AR-ROHMAH
I. Tujuan
Mengetahui aktivitas enzim diastase pada madu yang menjadi salah
satu parameter mutu madu.
2
2. Madu ternak adalah madu yang dihasilkan di peternakan, lebah
tinggal dalam kotak yang terbuat dari kayu dan suasananya dibuat
senyaman mungkin dengan lokasi peternakan lebah harus dekat
dengan tanamannya.
Madu memiliki beberapa komposisi yaitu air (17,2%), zat gula
(81,3%), dan sisanya merupakan asam-asam amino, vitamin, mineral (besi,
fosfor, magnesium, aluminium, natrium, kalsium, dan kalium), enzim,
hormone, zat bakterisida, dan zat aromatic. Zat gula dalam madu memiliki
komposisi yaitu fruktosa (38,19%), glukosa (31,28%), sukrosa (5%), maltose,
dan disakarida lain (6,83%). Madu memiliki kandungan vitamin C (asam
askorbat), vitamin B6 (piridoksin), thiamin (B1), riboflavin (B2), niasin, asam
pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. Selain itu madu memiliki
kandungan asam organik yaitu asam asetat, asam butirat, format, suksinat,
glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat (Bagus K.W, 2014).
Madu memiliki sifat fungsional karena berfungsi sebagai salah satu
bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Madu dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada
industri pangan, obat-obatan dan kecantikan. Pada industri pangan, madu
biasa digunakan sebagai pemanis. Pada industri obat-obatan madu digunakan
karena madu mengandung antioksidan dan antimikrobia.Madu juga dapat
digunakan secara rutin untuk membalut luka, luka bakar dan borok di kulit
untuk mengurangi sakit dan bau dengan cepat (Mulu et.al, 2004). Pada
industri kosmetik madu dimanfaatkan karena mengandung antioksidan yang
berguna untuk memperlambat penuaan (Gheldof dan Engeseth, 2002 dalam
Evahelda et.al., 2015). Madu dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit,
serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002 dan Murtidjo, 1991 dalam
Ratnayani, 2008).
Enzim yang terdapat pada madu murni memiliki keuntungan untuk
kesehatan manusia, tetapi dalam proses pemanasan dan penyimpanan yang
terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim. Madu juga memiliki beberapa
jenis enzim yang terdapat di dalamnya seperti peroksidase, lipase invertase,
3
dan glukosa oksidase. Masing-masing enzim memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:
1. Enzim diastase merupakan enzim yang mengubah karbohidrat
komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana
(monosakarida).
2. Enzim invertase adalah enzim yang dapat memecah molekul
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
3. Enzim oksidase adalah enzim yang membantu proses oksidasi
glukosa menjadi asam peroksida.
4. Enzim peroksidase berfungsi dalam melakukan proses oksidase
metabolisme.
Beragam mutu madu yang beredar dipasaran memang umum terjadi,
disebabkan karena faktor internal dan eksternalnya. Beberapa parameter yang
bisa dijadikan penentu kualitas madu berdasarkan SNI 01-3545-2004,
diantaranya adalah enzim diastase, gula pereduksi dan kadar air. Enzim
diastase merupakan enzim yang ditambahakan lebah pada saat pematangan
madu,sehingga keberadaan enzim diastase dapat dijadikan indikator untuk
melihat kemurnian madu. Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat dari
penyimpanan dan pemanasan madu (Achmadi, 1991).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen (%). Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-3545-2004, kadar air madu adalah 22%. Kadar air dalam madu dapat
menentukan keawetan madu. Kadar air madu yang rendah menyebabkan
mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya, ditambah lagi madu juga
mengandung zat antimikroba. Madu yang kadar airnya tinggi (lebih dari 25%)
mudah mengalami fermentasi (Krell, 1996). Kandungan gula pereduksi
(dihitung sebagai glukosa) pada madu yang disyaratkan yaitu minimal 60%.
Glukosa merupakan bahan yang akan mempengaruhi kecepatan kristalisasi
pada madu. Kristalisasi madu juga dipengaruhi oleh perbandingan kandungan
glukosa dan air.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, persyaratan
mutu madu seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Persyaratan Mutu Madu (SNI 01-3545-2004)
4
III.
Metodologi
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik,
pipet ukur, penangas air, tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker glass,
vortex dan batang pengaduk. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini
meliputi madu hitam pahit, larutan pati dalam air suling 1 %, larutan I-KI
dan akuades.
B. Prosedur Kerja
Sampel dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam tabung reaksi dan
dilarutkan dengan 20 ml air suling. Sampel yang telah dilarutkan
dicampurkan dengan 10 ml larutan pati 1%, kemudian dipanaskan pada
penangas air 40oC selama 1 jam. Setelahnya, ditambahkan beberapa tetes
larutan I-KI, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi selama
beberapa menit, jika intensitas warna biru makin terang (berkurang) maka
terdapat aktivitas enzim diastase. Jika belum ada perubahan simpan hasil
percobaan tersebut selama beberapa jam dan amati kembali
5
mengubah karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang
sederhana (monosakarida) (Suranto, 2004). Enzim diastase merupakan enzim
yang ditambahakan lebah pada saat pematangan madu,sehingga keberadaan
enzim diastase dapat dijadikan indikator untuk melihat kemurnian madu.
Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat dari penyimpanan dan
pemanasan madu (Achmadi, 1991). Sampel yang digunakan pada percobaan
ini yaitu Madu Hitam Pahit Ar-Rohmah. Cara pengujian aktivitas enzim
diastase pada madu dalam percobaan ini dilakukan secara kualitatif dengan
mengacu pada SNI 01-3545-2004. Prinsip uji aktivitas enzim diastase ini
yaitu larutan pati yang ditambahkan iod akan menghasilkan warna biru.
Enzim diastase akan mengubah pati menjadi gula. Dengan adanya aktivitas
enzim diastase, warna biru pada larutan pati akan hilang. semakin tinggi
aktivitas enzim, semakin cepat hilangnya warna biru dari pati (Standar
Nasional Indonesia, 2004).
Perlakuan awal pada uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada madu
yaitu persiapan sampel. Sampel madu ditimbang sebanyak 5 gram dan
dilarutkan dalam aquadest. Setelah itu diaduk untuk menurunkan viskositas
sampel dan untuk memperloleh bentuk cairan yang homogen sesuai dengan
ketentuan persiapan sampel pada SNI 01-3545-2004.
6
40C dengan menggunakan waterbath. Pemanasan ini bertujuan untuk
menginkubasi dan menstimulasi peningkatan energi kinetik pada molekul
substrat (larutan amilum) dan enzim diastase di dalam madu sehingga energi
kinetik substrat mengalami penurunan saat bertabrakan dengan enzim.
Penurunan energi kinetik substrat akan memudahkan molekul terikat pada
enzim. Pada percobaan ini pemanasan dijaga konstan pada suhu 40C, hal ini
dikarenakan pada suhu tersebut aktivitas enzim diastase mencapai
optimumnya untuk menghidrolisis amilum. Pemanasan pada suhu di atas
40C menyebabkan aktivitas enzim diastase menurun bahkan pada suhu
tinggi menyebabkan enzim tersebut menjadi inaktif. Berdasarkan penelitian
Suhaela (2016), menunjukkan suhu pemanasan madu terhadap aktivitas enzim
diastase yang dilakukan secara kuantitatif. Pemanasan dilakukan dengan
membandingkan besarnya aktivitas enzim diastase pada suhu 35C, 90C,
dan 110C. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut menunjukkan
aktivitas enzim diastase yang paling tinggi ketika dilakukan pemanasan
sampel pada 35C dengan aktivitas 10,4823DN. Aktivitas enzim terus
menurun pada suhu 90C dan 110C, dengan aktivitas berturut-turut sebesar
6,6578DN dan 2,4997DN.
7
White (1979) menyatakan bahwa suhu dan lama penyimpanan madu
mempengaruhi aktivitas enzim. Pernyataan White (1979) tersebut didukung
oleh hasil penelitian Chai (Murdijati, 1992)(1988), Kim (1988), serta Krauze
dan Krauze (1991). Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas enzim diastase
(Diastase Number=DN) terus menurun selama penyimpanan dan semakin
tinggi suhu penyimpanan, semakin besar penurunan DN.
8
bebas maka larutan akan berubah
menjadi jernih (Murdijati, 1992). Reaksi yang terjadi pada saat
amilum ditambahkan iodin ditunjukkan pada Gambar 1.
9
sampai pada larutan berwarna kecoklatan. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa, konsentrasi substrat amilum dapat menjadi faktor penentu kecepatan
hidrolisis dari enzim diastase pada madu. Gambar 2. menunjukkan reaksi
hidrolisis amilum oleh enzim amylase yang masih tergolong satu kelas dengan
diastase.
10
(hidrolisis) oleh enzim dalam sampel. Lamanya waktu warna biru hilang
tersebut tercatat hanya mencapai 5 detik saja, yang
menunjukkan bahwa kandungan enzim kandungan enzim diastase
dalam sampel sangat tinggi. Untuk mengetahui apakah benar kandungan
enzim diastase dalam sampel madu ini tinggi perlu dilakukan uji kuantitatif
sehingga dapat divalidasi jumlah enzim dalam madu tersebut dalam satuan
Diastase Number (DN). Dimana semakin tinggi nilai DN, maka kandungan
enzim dalam suatu bahan juga semakin banyak.
11
Sejak dahulu madu sudah banyak digunakan oleh para ahli kedokteran
untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Penyakit-penyakit yang berhasil
disembuhkan antara lain : luka (pasca pembedahan, dibuktikan oleh ahli
bedah Rusia Y. Krintsky), penyakit saluran pernapasan bagian atas, flu,
penyakit paru (TBC pulmonary), penyakit jantung (Avicena bapak
kedokteran berpendapat bahwa madu adalah obat penyakit jantung yang
manjur), penyakit perut dan usus, penyakit hati, penyakit syaraf dan penyakit
kulit. Menurut Winarno (1982), berabad-abad lamanya madu telah digunakan
untuk pengobatan penyakit jantung. Otot jantung bekerja tanpa istirahat.
Karena itu memerlukan dektrosa sebagai sumber energy untuk menggantikan
energy yang hilang.
12
Mempercepat penyembuhan luka
operasi
Memperlancar fungsi otak
Menembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan anak susah tidur
Madu Kopi
Memperlancar fungsi otak
Menembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan malaria
Madu Mahoni Menyembuhkan keputihan
Memperlancar fungsi otak
Menyembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan darah tinggi/rendah
Membuat anak mudah tidur
Madu Multiflora
Menyembuhkan Reumatik
Memperlancar fungsi otak
Menyembuhkan luka bakar
Sumber : Pusat Perlebahan APIARI Pramuka (2003)
13
Sina (Avicenna), ilmuwan yang tersohor itu menganjurkan kita mengkonsumsi
madu, karena dapat menjaga kekuatan sehingga masih mampu bekerja pada
usia tua (senja). Dia juga menganjurkan agar manusia yang telah berusia 45
tahun sebaiknya mengkonsumsi madu secara teratur.
Madu sangat baik sekali bagi bayi terutama madu randu (kapuk),
apabila dicampur dengan susu. Hal ini karena madu mengandung cukup
banyak besi sedang susu ibu atau susu sapi mengandung sedikit saja. Madu
dengan kadar gula dan levulosa yang tinggi sangat mudah diserap oleh usus
bersama dengan zat-zat organic lain, dengan demikian dapat bertindak sebagai
stimulant bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Peranan madu bagi
pertumbuhan anak kecil sangat penting karena di dalam madu terdapat asam
folat, yaitu suatu asam yang banyak pengaruhnya terhadap makhluk yang
sedang tumbuh, karena dapat memperbaiki susunan darah, jumlah eritrosit
meningkat, demikian juga kandungan hemoglobin. Semakin tinggi tingkat
teknologi suatu Negara, semakin tinggi kesadaran akan arti madu dalam menu
masyarakat sehari-hari. Mereka semakin mendambakan lebih banyak
mengkonsumsi natural foods. Madu bukan saja termasuk golongan
natural foods, tetapi juga natural health foods.
14
Dari berbagai Negara yang paling gemar mengkonsumsi madu adalah
masyarakat Jerman Barat dan Swiss. Dua Negara tersebut Negara paling
rewel terhadap persyaratan keamanan makanan bagi rakyatnya. Mereka rata-
rata mengkonsumsi madu 800 gram 1,4 kg/orang/tahun. Amerika serikat dan
Inggris termasuk lebih rendah konsumsi madunya, yaitu berturut-turut rata-
rata 400-500 gram dan 250-350 gram/orang/tahun.
Sejak zaman dulu madu telah digunakan sebagai obat masuk angin,
tidak saja dalam bentuk madu tanpa campuran maupun campuran dengan
bahan lain, misalnya dengan kombinasi susu hangat atau dengan sari jeruk
peras (lemon juice), biasanya - 1 jeruk sudah cukup untuk setiap 100 gram
madu. Biasanya dalam pengobatan sakit flu atau masuk angin, si penderita
dianjurkan untuk diam di tempat tidur paling sedikit 1 -2 hari. Hal ini
disebabkan karena dengan mengkonsumsi madu dapat menyebabkan
persiprasi yang berlebihan.
15
Dalam pengobatan penyakit paru-paru, madu sejak berabad-abad yang
lalu telah sangat manjur, bagi tingkat awal penyakit tuberculosis. Pasien-
pasien tuberculosis yang diberi madu 100-150 gram setiap hari, keadaannya
sangat membaik, beratnya bertambah, batuk menjadi reda, hemoglobin
meningkat serta lalu sedimentasi darahnya menjadi lebih lambat.
V. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pengujian aktivitas enzim diastase didapatkan
kesimpulan, hasil uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada maduhitam pahit
menunjukan bahwa sampel memberikan uji positif terkait adanya aktivitas
enzim diastase yang ditandai dengan hilangnya warna biru ketika penambahan
KI pada detik ke-5.
16
Bangka Dan Madu Kemasan Yang Dipasarkan Di Kota Palembang.
Palembang: Universitas Sriwijaya.
Karuze, A. a. (1991). Changes in Chemical Composition of Strored Honeys.
Acta Alimentaria Polonica, 17 (2), 119-126.
Kim, J. (1988). A Study on The Changes in Sugar Composition and Diastase
Activity in Honey during Storage. Korean J. of Apiculture, 3 (1), 61-
67.
Mulu, A., B. Tessema, and F. Derby, 2004. In vitro Assesment of The
Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens.
Ethiop. J. Health Dev. 2004:18 (2).
Murdijati, G. (1992). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Paul Held, L. M. 2012. Enzymatic Digestion of Polysaccharides 2.
Applications Dept, BioTek Instruments, Inc., Winooski, VT:
http://www.biotek.com/resources/articles/enzymatic-digestion-of-
polysaccharides-2.html [Diakses 1 April 2017]
Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi S., dan I G.A.M.A.S. Gitadewi, 2008.
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Jurnal Kimia 2 (2) : 77-86.
Standar Nasional Indonesia. (2004). SNI-01- 3545-2004 : Madu. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Suhaela, Alfian Noo, dan Ahyar Ahmad. (2016). Pengaruh Pemanasan dan
Lama Penyimpanan terhadap Kadar 5-(Hidroksimetil)Furan-2-
Karbaldehida (HMF) pada Madu Asal Mallawa. Makassar: FMIPA
Universitas Hassanudin.
Suranto, A. (2004). Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Wardhana, Kusuma Bagus. 2014. Efektifitas Ekstrak Madu Karet dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
White, J. (1979). Composition of Honey: A Comprehensive Survey. London:
Crane, E.
17
Winarno, F. (1985). Enzim Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
VII. Lampiran
18