Kelainan Pada Wajah PDF
Kelainan Pada Wajah PDF
1. Cherubism
Cherubism rnerupakan kelainan genetik benigna yang melibatkan maksila dan
mandibula. Biasanya dijumpai pada anak usia 5 tahun. Tanda-tanda khas yaitu terjadinya
pembesaran rahang, pembesaran pipi dan tatapan mata ke arab alas.
Etiologi dan Patogenesis.
. Etiologi terjadinya cherubism karena adanya gangguan pada autosomal dominan.
Penetrasinya adalah 100% pada penderita laki-laki dan 50 -75% pada wanita. Bersifat
"self-limiting disease", jadi dapat berkembang cepat selama masa kanak-kanak dan
seringkali berawal pada usia 2 tahun kemudian berlahjut hingga pubertas. Pada masa
pubertas, lesi pada tulang mulai surut atau mengalami regresi dan pada usia 30 tahun
tinggal sedikit kecacatan yang tersisa.
Gambaran Klinis
Daerah yang paling sering terlibat pada penyakit ini adalah sudut mandibula
(mandibular angle), ascending ramus, regio retromolar dan bagian posterior maksilla.
Prosesus coronoid dapat terlibat tetapi condylus selalu terhindar. Perluasan tulang paling
sering terjadi secara bilateral walaupun ada pula kasus unilateral, sebagian besar kasus
hanya pada mandibula.
Pada regio posterior mandibula dapat terjadi pembesaran yang dapat meluas sampai
pada processus alveolaris dan ascending ramus serta tidak mengakibatkan rasa sakit.
Penampilan klinis bervariasi mulai dari pembengkakan posterior pada satu rahang hingga
perluasan ke anterior dan posterior adari kedua rahang, sehingga mengakibatkan kesulitan
dalam mengunyah, bicara dan menelan.
Pada kelainan maksila terjadi keterlibatan dasar orbita dan Binding anterior antrum.
Tekanan ke arah superior pada orbita menyebabkan terjadinya penonjolan sclera dan
tatapan mats ke arah alas. Terjadi pula pengurangan atau obliterasi lengkung palatal.
Gambaran Radiografis
Secara radiografis akan terlihat lesi yang berbatas jelas, multiple, radiolusen dan
multilokular. Pada mandibula terjadi perluasan dan penipisan dari cortical plate.
kemungkinan juga terjadi displacement canal alveolaris inferior.
Pada maksila akan terlihat gambaran mirip gelembung sabun dengan obliterasi
antrum maksilla.
Histopatologi
Secara histologis, lesi sangat mirip dengan central giant cel carcinoma. Terdapat
fibrous stroma dengan vaskularisasi yang banyak dan tersusun dalam pola melingkar.
Terlihat banyak fibroblas dan multinucleated giant sel dengan nuclei dan nucleoli yang
menyolok. Pada lesi mature akan terlihat banyak jaringan fibrous dan jumlah giant eel
sedikit. Pathognomonic untuk cherubism adalah perivaskuler kolagen.
Differential Diagnosis
Differential diagnosis untuk pembengkakan bilateral adalah hiperparathyroidism,
infantile cortical hyperostosis dan multiple odontogenic keratocysts, sedangkan bila
pembengkakan unilateral, differential diagnosenya adalah fibrous dysplasia, central giant cel
granuloma, histiocytosis dan odontogenic tumor
2. Cleidocranial dysplasia
Syndrome ini meliputi aplasia atau hipoplasia clavicula, mal formasi cranio-facial,
multiple supemumarary dan unerupted gigi.
Penampilan klinis.
Penampilan klinis penderita menunjukkan adanya pathognomonic pada kelainan ini.
Penderita terlihat sangat pendek, leher tampak panjang, bahu sempit dan turun atau jatuh.
