Anda di halaman 1dari 14

Komunikasi dan Empati dengan Anak Jalanan

Blok 1 Modul 2

Oleh :

Yolanda Pingkasari (102013552)

Virdan Reynaldi Limbong (102014005)

Irvania Limarus (102014082)

Minati Puspawardani (102014149)

Stephanus Thendean (102014159)

Indah Eka Putri (102014203)

Suhaima Izzatiey Amirah binti Suhaimi (102014232)

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Alamat korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna utara, No 6, Jakarta 11510

1
1. PENDAHULUAN

Komunikasi adalah satu elemen penting dalam kehidupan seharian seorang manusia untuk

berinteraksi dengan manusia yang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif,

berempati, dan meliputi analisa transaksional agar pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan

dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Komunikasi yang efektif adalah di mana

pertukaran maklumat dan pesan berlaku dengan berkesan dan secara maksimal antara dua pihak.

Peranan dari kedua belah pihak baik sebagai pengirim dan penerima pesan harus dapat sejalan

dan sesuai sehingga tercapai tujuan dari komunikasi efektif tersebut. Contohnya, berdasarkan

kasus ini jika mahasiswa mempunyai komunikasi yang baik dengan berempati, menggunakan

komunikasi yang efektif dan analisa transaksional pasti mahasiswa akan lebih mudah untuk

mendekati anak jalanan tersebut. Sekiranya komunikasi yang tampak pada skenario antara

pengirim pesan (mahasiswa) dan (anak jalanan) tidak lancar, semua informasi-informasi penting

tidak bisa diketahui dan ini akan menyulitkan tugas wawancara tersebut. Kunci untuk

menghasilkan komunikasi yang baik adalah dengan menerapkan nilai empati dalam diri, yang

akan dibahaskan lebih lanjut.

2
2. PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi

Komunikasi disebut sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua

orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga terjadi pemahaman. Terdapat dua pihak

yang terlibat yaitu pengirim pesan dan penerima pesan melalui pembicaraan, tulisan dan

isyarat. Komunikasi bisa terjadi satu atau dua arah. Satu arah berlaku apabila tidak ada

berganti peran di antara pengirim pesan dan penerima pesan sehingga tidak terjadi pertukaran

informasi, sedangkan komunikasi dua arah terdapat pergantian pesan antara keduanya.1

Dalam komunikasi, terdapat dua bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal dan

komunikasi non-verbal. Kedua cara tersebut dapat dilakukan bersamaan selama hubungan

antara individu berjalan. Contohnya, sewaktu kita berbicara, kita tidak hanya

mengekspresikan perasaan yang kita alami melalui kata-kata, tetapi dapat pula melalui

gerakan tubuh, ekspresi wajah dan penampilan fisik secara umum.

2.1.1 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yang diucapkan bisa secara lisan

maupun ditulis. Aspek yang mempengaruhi komunikasi ini ialah nada suara (tinggi/rendah),

kualitas suara (keras/lembut), pace (kecepatan) dan sifat kata yang berupa ancaman, sindiran

atau sebagainya. Kata-kata mengandungi realitas dan memberikan dampak yang besar

sehingga bisa mengubah persepsi orang lain tentang realitas melalui pilihan kata-kata yang

digunakan.1

3
Misalnya, dalam mendekati anak jalanan mahasiswa diperlukan melakukan komunikasi

dan empati yang baik agar anak jalanan tersebut mau diwawancarai, agar ia percaya bahwa

mahasiswa itu tidak akan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Oleh itu, dengan

menggunakan bahasa untuk memanipulasi keadaan, seseorang juga dapat belajar tentang

bagaimana mengubah persepsi dan berkomunikasi secara efektif. 3

Respon atau tanggapan dari suatu komunikasi verbal yang sifatnya lisan antara lain dapat

berupa respon mendengarkan (listening responses), respon tindakan (action responses),

respon instruksional (teaching responses) dan respon kebersamaan (sharing responses).

2.1.2 Komunikasi Non-Verbal

Komunikasi non verbal adalah segala sesuatu yang disampaikan seseorang kepada orang

lain tanpa kata-kata. Komunikasi non verbal ini meliputi pikiran bawah sadar yang

memperlihatkan emosi yang berhubungan dengan isi verbal dan hubungan antara pembicara

dan pendengar. Komunikasi ini ditunjukkan oleh isyarat, ekspresi wajah, bahasa tubuh,

kontak mata, penampilan serta gaya tulisan. Perilaku non verbal seperti senyuman, sikap

condong ke depan dan bersalaman dapat meningkatkan proses komunikasi. Dengan itu,

keramahan dan kehangatan dapat dikomunikasikan kepada anak jalanan.1

Dalam kehidupan sehari-hari, sering aksi kata yang lebih keras dibandingkan dengan kata

yang sesungguhnya. Dalam konteks seperti inilah, komunikasi nonverbal tampaknya lebih

mendominasi makna yang sebenarnya. Dalam komunikasi nonverbal, isyarat-isyarat lebih

signifikan dibandingkan dengan kata-kata yang ada. Sering kali komunikasi nonverbal

membantu memberikan kepastian atau kebenaran terhadap komunikasi verbal.4

4
Komunikasi non-verbal adalah selaku pelengkap dan pendokong bagi komunikasi verbal

yang menguatkan pesan. Tetapi, komunikasi non-verbal juga boleh bertentangan dengan

verbal misalnya seorang anak laki-laki mengatakan tidak sakit akibat jatuh tetapi ia

mengerutkan dahinya. Yang termasuk komunikasi non verbal :

a. Ekspresi wajah, wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena

ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang. Misalnya, menangis dan senyum.

b. Kontak mata, dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab

berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk

memperhatikan bukan sekedar mendengarkan.

c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan

dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh,

dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.

d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak

memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi,

konsep diri, dan tingkat kesehatannya.

e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan

perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan

dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat

menjadi pesan yang sangat jelas.

f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunakan isyarat

sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan

tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau

sebagai upaya untuk menghilangkan stress.

5
2.2 Komunikasi Efektif Mahasiswa-Anak Jalanan

Komunikasi yang efektif merangkumi konsep REACH yaitu:

Respect : saling menghargai, mengandungi komunikasi dua arah dan menggunakan

bahasa penerimaan yang sesuai.

Empathy : adanya empati dengan menjadi pendengar yang aktif dan menggunakan

pesan verbal dan nonverbal.

Audible : suara dapat didengar dengan baik dan jelas

Clarity : jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

Humble : bersikap rendah hati, tidak otoriter dan manusiawi.

Komunikasi efektif mempunyai banyak keuntungan. Diantaranya :

1. Memperoleh informasi agar biodata dan latar belakang anak jalanan dapat diketahui..

Selain itu, komunikasi kepada anak jalanan dapat dijalankan secara optimal.

2. Untuk menghubungkan jurang pengetahuan antara mahasiswa dan anak jalanan dalam

proses komunikasi.

3. Untuk membangun kepercayaan anak jalanan kepada mahasiswa.

4. Mencegah dan mengurangi risiko kesalah fahaman dan tidak menyinggung perasaan

anak jalanan.

Komunikasi efektif dapat diperoleh dengan adanya komunikasi dua arah, yaitu

mahasiswa menjadi pembicara dan juga pendengar terhadap keluhan atau masalah anak

jalanan. Dengan ini, anak jalanan akan merasakan bahwa dia benar-benar didengarkan. Pada

waktu yang sama mahasiswa juga harus gesit dalam menciptakan lingkungan yang memberi

kesan pada anak jalanan bahawa dia berada dalam lingkungan masyarakat yang peduli
6
terhadapnya. Ini akan membantu untuk mengurangi ketakutan dan kekhawatiran anak ini

yang awalnya menjadi hambatan dalam menjalankan komunikasi efektif antara mahasiswa

dan anak jalanan.2

Selain itu, bahasa penerimaan yang digunakan dapat difahami dan diterima apa adanya

oleh kedua belah pihak. Mahasiswa bertindak sebagai konselor yang membimbing dan

menguatkan manakala anak jalanan itu pula konseli yang akan menyelesaikan masalahnya

sendiri. Dengan itu, anak jalanan juga akan merasa tertolong dan lebih baik, dia akan merasa

terdorong untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan. Seterusnya, dia akan berasa lebih

nyaman karena masih ada yang peduli dan sudi mendengarkan keluhan hatinya. Selain itu,

mahasiswa juga harus menggunakan bahasa yang mudah tidak menggunakan istilah ilmiah

yang mungkin menyukarkan pemahaman anak itu tentang tujuan mewawancara dan juga

dalam menasihatinya.

Mahasiswa juga harus menjadi pendengar yang aktif yang mampu mengkonfirmasikan

pemahamannya sebelum memberikan tanggapan tentang apa yang didengarnya. Pendengar

yang aktif berusaha untuk mengetahui tentang pemikiran, perasaan dan keinginan dari

pembicara. Mahasiswa yang mendengar aktif bukan sahaja mendengar malah memberi

perhatian apabila anak jalanan berbicara, membuat tanggapan, melakukan rumusan tentang

keluhan, bertanya dengan lebih lanjut kepada anak itu dan tahu pokok permasalahan yang

dialaminya. Dia juga memberi kesempatan dahulu kepada anaka jalanan untuk

menyelesaikan masalahnya sendiri serta memberi peluang supaya dia dapat menerima dan

menyelesaikan masalah dengan cara sepatutnya.

7
Komunikasi antara dewasa dan dewasa dapat menumbuhkan komunikasi efektif antara

mahasiswa dan anak jalanan. Komunikasi ini mengamalkan sifat hormat yang saling

menghargai satu sama lain. Komunikasi jenis ini juga tidak otoriter dan tidak mengatur saja.

Kedua pihak akan cenderung aktif dan berbicara secara matang.

Komunikasi efektif dapat dilahirkan melalui wawancara yang efektif. Dengan ini,

mahasiswa tersebut akan mendapatkan informasi dan data dari anak jalanan tersebut.

Menurut Othmer & Othmer, wawancara yang efektif dapat membina rapport (saling

menghargai), mampu menilai status mental seseorang, menggunakan teknik khusus serta

mampu menegakkan diagnosis.

2.3 Empati

Empati adalah kemampuan untuk memahami, menghayati dan menempatkan diri

ditempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran, perasaan, keinginan dan perilaku

individu. Seseorang disebut mempunyai empati jika ia mempunyai kemampuan kognitif,

kemampuan afektif dan kemampuan perilaku dalam komunikasi sehariannya. Dalam kasus

ini mahasiswa perlu mempunyai suatu sifat kognitif yang melibatkan suatu pemahaman akan

perspektif dan pengalaman dalam diri anak jalanan sebagai individu yang terpisah, digabung

dengan kemampuan mengkomunikasikannya kepada anak laki-laki itu. Dengan melakukan

empati, kita akan lebih mendekatkan diri kita dengan lawan bicara. Keselarasan, keserasian

dan keharmonian hubungan kemudiannya akan terwujud dengan adanya empati dalam

komunikasi.

Empati membuat komunikasi kita menjadi sehat. Kita dapat menyebarkan energi-energi

positif yang mampu memberi kedamaian dan kesejukan bagi orang lain. Hal ini dapat

8
dirasakan jika kita ikut berempati saat seorang teman sedang berduka. Selain menguatkan

dengan pernyataan-pernyataan, kita pun mengulurkan tangan untuk membantu meringankan

beban mereka sebagai ungkapan ikut berduka.6

Dasar empati adalah kasih sayang (agape) yang bersifat tanpa pamrih terhadap sesama

manusia. Jika kita empati terhadap seseorang, kita tidak akan meminta timbal balik dari

orang itu atas kebaikan yang kita lakukan padanya. Selain itu, empati juga merupakan upaya

agar kita memperoleh simpati. Walaupun begitu, arti simpati dan empati berbeda yang

terletak pada upaya tindak lanjut. Simpati terbatas pada usaha merasakan apa yang dirasakan

orang lain, manakala empati diikuti oleh tindakan nyata. Pada empati kita tidak ikut terlarut

dengan perasaan anak jalanan tetapi dapat mengidentifikasi perasaan dan pikirannya.

Berbeda pula dengan simpati kita akan ikut terlarut dan mempunyai perasaan yang sama

dengannya. Contohnya, jika anak jalanan itu menangis, kita akan turut menangis. Perbuatan

itu menunjukkan simpati. Pada contoh lain, jika dia menceritakan masalahnya, kita akan

memberi kata-kata semangat dan nasihat yang dapat membantunya. Perbuatan itu

menunjukkan rasa empati pada anak jalanan.4

Empati juga diartikan sebagai cara untuk membangun suatu jalinan komunikasi. Jika

empati dijadikan bagian dari kehidupan, suasana yang kondusif dan dinamis akan terwujud.

Namun, jika empati memudar, kepekaan sosial pun semakin berkurang.

Empati berarti timbulnya perasaan sadar untuk menghargai orang lain walaupun terdapat

perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat adalah suatu perkara yang wajar berlaku namun

harus diteliti dan disikapi dengan positif agar menjadi sesuatu kekuatan yang utuh. Perbedaan

9
pendapat yang tidak disikapi dengan empati akan menimbulkan konflik dan hubungan

tersebut.

2.4 Analisis Transaksional

Analisis transaksional adalah satu teori yang berkaitan dengan personaliti dan

perkembangan personaliti. Teori yang diperkenalkan oleh Eric Berne (1810-1970) bertujuan

untuk memahami tingkah laku kita sendiri dan orang lain. Ia adalah proses analisa interaksi

dalam hubungan sosial antara dua atau lebih individu berbeda.1 Dalam teori ini menyatakan

bahawa personaliti yang berkesan ialah bawah sedar yang mempengaruhi tingkah laku dan

yang penuh sedar serta perasaan seseorang. Terdapat dua struktur penganalisisan, yaitu

analisa struktur dan analisa transaksi.

1. Analisa struktur

Mengkaji tentang kepribadian seseorang. Individu memperlihatkan penampilan

dirinya yang dikaitkan dengan perasaan dan pengalaman pada masa lalu.

2. Analisa transaksi.

Mengkaji tentang hubungan antara personaliti ego. Ia menentukan ego yang dominan

yang sedang berlangsung (orang tua, dewasa, kanak-kanak) pada setiap individu yang

sedang berinteraksi.

Menurut Berne, setiap manusia mempunyai tiga ego state yaitu, O : orang tua; D : dewasa; K

: kanak-kanak. Selama berkomunikasi, salah satu ego state akan tertonjol, bergantung kepada

situasi, perasaan dan keadaan seseorang itu berinteraksi.

Ego state orang tua :

10
Individu yang berperasaan dan bertindak seperti apa yang dilakukan oleh orang tua. Ia

terjalin dari berkumpulnya sikap dan perlakuan yang diperhatikan pada orang tua sejak kecil.

Dalam ego state orang tua, terkumpul mesej seperti bimbingan, dorongan, kritikan, proteksi,

pantang larang, undang-undang dan peraturan yang bertujuan untuk memberi panduan. Ego

state ini mempunyai perbendaharaan kata seperti jangan, selalu, patuh, nilai hidup agama dan

tradisi. Ia mempunyai dua jenis yaitu orang tua kritikal (bersifat negatif) dan orang tua

pengasih (bersifat positif).

Ego state dewasa :

Individu yang mengolah persoalan berdasarkan data, analisa dan logika. Ego state dewasa

mempunyai pikiran yang berorientasikan kenyataan, memberi keterangan yang diperlukan,

menganalisa situasi dan mencoba memahami, percaya diri sendiri dan melakukan koreksi

bila perlu pada orang tua dan kanak-kanak. Orang dewasa selalu mendengar dengan aktif,

sabar dan tidak mendesak, yakin dan tidak defensif. Ia sering menggunakan perkataan seperti

mengapa, siapa, apa, sebab, hasilnya, alternatifnya, membuat keputusan dan kualiti.

Ego state kanak-kanak :

Individu tersebut mempunyai pengaruh waktu masih kecil. Ia mempunyai perasaan dan

pola tingkah laku bersifat wajar dan dapat bertindak sendiri lepas dari orang tua tetapi juga

menyesuaikan diri untuk memuaskan orang tua dalam situasi tertentu. Kanak-kanak

mempunyai perasaan, fantasi, intuisi, emosi, daya cipta, kreativitas, rasa ingin tahu dan

memberi respon sesuai petunjuk yang diterimanya. Ia perlu dipelihara dan dibina, perlu

ditimang, dicintai, dikasihi. Terkadang ego state kanak-kanak menampilkan yang negatif

seperti bersikeras dengan pendapat sendiri, iri hati, benci, marah dan takut.

11
2.4.1 Jenis-Jenis Komunikasi

1. Complementry transaction (transaksi komplementer) :

Komunikasi lebih terbuka dan berterusan. Pesan yang disampaikan jelas dan

dibalas balik juga dengan jelas. Ini adalah jenis komunikasi yang paling sehat karena

komunikasi yang diterima sesuai seperti yang diharapkan, lalu komunikasi menjadi

lancar. Apabila orang memberi respon dalam satu ego stat, ia mengharapkan balasan dari

ego stat yang sama untuk mendapat maklumat yang diperlukan.7

Contoh:

Orang tua -- orang tua

A : Apa rencanamu setelah cuti ini?

B : Aku akan persiapkan laporan Triwulan 1 yang harus selesai pekan depan.

Dewasa -- dewasa

A : Saya dengar istrinya sudah bekerja lagi di sebuah BUMN?

B : Ya, saya kira itu yang terbaik.

Kanak-kanak -- kanak-kanak

A : Aku sangat senang di dekatmu.

B : Aku juga, rasanya tak ingin cepat berpisah.

12
2. Crossed transaction (transaksi silang) :

Respon transaksi tidak sesuai yang diharapkan. Komunikasi akan menjadi

masalah dan akan terhenti jika respon yang diharapkan tidak diperoleh. Transaksi silang

kerap menimbulkan kemarahan, perasaan bersalah, ribut, terkejut, tersinggung dan

merasa dipandang rendah. Gaya komunikasi ini menghalang pertukaran pendapat dan ide

kreatif. Individu yang tersinggung akan membalas dengan ego state kanak-kanak.8

Contoh:

Orang tua kanak-kanak

O : Setiap hari kamu datang terlambat. Apa yang dikerjakan di rumah?

K : Habis, dari pada berantakan, lebih baik saya kerjakan saja sendiri!

Kanak-kanak orang tua

K : Mengapa mereka tidak jadi membeli, ya?

O : Seharusnya kamu lebih banyak belajar!

13
3. KESIMPULAN

Hipotesis diterima. Berdasarkan kasus seorang mahasiswa dan seorang anak jalanan dibutuhkan

komunikasi serta empati agar mampu mencapai tujuan utamanya yaitu menghasilkan pertukaran

pesan dan informasi secara maksimal melalui wawancara diantara keduanya.

4. RUJUKAN PUSTAKA

1. dr. Andri, dr. Dan H., dr. Elly I., dr. Evalina A.. Bahan kuliah modul 2 blok 1:

komunikasi dan empati; 2014/2015, Universitas Kristen Krida Wacana.

2. dr. J.B. Suharjo B. Cahyono. Membangun budaya keselamatan pesian dalam praktik

kedokteran; Yogyakarta: 2008. Penerbit Kanisius.

3. Iqbal Mochtar. Dokter juga manusia; Jakarta 2009. PT Gramedia Pustaka Utama.

4. Richard E. Walton, Mahmoud Torabinejad. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia; 2003.

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Sumartono. Komunikasi kasih sayang; Jakarta: 2008. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Arwani. Komunikasi dalam perawatan; Jakarta: 2002. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Atep Adya Barata. Dasar-dasar pelayanan prima; 2003. PT Alex Media Komputindo.

8. Tarmizi Yusof. Be the winner; Jakarta 2005. PT Alex Media Komputindo. 10

14

Anda mungkin juga menyukai