Anda di halaman 1dari 48

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2014


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERDARAHAN HAMIL MUDA

Oleh:
Hafsah Darawati Yuniar
110 207 091

Pembimbing
dr. Andrew Reinaldo S.

Konsulen
dr.Samrichard Rambulangi, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Hafsah Darawati Yuniar

NIM : 110 207 091

Judul Refarat : Perdarahan Hamil Muda

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Hasanuddin.

Makassar, Maret 2014

Konsulen Pembimbing

(dr. Samrichard Rambulangi, Sp.OG) (dr.Andrew Reinaldo S.)

Mengetahui,
KPM Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

(Dr. dr. H. Nasrudin A. Mappaware, Sp.OG )

2
SURAT KETERANGAN

PEMBACAAN REFERAT

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Hafsah Darawati Yuniar
Stambuk : 110 207 091
Benar telah membacakan referat dengan judul Perdarahan Hamil Muda, pada
:
Hari / Tanggal : Jumat, Maret 2014
Tempat : Ruang Pinang Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Pembimbing/superisor :dr. Andrew Reinaldo/dr. Samrichard Rambulangi, Sp. OG
Minggu dibacakan : Minggu VII
Nilai :

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan


digunakan sebagaimana mestinya.

Makassar, Maret 2014

Konsulen Pembimbing

(dr. Samrichard Rambulangi, Sp.OG) (dr. Andrew Reinaldo S.)

3
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT
Nama : Hafsah Darawati Yuniar
Stambuk : 110 207 091
Hari/Tanggal : Jumat, Maret 2014
Tempat : Ruang Pinang Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo

NO NAMA NIM TTD


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

4
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70

Makassar, Maret 2014


Konsulen Pembimbing

(dr. Samrichard Rambulangi, Sp.OG) (dr. Andrew Reinaldo)

5
DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Halaman Pengesahan.. 2

Daftar isi 6

Bab I : Pendahuluan 7

Bab II : Klasifikasi

II.1 Abortus 9

II.2 Kehamilan Ektopik.. 23

II.3 Mola Hidatidosa.. 37

Bab III : Kesimpulan. 46

Daftar Pustaka 47

6
PERDARAHAN HAMIL MUDA

I. Pendahuluan

Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi

pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan pada kehamilan

harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.1,2

Pada umumnya, 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya

10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi

kehamilan patologis. Kehamilan patologis sendiri tidak terjadi secara mendadak

karena kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap

dan berangsur-angsur. Deteksi dini dari gejala dan tanda bahaya selama kehamilan

merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius

terhadap kehamilan maupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan

adanya penyakit penyerta sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat

dilakukan berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat

terhadap kehamilan dan keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya.3

Penyebab terjadinya perdarahan ini sangat beragam. Yang paling fisiologis

adalah karena proses perlekatan embrio ke rahim. Perubahan hormonal pada

kehamilan dan infeksi juga dapat menyebabkan perdarahan ringan. Bisa juga

karena trauma, misalnya perdarahan pasca berhubungan seksual, adanya tumor

jalan lahir baik ringan maupun ganas dapat juga memberi kontribusi terjadinya

perdarahan pada kehamilan. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh adanya

7
permasalahan pada kehamilan itu sendiri, misalnya suatu proses ancaman

keguguran atau bahkan sudah terjadi keguguran, kematian (janin yang tidak

menunjukkan tanda-tanda kehidupan), blighted ovum (kehamilan tanpa janin) atau

kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik) dan hamil anggur (kehamilan

mola), plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri. Perdarahan ini bisa saja

terjadi pada trimester 1, 2 ataupun 3.3

Perdarahan hamil muda adalah perdarahan yang terjadi pada usia

kehamilan dibawah 22 minggu. Perdarahan yang terjadi saat hamil muda

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keguguran (abortus), kehamilan di luar

kandungan (kehamilan ektopik terganggu), ataupun mola hidatidosa.4

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat

536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan

400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).

Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Pada tahun 2005, terdapat AKI

sebesar 420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.4

8
II. KLASIFIKASI

Perdarahan hamil muda adalah perdarahan yang terjadi pada usia

kehamilan dibawah 22 minggu. Perdarahan yang terjadi saat hamil muda

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keguguran (abortus), kehamilan di luar

kandungan (kehamilan ektopik terganggu), ataupun mola hidatidosa.4

A. Abortus

Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.2,4,5

Epidemiologi

Abortus spontan 60-80% terjadi pada trimester pertama, yakni disebabkan

kelainan kromosom 50%, gangguan fungsi endokrin 23%, kelainan rahim 15%

dan gangguan pada perkembangan embrio 12%. Resiko abortus spontan

meningkat didukung oleh karena paritas yang banyak, umur ibu dan umur ayah

dan jarak kehamilan terlalu dekat (Winkjosastro, 2009). Angka kejadian ibu hamil

yang mengalami abortus lebih cenderung terjadi pada multipara dibandingkan

primipara. Hal ini disebabkan karena pada multipara uterus sudah terlalu sering

dibuahi sehingga keadaan uterus melemah. Hasil penelitian Juliana menyatakan

paritas yang mengalami abortus yaitu nullipara 13,6%, primipara 27,2%,

secundipara 33,6% dan multipara 25,6%. Wanita yang telah mengalami

keguguran 2 kali bahkan sampai 3 kali berturut-turut, mempunyai kemungkinan

untuk kembali keguguran menjadi lebih besar (Sarwono, 2008).2

9
Etiologi

Menurut Muchtar (2010), abortus dapat disebabkan oleh faktor intrinsik

yaitu umur, tingkat pendidikan, paritas, interval kehamilan, penyakit dan kelainan

uterus dan ekstrinsik yaitu status pekerjaan dan ekonomi. Penyebab abortus (early

pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu

penyebab.2

a. Penyebab Genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip

embrio. Paling sedikit 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama

merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum

termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya

kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan

poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan

kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal

kehamilan.Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang

disebabkan oleh kejadian sporadik misalnya non disjunction meiosis atau

poliploidi dari fertilitas abnormal. Kelainan juga sering berupa gen yang

abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu

proses implantasi bahkan menyebabkan abortus.4

b. Penyebab Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi

obstetrik seperti abortus berulang, prematuritas serta malpresentasi janin.

Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600

10
perempuan.Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali

uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan

anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%) kemudian uterus bikornis

atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%).4

c. Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus yang berulang dan

penyakit autoimun. Misalnya pada systemic lupus erithematous dan

antiphospholipid antibodies.4

d. Penyebab infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga

sejak 1917, ketika De Forest dan kawan-kawan melakukan pengamatan

kejadian abortus berulang pada perempuan yang nyata terpapar

brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada

kejadian abortus antara lain:4

Bakteri

- Listeria monositogenes

- Klamidia trakomatis

- Ureaplasma urealitikum

- Mikoplasma hominis

- Bakterial vaginosis

Virus

- Sitomegalovirus

- Rubella

11
- Herpes simpleks virus

- Human immunodeficiency virus

- parvovirus

Parasit

- Toksoplasmosis gondii

- Plasmodium falsiparum

Spirokaeta

- Treponema pallidum

Beberapa teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi

terhadap risiko abortus diantaranya sebagai berikut :4

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang

berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga

janin sulit bertahan hidup

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut

kematian janin

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genital bawah yang

bisa mengganggu proses implantasi

Amnionitis

Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio umumnya oleh karena

virus selama kehamilan awal

12
e. Faktor lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan

kimia atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus misalnya

paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok

diketahui mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang telah

diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi

uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokann oksigen ibu

dan janin serta memacun neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada

sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin

yang berakibat terjadinya abortus.4

f. Faktor hormonal

Progesteron mempunyai peran yang sangat penting dalam

mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada

tahun 1929, Allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologis

korpus luteum dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah

berhubungan dengan risiko abortus. Fase luteal punya peran yang kritis

pada kehamilan sekitar 7 minggu yaitu saat dimana trofoblas harus

menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan

korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan

bila progesteron diberikan pada pasien ini kehamilan bisa diselamatkan.4

Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada

mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses

implantasi dan juga proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang

13
berlebihan pada jaringan ibu. Disini berperan penting interaksi antara

trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus. Sebagian

besar sel ini berupa large Granular lymphocyte dan makrofag dengan

sedikit sel T dan sel B.Sel Nk dijumpai dalam jumlah yang banyak

terutama pada endometrium yang terpapar oleh progesteron. Peningkatan

sel Nk pada implantasi saat trimester pertama mempunyai peran yang

sangat penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan

mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA.

