Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kimia adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang struktur,
susunan, sifat, dan perubahan dari materi. Kimia sering disebut sebagai "ilmu
pusat" karena menghubungkan berbagai ilmu lain, seperti fisika, ilmu
bahan, nanoteknologi, biologi, farmasi, kedokteran, bioinformatika,
dan geologi. Koneksi ini timbul melalui berbagai subdisiplin yang
memanfaatkan konsep-konsep dari berbagai disiplin ilmu. Sebagai
contoh, kimia fisik melibatkan penerapan prinsip-prinsip fisika
terhadap materi pada tingkat atom dan molekul.

Semua materi normal terdiri dari atom atau komponen-


komponen subatom yang membentuk atom; proton, elektron, dan neutron.
Atom dapat dikombinasikan untuk menghasilkan bentuk materi yang lebih
kompleks seperti ion, molekul, atau kristal. Struktur dunia yang kita jalani
sehari-hari dan sifat materi yang berinteraksi dengan kita ditentukan oleh sifat
zat-zat kimia dan interaksi antar mereka. Baja lebih keras dari besi karena
atom-atomnya terikat dalam struktur kristal yang lebih kaku. Kayuterbakar
atau mengalami oksidasi cepat karena ia dapat bereaksi secara spontan
dengan oksigen pada suatu reaksi kimia jika berada di atas suatu suhu tertentu.

Zat cenderung diklasifikasikan berdasarkan energi, fase, atau komposisi


kimianya. Materi dapat digolongkan dalam 4 fase, urutan dari yang memiliki
energi paling rendah adalah padat, cair, gas, dan plasma. Dari keempat jenis
fase ini, fase plasma hanya dapat ditemui di luar angkasa yang berupa bintang,
karena kebutuhan energinya yang teramat besar. Zat padat memiliki struktur
tetap pada suhu kamar yang dapat melawan gravitasi atau gaya lemah lain
yang mencoba mengubahnya. Zat cair memiliki ikatan yang terbatas, tanpa
struktur, dan akan mengalir bersama gravitasi. Gas tidak memiliki ikatan dan
bertindak sebagai partikel bebas. Sementara itu, plasma hanya terdiri dari ion-
ion yang bergerak bebas; pasokan energi yang berlebih mencegah ion-ion ini
bersatu menjadi partikel unsur. Satu cara untuk membedakan ketiga fase

1
pertama adalah dengan volume dan bentuknya: kasarnya, zat padat memeliki
volume dan bentuk yang tetap, zat cair memiliki volume tetap tetapi tanpa
bentuk yang tetap, sedangkan gas tidak memiliki baik volume ataupun bentuk
yang tetap.

Fase adalah kumpulan keadaan sebuah sistem fisik makroskopis yang


relatif serbasama baik itu komposisi kimianya maupun sifat-sifat fisikanya
(misalnya masa jenis, struktur kristal, indeks refraksi, dan lain sebagainya).
Contoh keadaan fase yang kita kenal adalah padatan, cair, dan gas. Keadaan
fase yang lain yang misalnya plasma, kondensasi Bose-Einstein, dan
kondensasi Fermion. Keadaan fase dari material magnetik
adalah paramagnetik, feromagnetik dan diamagnetik.

Sifat fisik, seperti massa jenis serta indeks bias cenderung berada dalam
nilai karakteristik fase. Tahap materi didefinisikan dengan fase transisi, yang
ketika energi yang dimasukkan ke dalam atau ke luar dari sistem masuk ke
menata ulang struktur sistem, bukannya mengubah kondisi massal.

Terkadang perbedaan antara fase dapat berlangsung terus menerus


daripada memiliki batas yang diskrit, dalam hal ini materi ini dianggap dalam
suatu keadaan superkritis. Ketika tiga keadaan bertemu berdasarkan kondisi,
hal ini dikenal sebagai titik tripel serta karena ini merupakan invarian, hal ini
adalah cara mudah untuk menentukan satu set kondisi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Untuk memahami arti padatan, cairan, dan gas


2. Untuk dapat mengetahui wujud dari masing masing unsur unsur kimia
3. Dapat mempelajari tentang bagaimana hubungan padatan, cairan, dan gas

1.3 Manfaat

2
1. Manfaat Bagi Penulis : Menambah wawasan penulis mengenai materi
hubungan padatan, cairan, dan gas secara umum maupun khususnya dalam
konteks kimia dan penerapannya di lingkungan maupun kehidupan sehari hari ,
untuk selanjutnya dapat dijadikan refrensi dalam menambah ilmu pengetahuan.

4.2 Manfaat Bagi Masyarakat : Dapat dijadikan pertimbangan bahan ajar di


dalam dunia pendidikan dan sebagai refrensi penambah wawasan bagi para
masyarakat.

BAB II

3
DASAR TEORI

2.1 ZAT PADAT


2.1.1 Pengantar Kimia Zat Padat.
Zat adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan juga memiliki
massa. Menemapati ruang artinya zat dapat ditempatkan dalam suatu
ruang ataupun di suatu wadah tertentu. Sedangkan pada massa zat, dapat di
buktikan atau pun diketahui dengan sebuah alat yang biasanya disebut
dengan neraca ataupun timbangan. Zat tersusun dari partikel-partikel yang
sangat kecil sekali. Partikel-partikel yang sangat kecil itu disebut dengan
Molekul. Pada umumnya, zat memiliki tiga wujud ataupun bentuk, salah
satunya yaitu:
Wujud Padat
Benda padat memiliki bentuk dan volume yang tetap. Bentuknya tetap
dikarenakan partikel-partikel pada zat padat saling berdekatan, tersusun
secara teratur serta mempunyai gaya tarik menarik antar partikelnya sangat
kuat. Volumenya tetap dikarenakan partikel pada zat padat dapat bergerak
dan berputar-putar pada kedudukannya saja.
Padatan digolongkan dalam dua golongan, padatan kristalin yang
partikel penyusunnya tersusun teratur, dan padatan amorf yang partikel
penyusunnya tidak memiliki keteraturan yang sempurna. Studi bahan
kristalin mempunyai sejarah yang jauh lebih panjang karena kristal lebih
mudah dipelajari daripada bahan amorf. Perkembangan paling penting
dalam studi bahan kristalin adalah perkembangan analisis kristalografi
sinar-X. Awalnya teknik ini hanya dapat digunakan untuk struktur yang
sangat sederhana seperi garam (NaCl). Namun dalam 80 tahun terakhir
analisis kristalografi telah berkembang dengan demikian cepat sehingga
protein dengan massa molekul yang sangat besar kini dapat dipelajari
dengan teknik ini.
Terdapat berbagai cara untuk mengklasifikasikan padatan, yang meliputi
berbagai bahan. Namun, klasifikasi yang paling sederhana adalah
membaginya menjadi dua golongan, yaitu:
1) Bahan Kristalin
Dalam beberapa bahan kristalin, partikel penyusunnya tersusun
sehingga keteraturannya kadang nampak dengan mata telanjang. Kristal

4
yang umum kita lihat adalah natrium khlorida, tembaga sulfat hidrat, dan
kuarsa. Lokasi partikel penyusun padatan kristalin (ion, atom atau
molekul) biasanya dinyatakan dengan kisi, dan lokasi setiap partikel
disebut titik kisi. Satuan pengulangan terkecil kisi disebut dengan sel
satuan. Sel satuan digambarkan dengan garis tebal. Jarak antar dua titik
sepanjang ketiga sumbu didefiniskan sebagai a, b dan c. Sudut yang dibuat
antar dua sumbu didefinisikan sebagai , dan . Sel satuan paling
sederhana adalah kubus. Tiga sumbu kubus dan beberapa sel satuan lain
tegak lurus satu sam lain, namun untuk sel satuan lain sumbu-sumbu itu
tidak saling tegak lurus. Faktor yang mendefinisikan sel satuan adalah
jarak antar titik dan sudut antar sumbu. Faktor-faktor ini disebut dengan
tetapan kisi (kadang disebut juga parameter kisi)
Di tahun 1848, kristalografer Perancis Auguste Bravais (1811-1863)
mengklasifikasikan kisi kristal berdasarkan simetrinya, dan menemukan
bahwa terdapat 14 jenis kisi kristal yang disebut dengan kisi Bravais. Ke-
empat belas kisi 14 diklasifikasikan menjadi tujuh sistem Kristal. Dalam
buku ini, hanya tida sistem kubus yang dikenal baik: kubus sederhana,
kubus berpusat badan dan kubus berpusat muka yang akan dibahas.
Besarnya sel satuan dapat ditentukan dengan hukum Bragg, yang
diusulkan oleh fisikawan Inggris William Lawrence Bragg (1890-1971) di
tahun 1912. Untuk mendapatkan informasi detail susunan akurat partikel
dalam kristal, pengukuran intensitas puncak difraksi perlu dilakukan.
2) Padatan Amorf
Susunan partikel dalam padatan amorf sebagian teratur dan sedikit agak
mirip dengan padatan kristalin. Namun, keteraturan ini, terbatas dan tidak
muncul di keseluruhan padatan. Banyak padatan amorf di sekitar kita-
gelas, karet dan polietena memiliki keteraturan sebagian. Fitur padatan
amorf dapat dianggap intermediate antara padatan dan cairan. Baru-baru
ini perhatian telah difokuskan pada bahan buatan seperti fiber optik dan
silikon amorf.
3) Padatan Kristalin dan Amorf
Terdapat perbedaan besar dalam keteraturan partikel penyusunnya.

5
Beberapa ilmuwan bertahan dengan
pendapat bahwa padatan amorf dapat
dianggap wujud keempat materi.
Amorf Penggunaan Material
Gelas kuarsa Serat optik
Gelas khalkogenida Membran selenium untuk mesin
fotokopi
Silikon amorf Sel surya
Logam besi/kobal amorf Bahan magnetik
polimer polistirene
Karbon amorf karbon hitam (adsorben)
Silika gel gel (adsorben)

2.1.2 Struktur Kristal Sederhana.


Dalam mineralogi dan kristalografi, struktur kristal adalah suatu
susunan khas atom-atom dalam suatu kristal. Suatu struktur kristal
dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun secara khusus,
yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi. Spasi
antar sel unit dalam segala arah disebut parameter kisi. Sifat simetri
kristalnya terwadahi dalam gugus spasinya. Struktur dan simetri suatu
emmainkan peran penting dalam menentukan sifat-sifatnya, seperti sifat
pembelahan, struktur pita listrik, dan optiknya.
Kristal terbentuk dari komposisi atom-atom, ion-ion atau
molekulmolekul zat padat yang memiliki susunan berulang dan jarak yang
teratur dalam tiga dimensi. Pada hubungan lokal yang teratur, suatu kristal
harus memiliki rentang yang panjang pada koordinasi atom-atom atau ion
dalam pola tiga dimensi sehingga menghasilkan rentang yang panjang
sebagai karakteristik dari bentuk kristal tersebut. Ditinjau dari struktur atom
penyusunnya, bahan padat dibedakan menjadi tiga yaitu kristal tunggal
(monocrystal), polikristal (polycrystal), dan amorf (Smallman, 2000: 13).
Pada kristal tunggal, atom atau penyusunnya mempunyai struktur tetap
karena atom-atom atau molekul-molekul penyusunnya tersusun secara
teratur dalam pola tigadimensi dan pola-pola ini berulang secara periodik

6
dalam rentang yang panjang tak berhingga. Polikristal dapat didefinisikan
sebagai kumpulan dari kristal-kristal tunggal yang memiliki ukuran sangat
kecil dan saling menumpuk yang membentuk benda padat. Struktur amorf
menyerupai pola hampir sama dengan kristal, akan tetapi pola susunan
atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang dimiliki tidak teratur
dengan jangka yang pendek. Amorf terbentuk karena proses pendinginan
yang terlalu cepat sehingga atom-atom tidak dapat dengan tepat
menempati lokasi kisinya. Bahan seperti gelas, nonkristalin ataupun vitrus
yaitu memiliki struktur yang identik dengan amorf. Susunan dua-
dimensional simetris dari dua jenis atom yang berbeda antara kristal dan
amorf ditunjukan pada Gambar2.1 Gambar 2.1 (a). Susunan atom kristal,
(b). Susunan atom amorf. (Smallman, 1999: 13)

Sistem Kristal Sunting

Ada 7 sistem kristal unik, yaitu menurut penurunan simetri:

a. kubus atau kubik


b. heksagonal
c. tetragonal
d. rhombohedral (trigonal)
e. ortorombik
f. monoklinik
g. triklinik

Sistem yang paling sederhana dan paling simetrik adalah sistem kristal
kubik yang mempunyai simetri sebuah kubus. Sejumlah ahli kristalografi
("kristalografer") menganggap sistem kristal heksagonal bukan sistem
tersendiri melainkan termasuk ke dalam bagian sistem kristal trigonal.

2.1.3 Difraksi Sinar X.

7
Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode
analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam
material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD juga dapat memberikan data
kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. Difraksi sinar X
ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:
a. Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom
b. Penentuan kristal tunggal
c. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui
d. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil

Difraksi sinar-X terjadi karena pada hamburan elastis foton-foton


sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis
sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif.
Penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah
berdasarkan persamaan Bragg berikut ini.

imana adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, adalah

jarak antara dua bidang kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan

bidang normal, dan adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde

pembiasan.

Difraksi sinar x (Nelson, 2010)

8
Jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang
kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang
sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Proses difraksi sinar x
seperti disajikan pada Gambar 1. Sinar x dibiaskan dan ditangkap oleh
detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi.
Semakin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, semakin kuat
intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada pola
difraktogram mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data
pengukuran ini kemudian dicocokkan

dengan standar difraksi sinar-X untuk


semua jenis material (Nelson, 2010).

Gambar 1: Proses Analisa Difraksi Sinar X (Nelson, 2010) Gambar 2: Hasil Difraksi Sinar X

Alat analisa XRD terdiri dari tabung sinar X, tempat sampel dan
detektor. Tabung sinar X berfungsi untuk menghasilkan sinar X. Detektor
terletak bersebelahan dengan tabung sinar X dan dapat digerakkan dengan
arah dari nilai 0 - 90. Proses analisa dengan sistem difraksi sinar X
disajikan pada Gambar 1. Sebuah sampel yang berbentuk serbuk ditaruh
ditempat sampel. Sampel dikenakan sinar X dari sudut sebesar 0 - 90.

9
Setiap sinar yang mengenai sampel akan didifraksi dan ditangkap oleh
detektor. Oleh detektor sinar-sinar diubah menjadi hasil dalam bentuk
gelombang-gelombang. Intensitas sinar X dari scan sampel diplotkan
dengan sudut (biasanya dinyatakan dalam Gambar 1) (Nelson, 2010).
Contoh hasil analisa difraksi sinar X disajikan pada Gambar 2. Selain
untuk menunjukkan tingkat kristalitas suatu padatan, difraksi sinar x juga
dapat digunakan untuk mengetahui diameter kristal. Ukuran kristal yang
mungkin diukur adalah 3-50 nm. Ukuran kristal yang diperoleh merupakan
diameter rata-rata volum berat. Ukuran kristal dapat dihitung dengan
persamaan Scherrer berikut ini:

dimana K = 1.000, b adalah lebar peak yang telah dikoreksi oleh faktor

pelebaran alat instrumen, adalah panjang gelombang sinar-X yang

digunakan, adalah ukuran kristal dan adalah sudut antara sinar

datang dengan bidang normal.

2.1.4 Kerusakan Padatan.


Kerusakan pada padatan terdapat 2 macam kerusakan sebagai berikut:
a. Kerusakan Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya
terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.
Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses
pemadatan.
Cacat/Kerusakan Kerusakan pada bahan:
1) Cacat titik (point defects): Terjadi dalam kaitannya dengan
posisi satu atau dua atom dalam Kristal
2) Cacat baris (linear defects): Kerusakan secara satu dimensi dan
Kerusakan secara satu dimensi
3) Cacat permukaan (interfacial defects): Terjadi kerusakan pada
tepi secara dua dimensi Cacat titik

10
4) Kekosongan (vacancy): Sisi kisi yang kosong akibat satu
tempat yang normalnya terisi tetapi kemudian ada satu atom yang
hilang. Secara umum, seluruh padatan kristal di alam selalu memiliki
vakansi. Faktanya adalah tidak mungkin untuk membuat kristal yang
bebas vakansi.
5) Penyisipan (self-interstitial): terjadi jika satu atom kristal yang
menyesaki ruang kecil di antara atom yang tidak ditempati.
Kerusakan pada kristal digolongkan menjadi:
1) Kerusakan intrinsik
Berupa kerusakan stokiometri yaitu tidak mengubah keseluruhan
komposisi. Kerusakan intrinsik yang terjadi pada kristal dengan
komposisi MX (M kation, X anion, rasio 1:1). Ada 2 jenis kerusakan
intrinsik:
a) Kerusakan Schottky: terjadi kekosongan atom (vakansi pada
kisi). Contoh Kerusakan Schottky
Pada NaCl:
- Anion dan kation diasumsikan menempati pada
permukaan dalam jumlah yang sama.
- Secara stoikiometri: jumlah vakansi dari anion dan
kation haruslah sama.
- Satu kation Na+ bergerak menjauhi kisi. Perpindahan
tersebut menyebabkan vakansi pada situs yang
ditinggalkannya.
- Vakansi terdistribusikan secara acak, tetapi cenderung
mengelompok karena pengaruh muatan yang
berlawanan dekat vakansi.
- Pada suhu kamar, untuk kebanyakan alkali halida
memiliki ~ 1 di 1.015 pasangan vakansi, sehingga
untuk sampel 1 mg NaCl akan memiliki ~ 10.000 cacat
Shottky.

11
b) Kerusakan Frenkel: terjadi akibat gerakan sebuah atoam atau
ion menuju posisi interstitial
Contoh Kerusakan Frenkel:
Pada AgCl:
- Kation bergerka keluar dari posisi dan menjejalkan ke
situs interstitial (ruang kosong di antara atom pada
posisi normal).
- Yang berpindah adalah kation, sedangkan anion sulit
berpindah karena ukurannya relatif terlalu besar.
- Ag+ akan dikelilingi oleh 4Cl- sehingga dapat
enstabilkan cacat ini.
- Posisi vakansi dan interstitial ini cenderung akan
berdekatan untuk membentuk kestabilan pasangan.
- Cacat ini juga memenuhi stokiometri (jumlah vakansi =
jumlah interstitial)

Faktor luar pada Cacat Kristal:


a. Cacat kristal dapat terjadi karena ada gaya pendorong. Gerakan
atom memerlukannya untuk memutus interaksi sehingga bersifat
endotermik, dan pada sisi lini akan menyambung interaksi kembali
yang bersifat eksotermik.
b. Mengingat atom bergerak dari situs internal (misal memecah 6
ikatan) dan menjauh ke luar kisi (misal membentuk 3 ikatan)
sehingga total keseluruhan proses akan bersifat endotermis.
c. Keberadaan cacat ini dapat meningkatkan laju kerusakan kristal
lebih lanjut. Hal ini karena atom-atom yang berada di dekat ruang
kosong akan bervibrasi lebih kuat daripada kristal sempurna.
Implikasi:
1) n 0; G = 0, tidak ada gaya pendorong

12
2) Ada harga n minimum yang menghasilkan kristal bersifat stabil
3) Pada kondisi T maka jumlah nmin dan nmax akan meningkat.

Jumlah kerusakan
Jumlah kerusakan Scottky untuk kristal yang berkomposisi MX:

Jumlah kerusakan Frenkel:

Keterangan:
N: total jumlah situs atom
H: entalpi kerusakan
T: temperatur dalam kelvin,
k: konstanta gas Boltzmann (k = 1.38 x 1023 J/atom-K, atau 8.62 x 105
eV/atom-K)
2) Kerusakan ekstrinsik
Terjadi jika terdapat atom asing yang masuk ke dalam kisi. Sebagai catatan
selama perpindahan:
a. Pada bahan logam, perpindahan tidak mengikutkan soal kenetralan
elektrik (muatan)
b. Pada kristal ionik, total muatan di dalam kisi dan di permukaan
harus mendekatai netral.

Kerusakan Dislokasi. Dislokasi adalah kerusakan linear atau satu


dimensional yang terjadi pada beberapa atom yang sejajar atau perubahan
yang terjadi secara kontras pada jajaran atom biasa atau sepanjang garis
(dislokasi line) di solid. Dislokasi umumnya terjadi pada bahan dengan
kepadatan yang tinggi dan sangat penting dalam sifat mekanik material.
Pembentukan dan studi dislokasi sangat penting untuk bahan struktural
seperti logam.
Dislokasi dicirikan oleh vektor Burgers dan diperoleh dengan
melakukan pengelilingan di sekitar garis dislokasi dengan memperhatikan

13
jarak interatomik tambahan yang dibutuhkan untuk menutup loop. Untuk
bahan logam, vektor Burgers dislokasi akan menunjuk ke arah
kristalografi tertutup dan besarnya sama dengan jarak interatomik.

Vektor Burger
a. Suatu vektor menunjukkan besar dan arah distorsi kisi terkait dengan
dislokasi.
b. Vektor Burger dari suatu dislokasi adalah jumlah bersih baris dan
kolom tambahan yang digabungkan menjadi vektor (kolom, baris).

Tipe-tipe dislokasi:
a. Dislokasi tepi: Terjadi pada bagian ekstra atau tepi Kristal
b. Dislokasi garis: Kerusakan linear yang berpusat di sekitar garis bidang
atom.
c. Dislokasi ulir: Seperti yang dibentuk oleh tegangan geser yang
diterapkan untuk menghasilkan distorsi
d. Dislokasi campuran: Kebanyakan dislokasi yang ditemukan dalam
material kristalin berupa campuran dan tidak mungkin hanya dislokasi
tepi atau ulir saja.

Kerusakan antarbidang. Kerusakan antar bidang (interfacial defects)


terjadi pada batas-batas yang memiliki dua dimensi dan biasanya
memisahkan luasan dari bahan-bahan yang memiliki struktur kristal dan /
atau orientasi kristalografi yang berbeda. Kerusakan ini meliputi sebagai
berikut:
a. Permukaan eksternal (external surfaces)
b. Batas butiran (grain boundaries)
c. Batas kembar (twin boundaries)
d. Kerusakan susunan (stacking faults)
e. Batas fase (phase boundaries).

Permukaan eksternal. Pada permukaan merupakan bagian ujung


struktur kristal. Jumlah tetangga pada atom di permukaan ini menjadi tidak
maksimal, seperti pada di bagian dalam kristal. Kalau pada cairan akan

14
menyebabkan tegangan muka, di padatan meskipun tidak signifikan
kadang menghasilkan kerusakan dalam rangka atom mencari kestabilan.

Batas butiran
Pada sintesis bahan, kristal sering ditumbuhkan melalui tahapan
butiran. Butiran kristal umumnya berupa penampakan yang tidak smooth
karena pertumbuhannya terhambat oleh kontak dengan butiran lainnya.
Antarmuka yang terbentuk di antara butiranbutiran ini disebut batas
butiran. Atom-atom antara butir (pada batas butiran) tidak memiliki
struktur kristal.

Tahap dalam
pemadatan
logam (a)
pembentukan inti (b) pertumbuhan inti menjadi kristal dan (c) bergabung
bersama untuk membentuk butiran kristal. Perhatikan bahwa butiran
berorientasi secara acak.
Batas butiran adalah termasuk cacat antarmuka. Batas yang
memisahkan dua butiran kecil kristal akan memiliki orientasi kristalografi
yang berbeda dalam bahan polikristalin.

15
Beberapa ukuran misalignment kristalografi (ketidaksejajaran
kristalografi) antara butiran-butiran yang berdekatan sangat
dimungkinkan.

Batas
kembar
pada butiran kuningan

Batas butiran pada permukaan sampel yang dipoles dan dietsa dengan
mikroskop optik untuk sampel (a) baja kadar karbon rendah (perbesaran 100X),
(b) Magnesium oksida (perbesaran 225X.)

16
2.1.5 Ikatan dalam Padatan.
a. Ikatan kovalen
Ikatan kimia yang mengikat karbon ketika membentuk senyawa
organik disebut ikatan kovalen. Ikatan kovalen terjadi ketika dua atom
berbagi elektronnya. Elektron-elektron sebuah atom menempati lapisan
lapisan orbit spesifik yang mengelilingi inti atom. Orbit yang terdekat
dengan nukleus dapat ditempati tidak lebih dari dua elektron. Pada orbit
berikutnya elektron terbanyak adalah delapan elektron maka untuk

mencari elektron berikutnya dapat menggunakan rumus Jenis-jenis

ikatan kovalen:
1) Ikatan kovalen polar.
Terjadi antara dua atom yang berbeda contohnya: HF
2) Ikatan kovalen non polar
Terjadi antara dua atom yang sama contohnya: O2
3) Ikatan kovalen koordinasi
Ikatan kovalen dengan elektron berasal dari suatu atau,
contohnya: BF3NH3
b. Ikatan ionik
Ikatan ionik sesuai dengan namanya, maka unsur-unsur yang berikatan
dengan jenis ikatan ini adalah ionik-ionik. Ion adalah atom yang
melepaskan atau menerima elektron. Pada dasarnya atom adalah netral
secara kelistrikan, artinya jumlah muatan positif sama dengan jumlah
muatan negatif. Muatan positif dimiliki oleh proton yang terletak pada inti
atom, sedangkan muatan negatif dimiliki oleh Elektron-elektron yang
bergerak mengelilingi atom. Karena jumlah proton dan elektron pada suatu
atom adalah sama, maka jumlah muatan positif dan negatif juga sama
sehingga atom bersifat netral. Atom yang melepaskan elektron disebut ion
positif sedangkan atom yang menerima elektron disebut ion negatif.
c. Ikatan logam
Jika sejumlah besar atom bergabung dengan berbagai elektron masing-
masing ini disebut ikatan logam. Logam seperti besi, tembaga, seng
aluminium yang membentuk materi mentah. Dalam interaksi antar atom
logam, ikatan kimia dibentuk oleh gaya tarik-menarik elektron oleh inti
(nukleus) yang berbeda.
d. Ikatan molekul (ikatan hidrogen)

17
Dalam kimia, ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul yang
terjadi antar dua muatan listrik persoalan dengan polaritas yang berawalan.
Walaupun lebih kuat dari kebanyakan gaya antar molekul, ikatan hidrogen
jauh lebih lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion. Karena hidrogen
hanya mempunyai satu elektron, maka hidrogen akan membentuk sebuah
ikatan kovalen hanya dengan satu atom lainnya.
e. Ikatan Van Der Walls
Gas mempunyai sifat bentuk dan volume dapat berubah sesuai tempatnya.
Jarak antara molekul-molekul gas relatif jauh dan gaya tarik-menarik
sangat lemah pada penurunan suhu. Fase gas dapat berubah menjadi fase
cair atau padat. Pada keadaan ini jarak antara molekul-molekulnya
menjadi lebih dekat dan gaya tarik-menariknya relatif lebih kuat. Gaya
tarik-menarik antara molekul-molekul yang berdekatan ini disebut gaya
Van Der Walls.
2.1.6 Larutan Padatan.
Larutan jenis lainnya ialah larutan yang bentuknya dalam wujud zat
padat atau padatan. Ini ialah hasil pencampuran antara zat padatan dengan
zat padat, zat cair atau dengan zat gas. Larutan hasil pencampuran antara
zat padat sebagai pelarut dan zat berwujud gas sebagai zat terlarutnya yaitu
hidrogen nan larut dalam logam nan biasanya kita kenal dengan sebutan
platina.
Zat pelarutnya tiada lain ialah logam nan berwujud zat padat,
sedangkan zat terlarutnya berupa hidrogen nan wujudnya berupa gas. Hasil
pencampurannya berwujud padat nan kita kenal dengan logam platina.
Larutan yan berwujud padat lainnya yaitu larutan nan dikombinasikan
dengan zat cair sebagai zat terlarutnya. Dalam hal ini, konsentrasi zat
padatnya jauh lebih besar dibandingkan zat cairnya sebaa zat terlarut.
Salah satu contohnya yaitu uap air dalam arang kayu. Dalam larutan ini
arang aktif sebagai pelarut, sedangkan air sebagai zat terlarutnya. Wujud
akhir nan merupakan hasil pencampuran kedua zat ini, di mana konsentrasi
arang aktifnya nan lebih besar, menghasilkan larutan nan berwujud zat
padat atau padatan.
Selain itu, ada juga larutan nan wujudnya berupa padatan nan
merupakan campuran antara zat padat sebagai zat pelarut dan zat gas
sebagai zat terlarutnya. Dalam larutan ini, tentunya zat padatlah nan

18
memiliki konsentrasi paling banyak dalam larutan sehingga hasil akhirnya
ialah larutan nan wujudnya zat padat. Contohnya yaitu larutan padat hasil
pecampuran antara Aloi logam seperti baja dengan duralumin. Hasil
akhirnya ialah larutan nan berwujud padat.

2.1.7 Diagram fasa dan analisis termal.


Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik
dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah
analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu.
Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal.
Pengukuran koefisien ekspansi termal dari batangan logam merupakan
contoh sederhana dari analisa termal. Contoh lainnya adalah pengukuran
perubahan berat dari garam-garam oksi dan hidrat pada saat mengalami
dekomposisi akibat pemanasan. Dengan menggunakan peralatan modern,
sejumlah besar material dapat dipelajari dengan metode ini. Penggunaan
analisa termal pada ilmu mengenai zat padat telah demikian luas dan
bervariasi, mencakup studi reaksi keadaan padat, dekomposisi termal dan
transisi fasa dan penentuan diagram fasa. Kebanyakan padatan bersifat
aktif secara termal dan sifat ini menjadi dasar analisa zat padat
menggunakan analisa termal.
Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa
termogravimetrik (TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat
sampel sebagai fungsi dari suhu maupun waktu, dan analisa diferensial
termal (DTA) yang mengukur perbedaan suhu, T, antara sampel dengan
material referen yang inert sebagai fungsi dari suhu. Teknik yang
berhubungan dengan DTA adalah diferential scanning calorimetry (DSC).
Pada DSC, peralatan didisain untuk memungkinkan pengukuran kuantitatif
perubahan entalpi yang timbul dalam sampel sebagai fungsi dari suhu
maupun waktu. Analisa termal lainnya adalah dilatometry, dimana
perubahan dari dimensi linier suatu sampel sebagai fungsi suhu direkam.
Dilatometry telah lama digunakan untuk mengukur koefisien ekspansi
termal; baru-baru ini, teknik ini berganti nama menjadi thermomechanical
analysis (TMA), dan telah banyak diaplikasikan pada beragam material

