Anda di halaman 1dari 24

Fakultas Kedokteran UHN

Pyoderma
Impetigo Krustosa

Leo R.S Simangunsong

Karina Agustin

Raja Mangatur Haloho

Sri Rizki Malau

Yohani A. Tambunan

Cici E. Sihombing

Ivone A. Manullang

Enjelinawati Sibarani

Reynalth A. Sinaga

Trisna Nainggolan

2012

Kelompok 2 Integumentary Sistem


Pemicu :
Seorang anak laki-laki, J, usia 6 tahun, dengan ditemani oleh ibunya datang berobat ke
puskesmas dengan keluhan adanya keropeng tebal bewarna kekuningan pada daerah wajah dan
sudah dialami sekitar 5 hari. Awalnya berupa kemerahan dan bintil-bintil berisi air yang cepat
memecah. Pasien tidak mengalami demam.

More Info 1 :
Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai :

Ruam : Krusta tebal, warna kekuningan seperti madu, sewaktu krusta diangkat tampak

erosi dibawahnya.

Lokasi : Sekitar lubang hidung dan mulut

More Info 2 :
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis.

Masalah :
Anamnesis

Keropeng tebal berwarna kekuningan


Kemerahan dan bintil-bintil yang cepat pecah

Pemeriksaan fisik

Krusta tebal, kekuningan seperti madu, dasar erosi


Lokasi : sekitar lubang hidung dan mulut

Pemeriksaan penunjang

Leukositosis

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 1


Analisa Masalah :
Anamnesis

Kemerahan : Vasodilatasi pembuluh darah akibat inflamasi

Bintil-bintil yang cepat pecah Penumpukan cairan pada lapisan epidermis

Keropeng tebal bintil-bintil yang pecah dan mengering

Pemeriksaan fisik

Krusta tebal bintil pecah dengan atau tanpa perlakuan dan mengering

Dasar erosi akibat mendapat perlakuan (garukan)

Pemeriksaan penunjang

Leukositosis menandakan adanya infeksi bakteri

Diagnosa Banding :
1. Impetigo Krustosa ( Diagnosa Kerja )
2. Echtyma

Learning Objective :
1. Anatomi dan Histologi Epidermis
2. Fisiologi Kulit
3. Diagnosa Banding
4. Pyoderma
5. Impetigo Krustosa

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 2


1. Anatomi dan Histologi Epidermis

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis dan
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat tubuh dengan luas
1,50-1,75 m2. Tebal kulit bervariasi antara 0,5 mm 6 mm. Paling tipis adalah kulit penis
dan yang paling tebal di telapak tangan dan kaki. Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu
epidermis, dermis dan jaringan subkutis.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 3


Vaskularisai Kulit

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 4


Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis
tidak memiliki pembuluh darah maupun pembuluh limf. Nutrient didapatkan dari pembuluh
kapiler di lapisan dermis yang berdifusi melalui cairan jaringan serta membrane basal. Epidermis
terdiri dari 5 lapisan yaitu :

1. Lapisan Basal / Stratum Basale


Terdiri dari sel-sel kuboid atau silindris basofilik
Lapisan ini disebut pula stratum germinavitum karena paling banyak tampak
adanya mitosis sel-sel.
Terdapat melanosit yang membentuk melanin untuk melindungi kulit dari sinar
UV

2. Lapisan Malphigi / Stratum Spinosum


Lapisan paling tebal
Semua mitosis hanya terbatas pada lapisan ini
Terdiri dari sel-sel kuboid
Protoplasmanya jernih karena banyak megandung glikogen

3. Lapisan Granular / Stratum Granulosum


Terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal
Sitoplasma mengandung granula basofilik granula keratohialin
Dengan mikroskop elektron ternyata BUKAN keratin maupun hialin, tetapi
merupakan partikel amorf tanpa membran, dikelilingi ribosom, yg pada granula
tsb melekat mikrofilamen.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 5


4. Stratum Lusidum
Tampak lebih jelas pada kulit tebal
Terdiri atas 1-2 lapis sel yang tembus cahaya dan agak agak eosinofilik tampak
kemerahan
Selnya tidak berinti dan tidak mempunyai organel
Ikatan antar sel kurang erat

5. Stratum Korneum
Lapisan paling luar
Berlapis-lapis sel pipih/gepeng tak berinti
Sitoplasmanya digantikan oleh zat tanduk/keratin
Lapisan paling atas merupakan zat tanduk yang kering dan selalu mengelupas

Selain itu, lapisan epidermis juga memiliki beberapa sel sel yang memiliki fungsi tertentu
seperti :

1. KERATINOSIT
Sel terbanyak (85% - 95%)
Berasal dari lapis embrional ektoderm permukaan
Mengalami keratinisasi menghasilkan lapisan yg kedap air
Proses keratinisasi berlangsung selama 2 3 minggu, mulai dari proliferasi,
diferensiasi, kematian sel, dan deskuamasi

2. MELANOSIT
Meliputi 7 10% sel epidermis
Berasal dari lapisan neuroektoderm (krista neuralis)
Sel kecil, bercabang denritik panjang dan tipis
Jumlah terbanyak pd kulit muka dan genitalia eksterna
Jumlah melanosit relatif sama pd tiap individu yg berbeda pd ras yg berbeda
Perbedaan warna kulit terutama ditentukan oleh aktifitas pembentukan melanin

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 6


3. SEL LANGERHANS
Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang (stelata)
Ditemukan di antara keratinosit pd daerah atas stratum spinosum
Permukaan selnya mempunyai reseptor permukaan penanda imunologis yang
mirip makrofag.
Berfungsi mengikat antigen dan merupakan sel pembawa antigen sehingga
limfosit T bereaksi terhadap antigen yang dibawanya
Peran penting dalam respon alergi kontak (dermatitis kontak) dan respon imun
selular lsinnya pd kulit
Semula diduga berasal dari krista neuralis, tetapi ternyata berasal dari sel
prekursor dlm sumsum tulang, jadi berasal dari mesoderm

4. SEL MERKEL
Jumlah paling sedikit
Berasal dari krista neuralis
Terdapat pd stratum basal kulit tebal terutama pd ujung jari
Terdapat juga pd folikel rambut dan mukosa mulut
Sel besar, sitoplasma bercabang pendek
Serat saraf tak bermielin tampak menembus membran basalnya, melebar seperti
cakram dan menempel pd bagian basal sel.
Kemungkinan berfungsi mekanoreseptor

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 7


2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan bagian yang sangat penting bagi manusia dalam perkembangan dan
aktifitasnya. Sebagai organ penutup bagi tubuh tulit sangat penting dipelajari sebagai
dasar untuk memahami berbagai penyakit terutama penyakit kulit dan juga mengenai
kesehatan pada umumnya. Fungsi kulit dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Fungsi Proteksi. Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap:


o Gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan yang
dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan
serabut-serabut jaringan penunjang;
o Gangguan kimiawi terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol,
asam dan alkali kuat lainnya yang dimungkinkan karena sifat stratum
korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air,
disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-
zat kimia dengan kulit.
o Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet
yang didukung oleh melanosit dengan mengadakan tanning untuk
melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari.
o Gangguan infeksi luar terutama kuman: bakteri maupun jamur yaitu
dengan keasaman kulit mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan
sebum, yang menyebabkan PH kulit berkisar pH 5 - 6,5.

b. Fungsi absorbsi. Penyerapan dapat berlangsung lebih banyak melalui celah


antar sel dengan menembus sel-sel epidermis daripada melalui muara kelenjar.
Cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak
dan permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit
mengambil bagian dalam proses respirasi. Kemampuan absorbsi kulit
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis
vehikulum.

c. Fungsi ekskresi. Kelenjar kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak


berguna lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCL, urea, asam urat,
dan amonia.

d. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan


subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause
yang terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis
berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 8


epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis.

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh. Kulit melakukan peran ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah
kulit.

f. Fungsi pembentukan pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak


dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen ini berfungsi
melindungi tubuh dari paparan sinar UV.

g. Fungsi keratinisasi. Keratinosit yang dihasilkan oleh epidermis melalui proses


sintesis dan degradasi akan menjadi lapisan tanduk dan berfungsi untuk
memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

h. Fungsi pembentukan vit D. Kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan


pertolongan sinar matahari.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 9


3. Diagnosa Banding Impetigo Krustosa

Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari :

a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit
kering abnormal dapat disertai likenifikasi.

b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.

c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.

d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis
dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang
kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).

e. Diskoid lupus eritematous


Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.

f. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan
sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.

g. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

h. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada
malam hari.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 10


4. Pyoderma
a. Defenisi
Pyoderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus,
Streptococcus atau oleh keduanya.

b. Etiologi
Penyebabnya yang utama adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus
hemoliticus. Sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal
dikulit dan jarang menyebabkan infeksi.

c. Faktor predisposisi
Higiene kurang
Daya tahan tubuh menurun : Kurang gizi, anemia, DM
Telah ada penyakit lain dikulit : Kerusakan epidermis Fungsi proteksi
terganggu Mudah terkena infeksi.

d. Klasifikasi
Pyoderma Primer
Terjadi pada kulit normal, penyebabnya biasanya hanya 1 macam
mikroorganisme. Gambaran klinis nya tertentu.
Pyoderma Sekunder
Yaitu infeksi pada kulit yang telah ada penyakit kulit lain, gambaran
Klinis tidak khas, mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit
disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya dermatitis
impetigenisata, scabies impetigenisata). Tanda impetigenisata ialah terdapat
pus, pustul, bula purulen, krusta kuning kehijauan, pembesaran kelenjar
getah bening regional, leukositosis, dan bisa disertai demam.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 11


Pembagian Pyoderma berdasarkan etiologinya :

No Staphylococcus Streptococcus
1 Impetigo bulosa Impetigo krustosa
2 Impetigo Neonatorum Ecthyma
3 Staph. Scalded Skin Syndrom Erisepelas
4 Folliculitis Cellulitis
5 Furuncle dab Carbuncle Phlegma
6 Paranychia Scarlet fever

7 Multiple Abcess Of Sweats Glands


8 Hidra adenitis suppurativa

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 12


5. Impetigo Krustosa

DEFINISI

Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang


disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau
kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret,
menjadi pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang
mudah dilepaskan.

Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus
dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak
penelitian yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah
Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan
Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo
krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring,
hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa.

EPIDEMIOLOGI

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering.


Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama
antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak
yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada
anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan
1,6% pada anak usia 5-15 tahun.

Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti
Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di
akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia
dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 13


Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo
krustosa seperti:

-
hunian padat
-
higiene buruk
-
hewan peliharaan
-
keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes
simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.
-

PATOGENESIS

Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of
entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang
yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan
terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 14


Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung
ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi
biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas
setelah trauma.

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)
seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma
gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur
dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada
semua umur.

Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang
mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa. Keluhan
biasanya gatal dan nyeri.

Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung
dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur,
salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 15


Patogenesis Kemerahan dan Bintil-bintil

Luka, Gigitan Serangga, Trauma

Invasi Mikroorganisme

Streptococcus & Staphylococcus

Eksotoxin A Inflamasi

Merusak Desmosom Vasodilatasi Pembuluh Darah

Taut antar sel hilang Permeabilitas Kapiler

Cairan keruang antar sel

Vesikel

Pecah

Serum mengering

Krusta bewarna kuning

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 16


HISTOPATOLOGI

Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat


vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis.
Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada
lesi terdapat kokus Gram positif.

MANIFESTASI KLINIS

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian
tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa
diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk
vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur
menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok
dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat
disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari
dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.

Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu
apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih
lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi
juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).

Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan
(terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang
terlibat.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 17


Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak.

DIAGNOSIS

Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.

Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan
dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan
sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi
kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma
streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa.

KOMPLIKASI

1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi
ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya
ulkus dan krusta tebal.

2. Selulitis dan Erisepelas


Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan
erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 18


mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema
setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas
merupakan peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan
eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal

3. Glomerulonefritis Post Streptococcal


Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%).
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti
yang menyatakan glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu,
tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan
penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta
strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma streptococcal
sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau
mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan hipertensi.

4. Rheumatic Fever.
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus
yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi
otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.

5. Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa
terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem
imunitas.

6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA).


MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah
antibiotik. MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati.
Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan
pus. MRSA juga dapat menyebabkan pneumonia dan bakterimia.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 19


7. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian
tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.

8. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan
medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi
kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma, syok, dan kematian.

PENATALAKSANAAN

A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena
untuk mencegah infeksi.
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir
serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 20


1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas
atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.

a. Pilihan Pertama (Golongan Lactam)


Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat


Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.

o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2
sampai hari ke-4.

2.Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis
terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat
lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 21


o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis
protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga
menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian
besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan
impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.

o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim
asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif
dengan mupirocin topikal.

o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain
Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat
sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial kulit seperti impetigo.

o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada
tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan
telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa
obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 22


PROGNOSIS

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat
membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan
dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat
menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan
fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik
daripada dewasa.

KESIMPULAN

Berdasarkan gejala klinik, hasil pemeriksaan penunjang dan pembahasan pada learning
issue dapat disimpulkan bahwa pasien S, umur 5 tahun, menderita Impetigo Krustosa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C
(eds). Rooks Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.

2. Siregar, R.S, 2005. Atlas Berwama Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 45-49.

3. Carlos, Luiz Junquiera . 2007 . Histologi Dasar . Jakarta : EGC

4. Cole C, Gazewood J. 2007. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Family


Physician. Volume 75(6): 859-864

5. Mostwaledi M H. 2011. Impetigo in Children: A Clinical Guide and Treatment Options.


S Afr Fam Pract. Volume 53(1): 44-46

6. Djuanda A. Hamzah M. Alsah S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: edisi
keempat. Jakarta: fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kelompok 2 Impetigo Krustosa Page 23

Anda mungkin juga menyukai