Anda di halaman 1dari 10

REK TOLONG DIPERHATIKAN DATA DAN KATA-KATANYA JUGA YA, KALAU MISALNYA

ADA YANG SALAH DI PENGGUNAAN ALAT ATAU YANG LAIN MOHON BILANG.
ANALISA DATA ITU PERSHIFT, UNTUK DATA HASIL PENGAMATAN DIPRINT
PERSHIFTNYA, BUKAN 1 ANGKATAN. TERIMAKASIH, SEMANGAT MENULIS
3.2.1 Uji Tingkat Denaturasi Protein

Pada uji tingkat denaturasi protein, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan alat dan bahan. Kemudian langkah selanjutnya adalah mempersiapkan
sampel. Pertama timbang surimi sebanya 10 gram dengan menggunakan timbangan digital.
Surimi yang digunakan memiliki konsentrasi garam yang berbeda yaitu surimi dengan
konsentrasi garam 0 %, 0,5 %, dan 1 %. Tujuan dari penggunaan kadar yang berbeda ini agar
mengetahui pengaruh masing-masing larutan terhadap tingkat kekentalan protein. Kemudian
setelah surimi ditimbang surimi dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan aquadest
hingga volume mencapai 50 ml. Penambahan quadest ini berfungsi sebagai pelarut sampel
agar mudah untuk diteliti. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas
wathman no 1. Tujuan dari penyaringan ini adalah agar protein yang tidak terlarut , tidak ikut
diuji. Hasil dari penyaringan tersebut dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi yang masing-
masing berisi 5ml dengan perlakuan yang berbeda beda. Tabung 1 dibiarkan di suhu ruang
sebagai sampel pengontrol, tabung ke 2 dipanaskan dengan suhu 60C selama 30 menit,
tabung ke 3 dipanaskan dengan suhu 65C selama 30 menit, tabung ke 4 dipanaskan dengan
suhu 70C selama 30 menit, dan tabung ke 5 dipanaskan dengan suhu 75C selama 30 menit.
Selama dilakukan pemanasan suhu harus sering di periksa dengan menggunakan termometer
agar suhu tetap stabil. Setelah 30 menit tabung diangkat dan didinginkan dengan direndam air
agar sampel tidak terlalu panas dan juga tidak merusak alat spektrofotometer. Setelah itu
ditentukan absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer 450nm. Cara menggunakan
spektrofometer yaitu yang pertama pastikan spektrofotometer terhubung dengan sumber
listrik. Kemudian nyalakan spektrofotometer dengan menekan tombol ON/OFF. Lakukan
proses selftest dengan menekan tombol START ENTER dan panaskan mesin
spektrofotometer kurang lebih selama 15 menit. Setelah itu bersihkan cuvet dengan cara
dikalibrasi menggunakan aquades. Pada cuvet terdapat dua sisi yang berbeda yaitu sisi buram
dan sisi bening. Untuk memegang cuvet pastikan kita memegang pada bagian buram. Setelah
itu masukkan larutan protein yang telah disaring kedalam cuvet sebanyak 2/3 dari bagian
cuvet. Kemudian bersihkan bagian luar cuvet yang basah dengan tisu dengan satu kali
usapan. Masukkan cuvet kedalam mesin spektrofotometer dengan arah bagian buram
menghadap ke kita. Kemudian tutup penutup tempat cuvet dan alat akan otomatis memulai
proses penyesuaian nol dan kemudian akan menyimpan hasil nilainya. Setelah selesai
bekerja, cuvet dikeluarkan dan dibersihkan dengn aquadest kemudian dikeringkan.
Spektofotometer dimatikan dengan menekan tombol ON/OFF sampai alat benar-benar
berhenti bekerja.

Denaturasi dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut dalam air. Pemanasan
lebih lanjut melebihi suhu 80 derajat Celsius dan pemanasan asam akan menyebabkan
denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein akan mengendap. Selain itu denaturasi
dapat diartikan sebagai perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan
kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan kovalen. Denaturasi yang
umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein, protein menggumpal atau
mengendap merupakan salah satu ciri terdenaturasinya protein (Triyono, 2010)

Penambahan asam,basa atau enzim akan mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.


Yaitu pemecahan senyawa kompleks menjaadi senyawa lebih sederhana yang dapat
berbentuk unsur nitrogen ataupun asam amino. Hal tersebut juga diakibatkan bahwa protein
adalah senyawa reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dapat beraksi dengan
komponen lain seperti asam dan basa. Dan juga reaksi antar asam amino seperti pembentukan
lisinolalanin dari lisin dan alanine (Sumiati, 2008).
3.2.2 Uji Koagulasi Protein

Pada uji tingkat denaturasi protein, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan alat dan bahan. Kemudian langkah selanjutnya adalah mempersiapkan
sampel. Pertama timbang surimi sebanya 10 gram dengan menggunakan timbangan digital.
Surimi yang digunakan memiliki konsentrasi garam yang berbeda yaitu surimi dengan
konsentrasi garam 0 %, 0,5 %, dan 1 %. Tujuan dari penggunaan kadar yang berbeda ini agar
mengetahui pengaruh masing-masing larutan terhadap tingkat kekentalan protein. Kemudian
setelah surimi ditimbang surimi dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan aquadest
hingga volume mencapai 50 ml. Penambahan quadest ini berfungsi sebagai pelarut sampel
agar mudah untuk diteliti. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas
wathman no 1. Tujuan dari penyaringan ini adalah agar protein yang tidak terlarut , tidak ikut
diuji. Hasil dari penyaringan tersebut dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi yang masing-
masing berisi 5ml dengan perlakuan yang berbeda beda. Pada tabung ke 1 ditambahkan 2,5
ml CaCl2 0,1 M . Pada tabung ke 2 ditambahkan 2,5 ml sukrosa 0,1 M. Kemudian pada
tabung ke 3 ditambahkan 2,5 ml HCL 0,1 M. Penambahan larutan tersebut meggunakan pipet
volume yang berbeda setiap larutannya agar tidak tercampur dengan larutan yang akan
mempengaruhi hasil akhir. Setelah itu diukur pH pada setiap larutan tersebut dengan
menggunakan pH meter. Kemudian setelah diukur pH, setiap larutan tersebut dipanaskan
dalam hotplate selama kurang lebih 20 menit. Fungsi dari pemanasan ini adalah untuk
mengetahui apakah sudah terjadi koagulasi atau belum. Setelah itu diukur suhu pada setiap
larutan menggunakan termometer hg dan dicatat hasilnya.

Apabila terdapat campuran homogen dengan partikel yang sangat kecil, maka dapat
dipisahkan dengan penambahan zat penggumpal. Pada proses flokulasi, dengan adanya
penambahan bahan kimia menyebabkan partikel-partikel kecil terikat bersama-sama
membentuk gumpalan. Gumpalan tersebut akan mengendap pada lapisan bawah. Mulai dari
proses fokulasi sampai terbentuknya endapan disebut dengan proses koagulasi. Koagulasi
dapat terjadi karena pencampuran dua koloid yang berbeda muatan. Apabila semakin besar
muatan ion yang berperan dalam proses koagulasi, maka semakin efektif proses ini terjadi
(Kusnaedi, 2008 ).

Menurut Winarno (1997) dalam Trilaksani et al. (2007), pemekaran atau


pengembangan protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida . selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
saling berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak
terdispersi lagi sebbagi suatu koloid maka protein tersebut mengalami koagulasi.
3.3 Analisa Hasil
3.3.1 Uji Tingkat Denaturasi Protein
Pada praktikum kimia pangan materi uji tingkat denaturasi protein diperoleh hasil dari
sampel surimi pada shift 1 sebagai berikut. Nilai absorbansi tertinggi sebesar 3,3 oleh
kelompok 3 dengan perlakuan penambahan garam pada sampel 1% dan suhu 75C.
Sedangkan nilai absorbansi terendah sebesar 0,707 oleh kelompok 1 dengan perlakuan
penambahan garam pada sampel 0% dan suhu 65C.
Dari hasil di atas dapat diamati bahwa setiap sampel memiliki hasil nilai absorbansi
yang berbeda-beda pada setiap perlakuan suhu. Protein akan terdenaturasi pada suhu yang
tinggi. Semakin tinggi suhu yang diberikan maka akan semakin tinggi pula kerusakan pada
protein yang menyebabkan rendahnya nilai absorbansi pada uji spektrofotometer. Tidak
meratanya persebaran nilai absorbansi pada perlakuan suhu data di atas disebabkan oleh
faktor alat dan manusia atau human error.
Panas dan gesekan yang terjadi di dalam ekstruder menyebabkan terjadinya denaturasi
protein. Denaturasi protein adalah perubahan konformasi struktur tersier dan kuartener.
Denaturasi merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi baru dari struktur yang telah
ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivitas biologi dan
protein mudah dipecah oleh enzim proteolitik (Oktavia, 2007).

3.3.2 Uji koagulasi Protein


Pada uji koagulasi protein di peroleh hasil dari shift 1 di dapatkan pH tertinggi pada
perlakuan penambahan CaCl2 sebesar 6,12 dengan konsentrasi garam 0,5% oleh kelompok 2
dan pH terendah sebesar 5,65 dengan konsentrasi garam 1% oleh kelompok 3. Kemudian
didapatkan suhu tertinggi pada perlakuan penambahan CaCl2 sebesar 650 C dengan
konsentrasi garam 0,5% oleh kelompok 2. Pada perlakuan penambahan sukrosa di dapatkan
pH tertinggi sebesar 6,76 dengan konsentrasi garam 0% pada kelompok 1 dan pH terendah
sebesar6.06 dengan konsentrasi garam 1% oleh kelompok 3. Kemudian didapatkan suhu
tertinggi sebesar 620 C dengan konsentrasi garam 1% oleh kelompok 3dan data terendah
sebesar 470 C dengan konsentrasi garam 0,5% oleh kelompok 2. Pada perlakuan penambahan
Hcl di dapatkan pH tertinggi sebesar 6,31 dengan konsentrasi garam 0,5% pada kelompok 2
dan pH terendah sebesar 6,01 dengan konsentrasi garam 1% oleh kelompok 3. Kemudian di
dapatkan suhu tertinggi sebesar 620 C dengan konsentrasi garam 1% oleh kelompok 3 dan
terendah sebesar 480 C dengan konsentrasi garam 0,5% oleh kelompok 2.
Dari data di atas dapat di lihat bahwa penambahan Hcl, protein semakin cepat
berkoagulasi pada suhu yang rendah. Hal ini di karenakan Hcl akan menurunkan pH protein
sehingga mendeteksi pH isolistriknyasehingga protein semakin cepat berkoagulasi.
Sedangkan dengan penambahan sukrosa, pH pada protein akan menjauhi titik pH isolistrik
protein sehingga protein akan semakin lama berkoagulasi.
Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas.
Jika pH dan suhu melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Proses
kembalinya protein ke bentuk asal setelah terjadi denaturasi disebut renaturasi . Untuk
pengembalian ini tidak diperlukan bahan kimia, biasanya terjadi karena perubahan pH atau
suhu (Welly et al., 2010).

Menurut Naga et al. (2010), Protein jika berada dalam bentuk larutan akan berupa koloid
sebab tergolong molekul koloid. Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi protein adalah:
1. pH.
Protein akan menggumpal pada pH asam, yaitu pada pH sekitar 4,5. Tetapi pH yang
digunakan jangan terlalu asam, Karena dapat menimbulkan aroma yang berbau asam.
2. Suhu.
Semakin tinggi suhu, protein yang mengendap akan semakin banyak, tetapi bila protein yang
digumpalkan akan dibuat menjadi makanan, suhu yang digunakan Tidak boleh terlalu tinggi
karena akan merusak protein tersebut. Protein dapat digumpalkan dengan berbagai cara.
4. PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pada praktikum Kimia Pangan materi denaturasi protein dapat disimpulkan bahwa
hal-hal yang dapat mempengaruhi denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran, listrik, dan
adanya bahan kimia seperti alkohol. Denaturasi protein terdiri dari koagulasi, presipitasi,
salting in dan salting out.
Pada shift 1 Uji denaturasi protein untuk perlakuan suhu 60oC nilai absorbansi yang
tertinggi diperoleh oleh kelompok 3 sebesar lebih dari 3,300 pada konsentrasi 1%. Pada suhu
65oC nilai absorbansi tertinggi oleh kelompok 3 sebesar lebih dari 3,300 pada konsentrasi
1%. Pada suhu 70oC nilai absorbansi tertinggi oleh kelompok 3 sebesar lebih dari 3,300 pada
konsentrasi 1%.Pada suhu 75oC nilai absorbansi tertinggi oleh kelompok 3 sebesar lebih dari
3,300 pada konsentrasi 1%.Pada shift 1 Uji denaturasi protein untuk perlakuan suhu 60oC
nilai absorbansi yang terendah diperoleh oleh kelompok 1 sebesar lebih dari 0,796 pada
konsentrasi 0%. Pada suhu 65oC nilai absorbansi terendah oleh kelompok 1 sebesar lebih dari
0,707 pada konsentrasi 0%. Pada suhu 70oC nilai absorbansi terendah oleh kelompok 2
sebesar lebih dari 1,360 pada konsentrasi 0,5%. Pada suhu 75oC nilai absorbansi terendah
oleh kelompok 1 sebesar lebih dari 0,810 pada konsentrasi 0%. Jadi tinggi rendahnya nilai
absorbansi dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kerusakan
protein.
Pada shift 1 Uji koagulasi protein untuk perlakuan dengan ditambahkan larutan CaCl2
pH tertiggi diperoleh oleh kelompok 2 sebesar 6,12 dengan konsentrasi garam 0,5% dan suhu
48oC. Pada perlakuan ditambahkan sukrosa pH tertinggi pada kelompok 1 sebesar 6,76
dengan konsetrasi garam 0% dan suhu 58 oC. Untuk perlakuan larutan HCl pH tertiggi
diperoleh oleh kelompok 2 sebesar 6,31 dengan konsentrasi garam 0,5% dan suhu 48oC. Pada
shift 1 uji koagulasi protein untuk perlakuan dengan ditambahkan larutan CaCl2 pH terendah
diperoleh oleh kelompok 3 sebesar 5,67 dengan konsentrasi garam 1% dan suhu 65 oC. Pada
perlakuan ditambahkan sukrosa pH tertinggi pada kelompok 3 sebesar 6,06 dengan konsetrasi
garam 1% dan suhu 62oC. Untuk perlakuan larutan HCl pH tertiggi diperoleh oleh kelompok
3 sebesar 6,01 dengan konsentrasi garam 1% dan suhu 62oC. Jadi, lamanya proses koagulasi
dipengaruhi oleh penambahan larutan pada sampel. Penambahan HCl akan mempercepat
proses koagulasi sedangkan penambahan sukrosa dapat memperlambat proses koagulasi.
Dengan adanya praktikum Kimia Pangan materi denaturasi protein praktikan mampu
menguasai teknik pengujian dan memahami pengaruh-pengaruh fisika dan zat kimia terhadap
protein dalam bahan pangan.

4.2 Saran
Pada praktikum Kimia Pangan materi Denaturasi Protein disarankan agar praktikan
memahami skema kerja yang diberikan oleh asisten agar kesalahan saat pratikum dapat
diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnaedi.2008. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta : Penebar Swadaya

Naga, S. W., Berlian A., dan Ery S. R. 2010. Koagulasi Protein dari Ekstrak Biji Kecipir
Metode Pemanasan. Jurnal Teknik. 9 (1): 1 11.
Oktavia, D.A. 2007. Kajian SNI Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal Standarisasi. Vol 9(1) :
1-9.
Sumiati, titin. 2008. Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia
Mossambica). Skripsi. Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Trilaksani, W., B. Riyanto., S.N.K. Apriani. 2007. Karakteristik Edidible Film dari Konsetrasi
Protein Air Limbah Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Departemen
Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor

Triyono, agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses
Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.).
SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES.10.1 10.9

Anda mungkin juga menyukai