Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA

PEMBUATAN EKSTRAK

DOSEN PENGAMPU:
Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt
Fitria Kurniasari, M. Pharm., Apt

Kelompok VI (enam)
Anggota : 1. Ajeng Windi Gaprita (21154519A)
2. Rachel Pingkan Purbasari (21154535A)
3. Ayesha Zulkha (21154645A)
4. Hendri Evantrio (21154664A)
5. Muhammad Ikhwanudin Alfaris (21154668A)
6. Kris Ayu Wijayaningrum (21154669A)
7. Yerryco Pujja Lorenza (21154676A)
8. Febrina Andini Parinosa (21154677A)
9. Imas Qodri Nur Fakih (21154686A)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
PEMBUATAN EKSTRAK

I. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara pembuatan ekstrak dengan berbagai metode
ekstraki padat-cair.

II.Dasar Teori
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.
Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan
memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode
ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan
merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada
dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau
lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Pemisahan itu dapat
dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah
selama beberapa menit (Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman,
mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan
melakukan perebusan dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud,
2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan
lebih mudah larut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif
dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga set yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik
di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif
di dalam dan di luar sel (Tobo F, 2001).
1. Proses Ekstrak bahan alam
a.) Pengeringan dan perajangan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga
simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan
menghindari teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim.
Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus flavus akan
menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan
kanker hati. Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah
bila diremas atau mudah patah. Pengeringan sebaiknya jangan di
bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering
yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi
sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah
sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses
pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan
tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara pengeringan
diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan
aktifnya (Dijten POM, 1990).
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan
manual atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan
yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan
terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.
Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan
kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang
digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya stainless steel eteu
baja nirkarat) (Ditjen POM, 1990).
b.) Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat
yang penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar
senyawa tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih
mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih
mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung
kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin
polar pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya
cukup rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan
cara penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada
temperature 60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahalNon toksik, non korosif, tidak memberikan
kontaminasi serius dalam keadaan uap
6. Viskositas cukup rendah
c.) Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan,
bahan yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat
hanya boleh dengancara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya
di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi
dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna
pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi
(Agoes, 2007):
1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
d.) Pembagian Jenis Ekstraksi
1. Ekstraksi Secara Dingin
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak
memerlukan pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam
yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan pemanasan
dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Yang
termasuk ekstraksi secara dingin adalah (Ditjen POM, 1986) :
a. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar
dan terlindung dari cahaya (Ditjen POM, 1986).
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang
seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini
misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada
penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan
lemak/lipid (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen
kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini
adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna
(Ditjen POM, 1986).
b. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-
molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam
labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini
berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau
jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak
memberikan noda lagi. (Ditjen POM, 1986).
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara
ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui
serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Kerugiannya
adalah jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit
dibandingkan dengan metode maserasi (Ditjen POM, 1986).
c. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip
ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari
atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan
oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari
cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Ditjen POM,
1986).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi karena (Ditjen POM, 1986) :
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian
larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya
lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir butir serbuk simplisia
membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.
Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina
yang mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik
bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab
perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir
(Ditjen POM, 1986).Alat yang digunakan untuk perkolasi
disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari
disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang
keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan
sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi (Ditjen POM, 1986).
2. Ekstraksi Secara Panas
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin
dan minyak-minyak menguap yang mempunyai titik didih yang
tinggi, selain itu pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka
pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke
dalam sel untuk melarutkan komponen kimia. Metode ekstraksi
yang termasuk cara panas yaitu (Tobo, 2001).
a. Metode Refluks
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan
dimana cairan penyari secara kontinyu menyari komponen
kimia dalam simplisia cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin
balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-
molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat sambil
menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu
4 jam (Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang
mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan
dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah,
biji dan herba (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
1.) Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama
proses pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah
menguap atau dilakukan ekstraksi jangka panjang.
2.) Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah
rusak dengan adanya pemanasan.
Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat
lama dan diperlukan alat alat yang tahan terhadap pemanasan
(Ditjen POM, 1986).
b. Metode Destilasi Uap Air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari
simplisia yang mengandung minyak menguap atau
mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada penyarian
minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh
(Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan
untuk menyari simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap
air tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-
molekul air yang menetes ke dalam corong pisah penampung
yang telah diisi air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna
(Ditjen POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak
bercampur digabungkan, tiap cairan bertindak seolah olah
pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap.
Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan
jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang digunakan oleh
komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu
tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih
dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap
tiap cairan berada dalam keadaan murni (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai
pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap tiap
cairan berada dalam keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat
aktif pada destilasi langsung dapat diatasi pada destilasi uap ini.
Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang lebih kompleks
dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan
destilasi uap ini (Ditjen POM : 1986).

Simplisia Herba Ciplukan


1. Nama Tanaman
Nama ilmiah : Physalis angulata L
Nama lokal : Morel berry (Inggris), Ciplukan (Indonesia), Ceplukan
(Jawa), Cecendet (Sunda), Yor-yoran (Madura),
Lapinonat (Seram), Angket, Kepok-kepokan,
Keceplokan (Bali), Dedes (Sasak), Leletokan
(Minahasa).
2. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonnae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Marga : Physalis
Spesies : Physalis angulata L.

3. Kandungan Kimia
Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ciplukan
antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan fisalin. Komposisi detail
pada beberapa bagian tanaman, antara lain:
a. Herba : Fisalin B, Fisalin D, Fisalin F, Withangulatin A
b. Biji :12-25% protein, 15-40% minyak lemak dengan
komponen utama asam palmitat dan asam stearat.
c. Akar : alkaloid
d. Daun : glikosida flavonoid (luteolin)
e. Tunas : flavonoid dan saponin

III. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. Perkolator 1. Simplisia herba ciplukan
2. Beaker glass (Physalis angulata L)
3. Batang pengadukan 2. Etanol
4. Gelas ukur
5. Kertas saring
6. Bejana gelap
7. Erlenmeyer
8. Seperangkat alat sokhlet
9. Batu didih
10. Bejana Remaserasi
11. Corong
12. Waterbath
13. Klem dan statif

IV. Cara Kerja


1. Remaserasi
Hitung pelarut Masukkan
Timbang
yang simplisia + Diamkan 1
simplisia
dibutuhkan pelarut ke dalam hari
(plastik sisa)
(etanol) botol

Saring dengan
Bagian ampas Pisahkan filtrat
Diamkan kain
ditambah dengan I (simpan) dan
1 hari flanel/kertas
5 bagian pelarut ampas
saring

Saring
Pisahkan Campurkan
dengan kain Hitung
filtrat II filtrat I dan
flanel/kertas randemen
dan ampas filtrat II
saring

2. Soxhlet
Bungkus dengan Tambahkan etanol
Timbang 50 gram
kertas saring dan 96% paling sedikit
serbuk herba
masukkan dalam sebanyak satu
ciplukan
alat soklet setengah kali sirkulasi

Pekatkan 14ercolat
Lakukan Panaskan cairan
yang diperoleh dengan
penyarian hingga penyari dengan
waterbath hingga
14erkolat tidak kecepatan 4-5
diperoleh ekstrak
berwarna sirkulasi/ jam
kental

Hitung Ambil sedikit


rendemen ekstrak, masukkan
Timbang ekstrak
ekstrak yang gelas dan beri
diperoleh label

3. Perkolasi
Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan

Basahi 10 bagian simplisia dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian penyari,


kemudian masukkan dalam bejana tertutup kurang lebih 1 jam

Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam 14ercolator


sambil tiap kali ditekan dengan hati-hati

Tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes


dan di atas simpilisa masih terdapat selapis cairan penyari

Tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam

Alirkan etanol 96% hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas
simplisia dan biarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit

V. Hasil Percobaan
Simplisia : Herba Ciplukan
Pelarut : Etanol
Data remaserasi:
Serbuk + plastik = 75,347 gr
Plastik + sisa = 1,712 gr
Serbuk = 73,635 gr
Pelarut etanol = 73,6359 10
= 737 ml
Data Sokhletasi
Berat gelas = 120,9189 gr
Berat gelas + ekstrak = 120,0000 gr
Serbuk = 0,9189 gr

Ekstrak Remaserasi Ekstrak Sokhletasi


Organoleptis Hijau Hijau
Jumlah pelarut yang 737 mL 1,5 sirkulasi
digunakan
Kecepatan sirkulasi - 10 sirkulasi
Bobot serbuk 73,635 gr 40 gr
Bobot ekstrak 15,77 gr 0,9189 gr
Rendemen (%) 21,416 % 2,297 %
Perhitungan Rendemen:
berat ekstrak
Ekstrak remaserasi % = 100
berat serbuk

15,77 gr
100
= 73, 635 gr

= 21,416
berat ekstrak
Ekstrak sokhlet % = 100
berat serbuk

0,9189 gr
= 100
40 gr

= 2,297 %
Demo ekstraksi dengan metode perkolasi
Berat kertas + sampel = 31,237 gr
Berat kertas + sampel sisa = 1,236 gr
Berat sampel = 30,001 gr
Perbandingan:
10 bagian simplisia : 2,5-5 pelarut
30,001 gr 2,5 , ml
Pelarut: min = =7,50025 ml
10 gr

30,001 5 ml
max = =15,00025 ml
10 gr

VI. Pembahasan
Dalam suatu tanaman yang akan diambil atau dipisahkan komponen
kimianya dari tanaman tersebut adalah dengan cara ektraksi yang merupakan
cara pemisahan (isolasi) zat aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang
sesuai dan metode tertentu. Pada praktikum ini kelompok kami melakukan
isolasi pada simplisia herba ciplukan (Physalis angulata L.) dengan pelarut
etanol yang menggunakan metode remaserasi, soxhletasi, dan perkolasi. Kami
menggunakan pelarut etanol dalam metode ini karena kemampuan
melarutkannya besar, mudah diperoleh, dan harganya murah.
Remaserasi merupakan modifikasi dari metode maserasi. Prinsipnya cairan
penyari dibagi dua lalu seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan
penyari pertama didiamkan selama 1 hari sambil sesekali dikocok agar
konsentrasi seimbang di atas dan di bawah serta di dalam dan di luar sel.
Setelah itu diperas dan ampas nya dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang
kedua.
Perkolasi, prinsipnya yaitu simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui simplisia, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
sel yang dilaluinya sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah karena
kekuatan gaya beratnya sendiri dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya
kapiler untuk menahannya. Pada praktikum ini kami tidak benar-benar
mengekstraksi dengan metode perkolasi, melainkan hanya melakukan
simulasi saja.
Soxhletasi, prinsipnya ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru dilakukan dengan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi
berkesinambungan dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil % rendemen dari ekstraksi
herba ciplukan menggunakan metode soxhletasi yaitu 2,297%, sedangkan
pada metode remaserasi yaitu 21,416%. Dari hasil tersebut metode ekstraksi
remaserasi lebih banyak menghasilkan ekstrak dibandingkan dengan ekstraksi
soxhletasi. Namun ekstrak yang kami dapat dari metode remaserasi maupun
soxhletasi hasilnya kurang maksimal dikarenakan beberapa faktor
diantaranya:
a. Pada saat memeras hasil rendaman tidak menggunakan kertas saring
melainkan hanya menggunakan kain flanel, sehingga bukan hanya zat aktif
saja yang tersaring tetapi juga ampas yang ukurannya besar juga ikut
tersaring.
b. Pada saat proses penguapan di atas water bath atau penangas air, kami
terlalu lama menguapkannya sehingga hasil ekstrak terlalu kering.
VII. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu :
1. Metode ekstraksi padat-cair yang dilakukan pada praktikum kali ini
adalah remaserasi,sokhletasi, dan perkolasi .
2. Hasil rendemen ektraksi yang diperoleh dari metode maserasi adalah
21,416% .
3. Hasil rendemen ekstraksi yang diperoleh dari metode sokhletasi adalah
2,297 %.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.


Baedowi, 1998, Timbunan Glikogen dalam Hepatosit dan Kegiatan Sel Beta
Insula Pancreatisi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Pemberian
Ekstrak Daun Ciplukan, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa
Perguruan Tinggi di Indonesia IX, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
139.
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Ditjen POM, 1990, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Janurio, Filho, Petro, Kashima, Sato, and Frana, 2000, Antimycobacterial
Physalins from Physalis angulata L. (Solanaceae), Phytotherapy Res,
16(5): 445 448.
Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains
Dan tekhnologi, Universitas Hasanuddin: Makassar.
Shevla. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Cetakan
Pertama. Penerbit PT Kalman Media Pustaka: Jakarta.
Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas
Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai