Anda di halaman 1dari 34

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

HUBUNGAN SIDIK JARI DENGAN JENIS KELAMIN DAN GOLONGAN


DARAH DALAM IDENTIFIKASI

Dosen Penguji:

dr. Bianti Hastuti Machroes, SpKF, MH(Kes)

Residen Pembimbing:

dr. Devi Novianti Santoso, SH, MH(Kes)

Disusun Oleh:

Abdurrachman Machfudz FK TRISAKTI

Amanda Friska FK UPN

Nadya Marsha Fitri Yulistya FK TRISAKTI

Pratiwi FK TRISAKTI

Ruhmana Firah F.R FK TRISAKTI

Tanya Edwina FK TRISAKTI

KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 29 JUNI 15 JULI 2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, referat dari:

Nama : Abdurrachman Machfudz FK TRISAKTI

Amanda Friska FK UPN

Nadya Marsha Fitri Yulistya FK TRISAKTI

Pratiwi FK TRISAKTI

Ruhmana Firah F.R FK TRISAKTI

Tanya Edwina FK TRISAKTI

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Trisakti dan Universitas Pembangunan Nasional

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik FK UNDIP

Judul : Hubungan Sidik Jari dan Identifikasi, Jenis Kelamin dan Golongan
Darah

Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian kepanitraan Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan Universitas
Pembangunan Nasional.
Semarang, Juli 2015

Mengetahui,

Dosen Penguji Residen Pembimbing

dr. Bianti Hastuti Machroes, SpKF, MH(Kes) dr. Devi Novianti Santoso, SH,
MH(Kes)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan referat berjudul Hubungan Sidik Jari dengan
Jenis Kelamin dan Golongan Darah dalam Identifikasi. Referat ini dibuat untuk
memenuhi persyaratan ujian kepanitraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan Universitas Pembangunan
Nasional. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan
tercapai tanpa bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam
penyusunan referat ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan


kepada:
1. dr. Bianti Hastuti Machroes, SpKF, MH(Kes) selaku dosen penguji yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu dan
pengetahuan.
2. dr. Devi Novianti Santoso, SH, MH(Kes) selaku residen pembimbing referat
yang berkontribusi besar dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam
pembuatan referat ini.
3. Teman-teman dokter muda di Kepanitraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Trisakti dan Universitas Pembangunan
Nasional.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
kedepannya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat serta
menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan referat selanjutnya.

Semarang, Juli 2015

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan yang terjadi dan meresahkan masyarakat saat ini diantaranya


adalah bencana alam, kecelakaan, dan kekerasan terhadap manusia. Masyarakat
dibuat resah bukan hanya karena bahaya dan dampak yang ditimbulkan namun
kesulitan dalam mencari identitas para korban juga masih sangat sulit dilakukan
oleh petugas medik yang berwenang dalam mengidentifikasi korban. Bencana dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu bencana individual dan massal. Berbagai
cara dilakukan untuk dapat menentukan identifikasi personal masing-masing individu.

Identifikasi dilakukan tidak hanya untuk kepentingan menemukan identitas


korban tetapi juga berguna untuk menyelidiki identitas pelaku kejahatan. Identitas
yang perlu diketahui dalam mengidentifikasi korban diantaranya adalah jenis kelamin,
usia, dan golongan darah, sampai identifikasi DNA yang memiliki akurasi paling kuat
dalam mengidentifikasi korban.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses identifikasi dalam ilmu forensik?


2. Bagaimana peranan sidik jari dalam ilmu kedokteran forensik?
3. Apakah terdapat hubungan sidik jari dengan jenis kelamin dalam proses
identifikasi?
4. Apakah terdapat hubungan sidik jari dengan golongan darah dalam proses
identifikasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan menjelaskan proses identifikasi dalam ilmu forensik


2. Mengetahui dan menjelaskan peranan sidik jari dalam ilmu kedokteran
forensik
3. Mengetahui hubungan sidik jari dengan jenis kelamin dalam proses
identifikasi
4. Mengetahui hubungan sidik jari dengan golongan darah dalam proses
identifikasi

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

- Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu masalah dari


berbagai sumber dan teknik penulisan
- Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu masalah
- Menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran forensik

1.4.2 Bagi Instansi Terkait

- Menambah bahan referensi bagi dokter dalam proses identifikasi dalam


bidang ilmu kedokteran forensik

1.4.3 Bagi Masyarakat

- Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana


proses identifikasi para korban maupun pelaku pada kasus tindak
pidana yang terjadi di masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi Forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan


membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat
berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam
identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk,
hangus terbakar dan kecelakaan massal, bencana alam, huru-hara yang mengakibatkan
banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu
identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak,
bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang yang dapat dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.

Identititas adalah sebuah set karakteristik fisik, fungsional, atau psikis, normal
atau patologi yang mencirikan manusia. Baru-baru ini, telah ada peningkatan minat
dalam teknologi biometrik yang identifikasi manusia berdasarkan fitur individu
seseorang1.

Identifikasi primer yang terdiri dari sidik jari, catatan gigi dan DNA serta
identifikasi sekunder yang terdiri dari medis, properti dan fotografi, dll dengan prinsip
identifikasi adalah membandingkan data yang antemortem dan postmortem.
Pengidentifikasi primer mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
identifikasi sekunder. Identitas seseorang dapat dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif

2.1.1 Identifikasi Primer

1. Pemeriksaan Sidik Jari


Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem. Saat ini
merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya. Dibutuhkan penanganan
yang baik terhadap jari tangan jenazah, misalkan membungkus kedua tangan dengan
plastik.

2. Pemeriksaan Gigi
Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan manual, sinar-X,
dan pencetakan gigi. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan,
tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Setiap individu memiliki susunan gigi yang
khas, dan data yang ditemukan dibandingkan dengan data ante-mortem.

3. Identifikasi DNA
Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli forensik
molekular. Identifikasi dapat menggunakan DNA inti, DNA mitokondria. Pada laki-
laki hanya dipergunakan DNA inti, sedangkan pada wanita dapat digunakan DNA inti
atau mitokondria

2.1.2 Identifikasi Sekunder

1. Metode Visual
Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga
atau temannya. Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan
bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Ada kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah.

2. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama jenazah. Tidak
bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit diandalkan.

3. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan


Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan.

2.1.3 Macam-macam Identifikasi

1. Identifikasi potongan tubuh manusia (kasus mutilasi)

Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau
binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut
berasal dari satu tubuh atau beberapa bagian tubuh.

Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain
seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-
kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh yang mengalami
mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal darimanusia, dapat
digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik,
mikroskopik, dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi
presipitin).
Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat
dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita
seperti pada drum stick pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.

2. Identifikasi kerangka

Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut


adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri
khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah.
Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kekeringan tulang.

Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi
dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila terdapat dugaan berasal
dari seseorang, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data
ante mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat
dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen
tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari
sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik
persamaan.

Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia.


Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal
ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik (jumlah
dan diameter kanal-kanal Havers).

Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak


gigi geligi dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi
insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras
Mongoloid.

Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak,


sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpla. Pada panggul indeks isio-pubis
(panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang paling
sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83.6, wanita 99.5.

2.1.4 Proses Identifikasi Umum

1. Mengumpulkan Data Post Mortem


Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian. Pada fase ini
dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan
mencatat data selengkap lengkapnya mengenai korban.

2. Mengumpulkan Data Ante Mortem


Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data
ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan
jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri
ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi
korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat
korban, serta informasi informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk
kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang
dikenakan korban.

3. Pencocokan Data Ante Mortem dan Post Mortem


Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik
korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok
maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah
tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post
mortem jenazah.

2.1.5 Proses Identifikasi DVI (Disaster Victim Identification)


meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang
lainnya, yang terdiri dari:

1. Initial Action at the Disaster Site

Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP)


bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk
mengetahui seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus
mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan untuk memastikan koordinasi
personil dan sumber daya material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam
kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara
keseluruhan. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan
petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi
berikut :

Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk


area bencana.

Perkiraan jumlah korban.

Keadaan mayat.

Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.

Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.

Metode untuk menangani mayat.

Transportasi mayat.

Penyimpanan mayat.

Kerusakan properti yang terjadi.

Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga
langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah
kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau pelabelan.
Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil
langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah langkah
tersebut antara lain adalah :

Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan


(penonton yang penasaran, wakil wakil pers, dll), misalnya dengan
memasang police line.

Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.

Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.

Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja


yang memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana.

Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan


kehaditan dan otorisasi.

Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana.

Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus


mengumpulkan korban korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait
dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.

Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI


mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban
kemudian memberikan nomor dan label pada korban.

Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan
label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.

2. Collecting Post Mortem Data

Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan
oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin
komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya
dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap lengkapnya mengenai
korban. Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi
:

Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban.

Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika


diperlukan.

Pemeriksaan sidik jari.

Pemeriksaan rontgen.

Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri


khusus tiap orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang
berbeda.

Pemeriksaan DNA.

Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari


bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas
luka yang ada di tubuh korban.

Data data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer
dan data sekunder sebagai berikut :

Primer: Sidik jari, Profil gigi dan DNA

Sekunder: Visual, Fotografi, Properti jenazah, Medik Antropologi.

Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan
tindakan untuk mencegah perubahan perubahan paska kematian pada jenazah,
misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat
pembusukan.

3. Collecting Ante Mortem Data


Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data
ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan
jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri
ciri spesifik jenazah (tato, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi
korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat
korban, serta informasi informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk
kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang
dikenakan korban.

4. Reconciliation

Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik
korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok
maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah
tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post
mortem jenazah.

5. Returning to the Family

Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik


terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban
tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan
data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman
jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi
jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administrative untuk penguburan menjadi
tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.

Indikator kesuksesan suatu proses disaster victim investigation bukan didasarkan pada
cepat atau tidaknya proses tersebut berlangsung tapi lebih didasarkan pada akurasi
atau ketepatan identifikasi. Pada prosesnya di Indonesia, disaster victim investigation
terkadang menemui hambatan hambatan. Hambatan yang terjadi terutama
disebabkan oleh buruknya sistem pencatatan yang ada di negeri ini sehingga untuk
mengumpulkan data ante mortem yang dibutuhkan, misalnya data sidik jari dari SIM
(Surat Izin Mengemudi), rekam medis pemeriksaan gigi dan lain sebagainya, tim ante-
mortem sering menemui kendala2.

2.2 Sidik Jari

2.2.1 Embriologi Sidik Jari

Sidik jari terbentuk saat fase fetus. Pertama, tonjolan terelevasi pada sekitar minggu
ke-18 kehamilan dan terbentuk sempurna pada sekitar bulan ke-7 kehamilan. Struktur
sidik jari tetap sama selama kehidupan individu, tapi dapat terpengaruhi jejas.
Observasi ini berhubungan dengan ketahanan sidik jari.

Struktur sidik jari secara umum terdiri dari tonjolan dan cekungan yang ditentukan
oleh faktor genetik. Namun, beberapa faktor dalam fase fetus, seperti aliran cairan
amnion atau posisi di rahim, menghasilkan deformasi minor yang menghasilkan
iregularitas di tonjolan sidik jari. Faktor-faktor ini juga menghasilkan perbedaan di
garis tangan dan sidik jari pada satu individu. Oleh karena itu, detail halus sidik jari
ditentukan faktor-faktor tersebut, yang akan menghasilkan keunikan sidik jari. Namun,
karena pembentukan sidik jari berhubungan dengan gen, pola sidik jari tidak
sepenuhnya berbeda3.

Bentuk, ukuran, dan jarak dasar dermatoglyphs dipengaruhi oleh faktor genetik. Studi
menunjukkan kemungkinan bahwa lebih dari satu gen terlibat, sehingga pewarisan
pola tidak dapat diprediksi dengan mudah. Diperkirakan bahwa berbagai gen yang
mengatur perkembangan berbagai lapisan kulit, otot, lemak, dan pembuluh darah
memiliki peran dalam penentuan pola tonjolan. Pada penderita kelainan kromosom,
pola epidermis pada tangan maupun jari terkadang dapat digunakan sebagai alat
diagnostik4.

Beberapa contoh penyakit yang telah ditemukan tanda pada dermatoglyphic5 :

Sindroma Down
Trisomi 21
Sindroma Turner (45, XO)
Sindroma Klinefelter (47, XXY)
Pseudohipoparatiroidisme
Sindroma Rubinstein-Taybi
Kanker payudara
Penyakit psikologis (ansietas & depresi)
OCD
Diabetes Mellitus
Bibir/atap mulut sumbing
Myocardiac Infarc
Genodermatosis
Karies gigi
Maloklusi

2.2.2 Definisi sidik jari

Sidik jari merupakan identitas diri seseorang yang bersifat alamiah, tidah berubah dan
tidak sama pada setiap orang. Sidik jari merupakan salah satu teknologi yang dapat
digunakan untuk identifikasi seseorang.

Sidik jari merupakan alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli sesuai
dengan Pasal 184 ayai (1) butir (b) KUHAP, yaitu dalam bentuk berita acara terdiri
dari:

- Berita acara pengambilan sidik jari disertai rumusan sidik jari


- Berita acara pemotretan, dan
- Berita acara olah TKP

Sidik jari masih dipercaya sebagai alat identifikasi yang baik karena masih
memiliki efektifitas dan realibilitas yang kuat dari segi hukum. Terdapat dua aspek
yang menyebabkan sidik jari masih digunakan dalam proses identifikasi, pertama
bentuk dan pola sidik jari yang tidak pernah berubah sejak mulai pembentukannya
hingga seseorang mencapai keadaan mati. Kedua, tidak ada bentuk sidik jari yang
sama pada setiap orang.
Di zaman modern seperti sekarang ini, seiring dengan berkembangnya
peralatan canggih yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya,
maka semakin mudah pula seseorang dalam melaksanakan tugasnya yang
terhitung sulit, misalnya saja tugas seorang polisi dalam mengungkap suatu
kejahatan, salah satu kecanggihan teknologi yang berkembang saat ini adalah
alat pemindai sidik jari. Fungsi dan peranan sidik jari sangatlah penting bagi
seorang penyidik dalam mengungkap suatu tindak pidana, oleh karena itu sidik jari
sangatlah berperan selain sebagai untuk mengidentifikasi korban, juga untuk
mengungkap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana, sidik jari
sebenarnya adalah kulit yang menebal dan menipis membentuk suatu punggungan
pada telapak jari yang membentuk suatu pola, sidik jari tidak akan hilang sampai
seorang meninggal dunia dan busuk, goresan-goresan atau luka biasanya pada
waktu kulit berganti akan membentuk pola yang sama. Kecuali kulit tersebut
mengalami luka bakar yang parah.

Identifikasi Sidik jari dikenal dengan daktiloskopi. Daktiloskopi adalah


merumus pola sidik jari pada telapak tangan yang sama, kiri maupun kanan.
Metodanya dikenal dengan metode Henry, Rocher dan Vucetich. Metode Henry
diciptakan di India dan dipakai dihampir semua negara di Eropa, Metode Rocher
digunakan di negara Jerman dan Jepang, sedangkan Metode Vucetich digunakan
pada negara-negara berbahasa Spanyol. Indonesia sendiri menggunakan Metoda
Henry. Fungsi dari sidik jari ialah untuk kepentingan identifikasi korban dan juga
bisa digunakan untuk pengungkapan kejahatan, misalnya dari sidik jari laten
(pengambilan sidik jari menggunakan serbuk kimia) yang didapat dari barang-barang
di tempat kejadian perkara, atau barang-barang yang digunakan untuk melakukan
kejahatan seperti pistol, pisau, tang obeng dan sebagainya.

Sidik jari yang memiliki pola-pola khusus pada setiap orang dan tidak akan
berubah mulai sejak pembentukannya hingga mencapai keadaan postmortal dipercaya
memiliki kekuatan dalam kepeningan identifikasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Bhavana et al menyebutkan bahwa dari pola sidik jari dapat ditentukan jenis kelamin
dan golongan darah suau korban. Maka perlu diketahui gambaran pola sidik jari
seperti apa yang menggambarkan ciri khusus jenis kelamin serta golongan darah
dalam identifikasi suatu korban.

Kulit yang menutupi permukaan tubuh khususnya pada daerah telapak tangan
dan telapak kaki berbeda dengan kulit di area lain karena memiliki tekstur khusus
yang dikenal sebagai sidik jari. Sidik jari terbentuk pada saat minggu ke 12 dan
mencapai formasi lengkap pada minggu ke 14. Mulai sejak pembentukan, garis atau
rajah dari sidik jari tidak akan berubah hingga nantinya akan dirusak secara alami saat
kematian pada proses pembusukan, kecuali pada keadaan tertentu seperti luka bakar
yang sangat berat.

Sidik jari terbentuk oleh lapisan-lapisan kulit pada umumnya seperti epidermis,
dermis, dan hypodermis serta terdiri dari kelenjar-kelenjar ekskresi kulit sehingga
terdapat sekresi yang dikeluarkan melalui komponen pada sidik jari tersebut dalam
bentuk metabolit yang dapat dideteksi dan memiliki nilai bemakna untuk kepentingan
forensik. Karakteristik sidik jari yang bersifat global terlihat sebagai pola garis-garis
alur dan orientasi dari garis alur tersebut pada kulit.

2.2.3 Sifat sifat sidik jari

Prinsip sistem identifikasi sidik jari adalah suatu bentuk representasi dari suatu pola
pengenalan, untuk mengetahui siapa pemilik dari sidik jari yang telah diambil
sampelnya. Sidik jari telah terbukti cukup akurat, aman, dan nyaman untuk dipakai
sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric lainnya seperti retina
mata atau DNA.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh sidik jari, antara lain :

1. Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit
manusia seumur hidup.
2. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan
kecelakaan yang sampai merusak atau menghancurkan jari.

3. Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.

Lapisan lapisan sidik jari

a. Lapisan dermal
Lapisan yang menentukan bentuk dari garis garis yang terdapat pada permukaan
kulit
b. Lapisan epidermal
Merupakan lapisan kulit terluar dimana terdapat garis garis halus menonjol keluar
(garis papilair). Lukisan lukisan yang terbentuk oleh garis papilair itu dipakai untuk
menentukan bentuk pokok (pola dan ciri),perumusan dan pemeriksaan perbandingan
sidik jari.

2.2.4 Pola sidik jari

Pola sidik jari untuk setiap individu berbeda satu sama lainnya, pada umumnya sidik
jari terbagi atas 7 pola yaitu :
a. Loop
b. Arch
c. Whorl
d. Tented arch
e. Double loop
f. Central pocked loop
Namun yang paling banyak diketahui ada 3 pola:

Gambar. Pengelompokan sistem sidik jari Arches , Loops, dan Whorl

a. Arch (Busur) adalah pola sidik jari yang semua garis garisnya datang dari
satu titik lukisan dan cenderung mengalir ke sisi. Pola garis alur sidik jari
berbentuk terbuka yang mencakup 5% dari populasi.

Arch terbagi menjadi dua,yaitu :


1. Plain arch
Merupakan bentuk pokok sidik jari dimana garis garis datang dari
sisi lukisan yang satu mengalir kearah sisi yang lain dengan sedikit
bergelombang naik ditengah.
2. Tented arch
Terdapat satu kelompok garis papilair yang mengalir dari satu sisi ke
sisi yang lain dan pada titik tengah aliran tersebut terdapat garis tegak
atau garis penyangga.
b. Loop (sangkutan)
Loop adalah jenis paling umum yaitu kurva melingkar meliputi 60% sampai
dengan 65 % dari populasi. Pola utama sidik jari dimana satu garis atau lebih
datang dari satu lukisan, melengkung menyentuh suatu garis baying yang
ditarik antara delta dan core berhenti atau cenderung kembali ke sisi
datangnya semula. Loop terbagi dua yaitu :
1. Ulnar loop adalah garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang
searah dengan kelingking, melengkung ditengah pokok lukisan dan
kembali atau cenderung kembali ke arah sisi semula.
2. Radial loop adalah garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang
searah dengan jempol, melengkung di tengah pokok lukisan dan
kembali atau cenderung kembali ke arah sisi semula.

c. Whorl (lingkaran)

Whorl adalah pola utama sidik jari yang mempunyai bentuk lingkaran penuh
dan paling sedikit dua buah delta dengan satu atau lebih garis melengkung
atau melingkar di hadapan dua delta. Ciri khas dari Whorl adalah memiliki 2
titik pusat delta. Mencakup 30% sampai 35% dari populasi.

Whorl terbagi menjadi empat, yaitu :


1. Pain whorl
Terdapat satu kelompok garis papilair yang berbentuk spiral, oval,
lingaran dan dua titk pusat delta yang membentuk sudut 30
2. Central pocket loop
Terdapat satu kelompok garis papilair yang melingkar dan 2 titik pusat
delta yang membentuk sudut 30
3. Double loop
Serupa dengan twin loop counter clock wise hanya saja pola ini harus
mempunyai 2 titik pusat delta
4. Achidental loop
Gabungan dua atau lebih titik pusat delta

Titik fokus sidik jari


Untuk setiap sidik jari manusia terdapat titik fokus yang menentukan pola sidik jari
tersebut. Ada 2 titik focus sidik jari, yaitu :
a. Delta (titik fokus luar)
Delta adalah suatu titik pada garis yang berada didepan pusat berpisahnya garis
pokok lukisan. Garis ini merupakan dua garis yang letaknya paling dalam
sekali dan kedua garis itu pada permulaan geraknya berjalan sejajar (parallel),
memisah, serta cenderung melingkupi pattern area (pokok lukisan). Delta
adalah garis pertama yang terdapat didepan pusat berpisahnya garis pokok
lukisan
Delta terletak pada salah satu diantara garis garis berikut :
1. Sebuah garis membelah
2. Sebuah garis yang mendadak berhenti
3. Sebuah titik
4. Sebuah garis pendek
5. Pertemuan dari dua buah garis
6. Suatu titik pada garis melingkar pertama yang terletak pada pusat
berpisahnya garis pokok lukisan

Gambar Type Lines (garis pokok lukisan) sidik jari


b. Core (titik fokus dalam)

Core merupakan pusat atau titik tengah suatu sidik jari dari kelompok garis
papilair berbentuk U5.

2.3 Jenis Kelamin

2.3.1 Jenis Kelamin Seseorang Ditentukan Oleh Kombinasi Kromosom Seks

Apakah seseorang ditakdirkan menjadi laki-laki atau perempuan adalah sebuah


fenomena genetic yang ditentukan oleh kromosom seks yang dimiliki mereka. Saat 23
pasang kromosom terbelah saat meiosis, sperma atau ovum hanya menerima satu dari
dua bagian pasangan kromosom tersebut. Dari keseluruhan pasangan, 22 pasang
adalah kromosom autosomal yang mengandung kode karakteristik umum manusia
maupun karakteristik spesifik seperti warna mata. Pasangan yang terakhir adalah
kromosom seks, yang merupakan dua tipe yang berbeda secara genetic-kromosom X
yang lebih besar, dan kromosom Y yang lebih kecil.

