Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipoksia yang dialami oleh janin merupakan salah satu penyebab yang memicu
tingginya angka kematian bayi. Penyulit-penyulit tersebut sebenarnya bisa saja
ditanggulangi, yaitu salah satunya dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin
menggunakan CTG.
CTG atau cardiotocography sendiri adalah salah suatu alat kedokteran yang
digunakan untuk mengetahui gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa
jauh gangguan tersebut, hingga akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan
tersebut. Petugas kesehatan, ibu, maupun keluarga dapat mengetahui status janin melalui
penilaian denyut jantung janin dalam hubungannya dengan kontraksi ataupun aktivitas
janin dengan alat CTG ini.
Pemantauan dengan menggunakan alat CTG ini dapat dilakukan secara langsung
(invasif/internal) maupun secara tidak langsung (non invasif/eksternal). Dengan cara
invasif/internal adalah memasukkan alat pemantau ke dalam rongga rahim, sedangkan
secara non invasif atau eksternal yaitu dengan memasang alat pemantau pada dinding
perut ibu. Akan tetapi, sekarang ini penggunaan secara eksternal lebih populer karena cara
ini bisa dilakukan selama antenatal maupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai
prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana mekanisme pengaturan Denyut Jntung Janin?

1.2.2 Bagaimana karakteristik Denyut Jantung Janin?

1.2.3 Bagaimana perubahan periodic Denyut Jantung Janin?

1.2.4 Bagaimana cara memeriksa masa kehamilan dengan menggunakan


cardiotocography (CTG) ?

1.2.5 Apa sajakah fungsi dari cardiotocography (CTG) ?

Cardiotocography Page 1
1.3 Tujuan

1.3.1 untuk mengetahui mekanisme pengaturan Denyut Jntung Janin

1.3.2 untuk mengetahui karakteristik Denyut Jantung Janin

1.3.3 untuk mengetahui perubahan periodic Denyut Jantung Janin

1.3.4 untuk mengetahui cara memeriksa masa kehamilan dengan menggunakan


cardiotocography (CTG)

1.3.5 untuk mengetahui fungsi dari cardiotocography (CTG)

Cardiotocography Page 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Denyut Jantung Janin

2.1.1. Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin

Frekuensi denyut jantung janin berkisar antara 120-160 denyut per menit atau dengan
rata-rata 140 denyut per menit. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan denyut jantung janin

1. Sistem Saraf Simpatis


Sebagian besar berada pada miokardium (otot jantung). Rangsangan saraf simpatis
misalnya dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi denyut jantung
janin , menambah kekuatan kontraksi jantung dan meningkatkan volume curah
jantung. Dalam keadaan stress sistem saraf simpatis ini berfungsi untuk
mempertahankan aktifitas jantung. Hambatan pada saraf simpatis misalnya dengan
obat propranolol yang dapat menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi
variabelitas DJJ.
2. Sistem Saraf Parasimpatis
Terdiri atas serabut N.fagus yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini yang
mengatur nodus SA, VA dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel
jantung. Rangsangan N.fagus misalnya dengan asetikolin, yang menurunkan frekuensi
DJJ. Hambatan pada N.fagus misalnya atropine yang meningkatkan frekuensi DJJ.
3. Baroreseptor
Terletak pada arkus aorta dan simus karotid. Bila tekanan meningkat reseptor ini akan
merangsang N.fagus dan N.glosofaringeus yang mengakibatkan terjadinya penekanan
aktifitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ.
4. Kemoreseptor
Terdiri atas perifer dan korpus aorta. Bagian perifer terletak di daerah karotid
sedangkan korpus aorta serta bagian sentral terletak pada bagian otak. Reseptor ini
berfungsi untuk mengatur perubahan pada oksigen dan karbondioksida dalam darah
dan cairan otak. Bila kadar oksigen menurun serta karbondioksida meningkat
menyebabkan reflek dari reseptor sentral berupa takhikardi dan peningkatan tekanan
darah untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen dan
menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan
mempengaruhi reseptor perifer sehingga menimbulkan reflek bradikardi. Hasil
interaksi dari dua macam reseptor ini akan menyebabkan bradikardi dan hipertensi.
Cardiotocography Page 3
5. Susunan Saraf Pusat
Variabilitas DJJ akan meningkat sesuai dengan aktivitas otak dan gerakan janin. Pada
keadaan janin tidur aktifitas otak menurun sehingga variabilitas DJJ menurun.
Rangsanga hipotalamus akan menyebabkan takhikardi.
6. Sistem Hormonal
Pada keadaan stress misalnya asfiksia, medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin
dan norepinefrin dengan akibat takhikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung
dan tekanan darah.

2.1.2 Karakteristik Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam:


1. Denyut Jantung Janin Basal (Basal Fetal Heart Rate)
Merupakan frekuensi dasar (baseline rate) dan variabelitas DJJ saat uterus dalam
keadaan istirahat.
2. Perubahan Periodik (Reaktivity)
Merupakan perubahan DJJ yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus.

2.1.2.1 Frekuensi dasar DJJ (Base Line Rate)


Dalam keadaan normal frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120-160 dpm. Apabila
frekuensi dasar lebih dari 160 dpm disebut dengan takhikardi. Apabila terjadi
peningkatan frekuensi secara cepat (< 12 menit) disebut akselerasi. Peningkatan DJJ
pada keadaan akselerasi paling sedikit 15 dpm/15 detik. Apabila frekuensi dasar < 120
dpm disebut bradikardi. Apabila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung cepat <
1-2 menit disebut deselerasi.
Takhikardi
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan:
1. Hipoksia Janin (Ringan atau Kronik)
2. Kehamilan Preterm (< 30 minggu)
3. Infeksi Ibu atau Janin
4. Ibu Febris atau Gelisah
5. Ibu Hipertiroid
6. Takhiaritmia Janin
7. Obat-obatan misalnya Atropin, Betamimetik
Bila takhikardi disertai variabilitas DJJ yang masih normal, biasanya janin masih
dalam kondisi baik.
Bradikardi
Dapat terjadi pada keadaan:
1. Hipoksia Janin (berat atau akut)

Cardiotocography Page 4
2. Hipotermi Janin
3. Bradiaritmia Janin
4. Obat-obatan (Propanolol,Obat anastesialokal)
5. Janin dengan Kelainan Jantung Bawaan

Keadaan bradikardi sering disertai dengan gejala lain. Bila bradikardi antara 100-
120 dpm disertai dengan variabilitas yang masih normal menunjukan keadaan
hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap
keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi
penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan perubahan
variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).

2.1.2.2 Variabelitas Denyut Jantung Janin (Variability)

Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi yang tidak teratur, yang tampak pada
rekaman DJJ. Variabilitas DJJ di duga terjadi akibat interaksi dari sistem simpatis
(kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselekator).

Variabilitas DJJ yang normal menunjukan sistem persyarafan janin mulai dari
korteks-batang otak-N.fagus dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan
baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis atau asfiksia janin) menyebabkan gangguan
mekanisme kompensasi hemodiamik untuk mempertahankan oksigenasi otak.
Dalam rekaman kordiotokografi tampak adanya perubahan variabilitas yang makin
lama makin rendah dan hilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
mekanisme hemodiamik di atas).

Variabilitas Denyut Jantung janin, dapat dibedakan atas 2 bagian:

Variabilitas Jangka Pendek (Short Term Variability)


Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antar denyut yang terlihat pada
gambaran kardiotokografi yang juga menunjukan variasi dari frekuensi antar
denyut pada DJJ.
Rata-rata variabelitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm. Arti
klinis dari variabelitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan
tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami kematian
dalam Rahim.
Variabilitas Jangka Panjang (Long Term Variability)
Merupakan gambaran dari osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas tampak pada
rekaman kardiotokografi dibanding variabilitas jangka pendek. Rata-rata

Cardiotocography Page 5
mempunyai siklus 3-6 kali/menit. Berdasarkan amplitudo fluktuasi osilasi
tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi 4, yaitu:
a. Normal : bila amplitudo antara 6-25 dpm.
b. Berkurang : bila amplitudo antara 2-5 dpm.
c. Menghilang : bila amplitudo < 2dpm.
d. Saltatori : bila amplitude > 25 dpm.

Variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian


kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak akan terjadi perubahan
variabilitas jangka panjang, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan
berkurang atau menghilang sama sekali. Sebaliknya bila gambaran variabilitas
ini masih normal maka janin belum terkena dampak hipoksia.

Berkurangnya variabilitas DJJ dapat disebabkan oleh beberapa keadaan


misalnya:

Janin tidur (keadaan fisiologi dimana aktifitas otak berkurang )


Kehamilan pertrm (SPP belum sempurna)
Janin anensefalus (korteks se,ebri tak sempurna)
Blockade N.vagus
Kelainan jantung bawaan
Pengaruh obat-obatan narkotika, diazepam, MgSO4
Suatu keadaan dimana fariabilitas jangka pendek menghilang, sedang variabilitas
jangka panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran sinusoidal (gambar
19-3)
Hal ini sering ditemukan pada:
Hipoksia janin yang berat
Anemia kronik
Fetal eritroblastosis
Rh-sensitized
Pengaruh obat-obat nisentil, alfa prodin

Cardiotocography Page 6
2.1.3 Perubahan Periodic Denyut Jantung Janin

Merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi oleh pengaruh rangsangan
gerakan janin atau kontraksi uterus. Ada dua jenis perubahan frekuensi dasar yaitu akselerasi
dan deselerasi.

1. Akselerasi, merupakan respon simpatetik dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut


jantung janin, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang
normal yaitu amplitudo > 15 dpm, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi paling tidak
dua kali dalam waktu rekaman 20 menit.
Akselerasi yang seragam (uniform akseleration). Terjadinya akselerasi sesuai
dengan kontraksi uterus
Akselerasi yang bervariasi (variable akseleration).
(Gambar 19.4) terjadinya akselerasi sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada

janin.

2. Deselerasi, merupakan respon parasimpatis (n. vagus) melalui reseptor-reseptor


(baroreseptor/kemoreseptor) sehingga meneyebabkan penurunan frekuensi denyut
jantung janin.
Deselerasi dini
Ciri-cirinya :
1. Menghilangnya bersamaan atau sesuai dengan kontraksi uterus. Gambaran
deselerasi ini seolah merupakan cerminan kontraksi uterus.
2. Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm.
3. Lamanya deselerasi <90 detik
4. Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal.

Cardiotocography Page 7
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal atau fisiologis dimana terjadi
kontraksi uterus yang periodic dan normal. Deselerasi ini di sebabkan oleh penekanan
kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflex
vagal.

Dese
leras
i

variable
Cirri-cirinya :
1. Gambaran deselerasi yang bervariasi
2. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat
3. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau sesudah
(akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi.
4. Deselerasi variable di anggap apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi
mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar DJJ dan lamanya
deselerasi > 60 detik
5. Bila terjadi deselerasi variable yang berulang terlalu sering atau deselerasi
variable yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.

Deselerasi variable sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil
atau kala I. penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat
tumbung, atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama
variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti

Cardiotocography Page 8
Deselerasi lambat
Cirri-cirinya :
1. Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
2. Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus berkurang
3. Lamanya < 90 detik (rata-rata 40-60 detik )
4. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus.
5. Frekuensi dasar DJJ biasanya normal atau takhikardi ringan, akan tetapi pada
keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.

Adapun deselerasi lambat dapat terajdi pada beberapa keadaan yang pada
dasarnya semuanya patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan
menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai
cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran
kardiotokografi selama tidak ada stress yang lain.

Hasil rekaman kardiotokografi yang normal pada umumnya memberikan gambaran


sebagai berikut:
Frekuensi dasar DJJ sekitar 120-160 dpm
Variabilitas DJJ antar 6-25 dpm
Terdapat akselerasi
Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini

2.2. KARDIOTOKOGRAFI (CTG)


2.2.1 Pemeriksaan Kardiotokografi Pada Masa Kehamilan

Pada awalnya pemeriksaan kardiotokografi dikerkan saat persalinan. Namun, kemudian


terbukti bahwa pemeriksaan kardiotokografi ini banyak manfaatnya pada masa kehamilan

Cardiotocography Page 9
khususnya pada kasus-kasus dengan faktor resiko untuk terjadinya gangguan kesejahteraan
janin atau hipoksia dalam rahim seperti :
Hipertensi dalam kehamilan/geistosis
Kehamilan dengan dibetes militus
Kehamilan post-term
Pertumbuhan dalam janin terhambat
Ketuban Pecah Prematur (KPP)
Gerakan janin berkurang
Kehamilan dengan anemi
Kehamilan ganda
Oligihidramnion
Polihidramnion
Riwayat obstetric buruk
Kehamilan dengan penyakit ibu

Non Stress Test (NST)

Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai ganbaran DJJ dalam hubungannya dengan
gerakan atau aktivitas janin. Penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ
(baseline), variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan atau aktivitas
janin (fetal activity determination / VAD).

Interpretasi NST

Reaktif
Terdapat paling sedikit dua kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan
yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm
Frekuensi dasar DJJ di luar gerakan janin antara 120-160.

Cardiotocography Page 10
Variabilitas DJJ antara 6-25 dpm.
Non Reaktif
Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin
Variabilitas DJJ mungkin masih normal atau berkurang sampai menghilang
Meragukan
Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari dua kali selama 20 menit pemeriksaan
atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm
Frekuensi dasar DJJ normal
Variabilitas DJJ normal

Pada hasil yang meragukan pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam
atau dilanjutkan dengan pemeriksaan Contraction Stress Test.

Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal apabila ditemukan


Bradikardi
Deselerasi 40 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar (baseline) atau DJJ
mencapai 90 dpm yang lamanya 60 detik atau lebih.

Contraction Stress Test (CST)


Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambrana DJJ dalam hubungannya
dengan kontraksi uterus. CST biasanya dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin saat
proses persalinan terjadi (inpartu). Seperti halnya NST pada pemeriksaan CST juga
dilakukakn penilaian terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas DJJ, dan perubahan periodic
(akselerasi ataupun deselerasi), dalam kaitannya dengan kontraksi uterus.
Interpretasi CST
Negatif
Frekuensi dasar DJJ normal
Variabilitas DJJ normal
Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat
Mungkin di temukan akselerasi atau deselerasi dini
Positif
Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50 % dari jumlah
kontraksi
Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat
Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang
Mencurigakan
Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50 % dari jumlah kontraksi
Terdapat deselerasi variable
Frekuensi dasar DJJ abnormal
Bila hasil CST mencurigakan, pemeriksaan harus di ulangi dalam 24 jam
Tidak memuaskan (unsatisfactory)

Cardiotocography Page 11
Hasil rekaman tidak representatif, misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah,
atau gerakan janin berlebihan
Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat
Dalam keadaan ini pemeriksaan harus di ulangi dalam 24 jam
Hiperstimulasi
Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit
Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik ( tetania uteri )
Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi
Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadi hipoksia janin yang
berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu
dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat
penghilang kontraksi uterus (tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur
miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.
Kontraindikasi CST
Absolut
Adanya resiko rubtura uteri, misalnya pada bekas seksio sesarea atau
miomektomi
Perdarahan antepartum
Tali pusat terkemuka
Relatif
Ketuban pecah prematut
Kehamilan kurang bulan
Kehamilan ganda
Inkompetensia serviks
Disproporsi sevalo serviks

Cardiotocography Page 12
Cardiotocography Page 13
2.2.2 Kegunaan Cardiotokografi

Pemeriksaan cardiotokografi sangat penting untuk ibu hamil. Terutama kehamilan


yang disertai komplikasi seperti pre-eklampsia, pecahnya ketuban, kehamilan lebih dari 40
minggu, diabetes, hipertensi, asma, tiroid, penyakit infeksi kronis dan komplikasi penyakit
lainnya.

Juga ibu hamil yang berat badan janinnya rendah, air ketubannya sedikit, serta air
ketubannya berlebih. Sebab pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung jumlah gerakan
janin, pengecekan biofisikal, gerakan pada pernafasan janin, jerakan tubuh janin, tonun janin,
dan jumlah volume pada cairan ketuban atau cairan amnion.

Untuk dapat melakukan pemeriksaan CTG pada ibu hamil, perlu diperhatikan usia
kehamilan, sebab pemeriksaan hanya boleh dilakukan ketika kehamilan sudah memasuki usia
28 minggu. Akan lebih ideal jika pemeriksaan dilakukan pada 2 jam setelah ibu
mengkonsumsi makanan.

A. Indikasi

Pemeriksaan Cardiotokografi biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan


indikasinya terdiri dari :

1. IBU
a) Pre-eklampsia-eklampsia
b) Ketuban pecah
c) Diabetes mellitus
d) Kehamilan > 40 minggu
e) Vitium cordis
f) Asthma bronkhiale
g) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h) Infeksi TORCH
i) Bekas SC
j) Induksi atau akselerasi persalinan
k) Persalinan preterm
l) Hipotensi
m) Perdarahan antepartum
Cardiotocography Page 14
n) Ibu perokok
o) Ibu berusia lanjut
p) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru,
penyakit jantung, dan penyakit tiroid.

2. JANIN
a) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b) Gerakan janin berkurang
c) Suspek lilitan tali pusat
d) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e) Hidrops fetalis
f) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g) Mekoneum dalam cairan ketuban
h) Riwayat lahir mati
i) Kehamilan ganda
j) Dan lain-lain

B. Syarat Pemeriksaan Cardiotokografi


1. Usia kehamilan > 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer
(pada Cardiotokografi terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

C. Kontra Indikasi Cardiotokografi


Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan Cardiotokografi
terhadap ibu maupun janin.

2.3 Prosedur Pemeriksaan Lab

Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.

Cardiotocography Page 15
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punctum
maksimum DJJ
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir..
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang
telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman cardiotokografi.
9. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.
Cara Melakukan
Persiapan tes tanpa kontraksi :

Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.

Prosedur pelaksanaan :
1. Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
2. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3. Dipasang kardio dan tokodinamometer
4. Frekuensi jantung janin dicatat
5. Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
6. Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit

Cardiotocography Page 16
7. Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif,
pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam
kemudian (sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
8. Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara
individual.
2.4 Pembacaan Hasil Pemeriksaan
Cara Membaca
1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam 20 menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola omega pada NST yang
reaktif berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari,
tipe yang lain diulang setiap minggu

2. Tidak reaktif, bila :


a. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
b. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
c. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
d. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari
luar
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang reaktif.
Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat
seperti : barbiturat, demerol, penotiasid dan metildopa
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan
CTG diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan
pemeriksaan tes dengan kontraksi (OCT)
3. Sinusoidal, bila :

a. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal

b. Tidak ada gerakan janin

Cardiotocography Page 17
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu
24 jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak
bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.
4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah
viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1
minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan
atau oligohidramnion hasil CTG yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan
masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering
(1 minggu). Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang
mempunyai nilai prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak
dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan
oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik
janin yang lainnya).
5. Saat persalinan
a. Hasil tekanan positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, hal ini mendorong
untuk melakukan seksio sesarea.
b. Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama pada persalinan, sehingga
memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi
c. Hal hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat :
1) Deselarasi lambat berulang
2) Variabilitas yang abnormal (< 5 dpm)
3) pewarnaan mekonium
4) Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit )

Cardiotocography Page 18
5) Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)

Cardiotocography Page 19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

CTG atau cardiotokography sendiri adalah salah suatu alat kedokteran yang
digunakan untuk mengetahui gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin,
seberapa jauh gangguan tersebut, hingga akhirnya menentukan tindak lanjut dari
hasil pemantauan tersebut.

Pemeriksaan cardiotokografi sangat penting untuk ibu hamil. Terutama


kehamilan yang disertai komplikasi seperti pre-eklampsia, pecahnya ketuban,
kehamilan lebih dari 40 minggu, diabetes, hipertensi, asma, tiroid, penyakit infeksi
kronis dan komplikasi penyakit lainnya.

3.2 Saran

Untuk dapat memahami Cardiotocography (CTG) pada ibu hamil , kita harus
sering membaca dan memahami materi-materi dari sumber keilmuan yang ada (buku,
internet, dan lain-lain) agar lebih mudah untuk paham dan akan selalu diingat.

Cardiotocography Page 20
SOAL LATIHAN

1. Faktor yang memepengaruhi denyut jantung janin adalah...


a. Sistem saraf simpatis
b. Sistem saraf perifer
c. Sistem neuron
d. Sistem neuro simpatis
e. Sistem neuro para simpatis
2. Salah satu tujuan pemeriksaan CTG adalah...
a. Melindungi janin
b. Menentukan letak janin
c. Mendeteksi gangguan hipoksia pada janin
d. Menentukan usia janin
e. Mengetahui berat janin
3. Bagaimana cara pemantauan yang dilakukan secara langsung menggunakan CTG
a. Memasangkan alat pada dinding perut ibu
b. Memasangkan alat pada rektum
c. Menggunakan amplifier
d. Melihat janin dengan ultrasonografi
e. Memasukkan alat ke dalam rongga rahim
4. Dalam keadaan nrmal frekuensi detak jantung janin berkisar...
a. 100-170 dpm
b. 120-160 dpm
c. 90-180 dpm
d. 110-180 dpm
e. 100-110 dpm
5. Takikardi dapat terjadi pada keadaan...
a. Hipoksia janin berat atau akut
b. Hipotermi janin
c. Bradiaritmia janin
d. Kehamilan preterm (<30 minggu)
e. Janin dnegan kelainan jantung bawaan
6. Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin disebabkan...
a. Pengaruh obat-obat narkotik, diasepam, MgSO4
b. Bradiaritmia janin
c. Janin hipertiroid
d. Hipotermi janin
e. Hipoksia janin
7. Posisi pasien dalam pelaksanaan pemeriksaan menggunakan CTG diatur secara...
a. Semi Fowler
b. High Fowler
c. Supinasi
d. Dorsal Recumben
e. Middle Fowler
8. Pemeriksaan dikatakan reaktif apabila...
a. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
b. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola omega pada NST yang reaktif
berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian

Cardiotocography Page 21
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
d. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal
e. Tidak ada gerakan janin
9. Hal hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat...
a. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)
b. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 10 jam)
c. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 12 jam)
d. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 14 jam)
e. Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 9 jam)
10. Hasil CTG dikatakan abnormal apabila ditemukan
a. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH
b. Pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan CTG
c. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
d. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
e. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau l
KUNCI JAWABAN
1. A
2. C
3. E
4. B
5. D
6. A
7. A
8. B
9. A
10. E

Cardiotocography Page 22
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Cardiotocography Page 23

Anda mungkin juga menyukai