Tidak ada kalsifikasi secara menyeluruh atau sebagian dari clavicula sehingga terjadi
hipermobilitas pada bahu. Kepala terlihat besar dan branchycephalus. Terdapat penonjolan
yang nyata pada tulang frontal, parietal dan occipital. Tulang-tulang facial dan sinus
paranasal mengalami hipoplasi sehingga penampilan muka menjadi kecil dan pendek. Dasar
hidung terlihat luas dengan nasal bridge tertekan ke dalam. Terdapat ocular hypertelorism.
Hipoplasi maksila menyebabkan mandibula relatif tampak prognathic. Lengkung palatal
sempit dan tinggi. Terdapat peningkatan insidensi celah submucosal dan celah palatal. Gigi
sulung biasanya normal meskipun kadang-kadang tertunda erupsi dan exfoliansinya. Gigi
permanen tertunda erupsinya dan beberapa gigi gagal erupsi. Gigi supemumeri yang tidak
erupsi sering terdapat pada regio premolar. Sering disertai dengan maloklusi yang parch.
Penampilan klinis
Penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai Hipoplasi
pada "mid-face" dan exophthalmos sangat jelas. Mandibula relatif tampak prognathism,
hidung mirip paruh burung beo. Bibir atas dan philtrum biasanya pendek dan bibir bawah
sering tampak jatuh. Kerusakan syaraf penglihatan dapat terjadi pada 80% kasus.
Secara intra-oral akan terlihat penyempitan lengkung maksila, lengkung palatal tinggi,
bilateral posterior lingual crossbite, anterior open bite.
Gambaran klinis
Terjadi hipoplasi pada mandibula, maksila, zygoma serta telinga tengah dan telinga
ekstema dengan derajat yang bervariasi. Pada syndrome dengan ekspresi penuh,
penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai "bird-like" atau "fish like". Tujuh
puluh lima persen kasus menunjukkan kecacatan pada 1/3 bagian luar kelopak mata bawah.
Universitas Gadjah Mada 4
Lima puluh persen kasus menunjukkan bulu mata bawah di sebelah medial dari bagian mata
yang carat tidak ada. Fissure palpebral menunjukkan miring ke bawah.
Sering terjadi atresia kongenital lubang telinga eksterna dan microtia. Terdapat
kecacatan pada daun telinga berupa daun telinga kusut atau tidak ada sama sekali, sering
pula terjadi ketulian. Pada 30% kasus menunjukkan adanya celah palaturn, sedangkan 15%
kasus menunjukkan terjadinya macrostomia, dapat pula disertai dengan open bite dan
hipoplasi mandibula.
Penampilan klinis.
Penderita Down syndrome akan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut : terjadi
retardasi mental pada derajat bervariasi, pada 30% kasus menunjukkan dementia, terjadi
penuaan dini setelah usia 35 tahun. Kepala akan terlihat branchycephalic, occiput terlihat
datar dan dahi menonjol serta fontanella terlihat lebar dan luas. Pada 98% kasus terjadi
separasi sutura sagital lebih dari 5 mm. Sinus frontal dan spheroid tidak ada sedangkan
pada sinus maksilaris menunjukkan terjadi hipoplasi (90% kasus). Terjadi defisiensi tulang
mid face dengan occular hypotelorism, nasal bridge datar, mandibular prognathism. Mata
berbentuk almond (almond-shape). Fisura palpebra miring ke atas. Pada iris tampak
brushfield spot, tampak pula adanya epichantic fold (epichantus). Terjadi convergen
strabismus, nystagmus, keratoconus, katarak congenital. Pada 30 45 % disertai penyakit
jantung congenital.
Penderita penyakit ini rentan terhadap infeksi, hal ini ditunjukkan dengan adanya
kelainan pada sel B dan sel T. Pada 50% disertai disfungsi thyroid. Manifestasi pada oral
akan terlihat fisura pada lidah, makroglosi, posisi mulut terbuka, lidah selalu keluar, bernafas
melalui mulut, kadang-kadang terjadi celah palatum dan celah bibir, anomali gigi geligi dan
penyakit periodontal. Pada 75% kasus menunjukkan keterlambatan erupsi gigi sulung dan
gigi permanen, disertai microdontia, hipodontia, malformasi mahkota dan akar gigi.
Prognathism, crossbite posterior, apertognatia, crowded gigi anterior.
7. Achondroplasia
Achondroplasia merupakan kelainan yang diturunkan pada ossifikasi endochondral
dan mempengaruhi individu seperti bentuk kerdil dengan tulang kaki yang pendek dan
pembesaran kepala. Kondisi yang diturunkan seperti jenis autosomal dominan dengan tidak
komplitnya penetrasi tetapi banyak kasus sebagai hasil mutasi yang baru.
Proliferasi kartilago pada epiphysis menurun dan berkurangnya ossifikasi penulangan
endochondral, sehingga. menghasilkan kegagalan pertumbuhan longitudinal pada tulang
panjang dan dasar tengkorak. Pembentukan tulang subperiosteal tidak terpengaruh
sehingga tulang subperiosteal normal tetapi kadang-kadang dapat pula terjadi ketebalan
yang berlebihan.
9. Fibrous displasia
Typical monostotic fibrous displasia ditandai oleh sedikitnya area yang dibatasi oleh
replacement fibro-osseus tulang ke bentuk pembengkakan yang dimulai pada masa kanak-
kanak tetapi secara tipikal mengalami istirahat dengan maturasi skeletal. Tulang rahang
paling sering terpengaruh pada sisi leher dan kepala tetapi secara keseluruhan terlihat
kurang dari 25% dari seluruh kasus tulang rusuk dan femur paling sering terkena.
Perbandingan laki-laki dengan wanita hampir sama frekuensinya terkena penyakit ini.
Universitas Gadjah Mada 7
Polyostotic fibrous displasia jarang terjadi dan gambaran histologis lesi ini sama pada
beberapa atau banyak tulang, pigmentasi kulit dan abnormalitas endocrine. Pada wanita
lebih sering terkena (Perbandingan laki-laki dengan wanita = 3 : 1) dan umumnya pada usia
pubertas atau mendekati dewasa. Adanya hubungan antara perubahan tulang dan aktivitas
hormonal kemungkinan dihubungkan dengan receptor estrogen pada tulang.
Albright's syndrome termasuk polyostotic fibrous displasia dapat disertai tanda
pigmentasi kulit dan precocity seksual. Lesi terdistribusi unilateral atau segmental. Secara
klinis, monostotic fibrous displasia terlihat terutama pada masa dewasa, biasanya sekitar
umur 20 tahunan, sedangkan polyostotic fibrous displasia lebih sering terjadi pada masa
kanak-kanak. Lesi yang khas terbentuk tanpa rasa sakit, terjadi pembengkakan lunak pada
maxilla lebih sering dibanding mandibula. Pada beberapa nisi pembengkakan menjadi besar
dan mengganggu fungsi dan adanya maloklusi. Walaupun massa fibroosseus melemahkan
tulang, secara patologi fraktur tulang jarang terjadi.
Polyostotic fibrous displasia melibatkan regio leher dan kepala pada lebih dari 50%
kasus. Adanya lesi pada tulang rahang menjadi gambaran yang paling nyata dan lesi lainnya
tidak terlihat pada pemeriksaan pertama. Adanya pigmentasi kulit berupa noda kehitani-
hitaman sampai dengan kecoklatan, 1 cm atau lebih dengan gambaran irregular, biasanya
pengaruhnya menutupi tulang tetapi terutama tampak pada bagian belakang leher, trunk,
pantat atau paha. Adanya pigmentasi pada mukosa oral merupakan perkecualian.
Hasil rontgen foto ditandai adanya ground glass atau texture seperti kulit jeruk yang
halus dan bergabung dengan sekitar tulang normal dengan batas yang tidak diketahui
secara pasti. Adanya gambaran seperti sumuran pada margin penting digunakan sebagai
pertimbangan diagnostik. Pada sebagian besar, lesi fibrous seperti kista atau tumor cystic,
banyak lesi ossifikasi menunjukkan sclerotic patchily (berbintik).
Secara mikroskopis terdiri jaringan fibrous seluler dimana distribusi trabekula merata
pada woven/anyarnan tulang, hal ini sering dikarakterkan seperti Chinese walaupun bukan
Chinese. Kemungkinan juga sebagai campuran atau foci kecil yang tersebar secara tidak
merata pada stroma
2) Streptococcal impetigo
Streptococcal impetigo merupakan suatu infeksi yang menyebar dengan cepat pada
lapisan superfisial epidermis. Organisme penyebab adalah -hemolitic streptococci, namun
kultur pada lesi nampak pula adanya staphylococci.
Tanda khas lesi yaitu vesicle atau pustule dengan sedikit erythema. Lesi segera
pecah meninggalkan luka dengan kerak yang tebal dan gatal. Kemungkinan akhirnya akan
terjadi scarlet fever. Pada keadaan ini jugs terdapat lymphadenopathy regional. Manifestasi
sistemik berupa fever dan malaise biasanya minimal. Penyakit ini dapat terjadi terutama
didaerah beriklim panas dan lembab, biasanya diawali dengan terjadinya minor trauma.
Diagnosa ditentukan dari penampilan lesi, isolasi Streptococcus pyogene, kenaikan
titer serum untuk Antideoxyribonuklease B atau Antihyaluronidase.
Ecthyma merupakan suatu bentuk impetigo dimana invasi bakteri berlanjut ke
lapisan kulit yang lebih dalam. Lesi pada awalnya berupa vesicle tetapi akhimya menjadi
luka baru yang berlubang dengan bates sekeli ling berwarna ungu.
3) Erysipelas
Erysipelas merupakan suatu cellulitis superfisial, biasanya disebabkan oleh -
hemolitic streptococci yang menyerang dermis. Kulit yang terserang menjadi sangat
erythematous, hangat dan sakit bila disentuh. Lesi menyebar dengan pesat karena
pelepasan hyaluronidase oleh bakteri. Terjadi fever, malaise, lymphadenopathy regional.
Desquamasi kulit pada area yang terlibat. Faktor etiologi berupa trauma pada kulit yang
mengawali masuknya organisme pada dermis. Diagnose ditegakkan dari lesi yang khan dan
Kenaikan serum antibodi untuk antigen spesifik streptococcal.
b. Infeksi staphylococcal
1) Infeksi staphylococcus yang berkaitan dengan struktur adenexal
Infeksi staphylococcus yang berkaitan dengan struktur adenexal pada wajah antara
lain : fooliculitis, furuncle, carbuncle, sycosis, sycosis vulgaris, Bockhart's folliculitis, Byte,
sebaceous cysts dan acne vulgaris.
a) Fooliculitis
b) Cellulitis
Merupakan perluasan infeksi ke lapisan jaringan yang lebih dalam di bawah
dermis. Dapat terjadi karena masuknya organisme melalui luka, penyebaran infeksi
dapat terjadi pada daerah superfisial atau penyebaran melalui aliran darah.
Tanda klinis berupa erythematous, edematous, hangat dan sakit bila dipalpasi.
Tanda sistemik berupa fever, malaise, panas dingin.
Pada regio maxillofacial, Streptococcus pyogene merapakan organsime penyebab
pada remaja dan orang dewasa. Pada anak-anak disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae atau Haemophylus. inJluenzae.
Cellulitis sebagai reaksi inflamasi diffus dimana bakteri mampu menyerang
pertahanan tubuh sehingga infeksi tidak terbatas pada situ area. Selain itu, hal ini dapat
berkembang melewati sekitar jaringan lunak dan sepanjang dataran muka ke lauar
meninggalkan area dari tempat asal terjadinya infeksi. Cellulitis pada wajah dan leher
Universitas Gadjah Mada 14
sering terjadi sebagai hasil dari infeksi periapikal dan mengikuti infeksi periodontal.
Tetapi hal ini dapat pula mengikuti extraksi gigi atau traumatik infeksi seperti terjadi
setelah fraktur. Jaringan lunak yang terlibat dapat menunjukkan terpisah dari otot atau
jaringan ikat dan inflamasi akut non spesifik. Secara klinis tandanya adalah keras, sakit
bengkak pada area jaringan lunak yang terlibat dan lymphadenitis regional biasanya
terjadi. Jika jaringan lunak superfisial terlibat, lapisan atas kulit menunjukkan inflamasi
atau berwarna ungu. Penyebaran diffus infeksi mungkin dilikirkan melibatkan area pada
wajah dan leher. Streptococcus dan beberapa strain Staphylococcus merupakan
penyebab umum cellilitis pada regio orofacial.
Cellulitis perlu perawatan. Jika tidak dirawat, keadaan ini menjadi terlokalisasi
membentuk sebuah abses. Bila hal ini terjadi, dapat dilakukan drainase secara
pembedahan (surgically) atau mungkin melakukan perusakan melewati permukaan
jaringan yang terlibat dan didrain secara spontan.
Bentuk utama cellulites berat adalah Ludwig's angina, dimana biasanya diawali
pada ruangan submaxilla kemudian mengadakan invasi ke sublingual dan ruangan
submental bilateral. Sumber infeksi seringkali gigi Rahang Bawah. Tetapi mungkin pula
berasal dan fraktur atau penetrasi injury. Streptococcus umumnya terlibat dalam
Ludwig's angina tetapi biasanya merupakan mixed infeksi. Variasi bakteri dari gram
positif aerob dan gram negatif aerob dan anaerob meliputi : fuslforms, spirochetes,
diphteroids, Staphylococcus, Bacteriodes, Klebsiella, eschenrichia coil, Pseudomonas
aeruginosa, Haemophillus influenza dan Branhamella catarrhalis.
c) Necrotizing fascitis
Merupakan suatu infeksi yang melibatkan fascia superfisial dengan kerusakan
pada jaringan lunak di atasnya. Biasanya dijumpai pada pasien dengan kelemahan
kronis atau pada penderita DM, penyakit-penyakit dengan sumbatan pada pembuluh
darah kecil. Beberapa istilah lain : hospital gangren, gangrenous erysipelas, hemolitic
streptococcal gangrene. Biasanya terjadi setelah trauma atau pembedahan kemudian
fascia terinfeksi.
Tanda klinis berupa pembengkakan pada area yang terlibat, erythematous,sedikit
demam, jika terus berlanjut akan timbul rasa sakit, erythema dan edema memburuk
serta toksisitas sistemik yang parch, rasa sakit akan mereda karena nervus cutaneous
menjadi nekrotik dan terjadi anestesi pada daerah yang terlibat, kulit tampak kehitam-
hitaman dengan bercak ungu, terbentuk gas di bawah kulit, terbentuk bullae, terjadi
pengelupasan kulit. Gejala sistemik berupa sepsis, hemolysis, pengurangan volume
intravaskular, demam tinggi, tachycardia, apathy (kelesuan), weakness dan nausea.
3.Tetanus
Organisme penyebab adalah Clostridium tetani dengan ciri khas sebagai berikut
berbentuk bacillus; anaerob; gram positif; daya tahan spore terhadap panas, bahan kimia
dan antibiotik tinggi. Bakteri ini mudah mati dalam autoclave. Distribusi sangat luas, dapat
ditemukan di tanah, air segar dan air garam, debu tanah. Sel-sel vegetative dapat ditemukan
di feces binatang, 25% manusia terutama di pd intestinum.
Jalan masuk organisme ke jaringan dapat berupa adanya trauma sehingga jaringan
,terbuka untuk masuknya organisme ini, adanya goresan/garutan, gigitan serangga, karies
gigi, luka setelah ekstraksi gigi, trauma pada mukosa bukal.
Patogenesis
Spora tertanam dalam jaringan kemudian sel vegetative akan mengeluarkan tetanus
exotoxin lalu terabsorpsi dart terdistribusi secara sistemik. Rute absorbsi dengan cara
berdiffusi secara langsung pada lokasi produksi toksinnya melalui muskuloskelatal yang
berdekatan dengan myoneural, terabsorpsi melalui aliran darah dan limfe sehingga akan
terikat pada sel-sel motor ganglion dalam medulla dan spinal cord serta kemungkinan pada
pusat pernafasan.
Penampilan klinis
Inkubasi kurang lebih I minggu hingga 10 hari (namun ada range dari beberapa hari
hingga minggu bahkan satu tahun sebelum timbul symptom). Klasilikasi symptom berupa :
1) Predormal yaitu terjadi beberapa hari sebelum onset penyakit yang sesungguhnya,
meliputi kekejangan pada otot (muskulus) dengan manifestasi berupa kekejangan pada
otot pengunyahan (trismus), lidah kaku (kejang) dan bergetar, rasa sakit dan kejang
pada otot wajah, rahang, leher khususnya penelanan.
2) Klasik yaitu terjadi pada penyakit yang sudah berkembang penuh, meliputi rahang sulit
dibuka atau "lock-jaw", risus sardonicus, dysphagia, opisthotanus, temperatur sedikit
meningkat disertai keringat banyak, sulit bernafas yang dapat menyebabkan kematian
karena asphyxia.
Differential diagnosis
Osteomyelitis mandibula, dislokasi mandibula, Pericoronitis pada impaksi M3, Mump,
serum Sickness, Inflamasi gingival, Arthritis TMJ.
4.Gonorrhea
Organisme penyebab dikenal dengan Nisseria gonorrhoeae. Pada bayi periode
intranatal, symptom dapat terjadi antara 1-12 hari. Pada periode Post natal dapat tirnbul
Universitas Gadjah Mada 16
abses gingiva sebagai campuran (mixed) dengan infeksi Streptococcus viridans. Pada bayi
dikenal sebagai Gonorrheal Conjunctivitis.
1) Gonorrheal stomatitis
Dapat terjadi pada orang yang melakukan praktek sexual abnormal biasanya pada
golongan homosexual. Infeksi dapat pula terjadi melalui jari yang ditularkan dari genital atau
trauma perawatan gigi. Inkubasi anatara 1 sampai 7 hari.
Gejalanya berupa lesi intra oral antara lain bulat, sedikit menonjol, bintik-bintik putih
keabu-abuan yang tersebar pada lidah, palatum molle dan mukosa pipi, pseudomembran
kekuning-kuningan, gingiva bengkak dan mudah berdarah, lidah bengkak, merah dan
kering; mukosa mulut merah gelap dan berkudis, terasa seperti terbakar. Nafas bau dan
limfonodi submaxillaris membesar dan sakit.
2) Gonorrheal arthritis
Merupakan lesi metastatik. Timbul antara I sampai 3 minggu setelah infeksi genital
akut. Biasa terjadi pada TMJ. Symptom klinis berupa didahului dengan rasa dingin dan
demam. Mula-mula polyarthritis yang berpindah-pindah kemudian terlokalisir menjadi satu
atau lebih. Pada persendian terjadi pembengkakan akut dan inflamasi sainpai melibatkan
tendon.
Pada cairan sendi akan terlihat jumlah sel Polimorphonuklear leukosit meningkat
dan Gonococci dari kultur bakteri. Pada TMJ terjadi manifestasi lokal berupa rasa sakit,
spasme musculus Masseter, Gangguan mastikasi, keterbatasan pembukaan mulut dan
inflamasi (bengkak dan erythema). Pada beberapa kasus akan terjadi perforasi lempeng
tympani, jika tidak dirawat akan mengakibatkan fibrous ankylosis sendi.
1.Osteoartritis
Merupakan penyakit degeneratif yang menyerang kartilago persendian. Gejala pada
TMJ tidak begitu nyata dibanding persendian lain yaitu adanya clicking (pergerakan yang
terbatas).
Secara radiograf menunjukkan gambaran osteopitik (osteophytic lipping) pada
kondilus, area radiolusen subartikular (ely's cyst), permukaan artikular menjadi datar,
2. Artritis reumatoid
Merupakan penyakit sistemik yang melibatkan beberapa persendian. Sendi rahang
dapat mengalami serangan secara bilateral (pada 2/3 pasien). Jarang terjadi kerusakan yang
parah atau symptom yang jelas.
Secara radiograf akan tampak permukaan kondilus terjadi perataan, irregularitas
pada permukaan artikular, ruang persendian melebar oleh desakan eksudat pada fase akut,
lapisan bawah tulang mengalami osteoporosis.
Secara histopatologi terjadi proliferasi dan hipertroli sel-sel lapisan sinovial. lnfiltrasi
sinovium dengan sel-sel plasma dan limfosit. Sel-sel inflamasi membentuk agregat dengan
germinal centres. Sel-sel netrofil dan eksudat inflamasi yang berasal dari membrana sinovial
menginfiltrasi cairan sinovial. Massa vascular sinovium yang mengalami inflamasi menyebar
secara diffus mencapai permukaan kartilago artikular, diikuti kematian khondrosit dan
hilangnya matriks interselular. Terjadi adhesi fibrosa antara permukaan sendi dan meniscus.
Meniskus sering mengalami kerusakan dan proses inflamasi pada ligamen serta tendon
menyebabkan ankilosis fibrosa dan hilangnya stabilitas sendi.
Diagnosis ditetapkan berdasarkan penampakan klinis dan imunologis. Ig G serum
meningkat. Ig G atau Ig M disebut sebagai faktor rheumatoid, berperan sebagai autoantibodi
pada fragmen Fc Ig G
7.Neoplasma
Insidensi neoplasma pada TMJ jarang terjadi, baik merupakan tumor pada tulang
maupun jaringan lunak. Contohnya Sarcoma sinovial, lebih banyak dijumpai pada jaringan
lunak dibanding pada TMJ.
Secara histopatologis tumor bersifat bifasik yaitu fibrosarkomatous dengan
komponen epiteloid di sekeliling rongga menyerupai kelenjar (gland like space) dengan
material musinous di dalamnya. Tumor yang paling nyata pada TMJ adalah
osteokhondroma yang sering menyerang kondilus mandibula
8. Khondroinatosis sinovial
Merupakan neoplasma jinak dengan karakteristik focus kartilago dalam membran
sinovial. Jarang berpengaruh pada TMJ, tetapi dapat menyebabkan pembengkakan
preartikular dan trismus. Kapsul sendi terdesak oleh osteokartilaginous
Radiograf menunjukkan adanya masa opaque dalam kapsul sendi. Kondisi ini dapat
berpengaruh pada fungsi Rahang Atas atau Rahang Bawah.
Secara histopatologi ditandai adanya proliferasi khondrosit dalam jaringan ikat
subsinovial yang menyerupai khondrosarkoma. Dalam jaringan ikat subsinovial jugs dapat
dijumpai nodul-nodul kartilago.
D. Pengaruh luar terhadap terjaidinya kelainan / penyakit pada sendi rahang Pengaruh
luar terhadap terjadinya kelainan / penyakit pada sendi rahang antara lain trauma,
dental work, disease, oral habits, orthodontics, work habits, intubation, hard food.