dan
Pendidikan
KOMITE NASIONAL
LUTHERAN WORLD FEDERATION
2012
1
Luther dan Pendidikan
ISBN: 978-602-18202-1-6
Dicetak Oleh:
Percetakan Tried Rogate-Medan
085359990277; 081376312277
2
Daftar Isi
Prakata ................................................................ 7
3
Luther dan Pendidikan
4
Kata Sambutan
5
Luther dan Pendidikan
Syalom
6
Prakata
7
Luther dan Pendidikan
8
PRAKATA
9
Luther dan Pendidikan
10
PRAKATA
Penyunting
Basa Hutabarat
11
Luther dan Pendidikan
12
Sekolah Zending di Indonesia dan
Keberlanjutannya Sampai Kini
Jan S. Aritonang
Pendahuluan
Membicarakan seluk-beluk sekolah zending, khususnya
di Indonesia, bisa dianggap tidak perlu, karena ceritanya -
yang dimulai sejak sekitar 200 tahun yang lalu - sudah selesai
sekitar 70 tahun yang lalu, dan gambaran konteks Indonesia
pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 itu berbeda dari
gambaran masa kini. Karena itu kita bisa saja berkata bahwa
kebutuhan dan tantangan manusia pada zaman ini sangat
berbeda dari pada masa zending. Kendati ada yang berpen-
dapat demikian, namun kita akan melihat nanti bahwa ada
sejumlah hal yang terjadi, terlihat, atau dilakukan (baik oleh
pihak zending maupun oleh masyarakat yang berjumpa
dengannya) masih relevan hingga kini.
Kita tentu cukup paham, yang dimaksud dengan zending
adalah badan atau lembaga penginjilan yang dibentuk oleh
kalangan Kristen Protestan di Eropa dan Amerika Utara (baik
gereja resmi maupun sekumpulan orang Kristen yang digerak-
kan oleh semangat penginjilan ke luar negeri) dan berkarya di
13
Luther dan Pendidikan
1
Istilah zending berasal dari bahasa Belanda, yang secara harfiah
berarti pengutusan. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah mission;
tetapi di Indonesia istilah misi terutama digunakan untuk badan
penginjilan yang dibentuk dan diutus kalangan Katolik Roma.
2
Pada awalnya nama Indonesia belum terdapat di dalam tulisan
kalangan zending; mereka menggunakan nama yang digunakan oleh
Pemerintah Belanda (yang waktu itu menjajah dan menguasai negeri
ini), yaitu Nederlandsch-Indi atau Hindia-Belanda, atau langsung
menyebut daerahnya, misalnya: Tanah Batak, Borneo, Celebes, Papua,
dsb.
3
Di Indonesia, selain di Tanah Batak, RMG juga berkiprah di Borneo
(Kalimantan), Nias dan pulau-pulau sekitarnya sampai ke Mentawai,
dan belakangan di Papua dan Jawa Timur.
4
Selain yang menganut paham/aliran Calvinis, di Belanda ada juga
beberapa gereja dan zending lain yang menganut paham lain, misalnya
Lutheran (yang a.l. bekerja di pulau-pulau Batu, dekat Nias, sejak
1889), dan Mennonite (yang a.l. bekerja sejak 1851 di Jawa Tengah
Utara, Tapanuli Selatan/Pakantan, dan Papua).
14
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
5
Katekismus ini disusun pada akhir abad ke-16 oleh Zacharias Ursinus
dan Caspar Olevianus, dua teolog pengikut Calvin di Jerman.
Terjemahan Indonesia sejak awal 1950-an diterbitkan Badan Penerbit
Kristen dengan judul Pengajaran Agama Kristen.
6
Selama k.l. 100 tahun gereja-gereja yang didirikan langsung atau
tidak langsung oleh RMG di Sumatera Utara hanya mengenal
Katekismus Kecil Martin Luther. Baru pada awal 1990-an diupayakan
terjemahan dari Katekismus Besar, dan diterbitkan BPK Gunung Mulia
pertama kalinya tahun 1994.
7
Literatur yang mengkaji usaha pendidikan/persekolahan zending di
Indonesia pada abad ke-19, terutama di Maluku dan Minahasa (tetapi
sedikit-banyak juga membahas beberapa daerah lainnya, termasuk
15
Luther dan Pendidikan
16
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
9
Martin Luther, Tentang Jabatan, h. 36 br.
10
Diikhtisarkan dalam Gangel e.a., Christian Education, h. 141 br.
17
Luther dan Pendidikan
11
J. Calvin, Risalah Pemerintahan Gereja (1537).
12
Pandangan kedua aliran ini serta tokoh-tokohnya di atas diikhtisarkan
dalam Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen, h. 87-96.
13
Ulasan yang mendalam tentang Pietisme a.l. terdapat dalam kedua
karya Ernst Stoefler, The Rise of Pietism (21971) dan German Pietism
during the Eighteenth Century (1973).
18
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
14
Beberapa tokoh penting RMG (misalnya Gustav Warneck, August
Schreiber, dan Johannes Warneck) juga menempuh studi teologi di
Universitas Halle, selain di universitas-universitas lain.
19
Luther dan Pendidikan
20
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
15
Bagian ini terutama diikhtisarkan dari Aritonang, Sejarah Pendidikan
Kristen , h. 99-144, dan Idem, Streven en effect van het
zendingsonderwijs in Indonesi, dalam Th. van den End et al. (eds.),
Twee Eeuwen Nederlandse Zending (Zoetermeer: Boekencentrum,
1997), h. 115-128; dilengkapi beberapa sumber lain.
21
Luther dan Pendidikan
16
Josef Kam (1769-1833) adalah zendeling NZG yang pertama ke
Indonesia; mulai bekerja sejak 1815, mula-mula di Surabaya
(sebentar), selanjutnya di Maluku hingga Sulawesi. Dikenal dengan
julukan Rasul Maluku.
17
J. Boneschansker, Het Nederlandsch Zendeling Genootschap in zijn
eerste periode (Leeuwarden: Gerben Dykstra, 1987), h. 70-75. Bnd.
Th. van den End, Tweehonderd jaar Nederlandse Zending, dalam
Idem et al. (eds.) Twee Eeuwen Nederlandse Zending, h. 3.
22
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
23
Luther dan Pendidikan
24
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
18
F. Fabri pada pesta tahunan RMG 1884, dimuat dalam Berichte der
Rheinische Missions-gesellschaft (BRMG) 1884, h. 263.
25
Luther dan Pendidikan
19
Lihat a.l. G. Warneck, Der Missionsbefehl, dalam Allgemeine
Missions-Zeitschrift (AMZ) 1874, h. 377-392, dan Idem, Mission in der
Schule (Gtersloh: C. Bertelsmann, 1887), h. 1 br.
26
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
20
Bahkan sedikit berbeda dari Fabri Schreiber mengingatkan fungsi
zending sebagai kekuatan kontrol terhadap kolonisasi, agar hak
masyarakat pribumi tetap terjamin dan kultur mereka terpelihara.
Karena itu pula, menurut Schreiber, di dalam kurikulum sekolah zending
harus ada tempat bagi kultur setempat. Lihat A. Schreiber, Cultur und
Mission in Ihren Einflu auf die Naturvlker (Barmen: Missionshaus,
1882) dan Idem, Mission und Kolonisation (Kiel, 1885).
21
K.J. Bade, Friedrich Fabri und der Imperialismus in der Bismarckzeit
(Freiburg: Atlantis, 1975), h. 257-267.
27
Luther dan Pendidikan
22
Antara lain Tanah Batak, Nias dsk. (termasuk Mentawai), Kalimantan
Tengah, Sulawesi Utara dan Tengah (termasuk Sangir-Talaud), Tana
Toraja, Timor dsk., Maluku, dan Papua. Tentu zending juga berkiprah
(termasuk di bidang pendidikan) di Jawa (Barat, Tengah, dan Timur),
tetapi tidak menjadi mayoritas.
28
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
23
Untuk usaha pendidikan NZG, acuan utama adalah karya Kroeskamp,
The Early Schoolmasters.
24
Khusus di Tanah Karo pada k.l. 25 tahun pertama (1890-1915), lihat
a.l. dalam makalah J.H. Neumann, Het Zendingsonderwijs van het
NZG onder de Karo-Bataks ( 1918).
29
Luther dan Pendidikan
25
Penjelasan umum tentang hal ini lihat a.l. dalam Aritonang: Sejarah
Pendidikan Kristen, khususnya bab I.
30
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
31
Luther dan Pendidikan
Hal ini dapat kita lihat antara lain dalam kasus B.N.J.
Roskott di Ambon. Setibanya di sana tahun 1834 sebagai
utusan NZG yang secara khusus ditugaskan menangani dan
neningkatkan kualitas pendidikan zending yang telah dimulai
dan diwariskan Kam, ia segera membuka Sekolah Guru di Batu
Merah, Ambon, dan sekolah ini dapat disebut sebagai sekolah
guru yang pertama di Indonesia. Pada pasal 9 dari instruksi
NZG kepada Roskott memang dinyatakan bahwa tujuan
sekolah yang diselenggarakan NZG, yang sekaligus
membedakannya dari sekolah-sekolah biasa (baca: sekolah
pemerintah) yang sudah ada pada waktu itu, antara lain adalah
educating the children to become members of the Christian
Community.26 Tetapi oleh Roskott pelaksanaan rumusan itu
tidak dipersempit artinya sehingga seakan-akan sekolah-
sekolah zending, termasuk sekolah gurunya, hanya bertugas
menjejalkan ayat-ayat Alkitab serta mengajarkan mazmur dan
nyanyian rohani saja.
Khusus mengenai Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Batu
Merah itu, ternyata kurikulum maupun kualitas lulusannya
tidak hanya menjawab kebutuhan dan memberi dukungan
kepada gereja, melainkan juga menjawab sebagian kebutuhan
pemerintah akan guru-guru sekolah yang bermutu. Karena
itu tidak mengherankan bila sebagian besar sekolah rendah
yang diasuh guru-guru tamatan SPG Batu Merah, baik sekolah
pemerintah maupun sekolah zending, mendapat penilaian yang
baik dari inspektur pendidikan yang ditugaskan pemerintah.
26
Kroeskamp, Early Schoolmasters, h. 66 br.; bnd. dengan rumusan
instruksi kepada Hellendoorn di Minahasa pada tahan 1827,
sebagaimana dikutip dalam ibid. h. 112.
32
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
33
Luther dan Pendidikan
34
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
35
Luther dan Pendidikan
Bagi kita yang hidup pada abad ke-20 dan awal abad
ke-21, istilah peradaban Kristen mungkin terasa
mengganggu, karena kita sadar bahwa istilah itu mengandung
aroma superioritas Barat abad ke-19, yang untuk sebagian
telah runtuh oleh Perang Dunia I. Tetapi sebagai anak
zamannya Graafland telah berhasil menerapkan wawasan itu
di bidang pendidikan di Minahasa. Dan itu pulalah yang menjadi
salah satu alasannya untuk memberlakukan sistem pendidikan
Barat modern, mengajarkan bahasa Belanda serta memper-
kenalkan literatur Barat, yang pada gilirannya membuat SPG
Tanawangko maupun jaringan sekolah NZG di Minahasa
mendapat penghargaan dari masyarakat dan pemerintah.
Keberhasilan NZG menyelenggarakan persekolahan di Minahasa
ini, dalam hal kuantitas maupun kualitas, agaknya menjadi
salah satu faktor yang membuat sekolah-sekolah itu tidak
ikut diserahkan NZG kepada pemerintah c.q. Indische Kerk
(selaku gereja negeri) pada tahun 1875-1882.
Dari berbagai tulisan yang menyoroti usaha pendidikan
NZG di Minahasa ini kita mendapat informasi bahwa sejak
1870-an hingga 1930-an berlangsung situasi dan yang rumit
antara NZG dan para guru di sekolah-sekolahnya dan
pemerintah/Indische Kerk. Rangkaian peristiwa tarik-ulur
yang lazim dikenal dengan ungkapan conversie di antara
kedua belah pihak memperlihatkan kerumitan permasalahan
itu. Namun di sisi lain kerumitan itu turut berperan mendorong
36
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
27
Rangkaian permasalahan yang muncul di seputar penyelenggaraan
pendidikan, khususnya menyangkut status dan hak para guru di
sekolah-sekolah NZG dapat dibaca a.l. dalam S.C. Graaf van Randwijck:
Handelen en denken in diest der zending (s Gravenhage:
Boekencentrum, 1981), h. 620-633 (terjemahan Indonesia:
Oegstgeest Kebijaksanaan Lembaga-lembaga Pekabaran Injil yang
Bekerjasama 1897-1942 [Jakarta: BPK GM, 1989]).
28
Gambaran lengkap dan rinci dari usaha pendidikan Batakmission
dapat dilihat dalam Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen, bab IV-
VII.
37
Luther dan Pendidikan
29
Tiga tahun sebelum Seminari Pansurnapitu dibuka, pada tahun 1874-
77 sejumlah zendeling RMG menyelenggarakan pendidikan bagi calon
pengerja-gereja pribumi dengan nama Sikola Mardalan-dalan. Disebut
demikian karena siswanya mengembara dari lokasi tempat tinggal
zendeling yang satu ke lokasi lain: hari Senin di rumah Nommensen,
Selasa di rumah Johannsesn, Rabu di rumah Mohri, dst. Cara ini
dipandang sangat melelahkan siswa, sehingga dihentikan dan diganti
dengan seminari yang lebih permanen.
38
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
39
Luther dan Pendidikan
30
Di mata kalangan RMG (Batakmission), Gerakan Hamajuon ini lebih
banyak membawa dampak negatif, misalnya munculnya sikap,
pandangan dan perilaku yang menurut mereka bertentangan dengan
ajaran Kristen. Di sisi lain gerakan ini menurut kalangan Batak Kristen
tertentu justru merupakan ungkapan hasrat orang Batak untuk lebih
maju lagi di segala bidang, yang dikekang oleh kalangan RMG yang
pietis itu.
40
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
41
Luther dan Pendidikan
42
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
43
Luther dan Pendidikan
44
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
31
Schakelschool adalah sambungan (dua tahun lagi) dari Vervolgschool
ataupun Standaardschool, yaitu SD 5 tahun, agar lulusannya setingkat
dengan HIS dan bisa masuk MULO).
45
Luther dan Pendidikan
46
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
47
Luther dan Pendidikan
48
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
49
Luther dan Pendidikan
50
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
32
Sebagian besar dari 250-an perguruan teologi ini didirikan oleh
gereja-gereja atau yayasan-yayasan yang beraliran Injili (Evangelical)
dan Pentakostal, terutama dalam 30 tahun terakhir ini. Diukur dengan
kriteria yang ditetapkan pemerintah RI, banyak yang mutunya jauh di
bawah standar minimal. Yang diselenggarakan oleh gereja-gereja arus
51
Luther dan Pendidikan
52
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
34
Dalam buku Keputusan Kongres XIII Majelis Pusat Pendidikan Kristen
(MPPK) di Rantepao, 8-12 Oktober 1996, h. 183, diperlihatkan statistik
jumlah sekolah-sekolah Kristn [Protestan] (termasuk guru dan murid)
saat itu, mulai dari tingkat TK hingga SMA (SM Umum maupun SM
Kejuruan), yang rata-rata hanya 2% dari keseluruhan sekolah di
Indonesia. Dari segi persentase hal ini memperlihatkan kemunduran
besar dibandingkan dengan keadaan pada zaman Hindia-Belanda, di
mana sekolah-sekolah Kristen (yang didirikan zending/gereja ataupun
organisasi Kristen independen) lebih banyak dari yang didirikan
pemerintah.
53
Luther dan Pendidikan
54
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
35
Sejak akhir 1990-an banyak yang sudah berubah menjadi Universitas
Negeri (misalnya Universitas Negeri Jakarta) ataupun Universitas
Pendidikan Negeri (misalnya Universitas Pendidikan Negeri Bandung).
55
Luther dan Pendidikan
36
Salah satu contoh yang paling mencolok adalah penjualan aset
Himpunan Sekolah-sekolah Kristen (HSK) dan Yayasan Badan
Pendidikan Kristen (YBPK) di pertigaan Jalan Salemba dan Jalan
Diponegoro Jakarta Pusat, kepada Yayasan Administrasi Indonesia
(YAI) yang dananya didukung oleh Bank Muammalat.
56
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
37
H.A.R. Tilaar, Arah dan Pengembangan Pendidikan Kristen Menapak
Abad XXI, makalah pada Sarasehan (Seminar) Pendidikan Kristen
yang diselenggarakan MPPK, 6 Mei 1997 di Jakarta.
57
Luther dan Pendidikan
58
Sekolah Zending di Indonesia dan Keberlanjutannya Sampai Kini
59
Luther dan Pendidikan
Kepustakaan Terbatas:
60
Sekolah Gereja:
Keseimbangan Pengetahuan dan
Spiritualitas
Pendahuluan
Peradaban manusia semakin dimaknai, dihargai dan
dihormati ketika orang mampu memahami bahwa peradaban
itu adalah bagian yang melekat dalam diri setiap individu
manusia. Peradaban adalah tata nilai (values order) dan tata
laku (action order) dari setiap individu. Manusia bernilai, punya
harkat martabat tergantung bagaimana dia menjunjung dan
menegakkan nilai kemanusiaannya dalam perilaku atau
tindakannya. Peradaban, tentu bermakna lebih luas dan lebih
fokus individual dibanding dengan adat-budaya (culture)
secara maknawi. Adat-budaya tentu berhubungan dengan
norma, hukum atau aturan yang telah disepakati bersama
menjadi acuan bagi seseorang dalam bertindak atau
berperilaku berhubungan dengan (anggota) komunitas.
Peradaban lebih pada nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh
seseorang dan nilai itu dinyatakan dengan perilaku atau
tindakan. Seseorang berpikir atau memunculkan sesuatu di
dalam hatinya adalah berhubungan dengan peradabannya.
Sesuatu yang dipikirkan atau yang muncul di dalam hati itu
akan disosialisasikan kepada orang lain seturut dengan adat-
61
Luther dan Pendidikan
62
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
63
Luther dan Pendidikan
Terminologi Pendidikan
Kata pendidikan awalnya dikenal dalam bahasa Yunani
dengan paedagogeis yang terdiri dari dua kata yang disatukan
yaitu paedos= anak; agogesaya=membimbing. Paedagogeis
menjadi berarti memberi bimbingan atau tuntunan kepada
anak. Orang yang memberi bimbingan atau tuntunan itu
kemudian dinamai paedagogos. Paedagogos yang memberi
bimbingan dan tuntunan kepada anak mempunyai tugas dan
pertanggungjawaban yang penuh terhadap anak yang
dibimbing, sebab paedagogos bukan hanya mengajari si anak
dengan memberi pengetahuan dan informasi-informasi sehingga
semakin dewasa dan mampu mandiri, tetapi juga bertanggung-
jawab untuk menjemput si anak dari rumah kemudian
mengantarkannya kembali ke rumah. Kata itu kemudian
diambilalih oleh bahasa Belanda menjadi paedagogiek. Kata
dalam bahasa Inggris untuk pendidikan adalah education yang
bersumber dari bahasa Latin yang berarti menggali hal-hal
yang tersimpan di dalam diri dan jiwa si anak dengan
memberikan tuntunan sehingga si anak akan bertumbuh dan
berkembang dengan baik.1
Dalam kamus Bahasa Indonesia, pendidikan yaitu suatu
pekerjaan mendidik yang memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada subjek didik hingga mampu mandiri,
sehingga dapat menjadi motivator dalam pembangunan
masyarakat.2
Dengan demikian, pendidikan lebih utama adalah tugas
pendidik yang memberi tuntunan kepada anak didik. Pendidik
1.
Amir Daiem Indrakusuma, Ilmu Pendidikan, Malang 1973
2.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
64
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
3.
Depdiknas RI, 2003
65
Luther dan Pendidikan
66
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
4.
Robert E. Clark; Lin Johnson; Allyn K.Sloat (ed); Christian Education:
Foundation for the the Future, Moody Press, Chicago
5.
Robert E.Clark, ibid
67
Luther dan Pendidikan
6.
William Bean Kennedy, Background Historical Understanding for
Christian Education, N.Y. UTS 1980 p.1
68
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
7.
Robert W. Pazmino, Foundational Issues in Christian Education, Grand
Rapids, Baker 1988, p. 128
8.
C.B. Eavey, History of Christian Education, Chicago, Moody Press,
1964
69
Luther dan Pendidikan
9.
C.B. Eavey, Ibid
70
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
10.
C.B. Eavey, Ibid
11.
C.B. Eavey, Ibid
71
Luther dan Pendidikan
72
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
13.
