Anda di halaman 1dari 36

CASE REPORT

KATARAK SUBKAPSULAR
POSTERIOR OD DAN MIOPI ODS
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
No. CM : 01.03.93.84
Tanggal : 16 Agustus 2017
Nama : Tn. W
Umur : 54 tahun
Alamat : Tarogong Kidul
Pekerjaan : Kuli Bangunan

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 16 Agustus 2017

Keluhan Utama : Mata sebelah kanan lebih buram dibandingkan mata kiri

Anamnesa Khusus : Pasien laki-laki, 54 tahun datang dengan keluhan buram pada mata
kanan dibandingkan mata kiri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan pada mata kanan disertai rasa
mengganjal. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa gatal dan silau ketika melihat cahaya.
Pasien mengaku pandangan kedua mata mejadi kabur saat melihat jauh. Pasien merasa kedua
mata menjadi sering berair dan kadang-kadang terasa nyeri terutama pada mata kanan.
Keluhan nyeri hebat pada mata dan kepala, rasa mual dan muntah , keluhan seperti
melihat pelangi sekitar lampu disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan pusing yang suka
muncul setelah beraktivitas. Pasien mengatakan mata kanannya pernah kemasukan tanah dan
sudah diobati 3 bulan yang lalu. Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal.
Keluhan sukar melihat dekat, keluarnya kotoran pada mata, juga disangkal oleh
pasien. Pasien menyangkal adanya mata merah, nyeri, berair dan melihat ganda pada kedua
mata. Pasien belum pernah memakai kaca mata sebelumnya selain di tempat kerja. Pasien
menyangkal pernah mengonsumsi obat steroid sebelumnya.
Anamnesa Keluarga :
-
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada mata kanan setelah
kemasukan tanah sebelumnya 3 bulan yang lalu dan sudah diobat.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat penyakit diabetes tidak diketahui.
Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan tinggal bersama istri serta ketiga
anaknya.

Riwayat Gizi
Gizi cukup

PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI

Visus OD OS
SC 0,05 0,5
CC - -
STN Tetap 0,7
Koreksi - S+100
ADD - +250
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia
Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah
0 0 0 0

0 0 0 0
0 0 0 0
PEMERIKSAAN EKSTERNAL

OD OS

OD OS

Palpebra Superior Tenang Tenang


Palpebra Inferior Tenang Tenang
Margo Palpebra Tenang Tenang
Silia Tumbuh Teratur Tumbuh Teratur
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis Superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Kesan sedang Kesan sedang
Pupil Bulat, ditengah Bulat, ditengah
Diameter pupil 3mm 3mm
Reflex cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Coklat, kripti (+), Sinekia (-) Coklat, kripti (+), Sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY

OD OS

OD OS
Silia Tumbuh Teratur Tumbuh Teratur
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Pupil Bulat, ditengah Bulat, ditengah
Iris Cokelat, kripti (+) Cokelat, kripti (+)
Lensa Keruh Jernih
Tonometri 3/5,5=24,4 5/5,5=17,5
FT Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Palpasi Normal Normal

PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS

SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61

OS -0.25 -1.50 42

PD : 63
PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY
OD OS

OD OS
Refleks Fundus Menurun +

Papil Sulit Dinilai Bulat, batas tegas

CD Ratio Sulit Dinilai 0,3 0,4

A/V Ratio Sulit Dinilai 2/3

Retina Sulit Dinilai Flat, perdarahan (-)

Fovea Refleks Sulit Dinilai +

RESUME
Pasien laki-laki, 54 tahun datang dengan mata kanan terlihat lebih buram
daripada yang kiri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai rasa mengganjal pada
mata kanan. Pasien juga mengeluh mata terasa gatal, silau ketika melihat cahaya,
pandangan yang menjadi kabur, menjadi sering berair, dan cepat lelah. Pasien
mengeluhkan pusing yang suka muncul setelah beraktivitas. Pasien mengatakan
mata kanannya pernah kemasukan tanah dan sudah diobati 3 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh buram saat melihat jauh dan jelas saat melihat dekat.

Status Oftalmologi
OD OS
Visus 0,05 0,7
Shadow test - -
SLIT LAMP
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
FUNDUSKOPI
Refleks fundus Menurun (+)
Papil Sulit Dinilai Bulat, batas tegas
CD Ratio Sulit Dinilai 0,3 0,4
A/V Ratio Sulit Dinilai 2/3
Retina Sulit Dinilai Flat, perdarahan (-)
Fovea Refleks Sulit Dinilai +

PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS

SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61

OS -0.25 -1.50 42

PD : 63

DIAGNOSIS KERJA
1. Katarak Subkapsular Posterior OD
2. Miopi ODS

DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak ec penyakit sistemik
2. Katarak Traumatic

RENCANA PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan laboratorium

RENCANA TERAPI
1. Medikamentosa
Catarlent eye drop 4 x 1 gtt OD
Axamed capsule 1 x 1
2. Non Medikamentosa
Operasi Katarak: SICE + Iol OD
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KATARAK

A. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lensa


Mata adalah organ yang terletak di dalam tulang orbita. Orbita
memiliki bentuk piramida segi empat dengan apeks di bagian posterior yang
terdapat kanal optik. Kanal optik ini mejadi tempat lewatnya saraf optik ke
otak. Fisura orbita superior dan inferior menjadi tempat lewatnya pembuluh
darah dan saraf kranialis yang memberikan persarafan pada struktur orbita
(James et al, 2006).
Mata terdiri dari suatu laposan luar keras yan transparan di anterior
(kornea) dan opak di posterior (sklera). Sambyngan antara keduanya disebut
limbus. Otot-otot ekstraokuler melekat pada sklera sementara saraf optik
meninggalkansklera di posterior melalui lempeng kribiformis. Lapisan yang
lebih dalam yaitu lapisan koroid yang kaya pembuluh darah. Lapisan ini
melapisi segmen poterior mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam
retina. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot
siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan
fokus mata berubah. Epitel siliaris mensekresi akueus humor dan
mempertahankan tekanan okuler. Korpus siliaris adalah tempat perletakan
iris.6
1. Anatomi Lensa
Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut
halus (zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus siliaris. Sudut
yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapiri oleh suatu
jaringan sel dan kolagen (jaringan trabekula). Pada sklera di luar jaringan
ini, kanal Schlem mengalirkan akueous humor dari bilik anterior ke
da;am vena, sehingga terjadi drainase akueous. Daerah ini dinamakan
sudut drainase.6
Lensa. Jaringan lensa berasal dari lapisan ektoderm embrio. Lensa
terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya, berbentuk
seperti cakram bikonveks yang dapat menebal dan menipis. Lensa. Lensa
merupakan elemen refraktif terpenting kedua pada mata (kornea adalam
elemen terpenting pertama dengan film air mata). Lensa disangga oleh
serabut zonula yang berjalan di antara korpus siliaris dan kapsul lensa.1,6
Lensa terdiri dari kapsul kolagen di bagian luar yang dibawah
bagian anteriornya terletak lapisan selapis sel epitel. Lensa terdiri dari
kapsul kolagen di bagian luar. Sel sepitel pada ekuatornya menghasilka
serabut lensa serabut lensa merupakan bagian besar massa lensa. Serabut
ini merupakan sel memanjang yang tesusun dalam lapisan-lapisan yang
melengkung di ekuator lensa. Serabut-serabut ini bertemu di anterior dan
posterior untuk membentuk sutura lensa. Dengan pertambahan usia,
serabut yang letaknya di bagian dalam kehilangan nukleus dan organel
intraselulernya. Serabut yang tertua ditemukan di sentral dan membentuk
nukleus lensa. Serabut perifer menyusun korteks lensa. Nukleus lensa
dapat dibedakan menjadi nukleus embrional, fetal, dan dewasa. Korteks
lensa yang terleltak di depan nukleus disebut sebagai korteks anterior,
sedang yang di belakan nukleus disebut korteks posterior. 1,6
2. Histologi Lensa
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
a. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 m), homogen,
refraktil, dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan
luar sel-sel epithel. Kapsul ini merupakan suatu membran basal
yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan
glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
m) dan paling tipis pada kutub posterior (3 m). Kapsul lensa
bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati
lensa dan sebagian lagi tidak.7
b. Epitelsubkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya
terdapat pada permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular
yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di
bagian ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk
serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup
dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat
di ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi
dengan serat-serat lensa.7
c. Seratlensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai
struktur tipis dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang
sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel subkapsular.
Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok
protein yang disebut kristalin.7
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang
tersusun radial yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di
kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar. Serat zonula serupa
dengan miofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses
akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan
mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula
pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat
dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi, dan koroid beserta badan
siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula
akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat
dipertahankan.7
3. Fisiologi Lensa
Lensa memegang peranan penting dalam akomodasi bayangan
yang masuk ke mata dengan cara menebal dan menipis, sehingga lensa
bersifat kenyal dan lentur. Lensa bersifat transparan dan jernih karena
diperlukan sebagai media penglihatan. Dalam kondisi patologis, sifat
lensa dapat berubah menjadi tidak kenyal pada orang dewasa yang
mengakibatkan presbiopia, keruh (katarak), tidak berada pada tempatnya
atau subluksasi dan dislokasi. Dalam perjalanan usia, lensa akan menjadi
bertambah besar dan berat.1,6
B. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies yang berarti air
terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.1

C. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu - ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit - penyakt herediter seperti mikroftalmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-
kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun.1
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata
masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan
alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung
diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuola
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative (benda morgagni) pada katarak insipien kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang - kadang
menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2004).
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapat bagian - bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan
mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.5
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul.
Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.5
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak
morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.5
4. Katarak Intumesen.
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan
daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.1
5. Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes
militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari
dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih
dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior.1

Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak1


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Uveitis+glauko
Penyulit (-) Glaukoma (-)
ma

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:


1. Katarak Nuklear
Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear
dianggap normal setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini
hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan
penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang
menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan
opasifikasi dinilai dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan
pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi. Katarak nuklear
cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar katarak
nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak
nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata,
keadaan inilah yang disebut sebagai penglihatan kedua. Ini
merupakan akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral,
menyebabkan refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat).
Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus
sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan monocular diplopia.
Penguningan lensa yang progresif menyebabkan diskriminasi warna
yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi
opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent. Secara
histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas
nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.11
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah
jenis katarak yang paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak
sepadat pada bagian nukleus sehingga lebih mudah terjadi overhidrasi
akibat ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu serabut korteks
lensa sehingga terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada
diabetes dan galaktosemia (Fong, 2008). Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial disekeliling
daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering
asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung
seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan.4 Gejala
yang sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat
mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di
malam hari (Rosenfeld et al, 2007). Pemeriksaan menggunakan
biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran vakuola,
degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella kortek
anterior atau posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di
perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini
tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara
histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya
pembengkakan hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-
globulus material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah antara
serabut lensa.11
3. Katarak Subkapsularis Posterior
Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat
kapsul posterior bagian sentral (Harper et al,2010). Katarak ini
biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang lebih muda
dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah
fotofobia dan penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau
diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil konstriksi saat
berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke
sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan
cahay menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk
memfokuskan pada makula.11
Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik
menggunakan biomikroskop slitlamp pada mata yang telah ditetesi
midriatikum. Pasda awal pembentukan katarakakan ditemukan
gambaran kecerahan mengkilap seperti pelangi yang halus pada
lapisan korteks posterior. Sedangkan pada tahap akhir terbentuk
kekeruhan granular dan kekeruhan seperti plak di kortek subkapsular
posterior (Rosenfeld et al, 2007). Kekeruhan lensa di sini dapat timbul
akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik),
peradangan atau pajanan radiasi pengion.4
D. Etiologi
Katarak memiliki banyak etiologi. Umumnya adalah karena faktor
usia. Berdasar waktu terjadinya, katarak dibedakan menjadi katarak didapat
(99% kasus, terdiri dari 90% kasus katarak senilis dan 9% katarak lainnya)
dan kongenital (kurang dari 1% kasus). Katarak kongenital disebabkan karena
kelainan genetik, gangguan perkembangan, dan infeksi virus (terutama
rubella) pada masa pertumbuhan janin. Katarak juga dapat disebabkan karena
kelainan sistemik atau metabolik (contohnya DM) dan terapi kortikosteroid
sistemik dalam jangka waktu yang lama. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan faktor risiko katarak.8

E. Patofisiologi
Katarak memiliki banyak patofisiologi tergantung dari jenis katarak
itu sendiri. Biasanya terjadi bilateral, tapi tiap mata memiliki kecepatan
perkembangan katarak yang berbeda.
Katarak senilis patogenesisnya multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Semakin bertambahnya usia, terjadi peningkatan berat dan
ketebalan dari lensa serta menurunnya kemampuan akomodasi. Perubahan
fisik dan kandungan zat kimia mengakibatkan penurunan hingga hilangnya
transparansi lensa. Perubahan pada serabut zunula yang memanjang dari
badan silier ke daerah sekitar luar lensa menyebabkan distorsi penglihatan.
Sedangkan perubahan konsentrasi zat kimia dalam lensa seperti protein dapat
menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan karena jalannya
cahaya ke retina terhalang.1
Katarak diabetikum disebabkan karena keadaan konsentrasi glukosa
yang tinggi di dalam darah yang juga berpengaruh terhadap komposisi
glukosa pada humor aquous. Kadar glukosa yang tinggi pada humor aquous
menyebabkan difusi glukosa ke lensa. Keadaan glukosa yang tinggi di lensa
ini menyebabkan terbentuknya sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang
tidak akan dimetabolisme melainkan akan tetap berada di dalam lensa.
Akumulasi dari sorbitol ini akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik
dalam lensa. Perubahan tekanan osmotik ini menyebabkan influx cairan
sehinggan menyebabkan edema kemudian terjadi penurunan kekuatan
refraksi lensa dan penurunan daya akomodasi.10

F. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.1

Gejala objektif biasanya meliputi:


1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.1

Gejala umum gangguan katarak meliputi:


1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplopia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e. Kesulitan melihat pada malam hari
f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata. Kadang katarak menyebabkan
pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata (glaukoma
) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.1
G. Penegakan Diagnosis
1. Pemeriksaan rutin
a. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan
koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
b. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
c. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact,
aplanasi atau schiotz
d. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan slit
lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan
visus pasien.
1) Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari
6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak putih.
Reflek fundus masih mudah diperoleh. Usia penderita biasanya
kurang dari 50 tahun.
2) Derajat 2 : nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus
antara 6/12-6/30, tampak bukleus mulai sedikit berwarna
kekuningan. Reflek fundus masih mudah diperoleh dan paling
sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsuler
posterior.
3) Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus
antara 6/30 3/60, tampak nucleus berwarna kuning disertai
kekeruha korteks yang berwarna keabu-abuan.
4) Derajat 4 : nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 1/60,
tampak nucleus berwarna kuning kecoklatan. Reflek fundus sulit
dinilai.
5) Derajat 5 :nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau
lebih jelek. Usia penderita sudah diatas 65 tahun. Tampak
nucleus berwarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman. Katarak
ini sangan keras dan disebut juga sebagai Brunescene cataract
atau black cataract.
e. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.
2. Pemeriksaan penunjang:
- USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain
katarak.
3. Pemeriksaan tambahan:
- Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi
katarak
- Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah
operasi10
H. Terapi
Sampai sekarang tidak ada terapi konservatif untuk mencegah,
memperlambat, atau mengembalikan perkembangan katarak, kecuali untuk
katarak galaktosemik yang merupakan kasus khusus. Operasi merupakan
pilihan terapi utama dan tersering untuk menangani katarak. Sebelumnya
operasi katarak tergantung pada kematangan katarak, tapi hal ini sudah
bukan menjadi masalah pada operasi katarak modern.8
Berdasarkan INASCRS terapi katarak adalah sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan
6/12, yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada
indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan operasi
katarak.
3. Tatalaksana pasien katrak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah
operasi katarak berupa EKEK + IOL atau fako - emulsifikasi + IOL
dengan mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak
dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan
peralatan bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi
IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran
biometri A-scan.
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL
dapat ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini
dipakai pasien. IOL standar power +20.00 dioptri, jika pasien
menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi dengan ukuran
kacamata.misalnya pasien menggunakan kacamata S -6.00 maka dapat
diberikan IOL power +14.00 dioptri
7. Operasi katarak bilateral (dilakukan pada kedua mata sekaligus secara
berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan risiko pasca
operasi yang berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan khusus
yang bisa dijadikan alas an pembenaran dan keputusan tindakan operasi
katarak bilateral ini harus dipikirkan sebaik-baiknya.12
Indikasi operasi
Indikasi operasi katarak dibedakan menjadi dua, yaitu indikasi optik
dan indikasi medis.
Indikasi optik:
- Pada katarak bilateral, ketika pasien merasakan kecacatan pada
penglihatannya maka mata dengan visus paling buruk harus segera
dilakukan operasi. Bagaimanapun, batasan ini sangat bergantung pada
pekerjaan pasien.
- Pada keadaan katarak unilateral, pasien cenderung menunda operasi
selama kemampuan mata normalnya masih mencukupi.
Indikasi medis:
- Pada keadaan katarak matur, pasien sangan disarankan untuk segera
melakukan operasi untuk mencegah phacolytic glaucoma.
- Pada keadaan penyakit retina, pengambilan katarak mungkin
dibutuhkan untuk membersihkan axis optik dalam diagnosis dan terapi
laser pada retina.8
Komplikasi paska operasi
Jika ada komplikasi yang harus diperhatikan, maka daftar berikut
merupakan yang pertama kali harus diperhatikan:
1. Luka yang tidak sempurna menutup
2. Edema kornea
3. Inflamasi dan uveitis
4. Atonik pupil
5. Pupillary captured
6. Masalah yang berkaitan dengan IOL
7. Kekeruhan kapsul posterior
8. TASS (toxic anterior segment syndrome)
9. Capsular bag distention syndrome
10. Sisa masa lensa/korteks
11. Cystoid macular edema
12. Choroidal detachment
13. Ablasio retina
14. Endoftalmitis.12
TINJAUAN PUSTAKA

MIOPIA

I. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak
dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.

Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk


melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropia
juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kekenyalan lensa.Astigmat adalah terdapatnya variasi kurvatura atau
kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. Presbiopi adalah
perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang
diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang.

Referat ini akan membahas tentang miopia atau rabun jauh yang
merupakan gangguan refraksi yang cukup banyak ditemui, terutama di kalangan
mahasiswa.
(Sumber:Oftalmologi Umum, edisi ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya
Medika, 2000)

Astigmatisma

(Sumber: http://www.gezondheid.be/picts/astigmatisme-2.jpg)
(Sumber: http://www.sonotica.com.br/imagem/presbiop.jpg)

II. MEMERIKSA TAJAM PENGLIHATAN DAN KOREKSI

Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya pemeriksaan


refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri.

- Kartu Snellen diletakkan di depan pasien (jarak 5-6 meter)


- Pasien duduk menghadap kartu Snellen
- Satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk
menguji mata kanan dahulu
- Dengan mata yang terbuka atau kanan pasien diminta membaca baris
terkecil yang masih dapat dibaca
- Kemudian diletakkan lensa positif +0.50 untuk menghilangkan akomodasi
saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka
- Kemudian diletakkan lensa positif dan ada kemungkinan:
- Penglihatan tidak tambah baik yang berarti pasien tidak hipermetropia
- Penglihatan tambah jelas dan dengan kekuatannya yang ditambah
perlahan-lahan bila penglihatannya bertambah baik berarti penderita
menderita hipermetropia
- Bila penglihatannya tidak bertambah baik maka ada kemungkinan:
- Dengan lensa negatif yang kekuatan ditambah penglihatannya jadi terang,
ini berarti penderita menderita miopia. Berilah lensa negatif yang terlemah
yang dapat memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
- Bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan untuk
hipermetropia dan miopianya dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau
20/20 maka lakukan uji pinhole.
- Dengan uji pinhole diletakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji
kemudian diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca
sebelumnya. Bila melalui pinhole terjadi keadaan berikut:
- Pinhole tidak terjadi perbaikan penglihatan berarti mata tidak dapat
dikoreksi lebih lanjut, hal ini akibat media penglihatan keruh atau terdapat
kelainan pada retina atau saraf optik
- Pinhole memberikan perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat
astigmat atau silinder pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi

(Sumber:http://www.utoronto.ca/neuronotes/NeuroExam/images/content/cn2_snellen
&near.gif)

IV. ETIOLOGI MIOPIA

Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea.

Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina.
Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.

Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi miopia


aksialis dan refraktif.
Miopia aksialis

Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang. Normal
jarak ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm. Dapat
merupakan kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula faktor herediter.
Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang yang didapat terjadi
karena :

Anak membaca terlalu dekat


Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi
berlebihan. M rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata terjepit
oleh otot-otot mata luar sehingga polus posterior mata, yang merupakan
tempat terlemah dari bola mata memanjang.

Wajah yang lebar


Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak
melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama seperti
di atas.

Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi


bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena
dari kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula tekanan pada
bola mata, sehingga polus posterior memanjang.
Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm. Jadi
harus membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi,
sehingga ia harus mengadakanb konvergensi yang berlebihan. Akibatnya
polus posterior mata lebih memanjang dan miopianya bertambah. Jadi
didapatkan suatu lingkaran setan antara miopia yang tinggi dan konvergensi.
Makin lama miopianya makin progresif.
Miopia refraktif

Penyebabnya terletak pada :

Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus


Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea menjadi lemah.
Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol ke depan.
Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih
cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa
mnjadi cembung.
Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar
gula dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya meninggi pula.

III. KLASIFIKASI MIOPIA

Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi :

Miopia sangat ringan : sampai dengan 1 D


Miopia ringan : 1-3 D
Miopia sedang : 3-6 D
Miopia tinggi : 6-10 D
Miopia sangat tinggi : lebih dari 10 D

Secara klinis dibedakan menjadi :

Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologis


Timbul pada usia masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit
pada waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit
sampai usia 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D, atau -6 D. Tajam
penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.
Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir. Kelainan
mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai usia 25
tahun atau lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.
Miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia maligna
disebut juga miopia patologis atau degeneratif, karena disertai kelainan
degeneratif di koroid dan bagian lain dari mata.

IV. GEJALA MIOPIA

Tanda objektif :

Oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang


miosis, jadi pupilnya midriasis. Mm.siliarisnya pun menjadi atrofi, menyebabkan
iris letaknya lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan lebih dalam.

Pada miopia tinggi didapatkan :

- bola mata yang mungkin lebih menonjol


- bilik mata depan yang dalam
- pupil yang relatif lebih lebar
- iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca
- kekeruhan badan kaca (obscurasio corpori vitrei)
- kekeruhan di polus posterior lensa
- stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior retina
- atrofi koroid berupa kresen miopia atau annular patch, di sekitar papil,
berwarna putih engan pigmentasi di pinggirnya
- perdarahan, terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke dalam
badan kaca
- proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (Forster Fuchs black spot)
- predisposisi untuk ablasi retina
Pada miopia simpleks :

Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang dalam, pupil
yang relatif lebar, tetepi tidak disertai kelainan di bagian posterior mata. Mungkin
hanya terlihat kresen miopia yang tampak putih di sebelah temporal papil, sedikit
atrofi dari koroid yang superfisial, sehingga pembuluh darah koroid yang lebih
besar tampak lebih jelas membayang.

Tanda subjektif :

Oleh karena orang miopia kurang berakomodasi dibandingkan dengan


yang emetropia, maka ia senang melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat tetapi
mengeluh tentang penglihatan jauh yang kabur. Pada miopia tinggi, terutama bila
disertai dengan astigmatisme, penderita tak saja mengeluh pada penglihatan jauh
tetapi juga pada penglihatan dekat oleh karena harus melakukan konvergensi
berlebihan, sebab pungtum remotum, yaitu titik terjauh yang dapat dilihat tanpa
akomodasi, letaknya dekat sekali, pada miopia S (-) 6D, titik ini terletak pada
jarak 100/6 = 16 sentimeter. Pada titik ini ia tidak berakomodasi, tetapi
berkonvergensi kuat sekali sehingga pada mata timbul astenovergens engan
keluhan : lekas capai, pusing, silau, ngantuk, melihat kilatan cahaya. Pada miopia
tinggi disertai mata menonjol, bilik mata yang dalam dan pupil yang lebar,
penderita mencoba menutup sebagian kelopak matanya, untuk mengurangi cahaya
yang masuk, sehingga ketajaman penglihatannya diperbaiki. Kadang-kadang
astenovergens menimbulkan rasa sakit, sehingga penderita tak mencobanya lagi,
dengan mengakibatkan strabismus divergens. Strabismus divergens dapat pula
timbul akibat penderita sedikit melakukan akomodasi, sehingga kurang pula
melakukan konvergensi.

V. KOREKSI MIOPIA

Miopia dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis konkaf (minus) yang


dapat memindahkan bayangan mundur ke retina.

Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi
miopia dan juga kelainan refraksi lainnya.
a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia

(Sumber:hcd2.bupa.co.uk)

VI. KOMPLIKASI MIOPIA

Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa:

- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.


- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina.
- Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.
- Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi
glaukoma.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Mengapa pada pasien ini didiagnosa sebagai Katarak Subkapsularis
Posterior OD dan Miopi ODS?
Dari anamnesa didapatkan pasien datang dengan keluhan mata kanan yang
buram dan seperti ada yang mengganjal sejak 1 bulan yang lalu. Disertai dengan
keluhan penyerta seperti menyipitkan mata untuk melihat jauh, mata terasa lelah
dan berair. Dari status oftalmologi didapatkan visus mata kanan 0,05 dan mata
kiri 0,5. Meskipun pada lensa pasien masih terlihat jernih dan shadow test
negative tetapi saat dilakukan pemeriksaan funduskopi sulit dinilai dikarenakan
terhalang oleh kekeruhan lensa bagian posterior. Pasien mengeluhkan buram saat
melihat jauh pada kedua mata, tetapi dapat melihat jelas dengan jarak dekat.

Status Oftalmologi
OD OS
Visus 0,05 0,7
Shadow test - -
SLIT LAMP
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
FUNDUSKOPI
Refleks fundus Menurun (+)
Papil Sulit Dinilai Bulat, batas tegas
CD Ratio Sulit Dinilai 0,3 0,4
A/V Ratio Sulit Dinilai 2/3
Retina Sulit Dinilai Flat, perdarahan (-)
Fovea Refleks Sulit Dinilai +
PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS

SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61

OS -0.25 -1.50 42

PD : 63

Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis sebagai Katarak Subkapsular Posterior dan
Miopi ODS.

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?


Medikamentosa untuk mengurai keluhan pasien namun tidak dapat
menyembuhkan keluhan pasien.
Catarlent eye drop 4 x 1 gtt OD
Axamed capsule 1 x 1
Non Medikamentosa:
Operasi Katarak: SICE + Iol OD

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


OD OS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam : Ad Bonam
Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam : Ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal: 1-54
2. WHO. 2015. Fact Sheets: Visual impairment and blindness.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/(Diakses tanggal 13
Juni 2017)
3. Husain R, Saw S, Farook, et al. Prevalance and causes of visual impairment
in Sumatra, Indonesia. Investigation Ophtalmology. 44. 2003
4. Harper, R.A., Shock, J.P. Lensa. In: Whitcher, J.P. & Eva, P.R. (eds.),
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta: EGC. 2010.
5. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2009
6. James B, Chew C, Bron A (2006). Lecture notes oftamologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006. Hal: 1-18
7. Junqueira, C. Luiz (2007). Histologi Dasar Teks Dan Atlas. EGC, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta
8. Lang G. Ophthalmology 2edition: A Pocket Textbook Atlas. Thieme.
Germany: 2007.
9. Lang GK. Ophthalmology. New York: Thieme Stuttgart. 2000
10. Pollreisz, Andreas and Schmidt-Erfurth, Ursula. Diabetic Cataract-
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Hindawi Publishing
Corporation. Journal of Ophthalmology, Vol 2010.
11. Rosenfeld, S.I. et al. Basic and clinical course: lens and cataract. Section
2007-2008. Singapore: American Academy of Ophthalmology.2007
12. INASCRS. Pemeriksaan Katarak Edisi 2011.
https://id.scribd.com/document/334835718/PPM-1-katarak-rev03-pdf.
Diakses 14 Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai