Anda di halaman 1dari 73

SIFILIS

Dhimas Agung Prayoga


03011076
DEFINISI

Sifilis merupakan Penyakit Hubungan


Seksual (PHS), kronis dan bersifat

DEFINISI
sistemik, selama perjalanan penyakit
dapat menyerang seluruh organ tubuh,
ada masa laten tanpa manifestasi lesi
di tubuh, dan dapat ditularkan kepada
bayi di dalam kandungan.

Penyakit sangat kronis

CIRI Menyerang semua organ tubuh


Kuman penyebab dpt menembus
plasenta kelainan kongenital
PENYAKIT
ETIOLOGI
Treponema pallidum
ditemukan oleh
SCHAUDINN dan HOFFMAN
(1905)

Ordo : Spirochaetalis

Famili :
Spirochaetaceae

Genus : Treponema
CIRI-CIRI TREPONEMA PALIDUM
Tidak dapat bertahan di
udara kering, suhu
panas, desinfektans,
sabun Berbentuk
Stadium aktif
berlangsung setiap spiral
30 jam

Berukuran
Berkembang biak panjang : 6
dengan cara 15 m, tebal
membelah secara 0,25 m
melintang

Terdiri dari 8
Dapat bergerak maju mundur, 24 kumparan
berotasi, undulasi dari sisi
yang satu ke sisi yang lain
EPIDEMIOLOGI
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada
tahun 1996 berkisar antara 0,04 -0,52%.
Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi
di Amerika Selatan.
Di Indonesia insidensnya 0,61%. Penderita yang
terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I
yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II. 2
KLASIFIKASI SIFILIS
Sifilis dibagi
menjadi :
Sifilis Sifilis Akuisita
Kongenital (Didapat)

Dini (sebelum 2 Secara Secara


tahun) Klinis Epidemiologik
Stadium Dini Menular;
Stadiu
Lanjut (sesudah mI dalam 1 tahun sejak infeksi
2 tahun)
terdiri atas SI, SII, S.rekuren,
Stadiu
m II S. laten dini
Stigmata
Stadium Lanjut tak
Stadiu
m III menular; setelah 1 tahun
sejak infeksi terdiri atas
stadium laten lanjut dan SIII
SKEMA STADIUM SIFILIS
1 Tahun
Stadium Dini Menular Stadium Lanjut Tidak
Menular

Stadium Rekuren
St. SI S II S III

2-4 minggu 6-8 minggu


3-10 tahun
Sifilis Laten Dini Sifilis Lanjut Laten
(menular) (tidak menular)

Keterangan:
St. = Sanggama tersangka
SI = Sifilis stadium I
S II = Sifilis stadium II Djuanda A dan Natahusada E.C. Sifilis.dalam editor: Djuanda A, hamzah M, Aisah S.
llmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
S III = Sifilis stadium III Indonesia. 2007. p 393-412.
PATOGENESIS

Stadium dini
T. pallidum mikrolesi / selaput lendir melalui
senggama kulit kuman membiak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat
Treponema di antara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah
kecil perubahan hipertrofik endotelium obliterasi
lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan
erosi S1.
PATOGENESIS
Kuman mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen, hematogen dan membiak, menyebar ke semua
jaringan tubuh. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan
S II
Stadium laten: tidak disertai gejala, meskipun masih
terdapat infeksi yang aktif. Jika imunitas gagal mengontrol
infeksi sehingga T.pallidum membiak lagi ditempat S I dan
menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar
melalui jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi
rekuren S II.
Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-ulang, tetapi
tidak melebihi 2 tahun
PATOGENESIS
Stadium Lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun,
treponema dalam keadaan dorman. Namun antibodi
tetap ada dalam serum penderita
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat
berubah Guma SIII
SIFILIS AKUISITA SIFILIS DINI
Masa tunas 2-4 minggu,
bakteri masuk kedalam
Kelainan Kulit :
selaput lendir atau kulit
Dimulai sebagai papul
melalui mikrolesi
lentikular yang
(senggama) kuman
permukannya segera
berkembang biak dan terjadi
menjadi erosi
penyebaran secara
kemudian ULKUS
hematogen dan limfogen.
Sifilis Primer (S I)
ULKUS DURUM PADA S I
Ciri khas ULKUS DURUM

Biasanya soliter

Berbentuk bulat atau lonjong

Berukuran beberapa mm sampai 1 atau 2 cm

Tepi ulkus teratur, berbatas tegas dengan tanda-tanda

radang negatif

Dinding ulkus tegak

Permukaan dasar ulkus bersih, berwarna merah

Isi ulkus berupa cairan serous

Pada perabaan terdapat indurasi (durum) dan tidak nyeri

tekan (indolen)
SIFILIS PRIMER (S I)
Ulkus Durum pada anus Ulcus Durum di Lidah
ULKUS DURUM
Umumnya lokasi afek primer
genital, jg dpt ekstra genital
Pada pria tempat paling sering
Sulkus Koronarius
Pada wanita Labia mayor dan
labia minor
Di tempat lain Lidah, tonsil
dan anus
S I (SIFILIS PRIMER)
Afek primer dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan dlm
3 10 minggu

Satu minggu setelah afek primer (+) penjalaran


infeksi ke kelenjar gth bening (KGB) regional : regio
inguinal medial KGB membesar, soliter, padat kenyal,
indolen, tidak supuratif, periadenitis (-) & dpt digerak
scr bebas dr jaringan sekitarnya KOMPLEKS PRIMER
SIFILIS SEKUNDER (S II)
STADIUM II
Umumnya Stadium II terjadi setelah 6 8 minggu.

S II sering disebut : The Great Imitator

Kelainan sistemik, didahului gejala prodromal :Nyeri otot, sendi, suhu


subfebril, sukar menelan (angina sifilitika), malaise, anoreksi & cefalgia

Kelainan kulit, selaput lendir, kelenjar & organ tubuh lain

Kelainan kulit yang basah sangat menular. Kering kurang menular.


Bentuk kelainan spt kondiloma lata atau plaque mucueuses sangat
menular
KELAINAN KULIT STADIUM
SEKUNDER ( S II)
ROSEOLA

PAPUL

PUSTUL

Bentuk lain
KELAINAN KULIT PADA STADIUM II
Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) terutama pada dada, perut, punggung,
lengan, tangan ke seluruh tubuh

Transien dan berakhir hipopigmentasi (leukoderma sifilitika)

Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)


Papula arsiner, sirsiner dan polisiklik
Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
Papula korimbiformis
Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
Papula + folikulitis yang dapat alopesia sifilitika

Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika), papulokrustosa - mirip frambusia


(sifilis frambusiformis)

Pustula, - bersifat destruktif pd KU buruk (rupia sifilitika = lues maligna)


KELAINAN KULIT PADA
STADIUM II
Kelainan selaput lendir (mukosa)

Mucous patch - banyak mengandung T pallidum,

Bentuk bulat, kemerahan ulkus

Kelainan mukosa bibir, pipi, laring, tonsil dan genital.

Kelainan Pada rambut alopesia difusa, alopesia areolaris

Kelainan Pada Kuku Onikia Sifilitika , Paronikia Sifilitika

Kelainan kelenjar

Pembesaran kelenjar seluruh tubuh (limfadenopati generalisata) - sifat = S I

Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis t u suboksipital, sulkus bisipitalis &

inguinal. Pada aspirasi kelenjar akan ditemukan T. pallidum.


SIFILIS SEKUNDER ( S II )
Sifilis Std II, Sifilis Std II,
makulopustula Papuloskuama
KELAINAN KULIT PADA
STADIUM II
Sifilis II, Interstitial glossitis
Sifilis std II, Mucous patch
- tongue
SIFILIS SEKUNDER ( S II )
Sifilis II, palm & sole Sifilis II, palmar
SIFILIS SEKUNDER ( S II )
Lesi Psoriasiformis Kondiloma lata, perianal
SIFILIS SEKUNDER ( S II )
Kelainan tubuh lain

Kuku : onikia, rapuh dan kabur

Mata : uveitis anterior,


korioretinitis

Tulang : periostitis

Hepar : hepatomegali, hepatitis

Ginjal, meningen
SIFILIS AKUISITA- STADIUM LATEN
DINI &REKURENS
STADIUM LATEN STADIUM
DINI REKURENS

Kelainan klinis
Stadium ini seperti Kadang-
Tanda-tanda kelainan kadang dapat
(+) < dari 2 stadium II, juga timbul
klinis (-),
tahun namun kelainan
bersifat
setelah kelainan seperti
menular.
infeksi. bersifat stadium I.
setempat.
SIFILIS AKUISITA STADIUM LANJUT
(TIDAK MENULAR)

STADIUM LATEN LANJUT

Disebut laten lanjut > 2 tahun setelah infeksi.

Kelainan klinis (-) dan hanya dapat diketahui


berdasarkan hasil pemeriksaan STS yang positif.

Lamanya masa laten ini dapat berlangsung


bertahun-tahun, bahkan dapat berlangsung
seumur hidup.
SIFILIS AKUISITA STADIUM LANJUT
(TIDAK MENULAR)
Kelainan
timbul 3 10
STADIUM tahun
III
sesudah
stadium I
Kelainan khas
Ulkus : dinding
guma : infiltrat
curam, dasar :
berbatas tegas,
jaringan nekrotik
bersifat kronis,
berwarna kuning
cenderung
keputihan (ulkus
mengalami
gumosum) &
perkejuan
bersifat destruktif &
(perlunakan) &
serpiginosa.
pecah ulkus
SIFILIS AKUISITA STADIUM LANJUT
(TIDAK MENULAR)

STADIUM III

Guma soliter - dapat multipel

Ukuran : milier - beberapa cm.

Guma di semua jaringan merusak semua jenis


jaringan : tulang rawan hidung, palatum atau organ
dalam tubuh : lambung, hepar, lien, paru-paru, testis
dan lain-lain.
S III - GUMA
Sifilis Stadium III, Large
Nasal perforation ec nasal
gumma
gumma
S III - GUMA
Sifilis III, Gumma on lower
Saddle Nose,
lip
Destruction nasal bone
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis tersier (S III)
Lesi pertama umumnya
terlihat antara tiga sampai
sepuluh tahun setelah S I.
Kelainan yang khas ialah
guma, yakni infiltrat
sirkumskrip, kronis,
biasanya melunak, dan
destruktif.
Dapat menyerang mukosa,
tulang dan alat dalam
SIFILIS
KARDIOVASKULAR
Manifestasi klinik baru (+) 10 40 tahun setelah infeksi

primer.

Sekitar 10 % penderita sifilis akan mengalami fase ini &

dapat terjadi bersamaan dengan neurosifilis (40 %).

Pasien pria > wanita.

Pasien bangsa kulit berwarna > kulit putih

Kelainan jantung, pembuluh darah besar (aneurisma) dan

pembuluh darah sedang.


NEUROSIFILIS

Treponema pallidum sudah dapat SSP pada stadium

dini, tetapi kelainan baru (+) secara perlahan-lahan &


bermanifestasi 10 20 tahun sth infeksi.

Kelainan > sering kulit putih.

Tidak dapat diramalkan pasien sifilis tabes dorsalis /

paresis generalisata.
SIFILIS KONGENITAL
SIFILIS KONGENITAL

Sifilis kongenital (SK) pada bayi terjadi bila ibunya


terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak
T. pallidum beredar dalam darah.

Treponema pallidum masuk secara hematogen


melalui plasenta yang sudah dapat terjadi usia
kehamilan 10 minggu.

Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya


ringan;
Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati
penularan 90%, Jika ibu menderita sifilis laten
dini 80%, Bila sifilis lanjut 30 %
SIFILIS KONGENITAL

Stigmata
SK (Jaringan parut
SK SK dini atau
lanjut
terbagi (+) < 2 deformitas
(+) > 2 akibat
: tahun penyembuhan
tahun kedua
stadium)
GAMBARAN KLINIS SIFILIS
KONGENITAL DINI
Kelainan kulit yang pertama kali terlihat:
Bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dn kaki, badan. Cairan bula banyak
T.pallidum . Bayi tampak sakit, bentuk ini disebut pemfigus sifilitika.

Kelainan lain :

Timbul pada bayi berumur beberapa minggu dan mirip erupsi S II, berbentuk papul atau papulo

skuamosa yang simetris dan generalisata, dapat tersusun teratur


Wajah bayi seperti orang tua akibat BB turun, Alopesia pada sisi dan belakang kepala, kuku dapat

terlepas akibat papul di bawahnya (onikia sifilitika).


Selaput lendir mulut dan tenggorokan terlihat plaque muqueuses, Rinitis (syphilitic snuffles)

Hepar dan lien membesar akibat invasi T.pallidum fibrosis difus

Osteokondritis terjadi sebelum berumur 6 bulan. Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga

tidak dapat digerakkan, seolah paralisis (psedo paralisis parrot)


Neurosifilis aktit invasi pada T.pallidum otak intrauterin
GAMBARAN KLINIS SIFILIS KONGENITAL
DINI Sunffle nose, crusting, nasal
Keratitis interstisialis discharge

Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates,2000.p170-1Sirergar RS. Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. Edisi kedua, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2004: p301-3
GAMBARAN KLINIS SIFILIS KONGENITAL
DINI

Hepato-splenomegali Sifilis Kongenita, bullous lesion

Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates,2000.p170-1Sirergar RS. Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. Edisi kedua, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2004: p301-3
GAMBARAN KLINIS SIFILIS KONGENITAL DINI

Periostitis Sifilis Kongenital

Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates,2000.p170-1Sirergar RS. Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. Edisi kedua, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2004: p301-3
SIFILIS KONGENITAL LANJUT
Umumnya terjadi usia 7-15 tahun
Dpt menyerang kulit ,tulang, selaput lendir dan alat dalam

Guma Yang khas guma pada hidung dan mulut , jika kerusakan di
septum nasiperforasi destruksi kolaps

Periostitis Menyerang tibia umumnya mengenai 1/3 tengah tulang

Sifilitika Menyebabkan penebalan sabre tibia

Keratitis Gejala paling umum, biasanya umur 3-30 tahun

Intertisial Dapat menyebabkan kebutaan.

Yaitu pembengkakan kedua sendi lutut disertai efusi


Cluttons joints Biasanya umur 10-20 tahun, bersifat kronik

Neurosifilis Berbentuk paralitik generalisata atau tabes dorsalis

Djuanda A dan Natahusada E.C. Sifilis.dalam editor: Djuanda A, hamzah M, Aisah S. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 393-412.
STIGMATA
Stigmata adalah jaringan parut atau deformitas akibat
penyembuhan kedua stadium tersebut

Akibat rinitis yang parah dan terus-menerus gangguan

Stigmat
pertumbuhan septum nasi pada cavum nasi depresi pada
jembatan hidung (Saddle nose)
Maksila tumbuh abnormal ( Bulldog jaw )

a pada Gigi Hutchinson Gigi tersebut lebih kecil daripada normal, sisi
gigi konveks , daerah menggigit konkaf khas pada gigi insisi

lesi permanen.
Gigi mulberry

dini:
Ragades terutama pada sudut mulut
Jaringan parut koroid koroidoretinitis pada SK dini
Kuku onikia

Djuanda A dan Natahusada E.C. Sifilis.dalam editor: Djuanda A, hamzah M, Aisah S. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 393-412.
KELAINAN STIGMATA
Gigi Hutcinson Gigi Mulberry
KELAINAN STIGMATA
Rhagades
STIGMATA DAN LESI LANJUT

Stigmata pada
lesi lanjut:
Korena keratitis
interstisial
Tulang
Atropi Optikus
Trias Hutchinson
Keratitis interstisial
Kelainan gigi
Hutchinson
Ketulian nervus VIII.

Djuanda A dan Natahusada E.C. Sifilis.dalam editor: Djuanda A, hamzah M, Aisah S. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 393-412.
PEMERIKSAAN UNTUK
DIAGNOSIS
Pemeriksaan
Treponema
pallidum
Tes Serologik
Sifilis (STS)
Pemeriksaan
pembantu lain
MDL/S/Peb/2006
PEMERIKSAAN TREPONEMA
PALLIDUM
1. Pemeriksaan - mikroskop
lapangan gelap melihat
pergerakkan Treponema pallidum.

2. Pewarnaan Burri (tinta hitam)


tidak adanya pergerakan Treponema
karena T. pallidum telah mati
kuman berwarna jernih dikelilingi
oleh lapangan yang berwarna hitam.
SEROLOGI TES SIFILIS
(STS)
1.STS penting untuk diagnosis dan pengamatan
hasil pengobatan.

2. Prinsip pemeriksaan STS - mendeteksi


bermacam antibodi yang berlainan akibat infeksi
T. pallidum.
KLASIFIKASI STS

Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol

Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati / fraksi


T.pallidum

Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :

Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yang memberi hasil


positif
Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil
negatif
TES NON
TREPONEMA
Rx Komplemen : Wasserman dan Kolmer

Flokulasi / aglutinasi
V.D.R.L. (Venereal Disease Research
Laboratory)
R.P.R (Rapid Plasma Reagen)
A.R.T. (Automated Reagen Test)
Kahn
TES NON TREPONEMA

Hasil (-) 3 8 bln sth pengobatan adekuat.

Hasil (+) dalam 2 minggu I sth ulkus durum (+)

Titer pada berbagai stadium :

SI : Negatif / positif rendah sampai tinggi

S II : Positif tinggi

S III : Positif tinggi

S kardiovaskular : Dapat non reaktif

Neurosifilis : Dapat non reaktif MDL/S/Peb/2006


TES TREPONEMA

Bergun
a pada
keadaa
n:
Tes Non
Treponema
berulang kali (+)
namun dicurigai
adanya sifilis
laten
Tes Non
Pd keadaan
Treponema
false
(-) namun
positive pd
dicurigai
tes Non
adanya
Treponema
sifilis lanjut
TES TREPONEMA DIGOLONGKAN 4
KELOMPOK:

Tes Tes Tes Fiksasi


Tes Imobilisasi
imunofluoresensi Hemanglutinasi komplemen

MDL/S/Peb/2006
TES IMOBILISASI

Tes serologi untuk sifilis dimana larutan yang


mengandung agen kausatif yakni Treponema Pallidum di
kombinasikan dengan serum yang berisi komplemen
dimana bila T. pallidum menjadi immobile setelah itu
artinya hasilnya (+)
TES IMOBILISASI
Treponema Pallidum Immobilization
(TPI) Tes Treponema yang paling
spesifik

Hasil positif pada Treponematosis

Kekurangannya :
Rx lambat, baru (+) pd akhir stadium I,
Tidak dapat - untuk menilai hasil pengobatan,
Teknik sulit dan biayanya mahal
TES
IMUNOFLUORESENSI
Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)

Antigen untuk test ini adalah bakteri T. pallidum. Bakteri ini tidak bisa
dikultur sehingga bakteri ini dikembang biakan dan diekstraksi dari
jaringan testikular kelinci.Kemudian hasil ekstraksi di sebar meratakan
dan difiksasi di kaca objek.

Serum dari pasien dicampurkan dengan absorben (abs) yang berisi


treponema non (Treponema phagedenis biotype Rieter). Tujuan
pemberian absorben adalah untuk membuang antibodi anti treponema
yang tidak spesifik untuk bakteri
TES IMUNOFLUORESENSI
Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)
Tes ini paling sensitif (90 %), bisa u deteksi Ig G
False (+) pada

Keganasan Anemia hemolitik


Lupus eritematosus Sirosis hepatik
Rheumatoid arthritis Kehamilan
Skleroderma Infeksi virus, vaksinia
Drug induced LE Orang normal

< 18 % S I & < 5 % S laten false (+)


MDL/S/Peb/2006
TES
IMUNOFLUORESENSI
FTA Abs IgM
Tes untuk deteksi IgM

Bersifat sgt reaktif pd sifilis dini &

paling penting untuk sifilis kongenita.


Pada pengobatan yang berhasil, titer

IgM cepat menurun, sedangkan IgG


lambat. MDL/S/Peb/2006
TES HEMANGLUTINASI
Treponema Pallidum Haemagglutination Assay
(TPHA) :

adalah pemeriksaan aglutinasi tidak langsung


untuk mendeteksi titer antibodi terhadap T.
pallidum
TES HEMANGLUTINASI
Treponema Pallidum Haemagglutination
Assay (TPHA).
Bersifat cukup spesifik & sensitif, reaktif
cukup dini
Merupakan tes yg dianjurkan teknik dan
pembacaan hasil mudah.
Kehamilan Connective tissue
diseases
False positif dapat terjadi pada :
Lepra Infeksi momonukleosis
TES FIKSASI
KOMPLEMEN
Reiter Protein Complement Fixation
Test (RPCF)

Protein Reiter merupakan ekstrak


protein T. pallidum - bersifat non
patogen.

Sensitivitas tidak melebihi VDRL

False positive (+) akibat adanya


antibodi terhadap polisakarida dlm
ekstrak protein.
PEMERIKSAAN UNTUK
NEUROSIFILIS
Neurosifilis perlu pemeriksaan
cairan serebrospinalis untuk
menilai :
Jumlah sel PMN : > 4/mm
Total protein : > 40 mg/dl
Tes Non Treponema (VDRL)
Titer Ig G cairan
serebrospinalis dan Ig M
serum meningkat MDL/S/Peb/2006
Hasil STS setelah pengobatan

Sel PMN normal dlm waktu 6 bulan

Kadar protein normal dlm waktu 2 tahun

STS normal dlm waktu > dari 2 tahun.

