Anda di halaman 1dari 38

KANKER PARU

Tumor adalah hasil perkembangbiakan suatu sel tubuh yang tidak terkontrol,

yang mana dalam keadaan normal perkembangbiakan sel hanya akan terjadi apabila

dibutuhkan tubuh. Ada dua macam tumor yakni jinak dan ganas. Tumor ganas atau

disebut juga kanker adalah sel tumor yang berkembangbiak secara tidak terkontrol dan

menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker paru

adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus

(bronchogenic carcinoma)

Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen

bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh

menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru

merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat.

Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan

linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus.

Penyebab kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi

berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik (asbestosis, radiasi ion uranium,

radon, arsen, kromium, nikel, vinil klorida, polisiklik hidrokarbon) merupakan faktor

penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti merokok, genetik, kekebalan

tubuh, polusi udara, diet, dan lain-lain.


Kanker paru pada umumnya ditemui pada penderita yang berumur 55-60 tahun.

Hanya sekitar 1% penderita di bawah 40 tahun.

Pada stadium dini, kanker paru umumnya tidak menimbulkan keluhan. Ia baru

memberikan keluhan apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada struktur

sekitarnya (bronkus). Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru pada stadium

dini sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Penderita datang ke dokter apabila

sudah ada gejala, ini berarti penyakitnya sudah dalam stadium lanjut sehingga

kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi pembedahan.

Merokok adalah penyebab nomor satu kanker paru. Hubungan antara kanker

paru dan merokok telah banyak dilaporkan sebelumnya oleh para ilmuwan sejak 1960-

an. Hampir 90 persen orang dengan kanker paru berkembang karena merokok. Jika

seseorang merokok maka ia akan beresiko lebih tinggi untuk terjadinya kanker paru

dibandingkan orang yang tidak merokok. Resiko kematian akibat kanker paru 23 kali

lebih tinggi untuk pria yang merokok dan 13 kali lebih tinggi bagi perempuan yang

merokok daripada orang yang tidak pernah merokok.

Sebagian besar penelitian epidemiologi menyatakan bahwa merokok adalah

penyebab utama kanker paru. Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok

namun hanya sekitar 20% dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru. Asap

rokok yang dihirup secara langsung maupun tidak langsung (perokok pasif)
mengandung sekitar 4000 zat kimia dan lebih dari 60 zat karsinogen, yang dapat

merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis alveolar

normal dan sel-sel bronkial. Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan

Indeks Brinkman (IB) yaitu perkiraan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap

seharinya, dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun. Ringan antara 0-200,

sedang 200-600 dan berat lebih dari 600. Terdapat literatur yang menyatakan bahwa

indeks brinkmann lebih besar dari 400 merupakan kelompok resiko tinggi menderita

kanker paru.

KLASIFIKASI KANKER PARU

Klasifikasi kanker paru berdasarkan tujuan pengobatan dibedakan menjadi dua

bagian yaitu.

1. Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) atau Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Kanker paru karsinoma sel kecil merupakan kanker paru yang cepat

berkembang. Secara klinis, dibagi dalam dua stadium. Limited stage yang mana

tumor hanya terdapat pada satu paru saja dan extensive stage dengan metastasis pada

paru kontralateral atau metastasis ke organ lain. Hampir 20 sampai 25% pasien

termasuk pada limited disease dan diberikan terapi kuratif. Namun angka tahan

hidup 5 tahun masih sangat rendah (sekitar 15-25% dan < 5% pada extensive

disease) pada pasien ini, multimodal terapi yang direkomendasikan adalah kemo

dan radioterapi yang diikuti dengan irradiasi prfilaksis dari kranial untuk mencegah

metastasis ke otak. Waktu yang optima, dosis dan fraksi dari pengobatan radioterapi

belum dapat dijelaskan. Untuk kanker paru karsinoma sel kecil stadium extensive,

pengobatan yang dipilih adalah kemoterapi, biasanya digunakan sisplatin atau


karboplatin dan etoposide.

Merupakan tumor paru yang paling ganas di antara semua jenis kanker paru. la

juga disebut Oat cell carcinoma. Jenis tumor ini memberikan gejala-gejala klinik

yang hampir sama dengan jenis tumor lainnya. Tumor ini mempunyai hubungan erat

dengan intensitas beratnya seorang perokok, cepat bermetastasis jauh, dan biasanya

terdapat di sentral. Hanya kira-kira 29% terdapat di perifer. Setelah diagnosis

ditegakkan, biasanya penderita hidup paling lama 7 minggu. Jenis tumor ini lebih

sensitif terhadap kemoterapi.

Kanker paru karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar

percabangan utama bronkus. Kanker paru karsinoma sel kecil memiliki waktu

pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua

karsinoma bronkogenik. Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti

penyakit yang ekstensif (metastatis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka

kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.

Gambaran histologis kanker paru karsinoma sel kecil yang khas adalah

dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran

kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel bervariasi ada fusiform,

polygonal dan bentuk seperti limfosit.

2. Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Non Small Cell Lung

Cancer (NSCLC)

a. Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel skuamos

Merupakan jenis tumor paru primer yang paling sering frekuensinya,

yaitu antara 30 - 60% dari seluruh tumor paru. Tumor ,ini berasal dari epitel

bronkus. Janis tumor ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan merokok.
Frekuensi pada laki-laki lebih sering daripada wanita. Pada tahun-tahun terakhir

ini di mana makin banyak wanita perokok berat, frekuensi squamous cell

carsinoma pada wanita makin meningkat. Lokasi biasanya di sentral dekat hilus.

Oleh karena itu, squamous cell carsinoma cepat menimbulkan gejala-gejala

akibat penekanan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan, dan gejala-

gejala yang timbul biasanya batukbatuk, batuk darah, sesak nafas, atelektasis.

Kira-kira 13% dari squamous cell carsinoma pada foto toraks menunjukkan

adanya kavitas. Walaupun squamous cell carsinoma pada umumnya terdapat di

sentral, kadang-kadang juga terdapat di perifer (kirakira 24%). Apabila

lokasinya di apeks disebut Pancoast tumor. Biasanya jenis tumor ini lambat

bermetastasis. Pasien yang masih mungkin dioperasi kuratif mempunyai five

years survival rate 50%. Akan tetapi apabila sudah in operable, five years

survival rate turun menjadi 0,5%. Jenis tumor ini lebih resisten terhadap radio

terapi dan kemoterapi.

Perubahan karsinoma sel skuamos biasanya terletak sentral di sekitar

hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui

beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah

bening hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali

disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan

pembentukan abses akibat obstuksi dan infeksi sekunder.

b. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma 90% terdapat pada umur antara 40 69 tahun. Lebih

sering ditemukan pada laki-laki daripada wanita. 50% dari wanita yang

menderita kanker paru jenis selnya adalah adenokarsinoma. Squamous cell


carsinoma dan oat cell carsinoma relatif jarang terdapat pada wanita. 75% dari

adenokarsinoma lokasinya di perifer pada parenkim paru. Oleh karena itu,

gejala-gejala obstruksi saluran nafas jarang ditemukan. Tumor ini berkembang

secara diam-diam tanpa menimbulkan keluhan. Biasanya tumor ditemukan

secara kebetulan waktu diadakan check up. Bila tumor sudah cukup besar

barulah memberi gejala-gejala batuk, batuk darah, sesak napas, dada sakit dan

berat badan berkurang. Secara radiologik, biasanya nampak nodul yang soliter

dan terletak di perifer dekat pleura. Sebagian dari adenokarsinoma kadang-

kadang terdapat di daerah sentral dan akan memberi gejala-gejala seperti kanker

paru lainnya. Adenokarsinoma mempunyai hubungan dengan jaringan sikatriks

pada paru. Oleh karena itu, apabila ada, jaringan sikatriks pada paru yang tenang

tapi tiba-tiba membesar, kita harus waspada kemungkinan adanya

adenokarsinoma. Terapi pembedahan pada adenokarsinoma biasanya berhasil

dengan baik, oleh karena bentuk soliter dan letaknya di perifer. Tetapi walaupun

demikian, five years survival rate tetap rendah (sekitar10%). Adenokarsinoma

termasuk jenis tumor yang cepat bermetastasis, walaupun tidak secepat oat cell

carsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi tak dapat menaikkan persentase five

years survival rate.

Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar

bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan dari jenis tumor ini timbul

di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan

jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali

meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan sering bermetastatis

jauh sebelum lesi primer.


Bronchoalveolar carcinoma merupakan subtipe dari adeno-karsinoma,

mengikuti/meliputi permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan

paru. Karsinoma sel alveolar berasal dari alveoli di dalam paru-paru. Kanker ini

bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari

satu daerah di paru-paru.

c. Karsinoma Sel Besar

Seperti namanya, jenis tumor ini didiagnosis apabila tanda-tanda dari

jenis squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma tidak ditemukan, dan

apabila selnya lebih besar dai lekosit. Maka disebut large cell anaplastic

carsinoma. Banyak penulis melaporkan jenis tumor ini mempunyai frekuensi

sampai 4% dari seluruh tumor paru primer. Kira-kira 40% dari jenis tumor ini

terdapat di sentral. Kalau terdapat di perifer, biasanya lesi yang nampak lebih

besar dari lesi yang ditimbulkan oleh adenokarsinoma. Biasanya tumor yang

lokalisasinya di perifer lebih lambat memberi gejala-gejala kiinis bila

dibandingkan dengan tumor yang letaknya di sentral. Tumor ini termasuk tumor

yang sangat ganas, cepat mengadakan invasi ke pembuluh-pembuluh darah dan

limfe, dan sebagai akibatnya cepat bermetastasis jauh. Terapi pembedahan

dengan reseksi hasilnya lebih jelek bila dibandingkan dengan squamous cell

carsinoma, tetapi lebih baik bila dibandingkan dengan small cell carsinoma, dan

kirakira sama dengan adenokarsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi terhadap

jenis tumor ini tidak begitu menggembirakan.

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.

Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

GEJALA KLINIS KANKER PARU

Beberapa gejala klinik ada hubungannya dengan jenis histologi kanker paru.

Karsinoma epidermoid sering tumbuh sentral, memberikan gejala klinik yang sesuai

dengan pertumbuhan endobronkial. Meliputi batuk, sesak napas akibat obstruksi,

atelektasis, wheezing atau post obstuktif pneumonia. Berbeda dengan adenokarsinoma

dan large cell carcinoma, yang sering terletak pada bagian perifer memberikan gejala

yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor di perifer seperti nyeri pleuritis, effuse

pleura, atau nyeri dari dinding dada.

Gejala klinik kanker paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi.

1. Gejala Intrapulmonal

Gejala intrapulmonal disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu

melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan

terjadinya radang berulang, disamping dapat mengakibatkan obstuksi saluran napas atau

atelektasis.

Gejala dapat berupa batuk lama atau berulang lebih dari 2 minggu yang terjadi

pada 70-90% kasus. Batuk darah yang terjadi sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51%

kasus. Nyeri dada terjadi pada 42-67% kasus, sesak nafas yang disebabkan oleh tumor

atau obstruksi yang ditimbulkan tumor ataupun karena atelektasis. Keluhan sesak napas

terdapat pada 58% kasus.

2. Gejala Intratorakal Ekstrapulmonal

Gejala intratorakal ekstrapulmonal terjadi akibat penyebaran kanker paru


melalui kelenjar limfe, atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastnum.

Gejalanya berupa sindroma horner, paralisa diafragma, sesak napas, atelektasis,

disfagia, sindrom vena kava superior, effusi pleura dan lain-lain.

3. Gejala Estratorakal Non Metastatik

Gejala estratorakal non metastatik terbagi atas manifestasi neuromuskuler

ditemukan pada 4-15% kasus, manifestasi endokrin metabolik terjadi pada 5-12.1%

kasus, manifestasi jaringan ikat dan tulang sering terdapat pada jenis karsinoma

epidermoid, manifestasi vaskuler dan hematologik jarang ditemukan dan bila ditemukan

biasanya berupa migratory thrombophlebitis, purpura dan anemia.

4. Gejala Ektratorakal Metastatik

Penyebaran kanker paru ekstratorakal dapat terjadi pada beberapa tempat baik

secara hematogen maupun limfogen. Lebih dari 50% penderita kanker paru mengalami

metastasis ekstra torakal, sering pada tempat yang berbeda dan sering ditemui kelainan

neurologis fokal, nyeri tulang dan nyeri perut akibat metastasis pada hati atau metastasis

pada kelenjar adrenal.

PEMERIKSAAN KANKER PARU

Pemeriksaan kanker paru termasuk antara lain:

A. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bukan saja menentukan lokasi tumor, tetapi juga menentukan

kelainan lainnya pada tubuh penderita, misal tumor di daerah leher,

supraklavikula, aksila, payudara dan dinding dada, intrabdominal atau

pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan teliti dapat memprediksi

kegawatan. Tanda-tanda vital lainnya adalah edema pada wajah dan lengan
kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada.

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat menjadi indikasi yang bermanfaat dalam

menilai kemungkinan telah terjadi metastasis (misalnya fungsi hati meningkat,

kemungkinan telah terjadi metastasis ke hati, peningkatan alkalin fosfatase

kemungkinan menunjukkan telah terjadi metastasis ke tulang). Pemeriksaan

laboratorium juga dapat menilai kelainan metabolik dan paraneoplastik.

Penurunan laktat dehidrogenase dan albumin merupakan pertanda prognosa

yang jelek pada kanker paru.

C. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang

mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta

penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi

paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone

survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak

kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

STADIUM KANKER PARU

Pasien dengan kanker paru lebih sering tidak memiliki simptom yang spesifik,

terutama pada pasien-pasien kanker paru stadium awal. Sesak napas, batuk dan nyeri

dada merupakan gejala awal, batuk darah sering mengindikasikan penyakit yang sudah

lanjut. Pasien dengan infeksi berulang pada sistem pernapasannya dan memiliki riwayat

merokok dapat dicurigai sebagai pasien kanker paru, sehingga dibutuhkan pemeriksaan

yang lebih jauh untuk menegakkan diagnosis. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisk, tes
laboratorium, foto toraks, CT Toraks atau MRI (Magnetic Resonance Imaging),

bronkoskopi dan biopsi merupakan pemeriksaan dalam menegakkan diagnosis kanker

paru. Untuk melakukan staging kanker paru, pemeriksaan tambahan seperti CT ataupun

MRI dari abdomen dan kepala, bone scan dan PET (Positron emission tomography)

diperlukan. Pemeriksaan penanda tumor juga mempunyai peran penting pada diagnosis

dan staging dari kanker paru.

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan system TNM menurut

International Union Againts Cancer (IUAC) The American Joint on Cancer Comitee

(AJCC) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan

KPKBSK.

Versi 6 Versi 7
TX Tumor primer sulit dinilai, atau Tx Tumor primer sulit dinilai, terdapat
terdapat sel ganas pada sputum sel ganas pada sputum atau cairan
atau cairan bronchial lavage, bronchial lavage, tapi tidak
tetapi tidak tampak secara tampak secara radiologis dan
radiologis atau bronkoskopik bronkoskopik
T0 Tidak ada bukti adanya tumor T0 Tidak ada bukti adanya tumor
primer primer

Tis Karsinoma in situ Tis Karsinoma in situ


T1 Diameter tumor ukurannya T1 Diameter tumor ukurannya 3cm,
3cm, dikelilingi oleh jaringan dikelilingi oleh jaringan paru atau
paru atau pleura viseral, tidak pleura viseral, tidak ada bukti
ada bukti secara bronkoskopik secara bronkoskopi infiltrasi
infiltrasi proximal ke bronkus proximal ke bronkus lobaris
lobaris (belum sampai ke (belum sampai ke bronkus utama).
bronkus utama)
T1a Diameter tumor 2 cm

T1b Diameter tumor > 2cm tapi 3 cm


T2 Tumor > 3cm diikuti oleh satu T2 Tumor > 3cm tetapi 7cm diikuti
dari gambaran berikut ini : oleh satu dari gambaran berikut
ini :
- tumor primer mengenai bronku
utama sejauh 2 cm atau lebih - tumor primer mengenai bronku
distal dari karina utama sejauh 2 cm atau lebih
distal dari karina
- invasi tumor ke pleura viseral
- invasi tumor ke pleura viseral
- berhubungan dengan atelektasis
atau - berhubungan dengan atelektasis
atau
pneumonitis obstruktif yang
meluas kedaerah hilus, tetapi pneumonitis obstruktif yang
belum mengenai seluruh paru. meluas kedaerah hilus, tetapi
belum mengenai seluruh paru.

T2a Diameter terbesar tumor > 3cm


tetapi 5cm

T2b Diameter terbesar tumor > 3cm


tetapi 7cm

T3 Tumor dengan berbagai ukuran T3 Diameter tumor > 7cm atau tumor
dengan invasi secara langsung berbagai ukuran dengan invasi
pada salah satu struktur berikut secara langsung pada salah satu
ini: struktur berikut ini:

- dinding dada (termasuk - dinding dada ( termasuk tumor


tumor sulkus superior) sulkus superior)
- diafragma - diafragma
- nervus frenikus - nervus frenikus
- pleura mediastinum - pleura mediastinum
- perikardium parietal - perikardium parietal
atau tumor terdapat dalam atau tumor terdapat dalam
bronkus utama yang jaraknya bronkus utama yang jaraknya
kurang dari 2cm sebelah distal kurang dari 2cm sebelah distal
karina, tetapi belum mengenai karina, tetapi belum mengenai
karina; atelektasis atau karina; atelektasis atau
pneumonitis obstruktif seluruh pneumonitis obstruktif seluruh
paru. paru, atau nodul tumor satelit
pada lobus yang sama.

T4 Tumor berbagai ukuran yang T4 Tumor berbagai ukuran yang


menginvasi salah satu struktur menginvasi salah satu struktur
berikut: berikut ini:

- mediastinum - mediastinum
- jantung - jantung
- pembuluh darah besar - pembuluh darah besar
- trakea - trakea
- nervus laryngeal - nervus laryngeal reccurent
reccurent - esofagus
- esofagus - vertebra
- vertebra - karina
- karina atau penyebaran tumor nodul
atau penyebaran nodul tumor satelit pada lobus berbeda
pada lobus yang sama atau tumor ipsilateral.
dengan efusi pleura ganas atau
efusi perikardial
N Kelenjar getah bening regional NX Kelenjar getah bening regional
X belum dapat di evaluasi belum dapat di evaluasi
N0 Tidak ada metastasis kelenjar N0 Tidak ada metastasis kelenjar
getah bening regional getah bening regional
N1 Metastasis pada kelenjar getah N1 Metastasis pada kelenjar getah
bening peribronkial dan/atau bening peribronkial dan/atau hilus
hilus ipsilateral, termasuk ipsilateral, termasuk perluasan
perluasan tumor secara langsung. tumor secara langsung.
N2 Metastasis pada kelenjar getah N2 Metastasis pada kelenjar getah
bening mediastinum ipsilateral bening mediastinum ipsilateral
dengan atau tanpa metastasis dangan atau tanpa metastasis pada
pada kelenjar getah bening kelenjar getah bening subkarina.
subkarina.
N3 Metastasis pada kelenjar getah N3 Metastasis pada kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum bening hilus dan mediastinum
kontralateral, atau KGB kontralateral, atau KGB skalenus /
skalenus / supraklavikula supraklavikula ipsilateral atau
ipsilateral atau kontralateral. kontralateral.

MX Metastasis tidak dapat dinilai MX Metastasis tidak dapat dinilai

M0 Tidak ditemukan metastase jauh M0 Tidak ditemukan metastase jauh


M1 Metastase jauh temasuk, M1 Metastasis jauh
penyebaran nodul tumor ke lobus
M1a Penyebaran nodul tumor ke dalam
paru yang lain
lubus kontralateral, nodul pada
pleura, efusi pleura ganas atau
efusi perikardial

M1b Metastasis jauh


Sifat-sifat baru tersebut diantaranya adalah sel dapat mengekspresikan antigen

dengan densitas berlebihan, mengekspresikan antigen baru (neoantigen) atau fenotip

yang tidak lazim untuk jenis dan stadium diffrensiasi sel bersangkutan. Mungkin pula

sel-sel tersebut kehilangan molekul-molekul fungsional tertentu, menunjukkan

perubahan struktur kromosom dan kandungan DNA abnormal (aneuploidi). Sel-sel

memiliki kemampuan proliferasi meningkat, menjadi lebih invasif ke dalam jaringan

sekitarnya bahkan mampu bermetastasis jauh, kehilangan kemampuan untuk apoptosis

dan lain-lain.

Sifat-sifat abnormal tersebut yang kemudian dicoba diidentifikasi dan digunakan

sebagai petanda tumor atau petanda ganas untuk menunjang diagnosis atau konfirmasi

adanya keganasan, menentukan prognosis dan memantau perjalanan penyakit. Sebagian

perubahan dapat diidentifikasi di luar sel, misalnya bagi substansi-substansi yang

disekresikan ke dalam cairan tubuh sehingga kadarnya dapat diukur. Pada umumnya

kadar substansi itu sesuai dengan progresifitas tumor. Sebagian lagi dapat dideteksi di

dalam sel atau permukaan sel dan dapat diidentifikasi baik kualitatif maupun kuantitatif

dengan berbagai cara. Sebagian dari perubahan gen dapat diidentifikasi baik struktur

maupun sifatnya sehingga adanya perubahan gen ini dapat digunakan sebagai petanda

ganas molekuler, untuk deteksi dini, menentukan sisa sel kanker atau sebagai faktor

prediksi terjadinya kanker. Pada umumnya petanda molekuler atau petanda genetik ini
lebih mampu menggambarkan sifat biologis tumor, sehingga dapat digunakan untuk

menentukan prognosis secara lebih tepat.

PENATALAKSANAAN KANKER PARU

Penatalaksanaan kanker paru, berdasarkan jenis histologis kanker paru, stadium

penyakit, tampilan umum dan keuangan. Modalitas terapi lokal adalah dengan

pembedahan dan radioterapi. Terapi sistemik dengan kemoterapi secara konvensional

dan target terapi. Dapat diberikan radiokemoterapi, dimana radioterapi dan kemoterapi

diberikan secara bersamaan. Kemoterapi, radioterapi dan radiokemoterapi dapat

diberikan sebelum dilakukan operasi (terapi neoajuvan) atau diberikan setelah

pembedahan (terapi ajuvan). Jika histologi tumor gabungan diantara KPKBSK dan

KPKSK maka seharusnya ditangani sebagai KPKSK.

KEMOTERAPI KANKER PARU

Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru adalah

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan

gejala.

2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang tidak

dapat dilakukan pembedahan (stadium IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dapat

dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating

kemoradioterapi.

3. Kemoterapi adjuvan yakni kemoterapi pada penderita kanker paru jenis

karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stadium I,II dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yakni kemoterapi pada penderita kanker paru stadium

IIIA dan beberapa kasus kanker paru stadium IIIB yang akan menjalani

pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani

pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Diagnosis histologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu

diagnosis histologis perlu ditegakkan. Untuk kepentingan itu dianjurkan

menggunakan klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997.

Apabila ahli patologi sulit menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan

kemoterapi minimal harus dibedakan antara kanker paru jenis karsinoma sel kecil,

jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan

karsinoma sel besar.

2. Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60 - 70 atau skala

WHO 2

3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

Leukosit > 4.000/mm3

Trombosit > 100.000/mm3

Hemoglobin > 10 g%. Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian

obat.

Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai-nilai di atas itu lebih

rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis.
4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal

5. Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang nefrotoksik.

Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin, creatinine clearance harus

lebih besar daripada 70 ml/menit. Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin

normal dan penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin.

Dalam pemilihan obat kemoterapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan

yakni mengetahui efikasi dan toksisiti obat yang akan digunakan. Masing-masing obat

mempunyai keunggulan yang berbeda. Faktor-faktor untuk menilai efikasi obat antara

lain:

Respons objektif dan subjektif (response rate= RR)

Masa bebas penyakit (time to progressive= TTP)

Masa tengah tahan hidup (MTTH =median survival rate)

Angka tahan hidup 1 tahun (ATH = 1-years survival).

Selain tergantung jenis histologis sel kanker, obat yang dipilih sebaiknya obat yang

mempunyai efek samping paling rendah. Pengobatan dengan dosis suboptimal tidak

memberikan hasil yang memuaskan sedangkan dosis yang berlebihan memberi efek

toksik yang lebih berat. Karena itu harus ditentukan dosis optimal. Pada umumnya dosis

obat ditentukan berdasarkan luas permukaan badan, yang dapat diperhitungkan dari

tinggi dan berat badan penderita. Bila digunakan obat karboplatin, dosis perlu

disesuaikan dengan kadar kreatinin atau kreatinin klirens, untuk menentukan area under

the curve (AUC) tertentu.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan lebih dari 1 jenis obat

dalam paduan obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Penggunaan obat baru (new
agent atau second line drugs) dalam satu paduan obat memberikan efikasi yang lebih

baik, dan bahkan beberapa obat itu mulai diuji coba untuk menjadi first line drugs.

Pengobatan kemoterapi perlu diberikan setidaktidaknya dua kali, sebelum

ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan berlangsung. Evaluasi

dilakukan setelah 2 3 siklus kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan

berturut-turut selama 4 6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus

berikutnya 21 28 hari ( 3 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan.

Evaluasi hasil kemoterapi harus dilakukan untuk memutuskan apakah

kemoterapi dapat atau tidak dapat diteruskan. Jika dapat diteruskan apakah paduan obat

yang digunakan sama atau perlu diganti dengan paduan obat yang lain.

Evaluasi yang komprehensif meliputi aspek-aspek :

1. Evaluasi respons objektif dan subjektif

2. Evaluasi toksisiti

3. Angka tahan hidup (survival) dan masa tengah tahan hidup

Evaluasi Respons Objektif

Ukuran tumor

Ukuran tumor perlu dinilai pada foto toraks dan diambil garis tengah yang terbesar.

UICC telah menetapkan kriteria respons objektif sbb:

Complete response (CR atau respons komplet), tumor menghilang sama sekali,

ditentukan dengan dua observasi dengan jarak waktu sekurangkurangnya 4

minggu.

Partial response (PR atau respons sebagian), pengurangan ukuran tumor sebesar

50% atau lebih, ditentukan melalui dua observasi dengan jarak waktu sekurang-

kurangnya 4 minggu, serta tidak ditemukan lesi baru.


No change (NC) atau stable disease, (SD, tidak berubah) pengurangan ukuran

tumor kurang dari 50% atau penambahan ukuran tumor kurang dari 25%.

Progressive disease (PD atau perburukan), penambahan ukuran tumor lebih dari

25% atau timbul lesi baru

Evaluasi Respons Subjektif / Semisubjektif

1. Keluhan/gejala

Dinilai apakah gejala berkurang, menetap atau bertambah

2. Tampilan (Performance Status=PS)

Setelah pemberian kemoterapi pada umumnya terjadi penurunan nilai tampilan,

tetapi nilai tersebut harus kembali ke nilai sebelum pemberian obat. Bila tampilan

berkurang sampai skala Karnofsky 50 atau skala WHO, maka pemberian obat yang

berikutnya harus ditunda. Dianjurkan menggunakan ukuran tampilan menurut skala

Karnofsky atau WHO atau ECOG

3. Berat Badan

Dinilai apakah berkurang, menetap atau bertambah

Evaluasi Efek Samping

Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti

hematologi dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang

berbeda sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Semua obat

sitostatik mempunyai pengaruh depresi pada sumsum tulang Beberapa obat mempunyai

efek samping yang berhubungan dengan dosis. Adriamisin mempunyai efek samping

pada miokard berupa miokardiopati, bila telah tercapai dosis maksimal.

Siklofosfamid dan ifosfamid dapat menimbulkan sistitis, sedangkan sisplatin dan

karboplatin mempunyai efek toksik pada ginjal dan saraf. Paklitaksel dan dosetaksel
mempunyai efek samping hipersensitiviti serta gangguan susunan saraf pusat. Alopesia

amat sering ditemukan. Gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah disertai rasa

lemah dan anoreksia hampir selalu dirasakan sesudah pemberian kemoterapi.

Gemsitabin termasuk obat sitostatik yang kurang menimbulkan gejala gastrointestinal

dan alopesia, walaupun masih menunjukkan depresi sumsum tulang.

Angka Tahan Hidup dan Masa Tengah Tahan Hidup

Pada pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil, terutama pada stadium awal

(stadium I sampai IIIA), pembedahan merupakan terapi utama. Terapi tambahan

radioterapi atau kemoterapi adjuvant setelah dilakukan reseksi dari tumor hanya

memiliki sedikit manfaat. Namun, dari data yang diperoleh ada peningkatan dari

survival rate pada pasien-pasien kanker paru yang diberi kemoterapi adjuvant. Five year

survival rates tergantung dari stadium tumor, five year survival dilaporkan pada pasien

kanker paru stadium I sebanyak 60-70%, 40-50% kanker paru stadium II dan 15-30%

pada kanker paru stadium IIIA. Sekarang ini beberapa pasien kanker paru karsinoma

bukan sel kecil yang tidak dapat dilakukan pembedahan, stadium lanjut (IIIB dan IV)

diberikan terapi pengobatan. Median survival untuk pasien kanker paru stadium Ivyang

stabil adalah 8 sampai 10 tahun. Walaupun respon dari radioterapi dan kemoterapi

rendah, beberapa studi telah menunjukkan adanya peningkatan angka tahan hidup,

perjalanan penyakit yang tidak progressif dan kualitas dari hidup penderita kanker

paru.

Angka tahan hidup (ATH ) menunjukkan persentase penderita yang masih hidup

pada waktu tertentu setelah pengobatan. Biasanya dihitung angka tahan hidup 1 tahun, 2

tahun dan 5 tahun. Masa tengah tahan hidup (MTTH) ialah waktu, ketika separuh

jumlah penderita masih hidup setelah pengobatan. Kedua parameter ini dapat dilihat
dengan membuat kurva ketahanan hidup penderita yang diobati. Apabila secara periodik

digambarkan jumlah penderita yang hidup setelah pengobatan, maka akan didapatkan

kurva yang menggambarkan perjalanan penyakit penderita setelah kurun waktu tertentu

sampai seluruh atau sebagian besar penderita meninggal. Kurva atau grafik yang curam

menunjukkan hasil pengobatan yang kurang baik. Sedangkan hasil pengobatan yang

baik tergambar dari grafik yang bentuknya landai atau tidak terlalu curam. Pada grafik

yang lebih landai, masa tengah tahan hidup biasanya lebih panjang dan angka ketahanan

hidup dapat diikuti sampai masa yang lebih lama, masanya 1, 2 atau 5 tahun.

PETANDA TUMOR

Setiap jenis sel memiliki tanda molekul yang unik, ini dikenal sebagai petanda

tumor, yang mana menggambarkan karakteristik seperti tingkat atau jumlah maupun

aktifitas dari gen (kemampuan gen atau protein untuk menjalankan fungsi mereka),

protein atau molekul lainnya.

Petanda tumor dapat memfasilitasi tentang penjelasan penyakit secara

molekuler, memberikan prognosis informasi tentang perjalanan penyakit dan

memprediksi respon terhadap terapi. Lebih dari 11 juta orang didiagnosis dengan

kanker setiap tahun. Diperkirakan akan ada 16 juta kasus baru setiap tahun oleh 2020.

Kanker adalah sekelompok penyakit yang melibatkan perubahan dalam status

dan ekspresi beberapa gen yang memberikan manfaat kelangsungan hidup dan potensi

proliferatif yang berkurang ke somatik atau sel germinal.

Sel-sel kanker menampilkan spektrum yang luas dari perubahan genetik yang

mencakup penyusunan ulang gen, mutasi titik, dan amplifikasi gen, menyebabkan

gangguan pada jalur molekuler yang mengatur pertumbuhan sel, kelangsungan hidup,

dan metastasis. Saat perubahan tersebut terwujud dalam mayoritas pasien dengan jenis
tumor tertentu, ini dapat digunakan sebagai petanda tumor untuk deteksi dan target

terapi yang sedang berkembang, selain memprediksi respon terhadap berbagai terapi

yang diberikan.

Petanda tumor adalah zat yang biasanya peptida, disekresikan oleh sel-sel tumor.

Zat-zat tersebut biasanya tidak ada dalam serum (atau dijumpai dalam konsentrasi yang

sangat rendah), karena mereka tidak disekresikan (atau disekresikan dalam jumlah yang

sangat kecil) oleh sel-sel normal.

Secara umum petanda tumor adalah menggambarkan perubahan yang dapat

dideteksi dan mengindikasikan terdapatnya tumor, khususnya tumor ganas atau

kanker.
Pemeriksaan petanda tumor yang paling sederhana adalah pemeriksaan atau pengukuran

konsentrasi serum marker. Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk alat skrining

populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi, dapat menentukan diagnosis kanker

ataupun jenis kanker yang spesifik, dapat juga menentukan prognosis pasien dan evaluasi

terapi.

Dalam memonitor efek kemoterapi dengan penanda tumor, penurunan yang substansial

sering dikorelasikan dengan respon pada terapi yang mana peningkatan maupun

penurunan dari kadar penanda tumor tersebut dihubungkan dengan progressifitas dari

penyakit sendiri maupun kombinasi untuk mendiagnosis dini kanker paru pada populasi yang

asimtomatik atau pada kelompok risiko tinggi (perokok). Petanda tumor berperan untuk

mendiagnosis banding dan menentukan jenis histologi terutama tumor paru yang tidak

diketahui asalnya.

Petanda tumor dapat digunakan untuk evaluasi pasca bedah, efektifiti

pengobatan dan deteksi kekambuhan kanker paru. Peningkatan petanda tumor akibat terjadi

kerusakan jaringan normal dan tumor tetapi beberapa waktu kemudian terjadi penurunan

tergantung dari waktu paruhnya dan sisa tumor setelah operasi.


Respon Imun Terhadap Tuberkulosis
Tubuh manusia mempunyai sistem imun yang bertujuan melindungi tubuh dari
serangan benda asing atau serangan bakteri. M. tuberculosis adalah mikroba intraseluler, artinya
kuman ini hidupnya didalam sel tubuh. Pada sistem imun seluler yang berperan aktif adalah
limphosit T atau sel T. Sel T yang reaktif terhadap M. tuberculosis menghasilkan IFN, TNF,
IL2, IL-4, IL-5 dan IL-10 sama dengan sitokin yang dihasilkan oleh sel T. Selain itu supernatan
dari Sel T yang dirangsang oleh M. tuberculosis akan meningkatkan agregasi makrofag dan
selanjutnya berperan pada pembentukan granuloma. Imunitas seluler terdiri atas dua tipe reaksi
yaitu fagositosis (oleh makrofag teraktivasi) dan sel terinfeksi (oleh limfosit T sitolitik). Kuman
yang masuk ke alveoli ditelan oleh magrofag dan sering dihancurkan oleh makrofag alveola dan
sebagian kuman akan tetap bertahan hidup di phagosom kemudian menuju plasma sel. Penyebab
sebagian kuman tidak dapat difagosit karena Mycobacterium sp. dapat memproduksi protein
penghambat lisosomal hingga memungkinkan mereka tetap hidup dalam makrofag.
Secara imunologis, sel makrofag dibedakan menjadi makrofag normal dan makrofag
teraktivasi. Makrofag normal berperan pada pembangkitan daya tahan imunologis
nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik terbatas.
Makrofag ini berperanan pada daya tahan imunologis bawaan (innate resistance). Sedang
makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal atau bakteriostatik sangat
kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T sebagai bagian dari respons imun spesifik
(acquired resistance).
Sel T adalah mediator utama pertahanan imun melawan M.tuberculosi. Secara

imunofenotipik sel T terdiri dari limfosit T helper, disebut juga clusters of differentiation 4

(CD4) karena mempunyai molekul CD4+ pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit

T darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya berupa limfosit T supresor atau sitotoksik,

mempunyai molekul CD8+ pada permukaannya dan sering juga disebut CD8

Sel T helper (CD4) berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th1)

dan sel T helper 2 (Th2). Sel Th1 membuat dan membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL-2,

IL-12, IFN- dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-). Sel Th2 membuat dan membebaskan

sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-10. Sitokin tipe 2 menghambat

proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1 menghambat produksi dan pembebasan sitokin

tipe 2. Interaksi antara pejamu dan kuman dalam setiap lesi merupakan kelainan yang berdiri

sendiri dan tidak dipengaruhi oleh lesi lainnya.


Senjata pejamu dalam interaksi tersebut adalah makrofag teraktivasi dan sel sitotoksik.

Makrofag teraktivasi dapat membunuh atau menghambat kuman yang ditelannya. Sel

sitotoksik dapat secara langsung maupun tidak langsung membunuh makrofag tidak

teraktivasi yang berisi kuman TB yang sedang membelah secara aktif dalam sitoplasmanya.

Kematian makrofag tidak teraktivasi menghilangkan lingkungan intraseluler (tempat yang

baik untuk tumbuhnya kuman TB),

Di alveolus makrofag merupakan komponen sel fagosit yang paling aktif memfagosit

partikel atau mikroorganisme. kemampuan untuk menghancurkan mikroorganisme terjadi

karena sel ini mempunyai sejumlah lisozim didalam sitoplasma. Lisozim ini mengandung

enzim hidrolase maupun peroksidase yang merupakan enzim perusak. Selain itu makrofag

juga mempunyai reseptor terhadap komplemen. Adanya reseptor-reseptor ini meningkatkan

kemampuan sel makrofag untuk menghancurkan kuman M.tuberculosis yang merupakan

benda asing yang dilapisi oleh antibodi atau komplemen.

Bahan-bahan tersebut antara lain adalah oksigen reaktif dan nitrogen oksida. Kedua gas

ini akan menghambat pertumbuhan dan membunuh kuman. Makrofag juga menghasilkan IL-

12 yang merupakan umpan balik positif dan makin memperkuat jalur tersebut. Meskipun IL-4

dan IL-10 bisa menghambat fungsi makrofag dan sel NK namun IFN- yang banyak terdapat

dalam paru pasien TB mampu menekan fungsi sel Th2 Sistem imun seluler berperan utama

dalam pertahanan terhadap bakteri intraseluler seperti M. Tuberculosis.


IMUNISASI

Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tidak akan menderita

penyakit tersebut karena sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam

tubuh maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori

akan menyimpan sebagai suatu pengalaman.

Imunisasi merupakan pencegahan yang telah berhasil menurunkan mordibitas (angka

kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak.

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap

suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja,

Sehingga untuk terhindar dari penyakit lain, diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan

angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak, polio dan tuberculosis.

Imunisasi dapat dilakukan pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak- anak

karena sistem imun yang belum sempurna, sedangkan pada usia 60 tahun terjadi penuaan

sistem imun nonspesifik seperti perubahan fungsi sel sistem imun, dengan demikian usia

lanjut lebih rentan terhadap infeksi penyakit auto imun dan keganasan.

Imunisasi adalah suatu proses pemberian imunisasi dasar : BCG, Campak, Polio,

DPT/HB, DT, TT yang diberikan kepada balita Untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya

terhadap penyakit Sehingga jika terpajan pada penyakit tersebut maka ia tidak akan

menjadi sakit.
Tujuan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi antara lain :

a. Tujuan/manfaat imunisasi adalah sebagai mencegah terjadinya penyakit tertentu

pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu di dunia.

b. Tujuan dan kegunaan imunisasi adalah untuk melindungi dan mencegah penyakit-

penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak.

c. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit

sehingga dapat menurunkan angka morbilitas dan mortilitas serta dapat mengurangi

kecacatan akibat penyakit tertentu.

d. Tujuan diberikan imunisasi adalah mengurangi angka penderita suatu

penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian

pada penderitanya.

JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI

Tabel 1. Jadwal Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) untuk bayi usia di bawah 1 tahun.

Usia Jenis imunisasi yang diberikan


0 - 7 hari Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio1
2 bulan DPT / HB1, Polio2
3 bulan DPT / HB2, Polio3
4 bulan DPT / HB3, Polio4
9 bulan Campak

Dasar Vaksinasi BCG

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerine)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Sebab

terjadinya TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi

BCG, seperti TBC pada selaput otak, TBC Miller (pada seluruh lapangan paru) atau TBC

tulang.
a. Cara Pemberian :

1) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan

dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml)

2) Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali

3) Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus

deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml)

4) Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.

5) Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8C,

tidak boleh beku.

BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan

karena keberhasilannya diragukan.

b. Efek Samping :

1) Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul

kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah

menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka

(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan

meninggalkan jaringan parut.

2) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai

nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah

1. Tuberkulosis Berat

Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang

berbentuk batang disebut Mycobacterium Tuberculosis. Dan dikenal juga dengan Basil Tahan

Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah Tuberculosis Milier (penyakit paru berat) yang

menyebar ke seluruh tubuh dan Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang

keduanya bisa menyebabkan kematian pada anak.


Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa

menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih

terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacterium

paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis

atau tidak dapat terklasifikasikan erkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan

hepatitis B (Depkes RI, 2005).

Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan. Tidak ada

perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada bayi adalah demam,

berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, dan

hepatosplenomegali . Gejala spesifik tuberkulosis pada anak biasanya tergantung pada bagian

tubuh mana yang terserang, misalnya Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan

gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di

antaranya meninggal dunia (Farmacia, 2007). Sedangkan di Indonesia angka kejadian

tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun bila angka

kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak

akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan

menularkan pada 10 15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI, 2002;)

Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya melalui inhalasi butir sputum

penderita yang mengandung kuman tuberkulosis, ketika penderita dewasa batuk, bersin dan

berbicara.

Diagnosis TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji

tuberkulin (Mantoux Test) serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi.

Uji tuberkulin (Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak.

Pemeriksaan klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan

laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung. Dan pemeriksaan


radiologi untuk melihat kondisi paru-paru Salah satu pencegahan penyakit ini dapat dilakukan

dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin). Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang

hidup, namun telah dilemahkan. BCG dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB

seperti milier, meningitis, dan spondilitis.

2. Difteri

Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah menular.

Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara dalam sebuah ruangan

dengan penderita atau melalui kontak memegang benda yang terkontaminasi oleh kuman

diphteria dan melalui kontak dari orang ke orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri

Corynebacterium diphteriae. Kuman ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es),

susu, serta lendir yang mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae.

Penyakit ini ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna

putih keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan, selain itu

dapat juga di trachea, hidung dan tonsil.

Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang tidak terlalu

tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala tidak mampu makan)

dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi (stridor).

Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin difteri diberikan secara bersama dengan vaksin

pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen yaitu DPT (difteri, pertusis,

dan tetanus).

3. Pertusis

Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus yakni

saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara). Penyakit ini dapat

menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun. Penyebab pertusis adalah

sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis.

Gejala awal berupa batuk-batuk ringan pada siang hari. Makin hari makin berat

disertai batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal sebagai
whooping cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan tarikan napas

panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak menjadi gelisah, muka

merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak mau makan), dan gejala lain

yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini dengan melakukan imunisasi DPT (difteri,

pertusis, tetanus).

4. Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia ke manusia

secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan Clostridium tetani. Binatang

seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour (persinggahan sementara).

Gejala umum penyakit tetanus pada awalnya dapat dikatakan tidak khas bahkan gejala

penyakit ini terselimuti oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam

waktu 48 jam penyakit ini dapat menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan

membuka mulut, tengkuk terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus,

yaitu suatu keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas,

sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :

a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak mengalami

rhisus sardonikus.

b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot seluruh badan.

c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya timbul

kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat.

Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai

beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka. Rata-rata masa

inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya,

makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin

berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya.

Cara pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid


bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT.

5. Polio

Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit polio
disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. Semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang,
demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa.
Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3.
Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara
3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita
tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak- anak.
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah dideteksi
dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari sekret tenggorokan. Di daerah
dengan sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering terjadi melalui sekret faring dari
pada melalui rute orofecal.
Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang

sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan

kekebalan terhadap ke tiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis

OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur

hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OPV. Disamping

itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara

penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio.

6. Campak

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular lewat udara

melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seorang penderita. Penyebab penyakit

campak adalah virus yang masuk ke dalam genus Morbilivirus dan keluarga

Paramyxoviridae. Masa inkubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari, kadang 2-4 hari.

Penyakit ini sering menyebabkan kejadian luar biasa (KLB). Perkembangan frekuensi

KLB campak, jumlah penderita dan CFR dalam 5 tahun terakhir.


Gejala awal berupa demam, malaise atau demam, gejala conjunctivis dan coryza atau

kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah

tenggorokan saluran napas bagian atas.

Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia (radang

paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot kaki).

Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu :

a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia

(takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctivis dan coryza. Menjelang akhir

stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi

eritema, lokasi disekitar mukosa mulut.

b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di mana-mana.

Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang.

c. Stadium konvalesen.

Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi campak yang

menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan.

7. Hepatitis B

Penyakit hepatitis adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada manusia, yang

disebabkan oleh virus. Sedangkan hepatitis B adalah penyakit liver (hati) kronik hingga akut,

umumnya kronik-subklinik dan sembuh sendiri (self limited). Penularan penyakit ini dapat

melalui ibu ke bayi dalam kandungan (vertical transmission), jarum suntik yang tidak steril

dan hubungan seksual. Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari.

Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah,

dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian.

Definisi Uji Tuberkulin (Mantoux)


Uji kulit tuberkulin (yang juga disebut uji Mantoux) merupakan salah satu jenis uji
yang digunakan untuk mendiagnosa TB. Penggunaan uji tuberkulin yang utama adalah
untuk mengetahui orang yang terinfeksi dengan kuman TB, tetapi belum mengidap
penyakit yang aktif.
Uji tuberkulin adalah suatu cara untuk mengenal adanya infeksi tuberkulosis.
Tuberkulin merupakan komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik
yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB
(telah ada kompleks primer dalam tubuhnya) akan memberikan reaksi berupa indurasi di
lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibri n dan
meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi
tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktifitas dan beratnya proses penyakit. Uji
tuberkulin juga merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama dikenal, tetap i
hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Uji ini dilakukan berdasar
adanya hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis
terutama pada anak dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90%.
Tes tuberkulin mempunyai nilai yang terbatas secara klinis. Suatu hasil tes yang positif
tidak selalu diikuti dengan penyakit, demikian juga dengan hasil tes negatif bukan
Tuberkulosis. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan diagnosis penderita (terutama
pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan seorang penderita tuberkulosis yang
menular), namun penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Pada
anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah
lebih dari 90%.
Alat-alat yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut :
- Semprit tuberkulin (spuit 1 CC)
- Jarum suntik no. 26 atau 27
- Tuberkulin.

Oleh Karena Itu, Uji Tuberkulin Dapat Dilakukan Pada Orang Yang:
Mungkin pernah berdekatan dengan orang yang didiagnosa mengidap tuberkulosis
Termasuk dalam golongan berisiko TB tinggi
Berimigrasi dari negara di mana tuberkulosis lazim terdapat
Menghadapi risiko di tempat kerja, seperti tenaga profesional bidang kesehatan
Mau mengadakan perjalanan ke negara di mana tuberkulosis lazim terdapat
Akan mengadakan perjalanan selama kurun waktu yang cukup lama ke negara berisiko
TB tinggi
Pernah mengadakan perjalanan selama kurun waktu yang cukup lama ke negara
berisiko TB Tinggi.
Cara Pemberian dan Pembacaan
Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml secara intradermal (dengan metode
Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah. Injeksi tuberkulin menggunakan
jarum gauge 27 dan spuit tuberkulin, saat melakukan injeksi harus membentuk sudut 30
antara kulit dan jarum. Penyuntikan dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan
didapatkan indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah
suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara
palpasi. Standarisasi digunakan diameter indurasi diukur secara transversal dari panjang axis
lengan bawah dicatat dalam milimeter.
Interpretasi Uji Tuberkulin (Mantoux)
Secara umum, hasil uji tuberkulin adalah diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji
tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium atipic dan BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil
yang meragukan ini jika perlu diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan
dilakukan 2 minggu kemudian.
Diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG pasien. Pada
anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin
disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya.
Sedangkan bila ukuran indurasi 15 mm hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB
alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5
tahun setelah penyuntikan. Jika membaca tuberkulin pada anak-anak di atas usia 5 tahun
faktor BCG dapat diabaikan.
Pada anak tanpa risiko tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan
pada umur 1 tahun, 4-6 tahun, dan 11-16 tahun. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi di
daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan setiap tahun.
Faktor- faktor yang mempengaruhi Uji Tuberkulin
Terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak dengan tes tuberkulin positif dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : karakteristik anak (umur, jenis kelamin, BCG skar), karakteristik
orang tua (pendidikan dan pekerjaan orang tua), gejala klinis tuberkulosis, riwayat sakit,
jumlah anggota keluarga (kepadatan hunian). Faktor lainnya adalah: pemberian
kortikosteroid/kemoterapi, infeksi mikobakterium lain, infeksi HIV, kontak panderita TB, dan
keganasan serta malnutrisi.

Anda mungkin juga menyukai