Anda di halaman 1dari 154

Oleh

ADI SUSANTO, SH, MM


KEPALA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
TRANSPORTASI DARAT BALI
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
SEPTEMBER 2010
1
PENDAHULUAN
 Pembina multi stakeholders ( 5 institusi);
 Pengaturan lebih terinci ;
 Penajaman formulasi tujuan;
 Pendefinisian istilah lalu lintas dan angkutan jalan
sebagai suatu sistem yg unsurnya mencakup semua
aspek;
 Pembentukan Forum Lalu lintas dan Angkutan Jalan;
 Dana preservasi jalan dan unit pengelolanya;
 Mendorong pemberdayaan industri di bidang LLAJ;

2
PERBANDINGAN SISTEMATIKA UU NO.14/92 DENGAN UU NO
22 /2009

UU NO.14/92 UU NO 22 /2009
BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II ASAS DAN TUJUAN BAB II ASAS DAN TUJUAN
BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN
UNDANG-UNDANG
BAB III PEMBINAAN BAB IV PEMBINAAN
BAB IV PRASARANA
BAB V PENYELENGGARAAN
BAB VI JARINGAN LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN
BAB V KENDARAAN BAB VII KENDARAAN
BAB VI PENGEMUDI BAB VIII PENGEMUDI
BAB VII LALU LINTAS BAB IX LALU LINTAS
BAB VIII ANGKUTAN BAB X ANGKUTAN
BAB IX LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN BAGI
PENDERITA CACAT
3
PERBANDINGAN MATERI UU NO.14/92 DENGAN UU NO 22 /2009
........(LANJUTAN)
UU NO.14/92 UU NO 22/2009
BAB XI KEAMANAN DAN KESELAMATAN
LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN
BAB X DAMPAK LINGKUNGAN BAB XII DAMPAK LINGKUNGAN
BAB XI PENYERAHAN URUSAN

BAB XIIIPENGEMBANGAN INDUSTRI DAN


TEKNOLOGI SARANA DAN
PRASARANA LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN
BAB XIV KECELAKAAN LALU LINTAS
BAB XV PERLAKUAN KHUSUS BAGI
PENYANDANG CACAT, MANULA,
ANAK-ANAK, WANITA HAMIL,
DAN ORANG SAKIT
BAB XVI SISTEM INFORMASI LALU LINTAS
DAN ANGKUTAN JALAN
BAB XVII SUMBER DAYA MANUSIA
BAB XVIII PERAN SERTA MASYARAKAT
4
PERBANDINGAN MATERI UU NO.14/92 DENGAN UU NO 22 /2009
........(LANJUTAN)

UU NO.14/92 UU NO...../2009
BAB XII PENYIDIKAN BAB XIX PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN
PELANGGARAN LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN
BAB XIII KETENTUAN PIDANA BAB XX KETENTUAN PIDANA
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP BAB XXII KETENTUAN PENUTUP

5
MATERI MUATAN RUU LLAJ YANG PERLU DITINDAKLANJUTI
DENGAN PERATURAN PELAKSANAAN

JENIS PERATURAN JUMLAH


PERATURAN PEMERINTAH 41
PERATURAN PRESIDEN 2

PERATURAN MENTERI 12
PERHUBUNGAN
PERATURAN KAPOLRI 14
PERATURAN DAERAH 4

6
BAB I
KETENTUAN UMUM
(Pasal 1)
 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang
terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,
Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
(Pasal 1 point 1)
 Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas
Jalan.( hewan dihapus).
(Pasal 1 point 2)
 Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
rel dan jalan kabel.
(Pasal 1 point 12)
 Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan
perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
(Pasal point 30)

7
 Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu
lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau
lingkungan.
(Pasal 1 point 31)
 Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak
dan kewajiban setiap Pengguna Jalan
(Pasal 1 point 32)
 Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan
dan kemacetan di Jalan.
(pasal 1 point 33)
 Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah sekumpulan subsistem yang saling berhubungan dengan
melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan
pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
(Pasal 1 point 34)

8
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
(Pasal 2)
 Asas (psl 2):
 asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas
partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas
seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri.
 Tujuan (Psl 3)
 terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda
angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,
memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan
dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi
martabat bangsa;
 terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa;
dan
 terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum
bagi masyarakat.
9
BAB III
RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
(Pasal 4)

a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau


barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu
lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

10
BAB IV
PEMBINAAN
Psl 5
(1) (Pasal 5)
a. perencanaan;
Pelaksanaan Pembinaan oleh b. pengaturan;
Pemerintah c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
a. kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang
Jalan.
b. kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang
Psl 5
sarana dan Prasarana Lalu (2)
Lintas dan Angkutan Jalan.
c. kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang
industri.
d. kementerian negara yang
Psl 5 bertanggung jawab di bidang
pengembangan teknologi.
Psl 6
(3) e. Kepolisian Negara Republik (2)
Indonesia

1. Pemerintah
PEMBAGIAN WEWENANG Provinsi .
Dpt diserahkan 2. Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Pemerintah Dpt diserahkan

11
PEMBAGIAN WEWENANG
(Pasal 6 ayat 1)
1. Pemerintah :
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku
secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di
bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin,
dan bantuan teknis kepada Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman,
kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

12
2. Pemerintah Provinsi (Pasal 6 ayat 3) :
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah
kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan
angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 6 ayat 4) :


a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan
angkutan umum di kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
kabupaten/kota.

13
BAB V
PENYELENGGARAAN
(Pasal 7)
NO JENIS URUSAN PENANGGUNGJAWAB
1 urusan pemerintahan di bidang Jalan MENTERI BIDANG
PEKERJAAN UMUM (PU)
2 urusan pemerintahan di bidang sarana dan MENTERI BIDANG
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan PERHUBUNGAN
3 urusan pemerintahan di bidang MENTERI BIDANG
pengembangan industri Lalu Lintas dan PERINDUSTRIAN
Angkutan Jalan
Psl 7
4 urusan pemerintahan di bidang MENTERI BIDANG (2)
pengembangan teknologi Lalu Lintas dan TEKNOLOGI
Angkutan Jalan
5 urusan pemerintahan di bidang Registrasi KEPOLISIAN NEGARA
dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan REPUBLIK INDONESIA
Pengemudi, Penegakan Hukum, (POLRI)
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu
Lintas, serta pendidikan berlalu lintas
14
Penyelenggaraan menurut bidang
(Pasal 8)
I. Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan
prasarana Jalan, yaitu:
1. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
2. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta
penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
3. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas
Jalan;
4. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
5. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
6. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan
keselamatan berlalu lintas; dan
7. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
prasarana Jalan.

15
II. Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan meliputi: (Pasal 9)
1. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
3. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
4. perizinan angkutan umum;
5. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang
sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
6. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
7. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan
angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan
Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau
peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.

16
III. Penyelenggaraan di bidang industri meliputi : (Pasal 10)
1. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan
industri Kendaraan Bermotor;
2. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang
menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan
3. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin
Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
IV. Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi meliputi:
(pasal 11)
1. Lalu penyusunan rencana dan program pelaksanaan
pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
2. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor
yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan; dan
3. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin
Ketertiban dan Kelancaran Lintas dan Angkutan Jalan.

17
V. Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas meliputi: (Pasal 12)
1. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan
Bermotor;
2. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
3. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan;
4. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
5. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan
penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
6. pendidikan berlalu lintas;
7. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
8. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

18
FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BADAN AD HOC
1. Lembaga ad hoc yg
bertugas ;
a. menganalisis
PEMBINA LLAJ permasalahan;
b. menjembatani,
menemukan solusi,
dan meningkatkan
kualitas pelayanan;
dan
AKADEMISI MASYARAKAT
c. bukan sebagai aparat
penegak hukum.
2. Dibentuk di tingkat:
a. Pusat;
b. Daerah Provinsi;
c. Daerah
PENYELENGGARA LLAJ
Kabupaten/Kota.

19
Bagian Pertama (Psl 14-18)
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

RENCANA INDUK RENCANA INDUK RENCANA INDUK


JLLAJ NASIONAL JLLAJ PROVINSI JLLAJ KAB/KOTA

 RENCANA INDUKLLAJ
 RENCANA INDUKLLAJ
ANTAR KOTA YG
ANTAR KOTA YG  RENCANA INDUKLLAJ
BERADA DALAM
MELEBIHI WILAYAH ANTAR KOTA YG
WILAYAH KAB :
PROVINSI : BERADA DALAM
 RENCANA INDUK
a. Dalam satu pulau WILAYAH PROVINSI :
JLLAJ PERKOTAAN YG
besar (jawa, Sumatra,  RENCANA INDUK
MELEBIHI WILAYAH
Kalimantan, Sulawesi, JLLAJ PERKOTAAN YG
KAB;
b.Antar pulau MELEBIHI WILAYAH
 RENCANA INDUK
c. Gugus pulau PROVINSI
JLLAJ PERKOTAAN
 RENCANA INDUK
DALAM WILAYAH KOTA
JLLAJ PERKOTAAN YG
MELEBIHI WILAYAH
PROVINSI
PENYELENGGARAAN
LLAJ

TUGAS POKOK +
FUNGSI
URUSAN MASING2

BADAN
AD HOC
MENGANALISIS
PERMASALAHAN

MENJEMBATANI,
MENEMUKAN SOLUSI &
MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN
BUKAN SEBAGAI
APARAT PENEGAK
HUKUM

21
BAB VI
JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
(Pasal 14)
I. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas:
(Pasal 14 ayat 3)
 Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
 Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
 Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kabupaten/Kota.
II. Ruang Lalu Lintas (Pasal 18)
A. Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan terdiri atas: Pasal 18 (2)
1. Nasional;
2. Provinsi;
3. Kabupaten;
4. Kota.
B. Penggunaan dan Perlengkapan Jalan.

22
BATAS KECEPATAN
NASIONAL

Maks Min

JALAN
KAWASAN KAWASAN JALAN
BEBAS
PERMUKIMAN PERKOTAAN ANTAR KOTA
HAMBATAN

Dengan
Rambu

Batas Kecepatan
PEMDA Max setempat
UJI KELAIKAN FUNGSI JALAN

JALAN BARU YG AKAN JALAN LAMA SECARA BERKALA


DIOPERASIKAN PALING LAMA 10 TAHUN

ANGGOTA TIM
TIM UJI
1.Unsur PU
PENYELENGGARA LAIK 2.Unsur Hub
JALAN FUNGSI 3.Unsur POLRI
JENIS WEWENANG
PERLENGKAPAN JALAN

a. Rambu Lalu Lintas; PEMERINTAH


b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
JALAN NASIONAL
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna
Jalan; PEMPROV
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan JALAN PROVINSI
penyandang cacat; dan
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan PEMKAB/KOT
Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di
luar badan Jalan.
JALAN KAB/KOT
BAB VI
JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN
JALAN...(Lanjutan)

III. Dana Preservasi Jalan (Pasal 29 s/d Pasal 32)


IV. Terminal (Pasal 33 s/d Psl 42)
V. Fasilitas Parkir (Pasal 43 s/d 44)
VI. Fasilitas Pendukung (Pasal 45 s/d psl 46)

26
Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe TERMINAL

PENUMPANG BARANG

TIPE KELAS UMUM

A I KEPENTINGAN
SENDIRI
B II

C III
Penentuan Lokasi Terminal

Rencana Induk Jaringan LLAJ

Rencana lokasi dan kebutuhan


(kapasitas) Simpul

a. tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;


b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota;
c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan
Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;
d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; LOKASI
e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain; TERMINAL
f. permintaan angkutan;
g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
h. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan/atau
i. kelestarian lingkungan hidup.
FASILITAS
PARKIR PEMDA

1. WNI;
2. B.H ; DI LUAR RUMIJA
DI DALAM RUMIJA

USAHA PENUNJANG
KHUSUS USAHA POKOK RAMBU/
MARKA
Bagian Keenam
Fasilitas Pendukung
WEWENANG

JENIS
FASILITAS PENDUKUNG
PEMERINTAH

JALAN NASIONAL
a. trotoar;
b. lajur sepeda; PEMPROV
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
JALAN PROVINSI
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat
dan manusia usia lanjut.
PEMKAB/KOT

JALAN KAB/KOT
BAB VII
KENDARAAN
Pasal 47

 KETENTUAN DALAM UU 22 TH. 2009 YANG TERKAIT


DENGAN KENDARAAN

 Bagian Kesatu : Jenis dan Fungsi Kendaraan


 Bagian kedua : Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan
Bermotor
 Bagian Ketiga: Pengujian Kendaraan Bermotor
 Bagian Keempat : Perlengkapan Kendaraan Bermotor
 Bagian Kelima : Bengkel Umum Kendaraan Bermotor
 Bagian Keenam : Kendaraan Tidak Bermotor
 Bagian Ketujuh : Registrasi dan Identifikasi Kendaraan
Bermotor
 Bagian Kedelapan : Sanksi Administratif

31
BAB VII
KENDARAAN
I. Jenis Kendaraan (pasal 47 ayat 1)
Bermotor dan Tidak Bermotor
II. Persyaratan teknis terdiri atas : (pasal 48 ayat 2)
1. susunan;
2. perlengkapan;
3. ukuran;
4. karoseri;
5. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan
peruntukannya;
6. pemuatan;
7. penggunaan;
8. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
9. penempelan Kendaraan Bermotor

32
1. Jenis dan Fungsi Kendaraan (ps 47);

KENDARAAN

JENIS FUNGSI

KB KTB UMUM PERS

a. Sepeda Motor; a. Tenaga Manusia;


b. mobil penumpang; b. Tenaga Hewan
c. mobil bus;
d. mobil barang; dan
e. kendaraan khusus.
2. Peryaratan Teknis dan Laik Jalan (ps 48);

TEKNIS LAIK JALAN

a. susunan; a. emisi gas buang;


b. perlengkapan; b. kebisingan suara;
c. ukuran; c. efisiensi sistem rem utama;
d. karoseri; d. efisiensi sistem rem parkir;
e. rancangan teknis Kendaraan e. kincup roda depan;
sesuai dengan peruntukannya; f. suara klakson;
f. pemuatan; g. daya pancar dan arah sinar lampu
g. penggunaan; utama;
h. penggandengan Kendaraan h. radius putar;
Bermotor; dan/atau i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
i. penempelan Kendaraan j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi
Bermotor. ban; dan
k. kesesuaian daya mesin penggerak
terhadap berat Kendaraan.
Persyaratan laik jalan ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan
Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
(Pasal 48 ayat 3)
1. emisi gas buang;
2. kebisingan suara;
3. efisiensi sistem rem utama;
4. efisiensi sistem rem parkir;
5. kincup roda depan;
6. suara klakson;
7. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
8. radius putar;
9. akurasi alat penunjuk kecepatan;
10. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
11. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat
Kendaraan.

35
3. Pengujian Kendaraan Bermotor (ps 49-56)

UJI TIPE UJI BERKALA


(Ps 50-52) (Ps. 53- 56)

UP TIPE
UP BERKL
PEMERINTAH MBL PNP UMUM
PEMERINTAH

MBL BUS
DIIMPOR UP BERKL
ATPM MBL BARANG
DIBUAT/D
IRAKIT
KERETA TEMP/
UP BERKL
MODIFIKASI GANDENGAN
SWASTA
III. PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
(Pasal 49)

(1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan


kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau
dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di
Jalan wajib dilakukan pengujian.

(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi:
a. uji tipe; dan
b. uji berkala.

37
Psl 50-51
UNIT PELAKSANA UJI TPE

UJI FISIK PENELITIAN RB &REK

RUMA-RUMAH KERETA GAN


LANDASAN
BAK MUATAN KERETA TEMP
KB LENGKAP
KB DIMODIFIKASI

SERTIFIKAT SERTIFIKAT
LULUS UJI TIPE PRODUSEN/IMPORTIR LULUS UJI TIPE

PRODUKSIN/IMPOR UJI SAMPEL

SERTIFIKAT UNIT
REGISTRASI PELAKSANA
UJI TIPE UJI BERKALA
Pasal 50
(1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)
huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor,
kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang
diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri,
serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang
menyebabkan perubahan tipe.

(2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan
laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap;
dan
b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan
Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak
muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan
Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.
39
Pasal 51
1) Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan
lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.
2) Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan
modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan
surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.
3) Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap,
rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan,
serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe
produksinya.
4) Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji
tipe.
5) Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap
sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe
Pemerintah.
40
Pasal 52
1) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi,
mesin, dan kemampuan daya angkut.
2) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan
berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak
lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.
3) Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga
mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib
dilakukan uji tipe ulang.
4) Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan
registrasi dan identifikasi ulang.
41
MODIFIKASI Psl 52

KENDARAAN
BERMOTOR

PERSYARATAN DIMENSI

MODIFIKASI MESIN
PERSYARATAN
KONSTRUKSI DAN
D.A
MATERIAL

BERUBAH

YA REGISTRASI
UJI TIPE

UJI TIPE
IDENTIFIKASI
ULANG
Pasal 53
(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf
b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus,
mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan
yang dioperasikan di Jalan.
(2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor; dan
b. pengesahan hasil uji.
(3) Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:
a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota;
b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang
mendapat izin dari Pemerintah; atau
c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari
Pemerintah.
43
UJI BERKALA
(Pasal 53)
WAJIB UJI BERKALA
1. MOBIL PENUMPANG UMUM
2. MOBIL BUS
3. MOBIL BARANG Psl 53
(1)
4. KERETA GANDENGAN
5. KERETA TEMPELAN

44
Psl 53-55
UNIT PELAKSANA UJI BERKALA
(PEMERINTAH/ATPM/SWASTA)

UJI FISIK PETUGAS PENGESAHAN HASIL UJI


(PEM/SWAS)

PERSY. TEK PERSY. LAIK JALAN

a. emisi gas buang Kendaraan Bermotor; BUKTI


b. tingkat kebisingan; LULUS
a. susunan; c. kemampuan rem utama; UJI
b. perlengkapan; d. kemampuan rem parkir;
c. ukuran; e. kincup roda depan;
d. karoseri; dan f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu
a. rancangan utama; KARTU
teknis KB g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan UJI
h. kedalaman alur ban.
TANDA
UJI
PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
Psl 49
(3)

I. UJI TIPE PEMERINTAH (PUSAT)


 LANDASAN KEND. BERMOTOR
 KENDARAAN BERMOTOR DALAM KEADAAN LENGKAP
 PENELITIAN RANCANG BANGUN DAN REKAYASA
KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN TERHADAP
RUMAH-RUMAH, BAK MUATAN, KERETA GANDENGAN,
KERETA TEMPELAN, DAN KENDARAAN BERMOTOR YANG
Psl 49
DIMODIFIKASI TIPENYA
(2)

1. KAB/KOTA Psl 53
II. UJI BERKALA 2. ATPM (3)
3. SWASTA
Psl 53

46
4. Perlengkapan Kendaraan Bermotor (ps 57-59)

Perlengkapan Kendaraan Bermotor

SPD MOTOR RODA =>4

HELM
a. sabuk keselamatan;
STD
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi
Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda
empat atau lebih yang tidak memiliki
rumah-rumah; dan
g. peralatan pertolongan pertama pada
Kecelakaan Lalu Lintas
IV. Perlengkapan Kendaraan Bermotor beroda
empat atau lebih terdiri atas: (Pasal 57 )
(Pasal 57 ayat 2)

1) sabuk keselamatan;
2) ban cadangan;
3) segitiga pengaman;
4) . . .

48
4) dongkrak;
5) pembuka roda;
6) helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan
Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-
rumah; dan
7) peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas.
>Khusus sepeda motor harus dilengkapi helm SNI. Pasal 57(2)
IV. LAMPU ISYARAT (Pasal 59)
WARNA LAMPU KEGUNAAN
biru dan sirene untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian
( Psl 59 ayat 5a) Negara Republik Indonesia
merah dan sirene untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan
( Psl 59 ayat 5b) Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran,
ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah
kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol,
( Psl 59 ayat 5c) pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas
umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang
khusus.

49
V. Bengkel Umum Kendaraan Bermotor
(Pasal 60)
1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki
dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan
teknis dan laik jalan.
2) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas
tertentu dapat melakukan pengujian berkala
Kendaraan Bermotor.
3) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang industri.
4) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota
berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5) Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota.
50
VI. Kendaraan Tidak Bermotor
(Pasal 61)
(1) Setiap Kendaraan Tidak Bermotor yang dioperasikan di
Jalan wajib memenuhi persyaratan keselamatan, meliputi:
a. persyaratan teknis; dan
b. persyaratan tata cara memuat barang.

(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a sekurang-kurangnya meliputi:
a. konstruksi;
b. sistem kemudi;
c. sistem roda;
d. sistem rem;
e. lampu dan pemantul cahaya; dan
f. alat peringatan dengan bunyi.
51
6. Kendaraan Tidak Bermotor (ps 61-63)

KTB

a. Tenaga Manusia;
b. Tenaga Hewan

PERSYARATAN PERSYARATAN &


TEKNIS TTCR MUAT

a. konstruksi;
b. sistem kemudi; a. Dimensi;
c. sistem roda; b. berat
d. sistem rem;
e. lampu dan pemantul cahaya; dan
f. alat peringatan dengan bunyi.
VII. Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor
(Pasal 64)

I. Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan POLRI


(Pasal 64 ayat 4) Psl
65
a. BPKB berlaku selama tidak berpindah tangan
(1)
b. STNK berlaku selama 5 Tahun
c. TNK berlaku selama 5 Tahun
II. Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor
dilakukan jika: (Pasal 74 ayat 2)
a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat
dioperasikan; atau
b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi
ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis
masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
III. Kendaraan Bermotor yang telah dihapus tidak dapat diregistrasi
kembali. (Pasal 74 ayat 3)
53
FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN
BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ
. . . PEMBAHASAN KHUSUS

54
FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN
BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ
1. Membangun, memperbaiki dan meningkatkan sistem
keselamatan kendaraan bermotor
2. Berkoordinasi dengan instansi lainnya dalam rangka
meningkatkan keselamatan di jalan
3. Menyarankan perubahan peraturan perundangan yang
perlu dilakukan dalam rangka penyempurnaan
pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor
4. Menindak lanjuti pelaksanaan peraturan baru
dibidangan PKB
5. Mensosialisasikan peraturan perundangan mengenai
PKB
6. Mempersiapkan statistik hasil pengujian
7. Mengevaluasi hasil pengujian untuk meningkatkan
keselamatan berkendara

55
1. Membangun, memperbaiki dan meningkatkan
sistem keselamatan kendaraan bermotor
 Dalam rangka menghindari kecelakaan
 Mengurangi dampak kecelakaan terhadap
penumpang dan muatannya dalam kejadian
kecelakaan
 Meningkatkan keselamatan pejalan kaki
 Meneliti faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

56
2. Berkoordinasi dengan instansi lainnya dalam
rangka meningkatkan keselamatan di jalan
 Jajaran Kementrian Perhubungan
 Jajaran kementrian Pekerjaan umum
 Industri karoseri
 Industri kendaraan bermotor
 Kepolisian Republik Indonesia
 Dinas terkait

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

57
3. Menyarankan perubahan peraturan
perundangan yang perlu dilakukan dalam rangka
penyempurnaan pelaksanaan pengujian
kendaraan bermotor
Mekanika kendaraan
Elektronika kendaraan
Hidrolika kendaraan
Emisi gas buang
Tehnologi informasi kendaraan

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

58
4. Menindak lanjuti pelaksanaan peraturan baru
dibidangan PKB
 Perubahan undang-undang
 Perubahan Peraturan Pemerintah
 Perubahan Peraturan Menteri
 Perubahan Peraturan Daerah

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

59
5. Mensosialisasikan peraturan perundangan
mengenai PKB kepada
 Industri kendaraan bermotor,
 Industri karoseri
 Pengusaha angkutan
 Bengkel
 Perusahaan angkutan atau
 Lembaga terkait

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

60
6. Mempersiapkan statistik hasil pengujian
 metode pengumpulan,
 peringkasan dan penyajian data,
 menganalisis (termasuk pendugaan parametrik)
dan
 menarik kesimpulan dari data pengujian
kendaraan bermotor

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

61
7. Mengevaluasi hasil pengujian untuk
meningkatkan keselamatan berkendara
 Perubahan peraturan perundangan, setelah
mempelajari hasil pengujian serta
memperhatikan hasil penelitian lainnya yang
dilakukan oleh pemerintah atau lembaga
penelitian internasional
 Meningkatkan spesifikasi kendaraan
 Memberlakukan pelarangan atas tehnologi
tertentu.

>> FUNGSI DAN PERAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM SISTEM LLAJ

62
KODE ETIK PENGUJI
. . . PEMBAHASAN KHUSUS

63
Definisi Kode Etik
Kode etik profesi adalah pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.

>> KODE ETIK PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR


64
Kenapa kode etik dibutuhkan
Kode etik diperlukan untuk mengatur
tingkah laku moral suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan akan dipegang teguh oleh
seluruh kelompok itu.

>> KODE ETIK PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR


65
Prinsip etika profesi
1. Tanggung jawab
 Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
 Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang
lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan
kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum
profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam
menjalankan profesinya.

>> KODE ETIK PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR


66
BAB VIII
PENGEMUDI
(Pasal 77)
I. Jenis Surat Izin Mengemudi terdiri: Psl 77 (2)
1. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
2. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum

II. Penggolongan SIM (Paragraf III Pasal 80)


SIM Keterangan
A dan A mengemudikan mobil penumpang ,barang perseorangan
Umum dan Umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan <
3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram
BI dan B1 mengemudikan mobil penumpang dan barang umum Psl
Umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan > 3.500 (tiga 82
ribu lima ratus) kilogram
B II dan B II mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan
Umum Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau
gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk
kereta tempelan atau gandengan >1.000 (seribu)
kilogram.
C mengemudikan Sepeda Motor
D mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat. 67
BAB VIII
TENTANG PENGEMUDI
Pasal 78
Terkait dengan pendidikan dan pelatihan
pengemudi, hal yang perlu dipersiapkan
bersama POLRI adalah menyiapkan
norma, Standard, Prosedur, dan Kriteria
dalam penyelenggaraan Diklat
pengemudi.

68
Persyaratan untuk mendapatkan SIM (Pasal 81)
1. Syarat usia ditentukan paling rendah sebagai berikut: (Pasal 81 ayat 2)
1) SIM A , C dan D 17 Tahun
2) SIM B1 20 Tahun
3) SIM B II 21 Tahun
4) SIM A Umum 20 Tahun
5) SIM B 1 Umum 22 Tahun
6) SIM B 11 Umum 23 Tahun
2. Syarat administratif meliputi : (Pasal 81 ayat 3)
1) identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;
2) pengisian formulir permohonan; dan
3) rumusan sidik jari
3. Syarat kesehatan meliputi : (Pasal 81 ayat 4)
1) sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; dan
2) sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis
4. Syarat lulus ujian meliputi : (Pasal 81 ayat 5)
1) ujian teori;
2) ujian praktik; dan/atau
3) ujian keterampilan melalui simulator.

69
1. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (93-98)

REN TUR REK PEMB WAS

UNSUR
UNSUR P.U
PERHUBUNGAN
UNSUR POLRI

PENETAPAN KEBIJAKAN MAN & REK OPS


PENINGKATAN DAN
DAN PENGADAAN &
PERBAIKAN PHISIK
PENEMPATAN DAN PENEGAKAN
JALAN PERLENGKAPAN JALAN HUKUM

a. penetapan prioritas angkutan massal


melalui penyediaan lajur atau jalur atau
jalan khusus;
b. pemberian prioritas keselamatan dan
mengoptimalkan
kenyamanan Pejalan Kaki;
c. pemberian kemudahan bagi penyandang penggunaan
cacat; jaringan Jalan dan
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan gerakan Lalu Lintas
arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan
lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan;
f. pengendalian Lalu Lintas pada
persimpangan;
BAB IX
LALU LINTAS
Pasal 93

I. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

 Perhubungan Penetapan Kebijakan

 POLRI Petugas di Lapangan

71
MANAJEMEN & REKAYASA LALIN
Pasal 93
TEKNIK-TEKNIK MANAJEMEN LALU LINTAS
SUDAH TERINCI DAN DIBEDAKAN MENURUT
PRIORITAS (ANGKUTAN MASSAL DENGAN
LAJUR DAN JALUR, PEJALAN KAKI),
KEMUDAHAN (PENYANDANG CACAT),
PEMISAHAN LALU LINTAS (SESUAI LAHAN,
MOBILITAS, DAN AKSESIBILITAS), PEMADUAN
MODA, PADA DAERAH PERSIMPANGAN, PADA
RUAS JALAN, DAN PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN.)

72
MANAJEMEN & REKAYASA LALIN
Pasal 93

 PENETAPAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN


JARINGAN JALAN (BAIK BERUPA PERINTAH,
LARANGAN, PERINGATAN, ATAU PETUNJUK)
HARUS DINYATAKAN DENGAN RAMBU LALU
LINTAS, MARKA JALAN, DAN/ATAU ALAT
PEMBERIAN ISYARAT LALU LINTAS.

73
KEGIATAN HUB PU POL

a. identifikasi masalah Lalu Lintas; HUB PU POL

b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu HUB PU POL


Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan HUB
angkutan orang dan barang;

d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau PU


daya tampung jalan;

e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau HUB


daya tampung Kendaraan;

f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran POL


dan Kecelakaan Lalu Lintas;

g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas; HUB PU POL

h. penetapan tingkat pelayanan; dan HUB PU

i. penetapan rencana kebijakan pengaturan HUB PU POL


penggunaan jaringan Jalan dan gerakan LL.
KEGIATAN HUB PU POL
a. penetapan kebijakan penggunaan jaringan HUB
Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan
Jalan tertentu; dan
b. pemberian informasi kepada masyarakat HUB
dalam pelaksanaan kebijakan yang telah
ditetapkan.

KEGIATAN HUB PU POL

a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau PU


persimpangan serta perlengkapan Jalan yang
tidak berkaitan langsung dengan Pengguna
Jalan;

b. pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan


HUB
pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan
langsung dengan Pengguna Jalan; dan

POL
c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas
dalam rangka meningkatkan ketertiban,
kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.
KEGIATAN HUB PU POL

a. arahan; HUB

b. bimbingan; HUB

c. penyuluhan; HUB

d. pelatihan; dan HUB

e. bantuan teknis. HUB

KEGIATAN HUB PU POL

a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan; HUB

b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan HUB

c. tindakan penegakan hukum. POL


Tanggung jawab Kepolisian RI
Pasal 96 ayat 3
1. identifikasi masalah Lalu Lintas;
2. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
3. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan
Kecelakaan Lalu Lintas;
4. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;
5. penetapan rencana kebijakan pengaturan
penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.
6. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam
rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan
efektivitas penegakan hukum.
7. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;
8. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan
9. tindakan penegakan hukum.
77
II. Analisis Dampak Lalu Lintas sekurang-
kurangnya memuat :
(Pasal 99)

analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan;
simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan dengan
adanya pengembangan;
rekomendasi dan rencana implementasi
penanganan dampak;
tanggung jawab Pemerintah dan pengembang
atau pembangun dalam penanganan dampak;
dan
rencana pemantauan dan evaluasi.

78
2. Analisis Dampak Lalu Lintas (ps 99- 100)

PENGEMBANG PEMDA

RENCANA
PEMBANGUNAN : KOMITMEN IZIN
a.PUSAT KEGIATAN; PENGEMBANG PEMBANGUNAN
Kriteria
b.PEMUKIMAN;
c.INFRASTRUKTUR

Analisis Dampak Lalu Lintas

a. analisis bangkitan dan tarikan


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
konsultan

b. simulasi kinerja Lalu Lintas


tanpa dan dengan adanya
pengembangan;
c. rekomendasi dan rencana
implementasi penanganan
dampak; PEMBAHASAN INSTANSI
d. tanggung jawab Pemerintah dan DAN TERKAIT
pengembang atau pembangun PERSETUJUAN
dalam penanganan dampak; dan
e. rencana pemantauan dan
evaluasi.
 ANDALALIN diwajibkan untuk setiap rencana pembangunan
pusat kegiatan, pemukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, Keselamatan, Ketertiban,
dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
> Sanksi Administratif (Pasal 136)
> Merupakan salah satu syarat untuk mendapat izin
pemerintah dan atau Pemerintah Daerah
 Andalalin dilakukan oleh lembaga konsultan yang memiliki
tenaga ahli bersertifikat
 Hasil ANDALALIN harus mendapat persetujuan dari instansi
terkait di bidang LLAJ
> bidang jalan;
> bidang sarana & prasarana LLAJ
> POLRI
80
 ANALISI DAMPAK LALU LINTAS DIWAJIBKAN UNTUK
SETIAP RENCANA PEMBANGUNAN PUSAT KEGIATAN,
PERMUKIMAN, DAN INFRASTRUKTUR YANG AKAN
MENIMBULKAN GANGGUAN KEAMANAN,
KESELAMATAN, KETERTIBAN, DAN KELANCARAN LALU
LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

 MUATAN ANDALALIN MINIMAL :


- ANALISIS (Analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan; simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan dengan adanya
pengembangan)
- REKOMENDASI (rekomendasi dan rencana implementasi
penanganan dampak)
- SHARING TANGGUNG JAWAB (tanggung jawab Pemerintah dan
Pengembang atau pembangunan dalam penanganan dampak)
- MONEV

81
III. Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas, Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan,
dan Petugas yang Berwenang
(Pasal 102)

 Rambu Lalu Lintas (Pasal 102)


 Marka Jalan (Pasal 102)
 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (pasal 103)
 Petugas (Pasal 104)

82
IV. Tata Cara Berlalu Lintas
PASAL 105
1. Ketertiban dan Keselamatan. (Pasal 105 s/d 106)

2. Penggunaan Lampu Utama. (Pasal 107)

3. Jalur atau Lajur Lalu Lintas. (Pasal 108 s/d 111)

4. Belokan atau Simpangan. (pasal 112 s/d 114)

5. Kecepatan. (Pasal 115 s/d 117)

6. Berhenti. (Pasal 118, 119)

7. Parkir. (Pasal 120, 121)


8. Kendaraan Tidak Bermotor. (Pasal 122, 123)
9. Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan
Bermotor Umum. (Pasal 124 s/d 126)
83
PARKIR
PASAL 120

 PARKIR KENDARAAN DI JALAN


DILAKUKAN SECARA SEJAJAR ATAU
MEMBENTUK SUDUT MENURUT ARAH
LALU LINTAS.

84
TATA CARA BERLALU LINTAS BAGI PENGEMUDI
KENDARAAN BERMOTOR UMUM
Pasal 126

 KETENTUAN UNTUK PENGEMUDI ANGKUTAN


UMUM DI DALAM BERLALU LINTAS,
DILARANG :
a. Memberhentikan kendaraan selain di tempat yang sudah
ditentukan
b. Mengetem selain di tempat yang sudah ditentukan
c. Menurunkan penumpang selain di tempat yang sudah
ditentukan tanpa alasan yang mendesak
d. Menyimpang dari trayek selain yang ditentukan dalam
ijin trayek

85
V. Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan
Lalu Lintas. (Pasal 127)

VI. Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam


Berlalu Lintas. (Pasal 131)

HAK PEJALAN KAKI


 KETERSEDIAN FASILITAS PEJALAN KAKI (trotoar,
tempat penyebrangan, dan fasilitas lain)
 MENDAPATKAN PRIORITAS PADA SAAT MENYEBERANG

86
VII. Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
(Pasal 133)

PENGENAAN RETRIBUSI PENGENDALIAN LALU LINTAS


YANG DIPERUNTUKKAN BAGI PENINGKATAN KINERJA
LALU LINTAS DAN PENINGKATAN PELAYANAN
ANGKUTAN UMUM
DISAMPING ITU, PERTIMBANGAN MANAJEMEN
KEBUTUHAN LALU LINTAS BUKAN HANYA KEMACETAN
LALU LINTAS, TETAPI JUGA TERSEDIANYA JARINGAN
DAN PELAYANAN ANGKUTAN UMUM, SERTA KUALITAS
LINGKUNGAN.

87
7. Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (ps 133)

RESTRIBUSI
MANAJEMEN KEB PEM/PEMPROV/
LL PEMKAB/KOT

a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan


perseorangan pada koridor atau kawasan
tertentu pada waktu dan Jalan tertentu; KRITERIA

b. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang


pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu
dan Jalan tertentu;

c. pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada


koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan
Jalan tertentu;

d. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor EVALUASI


Umum sesuai dengan klasifikasi fungsi Jalan;

e. pembatasan ruang Parkir pada kawasan tertentu


dengan batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau

f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak


Bermotor Umum pada koridor atau kawasan
tertentu pada waktu dan Jalan tertentu
 PELAKSANAAN MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS :
a. PEMBATASAN PADA KORIDOR ATAU KAWASAN TERTENTU PADA WAKTU DAN
JALAN TERTENTU UNTUK KENDARAAN PERSEORANGAN, KENDARAAN
BARANG, SEPEDA MOTOR PADA KORIDOR, KENDARAAN UMUM SESUAI
DENGAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN
b. PEMBATASAN RUANG PARKIR PADA KAWASAN TERTENTU DENGAN BATASAN
RUANG PARKIR MAKSIMAL; DAN/ATAU
c. PEMBATASAN LALU LINTAS KENDARAAN BERMOTOR UMUM PADA KORIDOR
ATAU KAWASAN TERTENTU PADA WAKTU DAN JALAN TERTENTU.

 DAPAT DILAKUKAN DENGAN PENGENALAN RETRIBUSI


PENGENAAN RETRIBUSI PENGENDALIAN LALU LINTAS YANG
DIPERUNTUKKAN BAGI PENINGKATAN KINERJA LALU LINTAS
DAN PENINGKATAN PELAYANAN ANGKUTAN UMUM

89
 PENYELENGGARAAN MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS
UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS
PENGGUNAAN RUANG LALU LINTAS DAN MENGENDALIKAN
PERGERAKAN LALU LINTAS, YANG SALAH SATUNYA
DILAKUKAN DENGAN CARA PENGENALAN RETRIBUSI
PENGENDALIAN LALU LINTAS ATAU DIKENAL DENGAN ROAD
PRICING

TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT


VIII. Tata Cara Pengaturan Kelancaran Penggunaan
Hak Utama Harus Dikawal Oleh Polri
(Pasal 135)
90
1. Angkutan Orang dan Barang & 2. Kewajinan Pemerintah
(Ps 137-139)
ANGKUTAN

ANGKUTAN
ANGKUTAN
MENURUT
MENURUT OBYEK
PENYELENGGARAAN

KB KTB
TIDAK UMUM
UMUM
/PRIBADI
ORG BRG

PENYELENGGARA
MBL BRG ketersediaan
ANGKUTAN UMUM
SPD MTR

MBL PNP
PERSYARATAN
BUS PELAYANAN ANGKUTAN
UMUM
BAB X
ANGKUTAN
(Pasal 137)
I. ANGKUTAN ORANG DAN BARANG
a. menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak
Bermotor.
b. Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:
1) rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi
geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota
belum memadai;
2) untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia
dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
3) kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

II. KEWAJIBAN MENYEDIAKAN ANGKUTAN UMUM (Pasal 138)


 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya angkutan umum.
 Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan
usaha (BUMN, BUMD dan BHI).

92
Mutu
pelayanan

DALAM TIDAK
TRAYEK KRITERIA
DALAM TRAYEK

1. Angkutan lintas 1. angkutan orang dengan


batas negara; menggunakan taksi;

2. Angkutan antarkota
antarprovinsi; 2. angkutan orang dengan
tujuan tertentu;
3. Angkutan antarkota
dalam provinsi ;
3. angkutan orang untuk
keperluan pariwisata;
4. Angkutan perkotaan

4. angkutan orang di
5. Angkutan perdesaan kawasan tertentu.
DASAR

1. LBN MENSP

2. AKAP MENSP

3. AKDP GUB

4. APK

MENSP
GUB

BUP/WK
5. APD
MENSP
GUB

BUP/WK
KEWAJIBAN MENYEDIAKAN ANGKUTAN UMUM
Pasal 139

 ANGKUTAN UMUM DISELENGGARAKAN DALAM


UPAYA MEMENUHI KEBUTUHAN ANGKUTAN
UMUM YANG SELAMAT, AMAN, NYAMAN DAN
TERJANGKAU;
 PEMERINTAH WAJIB MENJAMIN TERSEDIANYA
ANGKUTAN UMUM SEBAGAIMANA AYAT DI ATAS

95
STANDART PELAYANAN MINIMAL(SPM)
Pasal 141
 UNTUK MEWUJUDKAN STANDART PELAYANAN JASA
ANGKUTAN UMUM, PEMERINTAH MENETAPKAN SUATU
STANDART PELAYANAN MINIMAL (SPM)
 PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM WAJIB MEMENUHI
STANDART PELAYANAN MINIMAL
 KEAMANAN
 KESELAMATAN
 KENYAMANAN
 KETERJANGKAUAN
 KESETARAAN, DAN
 KETERATURAN
→ MENGAKOMODIR KEBUTUHAN PENYANDANG CACAT

96
II. ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN UMUM
(Pasal 140)

DALAM TRAYEK TIDAK DALAM TRAYEK Angkutan Massal

1) lintas batas negara 1) taksi; 1) mobil bus


2) AKAP 2) tujuan tertentu (Carter); 2) lajur khusus;
3) AKDP 3) pariwisata 3) trayek tidak
4) Perkotaan 4) kawasan tertentu berimpitan; dan
5) perdesaan. (lokal/lingkungan). 4) angkutan pengumpan

97
RENCANA UMUM JARINGAN TRAYEK
Pasal145
 PENYUSUNAN DILAKUKAN BERKOORDINASI DENGAN
INSTANSI TERKAIT
 JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN DISUSUN BERDASARKAN
KAWASAN PERKOTAAN (OTONOM;BAGIAN KABUPATEN
DENGAN CIRI KOTA; KAWASAN BAGIAN DARI ≥ 2
DAERAH YANG MEMILIKI CIRI KOTA
 PENETAPAN JARINGAN TRAYEK OLEH
PEMERINTAH/PEMDA SESUAI WILAYAH (DALAM WILAYAH
KABUPATEN ATAU KOTA PERLU MENDAPATKAN
PERSETUJUAN DARI MENTERI (PASAL 148)
 BERHENTI DITEMPAT YANG DITENTUKAN (TIDAK PERLU
HARUS DI TERMINAL (PASAL 143) KECUALI AKAP/AKDP
98
ANGKUTAN MASSAL
Pasal 158
 PEMERINTAH WAJIB MENJAMIN KETERSEDIAAN
ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN UNTUK
MEMENUHI KEBUTUHAN ANGKUTAN ORANG
DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM DI
KAWASAN PERKOTAAN (KAWASAN MEGAPOLITAN,
KAWASAN METROPOLITAN DAN KAWASAN
PERKOTAAN BESAR)

 KAWASAN PERKOTAAN → MENGACU KE UU NO. 26 TAHUN


2007 TENTANG PENATAAN RUANG

99
Kebutuhan Angkutan Orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum di Kawasan
Perkotaan.

DALAM TIDAK
TRAYEK DALAM TRAYEK

ANGKUTAN ANGKUTAN BKN


MASSAL MASSAL 1. Taksi

Syarat : 2. Non Formal


a. mobil bus yang berkapasitas angkut
massal;
b.lajur khusus;
c. trayek angkutan umum lain yang tidak
berimpitan dengan trayek angkutan
massal; dan
d.angkutan pengumpan.
1. angkutan orang dengan
menggunakan taksi;

Wilayah kota WALIKOTA


Wilayah kab BUPATI
>wil kab/kot dlm prov GUB
>provinsi MENSP

2. angkutan orang dengan BUPATI


tujuan tertentu; WALIKOTA

MENSP
3. angkutan orang untuk
keperluan pariwisata;

BUPATI
4. angkutan orang di
WALIKOTA
kawasan tertentu.
II. ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN UMUM
(Pasal 140)

III. Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor


Umum
(Pasal 160)
1) angkutan barang umum;
2) angkutan barang khusus dan alat berat.

IV. Angkutan Multimoda (Pasal 165)

V. Pengawasan Muatan Barang (Pasal 169)


1) alat penimbangan yang dipasang secara tetap;
2) alat penimbangan yang dapat dipindahkan (tidak
tetap).

102
4. Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor
Umum (ps 160-168)

PERSYARATAN

BARANG BARANG
UMUM KHUSUS &
ALAT BERAT

PENGUMUDI

PERSYARATAN
KOMPENTENSI
5. Angkutan Multimoda (ps 165)

 Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan


multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda.

 Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan


berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan
Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum
moda lain..

 Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan


mendapat izin dari Pemerintah
6. Dokumen Angkutan Orang dan Barang
dengan Kendaraan Bermotor Umum (ps 166-168)

DOKUMEN

ANGKUTAN ORG DLM ANGKUTAN BRG DG KB


TRAYEK LB, AKAP, AKDP UMUM

SPP SM
TIKET TP BAGASI MANIFES

PENGEMUDI
PNP PENGEMUDI
7. Pengawasan Muatan Barang (ps 169-172)
alat
penimbangan

alat penimbangan
yang dapat alat penimbangan yang
dipasang secara tetap
dipindahkan

PEMERIKSAAN Penetapan
PEMERINTAH lokasi
& PENYIDIKAN

PEMPROV Pengoperasia
PETUGAS n & perawatan
PEMERIKSA
Pemberi Dalam Trayek Tidak Dalam Trayek
Izin
Menteri 1. lintas batas negara 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
2. antarkabupaten/kota melampaui wilayah 1 provinsi melampaui 1 daerah provinsi;
3. angkutan perkotaan melampaui wilayah 1 provinsi 2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
4. Perdesaan melewati wilayah 1 provinsi. 3. angkutan pariwisata
Gubernur 1. Antarkota melampaui wilayah 1 kab/kota dalam 1 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
provinsi melampaui lebih dari 1 daerah
2. angkutan perkotaan melampaui wilayah 1 kab/kota kab/kota dalam 1 provinsi
dalam 1 provinsi 2. angkutan taksi dan angkutan kawasan
3. perdesaan yang melampaui wilayah 1 kab dalam 1 tertentu yang wilayah operasinya
provinsi berada dalam wilayah Provinsi Daerah
4. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Khusus Ibukota Jakarta
penyelenggaraan angkutan orang yang melayani
trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Bupati 1. perdesaan yang berada dalam 1wilayah kabupaten taksi dan angkutan kawasan tertentu
2. perkotaan yang berada dalam 1wilayah kabupaten yang wilayah operasinya berada dalam
wilayah kabupaten.
Walikota perkotaan yang berada dalam 1 wilayah kota. taksi dan angkutan kawasan tertentu yang
wilayah operasinya berada dalam wilayah
kota.
PENUMPANG

Dalam Trayek
1. tarif kelas ekonomi; dan
 Menteri Perhubungan
 gubernur
 bupati
 walikota
2. tarif kelas nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.

Tidak Dalam Trayek


1. Taksi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah
atau Pemerintah Daerah.
2. tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.

BARANG
kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum
I. Perizinan Angkutan
Pasal 173
Pemberi Dalam Trayek Tidak Dalam Trayek
Izin (Pasal 176) (Pasal 179)
Menteri 1. lintas batas negara 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
2. antarkabupaten/kota melampaui wilayah 1 provinsi melampaui 1 daerah provinsi;
3. angkutan perkotaan melampaui wilayah 1 provinsi 2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
4. Perdesaan melewati wilayah 1 provinsi. 3. angkutan pariwisata
Gubernur 1. Antarkota melampaui wilayah 1 kab/kota dalam 1 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
provinsi melampaui lebih dari 1 daerah
2. angkutan perkotaan melampaui wilayah 1 kab/kota kab/kota dalam 1 provinsi
dalam 1 provinsi 2. angkutan taksi dan angkutan kawasan
3. perdesaan yang melampaui wilayah 1 kab dalam 1 tertentu yang wilayah operasinya
provinsi berada dalam wilayah Provinsi Daerah
4. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Khusus Ibukota Jakarta
penyelenggaraan angkutan orang yang melayani
trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Bupati 1. perdesaan yang berada dalam 1wilayah kabupaten taksi dan angkutan kawasan tertentu
2. perkotaan yang berada dalam 1wilayah kabupaten yang wilayah operasinya berada dalam
wilayah kabupaten.
Walikota perkotaan yang berada dalam 1 wilayah kota. taksi dan angkutan kawasan tertentu yang
wilayah operasinya berada dalam wilayah
kota.
110
IJIN ANGKUTAN UMUM
Pasal 174

 DILAKSANAKAN MELALUI SELEKSI / PELELANGAN


 IZIN SATU TRAYEK ATAU BERUPA KAWASAN
 PERPANJANGAN IZIN HARUS MELALUI
SELEKSI/LELANG
 WAJIB MENGOPERASIKAN SESSUAI SPM (PASAL 177)
 PEMERINTAH WAJIB MENJAGA KESEIMBANGAN
SUPPLY / DEMAND (PASAL 197)

111
II. Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang
Khusus dan Alat Berat (Pasal 180)

Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus


berikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi
terkait.
III. ANGKUTAN BARANG (Pasal 180 ayat 1)
1. Surat Perjanjian
2. Surat Muatan

112
TARIF ANGKUTAN
Pasal 181
I. PENUMPANG

Dalam Trayek
1. tarif kelas ekonomi; dan
 Menteri Perhubungan Psl
 gubernur 182
 bupati
 walikota
2. tarif kelas nonekonomi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum.

Tidak Dalam Trayek (Pasal 183)


1. Taksi ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah
atau Pemerintah Daerah.
2. tujuan tertentu, pariwisata, dan di kawasan ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
BARANG
kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum

113
SUBSIDI ANGKUTAN UMUM
Pasal 185

 TARIF PENUMPANG KELAS EKONOMI DITETAPKAN


PEMERINTAH / DAERAH (PASAL 182)

 TARIF KELAS EKONOMI DAPAT DIBERI SUBSIDI


OLEH PEMERINTAH / DAERAH

114
KEAMANAN DAN KESELAMATAN
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

1. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ( 200-202)

2. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ( 203-205)

3. Pengawasan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan ( 206-207)

4. Budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan ( 208)
2. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ( 203-205)

BUDAYA KESELAMATAN LLAJ

RENUM NASIONAL KESELAMATAN LLAJ

a. penyusunan program nasional kegiatan


Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
b. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas
dan perlengkapan Keselamatan Lalu LLAJ YG
Lintas dan Angkutan Jalan; SELAMAT
PEMERINTAH
c. pengkajian masalah Keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; dan
d. manajemen Keselamatan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan

PENGAWASAN KESELAMATAN LLAJ


BAB XI
KEAMANAN DAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 200
1. POLRI bertanggungjawab terhadap Keamanan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Pasal 200 ayat 3)
a. program nasional Keamanan;
b. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan Keamanan;
c. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, pembimbingan, penyuluhan, dan
penerangan;
d. pengkajian masalah Keamanan;
e. manajemen keamanan;
f. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan/atau patroli;
g. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi; dan
h. penegakan hukum.
2. Pemerintah bertanggung jawab terhadap keselamatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 203)
a. program nasional kegiatan Keselamatan ;
b. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan Keselamatan;
c. pengkajian masalah Keselamatan ; dan
d. manajemen Keselamatan.

117
3. PENGAWASAN, KEAMANAN, DAN KESELAMATAN LLAJ
Pasal 206;207
1. Perlu mempersiapkan pelaksanaan audit bidang keselamatan LLAJ,
yang nantinya dilaksanakan oleh auditor independent.
2. Perlu mempersiapkan kegiatan inspeksi bidang keselamatan LLAJ
secara periodik sesuai dengan tanggung jawab pembina bidang
sarana dan prasarana LLAJ

4. BUDAYA KEAMANAN DAN KESELAMATAN


Pasal 208
 Bersama-sama dengan Stakeholder menyiapkan bahan penetapan
kebijakan dan progtram dalam perwujudan budaya keamanan dan
keselamatan berlalu lintas yang meliputi :
1. Pelaksanaan Pendidikan lalin sejak usia dini
2. Sosialisasi tata cara dan etika berlalu lintas
3. Pemberian penghargaan terhadap tindakan keamanan dan keselamatan llaj
4. Penciptaan lingk.ruang lalin yang mendorong pengguna jalan berlaku tertib.
5. Penegakan hukum secara konsisten dan berkelanjutan.
118
1. Perlindungan Kelestarian Lingkungan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (ps 209);

2. Pencegahan dan Penanggulangan Dampak Lingkungan Lalu Lintas


dan Angkutan Jalan (ps 210-212)

3. Hak dan Kewajiban (ps 213-217)

4. Sanksi Administratif (ps 218)


BAB XII
DAMPAK LINGKUNGAN
Pasal 209
I. Pencegahan dan Penanggulangan (Pasal 210)
1. Setiap Kendaraan Bermotor yang beroperasi di Jalan wajib memenuhi
persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan
2. Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan
Angkutan Umum :
a. wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
b. wajib melakukan perbaikan terhadap kendaraannya jika terjadi
kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara
dan kebisingan
II. Hak dan Kewajiban (Pasal 213 ayat 1 dan 2)
1. Pemerintah wajib:
1) merumuskan dan menyiapkan kebijakan, strategi, dan program
pembangunan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ramah lingkungan;
2) membangun dan mengembangkan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang ramah lingkungan;
3) melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Perusahaan Angkutan
Umum, pemilik, dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor yang beroperasi
di jalan; dan
4) menyampaikan informasi yang benar dan akurat tentang kelestarian
lingkungan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
120
2. Perusahaan Angkutan Umum (Pasal 214)
1) Hak
a. Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh
kemudahan dalam penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang ramah lingkungan.
b. Perusahaan Angkutan Umum berhak memperoleh informasi
mengenai kelestarian lingkungan di bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
2) Kewajiban (Pasal 215)
c. melaksanakan program pembangunan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang ramah lingkungan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah;
d. menyediakan sarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
ramah lingkungan;
e. memberi informasi yang jelas, benar, dan jujur mengenai
kondisi jasa angkutan umum;
f. memberi penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan sarana angkutan umum; dan
g. mematuhi baku mutu lingkungan hidup.

121
3. Masyarakat
1) Hak (Pasal 216)
a. Masyarakat berhak mendapatkan
Ruang Lalu Lintas yang ramah
lingkungan.
b. Masyarakat berhak memperoleh
informasi tentang kelestarian
lingkungan bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
2) Kewajiban (Pasal 217)
Masyarakat wajib menjaga kelestarian
lingkungan bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.

122
PEMERINTAH, PEMDA, PERSH ANGKUTAN

a. Aksesbilitas

b. Prioritas pelayanan

b. Fasilitas pelayanan

MASYARAKAT
BAB XIII
PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN TEKNOLOGI SARANA
DAN PRASARANA LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 219
1. Pengembangan Rancang Bangun Kendaraan
Bermotor harus mendapatkan pengesahan dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Pengembangan Industri dan Teknologi Prasarana


Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus mendapatkan
pengesahan dari instansi terkait.

124
BAB XIV
KECELAKAAN LALU LINTAS
Pasal 226
I. Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas
Penyusunan program pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan oleh forum Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan di bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
II. Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas (Pasal 227)
tata cara penanganan Kecelakaan Lalu Lintas diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
III. Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas (Pasal 229)
Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
2. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
3. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
IV. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
Perusahaan Angkutan (Pasal 234)
 Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak
ketiga karena kelalaian Pengemudi.
 Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau
kesalahan Pengemudi.
 Pihak yang menyebabkan terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan
pengadilan.
 Kewajiban mengganti kerugian pada Kecelakaan Lalu Lintas dapat dilakukan di luar
pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
125
BAB XV
PERLAKUAN KHUSUS BAGI PENYANDANG CACAT,
MANUSIA USIA LANJUT, ANAK-ANAK, WANITA
HAMIL, DAN ORANG SAKIT
Pasal 234

1. Perlakuan khusus meliputi:


a. aksesibilitas;
b. prioritas pelayanan; dan
c. fasilitas pelayanan.

2. Gugatan Kelompok (Class Action)

126
1. Penyelenggaraan Sistem Informasi dan
Komunikasi (ps 245-246);

2. Pengelolaan Sistem Informasi dan


Komunikasi (ps 247)

3. Pengembangan Sistem Informasi dan


Komunikasi (ps 248)

3. Pusat Kendali Sistem Informasi dan


Komunikasi (ps 249-250)

4. Pengaturan Lebih Lanjut (ps 252)


PERLAKUAN KHUSUS
Pasal 242
 KEWAJIBAN PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN
PERLAKUAN KHUSUS KEPADA PENYANDANG CACAT,
MANUSIA USIA LANJUT, ANAK-ANAK, WANITA HAMIL,
DAN ORANG SAKIT BERUPA :
A. AKSESIBILITAS
B. PRIORITAS PELAYANAN
C. FASILITAS PELAYANAN

 MASYARAKAT DAPAT MENGGUGAT JIKA TIDAK


DISEDIAKAN FASILITAS TERSEBUT DI ATAS

128
BAB XVI
SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 245 – Psl 252
1. Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dilaksanakan oleh
a. Pemerintah,
b. pemerintah provinsi, dan
c. pemerintah kabupaten/kota.

2. Pengelolaan Sistem Informasi dan Komunikasi (Pasal 247)


a. Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib mengelola
subsistem informasi dan komunikasi LLAJ sesuai dengan ruang
lingkup tanggung jawab pembina LLAJ bidang sarana dan
prasarana.
b. POLRI integrasi dalam pusat kendali Sistem Informasi dan
Komunikasi

129
 Penyelenggaraan SIK LLAJ dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten Kota
 Data, Informasi dan Komunikasi dapat diakses
oleh setiiap Pembina LLAJ dan Masyarakat.

130
STRUKTUR SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI

PEMBINA PERENCANAAN
LLAJ
PENGATURAN

SUB SISTEM PENGENDALIAN


INFORMASI
SARANA &
sistem terstruktur PRASARANA PENGAWASAN
LLAJ

jaringan informasi, OPERASIONAL

jaringan komunikasi PUSAT


KENDALI
SISTEM
pusat data INFORMASI
DAN
SUB SISTEM
KOMUNIKASI
INFORMASI
REGIDENT,
SUB SISTEM PENGEMUDI,
INFORMASI GAKKUM,
PRASARANA OPMRLL,
JALAN DIKLL
STRUKTUR SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI SARANA DAN
P RASARANA LLAJ

1. SUB-SUB SISTEM INFOKOM PENGUJIAN

2. SUB-SUB SISTEM INFOKOM ANGKUTAN

3. SUB-SUB SISTEM INFOKOM ALAT PENIMBANGAN

4. SUB-SUB SISTEM INFOKOM PERLENGKAPAN JALAN

5. SUB-SUB SISTEM INFOKOM MRLL

5. SUB-SUB SISTEM INFOKOM SOSIOEKONOMI


BAB XVII
SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 253
I. Pengembangan SDM (Pasal 253 ayat 2)
1. Pemerintah
2. POLRI
3. Lembaga Swasta yang terakreditasi
II. Pemerintah dan PEMDA wajib menjamin
penyelenggaraan : (Pasal 254)
1. Diklat tenaga Mekanik
2. Diklat Pengemudi
3. Membina Perusahaan Angkutan Umum

133
BAB XVIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 256
 Peran serta masyarakat berupa: (Pasal 256 ayat 2)

a. pemantauan dan penjagaan Keamanan, Keselamatan,


Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat dan daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di
bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. pendapat dan pertimbangan kepada instansi pembina dan
penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tingkat pusat
dan daerah terhadap kegiatan penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang menimbulkan dampak lingkungan; dan
d. dukungan terhadap penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.

134
BAB XIX
PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 259
Penyidikan dilakukan:
a. POLRI (Penyidik dan Pembantu Penyidik);
b. PPNS
Kewenangan PPNS: (pasal 260)
a. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan
Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus;
b. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang
dengan Kendaraan Bermotor Umum;
c. melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/atau dimensi Kendaraan Bermotor di
tempat penimbangan yang dipasang secara tetap;
d. melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan;
e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan
Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan
Bermotor, dan perizinan; dan/atau
f. melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan
umum atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c dengan
membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan.
135
Penyidikan oleh PPNS dilakukan di:

a. Terminal.
b. Jembatan Timbang.
c. Jalan harus didampingi POLRI.

136
PEMERIKSAAN
KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN
Pasal 264
I. Pemeriksaan dilakukan oleh:
a. POLRI;
b. PPNS.
II. Objek Pemeriksaan: (Pasal 265)
a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor,
Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji;
c. fisik Kendaraan Bermotor;
d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan/atau
e. izin penyelenggaraan angkutan.

137
Pelaksanaan Pemeriksaan:
Pasal 266
a.Berkala – dilakukan gabungan PPNS dan
POLRI;
b. Insidentil oleh PPNS didampingi POLRI,
 Objek yang diperiksa dalam
pemeriksaan insidentil:
 tanda bukti lulus uji bagi kendaraan
wajib uji;
 fisik Kendaraan Bermotor;
 daya angkut dan/atau cara
pengangkutan barang; dan/atau
 izin penyelenggaraan angkutan.

138
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 273
I. PENJARA
Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan
Pasal 312 adalah kejahatan.
II. KURUNGAN ATAU DENDA
Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal
280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal
286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal
292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal
298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal
304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal
313 adalah pelanggaran.
III. Pidana Tambahan
1. Pencabutan Surat Ijin Mengemudi
2. Ganti Kerugian

139
NO PSL TINDAK PIDANA PIDANA DENDA

1 273(1) TIDAK DGN SEGERA & PATUT PERBAIKI JLN RUSAK AKIBATKAN LAKA 6 bln 12 jt
LANTAS (LUKA RINGAN)
2 273(2) AKIBATKAN LUKA BERAT 1 thn 24 jt

3 273(3) AKIBATKAN MENINGGAL DUNIA 5 thn 120 jt

4 273(4) TDK MEMBERI TANDA / RAMBU PD JLN YG RUSAK 6 bln 1,5 jt

5 274 GUNAKAN JALAN DGN CARA YG DPT RINTANGI, BAHAYAKAN LANTAS / 2 bln 500 ribu
YG DPT TIMBULKAN KERUSAKAN JALAN
6 275(1) LAKUKAN PERBUATAN YG AKIBATKAN GANGGUAN 1 bln 250 ribu
FUNGSI RAMBU LANTAS, MARKA, DLL

7 275(2) MERUSAK RAMBU LANTAS, MARKA JALAN, DLL SHG 2 thn 50 jt


TIDAK BERFUNGSI

8 276 MENGEMUDIKAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM DALAM 1 bln 250 ribu


TRAYEK TIDAK SINGGAH DI TERMINAL

9 277 MASUKKAN RANMOR, KERETA GANDENGAN, & KERETA 1 thn 24 jt


TEMPELAN, BUAT, RAKIT, TIDAK PENUHI KEWAJIBAN UJI
TIPE

10 278 KEMUDIKAN RANMOR R4/ LEBIH TIDAK DILENGKAPI 1 bln 250 ribu
PERLENGKAPAN BERUPA BAN CADANGAN DLL & P3K 140
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA
11 279 KEMUDIKAN RANMOR YANG DIPASANGI 2 bln 500 ribu
PERLENGKAPAN YG DPT MENGGANGGU
KESELAMATAN BERLALU LINTAS
12 280 KEMUDIKAN RANMOR TIDAK DIPASANGI TANDA 2 bln 500 ribu
NOMOR DITETAPKAN POLRI
13 281 KEMUDIKAN RANMOR YG TDK MILIKI SIM 4 bln 1 jt
14 282 PENGGUNA JALAN TIDAK PATUHI PERINTAH YG 1 bln 250 ribu
DIBERIKAN PETUGAS POLRI
15 283 KEMUDIKAN RANMOR SECARA TDK WAJAR & 3 bln 750 ribu
LAKUKAN KEG LAIN / DIPENGARUHI SUATU
KEADAAN YG AKIBATKAN GANGGUAN
KONSENTRASI DLM MENGEMUDI DI JALAN
16 284 KEMUDIKAN RANMOR TDK UTAMAKAN 2 bln 500 ribu
KESELAMATAN PEJALAN KAKI ATAU PESEPEDA
17 285(1) KENDARAI SPD MOTOR TIDAK PENUHI 1 bln 250 ribu
PERSYARATAN TEKNIS & LAIK JALAN YG LIPUTI
KACA SPION, KLAKSON DLL
18 285(2) KEMUDIKAN RANMOR R4/ LEBIH DI TIDAK PENUHI 2 bln 500 ribu
SYARAT TEKNIS YG LIPUTI KACA SPION, KLAKSON
DLL
19 286 KEMUDIKAN RANMOR R4/ LEBIH TIDAK PENUHI 2 bln 500 ribu
PERSYARATAN LAIK JALAN 141
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA
20 287(1) KEMUDIKAN RANMOR MELANGGAR RAMBU LANTAS & MARKA 2 bln 500 ribu
JALAN
21 287(2) KEMUDIKAN RANMOR MELANGGAR ALAT PEMBERI ISYARAT 2 bln 500 ribu
LALU LINTAS
22 287(3) KEMUDIKAN RANMOR LANGGAR ATURAN GERAKAN LANTAS, 1 bln 250 ribu
TATA CARA BERHENTI DAN PARKIR
23 287(4) KEMUDIKAN RANMOR MELANGGAR KETENTUAN 1 bln 250 ribu
PENGGUNAAN /HAK UTAMA BG KENDARAAN YG GUNAKAN
ALAT PERINGATAN DGN BUNYI & SINAR
24 287(5) KEMUDIKAN RANMOR YG LANGGAR ATURAN BATAS 2 bln 500 ribu
KECEPATAN PALING TINGGI /PALING RENDAH
25 287(6) KEMUDIKAN RANMOR LANGGAR ATURAN TATA CARA 1 bln 250 ribu
PENGGANDENGAN & PENEMPELAN DGN KENDARAAN LAIN

26 288(1) KEMUDIKAN RANMOR TIDAK DILENGKAPI STNK BERMOTOR, 2 bln 500 ribu
/SURAT TANDA COBA YG DITETAPKAN POLRI

27 288(2) KEMUDIKAN RANMOR TDK DPT TUNJUKKAN SIM 1 bln 250 ribu
28 288(3) KEMUDIKAN MOBIL PNMPANG UMUM, BUS, BARANG, KERETA 2 bln 500 ribu
GANDENGAN & TEMPELAN TDK DILENGKAPI SURAT KET UJI
BERKALA & TANDA LULUS UJI BERKALA

29 289 KEMUDIKAN RANMOR/ PENUMPANG YG DUDUK DI SAMPING 1 bln 250 ribu


TDK KENAKAN SABUK KESELAMATAN
142
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA
30 290 KEMUDIKAN & MENUMPANG RANMOR TDK KENAKAN 1 bln 250 ribu
SABUK KESELAMATAN & KENAKAN HELM
31 291(1) KENDARAI SPD MOTOR TDK KENAKAN HELM 1 bln 250 ribu
STANDAR NASIONAL
32 291(2) KENDARAI SPD MOTOR BIARKAN PENUMPANGNYA 1 bln 250 ribu
TDK KENAKAN HELM
33 292 KENDARAI SPD MOTOR TANPA KERETA SAMPING YG 1 bln 250 ribu
ANGKUT PENUMPANG LEBIH DR 1 ORANG
34 293(1) KEMUDIKAN RANMOR TANPA NYALAKAN LAMPU 1 bln 250 ribu
UTAMA PD MALAM HARI & KONDISI TERTENTU
35 293(2) KENDARAI SPD MOTOR TANPA NYALAKAN LAMPU 15 hari 100 ribu
UTAMA PD SIANG HARI
36 294 KEMUDIKAN RAMOR YG AKAN BELOK/ BALIK ARAH, 1 bln 250 ribu
TANPA BERI ISYARAT DGN LAMPU ATAU TANGAN
37 295 KEMUDIKAN RANMOR YG AKAN PINDAH LAJUR 1 bln 250 ribu
/BERGERAK KE SAMPING TANPA BERI ISYARAT
38 296 KEMUDIKAN RANMOR PD PERLINTASAN ANT KA & 3 bln 750 ribu
JLN YG TDK BERHENTI KETIKA SINYAL SUDAH
BERBUNYI, PALANG PINTU KA MULAI DITUTUP,
39 297 1 thn 3 jt
KEMUDIKAN RANMOR BERBALAPAN DI JALAN
143
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA

40 298 KEMUDIKAN RANMOR TDK PASANG SEGITIGA PENGAMAN, 2 bln 500 ribu
LAMPU ISYARAT PERINGATAN BAHAYA ATAU ISYARAT LAIN
PD SAAT BERHENTI/ PARKIR DARURAT

41 299 KENDARAI KENDARAAN TDK BERMOTOR BERPEGANG PD 15 hari 100 ribu


RANMOR UTK DITARIK, ATAU MENARIK BENDA

42 300 TDK GUNAKAN LAJUR YG TELAH DITENTUKAN/ LAJUR KIRI; 1 bln 250 ribu
TDK HENTIKAN KENDARAAN SELAMA NAIKKAN PENUMPANG;
TDK TUTUP KENDARAAN SLEMA BERJALAN

43 301 KENDARAI RANMOR ANGKUTAN BARANG YG TDK GUNAKAN 1 bln 250 ribu
KELAS JALAN

44 302 KEMUDIKAN RANMOR UMUM BERHENTI SELAIN DI TEMPAT 1 bln 250 ribu
YG TENTUKAN, NGETEM, TURUNKAN PENUMPANG SELAIN DI
TEMPAT PEMBERHENTIAN

45 303 KEMUDIKAN MOBIL BARANG UTK ANGKUT ORANG 1 bln 250 ribu

46 304 KEMUDIKAN KENDARAAN ANGKUTAN ORANG DGN TUJUAN 1 bln 250 ribu
TERTENTU YG MENAIKKAN/ TURUNKAN PENUMPANG LAIN DI
SEPANJANG PERJALANAN

47 305 KEMUDIKAN RANMOR YG ANGKUT BARANG KHUSUS YG TDK 2 bln 500 ribu
PENUHI KETENTUAN

48 306 KEMUDIKAN RANMOR ANGKUTAN UMUM BARANG YG TDK 2 bln 500 ribu
PATUHI TATA CARA MUATAN, DAYA ANGKUT & DIMENSI
KENDARAAN
144
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA
49 307 KEMUDIKAN KENDARAAN ANGKUTAN BARANG YG TIDAK 1 bln 250 ribu
DIMUATI SURAT MUATAN DOKUMEN PERJALANAN

50 308 ORANG YG KEMUDIKAN RANMOR YG TIDAK MILIKI IZIN: 2 bln 500 ribu
A. ANGKUTAN ORANG DLM TRAYEK
B. ANGKUTAN ORANG TIDAK DLM TRAYEK
C. ANGKUTAN BARANG KHUSUS & ALAT BERAT
D. MENYIMPANG DR IZIN

51 309 TDK ASURANSIKAN TGG JAWABNYA UTK GANTI RUGI 6 bln 1,5 Jt
PENUMPANG, BARANG, PIHAK KETIGA
52 310(1) KEMUDIKAN RANMOR LALAI AKIBATKAN LAKA LANTAS DGN 6 bln 1 Jt
KERUSAKAN KENDARAAN/ BARANG
53 310(2) AKIBATKAN KORBAN LUKA RINGAN & RUSAK KENDARAAN/ 1 th 2 Jt
BRG
54 310(3) AKIBATKAN KORBAN LUKA BERA 5 th 10 Jt
55 310(4) AKIBATKAN ORANG MATI 6 th 12 Jt
56 311(1) SENGAJA KEMUDIKAN RANMOR DGN CARA/ KEADAAN YG 1 th 3 Jt
BAHAYAKAN BAGI NYAWA/ BARANG
57 311(2) DLM HAL AKIBATKAN KERUSAKAN KENDARAAN/BARANG 2 th 4 jt

58 311(3) AKIBATKAN KORBAN LUKA RINGAN/ KENDARAAN 4 th 8 jt


59 311(4) AKIBATKAN KORBAN LUKA BERAT 10 th 20 jt
60 311(5) AKIBATKAN ORANG MATI 12 th 24 jt
145
NO PSL TENTANG PIDANA DENDA
61 312 KEMUDIKAN RANMOR YG TERLIBAT LAKA LANTAS & 3 th 75 Jt
SENGAJA TDK HENTIKAN KENDARAAN TDK BERI
PERTOLONGAN/ TDK LAPOR
62 313 TDK ASURANSIKAN WAK KENDARAAN & PENUMPANG 6 bln 1,5 Jt

 PASAL 314:
PIDANA TAMBAHAN BERUPA PENCABUTAN SIM/ GANTI KERUGIAN.

 PASAL 315:
TANGGUNGJAWAB PIDANA PENGURUS ANGKUTAN UMUM DENDA 3 X
PIDANA TAMBAHAN PEMBEKUAN / PENCABUTAN IZIN TRAYEK ATAU
IZIN OPERASI BAGI KENDARAAN YANG DIGUNAKAN.

 PASAL 316
 KETENTUAN PASA 274, 275 (1), 276 – 309 & 313 : PELANGGARAN.
 KETENTUAN PASAL 273, 275 (2), 277, 310- 312 : KEJAHATAN.

 PASAL 317:
BILA MATA UANG MENURUN, NILAI DENDA DAPAT DITETAPKAN
DENGAN PP.
146
SANKSI ADMINISTRATIF
 Pasal 76
 Uji berkala
 Persyaratan Teknis
 Bengkel
 Pasal 91 (1)
Penerbit Surat Ijin Mengemudi
 Pasal 92 (1)
Waktu kerja Pengemudi
 Pasal 136 (1)
 Analisis Dampak Lalu Lintas
 Petugas Amdal
 Penggunaan jalan selain untuk lalu lintas
147
 Pasal 199
a) Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum
b) Surat Muatan (Perusahaan Angkutan,)
c) Perizinan Angkutan
d) Pemegang Izin
e) Wajib Mengangkut
f) Pengembalian biaya angkutan
g) Wajib Asuransi
h) Tanggungjawab kerugian penumpang, Pengirim Barang
 Pasal 218
Dampak Lalu lintas
 Pasal 244
Sarana Prasarana untuk penyandang cacat dan wanita
hamil
148
Pelayanan LLAJ
Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalin

NO LINGKUP PELAYANAN LLAJ DASAR


1 Fasilitas Parkir di luar milik jalan
2 Penyediaan Fasilitas Perlengkapan -Pasal 25 UU No. 22 tahun
Jalan : 2009
a. Pelaksanaan rekayasa lalu lintas -Pasal 94 UU No. 22 tahun
jalan Provinsi 2009
b. Pemeliharaan dan perbaikan
fasilitas perlengkapan jalan -Pasal 26 UU No. 22 tahun
2009
3 Fasilitas Parkir di ruang milik jalan
kabupaten, jalan kota dan jalan desa
4 Analisis Dampak Lalu Lintas
(Andalalin)
5 Perbaikan Daerah Rawan - Dekade Aksi
Kecelakaan Jalan Keselamatan Jalan /
Resolusi PBB No.64/255
Pelayanan LLAJ
Bidang Angkutan Jalan
NO LINGKUP PELAYANAN LLAJ DASAR
1 Angkutan orang dan barang - Pasal 137 UU No. 22 tahun 2009
2 Kewajiban penyediaan angkutan - Pasal 138-139 UU No. 22 th. 2009
umum
3 Angkutan orang dengan kendaraan - Pasal 140-159 UU No. 22 th. 2009
bermotor umum
4 Angkutan barang dengan - Pasal 160-168 UU No. 22 th. 2009
kendaraan bermotor umum
5 Angkutan multi moda - Pasal 165 UU No. 22 th. 2009
6 Pengawasan muatan barang - Pasal 169-1172 UU No. 22 th. 2009

7 Tarif angkutan, dll - Pasal 181-185 UU No. 22 th. 2009


Pelayanan LLAJ
Bidang Sosialisasi
NO LINGKUP PELAYANAN LLAJ DASAR
1 Sosialisasi Penggunaan dan - Pasal 203 ayat (2b) UU No. 22
Pemeliharaan Fasilitas Keselamatan th. 2009
LLAJ
2 Sosialisasi Penggunaan Perlengkapan - Al : safety gear seperti :
Keselamatan LLAJ kampanye kewajiban
menggunakan helm
3 Sosialisasi kewajiban Operator Naskah RPP Keselamatan
melengkapi Peralatan Tanggap Darurat antara lain : Palu pemecah
Pada Angkutan Umum kaca, pemadam kebakaran,
P3K
4 Pelaksanaan Kampanye Kesalamatan Kesepakatan UNESCAP di
Busan
5 Sosialisasi Perundang-undangan UU No. 22 th. 2009
6 Kampanye kewajiban bagi Pengendara UU No. 22 th. 2009
Sepeda Motor Menyalakan Lampu Siang
Hari
Pelayanan LLAJ
Bidang Sarana Angkutan Jalan

NO LINGKUP PELAYANAN LLAJ DASAR


1 Penyediaan Fasilitas Pengujian - Pasal 48 UU No. 22 th. 2009
Kendaraan Bermotor untuk uji pertama

2 Pelayanan pengujian Kendaraan - Pasal 53 UU No. 22 th. 2009


Bermotor untuk Uji Pertama
3 Pelayanan Pengujian Berkala - Pasal 53 UU No. 22 th. 2009
Kendaraan Bermotor
4 Penyediaan Fasilitas Pengujian - Pasal 48 UU No. 22 th. 2009
Kendaraan Bermototr untuk Uji Berkala
Pelayanan LLAJ
Bidang Jaringan LLAJ

NO LINGKUP PELAYANAN LLAJ DASAR


1 Penetapan Lintas Angkutan - Pasal 138 UU No.22 tahun 2009
Barang pada Jalan Provinsi
2 Jaringan Pelayanan Trayek - Pasal 144 UU No. 22 tahun 2009
Angkutan Umum
3 Evaluasi Jaringan Pelayanan Baik - Pasal 142 UU No. 22 tahun 2009
Angkutan Kota/Angkutan
Pedesaan
154

Anda mungkin juga menyukai