STS cairan serebrospinalis false positive pada


keadaan

Neoplasma serebral / medula

Meningitis tuberkulosa

Kontaminasi cairan serebrospinalis dengan darah

MDL/S/Peb/2006
PEMERIKSAAN
LAIN
Pem sinar Rontgen u melihat kelainan khas
pd tulang, kelainan sistim kardiovaskular
Pem EKG u menilai kelainan sistim

kardiovaskular
Pem USG u menilai kelainan organ tubuh lain

Pem lab darah lain untuk menilai fungsi

hepar, ginjal
PENATALAKSANAAN
Obat pilihan untuk terapi sifilis : Penisilin

Prinsip tatalaksana sifilis : kadar obat harus dapat


bertahan dalam serum selama 10 14 hari untuk sifilis dini
& lanjut, 21 hari u neurosifilis dan sifilis kardiovaskular.

Kadar penisilin yg diperlukan cukup 0,03 unit/ml selama 10


14 hari.
Cara & dosis pemberian penisilin dlm
kepustakaan masih berbeda.

Dosis total yang dianjurkan :


SI : 4,8 juta unit
S II : 6 juta unit
S III : 9 juta unit

MDL/S/Peb/2006
MENURUT LAMA KERJA
PENISILIN
Procain
Aqueous Penicillin + 2 %
Benzathine
Procain Aluminium
Pecillin G
Penicillin G Monostearate
(PAM)
Intermediate
Golongan Short acting Long acting
acting

Lama kerja
obat
24 jam 72 jam 2 3 minggu

Seminggu
Cara Setiap hari Setiap 3 hari
sekali
pengobatan MDL/S/Peb/2006
Sifilis Pengobatan Pemantauan
Serologik
Sifilis primer 1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit IM, 2,4 juta unit dan Pada bulan I, III,
diberikan 1x seminggu. VI, & XII & setiap

2. Penisilin G prokain dalam akua dosis total 6 juta, diberi 0,6 6 bulan pada

juta unit/hari selama 10 hari tahun ke 2

3. PAM (penisilin prokain +2% aluminium monostrerat) dosis


4,8 juta unit, diberikan 1,2 juta unit/kali 2 kali seminggu

Sifilis Sama seperti sifilis primer


sekunder
Sifilis laten 1.Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0,6


juta unit/hari)

3. PAM dosis total 7,2juta unit (1,2 juta unit/kali, 2x seminggu)


Sifilis S III 1.Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6


juta unit/hari)
REAKSI JARISH
HERXHEIMER
Pada Th/ sifilis dg
penisilin rx
(+) 2 12 jam sth
Jarish-Herxheimer
injeksi penisilin
(akibat toksin
pertama
kuman T. pallidum
yg mati.)

Pengobatan
dengan
kortikosteroid 20-
40 mg sehari MDL/S/Peb/2006
REAKSI JARISH
HERXHEIMER
Gejala :
-Febris
-Nyeri kepala
-Malaise
-Keringat banyak
-Menggigil
-Kemerahan pd
kulit & kelainan
kulit yg ada +
hebat / + merah.
DOSIS PENISILIN YANG
DIANJURKAN
Stadium dini (menular)
OLEH WHO
: Dosis total 30 gram/15
hari
Stadium lanjut (tidak : Dosis total 60 gram/30
menular) hari

Sebelum terapi dilakukan pemeriksaan STS


STS diulang setelah terapi selesai
Dilakukan : 1, 3, 6, & 12 bulan sampai 2 tahun
setelah terapi selesai
Kemungkinan
Menilai hasil Relaps
TUJUAN : Th/ tidak
Th/ penyakit
adekuat
DIAGNOSA BANDING
SIFILIS STADIUM I SIFILIS STADIUM II

1.Herpes simplek

2.Ulkus piogenik 1.Erupsi alergi obat

3.Skabies 2.Morbili

4.Balanitis 3.Pitiriasis rosea

5.Limfogranuloma venereum 4.Psoriasis

6.Karsinoma sel squamosa 5.Dermatitis seboroik

7.Penyakit bechet. 6.Kondiloma akuminatum

8.Ulkus mole 7.Alopesia areata


PROGNOSIS
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis
menjadi lebih baik. Penyembuhan berarti sembuh klinis
seumur hidup, tidak menular ke orang lain, T.S.S pada
darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir akan kambuh,
5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis
kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita
5%, 23% akan meninggal. Pada sifilis dini yang diobati,
angka penyembuhan mencapai 95%.

MDL/S/Peb/2006

Anda mungkin juga menyukai