Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum Hari/Tgl : Kamis, 20 Oktober 2016

Sanitasi dan Higiene PJ Dosen : Ai Imas STP,MP,MSc


Asisten : Lulu Luminten

SANITASI ALAT DAN WADAH PENGOLAHAN

Kelompok 5/AP2

Anggita Maharani J3E115025

Dafik Adam Masruri J3E115002

Destia Deanti J3E115075

Febri Rahma Yani J3E115113

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN BOGOR


2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan karena
merupakan usaha atau tindakan yang diterapkan untuk mencegah terjadinya
perpindahan penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi yang tepat
dan baik, maka keamanan dari pangan yang diproduksi akan dijamin aman untuk
dikonsumsi (Rachmawan, 2001).
Jenis sanitasi, konsentrasi yang digunakan, suhu dan metode yang
diterapkan bervariasi tergantung dari jenis wadah dan alat-alat yang akan
dibersihkan serta jenis mikroorganisme yang akan dibasmi. Sanitasi yang
dilakukan meliputi pencucian, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan
germisidal. (Tim Pengajar SJMP, 2015)
Wadah dan alat merupakan salah satu instrumen penting dalam
pengolahan produk pangan. Wadah dan alat mempunyai kontak langsung dengan
bahan baku maupun produk yang telah jadi baik selama proses produksi,
sebelum proses produksi, maupun setelah proses produksi. Maka dari itu,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa alat dan wadah yang digunakan
bersih sehingga dapat menjamin keamanan mutu dan kualitas dari produk
pangan olahan.
Penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kotor dan mengandung
mikroba dalam jumlah yang cukup tinggi merupakan salah satu sumber
kontaminasi utama dalam pengolahan pangan. Perlakuan sanitasi terhadap wadah
dan alat-alat tersebut harus efektif sehingga bebas dari mikroorganisme
pembusuk dan pathogen yang dapat membahayakan kesehatan.

Untuk menguji efisiensi proses sanitasi terhadap wadah dan alat-alat


pengolahan dapat digunakan metode bilas, metode celup maupun metode
oles(swab). Metode yang dipilih disesuaikan dengan jenis atau bentuk wadah dan
alat-alat pengolahannya.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini untuk memberikan pemahaman dan keterampilan
mengenai pengujian sanitasi wadah dan alat dengan metode bilas, celup, dan oles
(swab).
BAB II
METODOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan dan media 2.1.2 Alat


Media APDA - Sendok teh
Media NA - Gelas ukur
- Parutan Keju
- Teflon
- Cawan petri steril
- Tabung reaksi steril
- Vortex

2.2 Diagram Alir


Tabel 1.1 Perlakuan Pengujian

Kelompok Metode Alat Perlakuan


1 Celup Sendok teh Sebelum dicuci
2 Celup Sendok teh Setelah dicuci
3 Bilas Gelas ukur Sebelum dicuci
4 Bilas Gelas ukur Setelah dicuci
5 Swab Parutan Keju Sebelum dicuci
6 Swab Parutan Keju Setelah dicuci
7 Swab Teflon Sebelum dicuci
8 Swab Teflon Setelah dicuci
Metode oles/swab

1ml
9ml
APDA

1ml 0,1ml 9ml


Inkubasi 300C, 2 hari
1ml 1ml 0,1ml
Larfis 20

Amati kuantitatif
1ml
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel 1.2 Data Pengamatan cawan Petri
Perlakuan Pengenceran
Ke Metode Hasil
Sebelum Setelah Media 0 -1 -2
l. (Alat) 10 10 10 (cfu/ml)
dicuci dicuci
- 1 -
APDA 3,0 x102
Celup 2 0 -
1
Sendok teh
EMBA
Tidak dilakukan
2 - -
Celup APDA 4,0 x 102
2 0 - -
Sendok teh
EMBA Tidak dilakukan
6 - -
Bilas APDA 1,0 x 103
3 4 - -
Gelas Ukur EMBA Tidak dilakukan
1 1 3
Bilas APDA 3,2 x 102
4 - 2 3
Gelas ukur EMBA Tidak dilakukan
- - Tidak
dilakukan
APDA
Swab - - Tidak -

