1. Standar Umum
Pelatihan dan kecakapan teknis yang memadai
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
Independensi sikap mental
Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
Kecermatan profesional
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalisnya dalam cermat dan seksama.
3. Standar Pelaporan
Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Laporan audit harus menunjukkkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi
tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dalamhubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode
sebelumnya.
Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus dipandang memadai
kecualidinyatakan lain dalam laporan audit.
Laporan audit harus memuat suatu pendapat mengenai laporan keuangan
secaramenyeluruh atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diterima.
ISA secara umum serupa dengan GAAS di Indonesia, meskupiun ada beberapa perbedaan. Jika
auditor di Indonesia mengaudit laporan keuangan historis sesuai dengan ISA, auditor harus
memenuhi semua persyaratan ISA yang jauh diluar cakupan GAAS.
ISA tidak mengesampingkan peraturan-peraturan yang berlaku di suatu negara yang mengatur
audit atas informasi keuangan atau informasi lainnya, karena peraturan di setiap negara itu
sendiri biasanya mengatur praktik-praktik audit. Peraturan ini mungkin berupa ketetapan atau
pernyataan yang dikeluarkan oleh badan pengatur atau badan profesional.
BAB 4 ETIKA PROFESIONAL
Pengertian Etika
Etika didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral. Perilaku etis sangat
diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara teratur. Kebutuhan akan etika dalam
masyarakat cukup penting, sehingga banyak nilai etika umum yang dimasukkan ke dalam
undang-undang.
Contoh serangkaian prinsip yang telah ditentukan dapat dilihat dalam prinsip-prinsip yang
dikembangkan oleh Josephson Institute of Ethics, sebuah organisasi nirlaba bagi
pengembangan kualitas etika masyarakat. Berikut ini adalah enam nilai etis mengenai perilaku
etis menurut Josephson Institute:
- Dapat dipercaya (trustworthiness) mencakup kejujuran, integritas, reabilitas, dan
loyalitas. Kejujuran menuntut itikad baik untuk mengemukakan kebenaran. Intergritas berarti
bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kesadaran yang tinggi, dalam situasi apapun.
Reabilitas berarti melakukan semua usaha yang masuk akal untuk memenuhi komitmennya.
Loyalitas adalah tanggung jawab untuk mengutamakan dan melindungi berbagai kepentingan
masyarakat dan organisasi tertentu
- Penghargaan (respect) mencakup gagasan seperti kepantasan (civility),
kesopansantunan (courtesy), kehormatan, toleransi, dan penerimaan, seseorang yang terhormat
akan memperlakukan pihak lainnya dengan penuh pertimbangan dan menerima perbedaan
serta keyakinan pribadi tanpa nerprasangka buruk.
- Pertanggungjawaban (responsibility) berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang
serta dpat menahan diri. Pertanggungjawaban juga berarti serusaha sebaik mungkin dan
memberi teladan dengan contoh, mencakup juga ketekunan serta upaya untuk terus melakukan
perbaikan
- Kelayakan (fairness) dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap
tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan. Perlakuan yang layak berarti
bahwa situasi yang serupa akan ditangani dengan cara yang serupa pula.
- Perhatian (caring) berarti bersungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain
dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesama serta memperlihatkan
perbuatan baik
- Kewarganegaraan (citizenship) termasuk kepatuhan pada undang-undang serta
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam masyarakat berjalan
dengan baik, antara lain pemungutan suara, bertindak sebagai juri pengadilan AS,dan
melindungi sumberdaya alam yang ada.
Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda
dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Ada dua alasan utama
mengapa seseorang bertindak tidak etis yaitu:
1. Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum. Contoh besar adalah
pencuri. Sebagian besar orang yang melakukan tindakan tersebut tidak menunjukkan rasa
penyesalan saat mereka tertangkap, karena standar etika mereka berbeda dengan yang
berlaku di masyarakat keseluruhan.
2. Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Dalam setiap kasus, orang
tersebut mengetahui bahwa perilakunya tidak benar tetapi ia memilih untuk tetap
melakukan itu karena diperlakuan pengorbanan pribadi untuk bertindak secara etis.
