Dosen Penguji:
Residen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Pratiwi FK TRISAKTI
KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 29 JUNI 15 JULI 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Pratiwi FK TRISAKTI
Judul : Hubungan Sidik Jari dan Identifikasi, Jenis Kelamin dan Golongan
Darah
Mengetahui,
dr. Bianti Hastuti Machroes, SpKF, MH(Kes) dr. Devi Novianti Santoso, SH,
MH(Kes)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan referat berjudul Hubungan Sidik Jari dengan
Jenis Kelamin dan Golongan Darah dalam Identifikasi. Referat ini dibuat untuk
memenuhi persyaratan ujian kepanitraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan Universitas Pembangunan
Nasional. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan
tercapai tanpa bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam
penyusunan referat ini.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
kedepannya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat serta
menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan referat selanjutnya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Identititas adalah sebuah set karakteristik fisik, fungsional, atau psikis, normal
atau patologi yang mencirikan manusia. Baru-baru ini, telah ada peningkatan minat
dalam teknologi biometrik yang identifikasi manusia berdasarkan fitur individu
seseorang1.
Identifikasi primer yang terdiri dari sidik jari, catatan gigi dan DNA serta
identifikasi sekunder yang terdiri dari medis, properti dan fotografi, dll dengan prinsip
identifikasi adalah membandingkan data yang antemortem dan postmortem.
Pengidentifikasi primer mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
identifikasi sekunder. Identitas seseorang dapat dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif
2. Pemeriksaan Gigi
Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan manual, sinar-X,
dan pencetakan gigi. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan,
tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas, dan data yang ditemukan dibandingkan dengan data ante-mortem.
3. Identifikasi DNA
Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli forensik
molekular. Identifikasi dapat menggunakan DNA inti, DNA mitokondria. Pada laki-
laki hanya dipergunakan DNA inti, sedangkan pada wanita dapat digunakan DNA inti
atau mitokondria
1. Metode Visual
Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga
atau temannya. Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan
bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Ada kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah.
2. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama jenazah. Tidak
bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit diandalkan.
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau
binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut
berasal dari satu tubuh atau beberapa bagian tubuh.
Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain
seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-
kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh yang mengalami
mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal darimanusia, dapat
digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik,
mikroskopik, dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi
presipitin).
Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat
dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita
seperti pada drum stick pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.
2. Identifikasi kerangka
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi
dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila terdapat dugaan berasal
dari seseorang, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data
ante mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat
dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen
tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari
sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik
persamaan.
Keadaan mayat.
Transportasi mayat.
Penyimpanan mayat.
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga
langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah
kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau pelabelan.
Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil
langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah langkah
tersebut antara lain adalah :
Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana.
Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan
label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.
Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan
oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin
komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya
dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap lengkapnya mengenai
korban. Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi
:
Pemeriksaan rontgen.
Pemeriksaan DNA.
Data data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer
dan data sekunder sebagai berikut :
Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan
tindakan untuk mencegah perubahan perubahan paska kematian pada jenazah,
misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat
pembusukan.
4. Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik
korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok
maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah
tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post
mortem jenazah.
Indikator kesuksesan suatu proses disaster victim investigation bukan didasarkan pada
cepat atau tidaknya proses tersebut berlangsung tapi lebih didasarkan pada akurasi
atau ketepatan identifikasi. Pada prosesnya di Indonesia, disaster victim investigation
terkadang menemui hambatan hambatan. Hambatan yang terjadi terutama
disebabkan oleh buruknya sistem pencatatan yang ada di negeri ini sehingga untuk
mengumpulkan data ante mortem yang dibutuhkan, misalnya data sidik jari dari SIM
(Surat Izin Mengemudi), rekam medis pemeriksaan gigi dan lain sebagainya, tim ante-
mortem sering menemui kendala2.
Sidik jari terbentuk saat fase fetus. Pertama, tonjolan terelevasi pada sekitar minggu
ke-18 kehamilan dan terbentuk sempurna pada sekitar bulan ke-7 kehamilan. Struktur
sidik jari tetap sama selama kehidupan individu, tapi dapat terpengaruhi jejas.
Observasi ini berhubungan dengan ketahanan sidik jari.
Struktur sidik jari secara umum terdiri dari tonjolan dan cekungan yang ditentukan
oleh faktor genetik. Namun, beberapa faktor dalam fase fetus, seperti aliran cairan
amnion atau posisi di rahim, menghasilkan deformasi minor yang menghasilkan
iregularitas di tonjolan sidik jari. Faktor-faktor ini juga menghasilkan perbedaan di
garis tangan dan sidik jari pada satu individu. Oleh karena itu, detail halus sidik jari
ditentukan faktor-faktor tersebut, yang akan menghasilkan keunikan sidik jari. Namun,
karena pembentukan sidik jari berhubungan dengan gen, pola sidik jari tidak
sepenuhnya berbeda3.
Bentuk, ukuran, dan jarak dasar dermatoglyphs dipengaruhi oleh faktor genetik. Studi
menunjukkan kemungkinan bahwa lebih dari satu gen terlibat, sehingga pewarisan
pola tidak dapat diprediksi dengan mudah. Diperkirakan bahwa berbagai gen yang
mengatur perkembangan berbagai lapisan kulit, otot, lemak, dan pembuluh darah
memiliki peran dalam penentuan pola tonjolan. Pada penderita kelainan kromosom,
pola epidermis pada tangan maupun jari terkadang dapat digunakan sebagai alat
diagnostik4.
Sindroma Down
Trisomi 21
Sindroma Turner (45, XO)
Sindroma Klinefelter (47, XXY)
Pseudohipoparatiroidisme
Sindroma Rubinstein-Taybi
Kanker payudara
Penyakit psikologis (ansietas & depresi)
OCD
Diabetes Mellitus
Bibir/atap mulut sumbing
Myocardiac Infarc
Genodermatosis
Karies gigi
Maloklusi
Sidik jari merupakan identitas diri seseorang yang bersifat alamiah, tidah berubah dan
tidak sama pada setiap orang. Sidik jari merupakan salah satu teknologi yang dapat
digunakan untuk identifikasi seseorang.
Sidik jari merupakan alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli sesuai
dengan Pasal 184 ayai (1) butir (b) KUHAP, yaitu dalam bentuk berita acara terdiri
dari:
Sidik jari masih dipercaya sebagai alat identifikasi yang baik karena masih
memiliki efektifitas dan realibilitas yang kuat dari segi hukum. Terdapat dua aspek
yang menyebabkan sidik jari masih digunakan dalam proses identifikasi, pertama
bentuk dan pola sidik jari yang tidak pernah berubah sejak mulai pembentukannya
hingga seseorang mencapai keadaan mati. Kedua, tidak ada bentuk sidik jari yang
sama pada setiap orang.
Di zaman modern seperti sekarang ini, seiring dengan berkembangnya
peralatan canggih yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya,
maka semakin mudah pula seseorang dalam melaksanakan tugasnya yang
terhitung sulit, misalnya saja tugas seorang polisi dalam mengungkap suatu
kejahatan, salah satu kecanggihan teknologi yang berkembang saat ini adalah
alat pemindai sidik jari. Fungsi dan peranan sidik jari sangatlah penting bagi
seorang penyidik dalam mengungkap suatu tindak pidana, oleh karena itu sidik jari
sangatlah berperan selain sebagai untuk mengidentifikasi korban, juga untuk
mengungkap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana, sidik jari
sebenarnya adalah kulit yang menebal dan menipis membentuk suatu punggungan
pada telapak jari yang membentuk suatu pola, sidik jari tidak akan hilang sampai
seorang meninggal dunia dan busuk, goresan-goresan atau luka biasanya pada
waktu kulit berganti akan membentuk pola yang sama. Kecuali kulit tersebut
mengalami luka bakar yang parah.
Sidik jari yang memiliki pola-pola khusus pada setiap orang dan tidak akan
berubah mulai sejak pembentukannya hingga mencapai keadaan postmortal dipercaya
memiliki kekuatan dalam kepeningan identifikasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Bhavana et al menyebutkan bahwa dari pola sidik jari dapat ditentukan jenis kelamin
dan golongan darah suau korban. Maka perlu diketahui gambaran pola sidik jari
seperti apa yang menggambarkan ciri khusus jenis kelamin serta golongan darah
dalam identifikasi suatu korban.
Kulit yang menutupi permukaan tubuh khususnya pada daerah telapak tangan
dan telapak kaki berbeda dengan kulit di area lain karena memiliki tekstur khusus
yang dikenal sebagai sidik jari. Sidik jari terbentuk pada saat minggu ke 12 dan
mencapai formasi lengkap pada minggu ke 14. Mulai sejak pembentukan, garis atau
rajah dari sidik jari tidak akan berubah hingga nantinya akan dirusak secara alami saat
kematian pada proses pembusukan, kecuali pada keadaan tertentu seperti luka bakar
yang sangat berat.
Sidik jari terbentuk oleh lapisan-lapisan kulit pada umumnya seperti epidermis,
dermis, dan hypodermis serta terdiri dari kelenjar-kelenjar ekskresi kulit sehingga
terdapat sekresi yang dikeluarkan melalui komponen pada sidik jari tersebut dalam
bentuk metabolit yang dapat dideteksi dan memiliki nilai bemakna untuk kepentingan
forensik. Karakteristik sidik jari yang bersifat global terlihat sebagai pola garis-garis
alur dan orientasi dari garis alur tersebut pada kulit.
Prinsip sistem identifikasi sidik jari adalah suatu bentuk representasi dari suatu pola
pengenalan, untuk mengetahui siapa pemilik dari sidik jari yang telah diambil
sampelnya. Sidik jari telah terbukti cukup akurat, aman, dan nyaman untuk dipakai
sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric lainnya seperti retina
mata atau DNA.
1. Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit
manusia seumur hidup.
2. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan
kecelakaan yang sampai merusak atau menghancurkan jari.
3. Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.
a. Lapisan dermal
Lapisan yang menentukan bentuk dari garis garis yang terdapat pada permukaan
kulit
b. Lapisan epidermal
Merupakan lapisan kulit terluar dimana terdapat garis garis halus menonjol keluar
(garis papilair). Lukisan lukisan yang terbentuk oleh garis papilair itu dipakai untuk
menentukan bentuk pokok (pola dan ciri),perumusan dan pemeriksaan perbandingan
sidik jari.
Pola sidik jari untuk setiap individu berbeda satu sama lainnya, pada umumnya sidik
jari terbagi atas 7 pola yaitu :
a. Loop
b. Arch
c. Whorl
d. Tented arch
e. Double loop
f. Central pocked loop
Namun yang paling banyak diketahui ada 3 pola:
a. Arch (Busur) adalah pola sidik jari yang semua garis garisnya datang dari
satu titik lukisan dan cenderung mengalir ke sisi. Pola garis alur sidik jari
berbentuk terbuka yang mencakup 5% dari populasi.
c. Whorl (lingkaran)
Whorl adalah pola utama sidik jari yang mempunyai bentuk lingkaran penuh
dan paling sedikit dua buah delta dengan satu atau lebih garis melengkung
atau melingkar di hadapan dua delta. Ciri khas dari Whorl adalah memiliki 2
titik pusat delta. Mencakup 30% sampai 35% dari populasi.
Core merupakan pusat atau titik tengah suatu sidik jari dari kelompok garis
papilair berbentuk U5.
Penentuan jenis kelamin tergantug pada kombinasi kromosom seks. Laki-laki secara
genetic memiliki kedua kromosom X dan Y. Perempuan secara genetic memiliki dua
kromosom seks X. Maka, perbedaan genetic yang bertanggungjawab atas semua
perbedaan anatomis dan fungsional pada laki-laki dan perempuan adalah kromosom
Y. Laki-laki memiliki kromosom tersebut, perempuan tidak.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berada pada tiga tingkatan: jenis kelamin
menurut genetik, gonadal, dan fenotipik (anatomik).
Jenis kelamin menurut genetic, yang tergantung pada kombinasi kromosom seks pada
saat konsepsi, akan menentukan jenis kelamin menurut gonad, yaitu apakan testis atau
ovarium akan terbentuk.. Ada/tidaknya kromosom Y menentukan diferensiasi gonad.
Sampai satu bulan setengah masa gestasi, semua embrio memiliki potensi untuk
terdiferensiasi menjadi laki-laki ataupun perempuan karena jaringan reproduksi
keduanya sama dan tidak bisa dibedakan. Spesifisitas gonad mulai muncul pada
minggu ke tujuh kehidupan intrauterin ketika jaringan gonad laki-laki secara genetik
mulai terdiferensiasi menjadi testis atas pengaruh regio penentu jenis kelamin (sex-
determining region) di kromosom Y (SRY), satu-satunya gen yang mempengaruhi
determinasi jenis kelamin. Gen ini memicu rantaian reaksi yang mengarah pada
perkembangan fisik laki-laki. SRY me-maskulinisasi gonad dengan mengkode
produksi faktor determinan testis (testis-determining factor (TDF))(dikenal juga
sebagai protein SRY) pada sel gonad primitive. TDF mengarahkan berbagai kejadian
yang mengarah pada diferensiasi gonad menjadi testes.
Karena perempuan secara genetik tidak memiliki gen SRY dan oleh karena itu tidak
memproduksi TDF, sel gonad mereka tidak akan menerima sinyal untuk formasi
testes, jadi pada minggu ke Sembilan semua jaringan gonad yang tidak terdiferensiasi
mulai membentuk ovarium sebagai gantinya.
Jenis kelamin menurut fenotipik, jenis kelamin yang terlihat secara anatomik pada
individu, termediasi hormon dan tergantung oleh jenis kelamin gonad yang ditentukan
secara genetik. Istilah diferensiasi seksual mengarah pada perkembangan genitalia
eksterna dan traktus reproduktivus menjadi laki-laki maupun perempuan pada embrio.
Sama dengan gonad yang belum terdiferensiasikan, embrio kedua jenis kelamin
memiliki potensi untuk membentuk genitalia eksterna dan traktus reproduktivus laki-
laki maupun perempuan. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi laki-laki dipicu oleh
androgen, yaitu hormone maskulinisasi yang disekresikan oleh testes yang sedang
berkembang. Testosteron adalah androgen yang paling kuat. Tidak adanya hormon
testis ini di fetus perempuan menghasilkan perkembangan system reproduktif
perempuan. Pada minggu 10-12 masa gestasi, jenis kelamin sudah dapat dibedakan
melalui penampilan anatomis genitalia eksterna.
PEMBAHASAN
Walau telah ditemukan bahwa laki-laki memiliki jumlah ridge lebih banyak dari
perempuan, hasil yang didapat tentang signifikansi statistik dari perbedaan jenis
kelamin tidak konsisten. Didapat bahwa perempuan cenderung memiliki kepadatan
ridge yang lebih tinggi (jumlah ridge dibagi luas area jari yang dimaksud)
dibandingkan laki-laki, tapi akurasi hal ini dalam perbedaan jenis kelamin tidak
memuaskan (Acree 1999).
Sidik jari perempuan memiliki karakteristik tinggi Rasio Tebal Ridge Tebal Celah
(Ridge Thickness Valley Thickness Ratio), dimana sidik jari laki-laki memiliki hasil
yang lebih rendah, dengan pengecualian presentase kecil dari keduanya (Baldawi et al.
2008).
Sidik jari perempuan dikarakteristikan memiliki lebih banyak white lines, dengan
pengecualian sebagian kecil memiliki sedikit maupun tidak ada white lines sama
sekali, dan untuk laki-laki berlaku kebalikannya, dengan standar deviasi yang tinggi
dalam distribusinya terhadap kedua jenis kelamin, dengan hasi hitung ridge pada
perempuan =13.6671, =4.9845, sedangkan pada laki-laki =14.6914, =4.9336,
dengan t-value =4.802, dan -value=1.685E-06 (Badawi et al. 2008).
Ukuran jari memiliki hubungan kuat dengan hasil hitung jumlah dan kepadatan ridge.
Bila laki-laki memiliki hitung ridge lebih banyak dan densitas ridge lebih rendah dari
perempuan, maka perbedaan besar jari antara laki-laki dan perempuan seharusnya
memiliki signifikansi lebih dari hasil hitung jumlah dan kepadatan ridge (Wang et al
2007)
ILUSTRASI KASUS
Proses identifikasi korban dilakukan secara primer dan sekunder. Identitas primer
dengan mengidentifikasi sidik jari, gigi dan DNA. Dalam hal ini didapatkan identitas
dari sidik jari korban dengan nama Galih Utama, sedangkan identifikasi sekunder
didapatkan visual memakai kemeja berwarna putih dan celana jeans berwarna hitam
dan ikat pinggang berwarna hitam bertuliskan identitas sekolah yang didapatkan sama
dengan pakaian yang dipakai korban pada saat pergi meninggalkan rumah sesuai
keterangan yang didapatkan dari keluarga pasien, foto terakhir yang dimiliki keluarga
pasien juga menunjukan kemiripan yang sama dengan korban tersebut.
BAB IV