KATARAK SUBKAPSULAR
POSTERIOR OD DAN MIOPI ODS
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
No. CM : 01.03.93.84
Tanggal : 16 Agustus 2017
Nama : Tn. W
Umur : 54 tahun
Alamat : Tarogong Kidul
Pekerjaan : Kuli Bangunan
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 16 Agustus 2017
Keluhan Utama : Mata sebelah kanan lebih buram dibandingkan mata kiri
Anamnesa Khusus : Pasien laki-laki, 54 tahun datang dengan keluhan buram pada mata
kanan dibandingkan mata kiri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan pada mata kanan disertai rasa
mengganjal. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa gatal dan silau ketika melihat cahaya.
Pasien mengaku pandangan kedua mata mejadi kabur saat melihat jauh. Pasien merasa kedua
mata menjadi sering berair dan kadang-kadang terasa nyeri terutama pada mata kanan.
Keluhan nyeri hebat pada mata dan kepala, rasa mual dan muntah , keluhan seperti
melihat pelangi sekitar lampu disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan pusing yang suka
muncul setelah beraktivitas. Pasien mengatakan mata kanannya pernah kemasukan tanah dan
sudah diobati 3 bulan yang lalu. Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal.
Keluhan sukar melihat dekat, keluarnya kotoran pada mata, juga disangkal oleh
pasien. Pasien menyangkal adanya mata merah, nyeri, berair dan melihat ganda pada kedua
mata. Pasien belum pernah memakai kaca mata sebelumnya selain di tempat kerja. Pasien
menyangkal pernah mengonsumsi obat steroid sebelumnya.
Anamnesa Keluarga :
-
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada mata kanan setelah
kemasukan tanah sebelumnya 3 bulan yang lalu dan sudah diobat.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat penyakit diabetes tidak diketahui.
Riwayat operasi mata disangkal
Riwayat Gizi
Gizi cukup
Visus OD OS
SC 0,05 0,5
CC - -
STN Tetap 0,7
Koreksi - S+100
ADD - +250
Posisi Bola Mata Ortotropia Ortotropia
Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
OD OS
OD OS
OD OS
OD OS
Silia Tumbuh Teratur Tumbuh Teratur
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Pupil Bulat, ditengah Bulat, ditengah
Iris Cokelat, kripti (+) Cokelat, kripti (+)
Lensa Keruh Jernih
Tonometri 3/5,5=24,4 5/5,5=17,5
FT Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Palpasi Normal Normal
PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS
SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61
OS -0.25 -1.50 42
PD : 63
PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY
OD OS
OD OS
Refleks Fundus Menurun +
RESUME
Pasien laki-laki, 54 tahun datang dengan mata kanan terlihat lebih buram
daripada yang kiri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai rasa mengganjal pada
mata kanan. Pasien juga mengeluh mata terasa gatal, silau ketika melihat cahaya,
pandangan yang menjadi kabur, menjadi sering berair, dan cepat lelah. Pasien
mengeluhkan pusing yang suka muncul setelah beraktivitas. Pasien mengatakan
mata kanannya pernah kemasukan tanah dan sudah diobati 3 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh buram saat melihat jauh dan jelas saat melihat dekat.
Status Oftalmologi
OD OS
Visus 0,05 0,7
Shadow test - -
SLIT LAMP
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
FUNDUSKOPI
Refleks fundus Menurun (+)
Papil Sulit Dinilai Bulat, batas tegas
CD Ratio Sulit Dinilai 0,3 0,4
A/V Ratio Sulit Dinilai 2/3
Retina Sulit Dinilai Flat, perdarahan (-)
Fovea Refleks Sulit Dinilai +
PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS
SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61
OS -0.25 -1.50 42
PD : 63
DIAGNOSIS KERJA
1. Katarak Subkapsular Posterior OD
2. Miopi ODS
DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak ec penyakit sistemik
2. Katarak Traumatic
RENCANA PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan laboratorium
RENCANA TERAPI
1. Medikamentosa
Catarlent eye drop 4 x 1 gtt OD
Axamed capsule 1 x 1
2. Non Medikamentosa
Operasi Katarak: SICE + Iol OD
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK
C. Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu - ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit - penyakt herediter seperti mikroftalmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-
kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun.1
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata
masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan
alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung
diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuola
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior,
kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative (benda morgagni) pada katarak insipien kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang - kadang
menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2004).
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapat bagian - bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan
mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.5
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul.
Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium (Ca). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.5
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak
morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.5
4. Katarak Intumesen.
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan
daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.1
5. Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes
militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari
dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih
dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior.1
E. Patofisiologi
Katarak memiliki banyak patofisiologi tergantung dari jenis katarak
itu sendiri. Biasanya terjadi bilateral, tapi tiap mata memiliki kecepatan
perkembangan katarak yang berbeda.
Katarak senilis patogenesisnya multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Semakin bertambahnya usia, terjadi peningkatan berat dan
ketebalan dari lensa serta menurunnya kemampuan akomodasi. Perubahan
fisik dan kandungan zat kimia mengakibatkan penurunan hingga hilangnya
transparansi lensa. Perubahan pada serabut zunula yang memanjang dari
badan silier ke daerah sekitar luar lensa menyebabkan distorsi penglihatan.
Sedangkan perubahan konsentrasi zat kimia dalam lensa seperti protein dapat
menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan karena jalannya
cahaya ke retina terhalang.1
Katarak diabetikum disebabkan karena keadaan konsentrasi glukosa
yang tinggi di dalam darah yang juga berpengaruh terhadap komposisi
glukosa pada humor aquous. Kadar glukosa yang tinggi pada humor aquous
menyebabkan difusi glukosa ke lensa. Keadaan glukosa yang tinggi di lensa
ini menyebabkan terbentuknya sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang
tidak akan dimetabolisme melainkan akan tetap berada di dalam lensa.
Akumulasi dari sorbitol ini akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik
dalam lensa. Perubahan tekanan osmotik ini menyebabkan influx cairan
sehinggan menyebabkan edema kemudian terjadi penurunan kekuatan
refraksi lensa dan penurunan daya akomodasi.10
F. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.1
MIOPIA
I. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak
dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.
Referat ini akan membahas tentang miopia atau rabun jauh yang
merupakan gangguan refraksi yang cukup banyak ditemui, terutama di kalangan
mahasiswa.
(Sumber:Oftalmologi Umum, edisi ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya
Medika, 2000)
Astigmatisma
(Sumber: http://www.gezondheid.be/picts/astigmatisme-2.jpg)
(Sumber: http://www.sonotica.com.br/imagem/presbiop.jpg)
(Sumber:http://www.utoronto.ca/neuronotes/NeuroExam/images/content/cn2_snellen
&near.gif)
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea.
Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina.
Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar.
Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang. Normal
jarak ini 23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm. Dapat
merupakan kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula faktor herediter.
Yang kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang yang didapat terjadi
karena :
Tanda objektif :
Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang dalam, pupil
yang relatif lebar, tetepi tidak disertai kelainan di bagian posterior mata. Mungkin
hanya terlihat kresen miopia yang tampak putih di sebelah temporal papil, sedikit
atrofi dari koroid yang superfisial, sehingga pembuluh darah koroid yang lebih
besar tampak lebih jelas membayang.
Tanda subjektif :
V. KOREKSI MIOPIA
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi
miopia dan juga kelainan refraksi lainnya.
a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia
(Sumber:hcd2.bupa.co.uk)
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa:
Status Oftalmologi
OD OS
Visus 0,05 0,7
Shadow test - -
SLIT LAMP
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
FUNDUSKOPI
Refleks fundus Menurun (+)
Papil Sulit Dinilai Bulat, batas tegas
CD Ratio Sulit Dinilai 0,3 0,4
A/V Ratio Sulit Dinilai 2/3
Retina Sulit Dinilai Flat, perdarahan (-)
Fovea Refleks Sulit Dinilai +
PEMERIKSAAN AUTOREFRAKTOMETRI
OD OS
SPH CYL AX
OD -5.75 -0.50 61
OS -0.25 -1.50 42
PD : 63
Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis sebagai Katarak Subkapsular Posterior dan
Miopi ODS.
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal: 1-54
2. WHO. 2015. Fact Sheets: Visual impairment and blindness.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/(Diakses tanggal 13
Juni 2017)
3. Husain R, Saw S, Farook, et al. Prevalance and causes of visual impairment
in Sumatra, Indonesia. Investigation Ophtalmology. 44. 2003
4. Harper, R.A., Shock, J.P. Lensa. In: Whitcher, J.P. & Eva, P.R. (eds.),
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta: EGC. 2010.
5. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2009
6. James B, Chew C, Bron A (2006). Lecture notes oftamologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006. Hal: 1-18
7. Junqueira, C. Luiz (2007). Histologi Dasar Teks Dan Atlas. EGC, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta
8. Lang G. Ophthalmology 2edition: A Pocket Textbook Atlas. Thieme.
Germany: 2007.
9. Lang GK. Ophthalmology. New York: Thieme Stuttgart. 2000
10. Pollreisz, Andreas and Schmidt-Erfurth, Ursula. Diabetic Cataract-
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Hindawi Publishing
Corporation. Journal of Ophthalmology, Vol 2010.
11. Rosenfeld, S.I. et al. Basic and clinical course: lens and cataract. Section
2007-2008. Singapore: American Academy of Ophthalmology.2007
12. INASCRS. Pemeriksaan Katarak Edisi 2011.
https://id.scribd.com/document/334835718/PPM-1-katarak-rev03-pdf.
Diakses 14 Juni 2017