Anda di halaman 1dari 17

PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM DIASTASE PADA MADU HITAM PAHIT

AR-ROHMAH

I. Tujuan
Mengetahui aktivitas enzim diastase pada madu yang menjadi salah
satu parameter mutu madu.

II. Dasar Teori


Definisi madu menurut adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
3545-2004, adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (flora nektar) atau bagian
lain dari tanaman (ekstra flora nektar) atau eksresi serangga. Menurut Codex
Alimentarius (2001) (dalam Evahelda et al., 2015), madu adalah zat manis
yang dihasilkan oleh lebah madu, yang berasal dari nektar bunga atau dari
sekresi tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Madu ini dapat mengalami
perubahan bentuk dan mengandung senyawa tertentu yang berasal dari tubuh
lebah, kemudian disimpan pada sarang madu hingga mengalami proses
pematangan.
Madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi
tinggi dan memiliki rasa yang manis. Lebah merupakan penghasil madu
dengan cara mengumpulkan kemudian mengubah hasil sekresi (nektar) dari
salah satu tanaman lalu dicampurkan dengan invertin dan disimpan didalam
sarangnya. Nektar merupakan cairan manis atau senyawa kompleks yang
dihasilkan oleh kelenjar necterifier tanaman. Nektar terdiri dari zat gula, air,
dan zat-zat lainnya. Lebah harus mengumpulkan antara 3 kilogram sampai 4
kilogram nektar agar menghasilkan 1 kilogram madu (Bagus K.W, 2014).

Berdasarkan cara pengambilannya, madu dikelompokkan menjadi 2,


yaitu:
1. Madu liar adalah madu yang diambil langsung dari sarang lebah
yang terdapat di pohon-pohon di alam bebas.

2
2. Madu ternak adalah madu yang dihasilkan di peternakan, lebah
tinggal dalam kotak yang terbuat dari kayu dan suasananya dibuat
senyaman mungkin dengan lokasi peternakan lebah harus dekat
dengan tanamannya.
Madu memiliki beberapa komposisi yaitu air (17,2%), zat gula
(81,3%), dan sisanya merupakan asam-asam amino, vitamin, mineral (besi,
fosfor, magnesium, aluminium, natrium, kalsium, dan kalium), enzim,
hormone, zat bakterisida, dan zat aromatic. Zat gula dalam madu memiliki
komposisi yaitu fruktosa (38,19%), glukosa (31,28%), sukrosa (5%), maltose,
dan disakarida lain (6,83%). Madu memiliki kandungan vitamin C (asam
askorbat), vitamin B6 (piridoksin), thiamin (B1), riboflavin (B2), niasin, asam
pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin K. Selain itu madu memiliki
kandungan asam organik yaitu asam asetat, asam butirat, format, suksinat,
glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat (Bagus K.W, 2014).
Madu memiliki sifat fungsional karena berfungsi sebagai salah satu
bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Madu dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada
industri pangan, obat-obatan dan kecantikan. Pada industri pangan, madu
biasa digunakan sebagai pemanis. Pada industri obat-obatan madu digunakan
karena madu mengandung antioksidan dan antimikrobia.Madu juga dapat
digunakan secara rutin untuk membalut luka, luka bakar dan borok di kulit
untuk mengurangi sakit dan bau dengan cepat (Mulu et.al, 2004). Pada
industri kosmetik madu dimanfaatkan karena mengandung antioksidan yang
berguna untuk memperlambat penuaan (Gheldof dan Engeseth, 2002 dalam
Evahelda et.al., 2015). Madu dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit,
serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002 dan Murtidjo, 1991 dalam
Ratnayani, 2008).
Enzim yang terdapat pada madu murni memiliki keuntungan untuk
kesehatan manusia, tetapi dalam proses pemanasan dan penyimpanan yang
terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim. Madu juga memiliki beberapa
jenis enzim yang terdapat di dalamnya seperti peroksidase, lipase invertase,

3
dan glukosa oksidase. Masing-masing enzim memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:
1. Enzim diastase merupakan enzim yang mengubah karbohidrat
komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana
(monosakarida).
2. Enzim invertase adalah enzim yang dapat memecah molekul
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
3. Enzim oksidase adalah enzim yang membantu proses oksidasi
glukosa menjadi asam peroksida.
4. Enzim peroksidase berfungsi dalam melakukan proses oksidase
metabolisme.
Beragam mutu madu yang beredar dipasaran memang umum terjadi,
disebabkan karena faktor internal dan eksternalnya. Beberapa parameter yang
bisa dijadikan penentu kualitas madu berdasarkan SNI 01-3545-2004,
diantaranya adalah enzim diastase, gula pereduksi dan kadar air. Enzim
diastase merupakan enzim yang ditambahakan lebah pada saat pematangan
madu,sehingga keberadaan enzim diastase dapat dijadikan indikator untuk
melihat kemurnian madu. Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat dari
penyimpanan dan pemanasan madu (Achmadi, 1991).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen (%). Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-3545-2004, kadar air madu adalah 22%. Kadar air dalam madu dapat
menentukan keawetan madu. Kadar air madu yang rendah menyebabkan
mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya, ditambah lagi madu juga
mengandung zat antimikroba. Madu yang kadar airnya tinggi (lebih dari 25%)
mudah mengalami fermentasi (Krell, 1996). Kandungan gula pereduksi
(dihitung sebagai glukosa) pada madu yang disyaratkan yaitu minimal 60%.
Glukosa merupakan bahan yang akan mempengaruhi kecepatan kristalisasi
pada madu. Kristalisasi madu juga dipengaruhi oleh perbandingan kandungan
glukosa dan air.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, persyaratan
mutu madu seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Persyaratan Mutu Madu (SNI 01-3545-2004)

4
III.

Metodologi
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik,
pipet ukur, penangas air, tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker glass,
vortex dan batang pengaduk. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini
meliputi madu hitam pahit, larutan pati dalam air suling 1 %, larutan I-KI
dan akuades.

B. Prosedur Kerja
Sampel dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam tabung reaksi dan
dilarutkan dengan 20 ml air suling. Sampel yang telah dilarutkan
dicampurkan dengan 10 ml larutan pati 1%, kemudian dipanaskan pada
penangas air 40oC selama 1 jam. Setelahnya, ditambahkan beberapa tetes
larutan I-KI, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi selama
beberapa menit, jika intensitas warna biru makin terang (berkurang) maka
terdapat aktivitas enzim diastase. Jika belum ada perubahan simpan hasil
percobaan tersebut selama beberapa jam dan amati kembali

IV. Hasil dan Pembahasan


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim diastase
pada sampel madu secara kualitatif. Enzim diastase adalah enzim yang

5
mengubah karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang
sederhana (monosakarida) (Suranto, 2004). Enzim diastase merupakan enzim
yang ditambahakan lebah pada saat pematangan madu,sehingga keberadaan
enzim diastase dapat dijadikan indikator untuk melihat kemurnian madu.
Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat dari penyimpanan dan
pemanasan madu (Achmadi, 1991). Sampel yang digunakan pada percobaan
ini yaitu Madu Hitam Pahit Ar-Rohmah. Cara pengujian aktivitas enzim
diastase pada madu dalam percobaan ini dilakukan secara kualitatif dengan
mengacu pada SNI 01-3545-2004. Prinsip uji aktivitas enzim diastase ini
yaitu larutan pati yang ditambahkan iod akan menghasilkan warna biru.
Enzim diastase akan mengubah pati menjadi gula. Dengan adanya aktivitas
enzim diastase, warna biru pada larutan pati akan hilang. semakin tinggi
aktivitas enzim, semakin cepat hilangnya warna biru dari pati (Standar
Nasional Indonesia, 2004).
Perlakuan awal pada uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada madu
yaitu persiapan sampel. Sampel madu ditimbang sebanyak 5 gram dan
dilarutkan dalam aquadest. Setelah itu diaduk untuk menurunkan viskositas
sampel dan untuk memperloleh bentuk cairan yang homogen sesuai dengan
ketentuan persiapan sampel pada SNI 01-3545-2004.

Tabel 2. Hasil uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada madu


Aktivitas
Perubahan Warna Waktu
Sampel Enzim Diastase
(Amilum+Iod) Hidrolisis
(+/-)
Madu Hitam Pahit
+ Larutan biru Biru hilang 5 detik
merek "Ar-Rohmah"

Tabel 2. menunjukkan hasil uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada


madu, dimana sampel memberikan uji positif terkait adanya aktivitas enzim
diastase. Sampel yang telah dilarutkan kemudian ditambahkan dengan amilum
yang bertindak sebagai substrat. Selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu

6
40C dengan menggunakan waterbath. Pemanasan ini bertujuan untuk
menginkubasi dan menstimulasi peningkatan energi kinetik pada molekul
substrat (larutan amilum) dan enzim diastase di dalam madu sehingga energi
kinetik substrat mengalami penurunan saat bertabrakan dengan enzim.
Penurunan energi kinetik substrat akan memudahkan molekul terikat pada
enzim. Pada percobaan ini pemanasan dijaga konstan pada suhu 40C, hal ini
dikarenakan pada suhu tersebut aktivitas enzim diastase mencapai
optimumnya untuk menghidrolisis amilum. Pemanasan pada suhu di atas
40C menyebabkan aktivitas enzim diastase menurun bahkan pada suhu
tinggi menyebabkan enzim tersebut menjadi inaktif. Berdasarkan penelitian
Suhaela (2016), menunjukkan suhu pemanasan madu terhadap aktivitas enzim
diastase yang dilakukan secara kuantitatif. Pemanasan dilakukan dengan
membandingkan besarnya aktivitas enzim diastase pada suhu 35C, 90C,
dan 110C. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut menunjukkan
aktivitas enzim diastase yang paling tinggi ketika dilakukan pemanasan
sampel pada 35C dengan aktivitas 10,4823DN. Aktivitas enzim terus
menurun pada suhu 90C dan 110C, dengan aktivitas berturut-turut sebesar
6,6578DN dan 2,4997DN.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemanasan pada


suhu yang semakin tinggi dapat menurunkan aktifitas enzim diastase.
Perubahan temperatur akan mempengaruhi aktivitas enzim, dimana pada
temperatur yang rendah laju reaksi enzim akan bergerak lambat dengan energi
kinetik dan tumbukan dari molekul yang rendah sehinggga tidak dapat
mencapai energi aktivasi yang cukup untuk terjadi reaksi. Sedangkan jika
suhu kurang dari 40C atau pada suhu rendah, beberapa enzim masih aktif
bekerja, tetapi daya kerjanya menurun. Penurunan daya kerja enzim ini
disebabkan oleh peningkatan viskositas larutan, sehingga difusi enzim dengan
substrat terhambat (Winarno, 1985).

7
White (1979) menyatakan bahwa suhu dan lama penyimpanan madu
mempengaruhi aktivitas enzim. Pernyataan White (1979) tersebut didukung
oleh hasil penelitian Chai (Murdijati, 1992)(1988), Kim (1988), serta Krauze
dan Krauze (1991). Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas enzim diastase
(Diastase Number=DN) terus menurun selama penyimpanan dan semakin
tinggi suhu penyimpanan, semakin besar penurunan DN.

Setelah dilakukan inkubasi pada suhu 40C selama 30 menit, sampel


madu yang telah berisi amilum sebagai substrat selanjutnya ditambahkan
dengan larutan iodin. Proses perubahan amilum menjadi glukosa merupakan
indikator adanya aktivitas enzim diastase. Indikator aktivitas enzim diastase
ini ditandai dengan adanya perubahan warna larutan ketika sampel yang berisi
substrat amilum, ditambahkan dengan larutan iodin (reaksi hidrolisis amilum
oleh enzim). Perubahan warna yang terjadi ialah sebagai berikut:

Amilum (Biru) dekstrin (Biru kecoklatan) akrodekstrin (coklat)


Eritrodekstrin (merah) Maltosa (kuning) Glukosa (Jernih/bening) + I2

Larutan iodin digunakan untuk tes pati (amilum), warna


biru tua menandai adanya larutan pati (amilum). Diperkirakan
bahwa larutan iodin (ion I3- dan I5-) tersubstitusi ke dalam pati,
tersubstitusinya iodin setelah terputusnya ikatan glukosida
dalam pati oleh enzim dan terurai menjadi molekul molekul
lebih sederhana, maka makin banyak terbentuk gugus OH
bebas yang dapat disubstitusi oleh iodin sehingga konsentrasi
iodin dalam larutan makin kecil dan molekul air semakin
banyak
terbentuk, apabila pati terhidrolisis sempurna maka gugus
iodin yang bakal
diabsorbsi semakin banyak atau di pihak lain konsentrasi
molekul air akan bertambah, semakin kecil konsentrasi iodin

8
bebas maka larutan akan berubah
menjadi jernih (Murdijati, 1992). Reaksi yang terjadi pada saat
amilum ditambahkan iodin ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi amilum dengan iodin (Sumber: googleimage)

Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna menjadi warna


kecoklatan. Hasil pengamatan yang didapatkan pada percobaan ini
menunjukkan hasil positif sampel madu hitam pahit yang menandakan bahwa
substrat amilum dirombak oleh enzim yang ada dalam sampel madu tersebut.
Larutan iodin berperan sebagai indikator adanya amilum. Warna biru tua
menandai adanya larutan pati (amilum). Senyawa polisakarida akan
memberikan warna yang spesifik dengannya, yaitu berupa warna ungu
kehitaman tetapi jika polisakarida tersebut dihidrolisis maka warna yang
ditimbulkan adalah warna kuning kecokelatan. Jumlah penggunaan larutan
pati (amilum) sebagai substrat yang sedikit juga dapat mempengaruhi tahap
hidrolisis yang terjadi pada sampel sehingga sampel positif yang seharusnya
menunjukkan perubahan larutan warna bening (glukosa), justru hanya sampai
menghasilkan warna kecoklatan (akrodekstrin). Konsentrasi substrat yang
kecil inilah yang mengakibatkan kecepatan reaksi hidrolisis enzim menurun,
sehingga larutan yang didapat bukan berwarna bening melainkan hanya

9
sampai pada larutan berwarna kecoklatan. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa, konsentrasi substrat amilum dapat menjadi faktor penentu kecepatan
hidrolisis dari enzim diastase pada madu. Gambar 2. menunjukkan reaksi
hidrolisis amilum oleh enzim amylase yang masih tergolong satu kelas dengan
diastase.

Gambar 2. Reaksi hidrolisis amilum dengan enzim amilase


(Sumber: Paul Held, 2012)

Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis amilum


yaitu konsentrasi enzim diastase itu sendiri didalam sampel madu. Pada
percobaan, sampel yang telah berisi substrat ketika ditambahkan dengan
larutan iodin berubah menjadi warna biru, dan warna biru tersebut cepat
hilang ketika dilakukan pengocokan. Menurut Poedjiadi (1994), jika
konsentrasi suatu enzim tinggi dalam suatu bahan, maka kecepatan reaksi juga
akan bertambah. Ini terjadi juga pada percobaan dimana kecepatan reaksi
dilihat dari cepat hilangnya warna biru dari substrat akibat dirombak

10
(hidrolisis) oleh enzim dalam sampel. Lamanya waktu warna biru hilang
tersebut tercatat hanya mencapai 5 detik saja, yang
menunjukkan bahwa kandungan enzim kandungan enzim diastase
dalam sampel sangat tinggi. Untuk mengetahui apakah benar kandungan
enzim diastase dalam sampel madu ini tinggi perlu dilakukan uji kuantitatif
sehingga dapat divalidasi jumlah enzim dalam madu tersebut dalam satuan
Diastase Number (DN). Dimana semakin tinggi nilai DN, maka kandungan
enzim dalam suatu bahan juga semakin banyak.

Dalam madu terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Petunjuk


ilmiah ini sebenarnya telah 15 abad yang lalu Allah SWT. kisahkan dalam Al-
Quran, surat An Nahl ayat 68-69.

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah; Buatlah sarang-sarang di bukit-


bukit dan ditempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah
makanan dari tiap-tiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu
yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
meyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-
tanda bagi orang yang memikirkan

Madu mengandung glukosa (dekstrosa) dan fruktosa (levulosa) dalam


jumlah yang tinggi. Menurut Winarno (1982), kadar dekstrosa dan levulosa
yang tinggi mudah diserap oleh usus bersama zat-zat organic lainnya,
sehingga dapat bertindak sebagai stimulant bagi pencernaan dan memperbaiki
nafsu makan. Selain itu, madu juga memiliki sifat antimikroba. Berdasarkan
hasil peniliti Komara (2002), madu memiliki aktivitas senyawa antibakteri
terutama pada baktero Gram (+), yakni bakteri S, Aureus, B. cereus.

11
Sejak dahulu madu sudah banyak digunakan oleh para ahli kedokteran
untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Penyakit-penyakit yang berhasil
disembuhkan antara lain : luka (pasca pembedahan, dibuktikan oleh ahli
bedah Rusia Y. Krintsky), penyakit saluran pernapasan bagian atas, flu,
penyakit paru (TBC pulmonary), penyakit jantung (Avicena bapak
kedokteran berpendapat bahwa madu adalah obat penyakit jantung yang
manjur), penyakit perut dan usus, penyakit hati, penyakit syaraf dan penyakit
kulit. Menurut Winarno (1982), berabad-abad lamanya madu telah digunakan
untuk pengobatan penyakit jantung. Otot jantung bekerja tanpa istirahat.
Karena itu memerlukan dektrosa sebagai sumber energy untuk menggantikan
energy yang hilang.

Madu memiliki komponen kimia yang memiliki efek koligemik yakni


asetilkolin. Asetilkolin berfungsi untuk melancarkan peredaran darah dan
mengurangi tekanan darah. Gula yang terdapat dalam madu akan terserap
langsung oleh darah sehingga menghasilkan energy secara cepat bila
dibandingkan dengan gula biasa. Khasiat berupa madu bunga nectar dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Khasiat beberapa madu nektar


Madu Khasiat
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan sariawan
Madu Randu
Menyembuhkan luka bakar
Memperlancar fungsi otak
Madu Lengkeng Meningkatkan daya tahan tubuh
Memperlancar urin
Memperkuat fungsi ginjal

12
Mempercepat penyembuhan luka
operasi
Memperlancar fungsi otak
Menembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan anak susah tidur
Madu Kopi
Memperlancar fungsi otak
Menembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan malaria
Madu Mahoni Menyembuhkan keputihan
Memperlancar fungsi otak
Menyembuhkan luka bakar
Meningkatkan daya tahan tubuh
Menyembuhkan darah tinggi/rendah
Membuat anak mudah tidur
Madu Multiflora
Menyembuhkan Reumatik
Memperlancar fungsi otak
Menyembuhkan luka bakar
Sumber : Pusat Perlebahan APIARI Pramuka (2003)

Disamping kandungan gulanya yang tinggi (fruktosa 41,0%; glukosa


35%; sukrosa 1,9 %) madu juga mengandung komponen lain seperti tepung
sari dan berbagai enzim pencernaan. Disamping itu madu juga mengandung
berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B2, mineral seperti kalsium, natrium,
kalium, magnesium, besi, juga garam iodine bahkan radium. Selain itu madu
juga mengandung antibiotic dan berbagai asam organic seperti asam malat,
tartarat, sitrat, laktat, dan oksalat. Karena itu madu sangat tinggi sekali
khasiatnya.

Hypocrates, ahli ilmu fisika membiasakan diri makan madu secara


teratur yang menyebabkan dia dapat mencapai usia 107 tahun, demikian juga
halnya Aristoteles, bapak dari Natural Science beranggapan bahwa madu
memiliki sifat yang unik yang dapat meningkatkan kesehatan manusia dan
memperpanjang usia, dalam arti dalam usia tua masih mempunyai stamina
yang kuat dan gangguan penyakit sangat jarang dijumpai. Demikian juga Ibn

13
Sina (Avicenna), ilmuwan yang tersohor itu menganjurkan kita mengkonsumsi
madu, karena dapat menjaga kekuatan sehingga masih mampu bekerja pada
usia tua (senja). Dia juga menganjurkan agar manusia yang telah berusia 45
tahun sebaiknya mengkonsumsi madu secara teratur.

Madu mempunyai potensi sebagai basa karena itu dapat berfungsi


sebagai desinfeksi terhadap rongga mulut. Nenek moyang kita sering
menganjurkan penggunaan 10-15 persen larutan madu dalam air untuk kumur-
kumur bagi orang yang selaput mulutnya sedang radang.

Pemberian madu pada anak-anak dapat meningkatkan kadar


hemoglobin. Sebagai perbandingan, anak yang tidak diberi madu kandungan
hemoglobinnya hanya naik sampai 4 persen selama 40 hari. Sedangkan yang
mengkonsumsi madu disamping makan normal, kandungan hemoglobinnya
naik 23 persen pada waktu yang sama.

Madu sangat baik sekali bagi bayi terutama madu randu (kapuk),
apabila dicampur dengan susu. Hal ini karena madu mengandung cukup
banyak besi sedang susu ibu atau susu sapi mengandung sedikit saja. Madu
dengan kadar gula dan levulosa yang tinggi sangat mudah diserap oleh usus
bersama dengan zat-zat organic lain, dengan demikian dapat bertindak sebagai
stimulant bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Peranan madu bagi
pertumbuhan anak kecil sangat penting karena di dalam madu terdapat asam
folat, yaitu suatu asam yang banyak pengaruhnya terhadap makhluk yang
sedang tumbuh, karena dapat memperbaiki susunan darah, jumlah eritrosit
meningkat, demikian juga kandungan hemoglobin. Semakin tinggi tingkat
teknologi suatu Negara, semakin tinggi kesadaran akan arti madu dalam menu
masyarakat sehari-hari. Mereka semakin mendambakan lebih banyak
mengkonsumsi natural foods. Madu bukan saja termasuk golongan
natural foods, tetapi juga natural health foods.

14
Dari berbagai Negara yang paling gemar mengkonsumsi madu adalah
masyarakat Jerman Barat dan Swiss. Dua Negara tersebut Negara paling
rewel terhadap persyaratan keamanan makanan bagi rakyatnya. Mereka rata-
rata mengkonsumsi madu 800 gram 1,4 kg/orang/tahun. Amerika serikat dan
Inggris termasuk lebih rendah konsumsi madunya, yaitu berturut-turut rata-
rata 400-500 gram dan 250-350 gram/orang/tahun.

Sejak zaman dulu madu telah digunakan sebagai obat masuk angin,
tidak saja dalam bentuk madu tanpa campuran maupun campuran dengan
bahan lain, misalnya dengan kombinasi susu hangat atau dengan sari jeruk
peras (lemon juice), biasanya - 1 jeruk sudah cukup untuk setiap 100 gram
madu. Biasanya dalam pengobatan sakit flu atau masuk angin, si penderita
dianjurkan untuk diam di tempat tidur paling sedikit 1 -2 hari. Hal ini
disebabkan karena dengan mengkonsumsi madu dapat menyebabkan
persiprasi yang berlebihan.

Dalam pengobatan penyakit lambung dan alat pencernaan, madu


merupakan obat yang baik di samping itu madu juga merupakan makanan
sobat bagi perut kita. Dari berbagai literature, madu ternyata dapat membantu
pencernaan, mungkin hal ini disebabkan karena kandungan madu akan
mangan dan besi yang dapat membantu proses pencernaan dan penyerapan
bahan pangan. Disamping itu madu juga merupakan obat sembelit (contipasi)
yang mujarab.

Meskipun keasaman (pH) madu rendah, tetapi madu karena


kandungan mineralnya dapat meningkatkan pH dari isi lambung. Mineral-
mineral tersebut diantaranya adalah K, Na, Ca, dan Mg. jenis makanan yang
dikonsumsi sebaiknya diatur sedemikian rupa untuk menjaga keseimbangan
reaksi cairan tubuh (alkalinitas) karena pemupukan asam bebas dapat
menyebabkan gangguan-gangguan fisiologis, alhasil akan menurunkan daya
tahan tubuh.

