Anda di halaman 1dari 27

A.

PERSEKUTUAN PERDATA
1. Pengertian dan Pengaturan
Mengenai Persekutuan Perdata ini diatur di dalam ketentuan-ketentuan
pasal 1618 sampai dengan pasal 1652 KUHPer, Buku Ketiga, Bab Kedelapan,
tentang Perserikatan Perdata (Burgerlijk Maatschap). Persekutuan Perdata ini
ada dua jenis, yaitu: Persekutuan Perdata Jenis Umum dan Persekutuan
Perdata Jenis Khusus. Di dalam pasal 1618 KUHPer dirumuskan sebagai
berikut:
"Suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi
keuntungan yang terjadi karenanya."

Kalau kita tinjau rumusan pasal 1618 KUHPer tersebut, maka Persekutuan
Perdata mempunyai unsur-unsur mutlak sebagai berikut:
a. Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan.
b. Pembagian keuntungan, atau kemanfaatan yang didapat dengan adanya
pemasukan tersebut.

2. Persekutuan Perdata Jenis Umum


Dalam Persekutuan Perdata jenis umum diperjanjikan suatu pemasukan (in-
breng) yang terdiri dari seluruh harta kekayaan masing-masing sekutu atau
sebagian tertentu dari harta kekayaannya secara umum, tanpa adanya suatu
perincian pun. Namun di dalam pasal 1621 KUHPer dilarang adanya
Persekutuan Perdata macam ini: dengan rasio bahwa pemasukan seluruh atau
sebagian harta kekayaan tanpa adanya perincian, mengakibatkan tidak akan
dapat dibaginya keuntungan secara adil seperti yang ditetapkan di dalam
ketentuan pasal 1633 KUHPer.

Persekutuan Perdata jenis umum ini ada juga yang diperbolehkan, asalkan
diperjanjikan terlebih dahulu bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan
segala potensi kerjanya, agar mendapatkan keuntungan (laba) yang dapat
dibagi-bagi di antara para sekutu. Dalam pasal 1622 KUHPer, Persekutuan

1
Perdata jenis ini menurut H.M.N. Purwosutjipto, S.H. dinamakan "Persekutuan
Perdata Keuntungan" (algehele maatschap van winst).

3. Persekutuan Perdata Jenis Khusus


Dalam Persekutuan Perdata jenis khusus, para anggota (sekutu) masing-
masing menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian dari
tenaga kerjanya (pasal 1623 KUHPer). Di atas telah diuraikan bahwa
Persekutuan Perdata itu didirikan berdasarkan atas Perjanjian (pasal 1618
KUHPer). Karena dalam pasal 1618 KUHPer tersebut tidak mengharuskan
adanya syarat tertulis, maka perjanjian yang dimaksudkan di situ sifatnya
konsensuil yaitu cukup dengan persetujuan kehendak atau kesepakatan para
pihak saja. Perjanjian itu sendiri mulai berlaku sejak saat perjanjian itu menjadi
sempurna, atau sejak saat yang ditentukan di dalam perjanjian tersebut (pasal
1624 KUHPer). Unsur mutlak yang ada pada Persekutuan Perdata adalah:
a. Adanya pemasukan (inbreng), sesuai ketentuan pasal 1619 ayat (2)
KUHPer).
b. Adanya Pembagian Keuntungan atau Kemanfaatan, sebagaimana diatur
dalam pasal-pasal 1633, 1634 dan 1635 KUHPer.

Ketentuan pasal 1619 ayat (2) KUHPer menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu
dari persekutuan perdata diwajibkan memasukkan ke dalam kas persekutuan
perdata yang didirikan tersebut. Pemasukan ini dapat terdiri atas:
a. Uang.
b. Barang atau benda-benda lain apa saja yang layak bagi pemasukan
(inbreng), misalnya : rumah/gedung, kendaraan bermotor/truk, alat
perlengkapan kantor, kredit, manfaat atau kegunaan atas sesuatu benda,
good-will, hak pakai dan sebagainya.
c. Tenaga kerja, baik tenaga fisik maupun tenaga fikiran.

Terhadap pemasukan yang berupa uang diatur di dalam pasal 1626


KUHPer; di mana bila ketentuan waktu untuk pemasukan seperti halnya
ditetapkan dalam perjanjian tidak ditepati oleh sekutu yang bersangkutan,

2
maka dia harus membayar bunga selama dia belum setor. Sedangkan untuk
pemasukan benda-benda atau barang, sekutu harus menjamin terhadap
gugatan hak dari orang lain (benda tersebut dapat dimanfaatkan dengan
secara tenteram) dan terhadap adanya cacat yang tersembunyi yaitu cacat
yang tidak dapat dilihat oleh pemeriksa biasa dengan seksama dan teliti.

Di samping itu, sekutu dapat pula memasukkan penggunaan atau manfaat


(hak memakai) dari benda-benda tersebut ke dalam Persekutuan (pasal 1631
ayat (1) KUHPer). Apabila yang dimasukkan hanyalah kemanfaatan atau
penggunaan (hak memakai) terhadap barang / benda tersebut, maka terhadap
resiko yang terjadi pada benda / barang tersebut sekutu yang bersangkutan
mempunyai kewajiban menanggung sendiri. Lain halnya bila benda / barang
tersebut secara keseluruhan dan bulat ( hak pemilikannya ) dimasukkan
kedalam Persekutuan, maka sekutu yang bersangkutan bebas menanggung
resiko, sebab resiko tersebut sudah diambil alih oleh Persekutuan Perdata
( pasal 1631 ayat (2) KUHPer ).

Pada pemasukan yang berwujud tenaga kerja, ini diatur didalam ketentuan
pasal 1627 KUHPer. Disini sudah tentu tenaga tersebut harus sesuai dengan
kebutuhan yang ada pada Persekutuan, sehingga tenaga tersebut benar-benar
ada manfaatnya bagi Persekutuan. Biasanya sekutu tersebut tidak
menyumbangkan seluruh tenaganya tetapi hanya untuk melakukan /
menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu sesuai dengan kebutuhan yang ada
pada Persekutuan tersebut.

Dalam melakukan pekerjaan ini sekutu tidak boleh berada dibawah perintah
sekutu lainnya, disini harus ada persamaan kedudukan antara para sekutu
( peserta ). Sekutu tersebut harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang
dia lakukan dan harus sesuai dengan tujuan dari Persekutuan dimana hasil
yang diperolehnya haruslah untuk Persekutuan Perdata tersebut. Hal ini akan
sesuai dengan ketentuan dari pasal 1338 ayat (3) KUHPer bahwa segala
perjanjian harus dilaksanakan secara jujur dan dengan itikad baik.

3
Unsur yang kedua pada Persekutuan Perdata adalah adanya pembagian
keuntungan. Mengenai pembagian keuntungan ditentukan didalam pasal 1633
sampai dengan pasal 1635 KUHPer. Seluruh keuntungan yang didapat
Persekutuan tidak boleh diberikan kepada seseorang sekutu saja ( pasal 1635
ayat (1) KUHPer ), sebab hal tersebut melanggar tujuan "mengejar
kemanfaatan bersama". Tetapi sebaliknya, dapat diperjanjikan sebelumnya
bahwa seluruh kerugian yang terjadi akan dibebankan kepada seorang sekutu
saja ( pasal 1635 ayat (2) KUHPer ).

Apabila mengenai keuntungan dan kerugian ini tidak diatur di dalam


perjanjian pendirian, maka berlakulah pasal 1633 ayat (1) KUHPer yang
menetapkan bahwa pembagian tersebut harus berdasarkan asas
keseimbangan pemasukan dengan pengertian :
a. Pembagian harus dilakukan menurut harga nilai dari pemasukan masing-
masing sekutu kepada Persekutuan.
b. Sekutu yang hanya memasukan kerajinannya saja, bagiannya adalah
sama dengan bagian sekutu yang nilai barang pemasukannya terendah,
kecuali ditentukan lain. Misalnya : Nilai kerajinan yang dimasukkan sekutu-
sekutu tertentu kemungkinan dapat lebih sangat berharga daripada
barang-barang tertentu yang dimasukkan oleh sekutu lain.
c. Semua sekutu yang hanya memasukkan tenaga kerjanya saja, akan
mendapatkan bagian keuntungan yang sama rata kecuali ditentukan lain.

Menurut ketentuan pasal 1633 ayat (2) KUHPer, bagi sekutu yang hanya
memasukkan tenaga kerja-nya saja hanya dipersamakan dengan pemasukan
uang atau benda yang terkecil. Hal ini menurut H.M.N. Purwosutjipto, S.H
adalah tidak adil dan bertentangan dengan asas perikemanusiaan dan keadilan
sosial. Menurut beliau, tenaga kerja ini merupakan faktor yang menonjol dalam
bidang produksi, oleh karena itu ukuran untuk menilai tenaga kerja yang
diberikan sebagai pemasukan adalah hasil karya tenaga tersebut terhadap
kemajuan persekutuan khusunya sampai dimana tenaga kerja itu berpengaruh
kepada keuntungan yang didapat.

4
Perjanjian untuk mendirikan persekutuan perdata selain harus memenuhi
syarat-syarat seperti ditentukan di dalam pasal 1320 KUHPer, juga harus
memenuhi persyaratan sebagaimana berikut:
a. Tidak dilarang oleh hukum;
b. Tidak bertentangan dengan tata susila dan ketertiban umum;
c. Keuntungan yang dikejar harus merupakan kepentingan bersama.

Sesuai dengan sifat persekutuan perdata yang tidak menghendaki terang-


terangan, maka Bab Kedelapan, Buku Ketiga KUHPer tidak ada peraturan
tentang pendaftaran dan pengumuman seperti halnya dalam ketentuan pasal
23 sampai dengan 28 KUHD bagi persekutuan dengan Firma. Mengenai
perikatan antar para sekutu atau hubungan ke dalam antara para sekutu, ini
diatur dalam Bagian Kedua, Bab Kedelapan, Buku Ketiga KUHPer, mulai dari
pasal 1624 sampai dengan pasal 1641.

B. FIRMA
1. Pengertian dan Pengaturan
Yang dinamakan Persekutuan dengan Firma adalah tiap-tiap persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama
(pasal 16 KUHD). Jadi persekutuan Firma adalah persekutuan perdata
khusus, di mana kekhususannya ini terletak pada unsur mutlak yang dimilikinya
sebagai tambahan pada unsur persekutuan perdata, yaitu:
a. Menjalankan perusahaan (pasal16 KUHD). Seperti ditentukan di pasal 16
KUHD, maka unsur menjalankan perusahaan adalah merupakan unsur
mutlak bagi persekutuan firma. Oleh karena itu, persekutuan firma harus
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diwajibkan bagi tiap-tiap
perusahaan, misalnya ketentuan dalam pasal 6 KUHD di mana setiap
orang yang menjalankan perusahaan harus melakukan pembukuan. Di
samping itu, harus memenuhi unsur-unsur perusahaan yaitu terang-
terangan, terus-menerus, dan bertujuan mencari laba/keuntungan.
b. Dengan nama bersama atau firma (pasal16 KUHD). Adanya nama ini,
persekutuan akan lebih mudah di dalam mengadakan hubungan dengan

5
dan dikenal dunia luar. Biasanya nama ini diambil dari satu atau lebih dari
nama-nama persekutuan. Seperti contoh : Fa. Hasan Abdullah, Fa. Cokro
Bersaudara, Fa. Salim & Co.
c. Adanya pertanggung jawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk
keseluruhan (pasal 18 KUHD), yaitu tanggung jawab renteng bagi
perjanjian-perjanjian perikatan-perikatan persekutuan (hoofdelijk voor het
geheel aansprakelijk). Pertanggung jawaban yang bersifat pribadi untuk
keseluruhan dari para sekutu, yang dimaksud adalah di samping kekayaan
persekutuan firma. Maka kekayaan pribadi masing-masing sekutu dapat
juga dipakai untuk memenuhi kewajiban-kewajiban persekutuan terhadap
pihak ketiga.

Nama dari suatu persekutuan firma yang telah bubar dapat dipakai terus
dengan ketentuan:
1. Sudah ditentukan di dalam perjanjian pendirian firma yang telah bubar
tersebut.
2. Bekas sekutu yang namanya dipakai tersebut, menyetujuinya.
3. Bekas sekutu yang namanya dipakai tersebut telah meninggal dunia dan
para ahli warisnya telah menyetujui.
4. Peristiwa tersebut dinyatakan di dalam sebuah Akta Notaris.
5. Para sekutu harus mendaftarkan dan mengumumkan akta tersebut.
Mengenai pemakaian nama ini adalah bebas, asalkan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, hukumdan kesusilaan.

2. Tata Cara Mendirikan Firma


Tata cara prosedur dalam pendirian suatu Firma dapat dibagi di dalam tiga
bagian, yaitu : pembentukannya, pendaftarannya, dan pengumumannya

a. Pembentukan : Untuk mendirikan suatu persekutuan dengan firma tidaklah


terikat pada suatu bentuk tertentu, artinya dapat didirikan secara lisan
ataupun secara tertulis baik dengan akte otentik maupun dengan akte di
bawah tangan. Namun di dalam prakteknya, orang lebih suka mendirikan
suatu Firma dengan akte otentik, karena berhubungan dengan masalah

6
pembuktian. Di dalam ketentuan pasal 22 KUHD, dinyatrakan bahwa
persekutuan dengan firma harus didirikan dengan akte otentik, namun
ketiadaan akte tersebut tidaqk dapat dikemukakan sebagai dalih untuk
merugikan fihak ketiga. Bunyi pasal tersebut apabila diperhatikan, harus
dipisahkan antara masalah berdirinya suatu Firma dan masalah pembuktian
mengenai adanya Firma. Di sini Firma sudah ada/dianggap ada dengan
adanya consensus (kesepakatan) antara para pendirinya, terlepas dari
bagaimana cara mendirikannya. Artinya, apakah ada akta pendirian atau
tidak, dan ketiadaan akta pendirian tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pembuktian oleh sekutu terhadap fihak ketiga bahwa persekutuan Firma itu
tidak ada. Sebagai contoh: Abdullah, Bakrie dan Chaerul mendirikan sebuah
persekutuan dengan Firma (Fa. ABC). Suatu ketika A mengadakan hubungan
dagang dengan Ismail yang mengikat juga terhadap Firma tersebut.
Kemudian Ismail menagih kepada C, dan C mengatakan menolak tagihan
tersebut dengan alas an bahwa persekutuan Firma tidak ada karena tidak
adanya akta pendirian. Alasan demikian itu tidak dapat diterima, karena Ismail
dapat membuktikan adanya Firma tersebut dengan segala macam alat
pembuktian misalnya: dengan surat-surat, kwitansi, saksiu-saksi dan
sebagainya.

b. Pendaftarannya : Sesudah akta pendirian dibuat,m maka akta pendirian


tersebut harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah
hokum di mana persekutuan Firma tersebut berdomisili (pasal 23 KUHD).
Mengenai tenggang waktu pendaftaran ini tidak ditentukan dalam undang-
undang, tetapi karena adanya sanksi atas kelalaian dalam pendaftaran ini,
maka alangkah baiknya para pendiri selekasnya melaksanakan kewajiban
pendaftaran tersebut. Mengenai hal apa saja yang didaftarkan, dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Akta pendirian, atau
2. Ikhtisar resmi dari akta pendirian tersebut, yang isinya adalah sebagai
berikut:
i) Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu.
ii) Penetapan nama usaha bersama (Firma) yang dipakai.

7
iii) Keterangan apakh persekutuan Firma tersebut bersifat umum atau
terbatas untuk menjalankan sebuah jenis usaha khusus.
iv) Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani
perjanjian bagi persekutuan Firma.
v) Saat dimulai dan berakhirnya persekutuan.
vi) Hal-hal lain dan klausula-klausula mengenai fihak ketiga terhadap
para sekutu, misalnya: untuk meminjam uang, menghipotekkan
benda-benda tetap dan sebagainya. Diperlukan persetujuan dari
semua sekutu yang ada.
Pendaftaran tersebut akan diberi tanggal diajikannya akta/ikhtisar resmi
dari akte tersebut oleh Pengadilan Negeri dan diberi nomor pendaftaran.

c. Pengumumannya : Di dalam pasal 28 KUHD ditentukan bahwa ikhtisar


resmi dari akta pendirian tersebut harus diumumkan di dalam Berita Negara
Republik Indonesia. Mengenai pengumuman ini, tenggang waktunya pun
tidak diberikan oleh undang-undang. Namun kewajiban untuk mendaftarkan
dan mengumumkan adalah merupakan suatu keharusan yang bersanksi.
Artinya, mengenai kelalaian untuk melakukan kewajiban tersebut pada
pendirian suatu firma akan dikenakan sanksi. Dalam hal ini, fihak ketiga dapat
menganggap persekutuan Firma tersdebut sebagai persekutuan umum yaitu
persekutuan firma yang :
i. Menjalankan segala macam urusan;
ii. Didirikan untuk waktu yang tidak terbatas;
iii. Tidak ada seoranmg sekutu pun yang dikecualikan untuk
menandatangani atau melakukan perbuatan hukum, untuk dan atas
nama persekutuan.

3. Persekutuan di Dalam Firma


Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu
komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan
dan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung
jawab pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam
anggaran dasar harus ditegaskan apakah diantara para sekutu ada yang tidak

8
diperkenankan bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan
pihak ketiga. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau
tidak diberi wewenang untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak
ketiga, namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk
keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.

4. Pembagian Keuntungan di Dalam Firma


Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma
diatur dalam Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang
mengatur cara pembagian keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan
yang tidak diperjanjikan diantara pada sekutu. Dalam hal cara pembagian
keuntungan dan kerugian diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian
tersebut diatur di dalam perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan
ketentuan tersebut tidak boleh memberikan seluruh keuntungan hanya kepada
salah seorang sekutu saja dan boleh diperjanjikan jika seluruh kerugian hanya
ditanggung oleh salah satu sekutu saja. Penetapan pembagian keuntungan
oleh pihak ketiga tidak diperbolehkan.

Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka


pembagian didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan
seimbang dan sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya
dipersamakan dengan sekutu yang memasukkan uang atau benda yang paling
sedikit.

5. Pembubaran Firma
Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646 sampai
dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35
KUHD. Pasal 1646 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang
menyebabkan Persekutuan Firma berakhir, yaitu :
i. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam
akta pendirian;

9
ii. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian
sekutunya;
iii. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan
persekutuan firma;
iv. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
v. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah
pengampuan atau dinyatakan pailit.

C. CV (PERSEKUTUAN KOMANDITER)

1. Definisi
CV adalah kependekan dari commanditaire vennootschap atau persekutuan
komanditer. CV dapat didefinisikan sebagai persekutuan firma (sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya) yang memiliki satu atau beberapa
orang sekutu komanditer, di samping sekutu komplementer.

2. Jenis-jenis sekutu dalam CV


1. Sekutu Komplementer

Disebut juga sebagai sekutu aktif atau sekutu kerja. Sekutu ini bekerja
menjadi pengurus persekutuan, berhak berhubungan dengan pihak ketiga, dan
bertanggungjawab keluar (Pasal 19 KUHD). Sekutu ini dikatan mempunyai
tanggung-renteng, yang artinya sekutu ini bertanggungjawab secara pribadi
untuk keseluruhan.

2. Sekutu Komanditer

Disebut juga sebagai sekutu pasif atau sekutu tidak kerja atau sekutu diam.
Sekutu ini hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan
pada persekutuan sebagai modal. Sekutu ini tidak diperbolehkan untuk ikut
dalam pengurusan persekutuan sehari-hari dan tanggungjawabnya hanya
terbatas sampai pada sejumlah modal yang dimasukkan. Apabila persyaratan
tersebut dilanggar, maka tanggungjawab akan menjadi secara pribadi untuk
keseluruhan (Pasal 20 & 21 KUHD).

10
3. Prosedur Pendirian
Pendirian CV mirip dengan firma dan tidak diatur dalam KUHD. Biasanya,
pendirian CV disertai dengan akta notaris serta didaftarkan kepada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara RI.
Biasanya, dalam akta notaries juga dicantumkan secara jelas sekutu mana
yang akan menjadi sekutu komplementer dan sekutu komanditer.

4. Berakhirnya CV
Berakhirnya CV juga mirip dengan firma, yaitu diatur dalam Pasal 1646 s/d
1652 KUH Perdata, yaitu:
Lewat waktu di mana persekutuan didirikan
Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha yang menjadi tujuan
atau tugas pokok persekutuan
Kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu
Salah seorang sekutu meninggal dunia atau di bawah pengampunan atau
dinyatakan pailit

5. Kelebihan CV
CV merupakan salah satu bentuk usaha yang favorit di Indonesia
dikarenakan beberapa hal. Pertama, prosedur pembentukan CV relatif mudah
dibandingkan dengan PT. CV juga dapat dibentuk tanpa ketentuan jumlah
modal, sehingga usaha kecil dan menengah (UKM) banyak memilih bentuk
badan usaha CV. Kedua, organ badan CV sangat sederhana yaitu hanya
sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Ketiga, perusahaan keluarga
banyak memilih bentuk CV karena adanya fleksibilitas dari hak-hak dan
kewajiban sekutu komplementer dan komanditer.

D. YAYASAN

1. Definisi
Yayasan adalah suatu Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 butir 1
Undang-Undang No. 16 Tahun 2001).

11
2. Kegiatan Yayasan
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan
tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam
suatu badan usaha dengan syarat bahwa :
Usaha kegiatan badan usaha tersebut harus sesuai dengan maksud dan
tujuan yayasan. (Pasal 7 butir 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001).
Kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan/atau peraturan perundangan yang berlaku, (dapat
mencakup bidang-bidang hak asasi manusia, kesenian, olah raga,
perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu
pengetahuan) (Pasal 8 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001).

3. Unsur-Unsur Yang Terdapat Dalam Yayasan Sebagai Badan Hukum


Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan
pemisahan. Kekayaan yang terpisah diperlukan untuk mengejar
tercapainya tujuan dan merupakan sumber dari segala hubungan-
hubungan hukum.
Mempunyai tujuan sendiri (tertentu). Tujuan dari Yayasan harus merupakan
tujuan yang idiil, bukan tujuan yang komersiil atau tujuan untuk
kepentingannya sendiri.
Mempunyai alat-perlengkapan (organisasi).

4. Hal-Hal Yang Dapat Menyebabkan Hilangnya Kedudukan Yayasan


Sebagai Badan Hukum
Bertentangan dengan ketertiban umum.
Dalam mencapai tujuannya bertentangan dengan kesusilaan dan hukum.
Yayasan yang berbentuk badan hukum dianggap sebagai subyek hukum
dan dapat melakukan perbuatan hukum, serta mampu, berhak dan
berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya
keberadaan Badan Hukum bersifat permanen, artinya Badan Hukum tidak
dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya.
Badan hukum hanya dapat dibubarkan jika telah dipenuhi segala ketentuan
dan persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya.

5. Karakteristik Yayasan
Bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
12
Tidak semata-mata mengutamakan keuntungan atau mengejar/mencari
keuntungan penghasilan yang sebesar-besarnya.
Tidak mempunyai anggota.

6. Hak dan Kewajiban Yayasan


Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh yayasan yang berbentuk Badan
Hukum adalah sebagai berikut :
Hak dari Yayasan adalah berhak untuk mengajukan gugatan.
Kewajiban dari Yayasan adalah wajib mendaftarkan yayasan tersebut pada
instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan hukum.
Yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar negeri atau
pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam
undang-undang, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan
laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa
Indonesia

7. Pendirian Yayasan
Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status
badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan
pendirian yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan yayasan. Yayasan yang telah memperoleh pengesahan diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Akta pendirian yayasan memuat anggaran dasar yang berisi tentang :
Kekayaan yang dipisahkan.
Nama dan tempat kedudukan Yayasan.
Tujuan Yayasan.
Bentuk dan susunan pengurus serta cara penggantian anggota pengurus.
Cara pembubaran Yayasan.
Cara menggunakan sisa kekayaan dari Yayasan yang telah dibubarkan.

13
8. Pendirian Yayasan Asing
Pendirian yayasan oleh orang asing diatur dalam PP nomor 63/2008 dalam
pasal 10 s/d pasal 14. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh yayasan yang
didirikan oleh orang asing (Yayasan yang mengandung unsur asing):
Orang asing/pendiri memisahkan minimal senilai Rp.100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk modal awal yayasan;
Menyatakan harta kekayaan tersebut berasal dari harta yang sah;
Menyatakan bahwa kegiatan Yayasan tidak merugikan masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia;
Salah seorang pengurus Yayasan wajib dijabat oleh orang Indonesia;
Anggota Pengurus wajib bertempat tinggal di Indonesia;
Anggota Pengurus asing wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan
atau usaha di wilayah RI dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara;
Anggota Pembina atau pengawas asing jika bertempat tinggal di Indonesia
wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah RI
dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara;
Khusus bagi pejabat korps diplomatik (suami, isteri dan anak-anaknya) tidak
wajib sebagai pemegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah RI
dan juga pemegang Kartu Izin Tinggal Sementara.

9. Struktur Organisasi Yayasan


Pembina : Organ yayasan yang memiliki kewenangan yang tidak diserahkan
kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-undang atau Anggaran
Dasar yayasan. Misalnya, pembina bisa mengangkat dan memberhentikan
anggota pengurus.
Pengurus : Organ yayasan yang melakukan kepengurusan yayasan.
Pengurus tidak boleh merangkap menjadi pembina atau pengawas.
Pengawas : Organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.

10. Berakhirnya Yayasan


Pembubaran yayasan sebagai badan hukum menurut pasal 62 UU No. 16
tahun 2001 dapat disebabkan oleh:
Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.

14
Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau
tidak tercapai.
Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
berdasarkan alasan:
a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan
b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit
c. Harta kekayaan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit
dicabut

11. Yayasan sebagai Badan usaha


Dalam UU Yayasan No. 16/2001 pasal 7 butir 1 dan butir 2, yayasan
dinyatakan boleh memiliki unit bisnis dengan ketentuan penyertaan modal
sebesar-besarnya 25 persen dari harta kekayaannya.

E. KOPERASI
1. Pengertian Koperasi

Istilah koperasi berasal dari co-operation. Koperasi berarti usaha bersama.


Menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian,Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat berwatak
sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan(pasal 3 UU No.12/1967). Menurut Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1 tentang perkoperasian menyatakan bahwa koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi dan
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Koperasi merupakan kumpulan orang dan bukan kumpulan
modal.

Koperasi adalah milik bersama para anggota, pengurus maupun pengelola.


Usaha tersebut diatur sesuai dengan keinginan para anggota melalui
musyawarah rapat anggota. Koperasi sebagai badan usaha dapat melakukan
kegiatan usahanya sendiri dan dapat juga kerja sama dengan badan usaha

15
lain, seperti perusahaan swasta maupun perusahaan negara. Perbedaan
antara koperasi dan badan usaha lain, dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Dilihat dari segi organisasi Koperasi adalah organisasi yang mempunyai


kepentingan yang sama bagi para anggotanya. Dalam melaksanakan
usahanya, kekuatan tertinggi pada koperasi terletak di tangan anggota,
sedangkan dalam badan usaha bukan koperasi, anggotanya terbatas
kepada orang yang memiliki modal, dan dalam melaksanakan kegiatannya
kekuasaan tertinggi berada pada pemilik modal usaha.
b. Dilihat dari segi tujuan usaha Koperasi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan bagi para anggotanya dengan melayani anggota seadil-adilnya,
sedangkan badan usaha bukan koperasi pada umumnya bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
c. Dilihat dari segi sikap hubungan usaha Koperasi senantiasa mengadakan
koordinasi atau kerja sama antara koperasi satu dan koperasi lainnya,
sedangkan badan usaha bukan koperasi sering bersaing satu dengan
lainnya.
d.Dilihat dari segi pengelolahan usaha Pengelolahan usaha koperasi
dilakukan secara terbuka, sedangkan badan usaha bukan koperasi
pengelolahan usahanya dilakukan secara tertutup.

2. Tujuan Koperasi

Tujuan utama Koperasi Indonesia adalah mengembangkan kesejahteraan


anggota, pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Koperasi
Indonesia adalah perkumpulan orang-orang, bukan perkumpulan modal
sehingga laba bukan merupakan ukuran utama kesejahteraan anggota.
Manfaat yang diterima anggota lebih diutamakan daripada laba. Meskipun
demikian harus diusahakan agar koperasi tidak menderita rugi. Tujuan ini
dicapai dengan karya dan jasa yang disumbangkan pada masing-masing
anggota. Keanggotaan Koperasi Indonesia bersifat sukarela dan didasarkan
atas kepentingan bersama sebagai pelaku ekonomi. Melalui koperasi, para
anggota ikut, secara aktif memperbaiki kehidupannya dan kehidupan
masyarakat melalui karya dan jasa yang disumbangkan. Dalam usahanya,
koperasi akan lebih menekankan pada pelayanan terhadap kepentingan
16
anggota, baik sebagai produsen maupun konsumen. Kegiatan koperasi akan
lebih banyak dilakukan kepada anggota dibandingkan dengan pihak luar.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 tujuan koperasi


Indonesia adalah koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil
dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang asar 1945.

3. Pengaturan Koperasi

Sebelum kemerdekaan :
a. Verordening op de Cooperative Verenigingen (Staatsblad 431 Tahun 1915)
b. Regeling Inlanndsche Cooperatieve Verenigingen(Staatsblad No.91 Tahun
1927)
c. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Staatsblad No. 108
tahun 1949)
d. Regeling Cooperatieve Verenigingen (Staatsblad No. 179 Tahun 1949)
Setelah kemerdekaan :
a. UU tentang Perkumpulan Koperasi No.79 tahun 1958)
b. PP No.60 tahun 1959.
c. Instruksi Presiden No.2 dan No.3 tahun 1960
d. UU Perkoperasian No.14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
e. UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.
f. UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

4. Ciri-ciri Koperasi

a. Perkumpulan orang.
b. Pembagian keuntungan menurut perbandingan jasa. Jasa modal dibatasi.
c. Tujuannya meringankan beban ekonomi anggotanya, memperbaiki
kesejahteraan anggotanya, pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
d. Modal tidak tetap, berubah menurut banyaknya simpanan anggota.
e. Tidak mementingkan pemasukan modal/pekerjaan usaha tetapi
keanggotaan pribadi dengan prinsip kebersamaan.

17
f. Dalam rapat anggota tiap anggota masing-masing satu suara tanpa
memperhatikan jumlah modal masing-masing.
g. Setiap anggota bebas untuk masuk/keluar (anggota berganti) sehingga
dalam koperasi tidak terdapat modal permanen.
h. Seperti halnya perusahaan yang terbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka
Koperasi mempunyai bentuk Badan Hukum
i. Menjalankan suatu usaha.
j. Penanggungjawab koperasi adalah pengurus.
k. Koperasi bukan kumpulan modal beberapa orang yang bertujuan mencari
laba sebesar-besarnya.
l. Koperasi adalah usaha bersama kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Setiap anggota berkewajiban bekerja sama untuk mencapai tujuan yaitu
kesejahteraan para anggota.
m. Kerugian dipikul bersama antara anggota. Jika koperasi menderita
kerugian, maka para anggota memikul bersama. Anggota yang tidak
mampu dibebaskan atas beban/tanggungan kerugian. Kerugian dipikul
oleh anggota yang mampu.

5. Bentuk Koperasi

Sesuai yang tercantum dalam pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, bentuk koperasi ada 2 :

1. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan


orang seorang, dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang.
2. Koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
koperasi, dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3(tiga) koperasi.

6. Jenis Koperasi

Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis


koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi
anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis
koperasi ini diuraikan seperti antara lain: Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi
Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, Koperasi Jasa. Untuk
koperasi-koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti Pegawai
Negeri, Anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu
jenis koperasi tersendiri.

18
Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut
pendekatan, maka dapatlah diuraikan sebagai berikut :

a. Berdasar pendekatan sesjarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal


jenis-jenis koperasi seperti berikut :
1) Koperasi komsumsi;
2) Koperasi kredit; dan
3) Koperasi produksi;

b. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/atau tempat tinggal


para anggota, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain :

1) Koperasi Desa.
Adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa
yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam koperasi
dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. Untuk
suatu daerah kerja tingkat desa, sebaiknya hanya ada satu koperasi
desa yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha bersifat single
purpose , tetapi juga kegiatan usaha yang bersifat multi purpose (serba
usaha) untuk mencukupi kebutuhan para anggotanya dalam satu
lingkungan tertentu, misalnya :
a. Usaha pembelian alat-alat tani.
b. Usaha pembelian dan penyeluran pupuk.
c. Usaha pembelian dan penjualan kebutuhan hidup sehari-hari.

2) Koperasi Unit Desa (KUD).


Koperasi unit desa ini berdasar Instruksi Presiden Republik Indonesia
No. 4 Tahun 1973, adalah merupakan bentuk antara dari Badan Usaha
Unit Desa (BUUD) sebagau suatu lembaga ekonomi berbentuk
koperasi, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau
disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi Presiden RI
No. 2 Tahun1978, KUD bukan lagi merupakan bentuk antara dari
BUUD tetapi telah menjadi organisasi ekonomi yang merupakan
wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan masyarakat pedesaan
itu sendiri serta memberikan pelayanan dan masyarakat pedesaan.

3) Koperasi Konsumsi.
19
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari tiap-
tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan
konsumsi. Koperasi jenis ini bisanya menjalankan usaha untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari para anggotanya dan masyarakat
sekitarnya.

4) Koperasi Pertanian (Koperta).


Koperta adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para petani
pemilik tanah, atau buruh tani dan orang yang berkepenringan serta
bermata penaharian yang berhubungan dengan usaha-usaha
pertanian.

5) Koperasi Peternakan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari peternak, pengusaha
peternakan yang bekepentingan serta bermata pencaharian yang
berhubungan dengan soal-soal pertanian.

6) Koperasi Perikanan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak ikan,
pengusaha perikanan dan sebaginya yang berkepentingan dengan
mata pencaharian soal-soal perikanan.

7) Koperasi Kerajinan atau Koperasi Industri.


Koperasi Kerajinan atau koperasi industry adalah anggotanya terdiri
dari para pengusaha kerajinan/industri dan buruh yang berkepentingan
serta mata pencahariannya langsung berhubungan denan kerajinan
atau industry.

8) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit.


Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang
mempunyai lepentingan langsung dalam soal-soal dalam perkreditan
atau simpan pinjam.

c. Berdasar pendekatan menurut golongan fungsional, maka dikenal jenis-


jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
2. Koperasi Angkatan Darat (KOPAD)
3. Koperasi Angkatan Laut (KOPAL)
20
4. Koperasi Angkatan Udara (KOPAU)
5. Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK)
6. Koperasi Pensiunan Angkatan Darat
7. Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri
8. Dll.

d. Berdasar pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan


ekonominya, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Batik
2. Bank Koperasi
3. Koperasi Asuransi
4. dan sebagainya

F. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


1. Dasar Hukum BUMN
Undang Undang Republik Indonesia (UU) No.19 Tahun 2003 adalah dasar
hukum keberadaan BUMN di Indonesia. Dalam Undang Undang ini, BUMN
dibedakan menjadi dua jenis, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan
Perusahaan Umum (Perum). Persero sendiri terbagi lagi menjadi dua yaitu
Persero dan Perusahaan Perseroan Terbuka (Persero Terbuka). Persero
adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
BUMN yang berjenis Persero ini, di samping tunduk kepada UU BUMN juga
harus mematuhi ketentuan yang ada di dalam UU PT yaitu UU No. 40 Tahun
2007, dan aturan di bawahnya. Sedangkan Persero Terbuka adalah Persero
yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau
Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal. BUMN yang berbentuk Persero
Terbuka, di samping mereka wajib memenuhi amanat kedua Undang Undang
tersebut juga harus memperhatikan dan menjalankan segala ketentuan yang
tertulis di dalam Undang Undang Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995) dan
turunannya.

21
Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2. Pengertian BUMN
BUMN menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2003 adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2003, BUMN
didirikan dengan maksud dan tujuan yaitu pertama untuk memberikan
sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khusunya, kedua untuk mengejar keuntungan, ketiga
untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup
orang banyak, keempat untuk menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang
belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, dan yang terakhir
turut aktif memberikan bimbingan dan batuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

3. Modal
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 19 Tahun 2003, modal BUMN merupakan dan
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang
dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada
Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Penyertaan modal
negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari
APBN, kapitalisasi cadangan, dan sumber lainnya. Setiap penyertaan modal
negara dalam rangka pendirian BUMN atau PT yang dananya berasal dari
APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), demikian pula juga jika
terjadi perubahan penyertaan modal negara, baik berupa penambahan
maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas
saham Persero, ditetapkan pula dengan PP.

4. Kepengurusan dan Pengawasan


22
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 19 Tahun 2003, pengurusan BUMN dilakukan
oleh Direksi, dan berdasarkan Pasal 6 UU No. 19 Tahun 2003, pengawasan
dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas, yang dalam tugasnya
anggota direksi, komisaris dan dewan pengawas harus mematuhi anggaran
dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparasi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.

5. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pembubaran BUMN


Berdasarkan Pasal 63 s/d Pasal 65 UU No. 19 Tahun 2003,
penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran BUMN
ditetapkan dan diatur dengan PP, dan sisa hasil likuidasi disetorkan ke Kas
Negara.

6. Restrukturisasi dan Privatisasi


Restruturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki
kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai
perusahaan, sedangkan privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik
sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas pemilikan saham ke masyarakat.

Berdasarkan Pasal 72 Ayat 2 UU No. 19 Tahun 2003, tujuan dari


resetrukturisasi adalah untuk pertama meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, kedua memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada
negara, ketiga menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang
kompetitif kepada konsumen, dan yang keempat memudahkan pelaksanaan
privatisasi. Ruang lingkup restrukturisasi berdasarkan Pasal 73 UU No. 19
Tahun 2003, meliputi : restrukturisasi sektoral dan restrukurisasi
perusahaan/korporasi. Restrukturisasi sektoral pelaksanaanya disesuaikan
dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan,
restrukturisasi perusahaan meliputi pertama peningkatan intensitas persaingan
usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi
maupun monopoli alamiah, kedua penataan hubungan fungsional antara
23
pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk
didalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan
menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik, dan
yang terakhir adalah restrukturisasi internal yang mencakup keuangan,
organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.

Berdasarkan Pasal 72 Ayat 2 UU No. 19 Tahun 2003, tujuan dari privatisasi


adalah untuk memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan
manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat
dan kompetitif, menciptakan persero yang berdaya saing dan berorientasi
global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

G. BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD)

1. Dasar hukum dan pengertian BUMD


Ketentuan yang mengatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah :
a. UU No. 5 / 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Peraturan
Pelaksanaannya
b. Instruksi Menteri Dalam Negeri No 5 tahun 1990 tentang Perubahan
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah Ke Dalam Dua Bentuk Perumda dan
Perseroda
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk hukum
Badan Usaha Milik Daerah
d. Keputusan Presiden No. 42 / 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran dan Belanja Negara
e. Keputusan Presiden No. 72 / 2004 tentang Perubahan atas Keputusan
Presiden No. 42 / 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan
Belanja Negara

Dari ketentuan-ketentuan yang mengatur di atas, BUMD adalah


perusahaan yang pendiriannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah yang
modalnya untuk seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang

24
dipisahkan (UU No.5 / 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Peraturan
Pelaksanaannya).

2. Bentuk Hukum BUMD


Untuk meningkatkan kinerja pelayanan Badan Usaha Milik Daerah dalam
era globalisasi, dipandang perlu mendorong peran swasta dan masyarakat
dalam pengelolaan Badan usaha Milik Daerah. Agar keikutsertaan sektor
swasta dan masyarakat
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 Bab II Pasal 2
dijelaskan bahwa Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa
Perusahaan Daerah (PD) atau Perseroan Daerah/ Perseroan Terbatas (PT).

1. Perusahaan Daerah (PD)


Perusahaan Daerah (PD) tunduk pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang mengatur Perusahaan Daerah.
1.1 Tujuan
Tujuan dari Perusahaan Daerah adalah menyelenggarakan Public
Service disamping mencari keuntungan sebagai sumber pendapatan
asli daerah, dengan tetap berpegang teguh pada :
a. Syarat-syarat effisiensi dan efekttivitas
b. Prinsip-prinsip ekonomi perusahaan
c. Pelayanan yang baik kepada masyarakat
1.2 Status Badan Hukum
Dibentuk dengan Peraturan Daerah yang berlaku dan mendapat
pengesahan pejabat berwenang
1.3 Modal
Berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
sebagai kekayaan daerah yang terpisahkan dan tidak terdiri dari
saham-saham serta dapat memperoleh dana dari kredit-redit dalam
dan luar negeri atau dari obligasi
1.4 Organisasi
a. Dipimpin oleh Direksi dan tidak dibenarkan merangkap jabatan lain

25
b. Pegawai perusahaan diatur tersendiri di luar ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi pegawai negeri atau pegawai swasta
2. Perseroan Daerah / Perseroan Terbatas (PT)
2.1 Tujuan
Tujuan dari Perusahaan Daerah adalah memperoleh keuntungan
dimana pelayanan dan pembinaan organisasi harus sejalan dengan
orientasi bisnis.
2.2 Status Badan Hukum
Perseroan Daerah berupa Badan Hukum Perdata yang berbentuk
Perseroan Terbatas
2.3 Modal
a. Saham dapat dimiliki Pemerintah Daerah, Perusahaan Daerah,
Swasta dan masyarakat
b. Bagian terbesar saham dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan
Perusahaan Daerah
2.4 Organisasi
a. Dipimpin oleh Direksi
b. Pegawai berstatus sebagai Pegawai Perusahaan Swasta yang
diangkat dan diberhentikan oleh Direksi setelah mendengar
pertimbangan dari Dewan Komisaris

3. PERUBAHAN BENTUK HUKUM


Dalam peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 Tahun 1998 Pasal 4 dan
Pasal 5 diatur perubahan bentuk hukum Perusahaan Daerah menjadi
perseroan terbatas yang dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikotamadya
dengan cara :
a. Mengajukan permohonan prinsip tentang perubahan bentuk hukum
kepada Menteri.
b. Menetapkan Peraturan Daerah Tingkat I atau Tingkat II tentang
Perubahan Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah dari Perusahaan
daerah menjadi Perseroan Terbatas.
c. Pembuatan Akte Notaris pendirian sebagai Perseroan Terbatas.

26
4. PIMPINAN PERUSAHAAN DAERAH
Dalam pasal 11 UU No 5 / 1962 diatur Pimpinan Perusahaan Daerah sebagai
berikut :
a. Perusahaan Daerah dipimpin oleh suatu direksi yang jumlah anggota dan
susunannya ditetapkan dalam peraturan pendiriannya.
b. Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia yang diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah yang mendirikan perusahaan Daerah.
c. Pengangkatan dilakukan untuk waktu selama-lamanya 4 tahun. Setelah waktu
itu berakhir anggota yang bersangkutan dapat diangkat kembali.

5. PEMBUBARAN
Dalam Pasal 29 UU no. 5 / 1962 diatur perihal pembubaran Badan Usaha
Milik Daerah sebagai berikut :
a. Pembubaran Perusahaan Daerah dan penunjukan likwidaturnya
ditetapkan dengan Peraturan Daerah dari Daerah yang mendirikan
Perusahaan Daerah dan yang berlaku setelah mendapat pengesahan
instansi atasan.
b. Semua kekayaan Perusahaan daerah setelah diadakan likuidasi dibagi
menurut perimbangan nilai nominal saham-saham.
c. Pertanggungan jawab likuidasi oleh likuidasi dilakukan kepada
Pemerintah Daerah yang mendirikan Perusahaan Daerah dan yang
memberikan pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang telah
diselesaikannya.
d. Dalam hal likuidasi, Daerah termasuk pada ayat (1) bertanggung jawab
atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu
disebabkan oleh karena neraca dan perhitungan laba rugi yang telah
disahkan tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

27

Anda mungkin juga menyukai