b. Memberikan kesempatan
- Menanyakan hal- hal
kepada peserta penyuluhan yang belum jelas
untuk bertanya
c. Menjawab pertanyaan peserta - Memperhatikan
penyuluhan yang berkaitan jawaban dari
dengan materi yang belum penyuluhan
jelas
Penutup :
a. Menyimpulkan materi yang - Memperhatikan
telah disimpulkan keterangan
kesimpulan dari
materi penyuluhan
yang telah
disampaikan
b. Melakukan evaluasi - Menjawab
penyuluhan dengan pertanyaan yang
pertanyaan secara lisan telah diajukan oleh
c. Mengakhiri kegiatan penyuluh
penyuluhan - Menjawab salam
V. METODE
a. Ceramah
b. Tanya jawab
Daftar Pertanyaan
Self care didefinisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk berinisiatif dan
menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan, fungsi
kesehatan, melanjutkan perkembangan dirinya untuk melanjutkan perkembangan dirinya,
dan kesejahteraan dengan menemukan kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan
perkembangan ( Orem, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010). Pengelolaan diri (self-
management) merupakan komponen penting dalam pengelolaan pasien dengan penyakit
kronis termasuk pada pasien hemodialisis. Pengelolaan diri (Self-management) dapat
didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengelola gejala, pengobatan,
konsekuensi fisik dan psikososial dan perubahan gaya hidup yang melekat dalam hidup
dengan gangguan jangka panjang (Departement of Health, 2005 dalam Martin, Caramlau,
Sutcliffe, Bayley, Choudhry, 2010).
Sedangkan menurut Curtin dan Mapes (2001) mendefinisikan pengelolaan diri (self-
management) sebagai upaya positif pasien untuk mengawasi dan berpartisipasi dalam
perawatan kesehatan mereka untuk mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi,
mengontrol gejala, dan meminimalkan gangguan penyakit ke dalam gaya hidup yang
mereka sukai. Secara sederhana tujuan pengelolaan penyakit kronis adalah untuk secara
bersamaan mencapai tingkat tertinggi fungsi dan tingkat terendah gejala dari penyakit
(Clark, 2003).
Tujuan tersebut pada kasus ESRD tidak dapat tercapai tanpa pasien aktif dan
pengelolaan diri (self-management) komprehensif dari semua aspek kehidupan dengan
ESRD (Curtin, Johnson, & Schatell, 2004, Curtin, Mapes, Petillo & Oberley, 2002 dalam
Curtin, Mapes, Schatell & Hudson,. 2005). Secara umum , tujuan pelatihan manajemen diri
untuk membantu pasien memperoleh dan melatih keterampilan yang mereka butuhkan
untuk memandu perubahan kesehatan perilaku dan untuk memberikan dukungan emosional
untuk memungkinkan pasien untuk menyesuaikan peran mereka untuk fungsi dan
pengendalian penyakit mereka sehingga mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik
(Zwerink M, Brusse-Keizer M, van der Valk PDLPM, Zielhuis GA, Monninkhof EM, van
der Palen J, Frith PA, Effing T, 2014).
Program pengelolaan diri (self-management) dapat disampaikan oleh para
profesional kesehatan, profesional lainnya, atau kolaborasi dari berbagai jenis pendidik.
Intervensi pengelolaan diri (self-management) dapat fokus pada obatobatan, kepatuhan,
nutrisi, olahraga, elemen tertentu perilaku terapi atau mungkin pada beberapa sasaran
intervensi. Inti dari keterampilan pengelolaan diri (self-management) ini meliputi
pemecahan masalah, membuat keputusan, menemukan dan menggunakan sumber daya,
membentuk kemitraan dengan profesional kesehatan, dan mengambil tindakan (Lorig &
Holman, 2003). Intervensi pengelolaan diri (self-management) semakin banyak digunakan
oleh orang-orang dengan kondisi kronis untuk meningkatkan pengelolaan gejala (Warsi,
Wang, Lavalley, Avorn, Solomon, 2004). Program pengelolaan diri (self-management) telah
menunjukkan hasil bahwa intervensi berhasil meningkatkan perilaku sehat, memelihara atau
meningkatkan status kesehatan, dan tingkat penurunan rawat inap sehingga mempunyai
potensi penghematan besar dalam biaya perawatan kesehatan (Lorig, Sobel, Stewart,
Brown, Bandura, Ritter, Gonzalez, et al., 1999).
A. Pemenuhan kebutuhan fisk
Aspek pemenuhan kebutuhan fisik pada self care management partisipan
merupakan bentuk self care management terkait upaya pemeliharaan dan pemenuhan
kebutuhan fisik mereka sesuai dengan regiment terapeutik pengobatan yang
dianjurkan oleh tenaga medis. Aspek pemenuhan kebutuhan fisik ini meliputi :
1. Pengaturan nutrisi
Asupan nutrisi pada pasien gagal ginjal kronis antara lain :
a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
b. Protein rendah, yaitu 0,6 1,5 g/kgBB. Sebagian harus bernilai biologik
tinggi.
c. Lemak cukup, yaitu 20 30 % dari kebutuhan energi total. Diutamakan
lemak tidak jenuh ganda
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi jumlah energi
yang diperoleh dari protein dan lemak.
e. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau
anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1 3 g.
f. Kalium dibatasi (40 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah >
5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
g. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernafasan ( 500 ml). 8. Vitamin cukup, bila
perlu diberikan tambahan suplemen asam folat, vitamin B6, C, dan D
Pengaturan makan pada pasien GGK antara lain makan dengan teratur,
makan 4 sehat
2. Pengaturan intake cairan
a. Asupan cairan
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada gagal ginjal lanjut,
karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai
keadaan hidrasi pasien, yang menyebabkan terjadinya fenomena kelebihan
cairan pada klien yang menjalani terapi hemodialisis. Berat badan harian
merupakan parameter penting yang dipantau, selain catatan yang akurat
mengenai asupan dan keluaran. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi, edema, intoksikasi cairan. Aturan umum untuk
asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam + (IWL total) mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari. IWL total terdiri dari IWL normal (1%
dari BB) ditambah dengan IWL akibat peningkatan suhu (apabila peningkatan
suhu 10c maka rumus yang digunakan 10% x IWL normal).
Misalnya, jika keluaran urin pasien dalam 24 jam terakhir adalah 400 ml,
asupan total perhari adalah iwl total 600 ml + 400 ml = 1000 ml. Kebutuhan
yang diperbolehkan pada klien gagal ginjal adalah 1000 ml/hari dan klien yang
menjalani dialisis diberi cairan yang mencukupi untuk memungkinkan
penambahan berat badan 0,9 kg sampai dengan 1,3 kg selama pengobatan, yang
jelas, asupan natrium dan cairan harus diatur sedemikian rupa untuk mencapai
keseimbangan cairan dan mencegah hipervolemia serta hipertensi (Price &
Wilson, 2002 dalam
Rahmawati, 2008).
Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar 125 ml plasma
untuk disaring dan memproduksi urine sekitar 60 ml (40 sampai 80 ml) dalam
setiap jam atau totalnya sekitar 1,5 L dalam satu hari (Horne et al, 1991 dalam
Perry & Poter, 2002).
b. Pembatasan Asupan Cairan
Pembatasan asupan cairan/air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air
yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dalam melakukan
pembatasan asupan cairan, cairan yang masuk bergantung pada haluaran urine.
Berasal dari insensible water loss ditambah dengan haluaran urin per 24 jam
yang diperbolehkan untuk pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani
dialisis. (Almatsier, 2006; Brunner & Suddart, 2002).
Makanan-makanan cair dalam suhu ruang (agar-agar, es krim) dianggap cairan
yang masuk. Untuk klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa,
asupan cairan harus diatur sehingga berat badan yang diperoleh tidak lebih dari
1 sampai 3 kg diantara waktu dialisis (Lewis et all, 2007). Peningkatan berat
badan mengidentifikasi kelebihan cairan. Kenaikan yang diterima adalah 0,5 kg
per tiap 24 jam diantara waktu dialisis (Hudak dan Gallo, 1996). Kelebihan
cairan yang terjadi dapat dilihat dari terjadinya penambahan berat badan secara
cepat, penambahan berat badan 2% dari berat badan normal merupakan
kelebihan cairan ringan, penambahan berat badan 5% merupakan kelebihan
cairan sedang, penambahan 8% merupakan kelebihan cairan berat. (Kozier, Erb,
Berman & Snyder, 2004 dalam Rahmawati 2008).
Kelebihan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dapat berkembang dengan
progressif, yang dapat menimbulkan kondisi edema paru ataupun komplikasi
kegagalan fungsi jantung (Suwitra, 2006 dalam Sudoyo et al 2006; Black &
Hawks, 2005 dalam Rahmawati 2008).
3. Regiment pengobatan
Pasien GGK yang menjalani hemodialisa selain menjalani treatment tersebut
mereka biasanya mengkonsumsi banyak macam obat. Banyak hal terkait dengan
obat yang perlu diketahui oleh pasien mengingat banyaknya jumlah obat yang
diminum, dosisnya, jenisnya, untuk apa saja obat- obatan tersebut dan efek
dalam tubuh
4. Perawatan akses vaskuler
Akses vaskulermerupakan jalankeluar masuknya darah pasien saat
pelaksanaan treatmen hemodialisis. Penting juga untuk melakukan perawatan
akses tersebut secara mandir mengingat bahwa akses ini akan selalu digunakan
pasien untuk hemodialissi. Selain itu beberapa hal yang tidak boleh dilakukan
pada daerah akses vaskuler ( lengan cimino) juga penting dijelaskan pada pasien
seperti tidak boleh dilakukan pengukuran darah atau mengangkat benda berat,
dan lakukan latihan meremas- remas bola untuk mempertahankan akses vaskuler
tetap baik.
5. Aktifitas istirahat/ tidur dan olahraga