Trofoblas ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel Nk desidua,

sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang

normal.4

g. Faktor hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan

adanya mikro trombi pada pembuluh darah plasenta. Beberapa komponen

koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi

embrio, invasi trofoblas dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan

hiperkoagulasi dikarenakan :4

Peningkatan kadar fator prokoagulan

Penurunan famtor antikoagulan

Penurunan aktivitas fibrinolitik

Patogenesis

Adanya etiologi baik karena dari faktor fetus maupun dari faktor ibu maka

terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan

14
disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing

dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing

tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu vilikorialis belum menembus

desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada

kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta

tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan. Pada kehamilan

lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Pendarahan

tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini

menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus dapat

dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau

tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama, mola

kruenta, maserasi, fetus kompresus.5

Macam-macam abortus

Abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus

provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus

medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Abortus provokatus medisinalis

yaitu abortus yang dibuat atas dasar alasan kesehatan ibu. Abortus provokatus

kriminalis yaitu abortus dilakukan tanpa alasan medik dan biasanya dilakukan

secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.4

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Dikenal

berbagai macam abortus spontan yaitu:4

15
a. Abortus Iminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya

abortus yang ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih

tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Etiologinya

antara lain adalah :6

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau

cacat, penyebabnya antara lain:

a. Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan

kromosom seks.

b. Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat

usia tua, dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau

sindroma ovarium polikistik.

c. Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan

sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun

lingkungan hidupnya dalam uterus yang disebut teratogen.

2. Kelainan plasenta, misalnya endometritis terjadi dalam vili korialis dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak

kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.

3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis,

pielonefritis, malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat,

keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti

brusellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.

16
4. Kelainan traktus genitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau

kelainan bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau

mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain

keguguran dalam trimester dua ialah serviks inkompeten yang dapat

disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks

berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks yang luas yang tidak

dijahit.

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan

perdarahan pervaginam pada umur kemilan kurang dari 20 minggu.

Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali

kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya

uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih

positif.4,6

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan

berhenti.Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi

tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya

abortus. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan

dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang

lebih 2 minggu.4,6

b. Abortus insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih

dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa

17
mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah

sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus

masih sesuai dengan umur kehmailan dengan tes urin kehamilan masih

positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang

masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin

masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat

penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya

pelepasan plasenta dari dinding uterus.4,5

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dengan

perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera dilakukan

tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila

perdarahan yang banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu uterus

biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus

hati-hati kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian

disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini

diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca

tindakan pelu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan

antibiotika profilaksis.4

c. Abortus kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan ostium uteri telah menutup, uterus

sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai

18
dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila

pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin

biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan

penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan.

Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien

memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.4,5

d. Abortus inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada

yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian

jaringan hasil konsepsi masih tertinggal didalam uterus dimana pada

pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan

dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan

biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit tergantung

pada jaringan yang tersisa yang menyebabkan sebagian placental site

masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jauh dalam

keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi

dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap

keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk

disiapkan dilakukan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan

bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih

kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di

kavum uteri tampak masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.4

19
Bila terjadi perdarahan yang hebat dianjurkan segera dilakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang

mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus

dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya

dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara

hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan

yang dilakukan adalah dengan kuret vakum menggunakan kanula dari

plastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun

peroral dan antibiotik.4

e. Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya

masih tertahan dalam kandungan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai

20 minggu penderita justru merasakan rahimnya makin mengecil dengan

tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.

Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang

kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada

pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari

terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan

didapatkan uterus yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai

gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.4

Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat

dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi atau kuretase bila

20
serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan lebih dari 12 minggu

atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih

kaku dianjurkan untuk melakukan tindakan induksi terlebih dahulu untuk

mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara

dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus secara intravena

cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dextrose 5%

tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit

dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan

tubuh. Jika tidak berhasil penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian

induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan

konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan

kuretase sebersih mungkin.Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah

dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang

dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam.4

f. Abortus Habitualis

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomik banyak

yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik kegagalan reaksi akibat

antigen lymphocyte trophoblast cros reactive (TLX). Salah satu penyebab

yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana

serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup

setelah kehamilan melewati trimester pertama dimana ostium serviks akan

21
membuka tanpa disertai rasa mulas atau kontraksi rahim dan akhirnya

terjadi pengeluaran janin.4

Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang

cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter

kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada

saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. untuk

itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa

hamil awal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus

dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat

menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan.Operasi

dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR

atau Mc DONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang

sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur

kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.6

g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat

genitalia.Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada

peredaran darah tubuh atau peritoneum (septisemia atau peritonitis).4

Diagnosis ditegakan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya

tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan

didapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardi,

perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut

serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan

22
leukositosis. Bila terjadi sepsis dan syok penderita akan tampak lelah, panas

tinggi, menggigil dan tekanan darah menurun.4

Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan

tubuh dan perlunya pemberian antibiotik yang adekuat sesuai dengan hasil

kultur dengan sensitivitas kuman yang diambil dari darah atau cairan

fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan

penisilin 4x1,2 juta unit atau ampisilin 4x1 gram ditambah gentamisin 2x80

mg dan metronidazole 2x1 gram selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan

hasil kultur. Tindakan kuretase dilaksankan bila keadaan tubuh sudah

membaik minimal 6 jam setelah antibiotik adekuat.4

h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologik dimana

mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap

terbentuk.Disamping mudigah, kantong kuning juga tidak ikut

terbentuk.Kelainan ini juga suatu kelainan kehamilan yang baru terdeteksi

setelah berkembangnya USG. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini

akan berkembang terus walaupun tanpa adanya janin didalamnya. Biasanya

sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat

USG ditemukan kelainan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai

abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ini ditegakan pada usia

kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan kantong gestasi tidak

berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambar

23
mudigah. Untuk itu bila pada saat USG pertama kita mendapatkan

gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian.

Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur dan

diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan

sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrioik

dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.4

B. KEHAMILAN EKTOPIK

Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus.Kehamilan ektopik

dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi

dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam

serviks, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.1

Epidemiologi

Penelitian Cunningham tahun 2001: berdasarkan data dari Badan

Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%)

kelahiran di dunia menderita kehamilan ektopik, dengan jenis kehamilan ektopik

adalah kehamilan tuba fallopi, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita

pada usia 35 tahun keatas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita

dengan paritas pertama dan kedua.Insiden kehamilan ektopik meningkat pada

semua wanita terutama pada mereka yang berumur 20 sampai 40 tahun dengan

umur rata-rata 30 tahun. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba

24
falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium

(indung telur), rongga abdomen (perut),atau serviks (leher rahim).7

Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian

ibu, yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan

setiap tahunnya. Meskipun insidens dari kehamilan ektopik pada populasi umum

sekitar 2%, prevalensinya di antara pasien-pasien hamil yang datang ke instalasi

gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri trimester pertama, atau keduanya,

adalah 6% hingga 16%.8

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi terjadinya kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5

yaitu :

Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba

fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%).

Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%),

fimbria (17%), ataupun pada interstisial (2%) dari tuba.1

Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh

kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.1

Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang

sekali terjadi. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu.1

Kehamilan Abdominal terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang

dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik.1

25
Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi

bersama dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat

langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.1

Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis

tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan

intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan

pembuluh darah). Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka

ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan

interstisial merupakan penyebab kematian utama dari kehamilan ektopik

yang pecah.1

Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba

yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal

ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh

vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh

membesar.1

Kehamilan tubouterina merupakan kehamilan yang semula mengadakan

implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi

secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.1

Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula

megadakan implantasi di sekitar bagian fimbria tuba, secara beangsur

mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.1

Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat

pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.1

26
Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara

patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak

pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar

endometrium maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian faktor-faktor

yang disebutkan adalah :4

Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen

tuba menyempit atau buntu. Faktor tuba lain adalah adanya kelainan

endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.4

Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran yang

besar maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba

kemudian terhenti dan tumbuh disaluran tuba.4

Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

kontralateral dan dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih

panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.4

Faktor hormonal

Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.4

Faktor lain

27
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses

peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang

sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan kejadian

kehamilan ektopik.4

Patologi

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai

endometrium untuk proses nidasi maka embrio dapat tumbuh disaluran tuba dan

kemudian dapat mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada

umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk

pertumbuhan embrio atau janin, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa

perubahan bentuk yaitu :4,7

Pengaruh Faktor Mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik

antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi

non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,

salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam

lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam

rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan

intra maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan

zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita

kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti

28
rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang

mengganggu keutuhan saluran telur.1

Pengaruh faktor fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang

berhubungan dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan

peristaltiktuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum

zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan

oleh perubahan keseimbangan kadar serum estrogen dan progesteron.

Dalam hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik

yang terdapat dalam utrus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku

untuk kehamilan ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang

mengandung hanya progestagen saja, setelah memakai estrogen dosis

tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu

terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang

diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor

adrenergik dalam tuba.1

Kegagalan kontrasepsi

Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang

karena kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi

dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik

apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam

rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun

ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan

29
frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak

meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada

wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut

adalah kehamilan ektopik.1

Abortus kedalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh

darah oleh vili korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat

melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya

dinding pseudokapsularis.Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau

seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila

pelepasan menyeluruh mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan didorong oleh darah kearah ostium tuba pars abdominalis.

Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang

dibuahi. Abortus ke lumen tuba sering terjadi pada kehamilan pars

ampularis sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kearah

peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini

disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat

mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan

dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.Pada pelepasan hasil

konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus

berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola

kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar

dan kebiru-biruan dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui

30
ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum douglas dan akan

membentuk hematokel retrouterina.4,7

Ruptur dinding tuba

Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili

korialis kedalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Bila pada

abortus dalam ostium tuba terhambat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam

hal ini dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas pecah karena

tekanan darah dalam tuba. Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat

keluar dari tuba tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa

hasil konsepsi akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau syok oleh

karena hemoragik. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke

kavum douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat

memenuhi rongga abdomen.4,7

Gambaran Klinik

Pada awalnya penderita mengalami gejala-gejala kehamilan muda dan

mungkin merasa sedikit nyeri pada perut bagian bawah dan tidak seberapa

dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun

mungkin tidak sebesar tuannya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi

31
karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan

USG sangat membantu dalam menegakan diagnosis kehamilan ini apakah

intrauterin atau kehamilan ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memeriksa

kehamilan muda sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.1,4

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik yang terganggu.

Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

intensitasnya dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk

kedalam syok. Nyeri mula-mula dirasakan hanya satu sisi tetapi bila darah telah

masuk kedalam rongga perut rasa nyeri menjalar kebagian tengah atau keseluruh

perut bawah. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada

kehamilan ektopik yang terganggu. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya

tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari

50% hingga 93%. Amenorea juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan

ektopik yang terganggu walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelas ada

amenorea karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung

terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian

disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan janin

selanjutnya.1,4,7

Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik yang terganggu pada jenis mendadak tidak

banyak mengalami kesukaran tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit

sekali. Untuk mempertajam diagnosis maka pada tiap perempuan dalam masa

reproduksi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid,

32
kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan

anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakan

walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan

laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa

waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut

bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam

terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal

bahwa usaha menggerakan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri yang disebut

nyeri goyang (+) atau slinger pijn. Demikian pula kavum douglas menonjol dan

nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah.8

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan

jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik

tergangggu terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan

jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan

hematokrit dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus

jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa

penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.4

Perhitungan leukosit secara berturut menunjukan adanya perdarahan bila

leukosit meningkat.Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik

dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000

biasanya menunjukan pada kehamilan yang terakhir. Akan tetapi, tes negatif tidak

33
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil

konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan HCG menurun dan menyebabkan

tes negatif. Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah

dalam kavum douglasi ada darah.4

Ultrasonografi transvaginal telah mengubah penilaian tentang kehamilan

dini yang bermasalah, dengan memungkinkan visualisasi yang lebih dini, lebih

jelas baik tentang embrio yang berkembang secara normal maupun abnormal.

Suatu kantong gestasi yang normal, suatu kumpulan ovoid dari cairan yang

berdekatan dengan endometrial line, dapat divisualisasikan dengan probe

transvaginal pada usia kehamilan sekitar 5 minggu.8

Sering dapat dilihat ketika diameter 2 atau 3 mm dan harus dilihat secara

konsisten pada 5 mm. Karena lingkungan hormonal pada KE dapat menghasilkan

suatu kumpulan cairan intrauterin yang menyerupai suatu kantung gestasi

(kantung gestasi palsu) maka suatu kantung semata belum memastikan kehamilan

intrauterin. Temuan ultrasonografi pada KE adalah luas. Identifikasi adanya

kantung gestasi ekstrauterin yang mengandung yolk sac (dengan atau tanpa

embrio) menegaskan diagnosis KE.8

Pada kehamilan normal struktur kantong gestasi intrauterine dapat

dideteksi mulai kehamilan 5 minggu dimana diameternya sudah mencapai 5-10

mm, bila dihubungkan dengan kadar HCG pada saat itu kadarnya sudah mencapai

6.000-6500 mIU/ml tidak dijumpai adanya kantong gestasi intrauterin maka

kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan.4

34
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang

spesifik. Uterus mungkin besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran

yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekogenik

sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri yang sering berisi cairan eksudat yang

diproduksi sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin

anekoik yang disebut kantong gestasi palsu. Berbeda dengan kantong gestasi yang

sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris dikavum uteri dan tidak

menunjukan struktur cincin ganda.4

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk

kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain

meragukan. Melalui prosedur laparoskopik alat kandungan bagian dalam dapat

dinilai.Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi

dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit

visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan

laparotomi.4

Pencegahan dan Penatalaksanaan

Pencegahan kehamilan ektopik adalah usaha-usaha yang dilakukan

sebelum sakit antara lain yaitu :

Perbaikan dan peningkatan status gizi untuk meningkatkan daya tahan

tubuh terhadappenyakit infeksi.1

Menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko kehamilan ektopik

seperti tidakmerokok terutama pada waktu terjadi konsepsi, menghindari

35
hubungan seksual multipartner (seks bebas) atau tidak berhubungan selain

dengan pasangannya.1

Memberikan dan menggalakkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

seperti penyuluhan mengenai kehamilan ektopik, pendidikan tentang seks

yang bertanggungjawab dan nasehat perkawinan.1

Penggunaan kontrasepsi yang efektif. Dewasa ini masih terus dilakukan

kegiatan untuk menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang

mempunyai efektivitastinggi dan efek sampingan yang sekecil mungkin. 1

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah

pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari

tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah :

kehamilan di pars ampularis tuba yang belum pecah, diameter kantong gestasi < 4

cm, perdarahan dalam rongga perut < 100 ml, tanda vital baik dan stabil. Obat

yang digunakan adalah metotreksat 1 mg/kg iv dan faktor sitrovorum 0,1 mg/kg

im beselang seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang diobati,

satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut

sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik.4

Methotrexate (MTX), suatu antagonis asam folat, menginhibisi sintesa

DNA dalam sel-sel yang membagi secara aktif, termasuk trofoblas. Jika diberikan

kepada pasien yang diseleksi secara tepat, maka akan memiliki tingkat

keberhasilan hingga 94%. Keberhasilan dalam pengobatan KE terutama

tergantung pada konsentrasi serum -hCG. Suatu metaanalisis tentang data dari

1.327 perempuan dengan KE yang diobati MTX menunjukkan bahwa resolusi

36
secara terbalik diasosiasikan dengan tingkat -hCG, dan bahwa tingkat yang

meninggi secara bermakna berkorelasi dengan kegagalan pengobatan.Aktivitas

jantung janin juga diasosiasikan dengan kegagalan pengobatan MTX. Meskipun

demikian, diameter tuba, ukuran janin, tidak berkaitan dengan luaran (outcome).8

Pembedahan konservatif dilakukan dimana integritas tuba

dipertahankan.Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal

sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Salpingostomi adalah suatu prosedur

untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan

berlokasi di sepertiga distal tuba falopi. Pada dasarnya prosedur salpingotomi

sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit

kembali.1,8

Pembedahan radikal dilakukan dimana salpingektomi dilakukan,

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik

mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas

pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau

manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6)

perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8)

kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.1

Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.Hellman dan kawan-kawan

(1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus dan Wilson dan kawan-kawan

(1971) 1 antara 591. Akan tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat

37
tinggi. Sjahid dan Martohosoedo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120

kasus sedangkan Tarjiman dan kawan-kawan (1973) 4 dari 138 kehamilan

ektopik. Pada umunya kehamilan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat

bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan

ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang

dilaporkan antara 0% sampai 14,6%. 4

C. MOLA HIDATIDOSA

Definisi

Mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial adalah kehamilan

yang abnormal yang mana dapat ditegakan diagnosisnya dengan gejala klinis,

ultrasonografi, histologi dan kriteria genetic (Vassilakos et al., 1977; Szulman and

Surti, 1978). Yang dimaksud mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang

berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili

korialis mengalami perubahan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola

hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus

pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter

sampai 1 dan 2 cm. Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa

adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik

dan proliferasi sel-sel trofoblas.4,9,10

Epidemiologi

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin

dibandingkan dengan negara negara barat. Dinegara negara barat dilaporkan

38
1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara negara berkembang 1:100 atau 600

kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta 1:31 Persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A siregar

(Medan) tahun 1982 : 11 16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) : 1:80

Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan.

Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada

multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih

besar.10

Patologi

Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan

jernih merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh

cavum uteri. Secara histopatologik kadang kadang ditemukan jaringan mola

pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah

satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola

besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1

cm. Mola hidatidosa terbagi menjadi :10

1. Mola Hidatidosa Sempurna

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih.

Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa

sentimeter dan sering berkelompok kelompok menggantung pada tangkai kecil.

Temuan Histologik ditandai oleh:10

- Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus

- Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

39
- Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi

- Tidak adanya janin dan amnion.

2. Mola Hidatidosa Parsial

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan

mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang

berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi

villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi

tidak terkena.10

Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor yang dapat menyebabkan

antara lain :10

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari Trofoblast

3. keadaan sosioekonomi yang rendah

4. paritas tinggi

5. kekurangan protein

6. infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Gejala-gejala dan tanda

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan

kehamilan biasa yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain hanya saja derajat

keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga

pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-

40
kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum

dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif

sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.4

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan

inilah yang menyebabkan mereka datang kerumah sakit. Gejala perdarahan ini

biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14

minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak

sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya

pasien mola masuk dalam keadaan anemia.4,10

Seperti juga pada kehamilan biasa mola hidatidosa bisa disertai dengan

preeklampsia hanya perbedaannya adalah bahwa preeklampsia pada mola

terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain akhir-akhir ini

banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Maka, Marta adisoebrata

menganjurkan agar tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis

secara aktif seperti kita selalu mencari tanda-tanda preeklampsia pada tiap

kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.4

Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.

Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru

tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah

sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-

paru akut yang biasa menyebabkan kematian.4

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein baik unilateral maupun

bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi

41
ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up.

Dengan demikian klinis insiden kista lutein lebih kurang 10,2% tetapi bila

menggunakan USG angkanya meningkat hingga 50%. Kasus mola dengan kista

lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan

dikemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista.4

Gejala yang biasanya terjadi adalah : Amenore dan tanda tanda

kehamilan. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat.

Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten

selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan

anemia defisiensi besi. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak

sesuai dengan usia kehamilan. Tidak dirasakan tanda tanda adanya gerakan

janin maupun ballottement. Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan

muntah cukup berat.Preeklampsia dan eklampsia sebelum minggu ke 24. Keluar

jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti dan

Tirotoksikosis.10

Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan

amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan

dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detik jantung

anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadarHuman

Chorionic Gonadotropin (HCG) dalam darah atau urin, baik secara bioassay,

immunoassay maupun radioimmunoassay. Peninggian HCG terutama dari hari ke-

100 sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG dimana

42
kasus mola menunjukan gambaran yang khas yaitu badai salju (snow flake

pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).4

Diagnosa paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola.

Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah

terlambat karena pengeluaran gelembung umunya disertai perdarahan yang

banyak dan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat

mendiagnosis mola sebelum keluar.4

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan dari Inspeksi : muka dan kadang-

kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola (mola face), Palpasi

ditemukan : Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba

lembek dan Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin,

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin. Dari pemeriksaan dalam

yang dinilai adalah memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek dan terdapat

perdarahan dalam kanalis servikalis.10

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan Pengukuran kadar

Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan

imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran)

: Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek mola hidatidosa.10

Pada kehamilan trimester l gambaran mola hidatidosa tidak spesifik

sehingga sering kali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion,

abortus inkomplet atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola

hidatidosa umunya tidak spesifik. Kavum uteri berisi masa ekogenik bercampur

bagian-bagian anekoik vesikular berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut

43
dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju

(snown storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler

didaerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.4

Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian

berisi janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola

parsialis. Umumnya janin mati pada bulan pertama tapi ada juga yang hidup

sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak

tempat beberapa vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu

berproliferasi sedangkan ditempat lain masih tampak vili yang normal. Umumya

mola hidatidosa parsialis mempunyai kariotip triploid. Pada perkembangan

selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.4

Meskipun dengan menggunakan ultrasonografi dan B-HCG berguna

sebagai alat diagnostik mengidentifikasi mola hidatidosa tapi diagnostik terakhir

dan untuk memastikan adalah dengan melakukan pemeriksaan histologi. Pada

mola hidatidosa komplit ditandai dengan adanya hyperplasia trofoblastik difus

dengan hidrop yang dimaksud adalah semua vili dan seperti kumpulan anggur

biasanya dengan ketidakadaan janin atau fetus seperti pembuluh darah atau

membran amnion. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemani dengan fetus atau

atau menunjukan bukti sebelumnya adanya fetus yang diikuti eritroblas atau

membran fetus. Hiperplasia trofoblas sangat fokal dan bulat yang kelebihan

trofoblas yang sering menginvasi kedalam stroma bentuk karasteristik bulat

pseudoinklusi.9

44
Pengelolaan mola hidatidosa

Pengelolaan mola hidatidosa dapat terditi atas 4 tahap berikut ini yaitu :

1. Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk

memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi

penyulit seperti preeklampsia atau tiroksikokosis.4

2. Pengeluaran jaringan mola

Ada 2 cara yaitu :

Vakum kuretase

Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa

pembiusan.Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula

uterotonika.Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan

menggunakan sendok kuretase biasa yang tumpul.Tindakan kuret cukup

dilakukan 1 kali saja asal bersih.Kuret kedua hanya dilakukan bila ada

indikasi.Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk

menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak.4

Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur

dan cukup mempunyai anak.Alasan untuk melakukan histerektomi adalah

karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk

terjadinya keganasan.Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan

anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila

45
dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda

kegansan berupa mola invasif/kariokarsinoma.4

Pengawasan Lanjutan

Untuk mencegah dan mengobati sedini mungkin bila terjadi

choriocarcinoma, maka seseorang pasien pasca evakuasi mola masih harus

melakukan follow up ketat, biasanya sampai 1 tahun. Setelah ada hasil patologi

anatomi, pasien diperiksa darahnya 4-6 minggu pasca kuret. Bila kadar beta HCG

pasca kuret sudah normal atau pasca suntik metotreksat kadar kembali normal

maka cukup dilakukan follow dengan pemeriksaan kadar beta HCG secara

berkala, periodenya makin lama makin jarang sampai 1 tahun dengan kadar

normal barulah pasien tersebut dinyatakan sembuh dan diijinkan hamil lagi bila

pasien mau.10

Pemeriksaan kadar HCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar

menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan

sampai kadar HCG menjadi negatif. Apabila kadar HCG tidak turun dalam 3

minggu berturut-turut atau malah naik maka dapat diberi kontrasepsi kecuali jika

penderita menghendaki dilakukan histerektomi.10

46
III. Kesimpulan

Abortus KET Mola Hidatidosa

Anamnesis Amenore Amenore Amenore


Nyeri perut Nyeri perut Nyeri perut
Perdarahan Perdarahan Perdarahan
Mual, muntah
Pemeriksaan fisik Tergantung jenis Nyeri goyang Besar uterus
abortus portio (+) lebih besar dari
Cavum douglas usia kehamilan
bombass
USG Tergantung jenis Tidak ada janin badai salju (snow
abortus didalam cavum flake pattern)
uterus atausarang lebah
(honey comb).
Terapi Tergantung jenis Metotreksat Kuretase
abortus Pembedahan

DERAJAT ABORTUS
Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala lain
Abortus Sedikit-sedang Tertutup-lunak Sesuai usia -pt positif
iminens kehamilan -kram ringan
-uterus lunak
Abortus Sedang-banyak Terbuka-lunak Sesuai atau -kram sedang/kuat
insipiens lebih kecil -uterus lunak
Abortus Sedikit-banyak Terbuka-lunak < usia -kram kuat
inkomplit kehamilan -keluar jaringan
-uterus lunak
Abortus Sedikit-tidak Tertutup-lunak < usia -sedikit atau tanpa
komplit ada kehamilan kram
-masa kehamilan (+/-)
-uterus agak kenyal
Missed Sedikit-tidak Tertutup-lunak < usia -tanda tanda
abortion ada kehamilan kehamilan menghilang

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun R. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu


(KET) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. [cited25
november 2013]. Available at :
www.repository.usu.ac.id/.../1/09E00840.pdf
2. Sinaga E. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di
Puskesmas Jorlang Huluan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten
Simalungun. [cited 27 november 2013]. Available at
:www.uda.ac.id/jurnal/.../elvipson%20sinaga
3. Adriansz G. Asuhan Antenatal. [cited24 november 2013]. Available at
:www.ayurai.files.wordpress.com
4. Sarwono
5. Fransisca. Aborsi. [cited24 november 2013]. Available at :
www.last3arthtree.files.wordpress.com/.../aborsi
6. Sucipto NI. Abortus Imminens : Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan
Penatalaksanaan. [cited30 november 2013]. Available at
:www.kalbemed.com/.../06/..
7. Cynthia SL. Wagey FW. Loho MF. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik di
BLU RSUP Manado. [cited2 desember 2013]. Available at :
www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/.../935
8. Hadisaputra W. Cornual Ectopic Pregnancy Case : Diagnosis, Etiology
and its Management. [cited2 desember 2013]. Available at
:www.mji.ui.ac.id/jurnal/index.php/mji/327
9. Petignant P. Billieux MH. Blouin JL. Dahoun S. Vassilakos P. is Genetic
Analysis Useful in the Routine Management of Hydatidiform Mole.
[cited5 desember 2013]. Available at :
www.humrep.oxfordjurnals.org/.../2/243.lama
10. Pereira GC. Mola Hidatidosa. [cited3 desember 2013]. Available at :
www.last3arthtree.files.wordpress.com/.../mola

48

Anda mungkin juga menyukai