Materi Pokok
Materi Pokok
A. Pendahuluan
Pemerintah dan masyarakat pada dasarnya adalah dua institusi yang memiliki
fungsi dasar sama, yaitu untuk merealisasikan segala kewajiban kolektif atau
kewajiban publik dalam mewujudkan falah[1]. Dalam beberapa aspek, bentuk peran
dari keduanya, pada hakikatnya dapat saling menggantikan dan saling melengkapi
satu sama lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Peran masyarakat akan menjadi
semakin penting manakala pemerintah tidak dapat menjalankan tugas fardh al-kifayah
ini dengan baik. Misalnya, di Indonesia masyarakat harus berperan aktif dalam
pengelolaan dana ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan wakaf) sebab pemerintah tidak
secara penuh mengelola zakat masyarakat sebagaimana konsep pengelolaan zakat
pada masa Islam klasik. Sebaliknya, peran langsung masyarakat kemungkinan akan
kecil ketika masyarakat gagal melaksanakan tugas fardh al-kifayah sementara
pemerintah mampu menjalankannya dengan baik. Jadi, mungkin saja beberapa tugas
yang di suatu negara dilaksanakan oleh pemerintah, maka di negara lain akan diambil
oleh oleh masyarakat.
Dari pemaparan sedikit di atas, maka pemakalah akan membahas tentang
peran sektor publik dalam Islam yakni yang mencakup sektor pemerintah dan sektor
masyarakat.
B. Pembahasan
Peran Pemerintah Dalam Perekonomian
1. Rasionalisasi Peran Pemerintah
Pada dasarnya peranan pemerintah dalam perekonomian yang Islami,
memiliki dasar rasionalitas yang kokoh. Dalam pandangan Islam, peran
pemerintah didasari oleh beberapa argumentasi, yaitu:
Derivasi dari konsep kekhalifahan
Konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban kolektif (Fardh al-Kifayah), serta
Adanya kegagalan pasar dalam merealisasikan falah.
Pemerintah adalah pemegang amanah Allah untuk mnjalankan tugas-tugas
kolektif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan serta tata kehidupan yang
baik bagi seluruh umat. Jadi, pemerintah adalah agen dari Tuhan atau
khalifatulah, untuk merealisasikan falah. Sebagai pemegang amanah Tuhan,
eksistensi dan peran pemerintah ni memiliki landasan yang kokoh dalam Al-
Quran san Sunnah, baik secara eksplisit maupun implisit[2]. Kehidupan
Rasulullah dan Khulafaurrasyidin merupakan teladan yang amat baik bagi
eksistensi pemerintah. Dasar dalam menjalankan amanah tersebut pemerintah
akan menjunjung tinggi prinsip musyawarah sebagai salah satu mekanisme
pengambilan keputusan yang penting dalam Islam[3]. Dengan demikian,
pemerintah pada dasarnya sekaligus memegang amanah dari masyarakat.
Fardh al-kifayah merupakan suatu kewajiban yang ditujukan kepada
masyarakat, di mana jika kewajiban ini dilanggar, maka seluruh masyarakat akan
menanggung dosa sementara jika telah dilaksanakan (bahkan hanya oleh satu
orang), maka seluruh masyarakat akan terbebas dari kewajiban tersebut[4].
Dengan kata lain, jika individu gagal untuk menjalankan kewajiban tersebut,
maka ia akan menjadi beban publik. Selain pada shalat jenazah, konsep fardh al-
kifayah mengacu pada segala kepentingan masyarakat di mana jika tidak ada
masyarakat yang melakukannya, maka seluruh masyarakat akan menderita
kerugian. Beberapa contoh dari hal ini misalnya kewajiban untuk membangun
industri yang menyediakan kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok seperti
trasnportasi, pendidikan, pelayanan medis, dll. Transportasi adalah sesuatu yang
esensial bagi kehidupan, sehingga jika tidak ada anggota masyarakat yang
bersedia untuk mengusahakannya, maka seluruh masyarakat akan menderita
kerugian.
Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam menjalankan fardh al-
kifayah ini karena kemungkinan masyarakat gagal untuk menjalankannya atau
tidak dapat melaksanaknnya dengan baik. Kemungkinan kegagalan masyarakat
dalam menjalankan fardh al-kifayah ini disebabkan beberapa hal, yaitu:
Kekurangan informasi
Pelanggaran moral
Kekurangan sumber daya atau kesulitan teknis
Masyarakat kemungkinan tidak memiliki informasi yang memadai tentang
adanya suatu kewajiban publik, sehingga mereka tidak melaksanaknnya. Dalam
kenyataan, pemerintah biasanya memiliki informasi yang lebih lengkap dan
akurat dibandingkan masyarakat, karena pemerintah memiliki sumber daya yang
lebih baik dalam mencari dan mengolah informasi. Seandainya informasi tentang
kewajiban publik ini diketahui masyarakat, maka belum tentu mereka akan dapat
menjalankannya karena alasan rendahnya kesadaran terhadap fardh al-kifayah ini.
Jika kesadaran masyarakat terhadap kewajiban publik rendah, maka mereka tidak
akan melakukannya, meskipun mengetahui adanya kewajiban ini. Bahkan,
masyaraakat keungkinan juga akan mengabaikan atau setidaknya tidak dapat
melaksanakan kewajiban publik dengan baik karena ketiadaan sumber daya atau
keahlian yang dubutuhkan. Jika salah satu atau ketiga hal ini terjadi, maka
pemerintah harus mengambil alih kewajiban-kewajiban tersebut.
Kegagalan pasar juga merupakan latar belakang perlunya pemerintah untuk
berperan dalam perekonomian. Pasar gagal dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan ekonomi karena dua hal, yaitu ketidaksempurnaan mekanisme
kerja pasar dan tidak berjalannya mekanisme kerja pasar dengan efisien. Pasar
bekerja dengan mekanisme pemerintahan dan penawaran di mana masyarakatkan
suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Komoditas seperti ini harus
memiliki suatu harga, sedangkan untuk memiliki harga komoditas seperti ini
otomatis harus bisa diukur. Dalam kenyataan, terdapat banyak kebutuhan
masyarakat yang tidak memiliki harga dan tidak dapat diperdagangkan, sehingga
tidak dapat disediakan oleh pasar.
Selain itu dalam realitas mekanisme kerja pasar juga tidak dapat beroperasi
secara optimal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat pasar yang Islami.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn Taimiyah, mekanisme pasar dapat
berjalan dengan efisien dan menghasilkan kesejahteraan yang optimum bagi
masyarakat apabila harga yang dihasilkannya adalah harga yang adil. Untuk
menghasilkan harga yang adil ini, maka harus terpenuhi syarat teknis dan syarat
moral sekaligus, secara teknis, mekanisme kerja pasar yang efisien dapat
berlangsung apabila terdapat informasi yang sama di antara pelaku pasar, tidak
adanya hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar, serta jumlah penjual yang
banyak. Dengan kata lain, pasar yang bersaing sepurna memiliki peluang
untuk menghasilkan harga yang adil. Secara moral, mekanisme kerja pasar
yang efisien menuntut adanya sikap kejujuran, keterbukaan, sportivitas,
dan keadilan. Moralitas akan menuntun persaingan di pasar menjadi kompetisi
yang indah dalam rangka mewujudkan kebaikan, sehingga memberikan maslahah
bagi masyarakat luas.
Dalam kenyataan sehari-hari, syarat-syarat teknis tersebut sering kali tidak ada
atau ada, tetapi tidak memadai sehingga memerlukan upaya pemerintah dan
atau masyarakat untuk mewujudkannya. Realitas menunjukkan, bahwa
hambatan perdagangan, monopoli. Bahkan, hal-hal tersebut dapat terjadi secara
alamiah, sehingga terpenuhinnya syarat-syarat teknis tersebut sering di anggap
sebagai ketidakmungkinan. Moralitas sering kali juga menjadi hambatan yang
serius dalam mewujudkan pasar yang efisien. Pelaku pasar terkadang
melanggar nailai-nilai moralitas untuk memenangkan persaingan. Pelaku pasar
juga dapat menggunakan kemampuan bersaingnya untuk kepentingan pribadi
yang kemungkinan tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat. Jika tidak
terdapat intervensi pemeritah, secara alamiah pasar yang bersaing akan
menuju pada monopoli. Persaingan akan memberikan ruang kepada pelaku yang
kuat untuk semakin mendominasi pasar, dan mendorong keluar pelaku yang
lemah. Ketika kekuatan dominan, pasar ini telah menjadi monopolist, maka
terbuka lebar baginya mencari rente yang merugikan masyarakat.