DILEMA ETIKA
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat. Para auditor, akuntan, serta pelaku
bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Auditor yang
menghadapi klien yang mengancam akan mencari auditor baru kecuali bersdia menerbitkan
suatu pendapat tanpa pengecualian itu tidak tepat.
Ada cara-cara alternatif untuk menyelesaikan dilema etika, tetapi kita harus berhati-hati
untuk menghindari metode yang merasionalkan perilaku tidak etis. Berikut ini adalah metode-
metode rasionalisasi yang sering digunakan, yang dengan mudah dapat mengakibatkan
tindakan tidak etis yaitu Setiap orang melakukannya; Jika sah menurut Hakim, Hal itu etis;
Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya.
Dalam tahun-tahun terakhir, telah dikembangkan kerangka kerja formal untuk
membantu orang-orang menyelesaikan dilema etika. Tujuan dari kerangka kerja seperti itu
adalah membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan memutuskan serangkaian tindakan yang
tepat dengan menggunakan nilai dari orang itu sendiri. Pendekatan enam-langkah berikut ini
dimaksudkan agar dapat menjadi suatu pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan
dilema etika:
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh olehakibat dari dilema tersebut dan bagaimana
setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus menyelesaikan
dilema tersebut
5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif
6. Memutuskan tindakan yang tepat
Arti istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar
memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat.
Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya tanggung jawab kepada masyarakat,
klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat, meskipun itu berarti pengorbanan
diri. Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi
adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikam oleh profesi, tanpa
memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Cara-cara profesi dan masyarakat mendorong akuntan publik berperilaku pada tingkat
yang tinggi :
KODE PERILAKU PROFESIONAL
Kode Perilaku Profesional AICPA menyediakan baik standar umum perilaku yang
ideal maupun peraturan perilaku khusus yang harus diberlakukan.
Klien. Setiap orang atau entistas, selain dari atasan anggota, yang menugaskan anggota atau
kantornya untuk melaksanakan jasa profesional
Kantor akuntan. Bentuk organisasi yang diizinkan oleh hukum dan peraturan yang
karakteristiknya sesuai dengan resolusi Dewan American Institute of Certified Accountants
yang bertugas dalam praktik akuntansi publik
Institute, American Institute of Certified Public Accountants
Anggota. Seorang anggota, anggota asosiasi, atau asosiasi international dari American
Institute of Certified Accountants
Praktik akuntansi publik. Praktik akuntansi publik terdiri dari pelaksanaan kerja untuk klien
oleh seorang anggota atau kantor akuntan anggota, yang bertindak sebagai akuntan publik, atau
jasa profesional akuntansi, perpajakan dll.
Prinsip-prinsip etis
1. Tanggung jawab. Dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai profesional, para
anggota harus melaksanakan pertimbangan profesionalnya dan moral yang sensitif dalam
semua aktivitas mereka
2. Kepentingan publik. Para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian
rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan publik, serta
menunjukkan komitmennya pada profesionalisme.
3. Intergritas. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profeisonalnya dengan tingkat integritas
tertinggi.
4. Objektifitas dan independensi. Anggota harus memperthankan objektifitasnya dan bebas
dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang
berpraktik bagi publik independen baik dalam fakta maupun dalam penampilan ketika
menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya.
5. Keseksamaan. Anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi, terus
berusaha meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang diberikannya, serta melaksanakan
tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
6. Ruang lingkup dan sifat jasa. Anggota yang berpraktik bagi publik harus memperhatikan
prinsip-prinsip Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang
akan disediakannya.
Kaidah etika
Kaidah adalah penjelasan oleh komite eksekutif dari divisi etika profesional tentang
situasi factual khusus. Sejumlah besar kaidah etika dipublikasikan dalam versi yang diperluas
dari kode prilaku profesional AICPA.
Aplikapabilitas peraturan prilaku
Peraturan prilaku yang terdapat dalam kode perilaku profesional AICPA diterapkan
pada semua anggota AICPA atas semua jasa yang diberikan, apakah anggota tersebut
berpraktik atau tidak berpraktik sebagai akuntan publik, kecuali dinyatakan secara khusus
dalam kode etik tersebut.
Setiap peraturan diterapkan pada jasa atestasi, dan kecuali dinyatakan sebaliknya, juga
diterapkan ke semua jenis jasa yang disediakan oleh kantor akuntan publik seperti jasa
aperpajakan dan manajemen. Hanya ada dua peraturan yang dikecualikan bagi jasa-jasa
nonatestasi tertentu:
1. Peraturan 101 Independensi. Peraturan ini mensyaratkan independensi hanya jika AICPA
telah menetapkan ketentuan independensi melalui badan penyusun peraturan yang berada di
bawahnya, seperti Auditing Standards Board. AICPA mensyaratkan independensi hanya untuk
penugasan atestasi.
2. Peraturan 203 Prinsip - prinsip akuntansi. Peraturan ini hanya berlaku pada saat
menerbitkan sesuatu pendapat audit atau laporan jasa review atas laporan keuangan.
INDEPENDENSI
Nilai auditing bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Independensi
terbagi dua yaitu :
1. Independensi dalam berpikir
2. Independensi dalam penampilan
Ketentuan Sarbanas dan SEC yang mengatur tentang Independensi
1. Komite audit : sejumlah anggota direksi perusahaan yang tanggung jawabnya
termasuk membantu auditor agar tetap independen dari manajemen.
2. Konflik yang timbul dari hubungan personalia : penerimaan mantan anggota audit
pada sebuah klien akan meningkatkan masalah dalam independensi.
3. Rotasi Partner
4. Kepentingan kepemilikan : aturan SEC dilarang menugaskan dan melarang
kepemilikan pada klien yang dapat mempengaruhi audit.
2. Restatement of Torts
Pendekatan yang digunakan oleh sebagian besar negara bagian adalah
menerapkan peraturan yang mengacu pada Restatement of Torts, yaitu seperangkat
prinsip hukum otoritatif. Restatement rule menyatakan bahwa foreseen users harus
menjadi anggota dari kelompok pemakai yang terbatas dan dapat diidentifikasi yang
mengandalkan pekerjaan akuntan publik.
3. Forseeable Users
Menurut konsep ini, para pemakai yang sudah harus dapat ditentukan
sebelumnya oleh auditor sebagai pemakai laporan keuangan klien, memiliki hak yang
sama seperti halnya pada privity of contract.
Kewajiban Sipil Menurut Undang-Undang Sekuritas Federal
Securities Act Tahun 1993
Section 11 dari UU tahun 1933 mendefinisikan hak pihak ketiga dan auditor yang
diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Setiap pihak ketiga yang membeli sekuritas, yang dijelaskan dalam laporan
pendaftaran bisa menggugat auditor atas adanya salah saji yang material atau
penghilangan angka dalam laporan keuangan yangtelah diaudit yang disertakan dalam
laporan pendaftaran
2. Pemakai pihak ketiga tidak mempunyai beban untuk membuktikan bahwa mereka
mengandalkan laporan keuangan atau bahwa auditor telah lalai atau menipu dalam
melakukan audit.
3. Auditor berkewajiban menunjukkan pembelaannya bahwa audit yang memadai telah
dilakukan atau seluruh atau sebagian dari kerugian penggugat disebabkan oleh faktor-
faktor selain laporan keuangan yang menyesatkan.
Kewajiban Kriminal
Cara keempat para akuntan publik yang dapat dianggap bertanggung jawab adalah
menurut kewajiban kriminal bagi akuntan (criminal liability for accountants). Akuntan publik
dapat disalahkan karena tindakan criminal menurut hukum federal ataupun negara bagian.
Menurut hukum negara bagian, undang-undang yang paling mungkin berlaku adalah Uniform
Securities Act, yang serupa dengan dengan sebagian peraturan SEC.