Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kloramfenikol ditemukan pada tahun 1947, kloramfenikol adalah antibiotika jenis


bakteriostatik dengan menghambat sintesis protein dengan cara menghambat aktivitas
peptidil transferase dari ribosom bakteri.

Kloramfenikol adalah antibiotik yang kuat dengan kemampuan untuk membunuh


berbagai bakteri. Ini mengganggu produksi protein yang bakteri perlukan untuk
memperbanyak diri dan untuk membelah diri. Hal ini menghambat bakteri untuk berkembang
(bakteriostatik) sehingga menghentikan penyebaran infeksi. Obat golongan ini digunakan
untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik
yang kurang efektif.

Kloramfenikol berspektrum luas, efektif untuk kebanyakan bakteri aerob dan anaerob,
kecuali pseudomonas. Efek merugikan dari kloramfenikol adalah depresi sumsum tulang
belakang dan anemia aplastika, yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, kloramfenikol
sebaiknya dicadangkan hanya untuk infeksi yang mengancam kehidupan. Obat ini biasanya
digunakan untuk mengobati infeksi mata, jenis infeksi mata yang paling umum terjadi yaitu
konjungtivitis. Infeksi ini biasanya berawal dengan hanya menyerang salah satu mata,
sebelum kemudian menular ke mata yang satunya. Penderita konjungtivitis mengalami
radang pada mata disertai gejala seperti bagian putih mata terlihat memerah, mata berair, dan
terasa gatal, serta kelopak mata menjadi bengkak. Pada kasus seperti ini biasanya digunakan
pengobatan pada jenis salep mata kloramfenikol.

Salep adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk
pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. Salep mata harus steril, harus
memenuhi uji sterilitas sebagaimana tertera pada compendia resmi. Dasar salep mata harus
tidak mengiritasi mata dan harus memungkinkan difusi obat ke seluruh mata dibasahi karena
sekresi cairan mata. Dasar salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus bertitik lebur atau
titik melumer mendekati suhu tubuh. Zat atau bahan obat ditambahkan ke dalam dasar salep
berbentuk larutan atau serbuk halus. Sediaan mata umumnya memberikan bioavaibilits lebih
besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu
kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Dari tempat
kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, dan iris mata.

Tujuan

Membuat salep dengan berbagai jenis basis; mengamati pengaruh basis terhadap
karakteristik fisik dan pelepasan bahan aktif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan
bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk
menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata
diberikan dalam volume kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk
sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata
(Ansel, 2008).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yang dimaksud dengan salep


mata adalah salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep
mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan
ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Basis yang umum digunakan adalah
lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan pembantu
yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet. Dasar salep harus
mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu tubuh (Ansel, 2008). Salep mata
digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat mengandung satu atau
lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus),
antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis
yang sesuai (Voight, 1994).

Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat
dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta
memenuhi uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak
dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunkaan bahan yang memenuhi
syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus
mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam
monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Zat antimikroba
yang dapat digunakan antara lain : klorbutanol dengan konsentrasi 0,5 % , paraben
dan benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 0,02 %. Bahan obat yang
ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata
harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel
logam pada uji salep mata (Depkes RI, 1995).

Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan
penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin
sterilitas pada pemakaian pertama (Depkes RI, 1995). Wadah salep mata
kebanyakan menggunakan tube, tube dengan rendahnya luas permukaan jalan
keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaianya sampai tingkat
yang minimum. Secara bersamaan juga memberikan perlindungan tehadap cahaya
yang baik. Pada tube yang terbuat dari seng, sering terjadi beberapa peristiwa tak
tersatukan. Sebagai contoh dari peristiwa tak tersatukan telah dibuktikan oleh
garam perak dan garam air raksa, lidocain (korosi) dan sediaan skopolamoin yang
mengandung air (warna hitam). Oleh karena itu akan menguntungkan jika
menggunakan tube yang sebagian dalamnya dilapisi lak.

Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi
obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka
waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar
salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik
melumer mendekati suhu tubuh. Dalam beberapa hal campuran dari petrolatum
dan cairan petrolatum (minyak mineral) digunakan sebagai dasar salep mata
(Ansel, 2008). Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat
digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Basis yang umum digunakan adalah
lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum. (Voight, 1994).

Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan
dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan
bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air.
Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih
baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995).

Adapun sedian salep mata yang ideal adalah :

a. Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang


diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh
penderita.

b. Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam

c. pembuatannya akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan


kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan menurunkan
bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.

d. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.

e. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi


kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.

f. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.

g. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril.

Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah
waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan mata umumnya dapat
memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang
ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah
obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah
kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui
lensa mata (Ansel, 2008).

1.1.1 Farmakokinetik

Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan
mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata yaitu katarak
memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara
mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine.
Perlu diingat untuk penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses
absorsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya
pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi kedalam jaringan,
rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi
sekali dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma-t1/2-nya
rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang
baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami
keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif
dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahrdhja, 2007).

1.1.2 Indikasi

Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksternal yang disebabkan bakteri.

1.1.3 Kontraindikasi

Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol.

1.1.4 Mekanisme Kerja

Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang memiliki spektrum yang luas terhadap


berbagai jenis baketeri gram negatif dan gram positif. Kloramfenikol merupakan suatu
antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein pada tingkat
ribosom. Obat ini mengikatkan dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari
ribosom RNA 70S. Kloramphenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari
molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada
kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik dengan situs
aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida
yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer ke asamamino aseptornya,
sehingga sintesis protein terhenti.

1.1.5 Efek Samping

Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata.
Reaksi hipersensitifitas dan inflamasi termasuk konjunctivitas, terbakar, angioheurotic
edema, urticaria vesicular/maculopapular dermatitis (jarang terjadi).
1.1.6 Dosis

Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5 1 % dalam


sediaan (Ansel, 2008). Dalam pengobatan infeksi mata, kloramfenikol biasanya digunakan
sebanyak 0,5 % dalam larutan atau sebanyak 1 % dalam salep mata.

1.1.7 Penyimpanan

Disimpan pada suhu dibawah 30oC.

1.2 Tinjauan Sifat Fisiko Kimia Bahan Obat

1.2.1 Kloramfenikol

1. Struktur dan Berat Molekul

Struktur :

BM : 323,13 gr/mol

2. Kelarutan Tabel

1. Tingkat Kelarutan Kloramfenikol

Pelarut Kelarutan
Air Sukar larut (1:400)
Kloroform Sukar larut
Eter Sukar larut
Etanol Mudah larut (1: 2,5)
Propilen glikol Mudah larut (1: 7)
Aseton Mudah larut
Etil asetat Mudah larut
3. Stabilitas

Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan hingga waktu yang
cukup lama dengan menempatkan sediaan pada kondisi yang optimum selama penyimpanan.

Terhadap cahaya : Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol diusahakan


terlindung dari cahaya atau sinar matahari.

Terhadap suhu : Sediaan ini bertambah stabil pada suhu 350C dengan penambahan
sodium metabisulfit dan disodium edetat. Umumnya stabilitas akan berkurang pada suhu
250C. Menurut Reynolds (1982), sediaan kloramfenikol stabil selama 2 tahun jika disimpan
pada suhu 20o -25oC.

Terhadap pH : pH stabil dari zat kloramfenikol adalah berkisar antara 4,5 sampai 7,5.

Terhadap oksigen : Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen.

4. Titik lebur 149-1530 C.

5. Inkompatibilitas

Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid, Calcium chloride, Carbenicillin sodium,


Chlorpromazine HCl, Erythromycin salts, Gentamicin sulfat, Hydrocortisone sodium
succinate, Hydroxyzine HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone sodium succinate,
Nitrofurantoin sodium, Novobiocin sodium, Oxytetracycline, Phenytoin sodium, Polymixin B
sulphate, Prochlorperazine salts, Promazine HCl, Prometazine HCl, Vancomycin HCl,
Vitamin B complex.

1.2.2 Tinjauan Sifat Fisiko Kimia Bahan Tambahan

A. Lanolin (Adeps lanae)

- Definisi

Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba
Ovis aries Linn (Famili Bovidae), yang dibersihkan, dihilangkan warna dan baunya.
Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari
0,02%.

- Pemerian

Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.

- Kelarutan

Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar
larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam
kloroform.
- Stabilitas

Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi, sehingga didalamnya ditambahkan antioksidan


yaitu butilated hidroksitoluena. Ekspose pemanasan yang lama dapat menyebabkan warna
lanolin menjadi gelap dan menimbulkan bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi dengan
sterilisasi panas kering pada suhu 150oC. Pada ediaan salep mata yang mengandung lanolin,
dapat menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma.

- Penyimpanan

Disimpan pada tempat yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan pada temperature 15
30oC.

- Titik lebur

38 44o C.

- Penggunaan

Agen pengemulsi, basis salep.

B. Parafin

Definisi :

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang dperoleh dari minyak mineral, sebagai zat
pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butylhidroksitoluena tidak lebih dari 10 bpj.

Pemerian :

Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hamper tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.

Kelarutan :

Dalam air : tidak larut

Dalam alkohol : sedikit larut alkohol

Dalam minyak menguap : larut

Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali minyak jarak).

Stabilitas & Penyimpanan :


Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan pembekuan yang berulang
dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin harus disimpan pada tempat yang tertutup rapat,
dengan temperature tidak kurang dari 40oC.

Penggunaan :

Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan sebagai lubrikan
dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering.

C. Vaselin flavum

- Definisi :

Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat yang
diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang sesuai.

- Pemerian :

Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah, berfluoresensi sangat lemah walaupun
setelah melebur. Dalam lapisan tipis transparan. Tidak atau hampir tidak berbau dan berasa.

- Kelarutan :

Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbon disulfide, dalam kloroform
dan dalam minyak terpentin, larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam minyak
lemak dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam
etanol mutlak dingin.

- Stabilitas & Penyimpanan :

Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya.

- Titik lebur :

38-60oC.

- Penggunaan :

Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada pengobatan pada penyakit kulit.
D. Benzalkonium Klorida

Pemerian :

Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putihkekuningan. Biasanya berbau
aromatic lemah. Larutan dalamair berasa pahit, jika dikocok sangat berbusa dan
biasanyasedikit alkali

Kelarutan :

Sangat mudah larut dalam air dan etanol, bentuk anhidratmudah larut dalam benzena dan
agak sukar larut dalam eter.

Stabilitas & Penyimpanan :

Higroskopis, bisa dipengaruhi oleh cahaya, udara dan logam. Larutannya stabil pada rentang
pada dan temperatur yang lebardan bisa disterilisasi dengan autoklaf.
Tempat terlindung dari cahaya, hindari kontak dengan logam.

Penggunaan :

Pengawet antimikroba, antiseptik, desinfektan, bahan pensolubilisasi, bahan pembasah.


Benzalkonium kloridaadalah senyawa amonium kuarterner yang digunakan dalam formulasi
farmasetikal sebagai antimikroba yang dalamaplikasinya sama dengan sur"aktan kation lain,
seperticetrimide. Dalam sediaan obat mata, benzalkonium klorida adalah pengawet yang
sering digunakan, pada konsentrasi 0,01% - 0,02% b/v. Sering digunakan dalam kombinasi
dengan pengawet atau eksipien lain, terutama 0,1% b/v dinatrium edetat, untuk
meningkatkan aktivitas mikroba melawan pseudomonas.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Bentuk dan Formula yang dibuat


Salep Mata Kloramfenikol sebanyak 5 buah dengan bobot bersih masingmasing sediaan 2
gram.

3.2 Permasalahan
1. Kloramfenikol tidak larut air, sehingga ketika mencampurkan kloramfenikol pada basis akan
lebih sulit dihomogenkan, karena tidak dapat dilarutkan dalam air sebelum dicampur ke dalam
basis.

2. Karena akan digunakan pada konjungtiva mata maka, basis salep harus cukup lembut.

3.3 Pengatasan Masalah


1. Kloramfenikol dicampurkan dalam basis lemak, digerus dalam mortir hingga halus, baru
ditambahakan basis sedikit demi sedikit.

2. Untuk membuat basis salep yang lebih lembut, dilakukan penggantian 10% vaselinum flavum
dengan parafin cair.

3.4 FORMULASI

FORMULASI I

No. Zat Aktif Zat Tambahan Fungsi Kadar (dalam


mg)
1. Kloramfenikol 100 mg
2. Setil alcohol Stiffening agent 250 mg
3. Adeps lanae Basis salep 600 mg
4. Paraffin cair Sebagai lubrican 4000 mg

5. Vaselin kuning Basis salep 5050 mg

Sumber formulasi : Evi. 2009. Salep Mata. (cited 2011, 16 April).

FORMULASI II
No. Zat Aktif Zat Tambahan Fungsi Kadar (dalam
mg)
1. Kloramfenikol 100 mg
2. Adeps lanae Basis salep 1000 mg
3. Vaselin flavum Basis salep 8000 mg

4. Paraffin cair Sebagai lubrican 1000 mg

Sumber formulasi : Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957.
Scovilles The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company.

FORMULASI III

No. Zat Aktif Zat Tambahan Fungsi


1. Kloramfenikol
2. Cetyl alcohol Stiffening agent
3. Destiled water

4. Liquid paraffin Sebagai lubrican

Sumber formulasi : Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London :
The Pharmaceutical Press.
FORMULASI IV (RANCANGAN FORMULASI KELOMPOK 8)
No. Zat Aktif Zat Tambahan Fungsi Kadar
1. Kloramfenikol 1%
2. Adeps lanae Basis salep 70 %
3. Vaselin flavum Basis salep 14 %

4. Paraffin cair Sebagai lubrican 14 %

5 Benzalkonium Sebagai pengawet 0,01 %


Klorida

Berat salep : 3 gram

3.2 PERHITUNGAN
1
1. Klorampenikol = 100 x 3 gram = 0,03 gram
30
Pengenceran = x 100 mg = 60 mg
50
70
2. Adeps lanae = 100 x 3 gram = 2,1 gram
14
3. Vaselin flavum = 100 x 3 gram = 0,42 gram
14
4. Paraffin cair = 100 x 3 gram = 0,42 gram
0,01
5. Benzalkonium klorida = x 3 gram = 0,0003 gram
100
0,3
Pengenceran = x 10000 mg = 60 mg
50

3.3 ALAT DAN BAHAN

A. ALAT

1. Oven
2. Gunting
3. Batang Pengaduk
4. Pipet tetes besar
5. Pipet tetes kecil
6. Kaca Arloji
7. Sudip
8. Mortir dan stamper
9. Cawan
10. Tube salep
11. Spatula
12. Spiritus
13. Tissue / Lap / Aluminium Foil Heavy Duty
14. Kain kasa steril
15. Kertas perkamen

B. BAHAN

1. Kloramfenicol
2. Adeps lanae
3. Paraffin liquid
4. Vaselin flavum

3.4 METODE PEMBUATAN

1. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu,


2. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya,
3. Basis salep (lanolin, parafin cair, dan Vaseline flavum) diletakkan pada cawan porselen
yang telah dilapisi kasa steril,
4. Basis salep kemudian dilebur dalam oven pada suhu 60oC selama 60 menit,
5. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua basis meleleh sempurna dan tercampur
dengan homogen.
6. Benzalkonium klorida di gerus di dalam mortar hingga halus,
7. Kloramfenikol digerus didalam mortir hingga halus,
8. Sedikit demi sedikit basis dimasukkan kedalam mortir yang telah berisikan kloramfenikol
dan benzalkonium klorida kemudian diaduk hingga homogen.
9. Campuran bahan ditimbang sebanyak 3 g, lalu dimasukkan kedalam tube yang telah
disiapkan.
10. Tube yang telah berisikan salep kemudian diberikan etiket, lalu dimasukkan kedalam
kemasan.

3.5 CARA STERILISASI

NO PERALATAN CARA STERILISASI


1. Cawan porselin Oven 180 0C selama 30 menit

2. Pipet tetes Autoklaf 121 0C selama 15 menit

3. Spatula logam Oven 1800C selama 30 menit

4. Batang pengaduk Oven 1800C selama 30 menit

5. Mortir dan stamper Sterilasi dengan alkohol 96% dan


pembakaran langsung

6. Sudip Autoklaf 121 0C selama 15 menit

7. Kain kasa steril Autoklaf 121 0C selama 15 menit

8. Tube salep Oven 250 0C selama 15 menit

9. Kaca arloji Oven 180 0C selama 30 menit

10. Kain kasa Autoklaf 121 0C selama 15 menit

11. Kertas perkamen Autoklaf 121 0C selama 15 menit

3.6 WADAH DAN KEMASAN

Wadah paling cocok untuk salep mata adalah tube. Syarat wadah untuk sediaan salep
mata adalah:
1. Mampu menekan kontaminan selama pemakaian
2. Harus steril
3. Perlindungan terhadap cahaya
Wadah dan penutup wadah salap mata tidak boleh berinteraksi, baik secara kimia
maupun fisika dengan sediaan salap.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan Teori dari jurnal


Salep mata merupakan sediaan salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salap mata
harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan
aseptik yang ketat serta memnuhi syarat uji sterilitas.

Pada jurnal yang di dapat, formulasi yang tertera tidak memakai pengawet maka
formulasi yang di hasilkan pada jurnal tidak dapat bertahan lama. Bahan yang digunakan mudah
dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu istirahat,
oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan identic. Pada formulasi 1 zat tambahan yang di
guanakan adalah cethyl alkohol yang berfungsi sebagai stiffening agent sehingga hasil yang di
dapatkan pada formula ini lengket serperti salep lainnya. Pada formulasi ke 2 tan

Sedangkan formulasi yang kita buat memakai pengawet yaitu benzalkonium klorida
sehingga sediaan dapat bertahan lebih lama. Bahan pengawet ditambahkan pada sediaan padat
untuk mencegah kontaminasi, kemunduran dan kerusakan oleh bakteri serta jamur, karena sebagian
besar komponen dalam sediaan besar komponen dalam sediaan ini dapat bertindak sebagai substrat
bagi mikroorganisme ini (lachman. 2008. 1122). Range konsentrasi penggunaan yaitu 0,25-0,5%.
Benzalkonium klorida adalah bahan aktif-permukaan kationik dari golongan ammonium
kuaterner berfungsi untuk menghambat korosi yang disebabkan oleh mikroba.
BAB V

EVALUASI SEDIAAN

5.1. Evaluasi Fisika


Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau yang diamati secara visual.

Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen

(Depkes RI, 1995).

Uji Daya Sebar


Uji daya sebar ditentukan dengan cara berikut. Sebanyak 0,5 gram salep diletakkan
dengan hati-hati di atas kertas grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (1
menit) dan luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung kemudian tutup lagi dengan
plastik yang diberi beban tertentu masing-masing 50 gram, 100 gram, dan 150 gram dan
dibiarkan selama 60 detik pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung
(Voigt, 1994).

Uji Daya Lekat


Sampel 0,25 gram diletakan di atas 2 gelas obyek yang telah ditentukan kemudian
ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu gelas obyek dipasang pada alat test. Alat
test diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan salep dari gelas obyek.

5.2. Evaluasi Kimia


Pengukuran pH
Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram
sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 mL. Elektroda meter
dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan bergerak sampai
menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH meter dicatat.

(Anonim, 1995).
5.3. Evaluasi Biologi
Uji Mikroba
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis
perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan
perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya
terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10-3
biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat
7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai
prosedur (Depkes RI, 1995).

Kesimpulan

Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang memiliki spektrum yang luas terhadap


berbagai jenis baketeri gram negatif dan gram positif. Kloramfenikol merupakan suatu
antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein pada tingkat
ribosom. Dengan berbagai macam formulasi yang kami temukan kami dapat mengetahui
bahwa spekulasi apa saja untuk menjadi salep mata yang baik dan benar dengan viskositas
dan yang tepat. Pada penambahan yang kami berikan adalah bahan pengawet karena Bahan
pengawet ditambahkan pada sediaan padat untuk mencegah kontaminasi, kemunduran dan
kerusakan oleh bakteri serta jamur, karena sebagian besar komponen dalam sediaan besar
komponen dalam sediaan ini dapat bertindak sebagai substrat bagi mikroorganisme, dalam jangka
waktu yang lama. Evaluasi bahan yang kami lakukan adalah uji daya sebar dan daya lekat
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Dirjen POM.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Dirjen POM.

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.

BNF. 2007. British National Formulary 54. England : BMJ Publishing Group and RPS Publishing.

Evi. 2009. Salep Mata. (cited 2011, 16 April). Available at : http://salepmata.blogspot.com

Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957.

Scovilles The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company.

Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L.Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The Pharmaceutical Press.

McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American Society of Health
System Pharmcists.

Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1. London :
Pharmaceutical Press (PhP).

Rowe, C.R., P.J. Shekey, and P.J. Weller. 2004. Handbook of Pharmaceutical Exipients. London :
Pharmaceutical Press.

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third edition. London
Chicago : Pharmaceutical Press.

Tjay, Hoan Tan dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai