Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari manusia selalu berhubungan
dengan jasad renik dari alam dunia yang tidak tampak dengan mata biasa. Hal
itu disebabkan karena bakteri merupakan organisme yang sangat kecil
(berukuran mikroskopis). Selain itu, bakteri tidak berwarna, juga transparan
dan sangat kecil. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar
untuk melihat bagian-bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka
dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat
jelas dan mudah diamati.
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian
tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Spora bakteri adalah
bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh
buruk dari luar. Sepanjang pengetahuan sekarang, hanya golongan basillah
yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat
demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies
Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut
endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro,
2001)
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut
dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim. Spora bakteri ini dapat bertahan
bertahun-tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan
yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70 0 C, namun
spora tetap hidup. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap
menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan
berkembangbiak secara normal. (Volk dan Wheeler, 1988).
Teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling
utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan
ini adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari bakteri dengan
senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen.

1
Pewarnaan spora adalah teknik pewarnaan bakteri yang digunakan untuk
melihat pembentukan spora pada bakteri. Oleh karena itu metode pewarnaan
spora dilakukan untuk mempermudah pengamatan agar peneliti atau pengamat
mampu melihat spora, membedakan dengan sel vegetative ataupun mengamati
bentuknya.
B. Tujuan
1. Mahasiswa bisa memahami dasar kimia pewarnaan spora.
2. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur untuk membedakan antara spora
bacterial dengan sel vegetatif.
C. Manfaat
1. Mahasiswa memahami dasar kimia pewarnaan spora.
2. Mahasiswa mengetahui prosedur untuk membedakan antara spora bacterial
dengan sel vegetatif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Mikroorganisme
Mikroba didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang organisme
mikroskopis. Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu micro (kecil), bio

2
(hidup) dan logos (ilmu). Ilmuwan menyimpulkan bahwa mikroorganisma
muncul kurang lebih 4 juta tahun yang lalu dari senyawa organik kompleks di
lautan, atau mungkin dari gumpalan awan yang sangat besar yang
mengelilingi bumi. Sebagai makhluk hidup pertama di bumi, mikroorganisma
diduga merupakan nenk moyang dari semu makhluk hidup (Galung, 2009).
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil. Untuk menelaah mikroorganisme di laboratorium, kita harus dapat
menumbuhkan mereka (Galung, 2009).
Riwayat Ditemukannya Mikroba dan Teori Kuman yang Menimbulkan
Penyakit yaitu pada tahun 1675 Anthony Van Leewenhoek, seorang pedagang
kain dari Delft, berusaha mengembangkan alat kaca pembesar yang kemudian
dikenal sebagai mikroskop. Waktu itu secara tidak disengaja ia melihat jasad
renik dalam air, berbentuk bulat dan bergerak gerak yang disebut rod
shaped atau spherical organisme. Jasad jasad renik tersebut seribu kali lebih
kecil dari tungau. Kemudian dia mencoba memeriksa kotoran dari giginya,
juga ditemukan jasad jasad renik. Dia tidak meragukan lagi bahwa mikroba
yang berhasil dilihatnya dengan menggunakan alat pembesar tersebut adalah
bakteri.
Kemudian ditemukan peristiwa kimiawi yang berasal dan fermentasi
cairan gula yang dikenal dengan peragian. Pertengahan abad ke-19 diketahui
bahwa peristiwa peragian ini, secara mikroskopis adalah termasuk peristiwa
yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan atau jamur.
Namun penemuan ini secara umum tidak dapat diterima karena tidak ada
pembuktiannya. Pasteur kemudian mengatakan bahwa kerusakan pada anggur
dan bir adalah akibat adanya kontaminasi dengan semacam jamur yang dapat
merusak anggur dan bir tersebut.
Selanjutnya Pasteur dapat pula membuktikan penularan penyakit dengan
perantaraan binatang kepada manusia. Sejak itulah orang baru menyadari
bahwa salah satu penyebab penyakit adalah kuman kuman, yang kemudian
dikenal dengan timbulnya teori mengenai penyakit yaitu Germ Theory of
Disease.
Sarjana lain yang dikenal berjasa dalam membuktikan penyebab penyakit
yang disebabkan kuman kuman ialah Robert Koch. Dia adalah orang Jerman
yang pada tahun 1876 membuktikan dan menemukan penyakit anthrax yang

3
disebabkan oleh Bacillus anthracis, dapat menimbulkan sakit pada binatang
dan juga manusia. Demikian pula Robert Koch menemukan pula terjadinya
keracunan darah (septicaemia) karena adanya serangan bakteri terhadap tubuh
manusia.
Tidak berapa lama setelah Pasteur mendapat fermentasi gula, Joseph Lister
dari Edinburg menemukan pula penyebab infeksi pada luka yang disebabkan
oleh jasad jasad renik. Selain dari itu Lister juga berhasil menemukan cara
operasi sepsis, mencegah timbulnya infeksi pada luka operasi. Dalam
pembedahan modern kemudian dikenal dengan Listers Antiseptic atau Germ
Destroying method (Syamsunir, 1996).
B. Bakteri

Gambar 2.1. struktur bakteri

Bakteri adalah domain yang terdiri dari makhluk hidup yang tidak
memiliki membran inti (prokariota). Bakteri memiliki beragam variasi
bentuk,seperti coccus, basil, dan spiral, serta dapat hidup soliter maupun
berkoloni. Habitat bakteri sangat bervariasi, dari air, tanah, udara, hingga
dalam tubuh hewan (Betsy dan Keogh. 2005).
Bakteri umumnya tidak memiliki pigmen sehingga tidak berwarna dan
hampir tidak kelihatan karena tidak kontras dengan medium dimana mereka
hidup (Presscot, 2002).
Oleh karena itu, perlu dilakukan pewarnaan agar bakteri tampak jelas bila
diamati dengan mikroskop. Pewarnaan dikelompokkan menjadi pewarnaan
langsung dengan pewarnaan basa, pewarnaan tak langsung atau pewarnaan
negatif dan pewarnaan gram. Pewarnaan basa adalah pewarnaan yang
langsung mewarnai bakteri. Pewarnaan negatif adalah pewarnaan yangtidak
langsung mewarnai bakteri, melainkan mewarnai latar belakang preparat
bakteri tersebut. Pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan pewarna yang
bersifat asam seperti nigrosin atau tinta cina (Harley dan Presscot, 2002).

4
Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan pewarnaan
sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan
zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat
alkalin (Irawan, 2008).
C. Spora Bakteri
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar.spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama sepertti kristal amoeba, sebab bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk Kristal merupakan suatu fase di mana
kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap
faktor luar yang tidak menguntungnkan. Endospora hanya terdapat pada
bakteri merupakan tubuh dinding yang tebal yang sangat refraktif, dan sangat
resisten. Dihasilkan oleh semua spesies basillus, clostidum, dan sporosarcina.
Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan bereproduksi
selama banyak generasi sehingga sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan
di dalam pertumbuhanya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma
vegetatifnya yang di maksudkan untuk menjadi spora (Pelczar, 2007).
Metode pewarnaan spora berfungsi untuk mempermudah pengamatan agar
peneliti atau pengamat mampu melihat spora, membedakan dengan sel
vegetative ataupun mengamati bentuknya. Endospora tidak mudah diwarnai
dengan zat pewarna pada umumnya. Hal tersebut yang menjadi dasar dari
metode pengecatan endospora dengan larutan hijau malasit. Metode Shaeffor,
foton endospora diwarnai pertama dengan larutan hijau malasit. Pengecatan
tersebut sifatnya kuat karena dapat berpenetrasi ke dalam endospora dengan
perlakuan larutan hijau malasit. Teknik tersebut akan menghasilkan warna
hijau pada endospora dan merah pada sel vegetative (James 2002).
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang. Hal ini
tergantung oleh spesisesnya endospora ada yang lebih kecil ada pula yang
lebih besar dari pada diameter sel induk. Letak sel di dalam sel serta
ukurannya dalam pembentukanya tidaklah sama bagai semua spesies. Sebagai
contoh beberapa spora adalah sental yang dibentuk ditengah-tengah sel, yang
kedua adalah terminal yang dibentuk diujung, ketiga yaitu subterminal yang
dibentuk di dekat ujung.

5
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi jika keadaan medium
memburuk dan zat-zat yang timbul sebagai zat-zat pertukaran zat bertimbun-
timbun dan faktor-faktor luar lainya merugikan tetapi pada beberapa spesies
mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar.
Sporulasi dapat di cegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium
yang baru, beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuanya untuk
membentuk spora-spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri apabila keadaan di
luar menguntungkan. Mula-mula air meresap ke dalam spora, kemudian spora
mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya keretakan ini dapat
terjadi pada salah satu ujung. Tetapi juga dapat terjadi di tengah-tengah spora.
Hal ini merupakan cirri khas bagi beberapa spesies bacillus, jika kulit spora
pecah di tengah-tengah maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu
tutup pada kedua ujung bakteri (Pelczar, 2001).
D. Pewarnaan Spora
a. Schafer fulton
Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan
endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan
proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat
berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green,
biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini
akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda
pada sel vegetatifnya.
Pewarnaan spora menggunakan malachite green dan safranin, yang
dalam hasil pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta
warna merah pada sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus subtitulis.Prinsip
pewarnaan spora yaitu suatu metode pewarnaan yang menggunakan
malachite green dan safranin, yang dalam hasilnya pewarnaan akan
muncul warna hijau pada sporanya dan warna merah pada sel vegetatifnya
(Lay, B.W, 1994).
b. Klein devver
Pada metode Klein vedder, spora bakteri mempunyai dinding sel yang
tebal sehingga diperlukan pemanasan agar pori pori membesar dan zat
warna Carbol fuchsin dapat masuk, dengan pencucian pori pori kembali
mengecil menyebabkan zat warna Carbol fuchsin tidak dapat dilepas

6
walaupun dilunturkan dengan Asam sulfat 1%, sedangkan pada bakteri
warna Carbol fuchsin dilepaskan dan mengambil warna biru dari
methylene blue. Sehingga bakteri berwarna biru dan spora akan berwarna
merah.
Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang
dapat menembus dinding tebal spora. dengan menggunakan zat warna
khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan treatment pemanasan, yaitu spora dipanaskan bersamaan
dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk
meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri (Volk & Wheeler
(1988).
E. Faktor yang Mempengaruhi Pewarnaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,
peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci
dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga
preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini
dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi
suatu spesies (Broks. 2010).

7
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Kaca objek 4. Bunsen
2. Mikroskop 5. Pipet tetes
3. Ose
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu :
1. Malakit hijau 4. Asam sulfat
2. safranin 5. Metilen blue
3. karbol fuchsin
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pewarnaan spora :
1. Metode Klein vedder
a. Campurkan suspensi bakteri dengan carbol fuschin dalam tabung
reaksi dengan perbandingan 1:1.
b. Panaskan dalam penangas air selama10 menit pada temperatur 800 C.
c. Buat film dari campuran suspensi diatas.
d. Celupkan ke dalam asam sulfat selama 1-2 detik.
e. Cuci dengan air, lalu tambahkan methylene blue selama 3 menit.
f. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
g. Amati dengan perbesaran kuat.
h. Catat dan gambar apa yang terlihat. Spora berwarna merah sedangkan
bentuk vegetatif berwarna biru.
2. Metode Schaeffer Fulton
a. Buat film dari suspensi bakteri.
b. Tambahkan malachite green, panaskan sampai menguap kurang lebih
selama 2 menit.
c. Cuci dengan air, tambahkan safranin selama 30 detik.
d. Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
e. Amati dengan perbesaran kuat.
f. Catat dan amati apa yang terlihat. Spora berwarna hijau dan badan
bakteri berwarna merah muda.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil dari praktikum pewarnaan spora disajikan pada tabel berikut:
No
Metode Hasil
.

1. Klein vedder

Tidak terdapat spora.

2. Schafer fulton

Terdapat spora yang terminal (ada di


ujung sel bakteri)
Tabel 4.1. hasil pengamatan pewarnaan BTA

B. Pembahasan
Tujuan dari pewarnaan spora yaitu mengenal dasar-dasar kimiawi pada
pewarnaan spora dan kinerja dari prosedur untuk membedakan spora bakteri
dan bentuk vegetatif. Prinsip pada pewarnaan ini pemanasan akan
mengembangkan lapisan luar spora sehingga brwarna hijau. Pemanasan akan
mengembangkan lapisan luar spora sehingga zat warna utama dapat masuk
masuk ke dalam.melalui pendinginan warna utama akan terperangkap di
dalam spora,dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetatif

9
akan terlepas sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetatif
akan berwarna merah.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Segera setelah keadaan
luar baik lagi bagi mereka, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah
bakteri. Spora lazim disebut endospora ialah karena spora itu dibentuk di
dalam sel. Endospora jauh lebih tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari
pada bakteri biasa yaitu bakteri dalam bentuk vegetatif. Sporulasi dapat
dicegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru.
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks
dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk
endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama
sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk
sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam
untuk mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan
morfologi.
Pada metode Klein vedder, spora bakteri mempunyai dinding sel yang
tebal sehingga diperlukan pemanasan agar pori pori membesar dan zat
warna Carbol fuchsin dapat masuk, dengan pencucian pori pori kembali
mengecil menyebabkan zat warna Carbol fuchsin tidak dapat dilepas
walaupun dilunturkan dengan Asam sulfat 1%, sedangkan pada bakteri warna
Carbol fuchsin dilepaskan dan mengambil warna biru dari methylene blue.
Sehingga bakteri berwarna biru dan spora akan berwarna merah.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora.
dengan menggunakan zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam
proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu spora
dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat
warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Proses pewarnaan spora ini dilakukan dengan mengambil sampel bakteri
dari suspense bakteri yang telah dibuat olah yang terdiri dari biakan bakteri
Basillus subtilis dan NaCl fisiologis di tabung reaksi.
Kemudian ditambah karbon fuksin sebanyak 1:1 ke dalam suspense
tersebut. Fungsi karbon fuksin adalah sebagai zat pewarna yang akan

10
mewarnaai bakteri. Setelah dicampurkan karbon fuksin, suspense tersebut
dipanaskan dalam penangas air bersuhu 800C selama 10 menit dan dijaga
jangan sampai mendidih atau kering, ini adalah karena jika mendidih atau
kering bisa membunuh bakteri yg terkandung dalam suspense, proses
pemanasan pula bertujuan untuk mempercepat dan mempermudah
penyerapan zat warna, spora juga terhasil diakibatkan suasana sekeliling yang
kurang baik.
Percobaan diteruskan lagi dengan menyediakan kaca obyek yang bersih
dengan gosok mengunakan kapas yang telah di basahi alcohol. Setelah itu
dibuat batas penanda di preparat agar sewaktu proses pengamatan lebih
mudah dan selepas membuat batas penanda, preparat di fiksasi dengan
dilalukan di atas api sebanyak 4 kali, proses fiksaki adalah bertujuaan
membunuh bakteri yang terkandung di kaca obyek kemudian dibuat olesan
campuran suspense yang telah dibuat, dengan menggunakan ose, ose yang
digunakan haruslah di panaskan diapi hingga berpijar agar bakteri yang tidak
diinginkan mati. Kemudian ose didinginkan dan kemudian barulah diambil
sampel bakteri dari dalam suspense. Dilakukan berdekatan dengan api supaya
tidak berlaku kontaminasi. Setiap kali ingin mengambil suspense bakteri
terlebih dahulu haruslah di lakukan berdekatan dengan api.
Genangi olesan tersebut dengan H2SO4 1% selama 2 detik, lalu buang
genangan. H2SO4 adalah sebagai pemucat bakteri. Sebaiknya tidak lebih
ataupun kurang dari waktu yang telah ditentukan, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah mikroskop.
Kemudian diteruskan lagi dengan digenangi lagi kawasan batas penanda
dengan pewarna tandingan yaitu biru metilen selama 5 menit agar warna ini
dapat meresap kedalam dinding bakteri, buang zat warna yang berlebih, lalu
keringkan. Ditambah sedikit minyak imersi pada preparat. Minyak imersi
adalah sebagai pembantu dalam melihat bakteri ketika dimikroskop dengan
memfokuskan cahaya.
Setelah semua dilakukan dengan teliti dan bersih. Preparat tersebut di buat
pengamatan dibawah mikroskop cahaya dengan obyektif berkekuatan (100x).
Berdasarkan pengamatan, tidak terlihat bakteri Bacillus subtilis dengan
spora, hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan-kealahan saat melakukan
pemanasan atau pencampuran reagen itu sendiri.

11
Sebenarnya jenis letak spora ada 3 buah sentral; yaitu letak spora berada di
tengah-tengah sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; subterminal,
yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada
pengamatan ini hanya ada spora terminalis.
Untuk mengetahui ada tidaknya spora beserta letaknya pada bakteri. Dapat
dilakukan juga dengan metode Schafer fulton. Prinsipnya yaitu sel vegetative
berwarna merah, spora berwarna hijau dengan background berwarna merah
muda, apabila bakteri berspora dilakukan pengecetan dengan metode schaffer
fulton. Pewarnaan menggunakan bakteri Bacillus subtitulis.
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya,
tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang
menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode
Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora,
endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses
pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat
berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan
sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan
menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel
vegetatifnya.
Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan
endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan
proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat
berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan
sel yang tergenang dibuang kemudian diamkan selama 2 menit, lalu ditutup
dengan cat safranin selama 30 detik kemudian keringkan dan diamati di baah
mikroskop perbesaran 100x.
Setelah dilakukan pengamatan, teknik ini menghasilkan warna hijau pada
endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya. Bacillus subtilis
memiliki endospora, endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan
lingkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan kimia yang beracun.
Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan. Sekali berhasil
diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna sehingga saat diberi
warna dari saftranin tetap berwarna hijau karena spora sudah mengkiat
malachit green dan sulit mengikat warna yang diberikan kemudian.

12
Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus subtilis
dengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya
jenis letak spora ada 3 buah sentral; yaitu letak spora berada di tengah-tengah
sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; subterminal, yaitu letak spora
diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan ini
hanya ada spora terminalis.
Hal ini didukung oleh Lay, B.W, 1994, bahwa pewarnaan spora schaver
fulton menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasil
pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta warna merah
pada sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus subtitulis. Prinsip pewarnaan spora
yaitu suatu metode pewarnaan yang menggunakan malachite green dan
safranin, yang dalam hasilnya pewarnaan akan muncul warna hijau pada
sporanya dan warna merah pada sel vegetatifnya.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
spora pada bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar yang tidak
memungkinkan sel beraktifitas dengan baik.
Pada pewarnaan schafrer fulton menghasilkan warna hijau pada endospora
dan warna merah muda pada sel vegetatifnya sedangkan pada pewarnaan klein
devver bakteri vegetative berwarna biru dan spora berwarna merah.
B. Saran

13
Diharapkan agar mengganti kawat bak pewarnaan agar praktikan lebih
mudah melakukan pewarnaan.

14
DAFTAR PUSTAKA
Betsy, Jan & Koegh, Wheeler. 2005. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid I.
Jakarta : Erlangga
Brooks et,al. 2014. Penanaman & Pewarnaan Mikroba. Erlangga:Jakarta
Dwidjoseputro,D.,2003.Dasar-Dasar Mikrobiologi.Malang: Djambatan.
Galung. 2009. Mikrobiologi Umum. Program Studi Biologi. UIN Alauddin
Makassar.
Irawan, 2008. Teknik Pewarnaan Mikroba.http://wordbiology.wordpress.com.
James Joyce. 2002. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta : Erlangga.
Terjemahan dari : Principles of Science for Nurses.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Pelczar, M.J.2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Prescot, J.2002. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Syamsunir. 1996. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.

15
LAMPIRAN

Negative spora Spora terminal

16

Anda mungkin juga menyukai