Earle E. Cairns, Ibid p. 173
14.
Earle E. Cairns, Ibid p. 186
73
Luther dan Pendidikan
15.
Earle E. Cairns, Ibid p. 187
74
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
16.
C.B. Eavey, Ibid p. 106
75
Luther dan Pendidikan
17.
Earle E. Cairns, Ibid p. 261
18.
Earle E. Cairns, Ibid p. 251
19.
Kenneth O. Gangel and Warren S. Benson, Christian Education: Its
History and Philosophy, Chicago, Moody Press, 1983, p. 113
76
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
20.
Joan Ellen Duval, Thomas Aquinas: in A History of Religion Education,
ed. By Elmer L. Towns, Grand Rapids, Baker 1975, p. 89
21.
Joan Ellen Duval, Ibid
22.
Kenneth O. Gangel and Warren S. Benson, Ibid p. 114
77
Luther dan Pendidikan
23.
Robert W. Pazmino, Ibid p. 132
78
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
25.
Robert R. Bochlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Pendidikan
agama Kristen dari Plato saqmpai I.G.Loyola, Jakarta BPK, 1994, p.342
79
Luther dan Pendidikan
26.
Robert R. Bochlke, Ibid p. 22
27.
Robert R. Bochlke, Ibid p. 23
28.
Uuras Saarnivaara, Phd; Th.D, Luther Discovers the Gospel,
Concordia Publishing House, Saint Louis, 1950, p. xiii
80
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
81
Luther dan Pendidikan
82
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
1980, p. 43
83
Luther dan Pendidikan
84
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
85
Luther dan Pendidikan
86
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
87
Luther dan Pendidikan
88
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
&Row, 1975.
89
Luther dan Pendidikan
90
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
Evaluasi diri
Agar dapat semakin dekat kepada tujuan pendidikan yang
spiritual, maka guru pendidik dan peserta didik harus siap
untuk menguji dan mengevaluasi setiap sisi kehidupan pribadi.
Dengan evaluasi, setiap orang dapat menentukan sikap
hidupnya atas panggilan Tuhan kepada dirinya dilandasi oleh
Firman Tuhan yang sudah dipelajarinya serta dukungan sesama
teman. Evaluasi diri hanya dapat dikatakan berhasil apabila
yang kita inginkan dalam hidup kita diukur dan bersesuaian
dengan Firman Tuhan.
91
Luther dan Pendidikan
Mengutamakan persekutuan
Pengajaran dan pendidikan Kristen akan lebih sehat dan
lebih kuat jika di dalamnya ada kehangatan persekutuan kasih.
Persekutuan ini akan memberi pengenalan satu dengan yang
lain dan memberi dukungan untuk perubahan sesuai dengan
kehendak Tuhan. Persekutuan yang sehat akan menimbulkan
rasa memiliki, ada model yang akan ditiru, saling meneguhkan,
saling memacu semangat kerja serta memiliki pengharapan-
pengahrapan positip.
92
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
93
Luther dan Pendidikan
Kesimpulan
Ilmu tanpa iman adalah gersang. Iman tanpa ilmu
adalah angan-angan
Pendidikan yang berkwalitas, yang mampu berkompetisi
di semua ruang dan waktu, serta yang mampu mencipta dan
mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia adalah
dambaan atau yang diharapkan oleh semua orang. Kwalitas
pendidikan hanya dapat diukur dengan kebenaran dan kreasi
Tuhan. Karena itu, orang berilmu harus berdedikasi demi
kemuliaan Tuhan dan mengangkat harkat dan martabat
kemanusiaan.
Pada jaman gereja mula-mula kondisi persekutuan masih
sangat kental dan akrab. Menaati titah Tuhan, para orang
tua yang aktip mengajar anak-anak di setiap rumahtangga
merupakan sarana untuk menikmati kebersamaan dengan
Tuhan dan menemukan arti hidup dan merajut cita-cita.
Sebagaimana pengalaman umat Israel selama berada di padang
gurun, orangtualah menjadi guru bagi setiap anak-anaknya.
Orangtualah yang memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak
94
Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas
95
Luther dan Pendidikan
96
Menggagas Kehidupan
Melalui Pendidikan
Ridwin Purba
Pendahuluan
Indonesia menghadapi krisis multidimensi yang sangat
parah. Korupsi yang merajalela baik berskala lokal maupun
nasional melanda Indonesia dan menjadi tontonan keseluruh
masyarakat Indonesia. Kejahatan: pembunuhan, permer-
kosaan, pencurian, perampokan semakin menjadi-jadi seolah-
olah dibiarkan karena tidak ada hukum yang tegas terhadap
pelakunya. Tindakan kekerasan bermoduskan kepada agama
begitu sering terjadi di tengah-tengah kehidupan kita. Geng
motor yang menganggu ketertiban lalu lintas dan kadang-
kadang juga melakukan penyerangan terhadap masyarakat
juga sangat mengganggu ketertiban masyarakat. Selain itu
perkelahian antar kelompok masyarakat, tawuran antar pelajar
memakan korban yang cukup banyak dan penyebaran obat-
obat terlarang yang merusak generasi muda di Negara ini,
menambah daftar panjang peristiwa yang terus menerus
meningkat hingga saat ini dan pelakunya juga bertambah dari
hari ke hari. Kondisi-kondisi seperti ini memperlambat kemajuan
pembangunan karakter generasi muda.
97
Luther dan Pendidikan
Pentingnya Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mem-bimbing, mendampingi dan membantu manusia muda agar
mampu secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar
memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan iman dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dengan kata lain pendidikan
bertujuan membantu siswa-siswi mencapai kematangan
pribadi sehingga siswa-siswi menjadi pribadi yang siap untuk
hidup di dalam masyarakat. Namun tujuan ini sering menjadi
kabur karena ditindih dan ditunggangi oleh tujuan-tujuan lain
dari masyarakat yang tidak mau perduli dengan otonomi
pendidikan. Mendidik bukan sekedar menjadikan anak terampil
98
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
99
Luther dan Pendidikan
100
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
101
Luther dan Pendidikan
102
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
103
Luther dan Pendidikan
Pendidikan Karakter
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan
keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan
untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti
berpikir kritis dan alasan moral, perilaku jujur dan bertanggung-
jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi
penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional
yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif
dalam berbagai situasi, dan komitmen untuk berkontribusi
dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah
realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual
sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik
bagi hidupnya dan orang lain.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
104
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
105
Luther dan Pendidikan
106
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
Membangun Pluralisme
Indonesia adalah negara yang sangat pluralis: agama,
bahasa, budaya, etnis dan lain-lain dan masyarakat Indonesia
sangat akrab dengan diktum Bhineka Tunggal Ika. Sayangnya
diktum itu selama ini hanya menempati kesadaran kognitif
masyarakat kebanyakan dan menjadi lip service saja, tidak
pernah diimplementasikan secara nyata. Akibatnya cita-cita
luhur untuk mencapai masyarakat majemuk yang harmonis,
dimana perbedaan dan keanekaan budaya mampu berfungsi
sebagai sumber daya yang memperkaya pemekaran dan
peradabannya, hingga saat ini masih menjadi impian saja.
Sistem pendidikan di Indonesia yang diwariskan oleh Orde
Baru cenderung memelihara dan meneruskan nilai-nilai dan
sikap-sikap masyarakat patriarkal, kelas menengah, dan
budaya dominan. Sistem pendidikan seperti tidak meng-
apresiasi dan menyantuni pluralisme, melainkan justru mene-
gasikannya sehingga ikut memper tajam segregasi sosial dan
107
Luther dan Pendidikan
108
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
109
Luther dan Pendidikan
110
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
111
Luther dan Pendidikan
112
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
113
Luther dan Pendidikan
Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bahwa
pendidikan sangat penting di dalam kehidupan dan harus
digagas untuk kehidupan manusia. Pada saat ini, begitu besar
tantangan yang dihadapi oleh siswa-siswa segagai hasil
pengembangan tehnologi informasi dan globalisasi dengan arus
informasi dan keterbukaan yang hampir tidad batas.
Pendidikan harus dipersiapkan secara terencana, terarah dan
sistematis dengan guru-guru yang memiliki hati untuk
membangun manusia yang trampil, siap dan kompeten di dalam
dalam masyarakat. Dengan demikian, siswa-siswi menjadi
manusia yang berkarater, menjunjung pluralisme, dan
menghargai perbedaan gender.
114
Menggagas Kehidupan Melalui Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
115
Luther dan Pendidikan
Teknologi Pendidikan;
Sebuah Kemajuan yang Harus
Diimplementasikan Segera Demi
Kemajuan Para Siswa
Sahat Gultom
116
Teknologi Pendidikan; Sebuah Kemajuan yang Harus Diimplementasikan Segera ...
117
Luther dan Pendidikan
118
Teknologi Pendidikan; Sebuah Kemajuan yang Harus Diimplementasikan Segera ...
119
Luther dan Pendidikan
120
Teknologi Pendidikan; Sebuah Kemajuan yang Harus Diimplementasikan Segera ...
121
Luther dan Pendidikan
122
Teknologi Pendidikan; Sebuah Kemajuan yang Harus Diimplementasikan Segera ...
123
Luther dan Pendidikan
124
Teknologi Pendidikan; Sebuah Kemajuan yang Harus Diimplementasikan Segera ...
125
Luther dan Pendidikan
126
Proses Pertumbuhan Kemajuan
Perempuan Batak
I. PENDAHULUAN
Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan pendidikan
Perempuan Gereja (PG) ialah kegiatan belajar-mengajar yang
diselenggarakan oleh gereja dengan tujuan untuk men-
dewasakan iman, akal budi, pengetahuan dan keterampilan
anggota jemaat perempuan agar semakin mampu menghadapi
permasalahan dalam kehidupannya.
Sejak datangnya missionaries ke tanah Batak sudah
disadari bahwa pendidikan adalah jalan untuk memajukan
seseorang. Oleh karena itulah tahun 1889 Nn. Hester
Needhann dibantu Nn. Tora dan Nn. Domi (seorang pribumi)
memulai pendidikan untuk anak perempuan di Mandailing yang
saat itu masih sangat terbelakang. Pendidikan perempuan
dilakukan oleh Zr Nieman yang melayani di Toba dan Zr Elfrieda
Harder, beliau mulai dengan pengajaran Alkitab kepada
perempuan di Laguboti tempat Sekolah Bibelvrouw sekarang
ini. Kepada para perempuan itu mereka kemudian mengajarkan
kebersihan, keterampilan mengurus rumah tangga di samping
Firman Tuhan. Disamping itu sudah banyak juga perempuan
batak yang telah bersekolah umum, yang disebut sekolah
127
Luther dan Pendidikan
128
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
129
Luther dan Pendidikan
130
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
131
Luther dan Pendidikan
1. Komitmen Pimpinan
Perencanaan dimulai dengan perolehan persetujuan dan
dukungan pimpinan. Pimpinan harus ingat bahwa
pendidikan/pembinaan adalah tugas utama gereja, yaitu
132
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
133
Luther dan Pendidikan
Nama : ___________
Umur : ___________
Alamat : ___________
I. Mohon beri tanda () bidang yang anda ingin pelajari bila ada
peluang :
() Kerohanian/teologia
(...) Kepemimpinan
(...) Administrasi keuangan
() Keluarga sejahtera
() Hobi/rekreasi
() Kesehatan
() Keterampilan kerja
() Pertanian/pertamanan
() Peternakan kecil-kecilan
() Lansia yang sejahtera
() Menulis/baca
II. Sebutkan bidang lain yang belum dicantumkan diatas:
III. Mohon gambarkan lebih rinci/khusus, apa yang anda ingin
pelajari lebih jauh:
134
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
Laksanakan
Latihan
Evaluasi Sempurnakan
Latihan Latihan
135
Luther dan Pendidikan
136
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan hal penting juga dari pendidika.
Evaluasi sangatlah penting untuk memaksimalkan hasil
atau menyempurnakan penyelenggaraan pendidikan. Jadi
evaluasi bisa dilakukan pada akhir kegiatan atau ditengah-
tengah kegiatan oleh peserta maupun penyelenggara.
Bagian yang dievaluasi mencakup pembelajaran dan
penyelenggaraannya. Dari evaluasi dapat dinilai sejauh-
mana pendidikan tersebut berhasil guna. Selanjutnya,
evaluasi merupakan alat ukur untuk melanjutkan program
atau kegiatan. Dengan demikian hasil evaluasi dapat
dipakai sebagai ukuran pembelajaran yang telah tercapai
atau sebaliknya.
Diharapkan untuk mencapai hasil maksimal dari suatu
program atau kegiatan, evaluasi memunyai peranan
penting dari seorang pimpinan untuk kelanjutan suatu
proses pertumbuhan. Berbagai metode evaluasi dapat
137
Luther dan Pendidikan
138
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
*A.H Maslow, Motivation and Personality, New York, Harper and Brothers, 1954
139
Luther dan Pendidikan
140
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
- Pemberdayaan perempuan
- Kesadaran hak dan kewajiban
perempuan
- Komunikasi
- Kredit union
- Ketrampilan kerja sesuai tuntutan
pasar
- Pemeliharaan lingkungan
141
Luther dan Pendidikan
142
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
VI. HAMBATAN
Banyak hambatan dalam meningkatkan mutu dan jenis
program pendidikan perempuan di gereja, diantaranya:
1. Gereja masih belum banyak melayani kebutuhan
perempuan dengan mengadakan berragam pendidikan
(kegiatan belajar).
2. Belum banyak usaha gereja untuk menyadarkan
perempuan akan keterbelakangannya. Program
penyadaran ternyata masih harus digalakkan agar
perempuan mau memperjuangkan pengembangannya.
Dengan demikian tidak tergantung kepada orang lain
untuk memperoleh ilmu dan kemampuan.
3. Secara umum kemampuan perempuan masih rendah
sehingga mereka belum mampu membangkitkan dirinya
dan melibatkan diri dalam tugas-tugas yang rumit
termasuk pekerjaan menyangkut pengambilan keputusan.
143
Luther dan Pendidikan
144
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
145
Luther dan Pendidikan
146
Proses Pertumbuhan Kemajuan Perempuan Batak
VII. PENUTUP
Program pendidikan perempuan di Tanah Batak menurut
gambaran diatas masih sangat sederhana. Padahal melihat
tantangan zaman, kebutuhan untuk pendidikan perempuan
sangat besar. Harus ada gerakan yang kuat untuk menyelesai-
kan masalah ini. Oleh sebab itu gereja harus memusatkan
programnya pada pendidikan/pembinaan perempuan karena
tugas gereja yang utama adalah mendewasakan dan
memberdayakan manusia (bandingkan Ephesus 6:10-20 yang
menyatakan perlunya perlengkapan untuk menghadapi dunia
yang penuh masalah).
Pimpinan perlu mengadakan konsultasi para pakar
pendidikan guna memajukan program pendidikan di gereja-
gereja sehingga gereja memiliki ilmu dan berbagai informasi
terkait pembinaan, pelatihan dan pendidikan bagi perempuan
dan laki-laki sebagai mitranya.
147
Luther dan Pendidikan
I PENDAHULUAN
Pentingnya pendidikan serta keterkaitannya dengan
ketercapaian pembangunan telah lama disadari dan
diimplementasikan dan menjadi kesepakatan internasional
sebagaimana yang khususnya dinyatakan dalam Millenium
Development Goals (MDGs), Dakar Framework for Education
for All (EFA). Sejak 1990an masyarakat internasional semakin
meyadari peranan sentral pendidikan dalam pembangunan dan
MDGs dan menghasilkan gerakan Education For All (EFA) yang
disetujui pada 1990 di Jomtien, Thailand. Gerakan universal
untuk menutup kesenjangan dalam pendidikan telah diadopsi
oleh pemerintah dan badan-badan kerjasama internasional
memfokuskan pada strategi nasional dan global untuk
mewujudkan kesenjangan dalam pendidikan ini.
