FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas ini, ini dengan baik dan tepat waktu. Tugas pancasila
dengan tema PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMERSATU KEBINEKAAN BANGSA
INDONESIA ini disusun dalam rangka memenuhi tuntutan tugas remedial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyelesaian dan penyusunan tugas ini. Tugas ini membahas tentang hasil belajar dan diskusi
saya.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, semua
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk
menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran
berikutnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Aceh Bersatu,Bisakah?
BISAKAH seluruh elemen di Aceh bersatu? Pertanyaan ini mungkin terlintas di benak para
pihak mengingat berbagai macam persoalan yang melanda Aceh usai perjanjian damai antara
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan RI.
Diakui atau tidak, GAM pernah menjadi satu kekuatan besar di Aceh. Namun sayangnya
kelompok ini kini terpecah dalam beberapa kelompok.
Tidak hanya itu, partai yang sejatinya menampung aspirasi politik mantan kombatan juga
terbelah. Sebut saja misalnya PNA dan Partai Aceh serta PDA, selaku partai lokal. Padahal
jika seluruh kelompok politik ini bersatu maka akan menjadi modal besar dalam membangun
Aceh.
Di sisi lain ada Forkab dan PETA yang juga memiliki dukungan kuat dari massa garis bawah.
Demikian juga partai nasional yang ada di Aceh. Mereka punya jaringan kuat di tingkat pusat
yang bisa digunakan untuk percepatan pembangunan Aceh usai terjalinnya perdamaian.
Di pihak selanjutnya, ada ulama dan akademisi yang memiliki peran yang sangat penting
dalam memajukan Aceh. Ada organisasi kepemudaan seperti KNPI, KMPA, serta FPMPA.
Keberadaan para pemuda ini merupakan salah satu unsur untuk mempercepat pembangunan
di Aceh.
Jika semua komponen tadi bersatu. Maka pembangunan Aceh bukan mustahil untuk
diwujudkan dalam waktu yang singkat.
Namun tentu saja hal tersebut belum terwujud. Jika mau jujur, semua komponen tadi sejauh
ini masih berjalan sendiri-sendiri. Antara satu pihak dengan pihak lainnya masih saling
menyalahkan dan merasa kelompok mereka lah yang paling benar. Imbas dari hal ini
akhirnya membuat politik di Aceh menjadi kacau.
Pemerintah pusat pun seperti tak lagi segan dengan Pemerintah Aceh. Ini karena para pihak
tadi telah dengan sengaja mempertontonkan keributan dalam rumah tangga ke publik.
Bukti mulai melemahnya nilai tawar Aceh di mata Pusat yaitu dengan banyaknya aturan
turunan UUPA hingga kini tak kunjung disahkan. Padahal, ini merupakan poin penting dalam
perjanjian MoU Helsinki. Jika poin ini terlaksana, bukan tak mungkin kesejahteraan
masyarakat Aceh akan segera diperoleh.
Kita berharap para pihak sadar akan kondisi kekinian di Aceh. Sadar bahwa solusi
pembangunan di Aceh adalah kebersamaan. Mari buang ego jauh-jauh demi masyarakat
Aceh. Demikian juga dengan akademisi. Kita berharap tak sekedar berteori soal Aceh, tapi
mari sama-sama berfikir dan membangun daerah ini menjadi lebih baik.
Para pemimpin Aceh saat ini juga diharapkan tak menutup telinga terkait saran membangun
dari para pihak tadi. Mereka harus sadar bahwa membangun Aceh tak cukup dengan
melibatkan kelompok sendiri. Pemimpin Aceh harusnya memanggil para pihak ini untuk
sama-sama berpikir untuk Aceh. Tujuannya agar Aceh lebih baik lagi ke depan.
http://www.acehmerdekapost.com/2015/09/aceh-bersatu-bisakah.html
http://halloapakabar.com/gereja-gidi-tolikara-sumbang-5-ekor-sapi-korban
http://www.suara.com/news/2015/05/07/124455/suasana-ini-hilang-pascakonflik-ambon