Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344
km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota ini berada pada sisi
pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota
memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari
gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke
pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya
adalah 8.520 km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah
penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk
lautan. Daratan kepulauan yang termasuk dalam kawasan Sibolga yaitu Pulau
Panjang, Pulau Sarudik, Pulau Poncan Gadang (Besar), dan Pulau Poncan Ketek
(Ketek). Melihat kondisi geografis kota Sibolga yang mempunyai lautan yang luas
tersebut, dapat dipastikan bahwa mayoritas mata pencaharian dari penduduk Sibolga
adalah nelayan. Di samping itu, mata pencaharian dari penduduk kota Sibolga adalah
pertanian. Sementara itu, sungai-sungai yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga
Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai,
lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar
antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng)
sebagai berikut:
11
Erwin J. V Nababan, Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Sumber Daya Alam Pesisir Pada
Masyarakat Sibolga), Medan : Tanpa Penerbit, 2009, hlm. 35
12
Pemko Sibolga, Geografis Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit. 2008, hlm. 12
dominan adalah kemiringan yang lebih dari 40 persen. Sehingga dapat pula
disimpulkan wilayah kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena
kecuraman tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu,
pelabuhan Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau
Nias. Hal tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari
BT. Kondisi iklim Sibolga tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah lain di
Musim kemarau yang terjadi pada bulan Januari hingga bulan Agustus
Musim hujan yang terjadi pada bulan September hingga bulan Desember
Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang
tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan
13
Pemerintahan Kota Sibolga bekerja sama dengan Pusat Informasi Bisnis dan Promosi
Indonesia, SIBOLGA NAULI Dalam Aneka Pesona dan Peluang Investasi, Sibolga : Gandewa Divo,
2005, hlm. 15
14
Erwin J. V Nababan, Op.cit., hlm. 37
terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada
ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas.
Temperatur udara di Sibolga antara 220-330 C kondisi ini cenderung tetap dan tidak
berubah. 15
Kecamatan Sibolga Utara dengan empat kelurahan luas area 3,333 Km2, Kecamatan
Sibolga Kota dengan empat kelurahan luas area 2,7732 Km2, Kecamatan Sibolga
Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga
15
Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Sibolga Dalam Angka, Sibolga : BPS, 2010, hlm 2
16
Badan Pertahanan Kota Sibolga
Sibolga merupakan sebuah kota bahari yang terletak di pantai barat Sumatera.
Dahulu, Sibolga hanyalah sebuah dusun kecil yang berada di pinggir sungai Aek
Doras. Tetapi seiring perjalanan waktu, Sibolga tumbuh dan berkembang menjadi
pusat perdagangan. Adapun hasil bumi yang diperdagangkan meliputi, karet, kopi,
ini berasal dari Sibolga maupun dari daerah di sekitarnya. Wilayah ini merupakan
suatu tempat yang sering dikunjungi oleh para pelaut yang datang dari dalam maupun
yang berasal dari wilayah Sibolga atau luar wilayah Sumatera, akan tetapi juga
dengan bangsa asing yang datang ke Sibolga. Perdagangan itu semakin berkembang
dan ramai dengan singgahnya kapal-kapal asing dari Eropa, di antaranya, Portugis,
Inggris, Tiongkok, Siam, dan Birma untuk membeli rempah-rempah dan komoditas
pertanian lainnya. 17
17
Syahril Alam, Bandar Dagang Di Pantai Barat Sumatera, Jakarta : Bumi Akasara. 1993,
hlm. 38
Asing Timur berjumlah 3.307 orang yang terdiri dari laki-laki (2.001 orang)
Eropa berjumlah 763 orang yang terdiri dari laki-laki (302 orang) dan
Perdagangan yang terjadi antara orang Sibolga dan masyarakat yang berasal
dari pedalaman Sumatera telah terjadi sejak lama. Orang-orang yang berasal dari
wilayah pedalaman membutuhkan hasil laut seperti garam dan ikan yang didapatkan
memerlukan hasil petanian seperti buah-buahan, sayuran dan hasil hutan lainnya.19
Rute perjalanan yang ditempuh oleh orang-orang dari Batak Toba ke daerah Pantai
menyebabkan banyaknya masyarakat Batak, Aceh, Minang dan lainnya yang datang
18
Landsdrukkerij wekteureden, Regerings-Alamak voor Nederlandsch indie 1930 (wilayah
dan stuktur penduduk dari pemerintahan Hindia Belanda), Jakarta : Arsip Nasional Indonesia, hlm. 17
19
Wawancara dengan Bpk. Zulkifli pada tangal 10 April 2011
20
Panitia Hari Jadi Kota Sibolga ke-307, Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, 2007, dalam
makalah tanggal 2 April 2007, hlm. 2
yang majemuk. Ada beberapa etnis yang terdapat di wilayah Sibolga, sehingga kota
tersebut mendapat julukan itu. Etnis yang terdapat di Sibolga antara lain Toba,
Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis, Aceh, dan suku-suku lain dari
Indonesia bagian timur. Selain itu, terdapat beberapa pendatang asing seperti etnis
Tionghoa, India, dan Arab yang hidup berdampingan secara damai dan saling
lebih dominan adalah orang Batak. Hal ini juga menggambarkan bahwa kota Sibolga
Etnik Batak yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas berasal dari
bahwa marga inilah yang memasuki Sibolga pada tahun 1700. Hal ini berdasarkan
bukti bahwa keturunan marga Hutagalung masih berdiam di Sibolga hingga saat ini
dan telah sampai sembilan keturunan. Selain marga-marga Hutagalung, marga Batak
Marga-marga Batak lain yang pertama sekali mendiami kota Sibolga antara lain
Tambunan. 22
21
Wawancara dengan Bpk. L. Simbolon pada tanggal 24 Maret 2011
22
Pemko Sibolga, Keberagaman Etnik Kota Sibolga, Sibolga : Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 17
pesisir ini adalah suatu alat komunikasi masyarakat pesisir dalam menyampaikan
maksud dan tujuan, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa pesisir tersebut banyak
digunakan oleh masyarakat yang berada di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Peranan
bahasa pesisir telah menjadi bahasa pengantar dalam berbagai kegiatan masyarakat
Dolok yang terletak 10 km dari sebelah utara Sibolga. Tempat tersebut berada pada
ketinggian 1.266 meter di atas permukaan laut sehingga secara langsung dapat
melihat ke Teluk Tapian Nauli. Pada akhirnya tempat tersebut berfungsi sebagai
tempat persinggahan bagi orang yang melakukan perjalanan dari Silindung ke Pantai
Barat. Ompu Datu Hurinjom Hutagalung berperawakan besar yang dalam bahasa
Batak disebut balga, para pedagang pribumi sering berkata : Beta singga tu inganan
ni si Balga-I (Mari singgah singgah ke tempat si besar itu), maka julukan itu
pada tanggal 7 Desember 1842 24 , maka penduduk Pulau Poncan Ketek 25 beserta
Sibolga sebelum kedatangan penduduk dari Pulau Poncan Ketek disebut sebagai
orang daratan. 26 Masyarakat Sibolga pada saat itu masih banyak yang menganut
animisme ataupun dinamisme. Sebaliknya masyarakat yang datang dari Pulau Poncan
Ketek telah cukup lama menganut agama Islam. Demikian pula masyarakat
pendatang ke wilayah Sibolga dari kawasan Minangkabau dan pesisir Pantai Barat
Sumatera lainnya.
Pada awal kedatangan masyarakat Pulau Poncan Ketek sebagai pendatang dan
masyarakat Sibolga sebagai yang lebih dahulu menetap, mengalami berbagai masalah
agama yang dianut oleh kedua masyarakat tersebut, terdapat perbedaan dalam
pemakaian atribut-atribut kebesaran adat. Dalam hal ini hanya penduduk penetap
23
Ibid., hlm. 18
24
Sultan Parhimpunan, Kerajaan Sibolga (1700-1842), Depok: Tanpa Penerbit, 2008, Hlm.63
25
Dalam bahasa Sibolga ketek berarti kecil
26
Lukman Ahmadi dkk.,Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di
Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Medan: Diklat Propsu,1991, hlm. 256
Pulau Poncan Ketek ingin memakai atribut kebesaran adat tersebut harus terlebih
pendatang ini kemudian telah menyatu dalam adat istiadat yang mempunyai ciri
tersendiri yaitu adat pesisir. 28 Penyatuan adat pesisir ini selanjutnya lebih ditopang
setelah masyarakat penetap yang berasal dari pedalaman Tapanuli menganut agama
yang sama dengan masyarakat pendatang, yaitu agama Islam. Kemudian antara
mengawini wanita penetap, atau sebaliknya yang senantiasa memakai adat istiadat
pesisir atau yang lebih dikenal dengan nama Adat Sumando. 29 Selanjutnya,
kebudayaan tersebut menjadi sebuah ciri penduduk yang berdiam di kawasan pesisir
atau Pantai Barat Tapanuli. Keindahan dari pulau-pulau, riak laut serta keadaan alam
27
Ibid.,hlm. 257
28
A. H. Hamid Panggabean,op.cit. ,hlm. 228
29
Sultan Parhimpunan, 0p.cit., hlm. 258
30
Wawancara dengan Bpk. Syahril Pasaribu pada tanggal 22 Maret 2011