Anda di halaman 1dari 100

Pengaruh Olahraga Futsal Terhadap Kadar Kortisol Serum

pada Individu Dewasa Muda

The Effect of Futsal Sport on Cortisol Serum Level in


Young Adults

HASLINDA. DS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015
PENGARUH OLAHRAGA FUTSAL TERHADAP KADAR
KORTISOL SERUM PADA INDIVIDU DEWASA MUDA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Biomedik Konsentrasi Fisiologi

Disusun dan diajukan oleh

HASLINDA.DS

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : HASLINDA.DS

Nomor mahasiswa : P1502213007

Program studi : BIOMEDIK

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan

merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain .

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 6 Agustus 2015


Yang menyatakan

HASLINDA.DS
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan

selesainya tesis ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil

pengamatan penulis terhadap kehidupan masyarakat sekarang ini yang

kebanyakan orang-orang beralih berolahraga di malam hari lantaran

kesibukan yang padat di pagi hari hingga petang. Penulis bermaksud

menyumbangkan informasi dalam memeilhara dan meningkatkan derajat

kesehatan.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka

penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka

tesis ini selesai pada waktunya.dalam kesempatan ini penulis dengan

tulus menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi,

M. Kes. sebagai Ketua Komisi Penasihat dan Dr. dr. Andi Wardihan

Sinrang, M. S. sebagai Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap

permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitiannya sampai dengan

penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D., dr. M. Aryadi Arsyad, M. Biomed, Ph.

D., dan Dr. Nukhrawi Nawir, M. Kes, AIFO., selaku penguji yang telah
banyak memberi masukan untuk penulis dalam menyelesaikan tesis

ini.

2. dr. Yanti Leman, M.Kes., Sp. KK. selaku pimpinan Klinik FYA

Makassar yang telah banyak membantu dan memberikan ijin

perkuliahan, serta kepada seluruh pegawai klinik dan Apotik Citra.

3. Trio Kwek-kwek ((Andi Tenri Ola Rivai, S.Pd., Asdar Fajrin Multazam,

S.Ft, Physio., dan saya sendiri) dan rekan-rekan tim peneliti futsal

(Arwan Bin Laeto, S.Pd., Nur Muhajirah Yunus, S.Pd., Nurmasita,

S.Si., Andi Tenriola, S.Kep, Ns., Zulkarnain, S.Si., Rizkyana

Pratmawati, S.Ft, Physio., Serli Bongga, S.Si., Astri Ahmad, S.Kep.,

Rini Angraini Nasir, S.Si., Siti Hajiyanti, S.Pd., Yusfina, S.Ft, Physio.,

Muliati, S.Ft, Physio.) atas bantuan dan kerjasamanya mulai dari

penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

Kepada Ayahanda Didin Samsudin, Ibunda Hj. Sundari. HL.,

Nenekku Hj. Pari dan saudara-saudaraku terima kasih atas segala

bantuan, motivasi dan doa yang tiada hentinya kepada penulis, serta

terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang namanya tidak

tercantum tetapi telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

Makassar, Agustus 2015

Haslinda. DS
ABSTRAK

HASLINDA. DS. Pengaruh Olahraga Futsal terhadap Kadar


Kortisol Serum pada Individu Dewasa Muda (dibimbing oleh Ilhamjaya
Patellongi dan Andi Wardihan Sinrang).

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh olahraga futsal


terhadap kadar kortisol serum pada individu dewasa muda.

Penelitian ini menggunakan metode quasy eksperimental dengan


desain pretest posttest control group, yang terdiri dari futsal malam,
kontrol malam, futsal pagi, dan kontrol pagi. Lokasi penelitian di lapangan
futsal Beex Makassar. Subjek penelitian sebanyak 36 orang yang berusia
18-24 tahun dengan teknik purposive sampling. Pengukuran kadar kortisol
serum dilakukan sebelum dan setelah intervensi futsal selama 2 x 20
menit. Hasil pengukuran diuji secara statistik menggunakan uji Wilcoxon,
Paired Samples T Test dan Mann-Whitney Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan


yang signifikan terhadap kadar kortisol serum pada kelompok futsal
malam (p=0,678), kontrol malam (p=1,000), dan kelompok futsal pagi
(p=0,508). Terdapat perubahan yang signifikan pada kelompok kontrol
pagi (p=0,003). Tidak terdapat perbedaan perubahan yang signifikan
kadar kortisol serum antara kelompok futsal (p=0,253). Kemaknaan
ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.
Kata kunci: kortisol, futsal malam, futsal pagi.
ABSTRACT

HASLINDA DS. The Effect of Futsal Sport on Cortisol Serum Level in


Young Adults (supervised by Ilhamjaya Patellongi and Andi Wardihan
Sinrang).

This research aims to determine the effect of futsal sport on cortisol


serum level in young adults.

This study was quasy-eksperimental method with pretest and


posttest control group designed, which consist of evening futsal group,
evening control group, morning futsal group, and morning control group.
This research was carried out in Beex Futsal field in Makassar. The
subjects were 36 person aged 18-24 years old were selected with
purposive sampling technique. The measurement of corttsol serum level
was conducted before and after intervention for 2 x 2O rninutes. Result
measurernent was statiscally tested with using Wilcoxon, Paired Samples
T Test and Mann-Whitney Test.

The result shows that there are no significant changes in the level
of cortisol serum in evening futsal group (p=0,678), the evening control
group (p=1,000), and rnorning futsal group (p=0,508). There are significant
changes in the morning control group (p=0,003). There are no significant
difference in the changes of the cortisol serum level between the futsal
groups (p=0,253). The value of significance is p<0.05.

Keywords: cortisol, evening futsal, and morning futsal.


DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

BAB I. PENDAHULUAN 1

a. Latar Belakang 1

b. Rumusan Masalah 6
c. Tujuan Penelitian 7

1. Tujuan Umum 7

2. Tujuan Khusus 7

d. Manfaat Penelitian 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9

a. Tinjauan Tentang Olahraga 9

b. TInjauan Tentang Irama Sirkadian 18

c. Tinjauan Tentang Kortisol 19

d. Hubungan Irama Sirkadian dengan Kortisol 26

e. Hubungan Olahraga dengan Kortisol 27

f. Kerangka Teori 29

g. Kerangka Konseptual 30

h. Variabel Penelitian 30

i. Hipotesis 31

j. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 31

BAB III. METODE PENELITIAN 32

a. Desain Penelitian 32

b. Waktu dan Tempat Penelitian 33

c. Populasi 33

d. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 34

e. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 35

f. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik 36


g. Pengumpulan Data 37

h. Prosedur Kerja 37

i. Alur Penelitian 40

j. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42

a. Hasil Penelitian 42

b. Pembahasan 52

BAB V. PENUTUP 57

a. Kesimpulan 57

b. Saran 57

Daftar Pustaka 59

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Karakteristik Sampel Penelitian 43

2. Pengaruh Latihan Futsal Malam Terhadap Kadar Kortisol


Serum 44

3. Pengaruh Latihan Futsal Pagi Terhadap Kadar Kortisol


Serum 47

4. Perbandingan Perubahan Futsal Malam dan Pagi


Terhadap Kadar Kortisol Serum 49

5. Perbandingan Perubahan Kontrol Malam dan Pagi


Terhadap Kadar Kortisol Serum 50
DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Mekanisme regulasi sekresi CRF/CRH, ACTH dan kortisol 21

2. Pola khas sekresi kortisol selama 24 jam 27

3. Kerangka Teori 29

4. Kerangka Konseptual 30

5. Desain Penelitian 32

6. Alur Penelitian 40

7. Grafik Linear Perubahan Kadar Kortisol Serum Futsal


Malam 46

8. Grafik Linear Perubahan Kadar Kortisol Serum Futsal


Pagi 48

9. Grafik Boxplot Perbandingan Perubahan Kadar Kortisol


Serum pada Kelompok Futsal Malam dan Pagi 50

10. Grafik Boxplot Perbandingan Perubahan Kadar Kortisol


Serum pada Kelompok Kontrol Malam dan Pagi 51
DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Naskah Penjelasan 62

2. Formulir Persetujuan 63

3. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik Responden,


serta Kuesioner Penelitian 64

4. Hasil Analisis Data 70

5. Dokumentasi 80

6. Ijin Etik 83

7. Surat Ijin Penelitian 84

8. Surat Ijin Selesai Meneliti 85


DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

ACTH Adrenocorticotropin Releasing


Hormone

ATP Adenosine Trifospat

bpm Beats per minute

cm Satuan panjang sentimeter

CRF Cotricotropin Releasing Factor

CRH Cotricotropin Releasing Hormone

dL Satuan volume desiliter

EKG Elektrokardiogram

et al. et ali, dan kawan-kawan

FIFA Federation Internationale de


Football Association

GH Growth Hormone

Hg Hidrogirum, air raksa

L Satuan volume liter

mm Satuan panjang milimeter

NADH Nikotinamid Adenin Dinukleotida

nmol Nanomol

g Mikrogram

WITA Waktu Indonesia Tengah


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak setiap manusia, maka dari itu dalam

menjaga kesehatan tentunya kita harus memperhatikan beberapa faktor

yang dapat mendukung kesehatan diantaranya yaitu dari status gizi,

lingkungan, dan olahraga. Olahraga merupakan latihan fisik yang

bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga kesegaran jasmani

(Adiwinanto, 2008).

Salah satu olahraga yang menuntut kemampuan fisik adalah

futsal karena gerakan-gerakan yang terjadi dalam permainan futsal sangat

kompleks (Sumantri, 2013). Futsal adalah nama yang dipilih oleh FIFA

(Federation Internationale de Football Association) yang merupakan

gabungan dari kata futebol de salao (bahasa Portugis) dan futbol sala

(bahasa Spanyol) yang maknanya sama, yakni sepak bola ruangan. Dari

kedua bahasa itu muncullah singkatan yang lebih mendunia : futsal.

Sejalan dengan perkembangan yang ada, minimnya lahan atau ruangan

untuk berolahraga membuat para peminat sepakbola mengalami

kesulitan, dan pada tahun 1930 saat Piala Dunia digelar di Uruguay

rintisan sepakbola di lapangan tertutup (indoor) atau di dalam ruangan

sudah mulai dilakukan (Ruqayah, 2010). Futsal merupakan olahraga


permainan yang dimainkan oleh dua tim dalam setiap pertandingannya,

masing-masing terdiri dari lima orang pemain, salah satu diantaranya

adalah penjaga gawang. Futsal menjadi salah satu cabang olahraga

permainan yang cukup popular dan banyak diminati oleh berbagai

kalangan dunia. Hal ini terlihat dari antusiasme bermain futsal yang

dilakukan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai dewasa, baik itu

laki-laki maupun perempuan. Pada saat ini, olahraga permainan futsal

sudah berkembang diberbagai kota maupun daerah (Putra, 2013).

Pada umumnya olahraga futsal dilakukan di siang hari. Namun,

kesibukan dalam kehidupan dan budaya modern saat ini, kebanyakan

orang beralih melakukan olahraga futsal di malam hari. Hal ini dapat

mempengaruhi jam biologis. Secara fisiologi, waktu malam, yang

merupakan bagian dari irama sirkardian adalah waktu terbaik bagi tubuh

untuk memperbaiki kerusakan sel dan jaringan akibat radikal bebas toksik

yang dihasilkan sebagai produk samping metabolisme selama beraktifitas

siang (Sherwood, 2013).

Irama sirkadian (dalam sehari) atau irama diurnal (siang - malam)

merupakan fluktuasi yang ditandai oleh osilasi berulang kadar hormon

yang teratur dan bersiklus satu kali 24 jam (Sherwood, 2013). Irama

sirkardian mensekresikan banyak hormon, termasuk melatonin, kortisol,

dan hormon adrenokortikotropik (ACTH), dengan tambahan irama

sirkardian untuk growth hormon (GH), testosteron pada pria dan siklus

bulanan untuk hormon reproduksi pada wanita. Ada juga irama sirkardian
untuk suhu tubuh, tekanan darah, denyut jantung, dan ekskresi elektrolit

(Lemaitre, 2010) (Sherwood, 2013).

Kortisol merupakan glukokortikoid utama sebagai hormon stres

yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Nurdin,

2010) (Sherwood, 2013). Glukokortikoid berfungsi sebagai metabolisme

perantara glukoneogenesis dan pemelihara homeostasis lingkungan

internal tubuh (Lukman, 2008). Stres adalah kondisi yang merupakan

konsekuensi psikobiologik dari kegagalan organisme hidup untuk

merespon secara berhasil setiap ancaman fisik ataupun emosional, baik

yang merupakan ancaman aktual maupun imajinasi, yang berperan

sebagai stresor (Nurdin, 2010). Hampir setiap jenis stres fisik maupun

stres mental dalam waktu beberapa menit saja dapat meningkatkan ACTH

dan akibatnya sekresi kortisol juga sangat meningkat, bahkan hingga

sampai 20 kali lipat (Guyton dan Hall, 2014).

Kecepatan sekresi CRH, ACTH, dan kortisol semuanya tinggi

pada awal pagi hari, sekitar 75% pembentukan kortisol terjadi antara pukul

4 dan 10 pagi tetapi rendah pada akhir sore hari antara pukul 5 sore dan

pukul 1 malam (Ganong, 2008) (Guyton dan Hall, 2014). Kadar kortisol

plasma paling tinggi kira-kira 20 g/dL satu jam sebelum matahari terbit di

pagi hari dan paling rendah kira-kira 5 g/dL sekitar tengah malam. Efek

ini dihasilkan dari perubahan siklus sinyal dari hipotalamus selama 24 jam,

yang menimbulkan sekresi kortisol (Guyton dan Hall, 2014).


Kortisol disekresi oleh korteks adrenal yang berasal dari kelenjar

endokrin perifer. Banyak sistem kontrol endokrin melibatkan refleks

neuroendokrin, yang mencakup baik komponen saraf maupun hormon.

Tujuan refleks semacam ini adalah menghasilkan peningkatan mendadak

sekresi hormon sebagai respon terhadap rangsangan eksternal terhadap

tubuh (Guyton dan Hall, 2014). Impuls saraf ke kelenjar endokrin menjadi

satu-satunya faktor yang mengatur sekresi hormon, seperti sekresi

epinefrin oleh medula adrenal dikontrol semata-mata oleh sistem saraf

simpatis (Ganong, 2008). Sebaliknya sebagian sistem kontrol endokrin

mencakup kontrol umpan balik (yang mempertahankan kadar hormon di

tingkat basal) dan refleks neuroendokrin (yang menyebabkan peningkatan

mendadak sekresi sebagai respon terhadap peningkatan mendadak

kebutuhan akan hormon tersebut). Salah satu contoh adalah peningkatan

sekresi kortisol yang merupakan hormon stres oleh korteks adrenal

selama respon stres (Sherwood, 2013). Ada beberapa rangsangan

eksternal yang dapat menyebabkan sekresi kortisol, dan salah satunya

adalah latihan.

Latihan merupakan gerak tubuh yang mampu menyebabkan

suatu stres yang terbukti mengakibatkan inflamasi pada tubuh sehingga

terjadi perubahan sel-sel kekebalan tubuh akibat infeksi dan kerusakan

otot. Konsentrasi kortisol meningkat saat latihan dilakukan dalam durasi

yang panjang akibat dari akumulasi stres yang meningkat. Hal tersebut

berkaitan dengan fungsi dari kortisol sebagai anti inflamasi dan anti
imunosupresif. Latihan yang lama akan mengurangi cadangan glikogen

otot, yang kemudian akan merangsang peningkatan sekresi kortisol,

karena kortisol berperan dalam memelihara kadar glukosa darah.

(Cordova et al. dalam Gunawan et al., 2013).

Dengan latihan atau berolahraga, tidak hanya otot-otot yang

terlatih, sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh pun menjadi lancar

sehingga metabolisme tubuh menjadi optimal. Kecepatan denyut jantung

adalah salah satu faktor yang paling mudah dipantau yang

memperlihatkan respons segera terhadap olahraga dan adaptasi jangka

panjang terhadap program olahraga teratur. Ketika seseorang memulai

berolahraga, sel-sel otot yang aktif menggunakan lebih banyak O2 untuk

menunjang peningkatan kebutuhan energi (Sherwood, 2013). Di dalam

otot terdapat glikogen yang dapat di glikolisis untuk menghasilkan ATP.

Ukuran rata-rata otot seseorang ditentukan oleh hereditas ditambah kadar

sekresi testosteron, yang pada pria, akan menyebabkan otot yang lebih

besar daripada wanita. Akan tetapi, dengan latihan, otot dapat mengalami

hipertrofi 30 60%. Hipertrofi disebabkan oleh peningkatan diameter

serabut otot yang berisikan miofibril, enzim-enzim mitokondria, fosfagen,

glikogen dan trigliserida (lemak). Dan mempengaruhi peningkatan

kemampuan sistem metabolik aerob dan anaerob, terutama meningkatkan

kecepatan oksidasi maksimum dan efisiensi sistem metabolisme oksidatif

sebanyak 45% (Guyton dan Hall, 2014).


Respon kortisol terhadap latihan tergantung pada durasi dan

intensitas dari latihan (Kraemer dalam Gunawan et al., 2013). Selain

dipengaruhi oleh intensitas dan durasi dari latihan, respon kortisol juga

dipengaruhi oleh status kebugaran, status nutrisi, dan ritme sirkadian

tubuh (McArdle dalam Gunawan et al., 2013).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

sejauh mana futsal malam mempengaruhi kadar kortisol dalam tubuh

dengan judul penelitian Pengaruh Olahraga Futsal Terhadap Kadar

Kortisol Serum pada Individu Dewasa Muda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan kadar kortisol serum pada kelompok futsal

malam dan kelompok kontrol malam?

2. Bagaimana perubahan kadar kortisol serum pada kelompok futsal

malam dan kelompok kontrol pagi?

3. Apakah terdapat perbedaan perubahan kadar kortisol serum antara

kelompok futsal malam dan kelompok futsal pagi?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh olahraga futsal malam terhadap kadar kortisol serum pada

individu dewasa muda.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Diketahui ada perubahan kadar kortisol serum pada kelompok

futsal malam dan kelompok kontrol malam

b. Diketahui ada perubahan kadar kortisol serum pada kelompok

futsal pagi dan kelompok kontrol pagi

c. Diketahui ada perbedaan perubahan kadar kortisol serum

antara kelompok futsal malam dan kelompok futsal pagi


D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Bidang Keilmuan

a. Memberikan informasi ilmiah/sumbangan ilmiah di bidang

biomedik fisiologi, khususnya fisiologi olahraga.

b. Memberikan informasi mengenai pengaruh olahraga malam

khususnya futsal terhadap kadar kortisol pada individu dewasa

muda dalam mengatur aktivitas harian guna mencapai derajat

sehat yang tinggi.

c. Sebagai data otentik dalam rencana pelaksanaan latihan fisik

baik untuk tujuan kesehatan maupun perlombaan.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh

olahraga futsal malam terhadap kadar kortisol pada individu dewasa muda

dalam kaitannya terhadap kesehatan.

3. Bagi Penelitian

Sebagai referensi dan informasi kepada peneliti tentang pengaruh

olahraga futsal malam terhadap kadar kortisol pada individu dewasa muda

dalam memelihara dan meningkatkan derajat sehat, serta sebagai bahan

informasi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Olahraga

1. Definisi

Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur,

berulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga kesegaran

jasmani (Adiwinanto, 2008). Olahraga sudah merupakan suatu kebutuhan

hidup sehari-hari seperti halnya makan. Olahraga yang dilakukan secara

teratur dan terukur dapat menurunkan berat badan, mencegah penyakit

dan mengurangi stress (Suryanto, 2011).

Menurut Dede Kusuma dalam Hasibuan (2010), aktivitas fisik

atau olahraga merupakan sebagian dari kebutuhan pokok dalam

kehidupan sehari-hari khususnya peningkatan taraf kesehatan yang

menurut nenek moyang kita adalah sebagian dari porsi hidup kita. Namun

dengan peningkatan dan perkembangan di dunia teknologi sekarang ini,

memudahkan semua kegiatan sehingga menyebabkan kita kurang

bergerak (low body movement) atau dengan istilah lain hypokinetic,

seperti penggunaan remote control, komputer, lift, escalator, transportasi,

dan peralatan canggih lainnya tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik.


Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga

akan terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yang bersifat aerobik dan

aktivitas yang bersifat anaerobik. Jenis olahraga yang bersifat ketahanan

seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh

merupakan jenis olahraga yang lebih dominan meningkatkan kapasitas

aerobik, mioglobin, mitokondria sel (jumlah dan ukurannya), maupun

cadangan glikogen otot, serta meningkatkan konsentrasi enzim-enzim

oksidatif atlet. Kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam

waktu singkat seperti angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh

merupakan jenis olahraga dengan komponen-komponen yang lebih

dominan meningkatkan kapasitas anaerobik, sistem energi ATP-PC dan

glikolisis anaerobik atlet (Costil dalam Bafirman 2013) (Irawan, 2007).

Aerobik juga dapat meningkatkan jumlah dan ukuran otot slow

twitch fiber, sedangkan latihan anaerobik akan meningkatkan jumlah dan

ukuran otot fast twitch fiber (Costil dalam Bafirman 2013).

2. Fisiologi dan Metabolisme olahraga

Fisiologi olahraga adalah ilmu tentang perubahan-perubahan

fungsional yang terjadi sebagai respons terhadap satu sesi olahraga dan

adaptasi yang terjadi akibat sesi-sesi olahraga yang berulang teratur.

Olahraga pada awalnya mengganggu homeostasis. Perubahan-

perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap olahraga adalah upaya


tubuh untuk memenuhi keharusan mempertahankan homeostasis ketika

tuntutan terhadap tubuh meningkat. Olahraga sering memerlukan

koordinasi berkepanjangan diantara berbagai sistem tubuh, termasuk

sistem otot, tulang, saraf, sirkulasi, pernapasan, kemih, integument (kulit),

dan endokrin (pembentukan hormon) (Sherwood, 2013).

3. Manfaat Olahraga

Menurut Giriwijoyo dan Sidik (2012), olahraga pada umumnya

bermanfaat untuk memelihara dan meningkatkan mobilitas dan

kemandirian gerak (sehat dinamis) untuk memelihara dan meningkatkan

kemandirian dalam perikehidupan bio-psiko-sosialogik manusia.

Tambahnya, olahraga mencegah, menghambat perjalanan, dan

meringankan gejala-gejala penyakit non-infeksi, termasuk menyembuhkan

penyakit kelemahan fisik serta mengendalikan berat badan bersamaan

dengan pengaturan diet, meningkatkan semangat dan kualitas tidur.

Olahraga yang kita lakukan dengan baik dan benar dalam porsi

dan prosedur latihan yang tepat, baik secara langsung maupun tidak

langsung, akan membawa hasil positif bagi kesehatan fisik juga psikis bagi

pelakunya. Penting bagi kita untuk menjaga kesehatan tubuh agar tidak

menimbun penyakit di kemudian hari, akibat pola hidup yang tidak kita

kontrol, dan tidak diimbangi dengan olahraga. Sesuai dengan anjuran

para ahli, terlalu jarang bergerak, tidak akan membuat tubuh kita merasa
segar dan ini dapat berakibat pada labilnya keadaan struktur tulang

(Muliadin, 2009).

Latihan beragam yang dilakukan secara bijaksana dan

pengaturan berat badan menunjukkan bahwa orang dapat

mempertahankan kebugaran tubuh yang sesuai dan memiliki keuntungan

tambahan, yaitu hidup lebih panjang (Guyton dan Hall, 2014).

Berbagai jenis olahraga dapat menjadi pilihan untuk memelihara

kebugaran tubuh. Namun demikian, hal yang penting untuk diperhatikan

dalam merencanakan kegiatan berolahraga adalah setidaknya memenuhi

4 kriteria, yaitu frekuensi berolahraga, intensitas/beratnya latihan, jenis

kegiatan olahraga dan lama waktu berolahraga (Muliadin, 2009).

4. Pembagian Olahraga (latihan fisik)

Menurut Tifani (2012), olahraga adalah proses sistematik yang

berupa segala kegiatan atau usaha untuk mengembangkan dan membina

potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang dalam bentuk

permainan, perlombaan/ pertandingan dan kegiatan jasmani yang intensif

untuk memperoleh rekreasi, kemenangan dan prestasi. Pendidikan

olahraga dibagi menjadi 3, yaitu:


a. Olahraga pendidikan

Olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses

pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh

pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan

kebugaran jasmani.

b. Olahraga rekreasi

Olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan

kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang

sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat

untuk kesehatan, kebugaran dan kegembiraan.

c. Olahraga prestasi

Olahraga yang membina dan mengembangkan

olahragawan secara terencana, berjenjang dan berkelanjutan

melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan

ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.


5. Lama, Jenis dan Bentuk Latihan Fisik

Olahraga mempunyai format atau aturan atau pola tertentu.

Format olahraga yang harus dipenuhi untuk tetap segar dan bugar adalah

frekuensi, intensitas, tempo dan tipe olahraga. Frekuensi ialah beberapa

kali seminggu olahraga dilakukan agar memberi efek latihan.Sedangkan

intensitas mengandung arti berat beban latihan yang diberikan agar

memberi efek tanpa membahayakan.Tempo latihan adalah jangka waktu

atau lamanya latihan dilakukan agar memberikan manfaat (Kusmana,

2006).

Suatu dosis latihan fisik (DLF) yang baik, harus memenuhi

beberapa komponen, yaitu durasi latihan, intensitas latihan, frekuensi

latihan, dan metode latihan (Muliadin, 2009):

a. Durasi latihan

Durasi latihan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan sampai

latihan berakhir.Pada manusia, durasi latihan minimal 15 menit setiap kali

latihan atau satu sesi latihan dianjurkan dalam upaya untuk meningkatkan

kesehatan (Kent, 1994 dalam Nukhrawi, 2008 dalam Muliadin, 2009).

Lama latihan antara 20 30 menit sudah cukup memberikan

memberikan peningkatan kemampuan tubuh sebanyak 35%, bila

dilakukan 3 kali seminggu dalam jangka waktu satu setengah bulan

(Kusmana, 2006).
b. Intensitas latihan

Intensitas menentukan beban kerja yang dapat memberikan

perubahan terhadap sistem tubuh. Ada beberapa cara untuk menentukan

intensitas latihan antara lain; metode asam laktat, pengukuran respon

kardiovaskuler terhadap latihan atau berdasarkan ambang anaerobik

(Muliadin, 2009).

Menurut Kusmana (2006), berat beban dijabarkan dengan denyut

jantung antara 70 85 % deri denyut jantung maksimal. Dengan demikian

olahraga sudah cukup memperbaiki atau meningkatkan kemampuan

jantung bila diberi beban antara 60 80 % atau dengan aturan denyut

jantung antara 70 85 % dari denyut jantung maksimal. Tambahnya, bila

latihan dilakukan sampai denyut jantung maksimal akan menyebabkan

kelelahan dan membahayakan. Sebaliknya jika beban latihan di bawah

70% maka efek latihan sangat sedikit atau kurang bermanfaat bagi

jantung khususnya bagi orang sehat.

c. Frekuensi latihan

Frekuensi latihan sama artinya dengan kepadatan latihan (density

of training). Frekuensi latihan tersebut merupakan hubungan antara kerja

dan istirahat, atau ada hari latihan dan ada hari istirahat.Waktu latihan dan

istirahat yang seimbang menghindar dari keadaan yang melelahkan dan

overtraining.Hal ini dapat tercapai karena adanya perbandingan yang


optimal antara respon tubuh terhadap dosis latihan anaerobic dan waktu

yang ditetapkan untuk pemulihan (Muliadin, 2009).

Menurut Kusmana (2006), olahraga yang dilakukan 3 kali

seminggu sudah cukup untuk memelihara kebugaran dan jika dilakukan

melebihi 5 kali seminggu maka akan menimbulkan berbagai komplikasi

baik secara psikologis maupun fisiologis bahkan sering timbul beban

mental kalau tidak berolahraga atau timbul cedera pada tungkai bila

olahraganya cukup berat. Tambahnya, frekuensi latihan minimal 3 kali

seminggu pada hari yang bergantian, dapat meningkatkan kebugaran

karena badan memerlukan pemulihan selesai berolahraga sehingga satu

hari olahraga dan hari lainnya tidak, cukup memberi kesempatan kepada

otot dan persendian untuk memulihkan diri.

d. Tipe olahraga

Berdasarkan sistem metabolisme tubuh, maka dalam penelitian

ini digunakan latihan fisik berupa futsal, yaitu olahraga yang dilakukan di

lapangan kecil dengan jumlah pemain 5 orang per kelompok.Futsal

pertama kali diperkenalkan di Brazil pada tahun 1930. Olahraga futsal

dilakukan pada lapangan seluas 40 x 20 m dengan durasi 2 x 20 menit

(Alvarez dkk., 2008).Futsal merupakan salah satu dari jenis latihan

aerobik.
Latihan merupakan suatu stres yang terbukti mengakibatkan

inflamasi pada tubuh sehingga terjadi perubahan sel-sel kekebalan tubuh

akibat infeksi dan kerusakan otot. Konsentrasi kortisol meningkat saat

latihan dilakukan dalam durasi yang panjang akibat dari akumulasi stres

yang meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi dari kortisol

sebagai anti inflamasi dan anti imunosupresif. Latihan yang lama akan

mengurangi cadangan glikogen otot, dan hal tersebut akan merangsang

peningkatan sekresi kortisol, karena kortisol berperan dalam memelihara

kadar glukosa darah (Cordova et al.dalam Gunawanet al., 2013).

6. Tahap-tahap latihan fisik

Latihan fisik (olahraga) yang harus dilakukan agar dapat

meningkatkan kebugaran tubuh dalam satu sesi latihan (Muliadin, 2009)

yaitu:

Tahap I Warming-Up (selama 10 menit)

Pada tahap ini rangkaian gerak pemanasan meliputi lari-lari

kecil,stretching, kalestenik dan aktifitas formal.

Tahap II Condisioning

Tahap ini merupakan inti latihan berupa rangkaian gerak yang

dipilih, yakni melakukan lari (jogging) selama 20 menit terus menerus

tanpa berhenti dengan gerakan yang benar, yakni irama langkah ajeg,
menapak dengan ujung-ujung kaki lebih dahulu dan bernafas secara

teratur.

Tahap III Cooling Down (selama 5 menit)

Rangkaian gerak yang dilakukan pada tahap ini meliputi aerobik

ringan, misalnya berjalan ditempat atau jogging lambat dan stretching

sehingga kondisi tubuh kembali normal yang ditandai dengan menurunnya

detak jantung seperti sebelum berlatih, semakin lambatnya frekuensi

pernapasan, dan berkurang keringat.

B. Tinjauan Tentang Irama Sirkardian

Irama sirkardian(dalam sehari)atau irama diurnal (siang

malam) merupakan fluktuasi yang ditandai oleh osilasi berulang kadar

hormon yang teratur dan bersiklus satu kali 24 jam. Irama sirkardian

sinkron dengan fenomena ritmis sinyal eksternal yaitu siklus terang dan

gelap, dimana sekresi kortisol meningkat pada malam hari dan puncaknya

pada pagi hari sebelum terjaga, kemudian turun sepanjang hari sampai

titik terendah menjelang tidur malam. Jam biologis induk yang berfungsi

sebagai pemacu untuk irama sirkardian tubuh adalah suprakiasmatik

nukleus (SCN) (Sherwood, 2013).

Informasi fotik ditransmisikan dari mata ke SCN, dari SCN ke inti

paraventrikular (PVN) dari hipotalamus, kemudian ke kelenjar pineal

melalui jalur multisynaptic. Melatonin disekresikan pada malam hari dan


ditekan oleh cahaya siang hari. Karena reseptor melatonin terdapat di

sebagian besar organ, kelenjar, dan jaringan, melatonin mengatur pola

sirkadian dari sekresi hormon, termasuk kortisol, siklus istirahat-aktivitas,

dan suhu tubuh inti (Lemaitre, 2010).

C. Tinjauan Tentang Kortisol

1. Kortisol (Hormon Glukokortikoid)

Kortisol merupakan glukokortikoid utama yang berperan dalam

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Sherwood, 2013).

Glukokortikoid merupakan salah satu hormon yang disekresikan oleh

kelenjar korteks adrenal. Sedikitnya 95 % aktivitas glukokortikoid dari

sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal

juga sebagai hidrokortison. Namun sebagian kecil dari aktivitas

glukokortikoid yang cukup bermakna disediakan oleh hormon

kortikosteron (Guyton dan Hall, 2014).

Kortisol disekresi oleh korteks adrenal yang berasal dari kelenjar

endokrin perifer. Banyak sistem kontrol endokrin melibatkan refleks

neuroendokrin, yang mencakup baik komponen saraf maupun hormon.

Tujuan refleks semacam ini adalah menghasilkan peningkatan mendadak

sekresi hormon sebagai respon terhadap rangsangan eksternal terhadap

tubuh (Guyton dan Hall, 2014). Impuls saraf ke kelenjar endokrin menjadi

satu-satunya faktor yang mengatur sekresi hormon, seperti sekresi


epinefrin oleh medula adrenal dikontrol semata-mata oleh sistem saraf

simpatis (Ganong, 2008).

Kortisol seperti hormon steroid lainnya membawa pengaruhnya

dengan pertama kali berinteraksi dengan reseptor intrasel pada sel target,

oleh karena kortisol adalah hormon yang larut lemak, maka dari itu kortisol

mudah berdifusi melalui membran sel. Setelah berada di dalam sel,

kortisol berikatan dengan reseptor protein didalam sitoplasma, selanjutnya

kompleks hormon reseptor berinteraksi dengan urutan DNA pengatur

spesifik yang disebut elemen respons glukokortikoid untuk

membangkitkan transkipsi gen (Guyton dan Hall, 2014).

Perubahan emosi atau stress akan merangsang hipotalamus

untuk mensekresikan corticotropin- releasing hormone (CRH) yang

menyebabkan kelenjar hipofisis mensekresikan acdrenocorticotropin

releasing hormone (ACTH). ACTH akan merangsang medula adrenal

untuk mensekresikan glukorkortikoid (McArdle dalam Gunawan et al.,

2013).

Hampir setiap jenis stres fisik maupun stres mental dalam waktu

beberapa menit saja dapat meningkatkan ACTH dan akibatnya sekresi

kortisol juga sangat meningkat, bahkan hingga sampai 20 kali lipat. Stres

mental dapat menyebabkan peningkatan secara cepat sekresi ACTH.,

keadaan ini dianggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem

limbik, yang kemudian menjalarkan sinyalnya ke bagian posterior medial


hipotalamus. Kortisol memiliki efek umpan balik negatif langsung terhadap

hipotalamus untuk menurunkan pembentukan CRH dan kelenjar hipofisis

anterior untuk menurunkan pembentukan ACTH. Kedua umpan balik

tersebut membantu menjaga kadar kortisol dalam plasma (Guyton dan

Hall, 2014).

Gambar 2. Mekanisme regulasi sekresi CRF/CRH, ACTH


dan kortisol (Guyton dan Hall, 2014)

Kecepatan sekresi CRH, ACTH, dan kortisol semuanya tinggi

pada awal pagi hari, tetapi rendah pada akhir sore hari. Kadar kortisol

plasma paling tinggi kira-kira 20 g/dl satu jam sebelum matahari terbit di

pagi hari dan paling rendah kira-kira 5 g/dl sekitar tengah malam. Efek ini

dihasilkan dari perubahan siklus sinyal dari hipotalamus selama 24 jam,


yang menimbulkan sekresi kortisol. Bila seseorang mengubah kebiasaan

tidur sehari-hari, maka akan menimbulkan perubahan siklus juga. Oleh

karena itu, pengukuran kadar kortisol dalam darah hanya akan berarti

apabila dinyatakan dalam ukuran waktu dari siklus sewaktu pengukuran

dilakukan (Guyton dan Hall, 2014).

2. Efek Hormon Kortisol (Glukokortikoid)

Hormon glukorkortikoid memiliki beberapa efek terhadap sistem

metabolisme tubuh maupun efek fisiologis lainnya.

a. Efek metabolisme

1) Metabolisme karbohidrat

Hormon glukokortikoid merangsang glukoneogenesis yang

mengacu pada perubahan sumber-sumber non karbohidrat

seperti asam amino menjadi karbohidrat di hati. Terjadi di saat

diantara waktu makan dan sewaktu puasa, saat tidak ada nutrien

baru yang diserap dalam darah untuk digunakan dan disimpan,

glikogen di hati akan terurai habis menjadi glukosa untuk

dibebaskan dalam darah (Sherwood, 2013).


Kortisol juga menyebabkan penurunan pemakaian glukosa

oleh kebanyakan sel tubuh. Walaupun penyebab penurunan ini

masih belum diketahui dengan jelas. Dugaan mekanisme ini

didasarkan pada pengamatan yang menunjukkan bahwa

glukokortikoid menekan oksidasi nikotinamid adenin dinukleotida

(NADH) untuk membentuk NAD+, karena NADH harus dioksidasi

agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam

mengurangi pemakaian glukosa oleh sel (Guyton dan Hall, 2014).

Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan berkurangnya

kecepatan pemakaian glukosa darah oleh sel-sel dapat

meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Peningkatan glukosa

darah yang kadang cukup besar merupakan suatu keadaan yang

disebut diabetes adrenal. Pada keadaan diabetes adrenal,

pemberian insulin sedikit menurunkan tingginya konsentrasi

glukosa darah.

2) Metabolisme lemak

Hormon glukokortikoid juga meningkatkan lipolisis atau

penguraian cadangan lemak di jaringan adiposa, sehingga terjadi

pembebasan asam-asam lemak dalam darah. Asam-asam lemak

yang dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar

metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat memanfaatkan

sumber energi ini sebagai penganti glukosa, sehingga glukosa

dapat dihemat untuk otak (Sherwood,2013).


3) Metabolisme protein

Hormon glukokortikoid merangsang penguraian protein

dibanyak jaringan, terutama otot. Dengan menguraikan protein

otot menjadi asam-asam amino konstituennya kortisol akan

meningkatkan kadar asam amino darah. Asam-asam amino yang

dimobilisasai ini telah siap digunakan untuk glukoneogenesis atau

dipakai ditempat lain yang memerlukannya, misalnya untuk

memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel yang

baru (Sherwood, 2013).

b. Efek permisif

Glukokortikoid harus tersedia dalam jumlah kecil agar sejumlah

reaksi metabolik dapat berlangsung, walaupun glukokortikoid sendiri tidak

menimbulkan reaksi tersebut, efek ini yang disebut dengan efek permisif.

Efek permisif mencakup kebutuhan tersedianya glukokortikoid agar

glukagon dan katekolamin dapat menimbulkan efek kalorigeniknya, yakni

agar katekolamin dapat menunjukkan efek lipolitiknya, dan agar

katekolamin menunjukkan respon peningkatan tekanan darah dan

bronkodilatasi (Ganong dalam Gunawan et al., 2013).


c. Efek dalam mengatasi stres

Kortisol berperan dalam adaptasi terhadap stres. Stres mengacu


pada respons umum nonspesifik tubuh terhadap faktor yang mengalahkan
atau yang akan mengalahkan kompensantorik tubuh dalam
mempertahankan homeostasis. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stres adalah

1) Fisik seperti trauma, pembedahan, panas atau dingin


2) Kimia, seperti penurunan pasokan oksigen,
ketidakseimbangan asam basa
3) Fisiologis seperti syok berat, olahraga berat, nyeri dan
pendarahan
4) Psikologis atau emosi seperti rasa cemas, ketakutan, dan
kesedihan
5) sosial seperti konflik pribadi, perubahan gaya hidup

(Sherwood, 2013).

d. Efek terhadap mekanisme pertahanan

1) supresi respon imun. Hormon glukokortikoid

menyebabkan penghancuran (lisis) limfosit yang

spesifk menurut tipe sel dan spesiesnya.

2) Supresi respon inflamasi dengan cara menurunkan

jumlah leukosit yang beredar dalam darah dan migrasi

leukosit jaringan, menghambat proliferasi fibroblast

dan menumpulkan produksi molekul-molekul anti

inflamasi yaitu prostaglandin dan leukotrien


3. Faktor yang mempengaruhi kadar kortisol

Kortisol berperan dalam adaptasi terhadap stres. Stres mengacu

pada respons umum nonspesifik tubuh terhadap faktor yang mengalahkan

atau yang akan mengalahkan kompensantorik tubuh dalam

mempertahankan homeostasis. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan

stres adalah

a) Fisik seperti trauma, pembedahan, panas atau dingin

b) Kimia, seperti penurunan pasokan oksigen, ketidak

seimbangan asam basa

c) Fisiologis seperti syok berat, olahraga berat, nyeri dan

pendarahan

d) Psikologis atau emosi seperti rasa cemas, ketakutan, dan

kesedihan

e) Sosial seperti konflik pribadi, perubahan gaya hidup

(Sherwood, 2013).

D. Hubungan Irama Sirkadian dengan Kortisol

Konsentrasi kortisol plasma memperlihatkan irama diurnal yang

khas, dengan kadar tertinggi terjadi pada pagi hari dan terendah pada

malam hari. Irama diurnal ini, yang intrinsik bagi sistem kontrol

hipotalamus-hipofisis, berkaitan terutama dengan siklus bangun-tidur

(Sherwood, 2013).
Gambar 2. Pola khas sekresi kortisol selama 24 jam (Guyton dan
Hall, 2014)

E. Hubungan Olahraga dengan Kortisol

Olahraga dapat menyebabkan perubahan emosi atau stres,

dimana hampir semua jenis stres, baik bersifat fisik atau neurogenik

meningkatkan sekresi ACTH oleh kelenjar hipofisis anterior yang diikuti

dengan peningkatan sekresi hormon adrenokortikal berupa kortisol.

Sekresi kortisol sering kali sangat meningkat dalam keadaan stress

dengan penjelasan yang spekulatif tetapi masuk akal, bahwa

glukokortikoid dapat menyebabkan pengangkutan asam amino dan lemak

dengan cepat dari cadangan sel-selnya, sehingga dapat dipakai untuk

energi dan sintesis senyawa lain, termasuk glukosa, yang dibutuhkan oleh

berbagai jaringan tubuh yang berbeda. (Guyton dan Hall,

2014)(Sherwood, 2013).
Respon kortisol terhadap olahraga/latihan tergantung pada durasi

dan intensitas dari latihan. Secara umum latihan yang dilakukan dengan

intensitas moderat seperti aktifitas aerobik tidak terjadi perubahan kadar

kortisol dalam tubuh (Kraemer dalam Gunawanet al., 2013). Berdasarkan

hasil penelitian, didapatkan bahwa terjadi peningkatan sekresi kortisol

berdasarkan intensitas latihan dengan terjadinya lipolisis, proteolisis dan

ketogenesis. Peningkatan kortisol terjadi setelah latihan dengan durasi

yang lama seperti lari maraton atau latihan resistance yang intensif. Kadar

kortisol juga mengalami peningkatan sekitar 2 jam setelah latihan dengan

anggapan bahwa kortisol berperan dalam mengatur pemulihan jaringan

dan perbaikan jaringan yang rusak (McArdle dalam Gunawanet al., 2013).
F. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Latihan Futsal

Rangsangan
Stres Psikis
Simpatis Irama Sirkadian

Asupan Makanan
Hipothalamus
Pola Tidur

Melatonin

Hipofisis
Anterior

ACTH

Kadar Kortisol

Gambar 3. Kerangka Teori

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: jalur sirkadian

: siklus terang
G. Kerangka Konseptu
: siklus gelap
G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Rentang Waktu

Latihan Futsal Kadar Kortisol


Malam ACTH Serum

1. Umur 1. Aktivitas
2. Jenis kelamin 2. Pola Tidur
3. Pola Makan
4. Stres Psikis

Gambar 4. Kerangka Konseptual

H. Variabel Penelitian

1. Variable Independen : Latihan Futsal Malam

2. Variabel Prakondisi : Rentang Waktu

3. Variabel Antara : ACTH

4. Variabel Dependen : Kadar Kortisol Serum

5. Variabel Kontrol : Umur dan Jenis Kelamin

6. Variabel Perancu : Aktivitas, Pola Tidur, Pola Makan dan Stres


Psikis.
I. Hipotesis

Kadar kortisol serum lebih meningkat pada olahraga futsal malam

dengan rentang waktu 9 - 11 malam pada individu dewasa muda

dibandingkan olahraga futsal pagi dengan rentang waktu 9 11 pagi pada

individu dewasa muda.

J. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Definisi Operasional

Definis ioperasional dalam penelitian ini meliputi:

1) Futsal adalah olahraga yang menggunakan bola futsal dalam

ruangan dengan lapangan kecil dan dilakukan pada malam

dan pagi (pukul 21.30 - 22.30 WITA dan pukul 09.30 - 10.30

WITA) selama 2 x 20 menit.

2) Kadar kortisol serum adalah jumlah total kortisol plasma yang

diambil dari vena mediana cubiti yang dinyatakan dalam

satuan mikro gram per desi liter (g/dL).

b. KriteriaObjektif

Kortisol Plasma :

8 pagi 12 siang : 5 25g/dL

12 siang 8 malam : 5 - 15g/dL

8 malam 8 pagi : 0 10 g/dL


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan

metode penelitian quasy experimental dengan desain pretest posttest

control group, terdapat dua grup yang dilakukan pengukuran pretest dan

posttest, yaitu grup kontrol tanpa diberikan intervensi dan grup eksperimen

yang diberikan intervensi (Soegiyono, 2010).

O1 X O2
Kelompok Futsal
Jam 9 11 malam

O3 O4

O1 X O2
Kelompok Futsal
Jam 9 - 11 pagi

O3 O4

Gambar 5. Desain Penelitian


Keterangan:

O1 : Pretest pada grup perlakuan

O2 : Posttest pada grup perlakuan

O3 : Pretest pada grup kontrol

O4 : Postest pada grup kontrol

X : Intervensi olahraga futsal

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret April 2015

yang diawali dengan pengumpulan sampel sampai terpenuhinya jumlah

sampel. Pengambilan sampel darah akan dilakukan di lapangan olahraga

futsal dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium Rumah Sakit Pendidikan

Universitas Hasanuddin Makassar.

C. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Soegiyono, 2010). Karakteristik dalam penelitian ini

adalah dewasa muda dan sehat secara fisik.


D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,

2007). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

Perkiraan besar sampel minimum dan subyek yang diteliti

dihitung dengan menggunakan rumus:

n=[ ]

Keterangan:

n = jumlah sampel minimum

z = deviat baku normal; = 0,05; z = 1,645

z = power; = 0,10; z = 1,282

Sd = simpangan baku dari rerata selisih

d = perbedaan klinis (clinical judgment)

Nilai simpangan baku (Sd) dan perbedaan klinis (d) dianggap sama

sehingga jumlah minimal sampel yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

n = (1,645 + 1,282)2

n=9

Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out:


n =

dimana n adalah besar sampel minimum dan f adalah perkiraan proporsi

drop out yang diperkirakan 10% (f = 0,1), sehingga jumlah subyek

minimum yang direncanakan diteliti adalah:

n =

n = 10

Maka jumlah sampel ditetapkan sebanyak 40 individu dewasa

muda yang memenuhi kriteria inklusi yang dibagi menjadi 4 kelompok.

E. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

a. Kriteria inklusi, yaitu :

1) Dewasa dalam keadaan sehat

2) Jenis kelamin laki-laki berumur 18 24 tahun

3) Menandatangani Inform Concent (Lembar PSP)

4) Tidak melakukan futsal minimal dua minggu sebelum penelitian

b. Kriteria eksklusi, yaitu :

1) Menjalankan diet

2) Mengkonsumsi obat-obatan (steroid, narkotika dan obat-obatan

terlarang)

3) Memiliki riwayat penyakit kronis

4) Merupakan perokok yang aktif


5) Memiliki kebiasaan begadang

6) Aktif mengkonsumsi minuman berkarbonasi

c. Kriteria drop out :

1) Mengalami keluhan pada saat pertandingan berlangsung

2) Tidak mengikuti sesi pertandingan futsal sampe akhir waktu

yang telah ditetapkan.

F. Izin Penelitian dan Kelaikan Etik

Izin penelitian akan diperoleh dari Komisi Etik Penelitian

Kedokteran pada Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar. Setelah mendapat izin, maka penelitian ini akan dilaksanankan

dengan memenuhi persyaratan etik yang telah ditetapkan.

Demi menghormati hak asasi subjek, maka dalam pelaksanaan

penelitian ini semua subjek penelitian akan diberi penjelasan tentang

maksud, tujuan, dan kegunaan penelitian. Setelah mendapat penjelasan

dan disetujui, subjek penelitian akan diminta untuk menandatangani Surat

Persetujuan Peserta Penelitian.


G. Pengumpulan Data

Untuk kelompok olahraga futsal jam 9 11 malam, pengumpulan

data pretest akan dilakukan pada pukul 21.00 WITA untuk grup intervensi

dan grup kontrol dan pengumpulan data posttest dilakukan pada pukul

23.00 WITA pada grup intervensi dan grup kontrol. Sedangkan kelompok

olahraga futsal jam 9 11 pagi, pengumpulan data pretest akan dilakukan

pada pukul 09.00 WITA untuk grup intervensi dan grup kontrol dan

pengumpulan data posttest dilakukan pada pukul 11.00 WITA pada grup

intervensi dan grup kontrol. Tempat pengambilan darah di daerah vena

mediana cubiti yang telah didesinfeksi dengan alkohol 70%, darah vena

akan diambil dengan menggunakan spoit dan langsung dimasukkan ke

dalam tabung untuk pemeriksaan kadar kortisol. Pengambilan darah vena

cubiti akan dilakukan oleh tenaga terlatih dari Laboratorium Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin Makassar.

H. Prosedur Kerja

Tahap 1

a. Mengumpulkan responden

b. Melakukan wawancara untuk memperoleh informasi tentang

karakteristik dan keadaan umum responden, meliputi umur,


aktivitas harian, riwayat penyakit dan diet yang dilakukan

dengan menggunakan panduan lembar kuesioner.

c. Mendapatkan responden yang memenuhi kriteria inklusi

d. Menyampaikan Inform concent.

e. Pemeriksaan kesehatan fisik responden, yaitu tanda-tanda

vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi,

frekuensi pernapasan dan suhu tubuh.

f. Menjelaskan prosedur penelitian kepada responden.

g. Meminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi

responden.

Tahap 2

a. Pemeriksaan kesehatan fisik responden, yaitu tanda-tanda vital

meliputi pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi

pernapasan dan suhu tubuh.

b. Melakukan tes hemoglobin (Hb), pemeriksaan EKG dan

pemeriksaan Spirometri.

c. Melakukan pengambilan sampel darah pretest dari vena

mediana cubiti pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi futsal pagi dan malam.

d. Melakukan pengamatan pasif pada kelompok futsal pagi dan

malam selama 2 x 20 menit.

e. Melakukan pengambilan sampel darah posttest pada kelompok

kontrol dan kelompok intervensi futsal pagi dan malam 30


menit setelah periode futsal 2 x 20 menit selesai, kemudian

menganalisis kadar kortisol.

f. Melakukan perbandingan kadar kortisol antara kelompok

kontrol dan kelompok intervensi futsal pagi dan malam.


I. Alur Penelitian

Populasi Dewasa Muda

Individu yang Memenuhi Kriteria Inklusi

Sampel

Ambil darah pukul Ambil darah pukul


09.00 WITA 21.00 WITA
Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi
N = 10 N = 10 N = 10 N = 10

Futsal pukul Futsal pukul


09.30-10.30 WITA 21.30-22.30 WITA

Ambil darah pukul Ambil darah pukul


11.00 WITA 23.00 WITA
Kortisol Kortisol
Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi
N = 10 N = 10 N = 10 N = 10

Kortisol Kortisol

Pengumpulan
Data

Analisis Data

Hasil

Gambar 6. Alur penelitian


J. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Setiap hasil penelitian akan dihitung jumlah frekuensi dan standar

deviasinya berdasarkan kriteria objektif secara univariat. Kemudian akan

dilakukan analisis bivariat untuk menghubungkan variabel.

Analisis ini akan dilakukan terhadap tiap variabel independen dan

variabel dependen dengan menggunakan uji t tidak berpasangan untuk

menentukan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

jika data berdistribusi normal dan uji Wilcoxon jika data tidak berdistribusi

normal dengan batas kemaknaan p > 0,05 melalui program komputer

SPSS 22.0
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian quasy

experimental dengan desain pretest posttest control group. Dimana subjek

akan dianamnesa terlebih dahulu dengan mengetahui umur, berat badan,

tinggi badan, tekanan darah, suhu, pernapasan, dan denyut jantung.

Populasi penelitian ini adalah seluruh laki-laki dewasa muda dengan

rentang usia 18-24 tahun, yang kemudian akan dibagi dalam empat

kelompok dimana dua kelompok diberi intervensi (kelompok yang

diberikan intervensi berupa olahraga futsal malam dan pagi selama 2 x 20

menit) sedangkan dua kelompok lainnya sebagai kelompok kontrol

(malam dan pagi). Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah intervensi

pada masing-masing kelompok intervensi dan kontrol.

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan mulai dari bulan Maret

Mei 2015, dengan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 40

responden, 2 orang diantaranya drop out, dan dari hasil analisis data

didapatkan 2 data yang merupakan out lier. Sehingga total responden

yang memenuhi kriteria sebanyak 36 orang.


Sebelum diberikan perlakuan, dilakukan pengambilan sampel

darah 30 menit sebelum intervensi untuk pemeriksaan kadar kortisol

serum. Demikian pula 30 menit setelah intervensi selesai dilakukan

pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar kortisol serum.

Semua sampel darah yang telah diambil, akan dilakukan proses sentrifuse

di RSPTN Universitas Hasanuddin untuk mengukur kadar kortisol serum.

Selanjutnya data diolah dan diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 1 Karakteristik Sampel Penelitian

(n = 40) Mean Std. Deviasi


Variabel Satuan
Min Max Median
Usia Tahun 18 24 21 20.62 1.61

Berat Badan Kg 43 84 52 55.50 9.48

Tinggi Badan Cm 156 174 165.50 165.85 3.91

Tekanan Darah 122 9.18


mm/Hg 105 140 120
Sistolik
Tekanan Darah 81.25 7.65
mm/Hg 70 100 80
Diastolik
Denyut Jantung bpm 53 123 76 75.87 13.86

Sumber: Data primer, 2015.

Dari tabel tersebut diperoleh gambaran karakteristik subyek

penelitian berupa nilai mean, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai

maksimum. Dari 40 subyek, terlihat rata-rata subyek penelitian berusia

antara 18 24 tahun dengan rata-rata standar deviasi 20.62 1.61


tahun. Berat badan subyek berkisar antara 43 84 kg dengan rata-rata

standar deviasi 55.50 9.48 kg.Tinggi badan subyek berkisar 156 174

cm dengan rata-rata standar deviasi 165.85 3.91 cm. Tekanan darah

sistolik subyek berkisar antara 105 140 mmHg dengan rata-rata

standar deviasi 122 9.18 mmHg. Tekanan darah diastolik subyek

berkisar antara 70 100 mmHg dengan rata-rata standar deviasi 81.25

7.65 mmHg. Denyut jantung berkisar antara 53 123 bpm dengan rata-

rata standar deviasi 75.87 13.86 bpm.

2. Pengaruh Latihan Futsal Malam Terhadap Kadar Kortisol Serum

Berdasarkan hasil uji normalitas (lampiran 4, tabel 2 dan 3)

diperoleh hasil bahwa data tidak berdistribusi normal, maka selanjutnya

dilakukan uji nonparametrik menggunakan analisis wilcoxon untuk melihat

adanya pengaruh latihan futsal terhadap produksi kadar kortisol serum,

sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2 Pengaruh Latihan Futsal Malam Terhadap Kadar Kortisol


Serum

Median (Min/Max) Nilai


Kelompok n p*
Pretest Posttest Perubahan

5.91 4.95 -0.87 0.678


Futsal 10
(2.79/32.17) (0.63/54.57) (-12.26/25.15)

5.18 1.50 -0.03 1.000


Kontrol 8
(0.71/54.41) (0.73/60.56) (-9.18/6.15)
Sumber : Data Primer, 2015
Keterangan: nilai p* = hasil uji Wilcoxon

Nilai tengah kadar kortisol serum pada kelompok futsal malam

pada pengambilan sampel sebelum intervensi futsal menunjukkan nilai


sebesar 5.91 nmol/L, dan untuk pengambilan sampel setelah intervensi

futsal menunjukkan nilai sebesar 4.95 nmol/L, serta nilai tengah pada

perubahan kadar kortisol yaitu sebesar -0.43 nmol/L. Selanjutnya, pada uji

statistik dengan menggunakan Uji Wilcoxon untuk kelompok ini diperoleh

nilai sebesar 0.678 atau nilai p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat perubahan yang bermakna kadar kortisol serum sebelum dan

setelah intervensi futsal pada malam hari.

Pada kelompok kontrol diperoleh nilai tengah kadar kortisol serum

pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai sebesar 5.18 nmol/L,

dan untuk pengambilan sampel berikutnya menunjukkan nilai sebesar

1.50 nmol/L, serta nilai tengah pada perubahan kadar kortisol serum yaitu

sebesar -0.03 nmol/L. Selanjutnya, pada uji statistik dengan

menggunakan uji wilcoxon untuk kelompok ini diperoleh nilai sebesar

1.000 atau nilai p > 0.05. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat

perubahan yang bermakna kadar kortisol serum antara pukul 09.00 PM

dengan pengambilan darah pukul 11.00 PM, sebagaimana yang

ditunjukkan pada gambar berikut.


Gambar 7. Grafik Linear Perubahan Kadar Kortisol
Serum Futsal Malam.

3. Pengaruh Latihan Futsal Pagi Terhadap Kadar Kortisol Serum

Berdasarkan hasil uji normalitas (lampiran 4, tabel 8 dan 9)

diperoleh hasil bahwa data tidak berdistribusi normal pada kelompok futsal

pagi, maka selanjutnya dilakukan uji wilcoxon untuk melihat adanya

pengaruh latihan futsal terhadap kadar kortisol serum, begitupun pada

kelompok kontrol pagi diperoleh hasil bahwa data tidak berdistribusi

normal maka selanjutnya dilakukan uji wilcoxon, sebagaimana yang

ditunjukkan pada tabel berikut.


Tabel 3 Pengaruh Latihan Futsal Pagi Terhadap Kadar Kortisol
Serum

Median (Min/Max) Nilai


Kelompok n p*
Pretest Posttest Perubahan

5.99 6.97 1.63 0.508


Futsal 10
(1.97/92.31) (1.23/95.65) (-4.66/25.30)

4.43 7.96 2.89 0.003b


Kontrol 8
(2.66/12.61) (5.11/14.16) (0.59/5.33)
Sumber: Data Primer, 2015
a b
Keterangan: nilai p = hasil uji Wilcoxon, p = hasil uji Paired-Samples T Test

Nilai tengah kadar kortisol serum pada kelompok futsal pagi pada

pengambilan sampel sebelum intervensi futsal menunjukkan nilai sebesar

5.99 nmol/L, dan untuk pengambilan sampel setelah intervensi

menunjukkan nilai sebesar 6.97 nmol/L, serta nilai tengah perubahan

kortisol serum yaitu sebesar 1.63 nmol/L. Selanjutnya, pada uji statistik

dengan menggunakan Uji Wilcoxon untuk kelompok ini diperoleh nilai

sebesar 0.508 atau nilai p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat perubahan yang bermakna kadar kortisol serum sebelum dan

setelah intervensi futsal pada pagi hari.

Pada kelompok kontrol diperoleh nilai tengah kadar kortisol serum

pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai sebesar 4.43 nmol/L,

dan untuk pengambilan sampel berikutnya menunjukkan nilai sebesar

7.96 nmol/L, serta nilai tengah perubahan kadar kortisol serum yaitu

sebesar 2.89 nmol/L. Selanjutnya pada uji statistik dengan menggunakan

Paired-Samples T Test untuk kelompok ini diperoleh nilai sebesar 0.003

atau nilai p < 0.05. Hal ini menandakan bahwa terdapat perubahan yang
bermakna kadar kortisol serum antara pukul 09.00 AM dengan

pengambilan darah pukul 11.00 AM, sebagaimana yang ditunjukkan pada

gambar berikut.

Gambar 8. Grafik Linear Perubahan Kadar Kortisol


Serum Futsal Pagi

4. Perbandingan Perubahan Futsal Malam dan Pagi Terhadap Kadar


Kortisol serum

Hasil uji normalitas (lampiran 4, tabel 14 dan 15) menunjukkan

bahwa sebaran data tidak berdistribusi normal, sehingga untuk uji

perbandingan dilakukan nonparametric tests untuk melihat perbandingan

perubahan kadar kortisol serum pada kelompok futsal malam dan pagi,

sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut.


Tabel 4 Perbandingan Perubahan Futsal Malam dan Pagi
Terhadap Kadar Kortisol Serum

Kelompok Median(min/max) Nilai p*


N
Futsal Perubahan

Malam 10 -0.87(-12.26/25.15)
0.253
Pagi 8 1.63(-4.66/25.30)

Sumber: Data Primer, 2015


Keterangan: nila p* = hasil uji mann-whitney test

Dari hasil tabel tersebut di atas terlihat bahwa nilai tengah

perubahan untuk kelompok futsal malam adalah sebesar -0.87 nmol/L,

dan untuk kelompok futsal pagi sebesar 1.63 nmol/L. Selanjutnya, pada uji

statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test diperoleh nilai

sebesar 0.253 atau nilai p > 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat

perubahan yang bermakna antara kadar kortisol serum pada kelompok

futsal malam dan pagi, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar

berikut:
Gambar 9. Grafik Boxplot Perbandingan Perubahan Kadar
Kortisol Serum Pada Kelompok Futsal Malam
dan Pagi

Untuk perbandingan perubahan sirkadian malam dan pagi

terhadap kadar kortisol serum. Hasil uji normalitas (lampiran 4, tabel 17

dan 18) menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal, sehingga

untuk uji perbandingan dilakukan Independent Sample T-test untuk

melihat perbandingan kadar kortisol serum pada kelompok kontrol malam

dan pagi, sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 5 Perbandingan Perubahan Kontrol Malam dan Pagi


Terhadap Kadar Kortisol Serum

Kelompok Mean Std. Deviasi Nilai p*


n
Sirkadian Perubahan

Malam 8 -0.29 4.86


0.105
Pagi 8 2.87 1.77

Sumber: Data Primer, 2015


Keterangan: nila p* = uji independent sample t-test
Dari hasil tabel tersebut di atas terlihat bahwa rata-rata perubahan

untuk kelompok kontrol malam adalah sebesar -0.29 nmol/L, dan untuk

kelompok kontrol pagi sebesar 2.87 nmol/L. selanjutnya, pada uji statistik

dengan menggunakan Independen Sample T-test diperoleh nilai sebesar

0.105 atau nilai p > 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara kadar kortisol serum pada kelompok kontrol malam

dan pagi, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 10. Grafik Boxplot Perbandingan Perubahan Kadar


Kortisol Serum Pada Kelompok Kontrol Malam
dan Pagi
B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh

olahraga futsal terhadap kadar kortisol serum pada individu dewasa muda.

Waktu olahraga dibagi menjadi dua waktu, yaitu malam (pukul 21.00 -

23.00 WITA) dan pagi (pukul 09.00 - 11.00 WITA). Serta, terdapat dua

grup yang dilakukan pengukuran pretest dan posttest terhadap kadar

krtisol serum, yaitu grup kontrol tanpa diberikan intervensi dan grup

eksperimen yang diberikan intervensi.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan

metode penelitian quasy experimental dengan desain pretest posttest

control group.

1. Kadar Kortisol Serum Pada Kelompok Futsal Malam dan

Kelompok Kontrol Malam

Kadar kortisol serum pada kelompok intervensi futsal malam

sebagaimana yang juga terlihat pada tabel 2 menunjukkan nilai median

perubahannya sebesar -0,87 nmol/L, nilai median untuk pengambilan

darah sebelum intervensi sebesar 5,91 nmol/L, dan nilai median setelah

intervensi futsal sebesar 4,95 nmol/L. Akan tetapi, berdasarkan uji statistik

yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang

bermakna untuk kelompok futsal malam dengan nilai P= 0,678 atau lebih

besar dari 0,05. Hal ini dapat disebabkan karena intensitas latihan yang

rendah dengan durasi yang singkat yaitu 2 x 20 menit, sehingga


perubahan kadar kortisol serum sebelum dan setelah intervensi tidak

terlihat begitu nyata.

Kadar kortisol serum pada kelompok kontrol malam sebagaimana

pada tabel 2 menunjukkan nilai median perubahannya sebesar -0,03

nmol/L. Dimana pengambilan sampel darah pada pukul 21.00 WITA

memiliki nilai median sebesar 5,18 nmol/L dan pada pukul 23.00 WITA

dengan nilai median sebesar 1,50 nmol/L. Berdasarkan dengan uji statistik

yang dilakukan bahwa tidak terdapat perubahan yang bermakna antara

pengambilan sampel pada pukul 21.00 WITA dengan pukul 23.00 WITA

dengan nilai P=1,000 atau lebih besar dari 0,05. Hal ini disebabkan oleh

tidak adanya perlakuan yang diberikan untuk memicu peningkatan kadar

kortisol serum, disamping itu waktu malam juga merupakan periode

sirkadian yang menekan sekresi hormon tersebut.

2. Kadar Kortisol Serum Pada Kelompok Futsal Pagi dan Kelompok

Kontrol Pagi

Kadar kortisol serum pada kelompok futsal pagi sebagaimana

yang tertera pada tabel 3 menunjukkan nilai median perubahan kadar

kortisol serum sebesar 1,63 nmol/L, dimana nilai median untuk

pengambilan darah sebelum intervensi sebesar 5,99 nmol/L, sedangkan

nilai median setelah intervensi sebesar 6,97 nmol/L. Akan tetapi,

berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak

terdapat perubahan yang bermakna untuk kelompok futsal pagi dengan


nilai P= 0,508 atau lebih besar dari 0,05. Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Budde et al. (2015) bahwa respon akut pada latihan

tidak mampu meningkatkan kadar kortisol secara signifikan. Walaupun,

secara teori Guyton dan Hall (2014), menyatakan bahwa terjadi

peningkatan kadar kortisol serum pada pagi hari. Sehingga, ketika ada

stimulus berupa latihan maka akan meningkatkan sekresi kadar hormon

kortisol.

Kadar kortisol serum pada kelompok kontrol pagi sebagaimana

pada tabel 3 menunjukkan adanya nilai median perubahan kadar kortisol

serum sebesar 2,89 nmol/L. Dimana pengambilan sampel darah pada

pukul 09.00 WITA memiliki nilai median sebesar 4,43 nmol/L dan pada

pukul 11.00 WITA dengan nilai median sebesar 7,96 nmol/L. Berdasarkan

dengan uji statistik yang dilakukan bahwa terdapat perubahan yang

bermakna antara pengambilan sampel pada pukul 09.00 dengan pukul

11.00 dimana diperoleh nilai P = 0,003 atau lebih kecil dari 0,05. Hal ini

disebabkan karena pagi hari merupakan siklus sirkadian dimana kadar

sekresi kortisol berada pada level tertinggi. Sekresi kortisol serum mulai

meningkat pada pertengahan malam hari, mencapai puncaknya pada pagi

hari (Sherwood, 2013). Selain dari itu, kemungkinan peningkatan ini

disebabkan adanya faktor lain yang dapat meningkatkan sekresi kortisol,

yaitu stres psikologis. Gejala secara psikologis individu yang mengalami

stress, antara lain ditandai oleh: perasaan selalu gugup dan cemas, peka

dan mudah tersinggung, gelisah, kelelahan yang hebat, enggan


melakukan kegiatan, kemampuan kerja dan penampilan menurun,

perasaan takut, pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya spontanitas,

mengasingkan diri dari kelompok, dan pobia (Waitz et al. dalam

Sukadiyanto, 2010).

3. Perbandingan Pengaruh Futsal Malam dan Pagi Terhadap kadar

Kortisol Serum

Berdasarkan tabel 4 diketahui nilai median perubahan kelompok

futsal malam sebesar -0,87 nmol/L, sedangkan untuk kelompok futsal pagi

memiliki nilai median perubahan sebesar 1,63 nmol/L. Berdasarkan hasil

uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan Mann-Whitney Test

diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara

kedua kelompok ini dengan nilai P sebesar 0,253 atau lebih besar dari

0,05. Hal ini dapat disebabkan karena intensitas latihan yang rendah

dengan durasi yang singkat yaitu 2 x 20 menit, sehingga perubahan kadar

kortisol serum pada kedua kelompok ini tidak terlihat begitu nyata serta

jumlah sampel yang sedikit.

Untuk perbandingan pengaruh waktu malam dan pagi terhadap

kadar kortisol serum. Berdasarkan tabel 5 diketahui nilai rata-rata

perubahan kelompok kontrol malam sebesar -0,29 nmol/L, sedangkan

untuk kelompok kontrol pagi memiliki nilai rata-rata perubahan sebesar

2,87 nmol/L, yang menunjukkan bahwa nilai perubahan kadar kortisol

serum pada kelompok kontrol pagi lebih besar dibandingkan kelompok


kontrol malam. Namun, berdasarkan hasil uji statistik yang menggunakan

Independent Sample T-test diperoleh hasil bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini dengan nilai P

sebesar 0.105 atau lebih besar dari 0,05.

Walaupun tidak terdapat perbedaan yang bermakna, namun nilai

rata-rata perubahan pada kedua kelompok ini menunjukkan bahwa waktu

sangat berpengaruh terhadap sekresi kortisol. Hal ini disebabkan karena

pada malam hari terjadi metabolisme anabolisme yakni suatu proses

tubuh dalam mempersiapkan/membentuk energi untuk keesokan hari

serta memperbaiki kerusakan sel akibat aktifitas di siang hari sehingga

sekresi kadar kortisol cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan teori

yang dikemukakan (Ganong, 2008) (Guyton dan Hall, 2014) (Sherwood,

2013) bahwa waktu malam, yang merupakan bagian dari irama sirkardian,

secara fisiologi merupakan waktu terbaik bagi tubuh untuk memperbaiki

kerusakan sel dan jaringan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan

sebagai produk samping metabolisme selama beraktifitas siang, serta

sekresi kortisol semuanya tinggi pada awal pagi hari, sekitar 75%

pembentukan kortisol terjadi antara pukul 4 dan 10 pagi tetapi rendah

pada akhir sore hari antara pukul 5 sore dan pukul 1 malam.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa futsal malam dan pagi dengan intensitas rendah

hingga sedang dan dengan durasi 2 x 20 menit tidak mempengaruhi kadar

kortisol serum, hal ini dibuktikan dengan:

1. Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada kelompok futsal malam

dan kontrol malam.

2. Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada kelompok futsal pagi

dan kontrol pagi.

3. Tidak terdapat perbedaan perubahan yang signifikan antara kelompok

futsal malam dan futsal pagi.

B. Saran

Adapun Saran yang dapat diajukan adalah

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang

lebih banyak agar mendapatkan hasil yang lebih memadai.

2. Sebaiknya juga perlu tambahan tenaga medis pada saat

pengambilan darah sebelum dan setelah intervensi agar terjadi


persamaan waktu pengambilan darah pada masing-masing

responden.

3. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya dalam pemilihan responden

harus homogen antara kelompok intervensi dan kontrol agar tidak

merancu hasil penelitian.

4. Selain dari itu asupan makanan, pola tidur serta aktifitas fisik

responden dikontrol dengan baik, maksimal 2 minggu sebelum

melakukan penelitian, serta pada saat sebelum dan setelah

melakukan intervensi olahraga agar faktor-faktor yang

kemungkinan dapat merancu hasil penelitian dapat diminimalisir.

5. Berdasarkan hasil penelitian, nampaknya olahraga futsal boleh

dilakukan pada malam hari asalkan intensitasnya sedang atau

rendah dan durasinya tidak lama.


DAFTAR PUSTAKA

Adiwinanto, Wahyu. 2008. Pengaruh Intervensi Olahraga di Sekolah


terhadap Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Kesegaran
Kardiorespirasi pada Remaja Obesitas. Tesis. Program
Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Yogyakarta.

Alvarez, J.C.B., Soto, V. M., dan Vera, J. G. 2008. Match Analysis and
Heart Rate of Futsal Player During Competition. Journal of Sports
Sciences. 26 (1): 63 73.

Bafirman, HB. 2013. Kontribusi Fisiologi Olahraga mengatasi Resiko


Menuju Prestasi Optimal. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia. Universitas Negeri Semarang Volume 3.Edisi1.

Budde H., Machado S., Riberio P., & Wegner M. (2015). The Cortisol
Response to Exercise in Young Adults. Article Frontiers in
Behavioral Neuroscience. Volume 9.

Ganong W.F. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Giriwijoyo, S.H.Y.S danSidik, D.K. 2010.Konsepdan Cara penilaian


kebugaran Jasmani Menurut Sudut Pandang Ilmu Faal Olahraga.
Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.Vol.2 No.1.

Giriwijoyo, S.H.Y.S danSidik, D.K. 2012. Ilmu Kesehatan Olahraga.


Remaja Rosdakarya. Bandung.

Guardiola-Lemaitre, Beatrice and Quera-Salva, Maria Antonia. 2010.


Melatonin and the Regulation of Sleepand Circadian Rhythms.
Medical Chapter 36.

Gunawan, E., Suryadi, A., dan Taufikkurahman. 2013. Latihan dan


Glukokortikoid. Makalah. Program Studi Ilmu Kesehatan Olahraga
Jenjang Magister Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya.

Guyton A.C. dan Hall J.E. 2014.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hasibuan, Rosmaini. 2010. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit
Degeneratif. Jurnal Ilmu Keolahragaan. Vol.8 No.2.

Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data.


Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Irawan, M. Anwari. 2007. Metabolisme Energi Tubuh dan Olahraga.


Journal Sports Science Brief. Volume 01 No.7.

Kusmana, D. 2006. Olahraga Untuk Orang Sehat dan Penderita Penyakit


Jantung (Trias SOK &Senam 10 Menit). Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Lukman, Aprizal. 2008. Mekanisme dan Regulasi Hormon Glukokortikoid


pada Manusia. Jurnal Hormon. Vol. 1 No. 1 : 25 28.

Muliadin. 2009. Pengaruh Circuit Training Terhadap Nilai Kapasitas Vital


Paru, Daya Tahan Otot dan Jumlah Eritrosit Mahasiswa
Keperawatan. Tesis. Makassar: Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka


Cipta. Jakarta.

Nurdin, Adnil Edwin. 2010. Pendekatan Psikoneuroimunologi. Majalah


Kedokteran Andalas No.2 Vol.34.

Putra, B.Y.S. 2013.Tingkat Kecemasan Wasit Sebelum, Selama, dan


Sesudah Memimpin Pertandingan. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung.

Ruqayah, Farah. 2010. Merajut Kabarayaan Dalam Olahraga (Studi


Tentang Identifikasi Terbentuknya Komunitas Futsal di Kota
Bandung). Tesis. Program Studi Pascasarjana Sosiologi Fakultas
FISIP Universitas Indonesia. Bandung.

Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6.Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Siregar, Yan Indra. 2010. Peranan kebugaran Jasmani dalam


Meningkatkan Kinerja. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Vol.16 No.60 THN XVI.

Soegiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.


Sugiarto. 2012. Hubungan Asupan Energi, Protein dan Suplemen dengan
Tingkat Kebugaran. jurnal Media Ilmu keolahragaan Indonesia.
Universitas Negeri Semarang Volume 2. Edisi 2.

Sukadiyanto. (2010). Stress dan Cara Menguranginya. Artikel Cakrawala


Pendidikan. FIK Universitas Negeri Yogyakarta.

Sumantri, Yaagus. 2013. Pengaruh Permainan Futsal Terhadap


Kemampuan VO2 Max Siswa di SMP. Artikel Penelitian. Program
Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan Ilmu
Keolahragaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Tanjung Pura. Pontianak.

Suryanto.2011. Peranan Olahraga dalam mengurangi Stres. Staf Pengajar


Prodi Ikora PKR FIK UNY.

Tao.L dan Kendall. K. 2014. Synopsis Organ System Kardiovaskular.


Penerbit Buku Karisma Publishing Group. Tangerang Selatan.

Tifani. 27 September 2012. Pengertian Pendidikan Olahraga. (Online)


diakses 27 September 2012.
Lampiran 1

NASKAH PENJELASAN UNTUK RESPONDEN


Assalamu alaikum dan salam sejahtera. Saya Haslinda. DS akan
melakukan penelitian tentang kadar kreatin Kinase pada kelompok futsal
malam dan siang di Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar kreatin Kinase pada kelompok futsal malam dan siang
di Kota Makassar. Kami sangat berharap Saudara bersedia untuk ikut
dalam penelitian ini, dan bila bersedia diharapkan dapat memberikan
persetujuan secara tertulis. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian ini
bersifat sukarela tanpa paksaan, oleh karena itu Saudara berhak untuk
menolak atau mengundurkan diri. Keuntungan mengikuti penelitian ini
adalah Saudara akan menambah pengetahuan dan meningkatkan
kesehatan Saudara, sehingga dapat memberi semangat dan
meningkatkan kualitas aktivitas sehari-hari.
Jika Saudara setuju untuk berpartisipasi, maka kami akan
menanyakan beberapa hal antara lain: nama, umur, riwayat kesehatan
kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik berupa denyut nadi dan
tekanan darah. Selanjutnya kami akan meminta Saudara untuk mengisi
kuesioner karakteristik responden dan akan mengambil darah Saudara
sebanyak 5 cc yang akan diambil di bagian pembuluh darah yang ada di
lengan, dan yang mengambil darah adalah tenaga ahli sebanyak dua kali.
Selama penelitian, peneliti akan menyiapkan makanan dan minuman serta
penanganan medis berdasarkan prosedur tetap rumah sakit. Semua biaya
yang timbul akibat penelitian ini akan ditanggung sepenuhnya oleh peneliti
termasuk biaya penanganan medis.
Sekali lagi saya sampaikan bahwa keikutsertaan Saudara bersifat
sukarela tanpa paksaan, sehingga Saudara berhak untuk mengundurkan
diri atau menolak dalam penelitian ini. Bila Saudara merasa masih ada
yang belum jelas atau belum dimengerti, maka dapat menanyakan atau
meminta penjelasan pada saya : Haslinda. DS (Hp. 081242438399).
Data penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan tanpa
menyebutkan nama Saudara dalam file manual (tertulis) atau elektronik,
dan diproses serta disajikan pada forum ilmiah Program Pascasarjana
Unhas melalui publikasi pada jurnal ilmiah. Jika Saudara setuju
diharapkan menandatangani Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian, atas
kesediaan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH


MENDAPAT PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :

Setelah mendengar dan mengerti penjelasan yang diberikan dan


manfaat apa yang akan diperoleh pada penelitian ini, maka saya
menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini. Saya dengan ini
menyetujui semua data saya yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan
dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Saya mengerti bahwa dari semua hal yang dilakukan oleh peneliti
pada saya adalah pengukuran IMT, pengisian kuesioner karakteristik
responden dan pengambilan darah, meskipun ada efek sampingnya, saya
percaya bahwa hal tersebut sangat kecil dan jarang terjadi.

Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa


paksaan, sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari
penelitian ini. Saya memiliki kesempatan/hak untuk bertanya atau
meminta penjelasan pada peneliti bila ada hal yang belum jelas.

Saya mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan


dengan penelitian ini, akan ditanggung oleh peneliti. Demikian pula biaya
perawatan dan pengobatan jika terjadi efek samping akibat penelitian ini.

Nama Tanda tangan Tgl/bulan/tahun


1. Responden . .
2. Saksi 1 .. .
3. Saksi 2 .. .
Lampiran 3

ANAMNESE DAN PEMERIKSAAN FISIK RESPONDEN PENELITIAN

1. Data Responden

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

No. Hp./Telp. :

2. Pemeriksaan Fisik

a. Berat badan :

b. Tinggi badan :

c. Riwayat Kesehatan :

d. Riwayat konsumsi obat :


KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER TENTANG KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kode

Petunjuk Pengisian:

1. Mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya, dengan cara memberi tanda () pada jawaban yang telah disediakan.

2. Semua pertanyaan/peryataan sedapat mungkin diisi secara jujur dan lengkap.

3. Bila ada pertanyaan/pernyataan yang kurang dipahami, kami mohon Saudara


menanyakan langsung kepada peneliti.

4. Atas partisipasi Saudara kami mengucapkan banyak terima kasih.

Karakteristik Responden

1. Nama : .

2. Umur : .. tahun

3. Berat Badan : ... kg

4. Tinggi badan : cm

5. Suhu tubuh : C

6. Tekanan darah : mmHg

7. Denyut nadi : beats/menit

8. Frekuensi pernapasan : beats/menit


9. Hasil pengukuran EKG :

10. Hasil pengukuran respirometer :

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda () pada kotak yang telah
disediakan.

No. Responden :

Umur :

1. Saya menghabiskan waktu yang saya miliki dengan banyak beraktivitas dibandingan
bersantai.

Ya Tidak

2. Saya lebih memilih menggunakan tangga daripada menggunakan eskalator/lift jika


memungkinkan.

Ya Tidak

3. Saya lebih memilih jalan kaki atau bersepeda dibandingkan naik mobil jika
memungkinkan.

Ya Tidak

4. Saya lebih memilih berdiri dibandingkan duduk jika memungkinkan.

Ya Tidak

5. Saya menyempatkan melakukan latihan aerobik (seperti jogging, berjalan > 1,6 mk,
dan berenang) minimal 20 menit sebanyak 3 kali seminggu.

Ya Tidak
6. Saya berpartisipasi dalam berbagai jenis olahraga seperti futsal, sepak bola dan lain-
lain.

Ya Tidak

7. Saya jarang merasa lelah ketika beraktivitas.

Ya Tidak

8. Saya tidak pernah merasakan sakit atau nyeri pada bagian dada pada saat
melakukan aktivitas berat, berlari atau melakukan olahraga selain futsal.

Ya Tidak

9. Saya menggunakan latihan fisik sebagai pereda ketika marah atau frustasi.

Ya Tidak

10. Saya tidur sekurang-kurangnya 8 jam setiap malam.

Ya Tidak

11. Saya terbiasa tidur siang.

Ya Tidak

12. Saya merokok.

Ya Tidak

13. Saya tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang.

Ya Tidak
14. Saya tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan dan supplemen

Ya Tidak

15. Saya mengkonsumsi obat-obatan dalam seminggu terakhir.

Ya Tidak

16. Saya sering mengkonsumsi minuman berkarbonasi (coca cola, sprite, fanta, big cola,
dsb.).

Ya Tidak

17. Saya sedang menjalankan diet

Ya Tidak

18. Jumlah makanan yang saya konsumsi sesuai dengan kalori yang saya butuhkan.

Ya Tidak

19. Saya menghindari untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya.

Ya Tidak

20. Saya menjaga untuk senantiasa mengkonsumsi makanan bergizi.

Ya Tidak

21. Saya selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi (misalnya
daging sapi/kambing, dada ayam, telur, susu, ikan laut, kepiting)

Ya Tidak
22. Saya mengkonsumsi daging minimal dua kali dalam seminggu.

Ya Tidak

23. Saya memiliki alergi terhadap jenis makanan tertentu, obat-obatan, sengatan
serangga, atau zat-zat tertentu.

Ya Tidak

24. Saya senantiasa menjaga agar berat badan saya tidak lebih dari 2 kg dari berat
badan ideal saya.

Ya Tidak

25. Saya tidak melakukan olahraga futsal 2 minggu sebelum penelitian

Ya Tidak

26. Saya melakukan latihan fisik karena saya menikmatinya.

Ya Tidak

27. Saya merencanakan waktu yang regular untuk latihan/olahraga.

Ya Tidak

28. Saya membuat daftar latihan fisik harian.

Ya Tidak
29. Saya melaksanakan latihan fisik yang saya telah rencanakan.

Ya Tidak

30. Saya biasa memberi variasi pada aktivitas latihan fisik saya.

Ya Tidak

31. Menjadi sehat dan fit, adalah keputusan pribadi bagi diri saya.

Ya Tidak

32. Saya dapat memotivasi diri saya untuk senantiasa melakukan latihan fisik secara
teratur.

Ya Tidak

33. Saya memberi dorongan pada teman-teman saya untuk melakukan latihan fisik.

Ya Tidak

34. Saya mengetahui jenis latihan fisik yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Ya Tidak

35. Saya mengetahui jenis latihan fisik yang dapat meningkatkan fleksibilitas tubuh.
Ya Tidak

36. Saya biasa melakukan warm-up (pemanasan) sebelum melakukan latihan fisik.

Ya Tidak
37. Saya biasa melakukan cooling down (penyegaran/pendinginan) setelah melakukan
latihan fisik.

Ya Tidak

38. Stretching (peregangan) merupakan bagian dari pemanasan yang saya lakukan.

Ya Tidak

39. Saya sedang menderita gangguan sistem imun (daya tahan tubuh)

Ya Tidak

40. Saya sedang menjalani perawatan pasca operasi.

Ya Tidak

41. Saya memiliki riwayat penyakit jantung dan pernapasan.

Ya Tidak

42. Saya sering mengalami pendarahan ketika cedera/terluka.

Ya Tidak

43. Saya menderita penyakit infeksi (seperti infeksi saluran pernapasan atas, bronchitis,
penyakit paru menahun, gastritis/mag akut, infeksi saluran kemih dan penyakit
infeksi lainnya)dalam 2 minggu terakhir

Ya Tidak
Lampiran 4 Hasil Analisis Data

Tabel 1 Deskripsi Data Kelompok Futsal Malam

Descriptives

Statistic Std. Error

Kadar Cortisol Serum Pre Mean 10.3679 3.49305

95% Confidence Interval for Lower Bound 2.4661


Mean Upper Bound 18.2697

5% Trimmed Mean 9.5775

Median 5.9169

Variance 122.014

Std. Deviation 11.04599

Minimum 2.79

Maximum 32.17

Range 29.38

Interquartile Range 11.91

Skewness 1.600 .687

Kurtosis 1.084 1.334


Kadar Cortisol Serum Post Mean 10.9283 5.19553

95% Confidence Interval for Lower Bound -.8249


Mean Upper Bound 22.6814

5% Trimmed Mean 9.0756

Median 4.9527

Variance 269.936

Std. Deviation 16.42972

Minimum .63

Maximum 54.57

Range 53.94

Interquartile Range 12.91

Skewness 2.503 .687

Kurtosis 6.659 1.334


Tabel 2 Uji Normalitas Data Kelompok Futsal Malam

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar Cortisol Serum Pre .307 10 .008 .695 10 .001


Kadar Cortisol Serum Post .311 10 .007 .652 10 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 3 Uji Analisis Wilcoxon Test

a
Test Statistics

Kadar Cortisol
Serum Post -
Kadar Cortisol
Serum Pre
b
Z -.415
Asymp. Sig. (2-tailed) .678

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

Tabel 4 Deskripsi Data Kelompok Kontrol Malam

Descriptives

Statistic Std. Error

Kadar Cortisol Serum Pre Mean 10.6733 6.35677

95% Confidence Interval for Lower Bound -4.3581


Mean Upper Bound 25.7046

5% Trimmed Mean 8.7968

Median 5.1885

Variance 323.268

Std. Deviation 17.97966

Minimum .71

Maximum 54.41

Range 53.70
Interquartile Range 8.04

Skewness 2.642 .752

Kurtosis 7.198 1.481


Kadar Cortisol Serum Post Mean 10.3826 7.27005

95% Confidence Interval for Lower Bound -6.8084


Mean Upper Bound 27.5735

5% Trimmed Mean 8.1315

Median 1.5090

Variance 422.830

Std. Deviation 20.56282

Minimum .73

Maximum 60.56

Range 59.83

Interquartile Range 7.88

Skewness 2.678 .752

Kurtosis 7.330 1.481

Tabel 5 Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar Cortisol Serum Pre .391 8 .001 .587 8 .000


Kadar Cortisol Serum Post .408 8 .000 .543 8 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 6 Uji Analisis Wilcoxon Test

a
Test Statistics

Kadar Cortisol
Serum Post -
Kadar Cortisol
Serum Pre
b
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. The sum of negative ranks equals the
sum of positive ranks.

Tabel 7 Deskripsi Data Kelompok Futsal Pagi

Descriptives

Statistic Std. Error

Kadar Cortisol Serum Pre Mean 18.2489 8.84330

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.7560


Mean Upper Bound 38.2539

5% Trimmed Mean 15.0387

Median 5.9954

Variance 782.040

Std. Deviation 27.96497

Minimum 1.97

Maximum 92.31

Range 90.34

Interquartile Range 18.87

Skewness 2.508 .687

Kurtosis 6.515 1.334


Kadar Cortisol Serum Post Mean 20.9991 10.08016

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.8039


Mean Upper Bound 43.8020

5% Trimmed Mean 17.9502

Median 6.9740
Variance 1016.097

Std. Deviation 31.87627

Minimum 1.23

Maximum 95.65

Range 94.41

Interquartile Range 29.15

Skewness 1.914 .687


Kurtosis 2.905 1.334
Tabel 8 Uji Normalitas Data Kelompok Futsal Pagi

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar Cortisol Serum Pre .367 10 .000 .607 10 .000


Kadar Cortisol Serum Post .336 10 .002 .678 10 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 9 Uji Analisis Wilcoxon Test

a
Test Statistics

Kadar Cortisol
Serum Post -
Kadar Cortisol
Serum Pre
b
Z -.663
Asymp. Sig. (2-tailed) .508

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

Tabel 10 Deskripsi Data Kelompok Kontrol Pagi

Descriptives

Statistic Std. Error

Kadar Cortisol Serum Pre Mean 5.6972 1.12186


95% Confidence Interval for Lower Bound 3.0444
Mean Upper Bound 8.3499

5% Trimmed Mean 5.4817

Median 4.4391

Variance 10.069

Std. Deviation 3.17311

Minimum 2.66

Maximum 12.61
Range 9.94
Interquartile Range 3.37

Skewness 1.728 .752

Kurtosis 3.231 1.481


Kadar Cortisol Serum Post Mean 8.5750 1.03311

95% Confidence Interval for Lower Bound 6.1321


Mean Upper Bound 11.0179

5% Trimmed Mean 8.4571

Median 7.9654

Variance 8.539

Std. Deviation 2.92207

Minimum 5.11

Maximum 14.16

Range 9.05

Interquartile Range 3.99

Skewness 1.147 .752

Kurtosis .866 1.481

Tabel 11 Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol Pagi

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar Cortisol Serum Pre .243 8 .181 .826 8 .054


Kadar Cortisol Serum Post .313 8 .021 .878 8 .181

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 12 Uji Analisis Paired Samples T Test

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Std. Interval of the

Std. Error Difference Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Kadar
Cortisol
Serum Pre
- Kadar -2.87784 1.77248 .62667 -4.35967 -1.39601 -4.592 7 .003
Cortisol
Serum
Post

Tabel 13 Deskripsi Data Perbandingan Perubahan Kelompok Futsal

Descriptives

Kelompok Sirkadian Statistic Std. Error

PerubahanCS Malam Mean .3681 3.42933

95% Confidence Interval for Lower Bound -7.5400


Mean Upper Bound 8.2761

5% Trimmed Mean -.3073

Median -.8739

Variance 105.843

Std. Deviation 10.28799

Minimum -12.26

Maximum 25.15

Range 37.42

Interquartile Range 6.45

Skewness 1.888 .717

Kurtosis 5.129 1.400

Siang Mean 2.7501 2.72914

95% Confidence Interval for Lower Bound -3.4236


Mean Upper Bound 8.9239

5% Trimmed Mean 1.9090

Median 1.6346

Variance 74.482

Std. Deviation 8.63030

Minimum -4.66

Maximum 25.30

Range 29.96
Interquartile Range 7.86

Skewness 2.252 .687

Kurtosis 6.130 1.334

Tabel 14 Uji Normalitas Data Kelompok Futsal

Tests of Normality
a
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Sirkadian Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PerubahanCS Malam .343 9 .003 .787 9 .015

Siang .282 10 .023 .723 10 .002

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 15 Uji Analisis Mann-Whitney Test

a
Test Statistics

PerubahanCS

Mann-Whitney U 31.000
Wilcoxon W 76.000
Z -1.143
Asymp. Sig. (2-tailed) .253
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .278

a. Grouping Variable: Kelompok Sirkadian


b. Not corrected for ties.

Tabel 16 Deskripsi Data Perbandingan Perubahan Kelompok Kontrol

Descriptives

Kelompok Sirkadian Statistic Std. Error

PerubahanCS Malam Mean -.2907 1.71867

95% Confidence Interval for Lower Bound -4.3547


Mean Upper Bound 3.7733

5% Trimmed Mean -.1546

Median -.0399
Variance 23.631
Std. Deviation 4.86113

Minimum -9.18

Maximum 6.15

Range 15.33

Interquartile Range 7.33

Skewness -.642 .752

Kurtosis .560 1.481

Siang Mean 2.8778 .62667

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.3960


Mean Upper Bound 4.3597

5% Trimmed Mean 2.8684

Median 2.8969

Variance 3.142

Std. Deviation 1.77248

Minimum .59

Maximum 5.33

Range 4.74

Interquartile Range 3.16

Skewness .039 .752

Kurtosis -1.884 1.481

Tabel 17 Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol

Tests of Normality
a
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Sirkadian Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
PerubahanCS Malam .231 8 .200 .944 8 .648
*
Siang .199 8 .200 .916 8 .396

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 18 Uji Analisis

Independent Samples Test

Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Perubahan Equal
CS variances 2.253 .156 -1.732 14 .105 -3.16850 1.82935 -7.09207 .75507
assumed

Equal
variances
-1.732 8.829 .118 -3.16850 1.82935 -7.31904 .98204
not
assumed
Lampiran 5
DOKUMENTASI

Pemeriksaan Vital Sign


Dokumentasi Futsal Malam

Dokumentasi Futsal Pagi


Dokumentasi Alat dan Bahan
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Halinda. DS

Tempat , Tanggal Lahir : Bungoro, 15 Maret 1989

Agama : Islam

Suku : Bugis-Sunda

Alamat

- Daerah : Jl. Pendidikan No.3 Bungoro, Pangkep


- Makassar : Jl. Muhajirin 2 No. 77, Malengkeri

Nama Orang Tua

- Ayah : Didin Samsudin


- Ibu : Hj. Sundari. HL

Pekerjaan Orang Tua

- Ayah : Pensiunan TNI-AD


- Ibu : Wiraswasta

Riwayat Pendidikan

1. SDN No. 1 Lejang, Kec. Bungoro Kab. Pangkep (1996-2001).


2. SMP Negeri 1 Bungoro,Kec. Bungoro Kab. Pangkep (2001-2004).
3. SMA Negeri 1 Bungoro, Kec. Bungoro Kab. Pangkep (2004-2007).
4. AKPER Pelamonia Kesdam VII/WRB (2007-2010).
5. Jurusan Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi Kesehatan
Universitas Veteran RI Makassar (2010-2012).
6. Jurusan Biomedik Konsentrasi Fisiologi Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin (2013-2015).

Anda mungkin juga menyukai