Pentingnya pendidikan dalam pembangunan suatu negara
telah banyak diulas dan dijadikan sebagai prasyarat dan
indikator pembangunan (World Bank 2002; UNDP 2006;
UNESCO 2010; World Bank 2012). Badan-badan international
dan nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam MGDs telah
menekankan dan merumuskan pendidikan sebagai tujuan dan
148
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
149
Luther dan Pendidikan
150
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
151
Luther dan Pendidikan
152
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
153
Luther dan Pendidikan
154
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
yang sama (World Bank 1993: 47). Studi yang dilakukan oleh
World Bank pada tahun 1993 menunjukkan bahwa kinerja
ekonomi di Negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia,
Republic Korea, Singapore dan Thailand lebih berhasil dan
lebih cepat daripada yang lainnya di Asia dalam menutup
kesenjangan jender di pendidikan dasar dan menengah.
Selanjutnya Klasen (1999 and 2002) dan Lagerlf (2003) juga
menemukan korelasi yang tinggi antara peningkatan jumlah
tahun anak perempuan yang bersekolah dengan pertumbuhan
ekonomi. Sementara itu studi-studi yang lain menunjukkan
kesenjangan jender dalam pendidikan memperlebar
kesenjangan dalam tingkat pendapat-an secara umum (World
Bank 1993; AWID 2009).
Keterkaitan antara pendidikan dengan pembangunan tidak
terbatas pada pertumbuhan saja (McMahon 2009.World Bank
1993:47; AWID 2009). Pendidikan merupakan komponen
penting untuk kesempatan dan pemberdayaan perempuan
dalam peningkatan kualitas hidup perempuan dan kontribusinya
terhadap pembangunan. Sejumlah studi empiris menunjukkan
pendidikan perempuan dapat meningkatkan gaji mereka dan
manfaat pendidikan perempuan kepada keluarga dan
masyarakat seringkali melebihi kontribusi kaum laki2 (King dan
Hill 1993; Strauss dan Thomas 1995; World Bank 2001; Schultz
2002,). Peningkatan pendidikan perempuan meningkatkan
kinerja pembangunan yang menggunakan Human Development
Index (HDI) seperti dalam hal kesehatan, pendidikan dan
kelangsungan hidup anak.
Keterlibatan perempuan dalam pendidikan sangat
mempengaruhi ketercapaian tujuan2 dalam MDGs. Kasus
155
Luther dan Pendidikan
156
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
157
Luther dan Pendidikan
158
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
159
Luther dan Pendidikan
160
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
161
Luther dan Pendidikan
162
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
163
Luther dan Pendidikan
164
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
165
Luther dan Pendidikan
166
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
167
Luther dan Pendidikan
168
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
169
Luther dan Pendidikan
170
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
171
Luther dan Pendidikan
172
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
173
Luther dan Pendidikan
174
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
175
Luther dan Pendidikan
176
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
177
Luther dan Pendidikan
178
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
179
Luther dan Pendidikan
180
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
181
Luther dan Pendidikan
182
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
183
Luther dan Pendidikan
184
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
185
Luther dan Pendidikan
186
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
187
Luther dan Pendidikan
188
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
189
Luther dan Pendidikan
190
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
191
Luther dan Pendidikan
192
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
193
Luther dan Pendidikan
194
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
195
Luther dan Pendidikan
196
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
197
Luther dan Pendidikan
198
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
Penutup
Kompleksitas dan kecepatan proses globalisasi ekonomi
dipacu dan ditentukan oleh semakin meningkatnya proses
yang didasarkan pada pengetahuan dan membutuhkan tenaga
kerja/SDM yang terdidik yang mampu mengelola dan
mengembangkan teknologi yang sesuai dengan tuntutan
globalisasi dan pembangunan dan juga ilmu pengetahuan baru
199
Luther dan Pendidikan
200
Pendidikan Tinggi dan Pembangunan Perspektif Gender
201
Luther dan Pendidikan
BIODATA
202
BIODATA PENULIS
sekarang; Dosen part time di STT-SU/IAKPSU untuk program S1
dan S2 tahun 2008 sampai sekarang
Istri : S.P. Br. Simanjuntak
Anak : Tracy Majesty (Pr)
Alvon Bernardo (Lk)
Tabitha Frieda (Pr)
Yudith Anastasya (Pr)
Sahat Gultom
Lahir di Jakarta, 6 Maret 1971 menikah dengan Gloria Sinaga di
HKBP. Saat ini bekerja sebagai pengusaha bidang IT dan
elektrikal di Jakarta.
Pengalaman selama 6 tahun di Singapura dan sebagai Sintua
memberikan banyak waktu untuk ikut dalam pelayanan pemuda
dan keluarga muda, baik di HKBP Singapore maupun di Johor
Bahru dan Klang, Malaysia. Beberapa kali menjadi narasumber
203
Luther dan Pendidikan
pelatihan Pendeta dan Sintua untuk pengembangan soft-skill
di HKBP dan beberapa gereja lain.
204