Impetigo Krustosa PDF
Impetigo Krustosa PDF
Pyoderma
Impetigo Krustosa
Karina Agustin
Yohani A. Tambunan
Cici E. Sihombing
Ivone A. Manullang
Enjelinawati Sibarani
Reynalth A. Sinaga
Trisna Nainggolan
2012
More Info 1 :
Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai :
Ruam : Krusta tebal, warna kekuningan seperti madu, sewaktu krusta diangkat tampak
erosi dibawahnya.
More Info 2 :
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis.
Masalah :
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Leukositosis
Pemeriksaan fisik
Krusta tebal bintil pecah dengan atau tanpa perlakuan dan mengering
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa Banding :
1. Impetigo Krustosa ( Diagnosa Kerja )
2. Echtyma
Learning Objective :
1. Anatomi dan Histologi Epidermis
2. Fisiologi Kulit
3. Diagnosa Banding
4. Pyoderma
5. Impetigo Krustosa
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis dan
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat tubuh dengan luas
1,50-1,75 m2. Tebal kulit bervariasi antara 0,5 mm 6 mm. Paling tipis adalah kulit penis
dan yang paling tebal di telapak tangan dan kaki. Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu
epidermis, dermis dan jaringan subkutis.
5. Stratum Korneum
Lapisan paling luar
Berlapis-lapis sel pipih/gepeng tak berinti
Sitoplasmanya digantikan oleh zat tanduk/keratin
Lapisan paling atas merupakan zat tanduk yang kering dan selalu mengelupas
Selain itu, lapisan epidermis juga memiliki beberapa sel sel yang memiliki fungsi tertentu
seperti :
1. KERATINOSIT
Sel terbanyak (85% - 95%)
Berasal dari lapis embrional ektoderm permukaan
Mengalami keratinisasi menghasilkan lapisan yg kedap air
Proses keratinisasi berlangsung selama 2 3 minggu, mulai dari proliferasi,
diferensiasi, kematian sel, dan deskuamasi
2. MELANOSIT
Meliputi 7 10% sel epidermis
Berasal dari lapisan neuroektoderm (krista neuralis)
Sel kecil, bercabang denritik panjang dan tipis
Jumlah terbanyak pd kulit muka dan genitalia eksterna
Jumlah melanosit relatif sama pd tiap individu yg berbeda pd ras yg berbeda
Perbedaan warna kulit terutama ditentukan oleh aktifitas pembentukan melanin
4. SEL MERKEL
Jumlah paling sedikit
Berasal dari krista neuralis
Terdapat pd stratum basal kulit tebal terutama pd ujung jari
Terdapat juga pd folikel rambut dan mukosa mulut
Sel besar, sitoplasma bercabang pendek
Serat saraf tak bermielin tampak menembus membran basalnya, melebar seperti
cakram dan menempel pd bagian basal sel.
Kemungkinan berfungsi mekanoreseptor
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh. Kulit melakukan peran ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah
kulit.
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit
kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis
dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang
kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).
f. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan
sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.
g. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
h. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada
malam hari.
b. Etiologi
Penyebabnya yang utama adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus
hemoliticus. Sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal
dikulit dan jarang menyebabkan infeksi.
c. Faktor predisposisi
Higiene kurang
Daya tahan tubuh menurun : Kurang gizi, anemia, DM
Telah ada penyakit lain dikulit : Kerusakan epidermis Fungsi proteksi
terganggu Mudah terkena infeksi.
d. Klasifikasi
Pyoderma Primer
Terjadi pada kulit normal, penyebabnya biasanya hanya 1 macam
mikroorganisme. Gambaran klinis nya tertentu.
Pyoderma Sekunder
Yaitu infeksi pada kulit yang telah ada penyakit kulit lain, gambaran
Klinis tidak khas, mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit
disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya dermatitis
impetigenisata, scabies impetigenisata). Tanda impetigenisata ialah terdapat
pus, pustul, bula purulen, krusta kuning kehijauan, pembesaran kelenjar
getah bening regional, leukositosis, dan bisa disertai demam.
No Staphylococcus Streptococcus
1 Impetigo bulosa Impetigo krustosa
2 Impetigo Neonatorum Ecthyma
3 Staph. Scalded Skin Syndrom Erisepelas
4 Folliculitis Cellulitis
5 Furuncle dab Carbuncle Phlegma
6 Paranychia Scarlet fever
DEFINISI
Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus
dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak
penelitian yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah
Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan
Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo
krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring,
hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa.
EPIDEMIOLOGI
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti
Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di
akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia
dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.
-
hunian padat
-
higiene buruk
-
hewan peliharaan
-
keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes
simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.
-
PATOGENESIS
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of
entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang
yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan
terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung
ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi
biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas
setelah trauma.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)
seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma
gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur
dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada
semua umur.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang
mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa. Keluhan
biasanya gatal dan nyeri.
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung
dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur,
salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi.
Invasi Mikroorganisme
Eksotoxin A Inflamasi
Vesikel
Pecah
Serum mengering
MANIFESTASI KLINIS
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian
tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa
diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk
vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur
menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok
dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat
disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari
dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu
apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih
lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi
juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan
(terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang
terlibat.
DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan
dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan
sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi
kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma
streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa.
KOMPLIKASI
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi
ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya
ulkus dan krusta tebal.
4. Rheumatic Fever.
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus
yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi
otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
5. Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa
terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem
imunitas.
8. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan
medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi
kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma, syok, dan kematian.
PENATALAKSANAAN
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena
untuk mencegah infeksi.
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir
serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2
sampai hari ke-4.
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis
terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat
lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim
asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif
dengan mupirocin topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain
Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat
sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial kulit seperti impetigo.
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada
tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan
telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa
obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat
membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan
dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat
menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan
fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik
daripada dewasa.
KESIMPULAN
Berdasarkan gejala klinik, hasil pemeriksaan penunjang dan pembahasan pada learning
issue dapat disimpulkan bahwa pasien S, umur 5 tahun, menderita Impetigo Krustosa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C
(eds). Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.
2. Siregar, R.S, 2005. Atlas Berwama Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 45-49.
6. Djuanda A. Hamzah M. Alsah S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: edisi
keempat. Jakarta: fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.