5 Parutan dilakukan
EMBA 752 - Tidak
Keju 1,4 x 105
dilakukan
680 - Tidak
dilakukan
6 Swab APDA - - Tidak -
Parutan dilakukan
- - Tidak
-
dilakukan
- - Tidak
keju -
dilakukan
EMBA
- - Tidak -
dilakukan
- - Tidak
dilakukan
APDA -
- - Tidak
Swab dilakukan
7
teflon - - Tidak
dilakukan
EMBA -
- - Tidak
dilakukan
- - -
APDA -
- - -
Swab TBUD 78 Tidak
8
teflon dilakukan
EMBA 1,0 x 104
TBUD 27 Tidak
dilakukan
3.2 Pembahasan
Media yang digunakan untuk pengujian terhadap gelas jar yaitu APDA
(Acidified Potato Dextrose Agar) dan NA (Nutrient Agar). Media APDA
digunakan untuk menumbuhkan dan menghitung jumlah khamir dan kapang
yang terdapat dalam sampel. Adanya asam tartarat dan pH rendah menyebabkan
pertumbuhan bakteri terhambat. Media NA mengandung sumber nitrogen dalam
jumlah cukup yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri dan
perhitungan mikroba dalam air, limbah, kotoran dan bahan lainnya.

Permukaan peralatan makan seringkali menjadi sumber kontaminasi


pada bahan pangan yang diolah jika tidak dibersihkan dengan baik. Bahan yang
digunakan untuk membuat wadah atau peralatan dapat berupa stainless steel,
lastik, kaca, keramik, kayu ataupun batu.
Timbulnya bahaya keracunan dalam makanan dapat terjadi karena
makanan telah terkontaminasi oleh bakteri patogen. Salah satu kontaminan yang
paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri
Escherichia coli berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam
makanan karena perilaku penjamah makanan yang tidak higienis, pencucian
peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah makanan
serta penggunaan air pencuci yang mengandung Escherichia coli (Budi Hartono
dan Dewi Susanna, 2003:22).
Dewayanti Hariyadi (2009) menyatakan bahwa proses kontaminasi
silang dapat terjadi jika sarana, wadah atau alat pengolahan makanan dan
penyimpanan digunakan bersama-sama untuk bahan mentah maupun bahan
matang. Kontaminasi ulang terutama terjadi karena kurangnya sanitasi dan
higiene. Kontaminasi ulang disebabkan penggunaan air, sarana, wadah, alat
pengolahan makanan dan penyimpanan yang tercemar serta penjamah yang
tidak menjaga kebersihan diri.
3.2.1 Sanitasi Wadah Metode Celup
Pada praktikum sanitasi alat dan wadah kali ini dilakukan pengujian
terhadap empat jenis wadah/alat yaitu sendok teh, gelas ukur, parutan keju dan
teflon. Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu metode celup,
bilas dan metode oles/swab. Selain itu dilakukan juga pegujian menggunakan
dua perlakuan berbeda, yaitu perlakuan sebelum dicuci dan sesudah dicuci yang
bertujuan untuk membandingkan jumlah mikroba yang tumbuh pada wadah/alat
yang telah dicuci dan belum dicuci. Media yang digunakan dalam sanitasi
wadah/alat ini yaitu media APDA dan NA, namun untuk metode oles juga
menggunakan media EMBA.

Berdasarkan praktikum metode celup pada sendok teh yang belum


dicuci dan setelah dicuci, jumlah kapang dan khamir pada media APDA untuk
sendok sebelum dicuci 3,0 x 102 cfu/sendok teh dan setelah dicuci 4,0 x 102
cfu/sendok teh. Sedangkan pada jumlah bakteri untuk pada media NA untuk
sendok teh sebelum dicuci adalah 1,3 x 103 cfu/sendok teh dan setelah dicuci
adalah 9,3 x 103 cfu/sendok teh.
Untuk jumlah bakteri, hasil menunjukkan lebih banyak bakteri pada
sendok teh setelah dicuci dibandingkan dengan sebelum dicuci . Sebelum dicuci
adalah 1,3 x 103 cfu/sendok teh dan setelah dicuci adalah 9,3 x 103 cfu/sendok
teh.
Seharusnya mikroorganisme setelah dicuci dengan disinfektan berkurang
atau bahkan hilang karena adanya kontak dengan disinfektan. Namun pada
kenyataanya hasil menunjukkan sebaliknya. Hal ini dapat disebabkan beberapa
faktor seperti air yang digunakan, praktikan yang tidak aseptik, serta adanya
kontaminasi pada saat inokulasi sehingga hasilnya menunjukkan jumlah yang
sama dan bahkan lebih. Hal tersebut juga dapat mengindikasikan efektifitas
yang kurang baik dari disinfektan untuk sendok teh dengan perlakuan dicuci
terlebih dahulu. Untuk itu, terdapat beberapa cara penting untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba, yaitu pemanasan, penndinginan, pengeringan,
penambahan asam, garam, dan lain-lain.

3.2.2 Sanitasi Wadah Metode Bilas


Pertama-tama, gelas ukur dibilas dengan larutan fisiologis 200 ml.
Kemudian, larutan fisiologis tersebut dimasukkan kembali ke dalam
Erlenmeyer. Setelah itu, dari Erlenmeyer dipipet 1 ml ke dalam cawan petri
dengan media APDA secara duplo. Kemudian, dari Erlenmeyer dipipet 1 ml ke
dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis. Lalu, dari tabung reaksi
tersebut dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dengan media APDA secara duplo.
Selanjutnya, dari tabung reaksi dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri dengan
media APDA secara duplo.
Sisa suspensi yang terdapat di Erlenmeyer dan tabung reaksi dipanaskan
dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 800C. Proses pemanasan pada
waterbath dilakukan untuk membunuh sel vegetatif. Setelah itu, dari
Erlenmeyer dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dengan media NA secara duplo.
Kemudian, dari Erlenmeyer dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9
ml larutan fisiologis. Lalu, dari tabung reaksi tersebut dipipet 1 ml ke dalam
cawan petri dengan media NA secara duplo. Selanjutnya, dari tabung reaksi
dipipet 0,1 ml ke dalam cawan petri dengan media NA secara duplo.
Setelah agar membeku, cawan Petri tersebut diinkubasi pada suhu 300C
selama 2 hari. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah mikroba yang terdapat pada
masing-masing cawan. Pada media NA, dihitung jumlah mikroba penghasil
spora dan digores pada agar miring. Kemudian, tabung agar miring diinkubasi
pada suhu 300C selama 2 hari. Setelah diinkubasi, dilakukan pewarnaan spora
dan diamati dengan menggunakan mikroskop.
Hasil yang diperoleh dari kelompok 3 pada gelas ukur sebelum dicuci
pada media APDA adalah 1,0 x 103 cfu/gelas ukur. Sedangkan pada gelas ukur
setelah di cuci dengan sabun memperoleh hasil 3,2 x 10 2 cfu/gelas ukur. Pada
media NA dengan pengenceran 100 mikroba yang tumbuh adalah TBUD dan
TBUD. Pada pengenceran 10-1 mikroba yang tumbuh adalah 6 dan 2. Pada
pengenceran 10-2 mikroba yang tumbuh adalah 2 dan 1. Jumlah mikroba yang
tumbuh pada media NA yaitu 5,5 x 102 cfu/gelas ukur.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada media APDA, jumlah kapang
dan khamir yang tumbuh lebih banyak pada gelas ukur yang telah dicuci. Hasil
yang diperoleh seharusnya pada gelas ukur yang telah dicuci pertumbuhan
kapang dan khamir lebih sedikit dibandingkan gelas ukur yang belum dicuci.
Hal ini dapat disebabkan karena proses pencucian gelas ukur pada saat kontak
dengan disinfektan terlalu cepat, sehingga dapat menyebabkan mikroba yang
terdapat pada gelas ukur hanya berkurang sedikit.
Pada media NA, jumlah bakteri yang tumbuh juga lebih banyak pada
gelas ukur yang telah dicuci. Hasil yang diperoleh seharusnya pada gelas ukur
yang telah dicuci, pertumbuhan bakteri lebih sedikit dibandingkan gelas ukur
yang belum dicuci. Hal ini dapat disebabkan karena proses pencucian gelas ukur
pada saat kontak dengan disinfektan terlalu cepat, sehingga dapat menyebabkan
mikroba yang terdapat pada gelas ukur hanya berkurang sedikit. Selain itu,
praktikan yang bekerja kurang aseptik dapat menyebabkan kontaminasi,
sehingga jumlah mikroba yang diperoleh lebih banyak.

3.2.3 Sanitasi Wadah Metode Oles/Swab


Pada praktikum sanitasi wadah metode swab kali ini dilakukan
pengujian pada Parutan Keju dan Teflon. Alat tersebut dilakukan perlakuan
secara berbeda yaitu Parutan Keju dan Teflon yang sebelum dicuci dan
setelah dicuci menggunkan sabun. Pengujian ini dilakukan oleh beberapa
kelompok untuk mengetahui perbedaan dari setiap wadah dan perlakuan.
Kelompok 5 melakukan uji sanitasi Parutan Keju sebelum dicuci, sedangkan
Parutan Keju yang setelah dicuci dilakukan pengujian oleh kelompok 6. Pada
wadah Teflon dilakukan pengujian oleh kelompok 7 dengan perlakuan
sebelum dicuci, sedangkan perlakuan setelah dicuci diuji oleh kelompok 8.
Pengujian sanitasi alat/wadah dilakukan dengan metode oles/swab
yaitu dengan cara mengoles permukaan yang akan diuji dan telah dihitung
luas yang akan diuji sanitasinya. Pengolesan dilakukan dengan cara
membasahi batang pengiles dengan larutan fisiologis 9 ml kemudian
dioleskan pada permukaan wadah yang akan diuji dan diketahui luas ujinya.
Batang pengoles yang telah dioleskan pada permukaan wadah
dicelupkan kembali ke dalam larutan fisiologis agar mikroorganisme yang
menempel pada batang pengoles dapat tercampur ke dalam larutan fisiologis.
Kemuadian dituangkan kedalam cawan petri steril masing-masing sebanyak 1
ml dan 0,1 ml. Setelah itu media APDA dan EMBA masing-masing dituangan
ke dalam cawan petri yang telah disii suspensi dan masing masing dilakukan
secara duplo. Suspensi yang tersisa dimasukkan ke dalam waterbath selama
15 menit yang bertujuan untuk menciptakan suhu yang konstan dan untuk
inkubasi pada analisis mikrobiologi. Kemudian suspensi dilakukan platting ke
dalam cawan petri sebanyak 1 ml dan 0,1 ml lalu dituangkan media NA dan
platting dilakukan secara duplo. Cawan yang berisi media dan suspensi baik
pada media APDA, EMBA, dan NA didiamkan membeku kemudian
diinkubasi pada suhu 300C selama dua hari dengan posisi terbalik. Setelah itu
koloni yang tumbuh pada media NA.Kemudian dilakukan pewarnaan spora
dan dilakukan pengamatan di bwah mikroskop untuk mengetahui spora yang
terbentuk.
Parutan Keju
Berdasarkan hasil pengamatan, pada parutan keju yang dilakukan
perlakuan sebelum dan sesudah dicuci menghasilkan data yang berbeda. Pada
parutan keju sebelum dicuci pada media APDA dari pengenceran 10 0 tidak
terdapat koloni yang tumbuh, sedangkan pada pengencern 10-1 tidak terdapat
koloni yang tumbuh. Pada media NA dengan tingkat pengenceran 100 jumlah
koloni yang tumbuh sangat banyak (TBUD), sedangkan pada pengenceran
10-1 jumlah koloni yang tumbuh sebanyak 6 dan 0. Untuk media EMBA pada
pengenceran 100 terdapat koloni yang tumbuh yaitu bakteri Fekal ( E.Coli),
dan 10-1 tidak terdapat koloni yang tumbuh. Hal ini menunjukkan ada
kesalahan saat melakukan platting dalam sampel, karna pada pengenceran 101
tidak terdapat koloni yang tumbuh. Pada parutan keju dengan perlakuan
setelah dicuci pada media APDA dengan tingkat pengenceran 100 dan 10-1
tidak terdapat jumlah koloni yang tumbuh. Pada media EMBA dengan tingkat
pengenceran 100 dan 10-1 tidak terdapat kooni yang tumbuh. Dari pengujian
sanitasi parutan keju tersebut dapat diketahui bahwa pada parutan keju yang
belum dicuci jumlah mikroba yang tumbuh pada media APDA dan EMBA
tidak sama dengan perlakuan setelah dicuci. Hal tersebut menunjukkan hasil
yang konstan dan tidak terdapat mikroba pada perlakuan setelah dicuci dan
menunjukkan bahwa parutan keju yang digunakan dalam pengolahan pangan
bersih.
Berdasarkan dari kedua perlakuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
alat pengolahan yang diberi perlakuan dicuci dengan sabun akan terlihat jelas
bahwa alat tersebut higienis dan bersih, tetapi tidak menutup kemungkinan air
yang digunakan bisa menjadi kontaminasi terhadap alat pengolahan tersebut.
Teflon
Pada teflon tanpa pencucian terlebih dahulu pada media NA dari
tingkat pengenceran 100 TBUD dan TBUD, sedangkan 10-1 13 dan 2 dan 10-2
tidak terdapat koloni yang tumbuh. Pada cawan petri yang berisi media APDA
dan EMBA untuk tingkat pengenceran 100 dan 10-1 tidak terdapat koloni yang
tumbuh. Pada perlakuan teflon yang dicuci terlebih dahulu pada media APDA
dari tingkat pengenceran 100 sampai 10-1 tidak terdapat koloni yang tumbuh..
Untuk media EMBA dengan tingkat pengenceran 100 jumlah koloni yang
tumbuh TBUD dan TBUD, sedangkan pada pengenceran 10-1 jumlah koloni
yang tumbuh sebanyak 78 dan 27. Dari hasil sanitasi teflon tersebut dapat
diketahui bahwa koloni tidak tumbuh pada media APDA sama halnya dengan
sebelum dicuci dan yang setelah dicuci. Hal tersebut menunjukkan efrktivitas
sabun cuci sebagai disinfektan yang baik. Pada media NA dan EMBA, jumlah
koloni yang tumbuh lebih banyak pada perlakuan setelah dicuci yaitu pada
media NA sebanyak 5,0 x 102 cfu/teflon dan pada media EMBA sebanyak 1,6
x 104 cfu/teflon dibandingkan dengan Teflon yang sebelum dicuci pada media
NA maupun EMBA sebesar 0 cfu/teflon. Hal tersebut dapat disebabkan karena
teflon yang telah dicuci terkontaminasi dari air ataupun dari tangan pekerja,
sehingga Teflon yang seharusnya bersih justru bertambah mikrobanya.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, sanitasi alat dan wadah
dalam pengolahan produk pangan sangatlah penting karena alat dan wadah
tersebut bersentuhan langsung dengan bahan baku maupun produk yang telah
jadi. Terdapat 4 alat olah yang diuji dengan perlakuan berbeda pada masing-
masing alat yaitu sendok teh, parutan keju, gelas ukur dan teflon. Perlakuan
berbeda pada alat tersebut adalah sebelum dicuci dan setelah dicuci. Pengujian
dilakukan untuk menganalisis adanya kapang khamir dengan menggunakan media
APDA dan untuk menganalisis bakteri dengan menggunakan media NA. Dan
pengujian bakteri Fekal maupun Nonfekal dilakukan dengan penambahan Media
EMBA.

4.2 Saran
Pada saat praktikum, sebaiknya praktikan bekerja lebih aseptis agar hasil
yang didapatkan lebih akurat dan tidak terjadi kontaminasi. Selain itu praktikan
harus memahami prosedur kerja dengan benar agar pada saat melakukan
praktikum bisa bekerja lebih cepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Hartono dan Dewi Susanna, 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak
dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok, Melalui Pemeriksaan
Bakteriologis. MAKARA, Seri Kesehatan, Volume 7, Nomor 1, Juni 2003,
hlm.21-29.
Tim Pengajar SJMP. 2011. Penuntun Praktikum Sanitasi dan Higiene. Program
Diploma Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hastuti, S.U. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi . Malang : UMM Press
Kepmenkes RI No. 304/MENKES/PER/IV/1989 tentang persyaratan kesehatan
rumah makan dan restoran. Tersedia pada
http://www.depkes.go.id/download/SK304.03pdf [diakses pada 20 Oktober
2016]
Kepmenkes RI No. 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Tersedia pada
http://www.depkes.go.id/download/SK1098.03.pdf [diakses pada 20 Oktober
2016]
Nurwitri, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan.Program Diploma
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rachmawan, Obin. 2001.Sumber Kontaminasi dan Teknik SanitasiAvailableonline at
http://www. bos.fkip.uns.ac.id. [diakses pada 20 Oktober 2016]
LAMPIRAN

Perhitungan jumlah mikroba

Kel. Alat (metode) Media Perhitungan


2+1
0 2
APDA 2 x 10 x 200 = 3,0x10 cfu/sendok teh
Bilas (sendok
1 15+ 8+4 +8+1+1+2
sebelum dicuci) 6 x 100 x 200 = 13 x 103
NA
cfu/sendok teh
2
0 2
APDA 1 x 10 x 200 = 4,0x10 cfu/sendok teh
Bilas (sendok
2 53+ 40
setelah dicuci) 2 x 10-2 x 200 = 9,3 x 10 2cfu/sendok
NA
teh
6 +4
APDA 2 x 100 x 200 =1,0 x 103 cfu/gelas ukur
Bilas (gelas ukur
3 6 +2+2+1
sebelum dicuci) 4 x 100 x 200 = 1,4 x 103 cfu/gelas
NA
ukur
1+1+2+1+3
5 x 100 x 200 = 3,2 x 102
Bilas (gelas ukur APDA
4
setelah dicuci) cfu/gelas ukur
NA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/gelas ukur
APDA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/talenan
570+560
2 x 100 x 200 x 15 =1,7 x 106
NA
Swab (parutan keju
5 cfu/parutan keju
Sebelum dicuci)
752+680
2 x 100 x 200 x 15 =2,1 x106 cfu/
EMBA
parutan keju
6 Swab ( parutan APDA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/parutan keju
3+ 10+67+1
= 4 x 100 x 200 x 15 = 6,1 x
NA
keju Setelah dicuci)
104 cfu/parutan keju
EMBA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/parutan keju

APDA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/teflon


13+2
Swab ( Teflon 2 x 10-1 x 200 x 15 = 2,2 x 103
7 NA
Sebelum dicuci)
cfu/teflon
EMBA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/Teflon

APDA Tidak bisa dihitung = 0 cfu/Teflon


3+ 2
2 x 10-1 x 200 x 15 = 7,5 x 10-2
Swab (Teflon NA
8
Setelah dicuci) cfu/teflon
78+ 37
2 x 10-1 x 200 x 15 = 1,7 x 104
EMBA
cfu/teflon
EMBA 100 EMBA 10-1

APDA 10-1 NA 10-1 APDA 100 (1) APDA 100 (2)

NA 100

Anda mungkin juga menyukai