Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN HOLISTIK

1. Pengertian Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan yang holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan
siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tetapi juga memfasilitasi
perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang
berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang merdeka
sebagaimana diungkapkan Ki Hadjar Dewantara, yaitu manusia utuh merdeka yang hidup lahir
batinnya tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.
Sedangkan pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan holistik yang berbasis pada
multi pendekatan.
Pendidikan holistik komprehensif adalah pendidikan yang bertolak dari filsafat tentang
Tuhan, manusia, masyarakat, alam jagat raya, ilmu pengetahuan dan akhlak mulia yang
didasarkan pada nilai-nilai agama. Hasil kajian terhadap semua aspek ini selanjutnya digunakan
untuk merumuskan berbagai komponen pendidikan, yakni visi, misi, tujuan, kurikulum, tenaga
pendidik dan kependidikan, peserta didik, proses belajar mengajar, sarana prasarana, pengelola,
pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan penilaian.
Dengan demikian, pendidikan holistik komprehensif memiliki ciri-ciri dan corak yang bersifat
reflektif, integrasi kurikulum, mengutamakan pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM), dan memanfaatkan seluruh pendekatan dan metode pembelajaran
yang memadukan antara yang berbasis pada guru dengan berbasis pada siswa.

2. Sejarah Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan holistik lahir sebagai respons positif dan bijaksana atas krisis ekologi, budaya dan
tantangan moral abad ini, yang bertujuan untuk mendorong kaum muda sebagai generasi
penerus agar dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang
paling pengertian dan secara berkelanjutan serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat.
Pendidikan holistik berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat dari keprihatinan
merebaknya krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia dan radiasi, kehancuran keluarga,
hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya. Namun,
sampai saat ini banyak model pendidikan yang berdasarkan pandangan abad ke-19 yang
menekankan pada reductionism (pembelajaran yang terkotak-kotak), linear thinking
(pembelajaran non sistematik), dan positivism (pembelajaran dimana fisik yang diutamakan)
yang membuat siswa sulit untuk memahami relevansi dan nilai (meaning relevance and values)
antara yang dipelajari di sekolah dengan kehidupannya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
adanya sisitem pendidikan yang terpusat pada siswa yang dibangun berdasarkan asumsi
komunikatif, menyeluruh dan demi pemenuhan jati diri siswa dan guru. Sistem pendidikan
holistik inilah yang mampu memenuhi cita-cita pendidikan ini.
Perkembangan gagasan pendidikan holistik komprehensif mulai mengalami kemajuan yang
signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan holistik nasional yamh
diselenggarakan oleh Universitas California pada Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala
Society and The National Center for the Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian,
para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik
dengan sebutan 3Rs, yaitu akronim dari relationship, responsibility,dan reverence. Berbeda
dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 Rs ini lebih diartikan sebagai writing
(menulis), reading (membaca), dan arithmetic (menghitung), yang selanjutnya di Indonesia
dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis, dan menghitung).

3. Akar-Akar Landasan Pendidikan Holistik Komprehensif

Pendidikan holistik komprehensif sebagaimana dikemukakan di atas, memiliki landasan


normatif, filosofis, psikologis, sosiologis, epistemologis dan historis. Beberapa landasan ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, secara normatif pendidikan holistik komprehensif dapat di jumpai dalam berbagai
ajaran agama yang berdasarkan wahyu yang diturunkan Tuhan, serta penjelasannya yang
diberikan para nabi.
Kedua, akar landasan pendidikan holistik dan komprehensif secara filsuf dapat dijumpai pada
penjelasan dari para filsuf sejak zaman Yunani Kuno, Filsuf Muslim hingga saat ini, yang
mengemukakan tentang jiwa manusia secara utuh. Al-Farabi misalnya, mengatakan bahwa jiwa
manusia memiliki tiga daya, yaitu daya al-muharrikah (makan, memelihara, dan berkembang),
daya al-mudrikah (merasa dan imajinasi), daya al-nathiqah (akal praktis dan akal teoritis).
Ketiga, pendidikan holistik dan komprehensif dapat menggunakan landasan sosiologis, yaitu
sebuah ilmu yang di dalamnya membahas tentang sekumpulan manusia yang berada di sebuah
teritori tertentu yang memiliki tujuan dan cita-cita bersama, serta berinteraksi dan berkomunikasi
antara satu dan lainnya. Berbagai informasi yang diberikan ilmu sosiologi yang demikian itu
harus dipertimbangkan dalam merancang pendidikan yang holistik dan komprehensif, terutama
dalam merumuskan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana,
pembiayaan, dan lingkungan pendidikan. Dengan cara demikian, maka pendidikan tidak akan
kehilangan makna dan orientasinya dalam mengembangkan masyarakat.
Keempat, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan cultural,
yaitu landasan yang melihat bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh sistem budaya yang
dianutnya, yakni nilai-nilai yang dianggap luhur, teruji, dan ampuh, yang selanjutnya secara
selektif dijadikan sebagai acuan, refrensi, atau blue print dalam menghadapi dan memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi. Nilai-nilai tersebut ada di dalam mindset atau pola pikir
seseorang yang tertanam kuat dan mempribadi dalam karakter hidupnya. Nilai-nilai budaya
tersebut ada yang terkait dengan masalah komunikasi dan interaksi dan sebagainya. Dengan
landasan kultural, maka pendidikan holistik dan komprehensif akan bersikap bijaksana, adil dan
arif, yakni memperlakukan dan menghargai nilai-nilai budaya tersebut sebagai sebuah kekayaan
yang dapat membangun kekuatan dan identitas masyarakat, serta akan menjamin stabilitas
masyarakat yang dinamis. Dengan landasan kultural ini dapat dikembangkan konsep pendidikan
yang berbasis multikultural, yaitu pendidikan yang menghargai adanya perbedaan budaya di
masyarakat, dan menggunakannya sebagai dasar bagi pengembangan setiap anggota masyarakat.
Dengan cara demikian, maka berbagai potensi yang ada di masyarakat akan dapat dibangun dan
diberdayakan, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan masyarakat dan negara.
Kelima, pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula menggunakan landasan fisafat
keilmuan, yaitu sebuah filsafat yang mengkaji tentang dimensi ontologi (sumber ilmu),
epistemologi (cara dan metode dalam mengembangkan ilmu), serta aksiologi (cara
mamanfaatkan ilmu).
Keenam, pendidikan holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan
manajemen mutu terpadu (Total Quality Management), yaitu manajemen yang melihat bahwa
seluruh aspek yang terkait dengan fungsi manajemen, yakni planning, organizing, actuating,
controling, supervising, evaluating dan revicing sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan,
antara strengtenth, weakness, opportunity dan treathment harus saling berkaitan dalam
mendukung lahirnya sebuah rencana pengembangan. Selain itu, dalam manajemen mutu ini juga
harus melihat pelanggan sebagai titik sentral yang harus mendapatkan perhatian, baik pelanggan
internal maupun pelanggan eksternal. Penilaian terhadap sesuatu yang bermutu bukan hanya dari
segi hasilnya saja, melainkan juga input, proses, kemasan, pemasaran, pelayanan, penyajian,
pasca penggunaan produk dan sebagainya. Berbagai kekurangan, kritik dan saran yang diajukan
pelanggan harus dilihat sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa depan.
Ketujuh, pendidikan yang holistik dan komprehensif juga dapat menggunakan landasan
ideologi, yaitu pandangan dan cita-cita yang mendalam, sistematik dan sistematik yang
digunakan sebagai kerangka konseptual dalam melaksanakan suatu usaha.
Kedelapan, konsep pendidikan holistik dan komprehensif dapat pula berlandasan pada
konsep insan kamil sebagaimana yang dijumpai pada paham tasawuf sebagaimana dijumpai pada
pemikiran al-Jilli. Insan kamil adalah suatu tema yang berhubungan dengan pandangan
mengenai sesuatu yang dianggap mutlak. Tuhan Yang Maha Mutlak tersebut dianggap
mempunyai sifat-sifat tertentu yang baik dan sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut ditiru
oleh manusia. Konsep pendidikan yang holistik dan komprehensif dapat memanfaatkan
pandangan insan kamil tersebut dalam membangun berbagai komponennya.

4. Desain Konsep Pendidikan Islam Holistik Komprehensif

Desain konsep pendidikan islam holistik komprehensif pada dasarnya adalah upaya
mengonstruksi seluruh komponen pendidikan : visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, lulusan, pengelolaan, saranaprasarana,
pembiayaan, lingkungan, kerjasama dan evaluasi dengan berdasarkan pada akar-akar landasan
normatif, psikologis, sosiologis, kultural, filsafat keilmuan, manajemen, ideologi, dan tasawuf,
sehingga konsep pendidikan tersebut mampu melahirkan manusia seutuhnya.
Kajian yang bersifat akademis terhadap pendidikan holistik komprehensif ini sesungguhnya
telah lama dilakukan di Barat. Sedangkan di Indonesia kajian tersebaut secara akademik belum
banyak dilakukan, walaupun dalam ucapan dan kebijakan sering disinggung.
Dilihat dari segi sifatnya yang holistik, komprehensif dan integralistik, agama dan filsafat
tampaknya memiliki peran dan fungsi yang amat strategis dalam ikut serta membangun desain
pendidikan holistik komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai