Cardiotocography
Cardiotocography
PENDAHULUAN
Hipoksia yang dialami oleh janin merupakan salah satu penyebab yang memicu
tingginya angka kematian bayi. Penyulit-penyulit tersebut sebenarnya bisa saja
ditanggulangi, yaitu salah satunya dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin
menggunakan CTG.
CTG atau cardiotocography sendiri adalah salah suatu alat kedokteran yang
digunakan untuk mengetahui gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa
jauh gangguan tersebut, hingga akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan
tersebut. Petugas kesehatan, ibu, maupun keluarga dapat mengetahui status janin melalui
penilaian denyut jantung janin dalam hubungannya dengan kontraksi ataupun aktivitas
janin dengan alat CTG ini.
Pemantauan dengan menggunakan alat CTG ini dapat dilakukan secara langsung
(invasif/internal) maupun secara tidak langsung (non invasif/eksternal). Dengan cara
invasif/internal adalah memasukkan alat pemantau ke dalam rongga rahim, sedangkan
secara non invasif atau eksternal yaitu dengan memasang alat pemantau pada dinding
perut ibu. Akan tetapi, sekarang ini penggunaan secara eksternal lebih populer karena cara
ini bisa dilakukan selama antenatal maupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai
prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.
Cardiotocography Page 1
1.3 Tujuan
Cardiotocography Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
Frekuensi denyut jantung janin berkisar antara 120-160 denyut per menit atau dengan
rata-rata 140 denyut per menit. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan denyut jantung janin
Cardiotocography Page 4
2. Hipotermi Janin
3. Bradiaritmia Janin
4. Obat-obatan (Propanolol,Obat anastesialokal)
5. Janin dengan Kelainan Jantung Bawaan
Keadaan bradikardi sering disertai dengan gejala lain. Bila bradikardi antara 100-
120 dpm disertai dengan variabilitas yang masih normal menunjukan keadaan
hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap
keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi
penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan perubahan
variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi yang tidak teratur, yang tampak pada
rekaman DJJ. Variabilitas DJJ di duga terjadi akibat interaksi dari sistem simpatis
(kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselekator).
Variabilitas DJJ yang normal menunjukan sistem persyarafan janin mulai dari
korteks-batang otak-N.fagus dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan
baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis atau asfiksia janin) menyebabkan gangguan
mekanisme kompensasi hemodiamik untuk mempertahankan oksigenasi otak.
Dalam rekaman kordiotokografi tampak adanya perubahan variabilitas yang makin
lama makin rendah dan hilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
mekanisme hemodiamik di atas).
Cardiotocography Page 5
mempunyai siklus 3-6 kali/menit. Berdasarkan amplitudo fluktuasi osilasi
tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi 4, yaitu:
a. Normal : bila amplitudo antara 6-25 dpm.
b. Berkurang : bila amplitudo antara 2-5 dpm.
c. Menghilang : bila amplitudo < 2dpm.
d. Saltatori : bila amplitude > 25 dpm.
Cardiotocography Page 6
2.1.3 Perubahan Periodic Denyut Jantung Janin
Merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi oleh pengaruh rangsangan
gerakan janin atau kontraksi uterus. Ada dua jenis perubahan frekuensi dasar yaitu akselerasi
dan deselerasi.
janin.
Cardiotocography Page 7
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal atau fisiologis dimana terjadi
kontraksi uterus yang periodic dan normal. Deselerasi ini di sebabkan oleh penekanan
kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflex
vagal.
Dese
leras
i
variable
Cirri-cirinya :
1. Gambaran deselerasi yang bervariasi
2. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat
3. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau sesudah
(akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi.
4. Deselerasi variable di anggap apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi
mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar DJJ dan lamanya
deselerasi > 60 detik
5. Bila terjadi deselerasi variable yang berulang terlalu sering atau deselerasi
variable yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.
Deselerasi variable sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil
atau kala I. penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat
tumbung, atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama
variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti
Cardiotocography Page 8
Deselerasi lambat
Cirri-cirinya :
1. Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
2. Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus berkurang
3. Lamanya < 90 detik (rata-rata 40-60 detik )
4. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus.
5. Frekuensi dasar DJJ biasanya normal atau takhikardi ringan, akan tetapi pada
keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.
Adapun deselerasi lambat dapat terajdi pada beberapa keadaan yang pada
dasarnya semuanya patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan
menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai
cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran
kardiotokografi selama tidak ada stress yang lain.
Cardiotocography Page 9
khususnya pada kasus-kasus dengan faktor resiko untuk terjadinya gangguan kesejahteraan
janin atau hipoksia dalam rahim seperti :
Hipertensi dalam kehamilan/geistosis
Kehamilan dengan dibetes militus
Kehamilan post-term
Pertumbuhan dalam janin terhambat
Ketuban Pecah Prematur (KPP)
Gerakan janin berkurang
Kehamilan dengan anemi
Kehamilan ganda
Oligihidramnion
Polihidramnion
Riwayat obstetric buruk
Kehamilan dengan penyakit ibu
Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai ganbaran DJJ dalam hubungannya dengan
gerakan atau aktivitas janin. Penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ
(baseline), variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan atau aktivitas
janin (fetal activity determination / VAD).
Interpretasi NST
Reaktif
Terdapat paling sedikit dua kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan
yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm
Frekuensi dasar DJJ di luar gerakan janin antara 120-160.
Cardiotocography Page 10
Variabilitas DJJ antara 6-25 dpm.
Non Reaktif
Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin
Variabilitas DJJ mungkin masih normal atau berkurang sampai menghilang
Meragukan
Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari dua kali selama 20 menit pemeriksaan
atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm
Frekuensi dasar DJJ normal
Variabilitas DJJ normal
Pada hasil yang meragukan pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam
atau dilanjutkan dengan pemeriksaan Contraction Stress Test.
Cardiotocography Page 11
Hasil rekaman tidak representatif, misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah,
atau gerakan janin berlebihan
Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat
Dalam keadaan ini pemeriksaan harus di ulangi dalam 24 jam
Hiperstimulasi
Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit
Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik ( tetania uteri )
Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi
Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadi hipoksia janin yang
berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu
dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat
penghilang kontraksi uterus (tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur
miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.
Kontraindikasi CST
Absolut
Adanya resiko rubtura uteri, misalnya pada bekas seksio sesarea atau
miomektomi
Perdarahan antepartum
Tali pusat terkemuka
Relatif
Ketuban pecah prematut
Kehamilan kurang bulan
Kehamilan ganda
Inkompetensia serviks
Disproporsi sevalo serviks
Cardiotocography Page 12
Cardiotocography Page 13
2.2.2 Kegunaan Cardiotokografi
Juga ibu hamil yang berat badan janinnya rendah, air ketubannya sedikit, serta air
ketubannya berlebih. Sebab pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung jumlah gerakan
janin, pengecekan biofisikal, gerakan pada pernafasan janin, jerakan tubuh janin, tonun janin,
dan jumlah volume pada cairan ketuban atau cairan amnion.
Untuk dapat melakukan pemeriksaan CTG pada ibu hamil, perlu diperhatikan usia
kehamilan, sebab pemeriksaan hanya boleh dilakukan ketika kehamilan sudah memasuki usia
28 minggu. Akan lebih ideal jika pemeriksaan dilakukan pada 2 jam setelah ibu
mengkonsumsi makanan.
A. Indikasi
1. IBU
a) Pre-eklampsia-eklampsia
b) Ketuban pecah
c) Diabetes mellitus
d) Kehamilan > 40 minggu
e) Vitium cordis
f) Asthma bronkhiale
g) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h) Infeksi TORCH
i) Bekas SC
j) Induksi atau akselerasi persalinan
k) Persalinan preterm
l) Hipotensi
m) Perdarahan antepartum
Cardiotocography Page 14
n) Ibu perokok
o) Ibu berusia lanjut
p) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru,
penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
2. JANIN
a) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b) Gerakan janin berkurang
c) Suspek lilitan tali pusat
d) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e) Hidrops fetalis
f) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g) Mekoneum dalam cairan ketuban
h) Riwayat lahir mati
i) Kehamilan ganda
j) Dan lain-lain
Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
Cardiotocography Page 15
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punctum
maksimum DJJ
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir..
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang
telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman cardiotokografi.
9. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.
Cara Melakukan
Persiapan tes tanpa kontraksi :
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.
Prosedur pelaksanaan :
1. Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
2. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3. Dipasang kardio dan tokodinamometer
4. Frekuensi jantung janin dicatat
5. Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
6. Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
Cardiotocography Page 16
7. Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif,
pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam
kemudian (sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
8. Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara
individual.
2.4 Pembacaan Hasil Pemeriksaan
Cara Membaca
1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam 20 menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola omega pada NST yang
reaktif berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari,
tipe yang lain diulang setiap minggu
Cardiotocography Page 17
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu
24 jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak
bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.
4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah
viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1
minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan
atau oligohidramnion hasil CTG yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan
masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering
(1 minggu). Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang
mempunyai nilai prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak
dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan
oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik
janin yang lainnya).
5. Saat persalinan
a. Hasil tekanan positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, hal ini mendorong
untuk melakukan seksio sesarea.
b. Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama pada persalinan, sehingga
memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi
c. Hal hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat :
1) Deselarasi lambat berulang
2) Variabilitas yang abnormal (< 5 dpm)
3) pewarnaan mekonium
4) Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit )
Cardiotocography Page 18
5) Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)
Cardiotocography Page 19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
CTG atau cardiotokography sendiri adalah salah suatu alat kedokteran yang
digunakan untuk mengetahui gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin,
seberapa jauh gangguan tersebut, hingga akhirnya menentukan tindak lanjut dari
hasil pemantauan tersebut.
3.2 Saran
Untuk dapat memahami Cardiotocography (CTG) pada ibu hamil , kita harus
sering membaca dan memahami materi-materi dari sumber keilmuan yang ada (buku,
internet, dan lain-lain) agar lebih mudah untuk paham dan akan selalu diingat.
Cardiotocography Page 20
SOAL LATIHAN
Cardiotocography Page 21
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
d. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal
e. Tidak ada gerakan janin
9. Hal hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat...
a. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)
b. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 10 jam)
c. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 12 jam)
d. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 14 jam)
e. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 9 jam)
10. Hasil CTG dikatakan abnormal apabila ditemukan
a. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
b. Pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan CTG
c. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
d. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
e. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau l
KUNCI JAWABAN
1. A
2. C
3. E
4. B
5. D
6. A
7. A
8. B
9. A
10. E
Cardiotocography Page 22
DAFTAR PUSTAKA
Cardiotocography Page 23