Penentuan jenis kelamin tergantug pada kombinasi kromosom seks. Laki-laki secara
genetic memiliki kedua kromosom X dan Y. Perempuan secara genetic memiliki dua
kromosom seks X. Maka, perbedaan genetic yang bertanggungjawab atas semua
perbedaan anatomis dan fungsional pada laki-laki dan perempuan adalah kromosom
Y. Laki-laki memiliki kromosom tersebut, perempuan tidak.

Sebagai hasil meiosis saat gametogenesis, semua pasangan kromosom terpisahkan


sehingga semua hasil pembelahan sel memiliki hanya satu bagian dari setiap pasangan,
termasuk pasangan kromosom seks. Saat kromosom seks XY terpisah saat
pembentukan sperma, setengah dari sperma menerima kromosom X dan sisanya
menerima kromosom Y. Sebaliknya, saat pembentukan ovum, semua ovum menerima
kromosom seks X karena pemisahan pasangan kromosom seks XX hanya akan
menghasilkan kromosom seks X. Saat fertilisasi, kombinasi dari sperma dengan
kromosom seks X dan ovum dengan kromosom seks X akan menghasilkan perempuan
secara genetik, XX, sedangkan persatuan antara sperma dengan kromosom seks Y
dengan ovum dengan kromosom seks X akan menghasilkan laki-laki secara genetik,
XY. Maka, seks secara genetik ditentukan pada waktu konsepsi dan tergantung pada
kromosom seks yang terkandung dalam sperma yang melakukan fertilisasi.

Diferensiasi lelaki atau perempuan tergantung ada atau tidaknya determinan


maskulinisasi:

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berada pada tiga tingkatan: jenis kelamin
menurut genetik, gonadal, dan fenotipik (anatomik).

2.3.2 Jenis Kelamin Menurut Genetic dan Gonad

Jenis kelamin menurut genetic, yang tergantung pada kombinasi kromosom seks pada
saat konsepsi, akan menentukan jenis kelamin menurut gonad, yaitu apakan testis atau
ovarium akan terbentuk.. Ada/tidaknya kromosom Y menentukan diferensiasi gonad.
Sampai satu bulan setengah masa gestasi, semua embrio memiliki potensi untuk
terdiferensiasi menjadi laki-laki ataupun perempuan karena jaringan reproduksi
keduanya sama dan tidak bisa dibedakan. Spesifisitas gonad mulai muncul pada
minggu ke tujuh kehidupan intrauterin ketika jaringan gonad laki-laki secara genetik
mulai terdiferensiasi menjadi testis atas pengaruh regio penentu jenis kelamin (sex-
determining region) di kromosom Y (SRY), satu-satunya gen yang mempengaruhi
determinasi jenis kelamin. Gen ini memicu rantaian reaksi yang mengarah pada
perkembangan fisik laki-laki. SRY me-maskulinisasi gonad dengan mengkode
produksi faktor determinan testis (testis-determining factor (TDF))(dikenal juga
sebagai protein SRY) pada sel gonad primitive. TDF mengarahkan berbagai kejadian
yang mengarah pada diferensiasi gonad menjadi testes.

Karena perempuan secara genetik tidak memiliki gen SRY dan oleh karena itu tidak
memproduksi TDF, sel gonad mereka tidak akan menerima sinyal untuk formasi
testes, jadi pada minggu ke Sembilan semua jaringan gonad yang tidak terdiferensiasi
mulai membentuk ovarium sebagai gantinya.

2.3.3 Jenis Kelamin Menurut Fenotipik

Jenis kelamin menurut fenotipik, jenis kelamin yang terlihat secara anatomik pada
individu, termediasi hormon dan tergantung oleh jenis kelamin gonad yang ditentukan
secara genetik. Istilah diferensiasi seksual mengarah pada perkembangan genitalia
eksterna dan traktus reproduktivus menjadi laki-laki maupun perempuan pada embrio.
Sama dengan gonad yang belum terdiferensiasikan, embrio kedua jenis kelamin
memiliki potensi untuk membentuk genitalia eksterna dan traktus reproduktivus laki-
laki maupun perempuan. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi laki-laki dipicu oleh
androgen, yaitu hormone maskulinisasi yang disekresikan oleh testes yang sedang
berkembang. Testosteron adalah androgen yang paling kuat. Tidak adanya hormon
testis ini di fetus perempuan menghasilkan perkembangan system reproduktif
perempuan. Pada minggu 10-12 masa gestasi, jenis kelamin sudah dapat dibedakan
melalui penampilan anatomis genitalia eksterna.

2.4 Golongan Darah

Golongan darah adalah pengklasifikasian darah berdasarkan ada atau tidak


adanya substansi antigen (aglutinogen) yang terletak pada permukaan sel darah merah.
Antigen ini bisa berupa karbohidrat, glikoprotein, atau glikolipid. Terdapat dua tipe
aglutinogen, A dan B. Golongan darah ditentukan secara genetik. Antigen A dan B
dibuat oleh dua tipe enzim yang berbeda. 2 enzim tersebut dikode oleh berbagai alllel
yang berbeda dari suatu gen. Jika pada permukaan sel darah terdapat antigen A,
menandakan seseorang memiliki golongan darah A, jika permukaan sel darah memilik
antigen B, maka orang tersebut memiliki golongan darah B. Jika dipermukaan sel
darah memiliki 2 antigen yaitu anitgen A dan B, maka orang tersebut memiliki
golongan darah AB dan jika pada permukaan sel darah tidak terdapat antigen A dan /
atau B, maka orang tersebut memiliki golongan darah O. Pembagian golongan darah
juga dapat dilihat dari ada tidaknya protein Rh. Jika sel darah memiliki protein Rh,
menandakan seseorang memiliki rhesus (+) sedangkan rhesus (-) jika di permukaan sel
darah tidak memiliki protein Rh7.
2.4.1 Golongan Darah Ditentukan Secara Genetik

Golongan darah ditentukan berdasarkan genetik yang diatur oleh kromosom


nomor 9 (9q 34.1-34.2). Pada kromosom tersebut terdapat lokus ABO yang terdiri dari
allel A, B dan O. Faktor penentu antigenik terdiri atas oligosakarida yang terletak di
glycospingolipids atau glikoprotein. Proses penentuan golongan darah dimulai dari
penambahan L fukose ( 1 2 linkage) di terminal Galaktosa pada prekursor yang
menempel pada lipid atau protein dengan bantuan enzim 1,2-fukosiltransferase (H
transferase) dan menghasilkan H antigen. H antigen akan mensintesis enzim
glikosiltransferasi spesifik sesuai dengan gen ABO, yaitu A transferase untuk Allel A
dan B transferase untuk Allel B. Setelah itu Allel A akan mengkode enzim A
transferase yang mengkatalisasi penambahan gula spesifik sehingga terbentuk A
antigen. Sedangkan Setelah itu Allel B akan mengkode enzim B transferase yang
mengkatalisasi penambahan gula spesifik sehingga terbentuk B antigen. Sedangkan
pada Allel O mengkode protein tanpa glikolisiltransferase (O transferase) sehingga
Allel O akan inaktif. Setelah itu antigen tersebut akan menyebar dan menempel pada
sel darah merah dan menjadi penentu golongan darah seseorang8.
Semua orang menurunkan 2 allel gen, masing-masing satu dari ayah dan ibu.
Kombinasi dari kedua allel tersebut yang menentukan golongan darah seseorang.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Sidik Jari dengan Jenis Kelamin

Walau telah ditemukan bahwa laki-laki memiliki jumlah ridge lebih banyak dari
perempuan, hasil yang didapat tentang signifikansi statistik dari perbedaan jenis
kelamin tidak konsisten. Didapat bahwa perempuan cenderung memiliki kepadatan
ridge yang lebih tinggi (jumlah ridge dibagi luas area jari yang dimaksud)
dibandingkan laki-laki, tapi akurasi hal ini dalam perbedaan jenis kelamin tidak
memuaskan (Acree 1999).

Sidik jari perempuan memiliki karakteristik tinggi Rasio Tebal Ridge Tebal Celah
(Ridge Thickness Valley Thickness Ratio), dimana sidik jari laki-laki memiliki hasil
yang lebih rendah, dengan pengecualian presentase kecil dari keduanya (Baldawi et al.
2008).

Sidik jari perempuan dikarakteristikan memiliki lebih banyak white lines, dengan
pengecualian sebagian kecil memiliki sedikit maupun tidak ada white lines sama
sekali, dan untuk laki-laki berlaku kebalikannya, dengan standar deviasi yang tinggi
dalam distribusinya terhadap kedua jenis kelamin, dengan hasi hitung ridge pada
perempuan =13.6671, =4.9845, sedangkan pada laki-laki =14.6914, =4.9336,
dengan t-value =4.802, dan -value=1.685E-06 (Badawi et al. 2008).

Ukuran jari memiliki hubungan kuat dengan hasil hitung jumlah dan kepadatan ridge.
Bila laki-laki memiliki hitung ridge lebih banyak dan densitas ridge lebih rendah dari
perempuan, maka perbedaan besar jari antara laki-laki dan perempuan seharusnya
memiliki signifikansi lebih dari hasil hitung jumlah dan kepadatan ridge (Wang et al
2007)

Gungadin (2007) berpendapat bahwa hasil hitung 13 ridges/25mm2 memiliki


kemungkinan lebih besar dimiliki oleh laki-laki dan hasil 14 ridges/25 mm2 memiliki
kemungkinan lebih besar berasal dari perempuan. Hasil penelitiannya adalah
perempuan cenderung memiliki kepadatan ridge lebih tinggi dari laki-laki6.
Secara umum, jumlah kepadatan ridge pada regio radial 15 ridges/25mm2
kemungkinan besar wanita. Sedangkan, bila jumlahnya 13 ridges/25mm2
kemungkinan besar sidik jari pria. Pada regio inferior pada jari jumlah ridges >13
ridges/25mm2 memperkecil kemungkinan bahwa sidik jari tersebut adalah sidik jari
pria. Sedangkan, jumlah <9 ridges/25mm2 memperkecil kemungkinan sidik jari
tersebut adalah sidik jari wanita. Tetapi pada wanita jari pertama, kedua, keempat
terdapat perbedaan jumlah ridges yang signifikan pada regio ulnar, tetapi tidak
dijelaskan berapa besar perbedaan yang didapatkan. Pada regio inferior terdapat
perbedaan yang signifikan pada jari ketiga.

3.2 Hubungan Sidik Jari dengan Golongan Darah

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chinakakani, India


didapatkan ada hubungan antara distribusi pola sidik jari dan golongan darah. Dalam
semua golongan darah, frekuensi pola sidik jari terbanyak adalah Loops diikuti oleh
Whorls dan Arches. Distribusi pola pada tiap-tiap jari individu memiliki jumlah loop
yang tinggi pada jari jempol dan kelingking sementara jari manis memiliki lebih
banyak Whorl dan jari tengah memperlihatkan penampakan Arches yang tinggi pada
golongan darah A, B dan O. Bila dikaitan dengan golongan darah, sidik jari tipe
Loops paling banyak terdapat pada golongan darah O dan paling sedikit terdapat pada
golongan darah AB, Whorls paling banyak didapatkan pada golongan darah AB dan
paling sedikit pada golongan darah AB dan paling sedikit pada galongan darah O.
Arches paling banyak pada golongan darah B dan paling sedikit pada golongan darah
AB. Perbedaan jumlah individu dengan tipe sidik jari Loops, Whorls dan Arches juga
ditemukan pada Rh positif dan Rh negatif dari tiap-tiap individu dengan golongan
darah ABO. Tipe Loops memiliki jumlah yang kurang lebih sama antara Rh positif
dan Rh negatif, Arches lebih banyak pada Rh positif dan Whorls lebih banyak pada Rh
negatif7.

Pengelompokan sistem golongan darah dipelopori oleh Karl Landsteiner pada


tahun 1901. Terdapat 19 kelompok sistem penggolongan darah, namun secara klinis
hanya sistem ABO dan Rhesus yang penting digunakan. Sistem ABO dibagi menjadi
golongan darah A, B, AB , dan O berdasarkan ada tidaknya antigen pada
plasma. Sedangkan sistem Rhesus dibagi menjadi Rh + dan Rh- berdasarkan
keberadaan antigen D pada plasma.

Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa pola sidik jari dapat


menggambarkan golongan darah seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Bhavana
et al mengatakan bahwa pada seseorang yang memiliki pola sidik jari Loops sebagian
besar memiliki golongan darah O Rh+ lebih dari 50%, pada pola sidik jari Whorls
sebagian besar memiliki golongan darah AB Rh+ 37% dan pola sidik jari bentuk
arches memiliki golongan darah B Rh+ sebesar 12%. Hasil penelitian tersebut sejalan
dengan peneltian yang dilakukan oleh Sangan et al pada tahun 2011 di India. Pola
sidik jari dengan persentasi terbesar adalah bentuk Loops karena pada 60 sampai 65 %
populasi memiliki bentuk pola sidik jari bentuk Loops.
BAB IV

ILUSTRASI KASUS

Kasus Bencana Massal

Identifikasi Korban detail sidik jari masukin!

- Contoh gambar sidik jari


- Penjelasan hubungannya

Proses identifikasi korban dilakukan secara primer dan sekunder. Identitas primer
dengan mengidentifikasi sidik jari, gigi dan DNA. Dalam hal ini didapatkan identitas
dari sidik jari korban dengan nama Galih Utama, sedangkan identifikasi sekunder
didapatkan visual memakai kemeja berwarna putih dan celana jeans berwarna hitam
dan ikat pinggang berwarna hitam bertuliskan identitas sekolah yang didapatkan sama
dengan pakaian yang dipakai korban pada saat pergi meninggalkan rumah sesuai
keterangan yang didapatkan dari keluarga pasien, foto terakhir yang dimiliki keluarga
pasien juga menunjukan kemiripan yang sama dengan korban tersebut.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai