Anda di halaman 1dari 25

1.

PENDAHULUAN

1.1 Lingkup Pelayanan Jasa

Laporan penilaian ini dipersiapkan untuk Bapak Agung Haris Setiawan


atas instruksi beliau pada tanggal 6 November 2015 untuk melakukan
penilaian Perkantoran MAYAPADA TOWER II yang Jl. Jenderal Sudirman Kav.
27, Sudirman, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia, dengan tujuan untuk
menentukan nilai pasar aset atas properti tersebut. Laporan penilaian ini hanya
dapat digunakan dalam batasan tujuan yang penilai berikan dan penilai tidak
mempunyai tanggung jawab dari sudut pandang perundang-undangan
ataupun moral kecuali pengguna laporan dan penilaian ini telah
mendapat izin dari penilai yang bersangkutan.

1.2 Tujuan Penilaian

Tujuan dari penilaian properti perkantoran ini adalah untuk menentukan

Nilai Pasar Wajar atas objek properti dan laporan penilaian ini tidak bisa

digunakan selain untuk tujuan tersebut.

1.3 Tanggal Inspeksi Lapangan


Pendataan terhadap objek properti dilakukan pada tanggal 6 November -
16 November 2015 . Pemeriksaan lapangan dilakukan pada tanggal
19 November 2015.

1.4 Tanggal Penilaian

Tanggal penilaian efektif adalah tanggal 22 November 2015, dengan


asumsi tidak ada perubahan sejak tanggal inspeksi.

1.5 Pengenalan dan Definisi Perkantoran

1.5.1 Pengertian Perkantoran

1
Kata kantor berasal dari bahasa Belanda kantoor, adalah sebutan untuk
tempat yang digunakan untuk perniagaan atau perusahaan yang dijalankan secara
rutin. Kantor bisa hanya berupa suatu kamar atau ruangan kecil maupun bangunan
bertingkat tinggi. Perkantoran adalah Sebuah atau beberapa gedung yang
dijadikan oleh satu atau lebih organisasi/perusahaan sebagai tempat mereka
melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan.

1.5.2 Jenis-jenis Perkantoran

Jenis-jenis perkantoran dapat dikelompokkan berdasarkan tipe bangunan,


kepemilikan, dan kelas.

1.5.2.1 Berdasarkan Tipe Bangunan

Jenis perkantoran berdasarkan tipe bangunan suatu gedung perkantoran ada beberapa
macam yaitu ; High rise building (bangunan dengan lantai lebih dari 20 lantai), Middle
rise building (bangunan 4 lantai sampai dengan 20 lantai), Low rise building (bangunan 1
lantai sampai dengan 3 lantai), Garden office/office park (bangunan 1 sampai 5 lantai
dengan lansekap yang ekstensif). Tipe bangunan gedung perkantoran lebih pada jumlah
lantai yang ada atau terbangun.

1.5.2.2 Berdasarkan Kepemilikan

Gedung perkantoran berdasar kepemilikannya terbagi menjadi 2 macam yaitu ;


gedung perkantoran sewa dan gedung perkantoran Strata Title (milik). Pada tipe gedung
perkantoran sewa, yang disewakan adalah besaran atau luasan tertentu dari gedung
perkantoran tersebut. Penyewaan dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati
bersama. Biaya yang harus dikeluarkan bagi si penyewa adalah biaya sewa dan service
charge kepada pengelola yang biasanya dihitung berdasarkan luas ruangan yang disewa
dan dibayar perbulan.

1.5.2.3 Berdasarkan Kelas

Dilihat berdasarkan kelasnya gedung perkantoran dibedakan menjadi beberapa kelas,


antara lain; Kelas Premium (dengan luas gedung minimal 20.000 m2 serta terletak di
Central Business District), Kelas A (Luas minimum gedung 6.000 m2 serta terletak di

2
daerah pusat bisnis, Kelas B (dengan luas berapa saja dan terletak dilokasai mana saja
namun memiliki kualitas material yang baik dan cukup modern). Dilihat dari segi kelas
ternyata yang lebih diperhatikan adalah dalam hal luas gedung perkantoran, lokasi,
fasilitas serta kualitas material bangunan yang digunakan.

1.5.3 Nilai

Nilai adalah pendapat seseorang terhadap sesuatu hal pada waktu dan
tempat tertentu yang dinyatakan dengan uang.

Nilai pasar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian yang
dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti
antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat
menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan yang penawarannya
dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui, dan
bertindak hati-hati dan tanpa paksaan (SPI 0.5.39.1).

1.5.4 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU)

Penggunaan Terbaik dan Tertinggi didefinisikan sebagai penggunaan


yang paling layak dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan,
dapat dibenarkan secara wajar, secara hukum sah, secara finansial layak, dan
menghasilkan nilai tertinggi (SPI 0.5.56.1).

1.5.5 Pendekatan Penilaian


1). Pendekatan Pendapatan

Pendekatan pendapatan adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk


menilai properti yang dapat menghasilkan pendapatan dalam bentuk sewa.
Nilai properti diperoleh dengan cara menghitung seluruh pendapatan sewa
kemudian dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran (outgoings) rutin
sehingga menghasilkan sewa bersih kemudian dikalikan dengan years
purchase in perpetuity dengan tingkat pengembalian tertentu, atau dengan
cara mengalikan sewa bersih dengan ATB selama masa kontrak ditambah
dengan nilai sewa semasa dikalikan ATB tertangguh keabadi pada masa

3
sesudah kontrak. Pendekatan ini berdasar pada konsep hubungan antara nilai
dengan pendapatan dari suatu income producing property.

Nilai properti dihitung berdasarkan pada proyeksi jumlah pendapatan


bersih yang wajar yang diharapkan dapat dihasilkan oleh properti tersebut
sepanjang umur ekonomis yang masih tersisa. Properti komersial dibeli untuk
disewakan pada pihak lain. Pendapatan dimasa yang akan datang dari
properti tersebut merupakan keuntungan bagi pemilik. Dari pengertian
tersebut, nilai dari suatu properti tergantung pada kemampuan properti itu untuk
mendapatkan keuntungan.

Dasar pemikiran dari Pendekatan Pendapatan adalah bahwa nilai pasar


dari suatu properti kurang lebih sama dengan suatu modal yang mempunyai
potensi untuk mendatangkan pendapatan.

Jika pendapatan bersih pertahun dianggap stabil selama masa operasional


dan bersifat tak terhingga atau menerus menerus, maka pendapatan
bersih yang dihasilkan pada tahun tertentu oleh suatu properti dapat
dikapitalisasi langsung menjadi nilai dari properti bersangkutan selama
tingkat kapitalisasi yang yang digunakan adalah tingkat kapitalisasi (yield)
yang berlaku umum di pasar properti bersangkutan. Metode ini disebut
Kapitalisasi Langsung.

Apabila pendapatan dari properti yang akan dinilai tidak dapat dianggap
tetap, maka penilaiannya dapat menggunakan Metoda Arus Kas yang
Didiskontokan atau lebih dikenal dengan istilah metode DCF
(Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini, nilai dari suatu properti
adalah sejumlah nilai kini dari Net Operational Income yang akan diperoleh dari
hasil operasional properti tersebut termasuk didalamnya Terminal Value jika
pada akhir tahun proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah pendapatan
yang akan berlangsung secara terus menerus dan stabil.

Hasil penilaian dengan metode Pendekatan Pendapatan merupakan nilai


dari keseluruhan bagian aset yang mempunyai kontraksi langsung dalam

4
operasional. Seperti antara lain; tanah, gedung, sarana pelengkap, mesin-mesin
dan peralatan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Proses penilaian dengan metode ini meliputi antara lain:

a. Menentukan dan atau memprediksikan pendapatan yang akan diperoleh


dari operasional properti bersangkutan, termasuk didalamnya termination
value jika ada.

b. Menentukan dan atau memprediksikan segala biaya-biaya yang akan timbul


baik yang berupa direct cost maupun indirect cost dalam mengoperasikan
properti bersangkutan.

c. Memperhitungkan kemungkinan collection loss yang akan terjadi.

d. Memperhitungkan biaya-biaya lain yang diperlukan bertalian dengan


penilaian properti bersangkutan seperti, pajak, fee/biaya manajemen,
reserve of replacement, royalty dan lain-lainya.

e. Menghitung Net Operational Income dengan cara mengurangi Gross


I n c o m e dengan Total Expenses.

f. Menghitung nilai kini dari Net Operational Income yang mungkin diperoleh
dengan mendiskontokannya pada discount rate yang merefleksikan tingkat
balikan yang diharapkan dari investasi jenis properti bersangkutan.

g. Menjumlahkan semua nilai kini dari Net Operational Income termasuk


Terminal Value jika dalam penilaiannya menggunakan metode DCF.

1.6 Penjelasan Ringkas Mengenai Properti

Mayapada Tower II merupakan jawaban nyata yang diberikan oleh PT. Sejahtera
Alam Property selaku konstruktor dan PT. Precise Pacific Realty selaku pengelola
atas kebutuhan akan ruang perkantoran yang semakin meningkat di daerah CBD
Jakarta khususnya kebutuhan gedung perkantoran berkualitas premium.

Mayapada Tower II dibangun diatas bidang tanah seluas 7.438 m dengan


luas bangunan utama (Gross Area) ) 25.400 m (lettable area 24.000 m) yang

5
terdiri dari 20 lantai dan basement yang dijadikan area restoran/ cafe serta
bangunan parkir berlantai 8 dengan total parking lot sebesar 300 seluas 19.512 .
Menilik dari luasnya space yang ditawarkan oleh Mayapada Tower II, maka
sasaran dari properti ini lebih dari 2 perusahaan (Multiple Tenant). Fasilitas yang
tersedia meliputi saluran telekomunikasi modern (Fiber Optic, broadband,
leased line & ISDN), instalasi listrik 3600 kVa, fire safety, Bank/ ATM dan
restaurant/ cafe.

6
2. URAIAN UMUM

2.1 Lokasi Objek Properti

Lokasi properti perkantoran Mayapada Tower II terletak di kawasan elit


bisnis utama di Indonesia yaitu di kawasan segitiga emas Sudirman-Thamrin-
Kuningan, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 27, Sudirman, Jakarta.
Lokasi ini sangat cocok untuk dibangun perkantoran, hotel dan berbagai jenis
properti komersial lainnya. Dengan kata lain, pembangunan Mayapada Tower II
ini telah memenuhi prinsip Higehst and Best Use (HBU).

Bagi pengguna kendaraan bermotor, Mayapada Tower II dapat diakses dari


empat (4) jalan raya dikarenakan lokasinya yang merupakan arsiran perpotongan
dari Jalan Sudirman, Jalan Karet Gusuran III, Jalan Komando Raya dan Jalan
Penjernihan I. Apabila diakses melalui Jalan Sudirman, tentu akan ada kendala
berkenaan dengan pemberlakuan sistem 3 in 1 oleh Pemerintah Provinsi Jakarta.
Namun ada pengecualian bagi tenant atau penyewa di kawasan tersebut. Selain
dengan kendaraan bermotor, Mayapada Tower juga dapat diakses melalui
transportasi umum seperti Busway-Transjakarta, Commuter Line, Bis AC/ Non AC
lainnya dan Taxi. Kemudahan akses dan lokasinya yang strategis yang tentu akan
menambah nilai prestige, membuat Mayapada Tower II pantas menjadi rebutan
bagi para perusahaan-perusahaan yang ingin membuka kantor di kawasan
tersebut.

Lokasi properti yang strategis tersebut didukung pula oleh keadaan


lingkungan yang kondusif yaitu dengan adanya sistem keamanan yang baik
sehingga menghindarkan properti ini dari gangguan keamanan dalam bentuk
apapun. Terlebih lagi, kawasan Sudirman dan sekitarnya dikenal sebagai kawasan
yang sangat jarang terjadi banjir dikarenakan adanya sistem pengontrolan pintu air
yang baik (Pengecualian untuk banjir tahun 2012). Selain itu, properti ini
didukung dengan fasilitas yang memadai berupa areal parkir yang nyaman dan
lapang, sistem lingkungan yang asri sehingga menghasilkan udara yang baik.

7
Disamping itu, lokasi perkantoran ini memliki kaedah zoning sesuai yang
ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai areal bisnis dan komersial.

2.2 Lingkungan Sekitar

Menilik lingkungan sekitarnya, tentu akan banyak dijumpai bangunan


perkantoran, hotel, dan ritel karena status kawasannya yang merupakan Central
Bussiness District (CBD) paling elit di Indonesia. Mulai dari properti yang
bersifat kompetitor maupun properti pendukung.

Properti kompetitor yang dimaksud adalah properti-properti yang memiliki


peruntukan sejenis dengan Mayapada Tower II, yaitu Bangunan Perkantoran.
Properti-properti sejenis yang letaknya berdekatan dengan Mayapada Tower II ini
yaitu Sona Topas Tower, ANZ Tower, Wisma Metropolitan, dan lain-lain. Namun
hal ini tidak menjadi masalah bagi Mayapada Tower karena tinggi dan
meningkatnya permintaan akan ruang perkantoran di kawasan Sudirman. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata tingkat hunian (Occupancy Rate) rata-rata untuk
properti perkantoran di kawasan Segitiga Emas yang mencapai 95,04% hingga
akhir kwartal kedua tahun 2015 berdasarkan data yang dirilis oleh Bank
Indonesia.

Menjamurnya properti-properti pendukung seperti Hotel, Pusat Perbelanjaan,


Rumah Sakit, dan lain-lain di sekitar lokasi Mayapada Tower II tentu akan
menjadi keuntungan sendiri bagi bisnis perkantoran, begitu juga sebaliknya. Ada
hubungan yang saling menguntungkan diantara setiap peruntukan properti yang
ada. Ada beberapa properti pendukung ternama yang berada di sekitar lokasi
properti yang dinilai, seperti Hotel Le Meiden, Hotel Sahir, Pacific Place dan fx
Sudirman.

2.3 Perencanaan Kota

Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014


tentang rencana tata ruang dan wilayah DKI Jakarta yang tercantum dalam pasal
423 ayat 1 sebagai berikut :

8
a. Kawasan Dukuh Atas sebagai pusat kegiatan primer dengan fungsi stasiun
terpadu dan titik perpindahan antar moda tranportasi dengan konsep TOD;
b. Kawasan Kanal Bajir Timur dengan fungsi kawasan strategis kepentingan
lingkungan;dan
c. Kawasan Segitiga Emas Setiabudi dengan fungsi pusat perkantoran dan jasa
keuangan.

Dari sini diketahui bahwa dikawasan perkantoran Mayapada Tower II yang


termasuk kawasan Segitiga Emas (Kuningan-Sudirman-Thamrin) adalah kawasan
pusat perkantoran dan jasa keuangan . Begitupun halnya dengan kondisi di
lapangan, Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa sepanjang jalan sudirman
banyak dipenuhi properti perkantoran lain seperti Sonatopas Tower, Wisma Bank
Permata, dan lain-lain. Sehingga kawasan dimana perkantoran Mayapada Tower II
berdiri sudah sesuai dengan zoning yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

2.4 Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik

Highest and Best Use didefinisikan sebagai penggunaan yang semaksimal


mungkin dari satu properti harta tetap yang memberikan manfaat paling besar.
Ada empat faktor utama yang menentukan kegunaan tertinggi dan terbaik dari
suatu properti yaitu :

a. Physically Possible
Pembangunan suatu properti haruslah memperhatikan keadaan geografis
lingkungan dari lokasi pembangunannya, baik itu kondisi lingkungan sekitarnya
maupun topografi dari bidang tanahnya. Unsur-unsur tersebut harus dianalisis
dengan cermat agar diketahui bahwa pembangunan dari properti tersebut apakah
memungkinkan secara fisik atau tidak. Untuk kawasan Sudirman sendiri
merupakan kawasan siap bangun, tanah-tanah yang ada di kawasan tersebut telah
berupa kavling dengan kontur rata sehingga untuk pembangunan gedung-gedung
bertipe menengah ke atas (Highrise Building) sangatlah memungkinkan didukung
dengan intensitas terjadinya gempa yang minim. Untuk masalah banjir, khususnya
kawasan Triangle merupakan kawasan yang bebas banjir karena ada sistem
pengontrolan pintu air yang baik.
b. Financially Feasible

9
Pembangunan properti, selain memperhatikan faktor fisik lingkungan, juga
harus memperhatikan kelayakan pembangunannya secara keuangan. Hal ini
penting sekali untuk dipertimbangkan agar jangan sampai seluruh investasi yang
dikeluarkan dalam pembangunannya tidak dapat memberikan return yang
diinginkan oleh investor-investor. Untuk Mayapada Tower II, perhitungan dan
analisis-analisis yang dilakukan oleh manajer keuangan baik saat pra
pembangunan maupun pasca pembangunan telah terbukti nyata hasilnya. Hal itu
dapat dibuktikan dengan eksistensi Mayapada Tower II sebagai bangunan
perkantoran berkualitas premium selama 22 tahun sejak tahun 1993 dan juga
konsistensinya menghasilkan return yang diinginkan investor sehingga dapat
dikatakan bahwa pembangunan Mayapada Tower financially feasible.
c. Legally Permissible
Dalam kewenangannya menurut UUD pasal 33 ayat (3), pemerintah memiliki
hak untuk menyelenggarakan peruntukan tanah demi menjamin terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Oleh
karena itu, tentu akan ada regulasi pemerintah khususnya pemerintah daerah (asas
otonomi) berkenaan dengan pertanahan/ kawasan melalui Rencana Tata Ruang
Pemerintah Pusat maupun Daerah. Salah satu kebijakan yang sangat
mempengaruhi sektor properti yaitu Zoning (Peruntukan lahan untuk suatu jenis
penggunaan bangunan dalam suatu kawasan) dan persayaratan IMB seperti KDB,
KLB, dan lain-lain. Jadi, pembangunan Mayapada Tower II di kawasan Sudirman
merupakan keputusan yang sangat tepat mengetahui bahwa kawasan tersebut
memang oleh Pemprov DKI dikhususkan untuk kawasan bisnis dan komersial.
d. Maximally Productive
Pembangunan properti harus dipikirkan dengan sangat teliti dan cermat
melalui instrumen-instrumen pendukung seperti keahlian rekayasa sipil dalam hal
memenuhi unsur pemanfaatan atau pengelolaan fisik lingkungan, keahlian
manajemen keuangan dalam menganalisis kelayakan investasi pembangunan
properti baik saat pra pembangunan maupun pasca pembangunan dan ketertiban
administrasi pembangunan serta pengelolaan. Unsur-unsur tersebut harus dipenuhi
dengan tujuan semata-mata untuk menghasilkan pendapatan semaksimal mungkin
demi memenuhi tingkat pengembalian yang diinginkan investor. Untuk properti-

10
properti di kawasan Sudirman, melihat dari lokasinya yang strategis, kualitas
bangunan premium dan tingkat hunian yang menembus angka 95% untuk
perkantoran, maka dapat dikatakan bahwa Mayapada Tower II khususnya
memenuhi unsur maximally productive.
Berdasarkan analisis keempat unsur tersebut diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Mayapada Tower II memenuhi kualifikasi Highest and Best Use.

11
3. IDENTIFIKASI PROPERTI DAN DOKUMEN KEPEMILIKAN

3.1 Identifikasi Properti

3.1.1 Tanah

Properti berada diatas tanah seluas 7.438 m. Kondisi umum dari tanah
tersebut adalah sebagai berikut:

Bentuk tanah : Tidak Beraturan


Kontur tanah : Tidak Rata
Ketinggian dari jalan : Lebih tinggi dari jalan ( 0,8 meter)
Jenis hak kepemilikan : HGB
No. Sertifikat :-

3.1.2 Bangunan

Properti berupa perkantoran dengan rincian sebagai berikut:


Tahun pembuatan : 1993
Tahun renovasi :-
Luas struktur
Bangunan Kantor : 25400 m2
Bangunan Parkir : 19512 m2
Jumlah lantai
Bangunan Kantor : 20 lantai dan 1 lantai basement
Bangunan Parkir : 8 lantai
Konstruksi : beton bertulang
Dinding : Kaca
Atap : Dak beton bertulang
Lantai : Keramik
Kondisi : baik
Listrik : 3600 kVa

3.2 Dokumen Kepemilikan

Butir-butir kepemilikan yang kami peroleh dari properti yang bersangkutan


antara lain :

12
Nama Pemilik : PT. PRECISE PACIFIC REALTY

Jenis Hak : Hak Guna Bangunan

Tahun Perolehan Hak : 1993

Lamanya Hak Berlaku : 30 tahun

Berakhirnya Hak : 2023

Kontraktor : PT. Sejahtera Alam Property

IMB : 1993

Peruntukan : Non hunian

Luas Tanah : 7.438 m2

Luas Bangunan : 25.400 m2

Alamat Properti : Jl. Jenderal Sudirman Kav. 27, Sudirman, Jakarta Selatan,
Jakarta, Indonesia

Jenis Penggunaan : Perkantoran (JPB 2)

13
4. ANALISIS DAN DASAR PENILAIAN

4.1 Analisis Makro

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti angka produk


domestik bruto, tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan pengaruh infrastruktur.
Keadaan negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik akan mendorong
para pemilik properti pusat perbelanjaan untuk mengembangkan propertinya.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia cenderung melambat setelah Orde Baru. Hal
tersebut dapat dilihat dari tahun 2011-2013 yang terus menurun dari angka 6,49
persen sampai 5,78 persen.

Grafik 4.1.1.0 Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia

Berikut ini faktor faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi :

1. Angka Produk Domestik Bruto (PDB)


Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu
metode untuk menghitung pendapatan nasional. Bila angka PDB meningkat, itu
berarti pendapatan masyarakat meningkat, maka daya beli masyarakat naik,
sehingga ada kemungkinan ada peningkatan pengunjung ke pusat perbelanjaan.

14
Kenaikan jumlah pengunjung ini dapat menambah tingkat pendapatan para
penyewa.

Grafik 4.1.1.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia

2. Tingkat Suku Bunga


Tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia, terutama bagi sektor perbankan sebagai pemacu
peningkatan ekonomi. Tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan
pada dorongan untuk berinvestasi. Penambahan atau penurunan suku bunga Bank
Indonesia akan membawa dampak pula terhadap bisnis properti. Bila tingkat suku
bunga turun, banyak yang akan meminjam uang ke bank untuk membiayai
pembangunan karena tingkat suku bunga yang turun menyebabkan bunga atas
pinjaman pun menjadi kecil, sehingga investor cenderung melakukan investasi
salah satunya dengan membangun proyek seperti pusat perbelanjaan. Bila banyak
pembangunan baru dalam properti pusat perbelanjaan, maka persaingan antara
pusat pusat perbelanjaan yang ada untuk mendapatkan pengunjung akan semakin
ketat.

15
Grafik 4.1.1.2 Grafik Perubahan tingkat suku bunga di Indonesia

3. Tingkat Inflasi
Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi
jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan saling pengaruh-
memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Dengan demikian tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum.
Kategori inflasi adalah 4-6% rendah, 5-10% menengah, dan 11-100% tinggi serta
bila >100% adalah hiper. Indonesia berada pada inflasi 3.79% pada Desember
2011 dan 5,3% pada Januari 2012. Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada
tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan
meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi
yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta
menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu, tingkat
inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi
makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan
ekonomi makro. Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya
akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami,
dalam upayanya menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah

16
sering menggunakan kebijakan moneter yang ketat. Dengan demikian tingkat
inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui
pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.

Kondisi 1 : Infasi maka BI rate mendorong harga menjadi sehingga


menyebabkan permintaan akan barang menjadi . Laba penyewa
Kondisi 2 : Infasi maka BI rate mendorong harga menjadi sehingga
menyebabkan permintaan akan barang menjadi . Laba penyewa

Grafik 4.1.1.3 Tingkat Inflasi di Indonesia

4. Pengaruh Infrasruktur
Seperti dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor
guna berpartisipasi menanamkan modalnya di Indonesia .Partisipasi tersebut dapat
berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Melihat
perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan kecenderungan
penurunan tingkat bunga.
Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan
yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis.

17
Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya
akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan
infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin
besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.
Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang memadai seperti jalan raya,
stasiun, terminal, maka akan ada banyak juga angkutan umum yang akan lewat,
sehingga letak properti pusat perelanjaan yang strategis, di tengah kepadatan dan
mudah dicapai akan mendatangkan pengunjung yang lebih banyak. Hal inilah
yang akan mendorong investor untuk membangun propertinya.

4.2 Analisis Mikro

Tahapan analisis mikro adalah melakukan analisis yang lebih detail terhadap
property perkantoran yang direncanakan. Dalam tahapan analisis mikro terhadap
perkantoran Mayapada Tower II, beberapa poin yang dianalisis dipengaruhi oleh
berbagai analisis terhadap perkantoran-perkantoran yang berada di daerah
jabodetabek, yaitu sebagai berikut:

4.2.1 Analisis Pola Persebaran

Pasar perkantoran daerah Jabodetabek betul-betul menunjukkan performa


terbaiknya, hal itu bisa dilihat dari meningkatnya kebutuhan ruang perkantoran
dari tahun ke tahun yang menyebabkan menjamurnya pembangunan gedung
bertingkat banyak yang berfungsi sebagai ruang perkantoran baik di daerah
Central Bussiness District maupun di daerah Non Bussiness District.

18
7200000

7000000

6800000

6600000

6400000 Triwulan II
riwulan IV
6200000

6000000

5800000
2011 2012 2013 2014 2015

Grafik Luas Kumulatif Properti Perkantoran Jabodetabek (m2)

Tren positif yang terus berlangsung pada pasokan properti perkantoran


jabodetabek bukanlah hal yang mengagetkan, karena rencana pemerintah untuk
menjadikan beberapa kawasan sebagai Central Bussiness District terus
direalisasikan. Ditambah dengan respon positif swasta yang melakukan
pembangunan gedung gedung perkantoran secara besar-besaran. Karakteristik
property perkantoran daerah Jabodetabek memiliki pola persebaran yang tumbuh
pada koridor-koridor Pusat Bisnis Distrik (CBD) kota kota yang sudah
berkembang pesat maupun kota-kota baru. Perkembangan yang sangat pesat bias
dilihat dari pertumbuhan properti perkantoran pada kawasan Segitiga Emas yakni
Kuningan-Sudirman-Thamrin.

4.2.2 Analisis Harga Sewa

Meskipun Jakarta sudah penuh dengan gedung-gedung perkantoran,


tapi hal itu ternyata belum memenuhi permintaan pada ruang kantor. Permintaan
pada ruang kantor di kota ini setiap tahunnya meningkat sebesar 14%. Hingga
akhir tahun 2013 diperkirakan kebutuhan sekitar 6.928.500 m2 ruang kantor
sewa.

19
Dengan adanya ketidak-seimbangan antara demand dan supply
lahan perkantoran di Jakarta menimbulkan terjadinya melonjaknya harga
sewa dan jual di kota ini. Sebagai bukti, harga sewa saat ini sudah menembus
angka 65 dollar AS atau ekuivalen dengan Rp 780.312 per meter persegi per
bulan, di luar biaya servis sebesar 7,5 dollar AS (Rp 90.000) per meter persegi
per bulan. Angka tersebut merupakan rekor harga sewa tertinggi pada kuartal III
2013 yang pernah terjadi dan berlaku di gedung perkantoran premium Kawasan
Bisnis Terpadu (Central Business District/CBD) Jakarta. Sementara harga
terendah sebesar Rp 100.000/m2/bulan dan biaya servis Rp 25.000-Rp
40.000/m2/bulan.

Secara umum, harga sewa rerata gedung perkantoran Grade A di sepanjang


Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin mencapai kisaran 50
dollar AS (Rp 600.240)/m2/bulan atau hampir dua sampai tiga kali dari
harga sewa perkantoran di Jalan HR Rasuna Said dan Gatot Subroto yang
masing-masing sekitar 26 dollar AS (Rp 298.700) dan 17 dollar AS (Rp
195.000)/m2/bulan.

Untuk luar CBD, harga yang ditawarkan cukup bersaing dan lebih banyak
terpengaruh oleh lokasi dibandingkan faktor-faktor lainnya. Sebagai kawasan
yang paling berkembang saat ini misalnya, koridor TB Simatupang, masih
berada pada level 25 dollar AS (Rp 300.000)/m2/bulan dan biaya servis Rp
60.000/m2/bulan. Harga sewa terendah sekitar Rp 70.000/m2/bulan dan biaya
servis Rp 35.000/m2/bulan. Harga sewa tersebut meningkat dua kali lipat jika
dibandingkan pencapaian tahun lalu sebesar 33,78 dollar AS (Rp
392.336/m2/bulan). Sedangkan di luar CBD sekitar 19,1 Dollar AS (Rp
222.709/m2/bulan).

4.2.3 Analisis Fungsi dan Karakteristik

Semakin lama, fungsi yang ada menjadi lebih berkembang, artinya tidak lagi
sebuah property perkantoran diperuntukkan sebagai gedung gedung kantor
beberapa perusahaan saja. Property perkantoran berkembang menjadi tempat
kuliner atau food and beverage, lifestyle, dan sebagai pusat hiburan

20
(entertainment center), dan lain-lain. Seperti halnya tejadi pada perkantoran
Mayapada Tower yang awalnya disewakan untuk gedung perkantoran saja
sebagian beralih fungsi menjadi tempat kuliner, lifestyle bahkan pusat hiburan.
Hal ini juga terjadi pada properti perkantoran lain yang ada di Jabodetabek, dan
banyak memberikan dampak positif terhadap tingkat hunian gedung yang
semakin meningkat tiap tahunnya.

21
5. PENDEKATAN PENILAIAN
Penilaian properti pusat perbelanjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu
pendekatan yaitu Pendekatan Pendapatan dengan analisis DCF. Pada Pendekatan
Pendapatan, penilaian dilakukan dengan metode Arus Kas Terdiskonto
(Discounted Cash Flow). Sehubungan dengan jenis aktiva yang tergolong sebagai
income producing property, maka metode penilaian yang paling tepat dan sesuai
atas aktiva ini adalah Pendekatan Pendapatan dengan menggunakan metode
Discounted Cash Flow.

5.1. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendekatan ini berdasar pada konsep hubungan antara nilai dengan


pendapatan dari suatu income producing. Nilai properti dihitung berdasarkan pada
proyeksi jumlah pendapatan bersih yang wajar yang diharapkan dapat dihasilkan
oleh properti tersebut sepanjang umur ekonomis yang masih tersisa. Properti
komersial dibeli untuk disewakan pada pihak lain. Pendapatan dimasa yang akan
datang dari properti tersebut merupakan keuntungan bagi pemilik. Dari pengertian
tersebut, nilai dari suatu properti tergantung pada kemampuan properti itu untuk
mendapatkan keuntungan. Dasar pemikiran dari Pendekatan Pendapatan adalah
bahwa nilai pasar dari suatu properti kurang lebih sama dengan suatu modal yang
mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan. Apabila pendapatan dari
properti yang akan dinilai tidak dapat dianggap tetap, maka penilaiannya dapat
menggunakan Metode Arus Kas yang Didiskontokan atau lebih dikenal dengan
istilah metode DCF (Discounted Cash Flow). Dengan pendekatan ini, nilai dari
suatu properti adalah sejumlah nilai kini dari Net Operasional Income yang akan
diperoleh dari hasil operasional properti tersebut termasuk didalamnya Terminal
Value jika pada akhir tahun proyeksi diasumsikan masih terdapat sejumlah
pendapatan yang akan berlangsung secara terus menerus dan stabil.

Hasil penilaian dengan metode Pendekatan Pendapatan merupakan nilai dari


keseluruhan bagian aset yang mempunyai kontribusi langsung dalam operasional
seperti antara lain; tanah, gedung, sarana pelengkap, mesin-mesin, peralatan dan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

22
Proses penilaian dengan metode ini meliputi antara lain:

I. Menentukan dan atau memprediksikan pendapatan yang akan diperoleh dari


operasional properti bersangkutan, termasuk didalamnya termination value
jika ada.

II. Menentukan dan atau memprediksikan segala biaya-biaya yang akan timbul
baik yang berupa direct cost maupun indirect cost dalam mengoperasikan
properti bersangkutan.

III. Memperhitungkan biaya-biaya lain yang diperlukan bertalian dengan


penilaian properti bersangkutan seperti, pajak, fee/biaya manajemen,
reserve of replacement, royalty dan lain-lainya.

IV. Menghitung Net Operasional Income dengan cara mengurangi Gross


Income dengan Total Expenses.

V. Menghitung nilai kini dari Net Operasional Income yang mungkin diperoleh
dengan mendiskontokannya pada discount rate yang merefleksikan tingkat
balikan yang diharapkan dari investasi jenis properti bersangkutan.

VI. Menjumlahkan semua nilai kini dari Net Operasional Income termasuk
Terminal Value jika dalam penilaiannya menggunakan metode DCF.

23
6. OPINI NILAI

Berdasarkan data yang telah kami kumpulkan baik secara langsung dari
inspeksi lapangan maupun secara tidak langsung melalui instrumen teknologi
saat ini dengan memperhatikan berbagai unsur yang diperlukan dalam
menganalisis nilai indikasi akhir dari properti sesuai dengan kemampuan kami
sebagai penilai, maka kami menyimpulkan sebuah opini nilai atas penilaian yang
kami lakukan mengikuti kaidah Standar Penilaian Indonesia (metode pendekatan
pendapatan: Discounted Cash Flows) terhadap properti gedung perkantoran
Mayapada Tower II Jalan Jenderal Sudirman Kav. 27, Sudirman, Jakarta Selatan
adalah sebesar:

Rp3,500,820,600,000.00

(Tiga triliyun lima ratus milyar delapan ratus dua puluh juta enam ratus ribu rupiah)

24
1

Anda mungkin juga menyukai