Dokumen - Tips - Peranan Dokter Hewan Dalam Keamanan Pangan Asal Hewan
Dokumen - Tips - Peranan Dokter Hewan Dalam Keamanan Pangan Asal Hewan
Disusun Oleh:
KELAS B
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui Profesi Dokter Hewan dalam Kesehatan Dunia
Keterkaitan Dokter Hewan Terhadap Kebutuhan Pangan Asal Hewan
Ketahanan dan Keamanan Pangan serta Tantangan Dokter Hewan Masa Depan
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Pangan Asal Hewan
BAB 2
PEMBAHASAN
Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi
kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan jumlahnya
mencukupi melalui tata laksana keehatan yang baik (pengamanan hewan terhadap penyakit
zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan). Dalam bidang Animal Production
prefesi Kedokteran hewan dituntut untuk mampu membantu mengembangkan peranan
produksi dan reproduksi ternak melalui kesehatan ternak terpadu. Sedangkan dalam
Veterinary Public Health mengharuskan profesi kedokteran hewan untuk mampu memberikan
pengamanan kepada masyrakat di daerahnya terhadap hasil-hasil hewani untuk di konsumsi
dan perlindungan manusia dari penyakit-penyakit yang berasal dari hewan.
Profesi dokter hewan secara langsung terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia
terkait dalam upaya mengurangi paparan bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari
hewan dan pangan asal hewan. Adapun beberapa bidang utama yang menjadi kewenangan
meliputi:
Kebutuhan pangan asal hewan yang dibutuhkan oleh masyarakat harus memenuhi dua
hal yaitu food security dan food safety. Kedua hal tersebut di atas melibatkan profesi dokter
hewan, seperti yang tercantum dalam undang-undang No. 6 Tahun 1967 yaitu terdapat tiga
peran profesi dokter hewan dalam penganan bahan pangan asal hewan yaitu mengenai :
Kesehatan Hewan (Animal Health); Produksi Ternak (Animal Production); dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Veterinary Public Health). Keberhasilan pemenuhan kebutuhan bahan
pangan asal hewan tidak terlepas dari keberhasilan disektor peternakan, karena kebutuhan
bahan pangan asal hewan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya adalah
daging, telur dan susu.
Beberapa Produk Pangan Asal Hewan Yang Patut Mendapat Perhatian Dokter Hewan
yaitu diantaranya Daging Ayam (unggas), Daging Sapi, Telur dan Susu, dan terakhir yaitu
Produk Olahan. Pengetahuan tentang mikrobiologi, parasitologi, farmakologi yang mencakup
toksikologi, higiene pangan, zoonosis dan epidemiologi sangat penting dalam keamanan
pangan.
Dalam pendidikannya, seorang dokter hewan telah mempelajari berbagai ilmu seperti
mikrobiologi (bakteri, virus, riketsia, kapang dan kamir, terutama yang bersifat patogen),
parasitologi, penyakit infeksius yang disebabkan mikroorganisme dan parasit, ektoparasit,
higiene pangan, sanitasi, zoonosis, epidemiologi, kesehatan masyarakat, ilmu-ilmu klinik,
farmakologi, fisiologi, biokimia, kimia klinik, praktek pemeriksaan antemortem dan
postmortem di rumah potong hewan dan unggas, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut tentu saja
memberikan dasar penting dalam menunjang kompetensi keamanan pangan. Pola pikir medis
yang sistematis dalam diagnosa yang dimulai dari anamnese (pengumpulan informasi),
pemeriksaan dan diagnosa dengan mempertimbangkan diagnosa banding dan atau hasil uji
laboratorium, prognosa (kesimpulan) sampai kepada terapi (treatment) yang termasuk
pemberian saran. Selain itu, pola pikir khas dokter hewan yang didasarkan pada kesehatan
populasi, tindakan preventif dan pertimbangan ekonomis memberikan bekal khusus pada
dokter hewan dalam tindakan pencegahan, pengendalian, pengawasan, pemantauan,
surveilan, dan penyidikan.
Namun beberapa hal penting yang dikhawatirkan dalam produk asal hewan adalah
adanya kontaminasi atau pencemaran mikroba, residu obat hewan seperti produk biologis
(vaksin, sera dan anifen) farmasetik serta premiks dan bahan kimia serta pemakaian bahan
pengawet tertentu yang merugikan konsumen. Pemerintah melalui bidang kesehatan
masyarakat veteriner sesuai kewenangannya telah mengatur pemakaian berbagai obat hewan
dan menyiapkan produk asal hewan dan hasil olahannya yang layak untuk dikonsumsi
manusia serta mengatur pengawasan dan pembinaannya sehingga tidak berdampak buruk
bagi masyarakat sebagai konsumen. Dalam peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 1983
tentang kesehatan masyarakat veteriner ditetapkan bahwa daging yang layak dikonsumsi
manusia harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Untuk memenuhi
kriteria tersebut beberapa perlakuan disyaratkan baik untuk hewan hidup yang akan dipotong
di rumah potong hewan (RPH)/rumah potong unggas (RPU), hewan perah maupun ayam
petelur, penanganan daging, pengangkutan, tempat penjualan dan pengawetan. Untuk telur
pemeriksaan terutama ditujukan pada ayam penghasil telur dan telur yaitu harus bebas
penyakit salmonellosis karena dapat menular ke manusia. Juga diisyaratkan bahwa petelur
yang sedang dalam masa pengobatan dengan beberapa jenis obat tertentu dilarang untuk
dipasang/dikonsumsi. Telur yang tercemar (terkontaminasi) dimusnahkan di tempat asal
maupun dalam peredaran sesuai dengan ketentuan undang-undang veteriner.
Penanganan daging umumnya dimulai dari pemotongan ternak sampai dengan daging
siap untuk dimakan olek konsumen. Di RPH atau RPU dokter hewan melaksanakan
pemeriksaan ante mortem (sebelum dipotong) dan pemeriksaan post mortem (setelah
dipotong) terhadap setiap jenis ternak dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-
undang veteriner. Berdasarkan pemeriksaan tersebut hewan yang dinyatakan tidak sehat akan
dibatalkan untuk dipotong atau daging asal hewan dimusnahkan. Hal ini terutama berkaitan
erat dengan adanya penyakit hewan yang mengancam kesehatan manusia seperti anthrax,
leptospirosis, brucellosis toxoplasmosis, cysticercosis (larva cacing pita), salmonellosis dan
sejumlah penyakit hewan lainnya yang dapat menular secara ilmiah dari hewan ke manusia
(penyakit zoonosis). Pemotongan hewan di luar RPH atau RPU tanpa pengawasan dokter
hewan/mantri hewan beresiko tinggi terhadap konsumen karena peluang terhadap penularan
penyakit asal hewan sangat tinggi terutama karena tidak diketahui sejarah asal usulnya,
apalagi bila berasal dari hewan yang sedang sakit atau mati. Daging umumnya diketahui
merupakan tempat berkembang biak yang subur bagi mikroorganisme sehingga daging
mudah rusak (busuk), mudah dipalsukan (digantikan daging lain) dan dapat diberi berbagai
macam bahan pengawet. Ketika daging rusak konsistensi, warna dan bau akan berubah dan
bila dimakan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit sesuai dengan jenis mikroba
yang berkembang dalam daging tersebut. Pada sapi perah pemeriksaan dilakukan secara
individual terhadap adanya infeksi seperti penyakit brucellosis dan tubercullosis yang dapat
menular ke manusia melalui susu segar. Pemeriksaan terhadap susu segar dan produk
olahannya terutama untuk mendeteksi pencemaran mikro organisme, redisu antibiotika dan
pencemaran bahan kimia lainnya.
Sesungguhnya produk makanan asal hewan mempunyai gizi sangat penting bagi
manusia. Di lain pihak produk makanan asal hewan sangat rentan terhadap berbagai
pencemaran penyakit hewan, mikro-organisme pembusuk, residu obat serta bahan kimia
lainnya yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu pengawasan
intensif terhadap produk asal hewan yaitu daging, telur dan susu serta hasil olahannya serta
pemakaian obat hewan, fasilitas RPH / RPU sarana transportasi dan distribusi serta bahan
pengawet makanan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sesuai
amanat peraturan perundangan kesehatan masyarakat veteriner yang berlaku di Indonesia dan
ditindaklanjuti secara berjenjang di daerah-daerah sesuai kewenangannya masing-masing.
Secara hukum konsumen seharusnya mendapat perlindungan dalam mengkonsumsi bahan
makanan yang aman, berkualitas baik serta sehat. Dari segi kesehatan, konsumen berhak
mendapatkan produk asal hewan dan hasil olahannya yang berasal dari ternak yang sehat,
bebas penyakit, bebas bahan kimia bahan dan mendapatkan hasil olahannya yang berkualitas
sesuai harga yang dibayarnya. Oleh karena itu sosialisasi secara terus menerus dan seluas-
luasnya tentang pengenalan daging, telur dan susu yang sehat dan layak dikonsumsi serta
aturan dan ketentuan produksi sampai pada pengelolahan dan pemasaran perlu dilaksanakan
oleh semua pihak terkait baik instansi pemerintah maupub non-pemerintah
(Duniaveteriner,2009).
2.3 Ketahanan dan Keamanan Pangan serta Tantangan Dokter Hewan Masa Depan
Ketahanan pangan (food security) adalah hal yang mutlak dilakukan demi tersedianya
pangan dalam jumlah yang cukup dan memadai, tetapi harus juga diingat akan keamanan
pangan (food safety) sebagai jaminan keamanan bagi masyarakat (konsumen). Untuk
mendukung ketersediaan / ketahanan pangan (food security) secara berkesinambungan dan
jaminan keamanan pangan (food safety) diperlukan suatu pengawasan dalam bidang
produksi, distribusi dan pemasaran produk pangan asal hewan melalui kerjasama antara
pemerintah, kesmavet (Veterinary Public Health) dalam hal ini dokter hewan dan pihak-pihak
terkait melalui suatu sistem kesehatan hewan nasional, sehingga konsumen mendapat
perlindungan dalam mengkonsumsi bahan makanan yang aman, sehat dan berkualitas.
Tantangan bagi dokter hewan masa depan dalam bidang keamanan pangan semakin
besar seiring dengan perubahan global, terutama terkait perkembangan penduduk, perubahan
sistem pertanian, perambahan hutan, perubahan pola makan, perdagangan global dan
perubahan iklim, yang berdampak munculnya patogen-patogen baru yang bahkan dapat
bersumber pada hewan dan dapat ditularkan melalui produk hewan. Tuntutan terhadap
penyediaan pangan yang aman dan layak semakin meningkat dan telah ditetapkan secara
hukum oleh banyak negara. Selain itu, tuntutan penerapan sistem manajemen keamanan
pangan, kesejahteraan hewan, penerapan analisis risiko dalam kebijakan impor dan ekspor
perlu menjadi perhatian serius. Hal tersebut perlu mendapat perhatian dan kepedulian
pendidikan kedokteran hewan dan pendidikan berkelanjutan bagi dokter hewan (Denny W.
Lukman, 2010).
Pada dasarnya kesempatan yang ditawarkan bagi profesi dokter hewan di bidang
Kesmavet tidak terbatas, maka dari itu profesi dokter hewan diharapkan untuk mampu
berkompetisi dan meyakinkan dalam melaksanakan tugasnya serta menerapkan kemampuan
yang dimilikinya. Tantangan yang akan dihadapi dimasa depan tidak terbatas dari keahlian
dari segi teknis semata, akan tetapi bagaimana menerapkan keilmuan dan hasil-hasil
penelitian dalam meningkatkan kehidupan sosial dan berkontribusi bagi perkembangan
Negara. Jika ditinjau dari definisi yang dijelaskan oleh WHO, maka bidang Kesmavet
seharusnya tidak terbatas untuk dokter hewan semata, akan tetapi hal tersebut menawarkan
suatu konsep yang memerlukan keterlibatan berbagai displin ilmu lainnya (seperti praktisi
medis, perawat/paramedis, teknisi kesehatan lingkungan, ahli biologi, dll), termasuk juga
pentingnya keterlibatan politisi dan tokoh-tokoh lokal untuk dapat bekerja bersama-sama
dalam mengatasi isu-isu yang berkembang terkait bidang kesehatan hewan dan manusia.
Perkembangan politik dan isu-isu sosial dalam masyarakat sangat berpengaruh dan menjadi
dasar yang melatarbelakangi penerapan Kesmavet, seperti halnya bagaimana hewan
dipelihara dan bagaimana pangan asal hewan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam hal ini,
maka aturan-aturan yang bersifat legal akan merefleksikan kondisi serta situasi geografi dan
perilaku sosial masyarakat lokal. Untuk itu diperlukan dokter hewan yang memiliki
kemampuan `leadership yang tangguh dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
secara lugas agar dapat mengkonsolidasikan pencapaian dan kesuksesan di bidang Kesmavet
pada tingkat tertinggi. Organisasi internasional yang melibatkan kolaborasi antara WHO,
FAO, dan OIE (organisasi kesehatan hewan dunia) menyebutkan bahwa, pada dasarnya
Dokter hewan memiliki kemampuan untuk mencegah, mendeteksi, mengeliminasi, dan
merespon segala permasalahan di bidang Kesmavet terkait penyakit hewan yang bersifat
zoonosis atau penyakit hewan yang berdampak terhadap ketahanan pangan melalui kerjasama
yang erat dengan pendekatan-pendekatan multi-sektor (The FAO-OIE-WHO Collaboration
(2010).
Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi
kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan jumlahnya
mencukupi melalui tata laksana keehatan yang baik (pengamanan hewan terhadap penyakit
zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan). Profesi dokter hewan secara langsung
terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia terkait dalam upaya mengurangi paparan
bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari hewan dan pangan asal hewan. Dalam dua
dekade terakhir, kemunculan penyakit-penyakit baru di dunia secara signifikan meningkat
terkait dengan bidang Kesmavet. Organisasi internasional yang melibatkan kolaborasi antara
WHO, FAO, dan OIE (organisasi kesehatan hewan dunia) menyebutkan bahwa, pada
dasarnya Dokter hewan memiliki kemampuan untuk mencegah, mendeteksi, mengeliminasi,
dan merespon segala permasalahan di bidang Kesmavet terkait penyakit hewan yang bersifat
zoonosis atau penyakit hewan yang berdampak terhadap ketahanan pangan melalui kerjasama
yang erat dengan pendekatan-pendekatan multi-sektor. Cita-cita dari saya sendiri yaitu
mampu menjadi dokter hewan yang memiliki kemampuan `leadership yang tangguh dan
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara lugas agar dapat mengkonsolidasikan
pencapaian dan kesuksesan di bidang Kesmavet pada tingkat tertinggi. Saran untuk peran
dokter hewan dalam keamanan pangan asal hewan yaitu dokter hewan sebaiknya mematuhi
perintah dan menerapkan kebijakan dari pemerintah untuk menciptakan kesehatan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Denny W. Lukman . 2010. Apakah Dokter Hewan memiliki Kompetensi dalam Keamanan
Pangan? .http://higienepangan.blogspot.com/2010/02/apakah-drh-memiliki-kompetensi-
dalam.html
WHO (World Health Organization) (2002): Future Trends in Veterinary Public Health: WHO
Technical Report Series. Geneva, 2002. Report of a WHO Study Group No. 907.