,84 Ha (17,44 %) daratan Kepulauan dan 2.171,6 Ha

lautan. Daratan kepulauan yang termasuk dalam kawasan Sibolga yaitu Pulau

Panjang, Pulau Sarudik, Pulau Poncan Gadang (Besar), dan Pulau Poncan Ketek

(Ketek). Melihat kondisi geografis kota Sibolga yang mempunyai lautan yang luas

tersebut, dapat dipastikan bahwa mayoritas mata pencaharian dari penduduk Sibolga

adalah nelayan. Di samping itu, mata pencaharian dari penduduk kota Sibolga adalah

pertanian. Sementara itu, sungai-sungai yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga

Universitas Sumatera Utara


antara lain, Sungai Aek Doras, Sungai Sihopo-hopo, Sungai Muara Baiyon, dan

Sungai Aek Horsik. 11

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai,

lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar

antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng)

lahan bervariasi antara 0-2 % sampai dengan 40 %. 12 Dari aspek topologinya

berdasarkan lahan seluas 1077,00 Ha yang bersatu dengan Sumatera, keberadaan

wilayah Sibolga dengan kemiringan lahan dapat digambarkan dengan komposisi

sebagai berikut:

- Datar dengan kemiringan 0-150 : 36,14%

- Miring dengan posisi 15-400 : 26,50%

- Curam dengan kemiringan 400 : 32.52%

Topologi kemiringan tanah (km) yaitu :

- Kemiringan 0-2% seluas : 3,12 km persegi

- Kemiringan 2-15% seluas : 0,95 km persegi

11
Erwin J. V Nababan, Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Sumber Daya Alam Pesisir Pada
Masyarakat Sibolga), Medan : Tanpa Penerbit, 2009, hlm. 35
12
Pemko Sibolga, Geografis Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit. 2008, hlm. 12

Universitas Sumatera Utara


- Kemiringan 15-40% seluas : 0,31 km persegi

- Kemiringan 40% seluas : 6,31 km persegi 13

Berdasarkan kemiringan lahan tersebut, dapat disimpulkan yang paling

dominan adalah kemiringan yang lebih dari 40 persen. Sehingga dapat pula

disimpulkan wilayah kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena

kecuraman tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu,

pelabuhan Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau

Nias. Hal tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari

luar Kota Sibolga yang datang merantau ke daerah ini. 14

Secara astronomi, Sibolga terletak pada 10 44-10 46 LU dan 980 44-980 48

BT. Kondisi iklim Sibolga tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lain di

Sumatera Utara. Iklim Sibolga terbagi atas dua kondisi, yaitu:

Musim kemarau yang terjadi pada bulan Januari hingga bulan Agustus

Musim hujan yang terjadi pada bulan September hingga bulan Desember

Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang

tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan

13
Pemerintahan Kota Sibolga bekerja sama dengan Pusat Informasi Bisnis dan Promosi
Indonesia, SIBOLGA NAULI Dalam Aneka Pesona dan Peluang Investasi, Sibolga : Gandewa Divo,
2005, hlm. 15
14
Erwin J. V Nababan, Op.cit., hlm. 37

Universitas Sumatera Utara


tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 526,1 mm sedangkan hari hujan

terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada

ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas.

Temperatur udara di Sibolga antara 220-330 C kondisi ini cenderung tetap dan tidak

berubah. 15

Batas-batas wilayah Kota Sibolga antara lain :

- Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah

- Sebelah Barat : Teluk Tapian Nauli

Wilayah administrasi pemerintahan Kodya Sibolga terdiri dari 4 (empat)

Kecamatan dan 16 (enam belas) Kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah,

Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan luas area 3,333 Km2, Kecamatan

Sibolga Kota dengan empat kelurahan luas area 2,7732 Km2, Kecamatan Sibolga

Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga

Sambas dengan empat kelurahan luas area 1,566 Km2. 16

15
Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Sibolga Dalam Angka, Sibolga : BPS, 2010, hlm 2
16
Badan Pertahanan Kota Sibolga

Universitas Sumatera Utara


2.2 Kondisi Mayarakat Kota Sibolga Pada Masa Kolonial

Sibolga merupakan sebuah kota bahari yang terletak di pantai barat Sumatera.

Dahulu, Sibolga hanyalah sebuah dusun kecil yang berada di pinggir sungai Aek

Doras. Tetapi seiring perjalanan waktu, Sibolga tumbuh dan berkembang menjadi

pusat perdagangan. Adapun hasil bumi yang diperdagangkan meliputi, karet, kopi,

kemenyan, rotan, rempah-rempah dan komoditi lainnya. Barang-barang perdagangan

ini berasal dari Sibolga maupun dari daerah di sekitarnya. Wilayah ini merupakan

suatu tempat yang sering dikunjungi oleh para pelaut yang datang dari dalam maupun

luar pulau Sumatera untuk melakukan perdagangan. Jelasnya Sibolga merupakan

sebuah kota pelabuhan.

Perdagangan yang terjadi di wilayah Sibolga tidak hanya dengan orang-orang

yang berasal dari wilayah Sibolga atau luar wilayah Sumatera, akan tetapi juga

dengan bangsa asing yang datang ke Sibolga. Perdagangan itu semakin berkembang

dan ramai dengan singgahnya kapal-kapal asing dari Eropa, di antaranya, Portugis,

Inggris, Tiongkok, Siam, dan Birma untuk membeli rempah-rempah dan komoditas

pertanian lainnya. 17

17
Syahril Alam, Bandar Dagang Di Pantai Barat Sumatera, Jakarta : Bumi Akasara. 1993,
hlm. 38

Universitas Sumatera Utara


Untuk lebih jelas data penduduk Sibolga pada tahun 1930 adalah sebagai berikut :

Masyarakat pribumi berjumlah 839.515 orang yang terdiri dari laki-laki

(421.365 orang) dan perempuan (418.150 orang)

Asing Timur berjumlah 3.307 orang yang terdiri dari laki-laki (2.001 orang)

dan perempuan (1.306 orang)

Eropa berjumlah 763 orang yang terdiri dari laki-laki (302 orang) dan

perempuan (461 orang 18

Perdagangan yang terjadi antara orang Sibolga dan masyarakat yang berasal

dari pedalaman Sumatera telah terjadi sejak lama. Orang-orang yang berasal dari

wilayah pedalaman membutuhkan hasil laut seperti garam dan ikan yang didapatkan

dari masyarakat di sekitar pantai Sibolga. Sebaliknya, masyarakat pesisir pantai

memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan, sayuran dan hasil hutan lainnya.19

Rute perjalanan yang ditempuh oleh orang-orang dari Batak Toba ke daerah Pantai

Barat Sumatera yaitu dengan melakukan perjalanan dari Silindung-Aek Raisan-

Bonan Dolok-Mela-Poncan-Mursala dengan pulang pergi. 20 Perdagangan inilah yang

menyebabkan banyaknya masyarakat Batak, Aceh, Minang dan lainnya yang datang

ke daerah Sibolga, sehingga mendapat julukan Negeri Berbilang Kaum.

18
Landsdrukkerij wekteureden, Regerings-Alamak voor Nederlandsch indie 1930 (wilayah
dan stuktur penduduk dari pemerintahan Hindia Belanda), Jakarta : Arsip Nasional Indonesia, hlm. 17
19
Wawancara dengan Bpk. Zulkifli pada tangal 10 April 2011
20
Panitia Hari Jadi Kota Sibolga ke-307, Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, 2007, dalam
makalah tanggal 2 April 2007, hlm. 2

Universitas Sumatera Utara


Julukan Negeri Berbilang Kaum menggambarkan kondisi masyarakatnya

yang majemuk. Ada beberapa etnis yang terdapat di wilayah Sibolga, sehingga kota

tersebut mendapat julukan itu. Etnis yang terdapat di Sibolga antara lain Toba,

Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari

Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat beberapa pendatang asing seperti etnis

Tionghoa, India, dan Arab yang hidup berdampingan secara damai dan saling

menghormati adat istiadat masing-masing. Akan tetapi masyarakat di kota Sibolga

lebih dominan adalah orang Batak. Hal ini juga menggambarkan bahwa kota Sibolga

merupakan suatu wilayah yang multi-etnik.

Etnik Batak yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas berasal dari

Silindung yang bernama Tuanku Dorong dan bermarga Hutagalung. Diperkirakan

bahwa marga inilah yang memasuki Sibolga pada tahun 1700. Hal ini berdasarkan

bukti bahwa keturunan marga Hutagalung masih berdiam di Sibolga hingga saat ini

dan telah sampai sembilan keturunan. Selain marga-marga Hutagalung, marga Batak

lainnya datang secara bergerombol dan bermukin di sebahagian wilayah Sibolga. 21

Marga-marga Batak lain yang pertama sekali mendiami kota Sibolga antara lain

Simatupang, Panggabean, Hutabarat, Pohan, Batubara, Nadeak, Pasaribu dan marga

Tambunan. 22

21
Wawancara dengan Bpk. L. Simbolon pada tanggal 24 Maret 2011
22
Pemko Sibolga, Keberagaman Etnik Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 17

Universitas Sumatera Utara


Dalam masyarakat Sibolga bahasa daerah atau bahasa Batak sangatlah jarang

dipergunakan untuk pengucapan sehari-hari, khususnya masyarakat yang berada di

pesisir pantai. Masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa pesisir. Bahasa

pesisir ini adalah suatu alat komunikasi masyarakat pesisir dalam menyampaikan

maksud dan tujuan, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa pesisir tersebut banyak

digunakan oleh masyarakat yang berada di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Peranan

bahasa pesisir telah menjadi bahasa pengantar dalam berbagai kegiatan masyarakat

Sibolga, seperti dalam upacara pernikahan adat Sumando.

Pada saat terjadinya perdagangan yang dilakukan antara orang-orang

pedalaman dan masyarakat pesisir pantai Sibolga seorang Ompu Hurinjom

Hutagalung yang berasal dari Silindung membentuk suatu permukimam di daerah

Simaminggir. Simaminggir merupakan suatu kawasan yang dekat dengan Bonan

Dolok yang terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada

ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat

melihat ke Teluk Tapian Nauli. Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai

tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari Silindung ke Pantai

Barat. Ompu Datu Hurinjom Hutagalung berperawakan besar yang dalam bahasa

Batak disebut balga, para pedagang pribumi sering berkata : Beta singga tu inganan

ni si Balga-I (Mari singgah singgah ke tempat si besar itu), maka julukan itu

Universitas Sumatera Utara


kemudian melekat hingga ke anak cucunya. Inilah yang kemudian menjadi asal kata

Sibolga yang diambil dari kata Balga (besar). 23

Sejak ditetapkannya Sibolga menjadi sebuah ibukota keresidenan Tapanuli

pada tanggal 7 Desember 1842 24 , maka penduduk Pulau Poncan Ketek 25 beserta

dengan tokoh masyarakatnya pindah ke wilayah Sibolga. Penduduk yang berada di

Sibolga sebelum kedatangan penduduk dari Pulau Poncan Ketek disebut sebagai

orang daratan. 26 Masyarakat Sibolga pada saat itu masih banyak yang menganut

agama Palbegu yaitu suatu kepercayaan yang banyak mengandung unsur-unsur

animisme ataupun dinamisme. Sebaliknya masyarakat yang datang dari Pulau Poncan

Ketek telah cukup lama menganut agama Islam. Demikian pula masyarakat

pendatang ke wilayah Sibolga dari kawasan Minangkabau dan pesisir Pantai Barat

Sumatera lainnya.

Pada awal kedatangan masyarakat Pulau Poncan Ketek sebagai pendatang dan

masyarakat Sibolga sebagai yang lebih dahulu menetap, mengalami berbagai masalah

dalam adat istiadat yang menimbulkan perbedaan-perbedaan. Selain dari perbedaan

agama yang dianut oleh kedua masyarakat tersebut, terdapat perbedaan dalam

pemakaian atribut-atribut kebesaran adat. Dalam hal ini hanya penduduk penetap

23
Ibid., hlm. 18
24
Sultan Parhimpunan, Kerajaan Sibolga (1700-1842), Depok: Tanpa Penerbit, 2008, Hlm.63
25
Dalam bahasa Sibolga ketek berarti kecil
26
Lukman Ahmadi dkk.,Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di
Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Medan: Diklat Propsu,1991, hlm. 256

Universitas Sumatera Utara


yang dibenarkan memakai atribut kebesaran adat 27 . Apabila seorang masyarakat dari

Pulau Poncan Ketek ingin memakai atribut kebesaran adat tersebut harus terlebih

dahulu meminta izin kepada para tokoh-tokoh adat setempat.

Pada perkembangan selanjutnya antara masyarakat penetap dan masyarakat

pendatang ini kemudian telah menyatu dalam adat istiadat yang mempunyai ciri

tersendiri yaitu adat pesisir. 28 Penyatuan adat pesisir ini selanjutnya lebih ditopang

setelah masyarakat penetap yang berasal dari pedalaman Tapanuli menganut agama

yang sama dengan masyarakat pendatang, yaitu agama Islam. Kemudian antara

masyarakat pendatang dan penetap terjalin perkawinan, di mana pemuda pendatang

mengawini wanita penetap, atau sebaliknya yang senantiasa memakai adat istiadat

pesisir atau yang lebih dikenal dengan nama Adat Sumando. 29 Selanjutnya,

kebudayaan tersebut menjadi sebuah ciri penduduk yang berdiam di kawasan pesisir

atau Pantai Barat Tapanuli. Keindahan dari pulau-pulau, riak laut serta keadaan alam

Sibolga sering menjadi inspirasi masyarakat dalam berkesenian atau melakukan

perkawinan. Berpantun atau bertalibun sering menggambarkan cara kecintaan

masyarakat Sibolga terhadap dunia kebaharian itu. 30

27
Ibid.,hlm. 257
28
A. H. Hamid Panggabean,op.cit. ,hlm. 228
29
Sultan Parhimpunan, 0p.cit., hlm. 258
30
Wawancara dengan Bpk. Syahril Pasaribu pada tanggal 22 Maret 2011

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai