Anda di halaman 1dari 73

1

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PEMBENIHAN KERANG ABALONE (Haliotis asinina)


DI BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

OLEH

ATIKA

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2013
2

LAPORAN PRAKTEK MAGANG

TEKNIK PEMBENIHAN KERANG ABALONE (Haliotis asinina)


DI BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau

OLEH

ATIKA

Tim Penguji : 1. Ir. Niken Ayu Pamukas, M.Si

2. Ir. Mulyadi, M.Phil

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2013
3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK UMUM/MAGANG

Judul : Teknik Pembenihan Kerang Abalone (Haliotis


asinina) di Balai Budidaya Laut Batam Provinsi
Kepulauan Riau

Nama : Atika

Nomor Mahasiswa : 1004114235

Jurusan : Budidaya Perairan

Program Studi : Budidaya Perairan

Disetujui Oleh :

Ketua Jurusan Budidaya Perairan Dosen Pembimbing

Ir. Mulyadi, M.Phil Ir. Niken Ayu Pamukas, M.Si


NIP. 1961 1231 1987 02 1009 NIP. 1965 1205 1995 12 2001

Tanggal Lulus Ujian : 30 Mei 2013


4

RINGKASAN

Atika (1004114235), Teknik Pembenihan Kerang Abalone (Haliotis


asinina) di Balai Budidaya Laut Batam Provinsi Kepulauan Riau di Bawah
Bimbingan Ir. Niken Ayu Pamukas, M.Si

Kerang Abalone merupakan prospek pasar masa depan dengan harga jual

mencapai Rp.200.000/kg dan cangkangnya bisa dijadikan perhiasan atau kerajinan

lainnya. Daging Abalone mempunyai nilai gizi cukup tinggi dengan protein

sebesar 71,99% dan lemak 3,20%. meningkatnya kebutuhan Abalone mendorong

penangkapan secara intensif mengakibatkan populasi Abalone di alam menurun

secara drastis sedangkan pertumbuhan Abalone sangat lambat.

Praktek magang ini dilaksanakan pada Tanggal 24 Januari 24 Februari

2013 bertempat di Ruang Ikan Hias dan Kekerangan Balai Budidaya Laut Batam

yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari teknik pembenihan Abalone

(Haliotis asinina) di Balai Budidaya Laut Batam. Sedangkan manfaatnya adalah

dapat Memperoleh pengalaman tentang tata cara pembenihan Abalone (Haliotis

asinina) yang nantinya dapat diterapkan pada masyarakat

Kegiatan yang dilakukan pada pembenihan Abalone (Haliotis asinina)

selama praktek magang antara lain pengelolaan induk, pemijahan, penanganan

telur, pemeliharaan larva, kultur pakan alami, pengukuran kualitas air dan hama

penyakit.

Pada pengelolaan induk dimulai dari persiapan wadah untuk pemeliharaan

induk sekaligus untuk pemijahan. Wadah yang digunakan yaitu bak fiber

berbentuk bulat dengan diameter 150 cm dengan ketinggian 60 cm dan kapasitas

daya tampung 1 m3, dan bak fiber berbentuk persegi berukuran (125 x 80 x 80)

cm3 dengan kapasitas 0.8 m3. Induk diperoleh dari hasil pembenihan di BBL
5

Batam dengan jumlah 500 ekor (200 ekor induk siap pijah dan 300 ekor calon

induk). Induk yang digunakan untuk pemijahan massal berjumlah 75 ekor. Ciri-

ciri induk siap pijah adalah ukuran cangkang > 3cm, umur >1 tahun, berat

>20gr/ekor dan TKG >75%.

Pakan yang diberikan kepada induk Abalone adalah rumput laut dari jenis

Gracilaria sp. dan Sargasum sp. secara adlibitum. Rumput laut tersebut berasal

dari KJA di BBL Batam, sebelum pakan diberikan kepada induk perlu dilakukan

manajemen pakan dengan cara perendaman dengan air tawar selama 15 menit

agar hewan-hewan pengganggu kehidupan Abalone akan mati.

Pemijahan kerang Abalone terjadi pada pukul 02.00 04.00 WIB, Abalone

memijah 3 hari sebelum atau 3 hari sesudah bulan terang maupun bulan gelap.

Metode pemijahan yang digunakan adalah metode kejut suhu dengan cara

pengeringan (diangin-anginkan) dengan ratio 1:2 (1 ekor jantan : 2 ekor betina).

Induk jantan mengeluarkan spermanya terlebih dahulu, hingga memicu induk

betina mengeluarkan telurnya.

Angka FR 90,1% dan HR 88% yang telah dicapai pada pembenihan

kerang Abalone di BBL Batam. Pakan untuk larva Abalone berupa Nitzschia sp.

sampai larva berumur 1,5 bulan setelah itu larva sudah diberi pakan berupa

rumput laut Gracilaria sp. yang masih muda.


1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan magang dan

pembuatan laporan magang ini dengan judul Teknik Pembenihan Kerang

Abalone (Haliotis asinina) di Balai Budidaya Laut Batam Provinsi

Kepulauan Riau

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Ibu Ir. Niken Ayu Pamukas, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan praktek magang ini.


2. Bapak Mulyono, S.St.Pi selaku pembimbing lapangan yang telah membantu

Penulis dalam mengumpulkan data praktek magang ini.


3. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan laporan praktek magang ini.

Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan laporan

praktek magang ini, namun kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan laporan praktek magang ini sangat diharapkan.

Pekanbaru, Mei 2013

Atika

DAFTAR ISI
2

Isi Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktek Magang....................................................... 2
1.3. Manfaat Praktek Magang..................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4


2.1. Biologi dan Taksonomi Kerang Abalone (Haliotis asinina) ......... 4
2.2. Habitat dan penyebaran Abalone (Haliotis asinina) ..................... 5
2.3. Pembenihan Kerang Abalone (Haliotis asinina)........................... 6
2.3.1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk ....................................... 6
2.3.2. Pemijahan .......................................................................... 8
2.3.3. Pemeliharaan Larva............................................................ 10
2.3.4. Pakan dan Kebiasaan Makan Abalone (Haliotis asinina).. 11
2.3.5. Kualitas Air........................................................................ 12
2.3.6. Hama dan Penyakit............................................................ 12

III. METODE PRAKTEK........................................................................ 14


3.1. Waktu dan Tempat.............................................. 14
3.2. Bahan dan Alat................................................... 14
3.3. Metode Praktek.................................................. 15
3.4. Analisis Data...................................................... 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 17


4.1. Keadaan Umum Balai Budidaya Laut Batam......... 17
4.1.1. Sejarah Berdirinya Balai Budidaya Laut Batam..................... 17
4.1.2. Keadaan Lokasi..................................................................... 17
4.1.3. Fungsi dan Tugas Pokok........................................................ 18
4.1.3.1. Fungsi....................................................................... 18
4.1.3.2. Tugas Pokok............................................................. 19
4.1.4. Visi dan Misi........................................................................... 19
4.1.4.1. Visi............................................................................ 19
4.1.4.2. Misi........................................................................... 19
3

4.1.5. Organisasi dan Tata Kerja....................................................... 20


4.1.6. Pengembangan Sumberdaya Manusia.................................... 22
4.1.7. Sarana dan Prasarana.............................................................. 24
4.1.8. Sistem Penyediaan Air............................................................ 25
4.1.9. Sumber Energi Listrik............................................................. 28
4.1.10. Kerjasama............................................................................... 28
4.1.11. Produksi Balai Budidaya Laut Batam..................................... 29
4.1.12. Potensi Pasar........................................................................... 29

4.2........................................................................................................Teknik
Pembeniha Kerang Abalone........................................................... 30
4.2.1. Pengelolaan Induk.............................................................. 30
4.2.1.1..............................................................................Persiapa
n Wadah................................................................ 30
4.2.1.2..............................................................................Pembers
ihan Wadah........................................................... 31
4.2.1.3..............................................................................Pemelih
araan Induk.......................................................... 31
4.2.1.4..............................................................................Pakan
dan Jenis Pakan.................................................... 33
4.2.1.5..............................................................................Seleksi
Induk.................................................................... 34
4.2.2. Pemijahan........................................................................... 36
4.2.3. Penanganan Telur............................................................... 38
4.2.3.1..............................................................................Pemane
nan Telur.............................................................. 38
4.2.3.2..............................................................................Seleksi
dan Perhitungan Telur.......................................... 39
4.2.4. Pemeliharaan Larva............................................................ 42
4.2.4.1.Penebaran Larva.................................................. 42
4.2.4.2..............................................................................Pemberi
aan Pakan............................................................. 43
4.2.4. Kultur Pakan Alami............................................................ 43
4.2.5.1..............................................................................Skala
Laboratorium....................................................... 43
4.2.5.2.Skala Akuarium................................................... 45

4.2.6. Pengukuran Kualitas Air........................................ 46

4.2.7. Hama dan Penyakit................................................ 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 48


5.1. Kesimpulan.................................................................................... 48
5.2........................................................................................................Saran
.......................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA
4

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Abalone (Haliotis asinina).............


4

2. Skema Organisasi Balai Budidaya Laut


Batam
22

3. Pompa artesis...................................................

25
4. Penampungan Air Laut....................................

26
5. Sand filter........................................................

27
6. Bioball.............................................................

27
7. Sumber Energi Listrik di BBL Batam.............

28
8. Bak Pemeliharaan Induk.................................

30
9. Potongan Pipa-pipa Paralon (a) Keranjang (b)

31
10. Proses pencucian bak induk............................

31
5

11. Induk Abalone (Haliotis asinina)....................

32
12. Gracilaria sp. (a) Sargasum sp. (b) ................

33
13. Induk Jantan yang Sudah Matang Gonad (a)

Induk Betina yang Sudah Matang Gonad (b).....................................

35
14. Proses Pemanenan Telur..................................

38
15. Perkembangan Larva Abalone.........................

41
16. Proses Pemberian Pakan Larva Abalone.........

43

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan pembeniihan


Abalone (Haliotis asinina)

14

2. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembenihan


Abalone(Haliotis asinina)

14

3. Kondisi pegawai Balai Budidaya Laut Batam Berdasarkan Tingkat


Pendidikan
6

23

4. Sarana dan Prasarana Fisik yang dimiliki Balai Budidaya Laut


Batam

24

5. Komposisi dari Gracilaria sp. dan Sargasum sp. sebagai pakan


Abalone

34

6. Tingkat Keberhasilan Pemijahan Abalone

40

7. Hasil Pengukuran kualitas air pada Bak Pemeliharaan Induk dan


Larva

46

DAFTAR LAMPIRAN
7

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Praktek Magang...........................

53

2. Alat-alat yang digunakan selama Praktek

Magang

54

3. Bahan yang digunakan selama Praktek Magang

56

4. Foto-foto Kegiatan selama Praktek Magang...

57

5. Perhitungan Telur ............................................

58

6. Sertifikat magang............................................. 59
8
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia dan ketersediaan

teknologi memungkinkan dihasilkannya berbagai jenis produk hasil laut melalui

akuakultur. Akuakultur bisa diartikan sebagai budidaya jasad perairan, seperti

ikan, kerang-kerangan, crustasea dan tanaman air. Dalam budidaya tersebut ada

intervensi dalam proses pemeliharaan untuk peningkatan produksi, seperti

pembenihan, pemberian pakan, dan pemberantasan hama dan penyakit.

Perairan laut Indonesia merupakan habitat hidup berbagai jenis biota laut,

banyak di antaranya yang potensial untuk dibudidayakan karena harga jualnya

cukup tinggi dan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat. Selain itu, kegiatan

budidaya laut yang relatif baru kini mulai berkembang. Komoditas yang

dibudidayakan meliputi jenis ikan khususnya ikan kerapu, kakap putih, kakap

merah, ikan kuwe, bawal bintang, bawal putih dan bandeng. Selain ikan,

dibudidayakan juga jenis Crustaceae (udang barong), kekerangan (moluska), jenis

Echinodermata (teripang), dan rumput laut.

Saat ini pengembangan budidaya laut lebih banyak mengarah kepada ikan-

ikan ekonomis tinggi dan tiram mutiara, sementara diperairan Indonesia masih

banyak biota-biota laut yang masih bisa dikembangkan dan mempunyai nilai

ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerang Abalone (Haliotis asinina).

Pengembangan usaha budidaya kerang abalon dimasa datang mempunyai prospek


2

cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik

budidaya sampai dengan pemasaran.

Abalon termasuk jenis kerang univalve yang dagingnya mempunyai nilai

gizi cukup tinggi dengan kandungan protein sebesar 71,99%, dan lemak 3,20%,

serat 5,60%, abu 11,11%; dan kadar air 0,60% , bahkan harga Abalone dipasaran

mencapai Rp. 200.000/kg. Cangkangnya juga mempunyai nilai estetika yang

dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk

barang kerajinan lainnya (Cholik et al., 2005).

Tahang, Imran dan Bangun (2006) menyatakan bahwa dengan

meningkatnya kebutuhan akan Abalone dapat mendorong usaha penangkapan

secara intensif sehingga produksi Abalone di alam berkurang sementara

pertumbuhan Abalone sangat lambat. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan

populasi Abalone secara drastis di alam, oleh karena itu upaya peningkatan

produksi Abalone perlu dikembangkan melalui usaha budidaya.

Kegiatan magang ini merupakan langkah awal yang tepat bagi mahasiswa

perikanan khususnya Program Studi Budidaya Perairan untuk memperoleh

pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan mengenai teknik pembenihan

Abalone yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidup populasi

Abalone di masa mendatang.

1.2. Tujuan Praktek Magang

Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari

teknik pembenihan Kerang Abalone (Haliotis asinina) di Balai Budidaya Laut


3

Batam sehingga penulis bisa mengaplikasikan. Selain itu untuk mengetahui

permasalahan yang muncul selama kegiatan pembenihan dan mencari alternatif

pemecahannya.

1.3. Manfaat Praktek Magang

Dari hasil praktek magang ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan penulis serta memberikan informasi yang tepat

tentang teknik pembenihan Kerang Abalone (Haliotis asinina), sehingga nantinya

dapat menerapkan ilmu tersebut di masyarakat dan dapat membuka peluang kerja

bagi masyarakat.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi dan Taksonomi Kerang Abalone (Haliotis asinina)

Menurut Darmawan (1998) dalam Cholik et al (2005) Klasifikasi Abalone

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Sub Class : Archaeogastropoda
Super Family : Pleuromariaceae
Family : Haliotidae
Genus : Haliotis
Spesies : Haliotis asinina

Gambar 1. Morfologi Abalone (Haliotis asinina)

Abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas tubuh,

cangkang berbentuk seperti telinga yang menutupi bagian tubuh yang lunak.

Cangkang Abalone bewarna abu-abu sampai warna merah sesuai dengan tipe
5

karang di habitatnya (FAO, 1995). Sudradjat (2008) menambahkan cangkang

Abalone bebentuk telinga, rata, dan tidak memiliki operculum. Bagian cangkang

sebelah dalam berwarna putih mengilap, seperti perak. Siput ini memiliki mata

tujuh (Gambar 1).

Cangkang Abalone berbentuk spiral dengan spiral sangat tipis. Pada

cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan

ukuran Abalone, semakin besar ukuran Abalone maka semakin banyak lubang

yang terdapat pada cangkang yang tertata rapi mulai dari ujung depan sampai

belakang cangkang (Tahang et al., 2006). Lubang pada cangkang Abalone

berfungsi untuk respirasi, mengeluarkan kotoran, dan bahkan untuk mengeluarkan

sperma atau ovum (Sorta, 2012).

Ukuran tubuh (otot) Abalone sangat besar dibandingkan cangkangnya.

Kepala berwarna kehijauan dan pada pinggir sekitar kepala berwarna hijau dengan

bintik-bintik hijau gelap dan coklat. Kakinya berwarna krem kelihatan berbintik

kecoklatan. Cangkang berbentuk seperti telinga dan berwarna kemerah-merahan

sampai coklat dengan gelombang cincin pertumbuhan pada permukaannya.

Terdapat sirip hitam dan kekuningan pada permukaan dorsal dan warna kehijauan

sampai keunguan pada strip otot jalannya. Kerang Abalone juga mempunyai

mulut dan sungut yang terletak dibawah cangkang serta sepasang mata (Sorta,

2012).

2.2. Habitat dan Penyebaran Abalone (Haliotis asinina)

Siput Abalone ditemukan di perairan dangkal pada daerah yang berkarang

atau berbatu yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Abalone

bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki.
6

Gerakan kaki Abalone sangat lambat, sehingga memudahkan predator untuk

memangsanya (Tahang et al., 2006).

Tahang et al. (2006) menambahkan bahwa penyebaran siput Abalone

sangat terbatas, tidak semua pantai yang berkarang atau berbatu terdapat siput

Abalon. Secara umum siput Abalone tidak ditemukan di daerah estuaria, hal ini

berkaitan dengan fluktuasi salinitas dan tingkat kekeruhan yang tinggi dan

konsentrasi DO yang rendah. Pada siang hari atau suasana terang, siput Abalone

lebih cenderung sembunyi di karang atau batu. Sedangkan pada suasana malam

atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat (bersifat nocturnal).

2.3. Pembenihan Abalone (Haliotis asinina)

2.3.1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Penyediaan induk Abalon yang matang gonad dan siap dipijahkan merupa

kan faktor utama dalam kegiatan pembenihan dan ketersediaannya baik kuantitas

maupun kualitas menjadi tolak ukur keberhasilan produksi benih. Secara teknis

tahapan pematangan Abalone telah dihasilkan akan tetapi tahapan lain yang cukup

membutuhkan pemikiran adalah memperoleh telur yang terbuahi dan menetas

menjadi larva hingga benih (Khoironi, 2012).

Khoironi (2012) menambahkan bahwa syarat Abalone yang akan dijadikan

induk dalam kegiatan pembenihan perlu dilakukan pengamatan. Induk Abalone

yang sehat dapat dilihat dari warna tubuhnya berwarna kehijauan dengan bintik

hijau gelap dan coklat, tidak terserang hama penyakit dan gerakannya sangat

agresif. Perbedaan induk jantan dan induk betina dapat dilihat dari warna

gonadnya yaitu jantan gonadnya berwarna cream/putih sedangkan betina warna

gonadnya hijau/cokelat kadang kebiruan. Penanganan induk kerang Abalone baik


7

jantan maupun betina harus dipelihara terpisah untuk menghindari spontaniosis

spawning atau biasa disebut mijah maling. Pengecekan gonad dilakukan 3 hari

sebelum bulan gelap dan bulan terang dan tingkat kematangan gonadnya minimal

untuk dipijahkan 75%.

Induk Abalone yang telah diseleksi tingkat kematangan gonadnya (jantan

dan betina) ditampung dalam keranjang plastik dan dipelihara dalam bak terpisah

pada bangunan tertutup (indoor). Ketinggian air bak diatur antara 50 60 cm.

Abalone berada dalam kondisi 12 jam terang dan 12 jam gelap dan bak terbuka

selama pemeliharaan. Selama pagi hingga sore hari, air segar dialirkan secara

terus menerus (sistem sirkulasi). Sebaliknya selama malam hari, air tandon yang

telah ditingkatkan suhunya dengan heater (1000 watt) dialirkan terus menerus

(resirkulasi) ke dalam bak pemeliharaan induk. Selama malam hari air di dalam

bak tandon tetap diberikan alat pemanas (heater) (Soleh dan Suwoyo 2008).

Selanjutnya Soleh dan Suwoyo (2008) menambahkan bahwa pakan yang

diberikan selama pemeliharaan induk Abalone adalah rumput laut Gracilaria sp

dengan dosis adlibitum. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari setelah

kegiatan pembersihan kotoran, untuk induk yang akan dipijahkan tetap diberikan

hingga menjelang waktu pemijahan. Pembersihan kotoran pakan dan kotoran dari

Abalone dilakukan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore).

Kegiatan seleksi dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan

gonad baik jantan maupun betina selama masa pemeliharaan induk. Individu

dewasa diseleksi tingkat kematangan gonadnya dengan cara membuka cangkang

dan selanjutnya dipelihara dalam tempat terpisah. Kriteria kematangan gonad

akhir adalah berwarna kuning-oranye (induk jantan) dan berwarna hijau


8

kecoklatan (induk betina). Ciri lain dalam seleksi kematangan gonad adalah

melihat kantong gonad yang menonjol keluar cangkang (Mulyono dan Kadari,

2011).

2.3.2. Pemijahan

Abalone bersifat gonokoris, memiliki satu gonad (jantan atau betina) yang

berada di sebelah kanan tubuh. Abalone mengalami matang gonad setelah

berumur 6-8 bulan dengan panjang cangkang 35-40 mm. Jenis kelamin Abalone

mudah dikenali, yaitu ketika gonad telah masak testes berubah warna menjadi

cream dan ovari menjadi kehijauan. Fertilisasi eksternal terjadi saat jantan dan

betina mengeluarkan gamet langsung ke kolom air. Ukuran telur sangat kecil,

sekitar 0,2 mm dan berjumlah sangat banyak (Faisal, 2005).

Pemijahan pada Haliotis asinina menurut Counihan et al (2001) sangat

teratur dibandingkan famili Haliotid dan invetebrata laut lainnya, di mana periode

pemijahan cenderung serentak (syncronous). Peristiwa yang terjadi ini

dipengaruhi lebih dari satu faktor lingkugan. Musim pemijahan Abalone di Heron

Reef Australia berlangsung dari Oktober April yang berhubungan erat dengan

temperatur air. Pengeluaran gamet terjadi dalam 2 malam setiap 2 minggu pada

periode bulan gelap dan purnama. Hubungan antara pemijahan dengan periode

bulan (lunar periode) belum diketahui secara pasti.

Secara umum Abalone tropis hampir memijah sepanjang tahun kecuali

pada bulan Mei Juni yang merupakan masa istirahat. Pada musim-musim

dimana suhu air rendah maka periode pemijahan akan menurun dan kondisi
9

tersebut umumnya terjadi antara bulan April Juni (Capinpin, Encena dan

Bayona, 1998). Musim pemijahan abalon di Korea menurut RAS (1990) mulai

bulan Juli/Agustus ketika air laut sekitar 20 C dan pada beberapa kasus hingga

akhir September dan Oktober.

Pada pemijahan alami, Abalone yang telah matang gonad dapat memijah

dengan rangsangan perubahan suhu secara tiba-tiba oleh sebab pasang-surut.

Pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa pemijahan alami di bak dari

Abalone hasil tangkapan diketahui bertepatan dengan fase bulan muda dan

purnama selama 2 bulan pertama dengan pemijahan berikutnya terjadi kira-kira

intervalnya 2 minggu atau interval antara 13-15 hari (Capinpin et al., 1998). Pada

awal pemijahan, Abalone jantan dan betina dipisah dan dilanjutkan dengan

pengeluaran produk genital (RAS, 1990).

Selain pemijahan alami, induk Abalone yang matang gonad dapat

dipijahkan secara buatan. Pada pemijahan buatan, induk Abalone dapat dirangsang

dengan beberapa cara berdasarkan metode RAS (1990) : (1) kejut suhu, (2)

metode pengeringan, (3) pencahayaan ultra violet (UV), (4) penambahan bahan

kimia (hidrogen peroksida) dan (5) kombinasi.

Pada Abalone jantan memijah dahulu dan sperma dalam bak pemijahan

memicu betina untuk memijah. Telur terbuahi dalam satu jam periode pemijahan.

Telur yang terbuahi berdiameter 180 m dan berbentuk spherical. Telur-telur

segera menyerap air dan tenggelam ke dasar (Najmudeen dan Victor, 2004).

Selanjutnya Soleh dan Suwoyo (2008) menyatakan bahwa telur yang terbuahi

akan cepat megendap di dasar wadah dibanding telur yang tidak terbuahi atau

abnormal (di lapisan atas).


10

Setelah dibuahi, telur diinkubasi pada wadah inkubasi sampai menetas

menjadi trochophore dalam waktu 10 -12 jam. Trochophore kemudian dipanen

dengan cara disiphon dilakukan pada pagi hari. Setelah trochophore dipanen

kemudian ditebar dengan padat penebaran untuk bak 1,5 ton 300.000 500.000

ekor. Penebaran dilakukan pada bak pemeliharaan larva yang dilengkapi dengan

feeder plate yang mengandung Nitzchia sp. Trochophore akan melayang dalam

badan air selama 4-7 hari kemudian menempel pada feeder plate (Khoironi, 2012).

2.3.3. Pemeliharaan Larva

Kegiatan pemeliharaan larva meliputi : penyiapan pakan awal larva,

pemeliharaan larva (stadia trochophore, veliger, torson, settlemen), dan

pemanenan larva. Pakan alami plankton yang biasa diberikan untuk larva

yaitu: Nannochloropsis sp, Dunaliella salina, Pavlova sp, Isocrysis galbana,

Isocrysis tahiti, Tetraselmis chuii, Nitzschia sp, Chaetoceros simplex dan

Chaetoceros gracillis. Pemberian pakan dengan pakan alami tersebut di atas

biasanya diberikan sehari 3 kali. Untuk tingkat konsentrasi pakan alami tersebut.

minimal 10 ekor/cc plankton yang selalu tersedia pada bak pemeliharaan

larva. Pemanenan larva Abalone dilakukan pada umur 3-4 bulan karena lebih

aman dilakukan ukuran benihnya sudah berkembang (Khoironi, 2012).

Setyono (2011) menjelaskan bahwa selama proses embriogenesis hingga

telur menetas menjadi larva veliger, air di dalam bak penetasan tidak diganti.

Aerasi dipasang pada level sangat rendah (halus) untuk mencegah jangan sampai

telur dan larva rusak atau mati karena benturan.

Larva akan menempel dan bermetamorfosa (berubah bentuk), memulai

hidupnya sebagai hewan bentik. Laju dan tingkat keberhasilan penempelan larva
11

pada substrat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan (diatom) yang tumbuh

dipermukaan substrat serta kondisi lingkungan (Mulyono dan Kadari, 2011).

Mulyono dan Kadari (2011) menambahkan bahwa setelah larva menempel

pada substrat, air didalam bak pemeliharaan diganti sekitar 50% volume setiap 3

4 hari. Setelah juvenil berumur 1 bulan, penggantian air dilakukan setiap dua hari

sebanyak 50% volume.

2.3.4. Pakan dan Kebiasaan Makan Abalone (Haliotis asinina)

Siput Abalone merupakan hewan herbivora pemakan makroalga

(seaweeds) dan mikroalga. Jenis alga yang biasa di makan yaitu alga merah

(Corallina, Lithothamium, Gracilaria, Porphya), alga coklat (Laminaria,

Macrocysis, Sargasum), dan alga hijau (Ulva) (Tahang et al., 2006).

Jenis pakan kerang Abalone adalah seaweed yang biasa disebut makro-

alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber

makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah Gracilaria sp yang

merupakan makanan favorit untuk kerang Abalone. Selain Gracilaria sp, jenis

seaweed yang yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva sp. Saat pemberian

pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan

untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari

pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan

racun bagi kerang Abalone (Anonim, 2008).

Juvenile Abalone (Haliotis asinina) mengkonsumsi makroalga segar

(Gracilaria sp.) 20-30% dari bobot tubuhnya setiap hari. Abalone mengkonsumsi

sekitar 10% dari berat tubuhnya per hari (rumput laut basah), dan selama masa

pertumbuhan, Abalone dapat mengkonsumsi hingga 20% dari bobot tubuhnya.


12

Juvenile Haliotis asinina (16-20 mm) mengkonsumsi 35-40% rumput laut dari

bobot tubuhnya, sedangkan untuk ukuran yang lebih besar (>50 mm) konsumsi

pakan hanya mencapai 5-10% dari bobot tubuhnya (Sorta, 2012).

2.3.5. Kualitas Air

Ditinjau dari segi perairan, kehidupan siput Abalone sangat dipengaruhi

oleh kualitas air. Haliotis asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi sampai

30C, parameter kualitas air yang berpengaruh yaitu pH antara 7-8, salinitas 31-32

ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1 ppm (Tahang et al., 2006). Sedangkan menurut

Sudradjat (2008) Nilai parameter kualitas air untuk budidaya Abalone untuk suhu

27-30C, salinitas 29-33 , pH antara 7,6-8,1 dan DO 3,27-6,28 ppm.

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penggantian wadah atau waring

setiap sebulan sekali. Organisme penempel di waring perlu dibersihkan agar tidak

mengganggu kondisi perairan pemeliharaan Abalone. Waring yang lama di angkat

diganti dengan waring yang baru, pengontrolan pakan yang busuk karena

mengandung NH3 yang menempel (Khoironi, 2012).

2.3.6. Hama dan Penyakit

Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya

Abalone. Jenis predator dalam budidaya Abalone adalah kepiting laut. Upaya

pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan cara manual

pada periode waktu tertentu. Kematian massal Abalone pernah terjadi di dalam

tangki pembesaran yang diatasi dengan penggunaan streptomysin dan neomysin.


13

Adapun patogen yang diduga sebagai penyebab kematian Abalone adalah bakteri

(Sudradjat, 2008).

Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah budidaya kerang

Abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama yang lain seperti udang-

udangan dan kerang-kerang laut menjadi pengganggu dan penyaing ruang gerak

serta makanan contoh teritip. Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan

pencegahan akan terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam.

Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrat,

selain sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang Abalone untuk

bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang Abalone

(Faisal, 2005).

Penyakit yang menyerang kerang Abalone, saat ini masih terus

diidentifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang ditimbulkan

adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian

bawah cangkang). Kerang Abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 5-6

hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang sangat lembek

(tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya mengalami kematian.

Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau

pemisahan pada tempat khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari

cangkang, kemudian dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan

acriflavin atau betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara

kontinyu selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang Abalone yang

mengalami luka (Anonim, 2008)


14

III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini telah dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2013

sampai dengan tanggal 24 Februari 2013 di Balai Budidaya Laut Batam yang

terletak di Jl.Raya Barelang Jembatan III P.Setoko PO.BOX 60 Sekupang, Batam,

Provinsi Kepulauan Riau.

3.2. Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam melakukan pembenihan

Abalone (Haliotis asinina) antara lain, sebagai berikut:

Tabel 1. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan Abalone


(Haliotis asninia)
No Nama Bahan Ukuran/Spesifikasi Kegunaan
1. Induk Abalone Haliotis asinina Objek yang diteliti
2. Air laut Diperoleh dari perairan Media pemeliharaan
sekitar
3. Makroalga Gracilaria sp. dan Pakan Induk
Sargasum sp.
4. Mikroalga Nitzschia sp. Pakan Larva
5. Pupuk Conway dan Silikat Pakan Mikroalga

Tabel 2. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembenihan Abalone (Haliotis


asinina)
No Nama Alat Ukuran/Spesifikasi Kegunaan
1. Bak pemeliharaan induk Bak fiber berbentuk tabung Tempat pemeliharaan dan
kapasitas 1.0 m3 dan pemijahan induk
15

berbentuk persegi kapasitas


0.8 m3
2. Bak pemeliharaan larva Bak fiber bulat volume 0.4 Tempat pemeliharaan larva
m3
3. Keranjang berlobang (50x35x15) cm Tempat kurungan Abalone
4. Potongan pipa-pipa 4 6 inchi Tempat menempel Abalone
paralon
5. Spatula Terbuat dari plastic Alat untuk mengambil
Abalone
6. Selang sipon - Untuk menyipon telur
7. Toples Plastik 15 liter Tempat telur yang telah
dipanen
8 Saringan screen net 50 Untuk menyaring telur
9 Selang dan Batu aerasi - Penyalur oksigen kepada bak
induk dan larva
10 Tabung erlenmeyer 100 ml Wadah kultur pakan alami
skala laboratorium

11 Akuarium 60 x 35 x 35 cm Wadah kultur pakan alami


skala semi masal
12 Ember, baskom dan Terbuat dari plastic Alat serbaguna yang
gayung menyokong setiap kegiatan

13 Keranjang berlobang Bulat Tempat pemanenan rumput


laut
14 Mikroskop - Untuk melihat telur Abalone

3.3. Metode Praktek

Metode yang digunakan dalam praktek ini adalah metode survey dan

praktek langsung. Dimana praktek dilakukan sesuai dengan apa yang telah

dikerjakan pada saat melaksanakan praktek magang, seperti pengelolaan induk

yang meliputi persiapan wadah induk, pembersihan wadah, pemeliharaan induk,

pakan dan jenis pakan, seleksi induk dan pemijahan.

Penanganan telur meliputi pemanenan telur, seleksi dan perhitungan jumlah

telur. Sedangkan metode praktek pemeliharaan larva meliputi persiapan wadah,

penebaran larva, pemberian pakan, kultur pakan alami skala laboratorium, skala

akuarium, pengukuran kualitas air serta hama dan penyakit.


16

Dalam pelaksanaan praktek magang dilakukan perhitungan jumlah total

telur, tingkat pembuahan telur dan derajat penetasan telur dengan rumus menurut

Effendi (1979) sebagai berikut:

Rumus perhitungan jumlah total telur

Sampel a + Sampel b + Sampel c


Total Telur = x Volume Air
3

Rumus tingkat pembuahan telur (Fekunditas Rate (FR)

Telur Terbuahi
FR (%) = x 100%
Total Telur
Rumus derajat penetasna telur (Haching Rate (HR)

Telur Menetas
HR (%) = x 100%
Telur Terbuahi

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh selama praktek magang dianalisa secara deskriptif dan

ditabulasikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk memberikan gambaran

tentang teknik pembenihan serta permasalahannya, kemudian dicari alternatif

pemecahannya sesuai dengan kenyataan di lapangan yang mengacu pada literatur-

literatur yang ada. Data-data yang telah diperoleh dapat dilihat pada bagian hasil

dan pembahasan yang telah dikembangkan menjadi uraian tertulis.


17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Balai Budidaya Laut Batam

4.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya Balai Budidaya Laut Batam

Balai Budidaya Laut Batam merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat

(UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dibidang pengembangan budidaya

laut. Balai Budidaya Laut Batam berdiri sejak tahun 1986 dengan nama Stasiun

Budidaya Laut yang berkantor di Tanjung Pinang, kemudian pada tahun 1990

berganti nama menjadi Sub Balai Budidaya Laut yang berkantor di Tanjung Riau,

Sekupang, Batam.

Sejak tahun 1994 Sub Balai Budidaya Laut resmi terbentuk dengan nama

Loka Budidaya Laut Batam melalui surat Keputusan Menteri No.

347/KPTS/OT.210/5/94 tanggal 06 Mei 1994 lalu disempurnakan dengan SK

Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan Nomor : 64 Tahun 2000 tanggal 31 Juli

2000 kemudian disempurnakan lagi dengan surat Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor : KEP.26C/MEN/2001 tanggal 01 Mei 2001.


18

Pada Juni 2002 Loka Budidaya Laut Batam menempati lokasi baru di

pulau Setoko, Kecamatan Bulang, Kota Batam dan pada tahun 2006 melalui

peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.10/MEN/2006, Tanggal 12

Januari 2006 Loka Budidaya Laut Batam resmi menjadi Balai Budidaya Laut

Batam dan seluruh kegiatan dipusatkan di lokasi dengan luas 6,5 Ha.

4.1.2. Keadaan Lokasi

Wilayah Barelang dengan letak geografis yang strategis terletak di pintu

gerbang utama Indonesia Bagian Barat yang merupakan zona perdagangan bebas.

Luas laut Barelang 1.647,83 km2 dan terdiri dari 362 pulau (Lampiran 1), keadaan

ini memberi peluang yang cukup besar untuk usaha perikanan budidaya. Balai

Budidaya Laut Batam berada pada daerah berbukit dengan tanah yang berbatu-

batuan, perairan lautnya jernih dengan substrat pasir berlumpur dan terdapat

ekosistem terumbu karang, rumput laut, lamun, vegetasi hutan mangrove

dikawasan pesisir pantainya. Keadaan ini sangat mendukung untuk pelaksanaan

kegiatan budidaya karena lokasi ini juga masih relatif jauh dari sumber-sumber

pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat ataupun kegiatan

industri.

Balai Budidaya Laut Batam terletak di Jalan Raya barelang Jembatan III

Pulau Setoko, Kecamatan Bulang, Kota Batam. Lokasi ini berjarak sekitar 10 km

dari kota batam dan bersebelahan dengan pulau Akar, dengan luas lahan sekitar

6,5 Ha yang digunakan untuk sarana perkantoran, perpustakaan, mesjid,

perumahan pegawai, laboratorium, hatchery, kultur pakan alami dan sisanya

sebagai tempat budidaya ikan.

4.1.3. Fungsi dan Tugas pokok


19

4.1.3.1. Fungsi

Balai Budidaya Laut Batam mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan

pembudidayaan ikan laut.

2. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi

personil pembenihan serta pembudidayaan ikan laut.

3. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk

penjenis dan induk dasar ikan laut.

4. Pelaksanaan pengujian pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.

5. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta pengendalian

hama dan penyakit ikan laut.

6. Pengkajian dan pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk / benih

ikan laut.

7. Pelaksanaan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih

dan pembudidayaan laut.

8. Pengelolaan dan pelayanan sistem informasi dan publikasi pembenihan

dan pembudidayaan ikan laut.

9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

4.1.3.2. Tugas Pokok

Tugas pokok dari Balai Budidaya Laut Batam yaitu melaksanakan

penerapan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan laut serta pelestarian

sumberdaya induk / benih ikan laut dan lingkungan.

4.1.4. Visi dan Misi

4.1.4.1. Visi
20

Mewujudkan Balai Budidaya Laut Batam sebagai institusi pelayanam

dalam pembangunan dan pengembangan sistem budidaya air laut yang berdaya

saing, berkelanjutan dan berkeadilan.

4.1.4.1. Misi

Misi dari Balai Budidaya Laut Batam adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis agribisnis dan

melaksanakan alih teknologi kepada dunia usaha.

2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan.

3. Mengembangkan sistem informasi IPTEK Perikanan.

4. Meningkatkan pelayanan jasa dan sertifikasi.

5. Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya ikan dan lingkunganya.

4.1.5. Organisasi dan Tata Kerja

Struktur Organisasi Balai Budidaya Laut Batam dipimpin oleh Kepala

Balai yang dalam kerjanya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala

Seksi Pelayanan Teknis dan Informasi, Kepala Seksi Sarana Teknik dan

Kelompok Pejabat Fungsional. Tugas dari masing-masing pembantu kepala balai

adalah sebagai berikut :

a. Kepala Sub Bagian Tata Usaha bertugas melaksanakan urusan tata usaha balai

serta memberi pelayanan teknis dan administrasi kepada semua satuan

organisasi dalam lingkungan Balai Budidaya Laut Batam yang terdiri dari sub

bagian keuangan dan sub bagian umum.

b. Seksi Pelayanan Teknis dan Informasi bertugas melaksanakan teknik kegiatan

dan penerapan teknik budidaya air laut yang pelaksanaannya dibantu oleh sub

seksi pelayanan teknis dan sub pelayanan informasi dan publikasi.


21

c. Seksi sarana teknik bertugas melaksanakan penyediaan, pengelolaan dan

pemeliharaan sarana teknik kegiatan dan penerapan teknik budidaya air laut

yang terdiri dari sub seksi budidaya dan sub seksi laboratorium.

d. Kelompok Pejabat Fungsional bertugas melakukan perekayasaan teknik

budidaya air laut sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan SK. Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan No. 64 Tahun

2000 Tanggal 31 Juli 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Budidaya Laut

Batam yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Jendral Perikanan Budidaya. Sesuai SK. Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan

No. 64 Tahun 2000 tersebut didalam struktur organisasi terdapat kelompok

jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasaan,

pengujian, penerapan dan bimbingan penerapan standar teknik alat dan mesin,

serta sertifikasi pembenihan dan pembudidayaan, pengendalian hama dan

penyakit ikan, pengawasan benih budidaya, penyuluhan dan kegiatan lain yang

sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fugsional berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kelompok jabatan fungsional terdiri dari perekayasa, pengawas benih

ikan, pengawas perikanan, pengendalian hama dan penyakit ikan dan jabatan

fungsional lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan nomor

KEP.47/MEN/2002 tanggal 18 November 2002, struktur organisasi Balai

Budidaya laut Batam (Gambar 2) sebagai berikut:

a. Kepala Balai Budidaya Laut Batam

b. Sub Bagian Tata Usaha


22

Kepala Balai Budidaya Laut Batam c.

c.

Sub Bagian Tata Usaha c.

Sei Standarisasi Dan informasi c.


Sei Pelayanan Teknis
c.

Kelompok Jabatan Fungsional c.

c.

Sei Pelayanan Teknis

d. Sei Standarisasi dan Informasi

e. Kelompok Jabatan Fugsional

Gambar 2. Skema Organisasi Balai Budidaya Laut Batam

Untuk mempermudah koordinasi dan mempelancar pelaksanaan kegiatan

sesuai dengan SK keputusan Balai Budidaya Laut Batam No.PER.10/MEN/2006


23

tanggal 12 Januari 2006 dibentuk kelompok kegiatan perekayasaan sebagai

berikut :

1. Kelompok kegiatan pembenihan ikan.

2. Kelompok kegiatan pembesaran ikan.

3. Kelompok kegiatan pembesaran non ikan.

4. Kelompok kegiatan kultur pakan alami.

5. Kelompok kegiatan manajemen kesehatan hewan aquatic.

6. Kelompok kegiatan pengendalian lingkungan.

4.1.6. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Balai Budidaya Laut Batam merupakan suatu institusi yang melakukan

perekayasaan dan kaji terap akan berbagai informasi ilmu pengetahuan teknologi

yang berhubungan dengan teknologi Budidaya laut yang baru dan

menyempurnakan teknologi yang sudah ada sehingga dapat diterapkan oleh

masyarakat.

Untuk mendukung Tugas dan Fungsinya, Balai Budidaya Laut Batam

didukung oleh sumberdaya manusia sebanyak 94 orang yang terdiri dari berbagai

macam tingkat pendidikan dari pasca sarjana hingga tenaga kontrak. Berdasarkan

profil BBL Batam Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi Pegawai Balai Budidaya Laut Batam Berdasarkan


Tingkat Pendidikan
N Tingkat Jumlah
Bidang / Jurusan
o Pendidikan (orang)
1 Pasca Sarjana Manajemen Sumberdaya Pantai 1 8
(S2)
Perikanan 1
Kedokteran Hewan 1
Biologi Reproduksi 1
Ilmu Lingkungan 3
24

Pengelolaan Sumberdaya Hayati 1


Lingkungan Hidup Tropika

2. Sarjana (S1)/D4 Perikanan 18 24


Biologi 1
Teknik Mesin 1
Teknik Sipil 1
Pendidikan Kimia 1
Penyuluh Kelautan Perikanan 1

Sistem Informasi 1
3. Diploma III Perikanan 9 13
Kimia 1
T Mesin Perkapalan 1
Akuntansi 2
4. SUPM/SMA Perikanan 12 18
Umum 6
5. SD/SMP 5 5
6. Tenaga Kontrak 26 26
Jumlah 94
Sumber : Profil BBL Batam Tahun 2012
Berdasarkan data dari Tabel 3, jenjang pendidikan tertinggi dari pegawai

adalah Pasca Sarjana (S2) dan yang terendah adalah Sekolah Dasar (SD) dengan

total jumlah pegawai 68 orang, sementara 26 orang lainnya adalah tenaga kontrak

dan belum diketahui tingkat pendidikannya oleh penyusun. Untuk latar belakang

pendidikan dari tenaga kerja didominasi dari bidang perikanan.

4.1.7. Sarana dan Prasana

Balai Budidaya Laut Batam memiliki sarana dan prasarana untuk

operasional kegiatan budidaya, mulai dari pemilihan induk, pemijahan,

pemeliharaan larva, pendederan dan pembesaran. Secara garis besar fasilitas yang

dimiliki Balai Budidaya Laut Batam dapat dilihat Tabel 4.

Tabel 4. Sarana dan Prasarana Fisik yang Dimiliki Balai Budidaya Laut
Batam
25

No FASILITAS Jumlah FUNGSI


1 Keramba Jaring Apung 6 unit Pemeliharaan induk dan
(3x3x3m) pembesaran
2 Bak Induk Beton (255 ton) 5 unit Pemeliharaan Induk
3 Bak Beton (8 - 10 Ton) 20 unit Pendederan dan penyediaan pakan
alami
4 Bak Fiberglass (1-8 Ton) 64 unit Pemeliharaan larva, pendederan
dan pakan alami
7 Indoor hatchery 2 unit Lokasi pemeliharaan larva
8 Outdoor hatchery 2 unit Lokasi pendederan
9 Laboratorium penyakit 1 unit Identifikasi mengenai penyakit
ikan
10 Laboratorium plankton 1 unit Perekayasaan dan penyediaan
pakan alami
14 Sistem Filter 1 unit Menyaring air
15 Tandon air laut (100 ton) 1 unit Stock air laut
16 Tandon air tawar (125 ton) 1 unit Stock air Tawar
17 Pompa 6 unit Pengisi air
18 Mess operator 4 unit Tempat tinggal karyawan
19 Kantor 2 unit Kelancaran kegiatan administrasi
dan program proyek
21 Kendaraan Operasional 2 unit Kelancaran operasional pegawai
dan produksi
22 Genset 3 unit Sumber energi
23 Asrama 20 unit Penginapan peserta diklat
24 Ruang pelatihan 2 unit Pendidikan dan latihan
25 Komputer 5 unit Sarana dan penunjang kegiatan
administrasi dan perekayasaan
26 Rumah Genset 2 unit Fasilitas penerangan dan
operasional
27 Rumah pompa 2 unit Penyedia air laut
28 Pos jaga 1 buah Keamanan
29 Perpustakaan 1 unit Pengadaan buku-buku perikanan
Sumber : Laporan Tahunan Balai Budidaya Laut Batam 2010

Berdasarkan data dari Tabel 4. Balai Budidaya Laut Batam memiliki

sarana dan prasarana yang baik serta lengkap untuk menunjang operasional suatu

kegiatan Budidaya.

4.1.8. Sistem Penyediaan Air

Air laut untuk kegiatan pembenihan di ambil atau di pompa dari laut

melalui pipa paralon (PVC). Selanjutnya air masuk kedalam bak pengendapan
26

untuk di tampung sementara waktu, setelah itu dimasukkan ke dalam unit

penyaringan kemudian di suplai ke bak-bak pembenihan.

Air tawar berfungsi untuk menurunkan salinitas juga dimanfaatkan untuk

pembersihan peralatan penunjang kegiatan operasional sehari-hari. Air tawar

diambil dari sumber artesis melalui pompa dan selanjutnya di alirkan ke lokasi

pembenihan (Gambar 3).

Gambar 3. Pompa artesis

Ketersediaan air yang memiliki kualitas yang baik sangat diperlukan

dalam budidaya ikan. Diperlukan proses pengolahan air sehingga air yang

digunakan untuk pemeliharaan ikan sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Pada

proses pengolahannya air laut yang berasal dari laut lepas akan diambil

menggunkan pompa air laut dan ditampung pada bak penampungan air laut.

Pompa yang digunakan untuk mengambil air laut berjumlah 6 buah. Dari pompa

tersebut langsung dialirkan ke dalam bak penampungan. Air yang masuk ke dalam

bak penampungan sebelumnya dilakukan filterisasi terlebih dahulu.

Bak penampungan berfungsi dalam mengendapkan air laut sehingga

dihasilkan air yang berkualitas baik (Gambar 4). Selain itu, setelah ditampung

pada bak penampungan, air laut akan dialirkan ke pembenihan ikan juga

dilakukan treatment yaitu secara kimia, fisika dan biologi.


27

Gamb

ar 4.

Penampungan Air Laut

Treatment secara kimia dilakukan dengan cara air yang akan dialirkan ke

fasilitas budidaya diinfeksi menggunakan UV. Pada hatchery terdapat juga sistem

filterasi sehingga air yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik untuk menjamin

kelangsungan hidup larva. Pada hatchery air yang masuk kedalam bak

pembenihan juga akan dilakukan treatment secara kimia menggunakan ozon

prosesor.

Treatment secara fisik dilakukan dengan cara menyaring air yang masuk

menggunakan sand filter (Gambar 5). Setelah masuk ke sand filter air akan

dialirkan ke dalam bak hatchery, tetapi pada bak hatchery tersebut dilakukan

filterisasi lagi untuk menghasilkan kualitas air yang baik


28

Gambar 5. Sand filter

Treatment secara biologi dilakukan dengan cara memberi bioball pada

sistem filterasi yang berada pada hatchery (Gambar 6). Dengan adanya bioball

diharapkan dapat menumbuhkan organisme yang bermanfaat dalam menjaga

kualitas air. Mikroorganisme ini berasal dari probiotik yang diaktifkan dengan

molase atau sari tebu sebagai media tumbuh.

Gambar 6. Bioball
4.1.9. Sumber Energi Listrik

Aliran listrik merupakan jantung hatchery oleh karena itu harus tersedia

selama 24 jam. Tenaga listrik sangat

diperlukan untuk menghidupkan

blower, pompa air dan untuk

penerangan. Sampai saat ini sumber

energi listrik di lokasi budidaya laut masih


29

harus dibantu dengan menggunakan genset, mengingat kebutuhan listrik di lokasi

budidaya digunakan bersamaan dengan perumahan karyawan (Gambar 7).

Gambar 7. Sumber Energi Listrik di BBL Batam

4.1.10. Kerjasama

Balai Budidaya Laut Batam merupakan instansi pemerintah dibawah

kewenangan Direktorat Jendral Perikanan. Instansi ini menghasilkan paket-paket

teknologi sehingga kerja sama dengan lembaga-lembaga lain perlu dilakukan

dengan tujuan agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Adapun kerjasama

yang dilakukan Balai Budidaya Laut Batam dengan instansi lain adalah sebagai

berikut :

a. Kerjasama penelitian dengan BPPT

b. Kerjasama dengan Prancis

c. Kerjasama kegiatan pelatihan dengan JICA

d. Kerjasama kegiatan pelatihan dengan ACIAR

e. Kerjasama penelitian dengan UGM

4.1.11. Produksi Balai Budidaya Laut Batam

Balai Budidaya Laut Batam telah memproduksi berbagai macam

komoditas perikanan seperti Karapu macan, Kerapu bebek, Kakap , Bawal


30

Bintang dan Kakap Mata Kucing serta kajian pendahuluan mengenai ikan Kurau,

Kerapu Kertang, Gonggong, Abalone, Rumput Laut dan Udang-udangan.

Produksi dan teknologi yang dihasilkan Balai Budidaya Laut Batam telah

didistribusikan ke berbagai wilayah seperti Sumatera Utara, Jakarta, Bangka

Belitung, Kalimantan Barat dan berbagai wilayah Provinsi Riau.

4.1.12. Potensi Pasar

Kebutuhan konsumsi ikan laut untuk negara-negara Asia (Hongkong,

China, Taiwan, Singapura dan Jepang) adalah dalam bentuk ikan hidup.

Keberhasilan suatu usaha perikanan sangat ditentukan oleh permintaan pasar.

Posisi geografis Batam yang sangat dekat dengan pusat pasar ikan hidup

menyebabkan sebagian besar pasokan kebutuhan tersebut dipenuhi dari Batam.

Kebutuhan akan ikan hidup tersebut dapat dipenuhi melalui usaha

budidaya dalam skala yang besar dan kontinyu, dengan makin berkembangnya

usaha budidaya, terutama budidaya di keramba jaring apung, akan membutuhkan

pasokan benih yang berkualitas dan cukup dalam jumlahnya, umumnya benih

yang dibutuhkan adalah benih Kerapu macan dan Kakap putih yang berukuran 5-8

cm.

4.2. Teknik Pembenihan kerang Abalone


4.2.1. Pengelolaan Induk
4.2.1.1. Persiapan Wadah

Persiapan wadah merupakan kegiatan awal yang dilakukan sebelum

menebar induk ke dalam bak. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan kondisi

lingkungan yang nyaman bagi Abalone serta menghilangkan hama yang dapat
31

mengganggu saat proses pemeliharaan. Wadah yang digunakan di BBL Batam

untuk pemeliharaan sekaligus berfungsi sebagai wadah pemijahan induk yaitu bak

fiber berbentuk bulat dengan diameter 150 cm, ketinggian 60 cm dan kapasitas

daya tampung 1,0 m3, serta bak fiber berbentuk persegi berukuran (125 x 80 x

80) cm3 dengan kapasitas 0,8 m3 (Gambar 8).

Bak ini dilengkapi dengan saluran inlet, outlet dan 2 buah aerasi, di dalam

bak disediakan potongan pipa-pipa paralon berukuran 4 6 inchi yang dibelah

menjadi dua bagian, yang berfungsi sebagai substrat dan persembunyian Abalone

dan dilengkapi dengan keranjang persegi yang berlubang dengan ukuran (50 x 35

x 15) cm3 sebagai tempat Abalone agar tidak merayap kedinding-dinding bak

(Gambar 9).

Gambar 8. Bak pemeliharaan induk

(a) (b)
32

Gambar 9. (a) Potongan-potongan pipa paralon, (b) Keranjang

4.2.1.2. Pembersihan Wadah

Bak induk yang akan dibersihkan dikosongkan terlebih dahulu dengan

membuang air dan memindahkan induk yang ada di dalamnya. Bak yang telah

dikosongkan kemudian dicuci dengan cara disikat dan dibersihkan dari teritip-

teritip yang menempel, kepiting, ikan-ikan liar dan cacing laut. Lalu dibilas

sampai bersih dan dibiarkan sampai kering. Setelah kering induk-induk lalu

dipindahkan kembali ke dalam bak tersebut dan diisi air laut hingga bagian

wadah.

Gambar 10. Proses pencucian bak induk

4.2.1.3. Pemeliharaan Induk

Induk Abalone (Haliotis asinina) (Gambar 11) diperoleh dari hasil

pembenihan di BBL Batam. Induk yang dipelihara di bak terkontrol BBL Batam

saat ini berjumlah 500 ekor terdiri dari 200 ekor induk siap pijah dan 300 ekor

calon induk. Induk Abalone yang siap untuk dipijahkan adalah induk dengan

ukuran cangkang minimal 3,5 cm, berumur >1 tahun dan dengan berat minimal 20

gr/ekor.
33

Gambar 11. Induk Abalone (Haliotis asninia)

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah bak fiber yang

berbentuk persegi dan bak fiber bulat, dilengkapi dengan keranjang persegi yang

berlubang dengan ukuran (50 x 35 x 15) cm3 sebagai tempat Abalone agar tidak

merayap kedinding-dinding bak. Didalam keranjang juga dimasukkan potongan-

potongan pipa paralon untuk tempat persembunyian dan menempel Abalone.

Keadaan lingkungan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan

kematangan gonad, untuk menciptakan kondisi lingkungan yang baik untuk

kehidupan Abalone maka bak dibersihkan dari kotoran-kotoran sisa pakan serta

hama-hama yang dapat menghambat pertumbuhan Abalone. Pergantian air pada

bak pemeliharaan induk dilakukan 3 hari sekali dengan cara membuang semua air

yang ada dibak melalui saluran outlet yang terdapat ditengah-tengah bak. Setelah

bak dikeringkan lalu bak diisi dengan air laut seperti keadaan semula dan disertai

dengan sistem air mengalir 24 jam, tujuan pengaliran air selama 24 jam untuk

menjaga kondisi kualitas air agar tetap baik.

4.2.1.4. Pakan dan Jenis Pakan

Pakan diberikan pada induk untuk mempertahankan hidup dan

meningkatkan perkembangan gonad. Pakan yang diberikan untuk induk Abalone

berupa rumput laut dari jenis Gracilaria sp. dan Sargasum sp. (Gambar 12), pakan

diambil langsung dari keramba jaring apung (KJA) yang ada di BBL Batam.
34

Sebelum pakan diberikan kepada induk, terlebih dahulu dilakukan manajemen

pakan dengan cara merendam dengan air laut dan membersihkannya dari kotoran-

kotoran maupun hewan-hewan liar yang menempel. Kemudian pakan direndam

dengan air tawar selama 15 menit dengan tujuan agar hewan-hewan liar yang

bersifat hama dan penganggu bagi kehidupan Abalone akan mati.

Pemberian pakan dapat dilakukan dengan cara memasukkan langsung

pakan ke dalam bak pemeliharaan induk secara adlibitum yaitu pakan selalu

tersedia pada wadah pemeliharaan dengan perbandingan pakan yang diberikan 1:1

(1 kg Gracilaria sp. : 1 kg Sargasum sp). Pakan yang tidak dimakan dan mati

dapat menimbulkan bau busuk dan beracun bagi Abalone sehingga perlu

dilakukan pergantian pakan dan penambahan pakan baru yang dilakukan setiap 3

hari sekali bersamaan dengan pembersihan bak dari kotoran yang ada.

(a) (b)

Gambar 12. (a) Gracilaria sp. (b) Sargasum sp.

Kandungan nutrisi yang terdapat dalam Gracilaria sp. dan Sargasum sp.

yang diberikan pada induk Abalone dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi dari Gracilaria sp. dan Sargasum sp. sebagai pakan
Abalone
Komposisi % Gracilaria sp. Sargasum sp.
Protein 10,47 5,53
Lemak 1,41 0,74
35

Karbohidrat 27,39 19,06


Air 4,59 11,71
Abu 49,24 34,57
Serat kasar 6,5 28,39
Sumber: Laboratorium Nutrisi BBL Lombok (2005)

Kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan sangat berpengaruh bagi

pertumbuhan dan perkembangan Abalone. Menurut Mujiman (1992) zat-zat gizi

yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga, mengganti sel-sel tubuh yang rusak

dan untuk tumbuh antara lain protein, lemak, karboidrat, vitamin, mineral dan air.

Zat yang paling berperan dalam pertumbuhan adalah protein.

Pakan alami Abalone yang baik untuk pertumbuhannya adalah walaupun

rendah lemak tetapi kaya cadangan karbohidrat (Painter, 1983 dalam Knauer,

Britz dan Hecht, 1996). Abalone memiliki kemampuan yang besar untuk

mensintesis lemak dari sumber karbohidrat (Durazo-beltran et al., 2003). Akan

tetapi untuk meningkatkan pertumbuhan Abalone yang baik dibutuhkan

makroalga dengan kandungan lemak berkisar antara 3% - 5% (Mercer, Mai dan

Donlon, 1993).

4.2.1.5. Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk mengecek jumlah induk jantan dan betina

yang terdapat di dalam bak. Pengecekan dilakukan setiap awal kegiatan pemijahan

yaitu setiap 2 kali sebulan, pada saat bulan terang dan bulan gelap. Pengecekan

induk jantan atau betina dapat dilihat dari gonadnya dengan cara menguak otot

pada sisi yang berlawanan dari letak lubang pada cangkang dengan menggunakan

spatula.
36

Induk jantan yang sudah matang gonad memiliki ciri-ciri warna gonad

kuning-orange dan sudah menggelembung, sedangkan pada induk betina

gonadnya bewarna hitam-kehijauan mengkilat dan sudah menggelembung

(Gambar 13). Tidak ada tanda-tanda morfologi yang dapat digunakan untuk

menentukan jenis kelamin pada Abalone, selain dengan cara melihat warna gonad.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh McShane dan Paul

(1992) bahwa Abalone jantan dan betina dapat dibedakan melalui warna gonadnya

yang hijau pada betina dan menyerupai putih susu pada jantan.

(a) (b)

Gambar 13. (a) Induk jantan yang sudah matang gonad, (b) Induk betina
yang sudah matang gonad

Induk Abalone yang sehat bisa dilihat dari bentuk morfologi tubuh dan

tingkah laku Abalone. Adapun kriteria induk yang sehat yakni tidak terdapat cacat

atau luka pada tubuh, dapat melekat dengan kuat pada substrat dan dapat

membalikkan tubuhnya dengan segera setelah diletakkan dalam air pada posisi

terbalik.

Menurut Mulyono dan Kadari (2011) kriteria induk Abalone yang siap

untuk dipijahkan adalah : Sehat, bergerak aktif, menempel kuat pada substrat,

warna badan menunjukkan warna aslinya, tidak cacat cangkang, ukuran cangkang
37

minimal 3 cm dan TKG induk jantan dan betina minimal 50% (dengan dicirikan

gonad jantan berwarna krem dan betina biru kehijauan).

4.2.2. Pemijahan

Abalone diketahui dapat memijah sepanjang tahun dan mengalami

pemijahan pada bulan terang dan bulan gelap. Capinpin (1995) menemukan

bahwa teknik yang sering digunakan sukses untuk induksi pemijahan spesies

Abalone seperti teknik penjemuran, kejutan suhu, radiasi ultra violet dan

penggunaan hydrogen peroksida.

Pada praktek magang metode pemijahan yang digunakan adalah metode

kejut suhu dengan cara pengeringan (diangin-anginkan) melalui sistem pemijahan

massal dimana Abalone di biarkan di luar tanpa air sekitar 1-2 jam sehingga suhu

tubuh Abalone meningkat, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

kematangan gonad Abalone. Selama proses pengeringan sesekali induk di siram

dengan air sedikit demi sedikit agar tubuh induk tidak mengalami

dehidrasi/kekeringan. Setelah metode kejut suhu dilakukan, induk-induk Abalone

siap untuk dipijahkan.

Capinpin, Encena dan Bayona (1998) menyatakan bahwa, Abalone yang

telah matang gonad dapat memijah secara alami dengan rangsangan perubahan

suhu secara tiba-tiba oleh sebab pasang surut. RAS (1990) memberikan perlakuan

pemijahan dengan metode pengeringan, waktu pengeringannya bervariasi

tergantung tingkat kematangan induk, dari 30 menit hingga 2 jam. Hal yang sama

dilakukan oleh Najmudeen dan Victor (2004) yaitu Abalone jantan dan betina

yang masak diletakkan pada udara bebas selama 2 jam dan kemudian dipindahkan
38

ke wadah pemijahan. Jantan memijah terlebih dahulu dan sperma dalam bak

pemijahan memicu betina untuk memijah.

Persiapan sebelum pemijahan adalah menyiapkan potongan pipa-pipa

paralon berdiameter 4-6 inchi yang dibelah menjadi dua bagian berfungsi untuk

tempat menempelnya Abalone, dan keranjang yang berukuran (50 x 35 x 15) cm3

berfungsi untuk wadah induk agar induk tidak merayap pada dinding bak saat

memijah. Kemudian keranjang yang telah berisikan induk Abalone jantan dan

betina dimasukkan ke dalam bak pemijahan.

Induk Abalone yang digunakan berjumlah 75 ekor dengan sex ratio 1:2

yakni 25 jantan dan 50 betina pada 1 buah bak pemijahan, hal ini mengacu kepada

pemijahan sebelumnya yang dilakukan Mulyono dan Kadari (2011) dengan induk

15 ekor ratio 1:2. Pemijahan terjadi 3 hari sebelum atau 3 hari sesudah bulan

terang maupun bulan gelap. Selama proses pemijahan sistem sirkulasi air

mengalir tidak digunakan, karena apabila dilakukan telur hasil pemijahan akan

ikut terbuang.

Menurut Mulyono dan Kadari (2011) Untuk ritme memijah kerang

Abalone jenis H. asinina lebih awal yakni terjadi pada pagi dini hari antara pukul

01.00 WIB s/d pukul 04.00 WIB. Induk Abalone jantan akan mengeluarkan

spermanya ke perairan terlebih dahulu sehingga perairan akan berbau amis dan hal

ini akan memicu induk betina untuk mengeluarkan telur. Apabila ada individu

yang mengeluarkan sperma/telur aromanya akan merangsang individu yang lain

untuk mengeluarkan sperma/telur juga.

Proses pemijahan terjadi ditandai dengan terciumnya bau yang sedikit

amis di perairan, air menjadi berbuih dan di dinding-dinding bak terlihat telur atau
39

sperma yang disemprotkan Abalone saat memijah. Untuk memastikan bahwa

induk Abalone telah memijah atau belum, dapat dilakukan pengecekkan kembali

dengan melihat gonadnya. Induk yang telah memijah pada bagian gonadnya

terlihat kosong dan tidak menggelembung lagi.

4.2.3. Penanganan Telur


4.2.3.1. Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00-09.00 WIB.

Pemanenan dilakukan dengan cara disiphon menggunakan selang dan ditampung

menggunakan saringan screen net berukuran 50 mikron. Setelah telur terkumpul

di saringan screen net selanjutnya telur dimasukkan ke dalam ember transparan

yang berukuran 15 liter yang telah berisi air laut dan diberi aerasi. Untuk lebih

jelasnya proses pemanenan telur dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses Pemanenan Telur

4.2.3.2. Seleksi dan Penghitungan Telur


40

Pada saat melakukan penyeleksian telur, aerasi dimatikan terlebih dahulu

agar air menjadi tenang dan dapat dibedakan antara telur dan sampah. Telur

Abalone berwarna biru bening dan mengendap di dasar wadah, Najmudeen dan

Victor (2003) mendapatkan telur yang terbuahi akan segera menyerap air dan

tenggelam ke dasar. Penyeleksian telur dilakukan dengan cara penyiponan,

sampah-sampah yang terdapat dalam wadah dibuang sehingga yang tersisa hanya

telur-telur Abalone.

Sebelum dilakukan pemisahan telur, terlebih dahulu telur akan hitung

untuk mengetahui jumlah total telur dari hasil pemijahan. Perhitungan dilakukan

menggunakan metode volumetrik. Perhitungan dimulai dengan membesarkan

aerasi pada toples penampungan telur yang bervolume 15 liter, hal ini bertujuan

agar seluruh telur teraduk. Telur-telur yang telah teraduk diambil menggunakan

pipet volume sebanyak 2 ml sebagai sampel. Telur-telur tersebut kemudian

dihitung di bawah mikroskop sekaligus untuk melihat ukuran diameter telur

Abalone yang sudah mencapai 200 , pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3

kali.

Telur-telur hasil panen yang telah dihitung lalu dicatat pada buku, setelah

diperoleh data total telur, aerasi dimatikan dan dibiarkan sekitar 15 menit agar

telur yang tidak terbuahi mengendap di dasar. Telur yang mengendap disipon

menggunakan selang kecil. Penyiponan dilakukan dengan hati-hati agar telur yang

melayang di air tidak ikut terbuang. Setelah disipon, aerasi dihidupkan dan

dilakukan pehitungan untuk melihat telur yang terbuahi.

Penetasan telur Abalone dilakukan pada toples berukuran 15 liter, 6 jam

setelah proses pemijahan telur sudah menetas menjadi trochophore (Gambar 13).
41

2 jam setelah menetas, trochophore sudah melayang-layang di kolom air dengan

gerakan memutar, sementara telur yang tidak menetas akan mengendap didasar.

Nasution dan Machrizal (2009) menyatakan bahwa masa inkubasi telur Abalone

membutuhkan waktu 5,77 jam pada suhu normal untuk kehidupan Abalone yaitu

pada suhu
Jenis
26C. No oviposisi %FR %HR
Pemijahan
Telur
1 Semi Alami 2.430.000 90,1 88
yang telah dihitung siap untuk di tebar di bak pemeliharaaan larva. Tingkat

keberhasilah pemijahan Abalone dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Keberhasilan Pemijahan Abalone

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat oviposisi telur Abalone

sebanyak 2.430.000 butir. Untuk derajat pembuahan (FR) diperoleh sebesar

90,1%, angka ini termasuk tinggi karena telur yang busuk hanya sedikit

dibandingkan dengan jumlah total telur.

Untuk derajat penetasan (HR) telur Abalone diperoleh sebesar 88%, angka

ini termasuk tinggi karena dapat dikatakan bahwa telur hampir menetas semua,

yang tidak menetas sebanyak 262730 butir. Hal ini disebabkan penanganan yang

baik seperti telur yang busuk langsung dibuang dari wadah penetasan telur,

sehingga tidak menimbulkan jamur yang menyebar ke telur lainnya.

Untuk perkembangan larva Abalone mulai dari telur yang terbuahi sampai

larva yang sudah menempel pada substrat dapat dilihat pada Gambar 15.
42

Terbuahi 30 menit Morula 2 jam Veliger 5-6 jam

Pediveliger 10-12 jam Veliger akhir 8-9 jam

Gambar 15. Perkembangan Larva Abalone

Telur Abalone yang telah terbuahi akan terus berkembang dan terjadi

proses pembelahan sel telur mulai dari pembelahan dua sel, empat sel, morula,

gastrula, trochophore hingga menetas menjadi veliger yang bergerak melayang

didalam kolom air. Menurut (Setyono, 2009) pada embriogenesis Abalone

pembelahan sel telur tahap I (Stadium dua sel) terjadi pada 20-30 menit setelah

pembuahan. Pembelahan tahap II (Stadium empat sel) berlangsung 30-45 menit

setelah pembuahan. Stadium morula terus berlangsung selama 1,5 2,0 jam dan

stadium gastrula 2,5 3,5 jam setelah pembuahan.

Setyono (2009) menambahkan sekitar 4-5 jam setelah pembuahan,

Trochopora mulai terlihat aktif bergerak didalam sel telur dan 1 jam kemudian

trochophore menetas menjadi Veliger. Larva veliger melayang dan bergerak

didalam kolom air dengan menggunakan Velum dan rambut getar.


43

4.2.4. Pemeliharaan Larva

4.2.4.1. Penebaran Larva

Telur harus segera ditebar pada bak pemeliharaan larva setelah dilakukan

pemanenan dan penyeleksian telur. Mulyono dan Kadari (2011) menyatakan

kepadatan larva yang ditebar 20.000 30.000/m3 dan larva yang ditebar masih

memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan, kuning telur pada larva

Abalone habis dalam waktu 3 4 hari.

Wadah yang diguanakan untuk pemeliharaan larva Abalone berupa bak

fiber bulat dengan diameter 100 cm dan ketinggian 60 cm dengan daya tampung

0.4 m3. Bak dibersihkan dan diisi air laut bagian wadah tanpa sirkulasi air dan

dilengkapi dengan 2 buah aerasi dengan kekuatan lemah agar trochophore dapat

menempel pada substrat. Didalam bak juga disediakan potongan pipa-pipa paralon

sebagai tempat substrat larva Abalone.

Larva Abalone bersifat planktonik, yaitu bersifat hanyut mengikuti

pergerakan masa air. Selama periode planktonik, larva Abalone tidak memerlukan

makanan dari luar dan hidup menggunakan energi cadangan makanan dari kuning

telur. Larva Abalone melayang berlangsung hingga 2-3 hari (Setyono, 2009).

Penebaran pakan Nitzschia sp. pada bak pemeliharaan larva dilakukan

pada hari pertama larva ditebar. Hal ini dilakukan agar Nitzschia sp. menempel

pada substrat dan dinding-dinding bak, sehingga ketika larva Abalone sudah

kehabisan kuning telur bisa langsung memakan pakan alami Nitzschia sp. yang

menempel di substrat.
44

4.2.4.2. Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan untuk larva Abalone adalah Nitzschia sp. yang

diperoleh melalui kultur pakan alami di laboratorium pakan alami di BBL Batam.

Bibit Nitzschia sp. yang telah dikultur ditebar langsung di bak pemeliharaan larva

tanpa diberi pengaliran air, namun aerasi tetap di pasang pada 2 atau 3 titik.

Pakan Nitzschia sp. diberikan sehari sekali, pakan yang berasal dari

laboratorium tidak langsung diberikan kepada larva, tapi diberi aerasi selama 30

menit agar suhu media pakan sama dengan suhu media pemeliharaan larva. Proses

pemberian pakan pada larva Abalone dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Proses Pemberian Pakan Pada Larva Abalone

Pemberian pakan Nitzschia sp. pada larva Abalone di lakukan hingga umur

larva mencapai 1,5 2 bulan, setelah berumur 2 bulan larva mulai dikenalkan

dengan pakan rumput laut dari jenis Gracilaria sp. yang masih muda. Menurut

Sorta (2012) Abalone mengkonsumsi jenis makroalga saat berusia 2 bulan,

biasanya pakan yang diberikan berupa rumput laut dari jenis Gracilaria sp. dan

Ulva sp.

4.2.5. Kultur Pakan Alami

4.2.5.1. Skala Laboratorium

Wadah yang digunakan untuk kultur pakan alami Nitzschia sp. pada skala

laboratorium berupa toples transparan berbentuk tabung dengan kapasitas 10.000


45

ml dan alat yang digunakan adalah tabung reaksi, tabung erlenmeyer yang

berukuran 100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml dan 2000 ml, seperangkat alat aerasi,

dan pipet volume. Sedangkan bahan-bahannya adalah pupuk conway dan silikat

yang disebut dengan Guilat modifikasi Batam, bibit Nitzschia sp dan air laut yang

sudah di sterilisasi dengan 3 kali penyaringan.

Tahap awal untuk persiapan kultur pakan alami Nitzschia sp adalah

mensterilisasikan alat dengan cara perebusan sampai mendidih. Mensterilisasikan

air laut dengan 3 kali tahap penyaringan (sand filter, catrigh filter dan saring kain

ukuran 5 mikron) ditambah lagi dengan perebusan air sampai mendidih hingga 2

kali.

Kultur pakan alami Nitzschia sp dilakukan secara bertahap dimulai dari

pembuatan bibit pada media agar. Setelah pengkulturan bibit pada media agar

bibit dipindahkan ke dalam tabung reaksi, sebelum bibit dipindahkan pada tabung

reaksi, terlebih dahulu diisi air laut yang sudah steril setengah dari volume tabung

reaksi. Pengambilan bibit pada media agar dengan menggunakan jarum ose

dengan cara digores. Setelah itu diberi pupuk conway dan silikat serta dibiarkan

berkembang 4-7 hari hingga kepadatannya meningkat.

Setelah kepadatan Nitzschia sp. pada tabung reaksi meningkat,

pengkulturan dilanjutkan pada tabung erlenmeyer 100 ml. Setelah bibit yang

dikultur berkembang hingga 4-7 hari dipindahkan lagi ke tabung erlenmeyer 250

ml begitu pun selanjutnya hingga tabung erlenmeyer yang berukuran 2000 ml.

Penambahan pupuk conway dan silikat pada tiap-tiap tabung erlenmeyer yaitu

dengan dosis 1 ml/liter dimana tiap 1 liter volume pengkulturan ditambahkan

kombinasi pupuk conway dan silikat (guilat modifikasi batam) 1 ml.


46

Setyono (2011) menjelaskan kepadatan awal diatom pada media kultur

adalah sekitar 300.000- 500.000 sel/ml dengan media pengkulturan stoples kaca

atau ember plastik sesuai dengan volume yang diinginkan (1-10 lt).

Setelah pengkulturan pada tabung erlenmeyer 2000 ml, dilanjutkan

pengkulturan pada toples transparan berbentuk bulat dengan kapasitas 10.000 ml.

Perlakuan yang diberikan terhadap pengkulturan pada toples sama seperti

pengkulturan pada tabung-tabung erlenmeyer, setelah kepadatan Nitzschia sp.

bertambah maka bibit siap diberikan kepada larva Abalone atau dikultur kembali

pada skala akuarium. Suhu selama pengkulturan di laboratorium berkisar antara

20 25 C dan salinitas 28 30 ppt. Menurut Setyono (2011) Suhu ruangan untuk

kultur pakan Alami dikendalikan supaya stabil dan tidak mempengaruhi

perubahan atau fluktuasi suhu air media secara drastis.

4.2.5.2. Skala Akuarium

Kultur pakan alami Nitzschia sp. pada skala akuarium menggunakan

akuarium berukuran (60 x 35 x 35) cm 3. Sebelum digunakan, terlebih dahulu

akuarium dicuci bersih, kemudian diisi air laut setinggi 20 cm dari wadah

akuarium dengan penyaringan menggunakan screen net berukuran 50 . Hal ini

dilakukan agar media kultur tidak ditumbuhi organisme-organisme yang tidak

diinginkan.

Sebelum penebaran bibit pada wadah akuarium, bibit dari laboratorium

terlebih dahulu diaklimatisasi dengan cara memberi aerasi hingga suhu di dalam

media bibit sama dengan suhu pada media kultur yang baru. Setelah itu baru

dilakukan pengkulturan dengan menambahkan pupuk conway 40 ml dan silikat 40

ml pada wadah akuarium, pada tahap ini aerasi dihidupkan dan dibiarkan
47

beberapa menit sampai pupuk conway dan silikat yang dimasukkan teraduk rata.

Setelah itu baru bibit Nitzschia sp. yang berasal dari laboratorium ditebar ke

akuarium. Lamanya kultur pakan alami pada skala akuarium selama 4 hari hingga

bibit berkembang dan bertambah padat, kemudian siap diberikan untuk pakan

larva Abalone.

Inokulan hasil kultur diatom skala laboratorium ditebar ke dalam bak

kultur massal 3-5 hari sebelum pemijahan dan penambahan pupuk 1 ml per 1 liter

media (Setyono 2011).

4.2.6. Pengukuran Parameter Kualitas Air

Ditinjau dari segi perairan, kehidupan Abalone sangat dipengaruhi oleh

kualitas air. Selama kegiatan pembenihan dilakukan pengukuran kualitas air pada

bak pemeliharaan induk dan bak pemeliharaan larva. Pengukuran kualitas air

dilakukan tiap pagi dan sore, pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan

antara lain adalah pH, suhu, salinitas, kadar nitrat dan nitrit yang dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Bak Pemeliharaan Induk dan
Larva
Parameter Bak Induk Bak Larva
pag
28.4 29 27.8 - 28.2
Suhu (C) i
Hasil
sore 27.9 - 28.1 28.3 - 28.8
pag
pengukuran 7.5 - 8.2 7.5 - 8.2 parameter
pH i
sore 7.5 - 8.2 7.5 - 8.2
kualitas air selama
pag
30 - 31 30 - 31
Salinitas (ppt) i
sore 30 -31 30 -31
Nitrit (mg/l) 0 0
Nitrat (mg/l) 0 0
48

pemeliharaan induk dan larva Abalone di BBL Batam dapat disimpulkan bahwa

kondisi air media optimal bagi kehidupan Abalone karena tidak jauh berbeda

dengan literatur. Kisaran yang cocok untuk kehidupan Abalone menurut Bautista

et al. (2001) adalah suhu air 26-30C, salinitas 32-35 ppt, DO 4,6-7,1 ppm, dan

pH 7,5-8,7.

4.2.7. Hama dan Penyakit

Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa bagi kehidupan

Abalone. Selama melakukan praktek magang hama yang banyak ditemukan

adalah teritip, teritip harus dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan

terjadinya luka pada tubuh Abalone karena cangkangnya yang runcing dan tajam.

Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah yang banyak pada

substrat, selain sebagai kompetitor oksigen juga akan menyulitkan kerang

Abalone untuk bergerak leluasa. Di Balai Budidaya Laut Batam belum ditemukan

penyakit yang menyerang kerang Abalone, tetapi kematian pada Abalone

disebabkan karena hama seperti cacing laut dan teritip yang menutupi lubang-

lubang pernafasan Abalone.

Predator yang paling umum ditemukan adalah jenis kepiting laut (Varuna

litterata, Neoepisesarma letorini, Metapograpsus latitrous) dan ikan nuri.

Sedangkan hama lainnya yakni udang-udangan dan kerang-kerang laut (teritip)

menjadi penganggu dan pesaing ruang gerak serta makanan. Sampai saat ini

masih terus dilakukan identifikasi terhadap penyakit yang menyerang Abalone,

salah satu gejala yang ditimbulkan adalah munculnya warna merah mirip karat

pada bagian selaput gonad (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005).


49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari paparan hasil praktek magang yang telah dijelaskan dapat diambil

beberapa kesimpulan, antara lain : Teknik Pembenihan Kerang Abalone meliputi

Pengelolaan induk, Pemijahan, Penanganan telur, Pemeliharaan larva, Kultur

pakan alami, Pengukuran kualitas air serta Hama dan penyakit. Pembenihan

kerang Abalone yang sudah berhasil dicapai dengan FR 90,1% dan HR 88 %.

Dengan metode kejut suhu akan mempercepat proses pemijahan dan didukung

dengan pakan yang baik, baik kualitas maupun kuantitas sehingga dapat

menghasilkan benih yang baik pula.

5.2. Saran

Kekurangan sarana maupun prasarana dapat menghambat proses kegiatan

pembenihan, untuk itu keberhasilan dalam pembenihan Abalone tidak terlepas

dari tersedianya fasilitas, sumberdaya manusia, dan ilmu pengetahuan tentang

teknik pembenihan kerang Abalone. Sehingga teknik pembenihan kerang Abalone

harus terus dilakukan dengan optimal karena Abalone adalah prospek pasar masa

depan.
50

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Teknik Budidaya Abalone (Haliotis asinina).


http://kekerangan.blogspot.com/2008/09/teknik-budidaya-abalone-
haliotis.html . [di akses tanggal 30 Noember 2012].

Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Abalon.
Lombok. 57 hal. Tidak diterbitkan.

Bautista Teruel, M.N., Millamena, O.M., Fermin, A.C. 2001. Reproductive


Performance of Hatchery-bred Donkeys Ear Abalone, Haliotis asinina,
Linne, Fed Natural and Artificial Diets. Aquaculture research 32, 249-
254.

Capinpin, E.C. 1995. Spawning and Larval Development of Tropical Abalone


Haliotis asinine (Linne). The Philippine journal of Science. 124, 215-
232.

Capinpin, E.C.,.Encena, V.C., and Bayona, N.C., 1998. Studies on the


Reproductive Biology of the Donkeys ear Abalone, Haliotis asinina
Linne. Elsevier,Aquculture 166 (1998) 141 150.

Cholik F, Ateng G, Jagatraya, Poernomo RP, Ahmad A. 2005. Akuakultur


tumpuan harapan masa depan bangsa. Kerjasama Masyarakat Perikanan
Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar, Taman Mini Indonesia
Indah. Jakarta.

Counihan, R.T., D.C. McNamara, D.C. Souter, E.J. Jebreen, N.P. Preston, C.R.
Johnson, B.M. Degnan. 2001. Pattern, synchrony and predictability of
spawning of tropical abalone Haliotis asinina from Heron Reef,
Australia. Marine Ecology Progress Series. 213: 193-202

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Laut


Abalone (Haliotis asinina). 47 hal. Tidak diterbitkan.

Durazo-Beltran, E., Louis R. DAbramo, Jorge Fernando Toro-Vazquez, Carlos


Vazquez-Pelaez, & Mara Teresa Viana. 2003. Effect of
Triacylglycerols in Formulated Diets on Growth and Fatty Acid
Composition in Tissue of Green Abalone (Haliotis fulgens).
Aquaculture, 224: 257-270.

Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Sri Dwi. Bogor. 112 hal.

Faisal, F. 2005. Embriogenesis dan perkembangan larva abalon mata tujuh


(Haliotis asinina Lin.). IPB. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Imstitut Pertanian Bogor.
51

FAO. 1995. Synopsis of Biologycal Data on The European Abalon (Ormer)


Haliotis asinina Linnaeus. 1758 (Gastropoda : Haliotidae). FaO
Fisheries Synopsis. 156: 1-22

Khoironi, 2012. Budidaya Kerang Abalon (Haliotis asinina).


http://vedca.siap.web.id/2012/03/21/budidaya-kerang-abalone-healitos-
assinina-oleh-khoironi-s-pi-m-si-widyaiswara-pppptk-pertanian-dan-
baik-r/ . [di akses tanggal 01 Desember 2012].

Knauer, J., Britz, P., & Hecht, T. 1996. Comparative Growth Perfomance and
Digestive E nzyme Activity of Juvenile South African Abalone, Haliotis
Midae, Fed on Diatoms and a Practical Diet.

McShane and Paul, E. 1992. Early life history of abalone: a review. Di dalam:
Abalone of The World: Biology, Fisheries and Culture. Proceedings of
The 1st International Symposium of Abalone. La Paz, Mexico, 21-25
November 1989. USA: Fishing News Books.

Mercer, J.P., Mai, K.S., & Donlon, J. 1993. Comparative Studies on the Nutrition
of Two Species of Abalone, Haliotis tuberculara Linnaeus and Haliotis
discus hannai Ino. 1. Effect of Algal Diets on, Growth and Biochemical
Composition. Invert. Reprod. Dev., 23: 75-88.

Mujiman, A. 1992. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta, 190 hlm.

Mulyono dan Kadari, M. 2011. Pembenihan Kerang Abalone (Haliotis asinina)


pada Bak Terkontrol di Balai Budidaya Laut Batam. Jurnal
Perekayasaan Budidaya Laut. 6;2011: 97 105.

Nasution, S. dan Machrizal, R. 2009. Pengaruh Kejutan Suhu Terhadap Masa


Inkubasi dan Derajat Penetasan Telur Abalone (Haliotis asinina). Jurnal
Terubuk. 37;1 : 58 67.

Najmudeen, T.M. and A.C.C. Victor. 2004. Seed Production and Juvenile Rearing
of the Tropical Abalon (Haliotis varia Linnaeus 1758). Elsevier,
Aquaculture 234 (2004) 277-292.

RAS. 1990. Training Manual on Artificial Breeding of Abalone (haliotis discuss


hannai) in Korea DPR. FAO, UNDP and Shallow Seafarming Research
Institute in kosong Democratic Peoples Republic of Korea. Organized
by the Regional Seafarming Development and Demonstration Project.
83 pp.

Setyono, D.E.D. 2011. Teknik Produksi Benih Abalon Tropis. Jurnal Oseana,
Volume XXXVI, Nomor 3, 2011 : 11 22. ISSN 0216-1877.

Setyono, D.E.D. 2009. Abalone: Biologi dan Reproduksi. LIPI Press, Jakarta. 92
hal.
52

Soleh, M dan Suwoyo, D. 2008. Rangsangan Kejut Suhu Sistem Basah Dalam
Proses Pemijahan Massal Abalone (Haliotis sp). Anggaran Kegiatan
Program Perekayasaan Teknologi Pengembangan Budidaya Air Payau.
BBPBAP Jepara.

Sorta, R.R.T. 2012. Kerang Abalon Mata Tujuh.


http://www.scribd.com/doc/87437150/r-Roro-Theresia-Sorta-
b1j008065-Biola-2011 . [di akses tanggal 02 desember 2012].

Sudradjat, A. 2008. Budi Daya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. PT Penebar


Swadaya, Jakarta.

Tahang, M., Imran, dan Bangun. 2006. Pemeliharan siput abalone (Haliotis
asinina) dengan metode pen-culture (kurungan tancap) dan kerarnba
jaring apung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Indonesia. 30 h.
53

LAMPIRAN
54

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek Magang


55

Lampiran 2. Alat-alat yang Digunakan Selama Praktek Magang

Spatula Selang sipon

Toples Transparan Saringan Screen net

Ember Gayung

Mikroskop DO Meter

Akuarium Keranjang Bulat


56

Refrakto meter pH meter

Lampiran 3.Bahan-bahan yang Digunakan Selama Praktek Magang

Pupuk Silikat Pupuk Conway


57

Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Selama Praktek Magang

Pengambilan Rumput Laut


di KJA Pencucian Rumput Laut
58

Pemberian Pakan pada Induk Penyiponan Sampah pada Wadah


Abalone Penetasan Telur

Pemberian Pakan Alami pada Larva Melihat Telur dibawah Mikroskop


Abalone

Lampiran 5. Perhitungan Telur

Telur Terbuahi
FR (%) = x 100%
Total Telur

2189430
FR (%) = x 100%
2.430.000

= 90,1%

Telur Menetas
HR (%) = x 100%
Telur Terbuahi
59

1926700
FR (%) = x 100%
2189430

= 88%
60

Lampiran 6. Sertifikat Magang

Anda mungkin juga menyukai