Atresia Ani Post Sigmoidectomy Post PSA Pro Santuli
Atresia Ani Post Sigmoidectomy Post PSA Pro Santuli
ATRESIA ANI
INCLUDEPICTURE "https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcTtM26yStYAA0y1DRZPY_1EsvnyJxmmNCDScwPsFE_LwT9IblBg
0w" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "https://encrypted-
tbn1.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcTtM26yStYAA0y1DRZPY_1EsvnyJxmmNCDScwPsFE_LwT9IblBg
0w" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "https://encrypted-
tbn1.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcTtM26yStYAA0y1DRZPY_1EsvnyJxmmNCDScwPsFE_LwT9IblBg
0w" \* MERGEFORMATINET
Disusun Oleh:
Jayanti Indrayani
15070300011142
PROGRAM PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ATRESIA ANI
2.1 Definisi
a. Atresia Ani merupakan suatu kelainan dimana lubang dubur/anus
tertutup oleh membran (Suryanah, 1996).
b. Atresia Ani (Anus imperforata) merupakan suatu kelainan malformasi
kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik
pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau
dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus.
Lokasi terjadinya anus imperforata meliputi bagian anus, rektum atau
bagian diantara keduanya (Hidayat, 2008).
2.2 Klasifikasi
Secara fungsional
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu:
a. Tanpa anus tetapi dengan fistula traktus yang adekuat. Kelompok ini
terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina atau
recto-fourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan
bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat
sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera.
Berdasarkan Letak
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu :
a. Anomali rendah (infralevator)
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi (supralevator)
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
Klasifikasi Wingspread
Golongan II
Golongan II
1. Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi.
2. Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya
harus segera dilakukan terapi definitif.
3. Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
4. Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe :
a. Tipe Pertama (1)
Saluran anus atau rectum bagian bawah mengalami stenosis
dalam berbagai derajat.
b. Tipe Kedua (2)
Terdapat suatu membrane tipis yang menutupi anus karena
menetapnya membran anus.
c. Tipe Ketiga (3)
Anus tidak terbentuk dan rectum berakhir sebagai suatu kantung
yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus
yang seharusnya terbentuk (lekukan anus).
d. Tipe Keempat (4)
Saluran anus dan rectum bagian bawah membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rectum
yang berakhir sebagai kantung buntu.
2.3 Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh:
a. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur (Levitt M, 2007).
b. Penyakit Rh, terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang berbeda.
c. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan.
berhenti merokok
e. Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa infeksi
selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan bawaan:
Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada
bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan
penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi
f. Gizi
i. Usia ibu
Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun)
maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada
janin yang dikandungnya.
o Bayi tidak dapat buang air besar 24 jam setelah lahir, gangguan
instestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir akan
terlihay menonjol
2.7.4 CT scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
2.7.5 Aspirasi jarum
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
2.7.6 Pieolgrafi intravena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
2.7.7 Pemeriksaan urine
Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel mekonium.
2.7.8 Rontgenogram Abdomen dan Pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk
pengumpulkan feses. Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun
rektum ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula
atau penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina, maka
fistula ini harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru telah
sembuh, maka dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma (Stenstorm,
2010).
Jika ujung usus berada pada letak rendah di pelvis, pembuatan lubang
anus dapat dilakukan dengan operasi tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi
anus dan lubang anus yang baru dibuat, dengan teknik minimal invasif yang
dikenal dengan laparoskopi. Pada kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus
baru berada pada posisi yang salah, maka anus tersebut akan ditutup dan
dipindahkan ke posisi yang benar.Segera setelah operasi, peristaltik bayi
meningkat yang dapat mengakibatkan diaper rash yang berat. Sehingga salep
pelindung kulit diperlukan. Bayi diperbolehkan pulang jika sudah dapat minum,
peristaltik normal, tidak merasakan nyeri dan bebas demam (Stenstorm,
2010).
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum. Sfingter rektal
sebenarnya terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula
dipisahkan dari rektum. Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum
berada, bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol
pergerakan usus. Kolostomi tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan
tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru
untuk sembuh (Stenstorm, 2010).
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat
(2006), Suriadi dan Rita Yuliani (2001), Fitri Purwanto (2001) adalah sebagai
berikut :
A. Penatalaksanaan Medis
B. Penatalaksanaan Keperawatan
Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
A. BB lahir abnormal
B. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
C. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
D. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
Pola nutrisi-Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia
ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual
dan munta dampak dari anestesi.
Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi
lahir, tinja dalam urin dan vagina. Doengoes Merillyn, E. 2000.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
http://kidshealth.org/parent/medical/digestive/hirschsprung.html
S., Zainul Arifin. 2010. Gambaran Jenis Atresia Ani pada Penderita Atresia Ani Di
RSUP H. Adam Malik Tahun 2008-2010. Fakultas Kedokteran. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Betz, Cealy L., Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC