Anda di halaman 1dari 5

UJI SENYAWA TERPENOID

A. Tujuan
1) Dapat melakukan uji senyawa terpenoid.
2) Mengetahui adanya senyawa steroid dan terpenoid dalam buah cabai rawit
(Capsicum frutescens).
B. Hasil
Tabel 4. Hasil uji senyawa terpenoid Capsicum annuum
No. Uji Terpenoid Hasil
Senyawa Steroid (-) Tidak terjadi perubahan larutan warna
1.
menjadi hijau biru
2. Senyawa Terpenoid (+) Perubahan warna larutan menjadi warna
merah kecoklatan.

C. Pembahasan
Pengujian terpenoid pada cabai rawit (Capsicum frutescens) dilakukan
pengujian terhadap ada atau tidak adanya senyawa steroid dan pengujian senyawa
terpenoid. Pada pengujian sebanyak 2,5 ml ekstrak cabai rawit di masukkan ke
dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan etanol 96% sebanyak 0,25 ml serta
ditambahkan asam asetat anhidrat 0,25 ml dan asam sulfat pekat 1 ml. Apabila
hasil posistif akan terbentuk warna coklat disertai dengan adanya cincin hijau
steroid (Mukhlish, 2010). Dari reaksi yang terbentuk berdasarkan hasil praktikum
pengujian senyawa steroid menunjukkan bahwa cabai rawit (Capsicum frutescens)
teruji negatif atau tidak mengandung steroid, yang ditandai tidak terdapat
perubahan warna menjadi hijau biru. Sedangkan untuk pengujian senyawa
terpenoid menunjukkan uji positif yaitu terdapat senyawa terpenoid dengan
ditunjukkan terdapat perubahan warna pada larutan yang semula berwarna orange
cerah berubah menjadi merah kecoklatan.
Pemberian etanol pada ekstrak dapat berperan sebagai pengekstrak sebab
etanol merupakan pelarut organik. Penambahan asam asetat anhidrat dalam uji ini
akan menyerap air yang nantinya membantu pengoksidasian oleh asam sulfat
pekat sebab reaksi pengoksidasian asam tidak dapat berlangsung apabila masih
terdapat air dalam ekstrak yang diuji. Senyawa steroid atau triterpenoid akan
mengalami dehidrasi dengan penambahan asam kuat dan membentuk garam yang
memberikan sejumlah rekasi warna (Mukhlish, 2010). Pengujian sperti ini disebut
sebagai metode Lieberman-Burchard untuk menguji karakteristik adanya sterol
tidak jenuh (Harborne, 1987). Adapun reaksi perkiraan uji terpenoid/steroid
seperti berikut.

Gambar 1. Reaksi perkiraan uji terpenoid dan steroid

Terpenoid merupakan senyawa kimia yang terdiri atas bebrapa unit isopren.
Biosintesa dari terpenoid ini sendiri dapat terjadi dalam beberapa reaksi, yang
salah satu dari reaksi tersebut dapat menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik,
yaitu skualena (Yadava, 2014).
Hill dan Sharma (1996) dalam Vinayaka et al (2010) menyebutkan bahwa
pada tanaman Capsicum frutescens terdapat senyawa steroid pada bagian buah
maupun pada daun. Begitu pula seperti penelitian lainnya yang menyebutkan
bahwa pada buah Capsicum frutescens terkandung senyawa steroid (Hegde et al,
2014). Namun dalam literatur lainnya telah disebutkan bahwa dalam buah
Capsicum frutescens terdapat senyawa steroid saponin (De Lucca et al, 2006).
Berdasarkan literatur telah disebutkan bahwa pada buah Capsicum frutescens
mengandung senyawa steroid, hal ini berbanding terbalik dengan hasil dari
percobaan yang telah dilakukan bahwa dalam percobaan yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa hasil negatif, artinya senyawa steroid tidak ditemukan pada
buah Capsicum frutescens tersebut. Hal ini dapat diindikasikan penyebabnya
adalah kesalahan dalam pembacaan hasil akhir dalam percobaan dan kesalahan
praktikan dalam memberikan takaran komposisi pereaksi, sehingga perubahan
warna kehijauan pada larutan tidak teramati.
Selain pada Capsicum frutescens, senyawa steroid juga ditemui pada spesies
dari genus Capsicum lainnya, yaitu pada Capsicum annuum. Diketahui dari data
NCBI dengan author Yahara dkk yang telah melakukan penelitian menyebutkan
bahwa telah ditemukan steroid pada tanaman tersebut. Steroid tersebut diisolasi
dari biji dan akar dari Capsicum annuum var. Conoides dan Capsicum annuum
var. Fasciculatum (Yahara et al, 1994).
Selain untuk mengetahui keberadaan steroid, dalam percobaan ini juga untuk
mengetahui keberadaan dari senyawa terpenoid. Telah disebutkan bahwa dari
percobaan diketahui menunjukkan hasil positif, bahwa Capsicum frutescens
mengandung senyawa terpenoid dengan adanya perubahan warna larutan menjadi
merah kecoklatan. Berdasarkan literatur pemberian asam sulfat pekat pada
percobaan berfungsi untuk menghidrolisis air sehingga terbentuk warna merah
yang berasal dari reaksi antara sterol tidak jenuh atau triterpen dalam asam
(Harborne, 1987). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa biosintesa dari terpenoid
ini sendiri dapat terjadi dalam beberapa reaksi, yang salah satu dari reaksi tersebut
dapat menghasilkan triterpenoid dan steroid (Yadava, 2014).
Hasil dari percobaan menunjukkan keselarasan dengan literatur yang
menyebutkan bahwa pada cabai rawit (Capsicum frutescens) terdapat senyawa
tepenoid (Ikpeme et al, 2014). Penelitian Ikpeme et al (2014) menyatakan bahwa
pada Capsicum frutescens terdapat senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, dan
karotenoid. Selain pada Capsicum frutescens, senyawa terpenoid juga dapat
ditemui pada Capsicum lainnya, yaitu pada Capsicum genus dan Capsicum
annuum. Bahkan dalam penelitiannya disebutkan bahwa kandungan terpenoid
tertinggi ada pada Capsicum annuum (3,25 0,11%) yang berbeda signifikan
dibandingkan dengan Capsicum frutescens dan Capsicum annuum (Ikpeme et al,
2014).
Apabila percobaan yang telah dilakukan dikaitkan dengan berbagai sumber
yang telah dijabarkan, maka ketika suatu campuran larutan ekstrak buah
Capsicum frutescens dengan etanol dan asam asetat anhidrat ditambah dengan
asam sulfat pekat terlihat bahwa terjadi perubahan warna menjadi merah
kecoklatan hal ini terjadi karena adanya reaksi antara sterol tidak jenuh atau
triterpen dalam asam (Harborne, 1987). Sterol tidak jenuh atau triterpenoid ini
sendiri diketahui merupakan hasil reaksi dari biosintesa terpenoid (Yadava, 2014),
sehingga apabila dalam cabai rawit terdapat terpenoid akan terbentuk warna
merah kecoklatan karena adanya reaksi triterpenoid dalam asam.

D. Daftar Rujukan
De Lucca A.J, Boue S., Palmgren M.S., Maskos K. dan Cleveland T.E. 2006.
Fungicidal Properties of Two Saponins from Capsicum frutescens and the
Relationship of Structure and Fungicidal Activity. Can. J. Microbiol. Vol.
52.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Edisi ke dua. Bandung: ITB Press.
Hegde S.V, Hegde G.R, Mulgund G.S, dan Upadhya V. 2014. Pharmacognostic
Evaluation of Leaf and Fruit of Capsicum frutescens (Solanaceae). Phcog
J. Vol. 6 (3).
Ikpeme C.E, Henry P, dan Oiri O.A. 2014. Comparative Evaluation of the
Nutritional, Phytocemical and Microbiological Quality of Three Pepper
Varities. Journal of Food and Nutrition Sciences. Vol. 2 (3).
Vinayaka K.S, Prashith Kekuda T.R, Nandini K.C, Rakshitha M.N, Ramya
Martis, Shruthi J, Nagashree G.R dan Anitha B. Potent insecticidal activity
of fruits and leaves of Capsicum frutescens (L.) var. longa (Solanaceae).
Der Pharmacia Lettre. Vol. 2 (4).
Yadava N, Yadava R dan Goyal A. Cemistry of Terpenoids. International Journal
of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Vol. 27 (2).
Yahara, S., Ura, T., Sakamoto, C., dan Nohara, T. 1994. Steroidal Glycosides
from Capsicum anuum. ELSEVIER Phytochemistry. Vol. 37 (3).

Anda mungkin juga menyukai