15
Dalam pengobatan penyakit paru-paru, madu sejak berabad-abad yang
lalu telah sangat manjur, bagi tingkat awal penyakit tuberculosis. Pasien-
pasien tuberculosis yang diberi madu 100-150 gram setiap hari, keadaannya
sangat membaik, beratnya bertambah, batuk menjadi reda, hemoglobin
meningkat serta lalu sedimentasi darahnya menjadi lebih lambat.

Madu untuk pengobatan sakit mata telah pula dipraktekkan di zaman


kuno dahulu. Kelopak mata yang terbakar kena air panas dapat ditutup dengan
madu dan dalam waktu 6 hari pulih kembali. Untuk penyakit mata lain dapat
digunakan salep madu murni atau dicampur dengan senyawa lain. Banyak
kasus sakit mata yaitu keratitis dan tukak pada kornea dapat diobati dengan
hasil yang baik.

V. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pengujian aktivitas enzim diastase didapatkan
kesimpulan, hasil uji kualitatif aktivitas enzim diastase pada maduhitam pahit
menunjukan bahwa sampel memberikan uji positif terkait adanya aktivitas
enzim diastase yang ditandai dengan hilangnya warna biru ketika penambahan
KI pada detik ke-5.

VI. Daftar Pustaka


Achmadi, S. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf
Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Bogor:
FMIPA IPB.
Bhaskara AW. 2008. Khasiat dan Keajaiban Madu untuk Kesehatan dan
Kecantikan. Yogyakarta : Smile-Books.
Chai, E. H. (1988). Changes in Storage Quality of Acacia and Buckwheat
Honeys. J. Korean Agric. Chem. Soc, 31 (1), 58-64.
Evahelda., Filli Pratama., Nura Malahayati., Budi Santoso. 2015. Uji Aktivitas
Enzim Diastase, Kadar Gula Pereduksi Dan Kadar Air Pada Madu

16
Bangka Dan Madu Kemasan Yang Dipasarkan Di Kota Palembang.
Palembang: Universitas Sriwijaya.
Karuze, A. a. (1991). Changes in Chemical Composition of Strored Honeys.
Acta Alimentaria Polonica, 17 (2), 119-126.
Kim, J. (1988). A Study on The Changes in Sugar Composition and Diastase
Activity in Honey during Storage. Korean J. of Apiculture, 3 (1), 61-
67.
Mulu, A., B. Tessema, and F. Derby, 2004. In vitro Assesment of The
Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens.
Ethiop. J. Health Dev. 2004:18 (2).
Murdijati, G. (1992). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Paul Held, L. M. 2012. Enzymatic Digestion of Polysaccharides 2.
Applications Dept, BioTek Instruments, Inc., Winooski, VT:
http://www.biotek.com/resources/articles/enzymatic-digestion-of-
polysaccharides-2.html [Diakses 1 April 2017]
Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi S., dan I G.A.M.A.S. Gitadewi, 2008.
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Jurnal Kimia 2 (2) : 77-86.
Standar Nasional Indonesia. (2004). SNI-01- 3545-2004 : Madu. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Suhaela, Alfian Noo, dan Ahyar Ahmad. (2016). Pengaruh Pemanasan dan
Lama Penyimpanan terhadap Kadar 5-(Hidroksimetil)Furan-2-
Karbaldehida (HMF) pada Madu Asal Mallawa. Makassar: FMIPA
Universitas Hassanudin.
Suranto, A. (2004). Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Wardhana, Kusuma Bagus. 2014. Efektifitas Ekstrak Madu Karet dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah.
White, J. (1979). Composition of Honey: A Comprehensive Survey. London:
Crane, E.

17
Winarno, F. (1985). Enzim Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

VII. Lampiran

Lampiran 1. Sampel madu hitam Lampiran 2. Sampel ditambahkan


akuades

Lampiran 3. Penambahan pati Lampiran 4. Hasil Pemanasan


dan Penambahan KI

Lampiran 4. Sampel yang bercampur KI Lampiran 6. Hasil vortex pencampuran


Sampel dengan KI

18

Anda mungkin juga menyukai