Anda di halaman 1dari 11

Tugas Mata Kuliah : Studi Al-Quran

Oleh : Ahmad Afandi


Dosen : Dr. H. A. An-Najib, M. Ag

A. Pengertian Nuzulul Quran


Secara etimologis, Nuzul al-Quran, berasal dari dua kata, yaitu nuzul dan
al-Quran. Pada dasarnya Nuzul itu mempunyai arti turunnya suatu benda
(materi) dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Akan tetapi Nuzulul
Quran tidak diartikan secara tekstual. Demikian itu karena ketinggian
kedudukan al-Quran dan besarnya ajaran-ajarannya yang mengubah
perjalanan hidup manusia mendatang serta menyambung langit dan bumi
serta dunia dengan akhirat. 1
Menurut Jumhur ulama, antara lain Ar-Razi, Imam As-Suyuthi, Az-
Zarkasyi, dan lain-lain mengatakan: Arti Nuzulul Quran secara hakiki itu
tidak cocok untuk Alquran sebagai Kalam Allah yang berada pada Zat-Nya.
Sebab dengan memakai ungkapan diturunkan, menghendaki adanya materi
kalimat atau lafal atau tulisan huruf yang riel yang harus diturunkan. Karena
itu, arti kalimat Nuzulul Quran itu harus dipakai makna majazi, yaitu
menetapkan/memantapkan/memberitahukan/memahamkan/menyampaikan
Alquran. Baik disampaikannya Alquran itu ke Lauhil Mahfudh atau Baitul
Izzah di langit dunia, maupun kepada nabi Muhammad SAW sendiri.
Sebagian Ulama, seperti Imam Ibnu Taimiyah dkk mengatakan bahwa
pengertian Nuzulul Quran itu tidak perlu dialihkan dari arti hakiki kepada
arti majazi. Maka kata Nuzulul Quran berarti turunnya Alquran. Sebab arti
tersebut sudah biasa digunakan dalam bahasa Arab.2
Menurut penulis setelah mengetahui beberapa pengertian di atas, penulis
lebih sependapat dengan Jumhur Ulama. Karena, kata turun jika digunakan
langsung secara hakiki disamping kedengarannya ganjal, ungkapan turun
ruanglingkupnya hanya berhubungan dengan kehidupan duniawi saja.

1
Ahmad Syadali, Ahmad Rofi, Ulumul Quran I (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 31.
2
Abdul Djalal, Ulumul Quran (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 50.

[1]
B. Pengertian Asbabun Nuzul
Ungkapan asba^b an-nuzu^l terdiri dari dua kata, yaitu asba^b dan an-
nuzu^l. Kata asba^b merupakan jama dari sabab dan an-nuzu^l adalah
mashdar dari nazala. Jadi secara harfiah, sabab berarti sebab atau latar
belakang, berarti asba^b dapat diartikan sebab-sebab atau beberapa sebab
atau beberapa latar belakang. Sedangkan an-nuzu^l artinya turun. Dari
pengertian di atas berarti kata asba^b an-nuzu^l memiliki arti sebab-sebab
turun atau beberapa latar belakang yang membuat turun, dan jika di kaitkan
dengan Alquran berarti kata asba^b an-nuzu^l bermakna beberapa sebab atau
beberapa latar belakang yang membuat turunnya ayat Alquran.3
Secara istilah asba^b an-nuzu^l ialah suatu ilmu yang mengkaji tentang
sebab-sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat Alquran.
Menurut Az-Zarqani, asba^b an-nuzu^l adalah peristiwa yang menjadi sebab
turunnya suatu ayat atau beberapa ayat,dimana ayat tersebut bercerita atau
menjelaskan hukum mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya. Atau
suatu pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi, dimana pertanyaan itu menjadi
sebab turunnya suatu ayat sebagai jawaban atas pertanyan itu.4
Menurut Dr. Shubhi as-Shalih, pengertian asbabun nuzul secara
terminologis adalah: Suatu peristiwa atau pertanyaan yang melatar belakangi
turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut mengandung
informasi mengenai peristiwa itu, atau memberikan jawaban terhadap
pertanyaan, atau menjelaskan hukum yang terkandung dalam peristiwa itu,
pada saat terjadinya peristiwa / pertanyaan tersebut.5
Dari definisi diatas, memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat
adakalanya berbentuk peristiwa ada kalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat
atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan
peristiwa tertentu atau menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut.

3
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Quran (Jakarta: Amzah, 2014), 86.
4
Ibid., 87.
5
Alfian Suhendarsyah, makalah asbabun nuzul, dalam
http://suhendarsyahalfian.blogspot.co.id/2013/04/pengerrtian-asbabul-nuzul.html (30 september
2015)

[2]
1. Sebabsebab turun ayat dalam bentuk peristiwa, hal ini ada tiga macam.
Pertama, perdebatan (jadal) yaitu perdebatan antara umat Islam atau
perdebatan antara umat Islam dengan orang-orang kafir, seperti perdebatan
Nabi dengan orang-orang Yahudi yang menyebabkan turunnya Surah Ali
Imran (3) ayat 96.




Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah
Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.6
Mujahid berkata, suatu ketika umat Islam dan Yahudi saling membanggakan
kiblat mereka. Orang Yahudi berkata, Baitul Maqdis lebih utama dari Kabah.
Umat Islam berkata pula, Kabahlah yang paling utama dan mulia. Oleh
karena itu kemudian Allah membantah kaumYahudi dengan menurunkan ayat
tersebut.
Kedua, Kesalahan yaitu yaitu peristiwa yang merupakan perbuatan salah
yang dilakukan oleh sahabat kemudian turun ayat guna meluruskan kesalahan
tersebut agar tidak terulang lagi. Seperti peristiwa turunnya surat An-Nisa>
(4) ayat 43 di bawah ini



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat, ketika
kamu dalam Keadaan mabuk.7
Pada suatu ketika Abdurrahman bin Auf melakukan kenduri, ia mengundang
para sahabat Nabi dan menjamu mereka dengan makanan dan minuman
khamr. Merekapun berpesta dengan jamuan tersebut hinga mabuk.
Selanjutnya waktu maghrib pun tiba,mereka lalu shalat dengan diimami oleh
salah seorang dari mereka. Sang imam dalam shalatnya membaca surah
dengan bacaan yang salah; ia membaca Surah Al-Ka>firu>n (109) dengan
, sehingga ayat itu
tidak membaca huruf nafi pada kata

( aku sembah apa yang kamu sembah).


dibacanya dengan
Peristiwa ini disampaikan kepada Nabi, maka turunlah ayat di atas.

6
Kementerian Agama RI, Al-quran dan terjemahnya (Jakarta: Pustaka Al-Mubin, 2013), 62.
7
Ibid., 85.

[3]
Ketiga, Harapan dan keinginan, seperti turunnya ayat Surah Al-Baqarah
(2) ayat 144 yang berbunyi :








sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu
berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.8
Al-Barra mengatakan setelah sampai di kota Madinah, Rasulullah shalat
menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan, pada hal ia lebih suka berkiblat
ke Kabah. Maka setiap kali shalat, Nabi selalu menengadah ke langit
mengharap turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke
Kabah. Maka, justru itu menjadi turunnya ayat di atas.
2. Sebabsebab turun ayat dalam bentuk pertanyaan dikategorikan tiga
macam, yaitu
Pertama, pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu, seperti pertanyaan
orang Yahudi tentang Dzulqarnain yang menyebabkan turunnya ayat Surah
Al-Kahfi (18) ayat 83 yang berbunyi :



Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain9
Kedua, pertanyaan yang sedang berlangsung, seperti pertanyaan sahabat
tentang hukum mempergauli wanita sedang haid, yang menyebabkan
turunnya ayat Surah Al-Baqarah (2) ayat 222 yang berbunyi :


8
Ibid., 22.
9
Ibid., 302.

[4]
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah; Haid
itu adalah sesuatu yang kotor. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haid.10
Ketiga, pertanyaan masa yang akan datang, seperti pertanyaan orang kafir
tentang kejadian kiamat, yang menyebabkan turunnya ayat Surah Al-Ara>f
(7) ayat 187 yang berbunyi :



Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat: Kapan
terjadi?Katakanlah:Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah
pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu
kedatangannya selain Dia.11
Pada umumnya ayat yang mempunyai sebab nuzul adalah ayat-ayat hukum
dan ayat-ayat yang dimulai dengan yasalu>naka. Tetapi tidak berarti ayat
yang tidak berbicara tentang hukum itu tidak mempunyai sebab nuzul sama
sekali; ada juga diantara ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum
mempunyai sebab nuzul,namun tidak terlalu banyak.12
Setelah mengetahui penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa sesuatu itu
jika ada sebab maka sudah tentu ada musababnya. Sebab ialah peristiwa yang
terjadi atau pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi, dan musababnya ialah
ayat alquran yang turun kepada Nabi.
C. Cara Mengetahui Asbab Al-nuzul
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul
ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat.
Al-Wahidi mengatakan:Tidak halal berpendapat mengenai
asbabun nuzul Kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau
mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan t u r u n n y a ,

10
Ibid., 35.
11
Ibid., 173.
12
Yusuf, Studi Al-Quran, 86.

[5]
mengetahui s e b a b - s e b a b n ya dan membahas tentang
p e n g e r t i a n n ya s e r t a bersungguh-sungguh dalam mencarinya.13
Muhammad bin Sirin mengatakan: Ketika aku tanyakan kepada Ubaidah
mengenai satu ayat quran, dijawab: Bertaqwalah kapada Allah dan
berkatalah yang benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Quran
itu diturunkan telah meninggal.14
Maksudnya: Para sahabat, apabila seorang ulama semacam Ibn Sirin, yang
termasuk tokoh tabiin terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat
mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan
bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh sebab
itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat
ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti
menunjukkan asbabun nuzul.
Para Ulama Ulum Al-Quran, termasuk Al-Wahidiy Al-Nisabury, tidak
berani mereka-reka atau menafsir sendiri sesuatu ayat yang memang bukan
menjadi otoritas rasio karena di dalam masalah Al-Quran, sikap Rasulullah
amat tegas. Tak seorang pun yang di benarkan berbicara sesuatu yang
diterima dari Rasululah tanpa informasi yang akurat.15
Ada tiga ungkapan yang menunjukkan bahwa itu merupakan asbabun
nuzuldari suatu ayat, dua diantaranya sudah pasti dikatakan asbabun nuzul
dan satunya lagi tidak pastimenunjukkan asbabun nuzul; mungkin asbabun
nuzul dan mungkin juga tidak. Ungkapan yang dimaksud adalah :16
a.


(sebab turunnya ayat ini adalah ), apabila ada suatu
peristiwa yang didahului oleh ungkapan ini, maka bisa dipastikan bahwa
peristiwa itu merupakan asbabul nuzul dari ayat yang disebut
sebelumnya.

13
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1992),
107.
14
Tri Mueri Sandes, Makalah Asbabun nuzul, dalam
http://trimuerisandes.blogspot.co.id/2014/10/makalah-asbabun-nuzul.html (26 september 2015)
15
Acep Hermawan, Ulumul Quran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 41.
16
Yusuf, Studi Al-Quran, 90.

[6]
, yang dimulai dengan fa setelah peristiwa
atau
b. Ungkapan
dijelaskan. Hal ini juga bisa di pastikan bahwa peristiwa itu merupakan
asbabun nuzul ayat yang bersangkutan. Seperti contoh Surat Al-Baqarah
ayat 223 berikut :


: :
:- -
17
.. :
c. Ungkapan yang tidak menggunakan kata

dan juga tidak
menggunakan setelah peristiwa. Akan tetapi dengan menggunakan

kata sebelum menjelaskan peristiwa. Maka, jika memang demikian itu


tidak dapat dikatakan secara pasti kalau itu adalah asbabun nuzul ayat
tersebut. Tetapi ada dua kemungkinan; mungkin itu merupakan asbabun
nuzul atau mungkin juga tidak, seperti ..
D. Istinbath Hukum sesuai dengan Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul merupakan suatu ayat yang sangat berpengaruh terhadap
penafsiran dan istinbath hukum, oleh sebab itu banyak bermunculan
perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkan dan meng-istinbathkan
hukum. Seorang mujtahid dalam menilai suatu ayat yang mempunyai
asbabun nuzul akan berbeda penafsirannya dengan mujtahid yang tidak
mempunyai asbabun nuzul, atau riwayat asbabun nuzulnya tidak shahih.
Seperti contoh istinbath hukum ayat berikut :






apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal

17
Wahabah Ibn Must}afa> al-Zuhaili, al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-Aqi>dah wa al-Shari>fah wa
al-minhaj (Damaskus: Da>r al-Fikr al-maa>s}ir, 1418 H), 298.

[7]
suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara
yang ma'ruf (QS. Al-Baqarah (2): 232)18
Menurut suatu riwayat, ayat ini turun berkenaan denganperistiwa
Muaqqal bin Yasar. Ia menghalangi bekas suami adiknya menikah kembali
(rujuk) dengan adiknya, kemudian melalui ayat ini Allah melarang
Muaqqal menghalangi laki-laki tersebut rujuk kepada adiknya. Berdasarkan

asbabun nuzul ini, maka khitha^b (perintah) yang terdapat pada lafadz

berbeda dengan khitha^b yang terdapat pada lafadz ; yang

pertama ditujukan kepada suami dan yang kedua ditujukan kepada wali, dn
berdasarkan ayat ini pula maka wali merupakan salah satu rukun yang harus
ada dalam sistem perkawinan islam.
Akan tetapi, bagi ulama yang melihat bahwa ayat itu tidak mempunyai
asbabun nuzul atau riwayatnya tidak shahih, kedua khitha^b yang terdapat
pada lafadz tersebut ditujukan kepada suami, sehingga ayat itu berarti
apabila suami telah menceraikan isterinya maka ia tidak boleh menghalangi
isterinya itu menikah dengan laki-laki lain. Berdasarkan pemahaman
seperti ini, maka ayat ini tidak ada kaitannya dengan wali.19
Para ulama telah menetapkan dua kaidah dalam meng-
istinbathkan hukum yang berkaitan dengan asbabun nuzul ini yaitu20
a. Kaidah yang pertama :



(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada bentuk umumnya lafazh
(bunyi lafazh), bukan sebabnya yang khusus).
Misalnya seperti Surat An-Nur ayat 6 di bawah ini :






18
Kementerian Agama, Al-quran dan terjemahnya, 37.
19
Yusuf, Studi Al-Quran, 95.
20
Suhendarsyah, dalam http://suhendarsyahalfian.blogspot.co.id/2013/04/pengerrtian-asbabul-
nuzul.html (30 september 2015)

[8]
dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar (QS.
An-Nuur (24): 6)21
Jika dilakukan pemahaman berdasarkan bentuk umumnya lafal
terhadap surat An-Nur ayat 6 di atas, maka keharusan mengucapkan
sumpah dengan nama Allah sebanyak empat kali bahwa tuduhannya
adalah benar, berlaku bagi siapa saja (suami) yang menuduh isterinya
berzina. Pemahaman yang demikian ini (berdasarkan umumnya lafal)
tidak bertentangan dengan ayat lain atau hadits atau ketentuan hukum
yang lainnya.
b. Kaidah yang kedua :



(penetapan makna suatu ayat didasarkan pada penyebabnya yang
khusus (sebab nuzul), bukan pada bentuk lafazhnya yang umum).
Misalnya seperti Surat Al-Baqarah ayat 115 di bawah ini :






Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu
menghadap di situ-lah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
Rahmat-Nya, lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2): 115).22
Jika dalam memahami ayat 115 ini kita terapkan kaidah pertama,
maka dapat disimpulkan, bahwa shalat dapat dilakukan dengan
menghadap ke arah mana saja, tanpa dibatasi oleh situasi dan kondisi
di mana dan dalam keadaan bagaimana kita shalat. Kesimpulan
demikian ini bertentangan dengan dalil lain (ayat) yang menyatakan,
bahwa dalam melaksanakan shalat harus menghadap ke arah Masjidil-
Haram. Sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 149 :

21
Kementerian Agama, Al-quran dan terjemahnya, 350.
22
Ibid., 18.

[9]










Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu
yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
kamu kerjakan (Al-Baqarah (2): 149)
Akan tetapi, jika dalam memahami Surat Al-Baqarah ayat 115 di
atas dikaitkan dengan asbabun nuzulnya, maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah, bahwa menghadap ke arah mana saja dalam shalat
adalah sah jika shalatnya dilakukan di atas kendaraan yang sedang
berjalan, atau dalam kondisi tidak mengetahui arah kiblat (Masjidil-
Haram). Dalam kasus ayat yang demikian ini pemahamannya harus
didasarkan pada sebab turunnya ayat yang bersifat khusus dan tidak
boleh berpatokan pada bunyi lafazh yang bersifat umum.

DAFTAR PUSTAKA

Djalal, Abdul. Ulumul Quran. Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.

Hermawan, Acep. Ulumul Al-Quaan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013.

Kementerian Agama RI. Al-quran dan terjemahnya. Jakarta: Pustaka Al-Mubin,


2013.

M. Yusuf, Kadar. Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah, 2014.

[10]
Qattan (al), Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Quran. Jakarta: Pustaka Litera Antar
Nusa, 1992.

Sandes, Tri Mueri. dalam http://trimuerisandes.blogspot.co.id/2014/10/makalah-


asbabun-nuzul.html (26 september 2015).

Suhendarsyah, Alfian. dalam


http://suhendarsyahalfian.blogspot.co.id/2013/04/pengerrtian-asbabul-
nuzul.html (30 september 2015).

Syadali, Ahmad. Ahmad Rofi. Ulumul Quran I. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Wahabah Ibn Must}afa> al-Zuhaili, al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-Aqi>dah wa al-


Shari>fah wa al-minhaj. Damaskus: Da>r al-Fikr al-maa>s}ir, 1418 H.

[11]

Anda mungkin juga menyukai