C. PERBAIKAN
Perbaikan di lakukan karena tidak tepatnya asumsi yang di pakai pada saat pembuatan yang
dsebabkan oleh berbagai alasan. Cara dan proses perbaikan hampir sama dgn cara dan
proses pembuatan, perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkup terbatas karena tidak
seluruh kegiatan di tinjau. Kegiatan yang di tinjau hanya yang mempunyai kaitan dengan
perubahan asumsi dan yang di pengaruhi oleh perubahan tersebut.
75
LPER = = 12,5
6
2. Cara pembobotan
Cara pembobotan relatif lebih tepat dibandingkan cara rata-rata, karena
memperhatikan jumlah dan peran kejadian tiap kasus. Namun cara ini sukar karena perlu
data yang relatif banyak.
Contoh :
Diketahui suatu pekerjaan dengan volume tertentu dapat diselesaikan dalam
enam kasus dengan masing-masing kejadian sebagai berikut:
KASUS LAMA KEGIATAN (HARI) JUMLAH KEJADIAN
1 10 100
2 11 200
3 12 350
4 13 500
5 14 250
6 15 100
Diminta :
Hitung lama kegiatan perkiraan ( LPER ) pekerjaan di atas :
Jawab :
KASUS LAMA KEGIATAN (HARI) JUMLAH KEJADIAN BOBOT
1 10 100 10 * 100 = 1.000
2 11 200 11 * 200 = 2.200
3 12 350 12 * 350 = 4.200
4 13 500 13 * 500 = 6.500
5 14 250 14 * 250 = 3.500
6 15 100 15 * 100 = 1.500
JUMLAH 1.500 18.900
18.900
LPER = = = 12,6
1.500
3. Cara lintasan kritis (critical path method)
Cara lintasan kritis merupakan cara yang memiliki keuntungan dari kedua cara
tersebut diatas, karena membutuhkan data relatif lebih sedikit tetapi tetap memperhatikan
peran kejadian tiap kasus.
Contoh :
Diketahui suatu pekerjaan dengan volume tertentu dapat diselesaikan dalam tiga
kasus (tidak mungkin lebih atau kurang dari tiga kasus ), sebagai berikut :
Diminta :
jawab :
Rumus :
1+4+1 110+413+115
LPER = = = 12,8
6 6
16. CARA MENGHITUNG TF, FF, IF DENGAN GAMBAR
1. Total float (TF)
Jangka waktu antara saat paling lambat peristiwa akhir (SPL j) kegiatan yang
bersangkutan dengan saat selesainya kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut
dimulai pada saat paling awal peristiwa awal (SPA i)
Rumus : TF = SPL j - L - SPA i
2. Free Float
Jangka waktu antara saat paling awal peristiwa akhir (SPA j) kegiatan yang bersangkutan
dengan saat selesainya kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada
saat paling awal peristiwa awal (SPA i)
Rumus : FF = SPA j - L - SPA i
3. Independent float
Jangka waktu antara saat paling lambat peristiwa akhir (SPL j) kegiatan yang bersangkutan
dengan saat selesainya kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada
saat paling lambat peristiwa awal (SPL i)
Rumus : IF = SPA j - L - SPL i
Delay kegiatan di jalur kritis akan menyebabkan delay waktu penyelesaian proyek, sedang
delay di jalur tidak kritis mungkin tidak akan menunda waktu penyelesaian proyek sejauh
delay tidak melebihi slack dan float time untuk masing-masing kegiatan tidak kritis
2. Uji Chi-Square
Uji Chi-Square dalam SPSS termasuk salah satu alat uji dalam statistik non parametrik
yang sering digunakan dalam praktek. Uji ChiSquare dapat dipakai untuk menguji
apakah data sebuah sampel yang diambil menunjang hipotesis yang menyatakan
bahwa populasi asal sampel tersebut mengikuti suatu distrubusi yang telah
ditetapkan dan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara dua variable/lebih.
Oleh karena itu, uji ini dapat juga disebut uji keselarasan, karena untuk menguji
apakah sebuah sampel selaras dengan salah satu distribusi teoritis (seperti ditribusi
normal, uniform, binomial, dll). Namun pada prakteknya uji ini tetap mengikuti
prinsip dasar pengujian Chi-Square, yaitu menguji apakah terdapat kesesuaian yang
nyata antara banyaknya atau frekuensi obyek yang diamati (observed) dengan
banyaknya atau frekuensi obyek yang diharapkan (expected) dalam tiaptiap kategori.
Banyaknya kategori bisa dua atau lebih. Untuk mengetahui lengkap tidaknya
jawaban responden (jawaban kuesioner harus sudah diisi semua) dipakai uji Chi-
Square. Uji Chi-Square merupakan metode statistic non parametric yang digunakan
untuk menguji ada tidaknya hubungan antara dua variable lebih yang berskala
ordinal.
3. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metoda AHP merupakan sistim pembuat keputusan dengan menggunakan model
matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari berbagai variabel
dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing variabel.
Data yang telah ditabulasikan selanjutnya dianalisa dengan metode AHP yang
dimulai dengan perlakukan normalisasi matriks, perhitungan konsistensi matriks,
konsistensi hirarki dan tingkat akurasi, perhitungan nilai lokal pengaruh, dan
perhitungan nilai lokal frekwensi, dari hasil perhitungan akan didapat nilai akhir
risiko dan peringkat berdasarkan bobot hasil perhitungan. Adapun kaidah dari
pembobotan menyatakan bahwa: nilai bobot variabel berkisar antara 01 atau
antara 0% - 100% apabila menggunakan persentase, jumlah total bobot semua
variabel harus bernilai 1 (100%), dan tidak ada bobot yang negatif (-). AHP
merupakan teori umum mengenai pengukuran. Empat macam skala pengukuran
yang biasanya digunakan secara berurutan adalah skala nominal, ordinal, interval
dan rasio. Skala yang lebih tinggi dapat dikategorikan menjadi skala yang lebih
rendah, namun tidak sebaliknya. AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari
beberapaperbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu.
Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual
maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan.
Dengan demikian metode ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala
rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, perilaku dan
kepercayaan.
Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari
permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama,
kriteriakriteria, sub kriteria, dan alternatifalternatif yang akan dibahas. Perbandingan
berpasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil
dari perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio
diturunkan dalam bentuk eigenvector utama. Matrik tersebut berciri positif dan
berbalikan. Tabel dibawah ini menunjukkan stuktur hirarki dari kasus permasalahan
yang ingin diteliti.
Intensitas Kepentingan Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lbih penting
daripada elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada
yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting
daripada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting dari elemen
lainnya
2, 4, 6, 8 Nilai nilai antara dua nila pertimbangan
pertimbangan yang berdekatan
Hasil perhitungan AHP akan didapat nilai akhir risiko dan peringkat berdasarkan
bobot hasil perhitungan. Kaidah dari pembobotan menyatakan bahwa:
1. Nilai bobot variabel berkisar antara 01 atau antara 0%-100%
2. Jumlah total bobot semua variabel harus bernilai 1 (100%)
3. Tidak ada bobot yang negatif (-)
Matriks bobot dari hasil perbandingan berpasangan harus mempunyai diagonal
bernilai satu dan konsisten. Untuk menguji konsistensi, maka nilai eigen value
maksimum (maks) harus mendekati banyaknya elemen (n) dan eigen value sisa
mendekati nol. Pembuktian konsistensi matriks berpasangan dilakukan dengan
unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan.
Selanjutnya diambil rata rata untuk setiap baris. Vektor kolom (rata-rata) dikalikan
dengan matriks semula, menghasilkan nilai untuk tiap baris, yang selanjutnya setiap
nilai dibagi kembali dengan nilai vektor yang bersangkutan. Karena matriks
berpasangan untuk dampak dan frekuensi adalah sama, maka hasil maks juga sama
untuk dampak dan frekuensi, yaitu masingmasing matriks konsisten. Indek
konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus :
Untuk menguji konsistensi hirarki dan tingkat akurasi, untuk dampak dan frekuensi
dengan banyaknya elemen dalam matriks (n). besarnya nilai n sesuai tabel dibawah
ini.
Tabel Nilai Random Konsistensi Indeks
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,30 1,51 1,59
Sumber: Saaty (2001)
Apabila C.I bernilai nol, berarti matrik konsisten. batas ketidakkonsistensi diukur
dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi
dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam tabel 2.3. Nilai ini
bergantung pada ordo matrik n. Dengan demikian, Rasio konsistensi dapat
dirumuskan:
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih
dapat diterima. Bobot komposit dipergunakan untuk menetapkan bobot dan
konsistensi keseluruhan. Rata-rata geometri digunakan untuk rerata hasil akhir
beberapa responden.
4. Program Expert choice
Expert Choice (EC) merupakan perangkat lunak yang dapat membantu perhitungan
dengan metode AHP kepada responden dengan jumlah yang banyak. merupakan
suatu program aplikasi yang dapat digunakan sebagai salah satu tool untuk
membantu para pengambil keputusan. Dalam menentukan keputusan, EC
menawarkan beberapa fasilitas mulai dari input data kriteria, dan beberapa
alternatif pilihan, sampai dengan penentuan tujuan. EC mudah dioperasionalkan
dengan interface yang sederhana. Kemampuan lain yang disediakan adalah mampu
melakukan analisis secara kuantitatif dan kualitatif sehingga hasilnya rasional. EC
didasarkan pada metode/proses hirarki analitik.
19. PROSEDUR MEMPERCEPAT UMUR PROYEK
A. Syarat yang harus dipenuhi untuk mempercepat umur proyek agar sama antara umur
perkiraan dan umur rencana antara lain :
1. Telah ada network diagram yang tepat.
2. Lama kegiatan perkiraan masing-masing kegiatan telah ditentukan.
3. Telah dihitung saat paling awal (SPA) dan saat paling lambat (SPL) semua peristiwa.
4. Ditentukan umur rencana (UREN).
B. Prosedur mempercepat usia proyek :
1. Buat network diagram dengan nomor-nomor peristiwa sama seperti semula dengan
lama kegiatan perkiraan baru untuk langkah ulangan, dan sama dengan semula
untuk langkah siklus pertama.
2. Dengan dasar saat paling awal peristiwa awal, SPA 1 = 0, dihitung saat peristiwa
lainnya. Umur perkiraan proyek (UPER) = saat paling awal peristiwa akhir ( SPA m ,
dimana m adalah nomor peristiwa akhir network diagram atau nomor maksimal
peristiwa).
3. Dengan dasar saat paling lambat peristiwa akhir network diagram (SPL m) = umur
proyek yang direncanakan (UREN), dihitung saat paling lambat semua peristiwa.
4. Hitung total float (TF) semua kegiatan yang ada. Bila tidak ada total float (TF) yang
berharga negatif, proses perhitungan selesai. Bila masih ada total float (TF) berharga
negatif, lanjutkan ke langkah berikut :
5. Cari lintasan atau lintasan-lintasan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang total
floatnya (TF) masing-masing sebesar :
Total float (TF) = UREN -UPER
= SPL m - SPA m berharga negatif
= SPL 1 - SPA 1
6. Lama kegiatan dari kegiatan tersebut di atas adalah L n, n adalah nomor urut
kegiatan tersebut dalam satu lintasan, n = 1, 2, 3 , .............z.
7. Hitung lama kegiatan baru dari kegiatan tersebut di atas (langkah ke 5 dan ke 6 )
dengan menggunakan rumus :
L n (baru) = Ln (lama) + L n (lama) x (UREN - UPER )
Li
Keterangan :
L n (baru) = Lama kegiatan baru
L n (lama) = Lama kegiatan lama
Li = Jumlah lama kegiatan-kegiatan pada satu lintasan yang harus dipercepat
UREN = Umur rencana proyek
UPER = Umur perkiraan proyek
8. Kembali ke langkah 1