19
dan masalah; misalnya kontrol kualitas polimer. Dengan peralatan analisa
termal yang modern dan otomatik, dimungkinkan untuk karakterisasi
material dengan TGA, DTA dan DSC menggunakan alat yang sama;
dengan beberapa model yang memungkinkan pengukuran TGA dan DTA
secara simultan. Peralatan analisa termal agak rumit dan mahal, karena
berbagai peristiwa termal dan sifat-sifat fisik dapat dipelajari secara cepat,
sensitif dan akurat. Namun demikian, prinsip dasar operasi peralatan ini
sebenarnya cukup sederhana. Berikut prinsip dasar TGA, DTA, dan DSC
dijabarkan beserta aplikasinya.
Thermogravimetric Analysis (TGA) Thermogravimetri adalah teknik
untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari
suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang
kontinu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada
Gambar 1. sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram,
dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1 20 0C /menit,
mempertahan berat awalnya, Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu
Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung
pada range suhu tertentu, Ti Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada
suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf,
dan W adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada
perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll. Bertolak
belakang dengan berat, harga Ti dan Tf, merupakan harga yang bergantung
pada beragam variabel, seperti laju pemanasan, sifat dari padatan
(ukurannya) dan atmosfer di atas sampel. Efek dari atmosfer ini dapat
sangat dramatis, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 untuk
dekomposisi CaCO3; pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum ~
500 0C, namun dalam CO2 tekanan atmosfer 1 atm, dekomposisi bahkan
belum berlangsung hingga suhu di atas 900 0C. Oleh sebab itu, Ti dan Tf
merupakan nilai yang sangat bergantung pada kondisi eksperimen,
karenanya tidak mewakili suhu-suhu dekomposisi pada equilibrium.

20
Differential thermal analysis (DTA) dan differential scanning
calorimetry (DSC) Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu
dari sample dibandingkan dengan material referen inert selama perubahan
suhu terprogram. Suhu sample dan referen akan sama apabila tidak terjadi
perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti
pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal padasample, suhu
dari sample dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat
endotermik) ataupun di atas (apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu
referen. Alasan penggunaan sample dan referen secara bersamaan
diperlihatkan pada Gambar 3. Pada Gambar (a) sampel mengalami
pemanasan pada laju konstan dan suhunya, Ts dimonitor secara kontinu
menggunakan termokopel. Suhu dari sample sebagai fungsi dari waktu
diperlihatkan pada Gambar 3 (b); plotnya berupa suatu garis linear hingga
suatu peristiwa endotermik terjadi pada sampel, misalnya titik leleh Tc.
Suhu sample konstan pada Tc sampai peristiwa pelehan berlangsung
sempurna; kemudian suhunya meningkat dengan tajam untuk
menyesuaikan dengan suhu program. Peristiwa termal pada sample yang
berlangsung pada Tc teramati sebagai deviasi yang agak luas dari slop
baseline (b). Plot seperti ini tidak sensitif pada efek pemanasan yang kecil

21
karena waktu yang diperlukan bagi proses sejenis ini bisa sangat singkat
dan menghasilkan deviasi yang juga kecil. Lebih jauh lagi, beragam
variasi tidak diharapkan dari baseline, yang bisa disebabkan oleh fluktuasi
laju pemanasan, akan menyerupai peristiwa termal. Karena
ketidaksensitivannya, teknik ini memiliki aplikasi yang terbatas;
penggunaan utama pada awalnya adalah pada metode kurva pendinginan
yang digunakan pada penentuan diagram fasa; dimana suhu sample
direkam pada proses pendinginan dan bukan pemanasan, karena efek
panas yang diasosiasikan dengan solidifikasi dan kristalisasi biasanya
cukup besar sehingga dapat dideteksi dengan metode ini.

Pada Gambar 3 (c) diperlihatkan pengaturan yang dugunakan pada


DTA. Sampel dan referen ditempatkan bersebelahan dalam heating block
yang dipanaskan ataupun didinginkan pada laju konstan; termokopel
identik ditempatkan pada keduanya dan dikoneksikan. Ketika sampel dan
referen berada pada suhu yang sama, output bersih dari pasangan
termokopel ini akan sama dengan nol. Pada saat suatu peristiwa termal
berlangsung pada sampel, perbedaan suhu, T, timbul antara keduanya
yang kemudian terdeteksi dari selisih tegangan dari kedua termokopel.
Termokopel ketiga (tidak diperlihatkan pada gambar) digunakan untuk
memonitor suhu heating block dan hasilnya diperlihatkan sebagai T
versus suhu (Gambar 3 d). Baseline horizontal, menunjukkan T=0,
sedangkan penyimpangan dari baseline akan berupa puncak yang tajam

22
sebagai akibat dari berlangsungnya peristiwa termal pada sampel. Suhu
puncak yang muncul dapat ditentukan dari suhu dimana deviasi mulai
timbul, T1, ataupun pada suhu puncak, T2. Penggunaan T1 mungkin saja
lebih tepat, namun seringkali kurang jelas kapan puncak bermula, dan
karenanya lebih umum digunakan T2. Ukuran dari puncak dapat
diperbesar sehingga peristiwa termal dengan perubahan entalpi yang kecil
dapat terdeteksi. Gambar 3(d) sangat mudah diolah, sehingga cara ini
digunakan sebagai cara yang lebih sensitif dan akurat untuk memperoleh
data dibandingkan Gambar 3 (b) dan dipakai pada metode umum
mempresentasikan hasil DTA. Instrumen DTA komersial dapat digunakan
pada range suhu -190 sampai 16000C. Ukuran sampel biasanya kecil,
beberapa miligram, sehingga mengurangi pemunculan masalah akibat
gradien termal dalam sampel yang dapat mengurangi sensitivitas dan
akurasi. Laju pemanasan dan pendinginan biasanya berada pada range 1
sampai 500C / menit. Pada penggunaan laju yang lebih lambat, sensitivitas
akan berkurang karena T bagi peristiwa termal tertentu akan menurun
dengan menurunnya laju pemanasan. Sel DTA biasanya didisain untuk
memaksimumkan sensitivitasnya terhadap perubahan termal, namun hal
ini sering berakibat pada kehilangan respon kalorimetrik; sehingga tinggi
puncak hanya berhubungan dengan besar perubahan entalpi secara
kualitatif saja. Dimungkinkan untuk mengkalibrasi peralatan DTA
sehingga harga entalpi yang kuantitatif dapat diperoleh, namun kalibrasi
ini cukup rumit. Apabila diperlukan data kalorimetrik, maka lebih mudah
untuk memakai DSC sebagai komplementer. DSC mirip dengan DTA.
Sampel dan referen inert juga digunakan pada DSC namun sel-nya
didisain secara berbeda. Pada beberapa sel DSC, sampel dan referen
dipertahankan pada suhu sama selama program pemanasan. Dalam hal ini,
input panas ekstra ke sampel (atau ke referen bila sampel mengalami
perubahan eksotermik) yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan,
akan diukur. Pada sel DSC lain, perubahan suhu antara sampel dan referen
diukur, seperti halnya DTA, namun dengan pengaturan tertentu pada
desain sel, respon yang dihasilkan adalah kalorimetrik.

23
Aplikasi DTA(DSC) dan TGA Penggunaan analisa termal pada ilmu
keadaan padat sangat banyak dan bervariasi. Secara umum DTA lebih
bermanfaat dibandingkan TGA; TGA mendeteksi efek yang melibatkan
hanya perubahan massa saja. DTA juga dapat mendeteksi efek ini, namun
juga dapat mendeteksi efek lainnya seperti transisi polymorfik, yang tidak
melibatkan perubahan berat. Untuk banyak permasalahan, sangat
menguntungkan untuk menggunakan DTA dan TGA karena peristiwa-
peristiwa termal yang terdeteksi pada DTA dapat diklasifikasikan menjadi
beragam proses yang melibatkan berat ataupun yang tidak melibatkan
berat.

Gambar 4. kurva
TGA dan DTA untuk mineral
kaolin. Kurva bervariasi
bergantung pada struktur sampel dan komposisi, misalnya kehilangan massa pada TGA dan diasosiasikan
dengan endoterm pada DTA yang dapat muncul dimana saja pada range 450 hingga 750C

Contohnya pada dekomposisi kaolin, (Gambar 4).

Menggunakan TGA, perubahan berat yang terjadi pada ~500 sampai 6000
C, yang berhubungan dengan dehidrasi sampel; juga ditunjukkan pada
DTA sebagai proses endoterm. Efek kedua terdeteksi pada DTA terjadi
pada 950 hingga 9800C, yang tidak memiliki padanan pada jejak TGA;
berhubungan dengan reaksi rekristalisasi pada kaolin terdehidrasi. Proses
ke dua ini bersifat eksotermik, yang mana tidak biasa terjadi;
menunjukkan bahwa struktur yang diadopsi antara ~ 600 dan 950 0C
bersifat metastabil dan proses eksoterm DTA menandakan penurunan
entalpi sampel yang mengindikasikan perubahan ke struktur yang lebih
stabil. Informasi detil mengenai perubahan struktur yang terjadi pada
transisi ini masih belum sepenuhnya terpecahkan. Plot lainnya yang juga

24
bermanfaat adalah mengikuti perubahan termal pada pendinginan dan
pemanasan. Pada penggunaan keduanya, pemisahan antara prosesproses
reversibel, seperti pelelehan/pemadatan, dan proses-proses irreversibel,
seperti reaksi-reaksi dekomposisi, dimungkinkan. Sekuen skematik DTA
yang mengilustrasikan perubahan reversibel dan irreversibel diperlihatkan
pada Gambar 5. dimulai dengan material terhidrasi, dehidrasi menjadi
proses pertama yang terjadi pada pemanasan dan ditunjukkan oleh suatu
endoterm. Material terdehidrasi mengalami transisi polimorfik, yang juga
endoterm, pada suhu yang lebih tinggi. Akhirnya, sampel meleleh,
memberikan endoterm ketiga. Pada pendinginan, lelehan mengkristal,
seperti yang ditunjukkan pada puncak eksotermik, dan perubahan
polimorfik juga berlangsung, secara eksotermal, namun rehidrasi tidak
terjadi. Diagram memperlihatkan dua proses reversibel dan satu proses
irreversibel. Harus menjadi catatan penting bahwa, bagi proses sejenis ini,
bila pada pemanasan adalah endotermik, maka pada proses kebalikannya,
yaitu pendinginan, haruslah eksotermik.

Pada studi proses-proses reversibel, yang diobservasi saat pemanasan dan


pendinginan sampel, sangat umum untuk mengamati hysteresis; misalnya,
eksoterm yang tampak pada pendinginan dapat berbeda posisi sehingga
muncul pada suhu lebih rendah dari endoterm yang berhubungan yang
muncul pada pemanasan. Idealnya, kedua proses ini seharusnya muncul

25
pada suhu yang sama namun hysteresis berkisar antara beberapa derajat
hingga beberapa ratus derajat, umum terjadi. Perubahan reversibel yang
ditunjukkan pada Gambar 5 memperlihatkan hysteresis yang rendah
namun teramati dengan jelas. Hysteresis tidak saja bergantung pada sifat
material dan perubahan struktur yang terlibat transisi sulit yang
melibatkan pemutusan ikatan kuat berpotensi untuk menghasilkan banyak
hysteresis -, tetapi juga bergantung pada kondisi-kondisi eksperimen,
seperti laju pemanasan dan pendinginan. Hysteresis terjadi khususnya
pada pendinginan dengan laju relatif cepat; di beberapa kasus, apabila laju
pendinginan cukup cepat, perubahan dapat tiadakan sepenuhnya.
Perubahan ini dapat secara efektif dikategorikan irreversibel pada kondisi
eksperimen tertentu. Sebagai contohnya, adalah pembentukan gelas,
peristiwa yang amat penting pada industri, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 6. Berawal dari senyawa kristalin, silika, sebuah endoterm muncul
saat senyawa meleleh. Pada pendinginan, cairan tidak mengalami
rekristalisasi namun menjadi supercooled; seiring dengan menurunnya
suhu maka viskositas cairan supercooled meningkat sampai akhirnya
menjadi gelas. Artinya, kristalisasi telah sepenuhnya dihilangkan; dengan
kata lain, hysteresis yang terjadi sangat besar sehingga kristalisasi tidak
berlangsung. Pada kasus SiO2, cairan sangat viscous bahkan di atas titik
lelehnya ~ 1700 0C, kristalisasi sangat lambat, bahkan pada laju
pendinginan kecil.

Aplikasi spesifik Gelas Bagian sebelumnya telah membahas mengenai


hysteresis pada sistem pembentukan gelas. Penggunaan penting dari DTA
dan DSC pada gelas adalah untuk mengukur suhu transisi gelas, Tg. Titik
ini tidak muncul sebagai puncak yang jelas namun sebagai perluasan
anomali dari baseline pada kurva DTA, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 6 dan 7; Tg menunjukkan suhu dimana suatu gelas mengalami
transformasi dari padatan yang rigid menjadi cairan supercooled dan
sangat viscous. Titik transisi gelas merupakan sifat penting dari gelas
karena sifat ini merepresentasikan batas suhu atas dimana suatu gelas
dapat digunakan dan juga memberikan suatu parameter yang dapat diukur

26
secara cepat untuk mempelajari gelas. Untuk gelas-gelas yang sangat stabil
secara kinetik, seperti gelas silika, titik transisi gelas Tg biasanya
merupakan satu-satunya proses termal yang terdeteksi pada DTA karena
kristalisasi terlalu lambat untuk dapat berlangsung. (Gambar 7.a). Untuk
jenis gelas lainnya, kristalisasi atau devitrifikasi dapat muncul pada
temperatur tertentu di atas Tg dan di bawah titik leleh, Tf. Devitrifikasi
nampak sebagai suatu proses eksoterm yang diikuti dengan proses
endoterm pada suhu yang lebih tinggi yang berkorelasi dengan pelelehan
dari kristal-kristal yang sama. (Gambar 7.b.) Contoh dari gelas yang dapat
terdevitrifikasi dengan mudah adalah gelasgelas metal, yang dapat
diperparasi sebagai film tipis melalui quenching secara cepat suatu
komposisi alloy cair tertentu. Material pembentuk gelas jenis lain adalah
polimerpolimer amorf dan semikonduktor chalcogenida amorf.

Transisi fasa polimorfik Studi mengenai transisi fasa polimorfik dapat


dilakukan dengan mudah dan akurat menggunakan DTA; karena banyak
sifat-sifat fisik dan kimia dari sampel tertentu yang dapat dimodifikasi dan
berubah sama sekali sebagai konsekuensi dari suatu transisi fasa. Apabila
dibandingkan dengan pencarian dan preparasi material baru, maka akan
lebih baik untuk memodifikasi sifat-sifat dari material yang telah ada
melalui pembentukan larutan-larutan padat dengan penambahan aditif
tertentu. Suhu transisi fasa sering sangat bervariasi pada komposisi larutan
padat sehingga DTA dapat menjadi monitor yang sensitif bagi sifat dan
komposisi material. Contohnya adalah: 1. Feroelektrik BaTiO3 memiliki
suhu Curie ~120 0C diperoleh melalui DTA; substitusi ion-ion lain sebagi
pengganti Ba2+ atau Ti4+ menghasilkan suhu Curie yang bervariasi. 2.

27
Pada refraktori, transisi kristobalit kuarsa atau kuarsa memiliki efek yang
besar pada refraktori silika karena perubahan volume yang diakibatkan
oleh transisi ini akan menurunkan kekuatan mekaniknya. Transisi ini, yang
diupayakan untuk dihindari, dapat dimonitor menggunakan DTA.

Karakterisasi Material Keberadaan DTA dapat digunakan sebagai alat


kerakterisasi atau analisa material. Pada suatu sampel yang identitasnya
tidak diketahui maka penggunakan DTA saja tidak akan banyak membantu
pada identifikasinya. Namun DTA dapat menjadi berguna pada
pembandingan sekelompok material tertentu, misalnya mineral kaolin
yang telah disebutkan sebelumnya. DTA juga dapat digunakan sebagai
panduan bagi penentuan kemurnian, misalnya transisi dalam besi sangat
sensitif dengan kehadiran impuritas; pada penambahan 0,02 wt% karbon
suhu transisi berkurang dari 910 ke 7230C. Titik leleh juga seringkali
dipengaruhi oleh impuritas, terutama apabila impuritas ini dapat
memunculkan eutektik dengan titik leleh yang lebih rendah. TGA juga
dapat digunakan untuk menetukan ketidakmurnian, dengan
membandingkan hilangnya massa pada dekomposisi dari senyawa tertentu
dan dekomposisi yang diharapkan berlangsung pada senyawa murni secara
teoritis.

Penentuan diagram fasa DTA merupakan metode yang memadai pada


penentuan diagram fasa, terutama apabila digabungkan dengan teknik lain,
seperti XRD untuk identifikasi fasa kristalin yang muncul. Kegunaannya
diilustrasikan pada Gambar 8(b) bagi dua komposisi sistem eutektik biner
sederhana pada Gambar 8 (a). Pada komposisi pemanansan A, pelelehan
mulai terjadi pada suhu eutektik, T2, dan menghasilkan puncak
endotermik. Namun, puncak ini disuperposisi oleh puncak endotermik
lainnya yang lebih luas dan berakhir pada suhu sekitar T1, hal ini
diakibatkan pelelehan yang kontinyu yang muncul pada range suhu T2
hingga T1. Pada komposisi ini, penentuan suhu fasa padat, T2, dan fasa
cair, T1 dapat dilakukan. Komposisi B menunjukkan komposisi eutektik.
Pada pemanasan, komposisi ini bertransformasi seluruhnya ke fasa cair

28
pada suhu eutektik, T2, dan pada kurva DTA dihasilkan puncak endoterm
yang tunggal, dan besar pada T2.

Apabila digunakan berbagai komposisi campuran antara X dan Y pada


analisis DTA, maka keseluruhannya akan memberikan puncak endoterm
pada T2, dengan intensitas puncak tergantung dari tingkat pelelehan yang
terjadi pada T2, dan kedekatan komposisi sampel ke komposisi eutektik,
B. Selain itu, semua komposisi, yang jauh dari komposisi B, akan
memberikan puncak endoterm lain yang luas pada suhu tertentu di atas T2;
hal ini disebabkan pelelehan panjang yang terjadi pada daerah campuran
fasa cair ( X + liq. dan Y+liq.). suhu terjadinya puncak ini akan bervariasi
dengan variasi dari komposisi. Kualitas dari baseline yang diperoleh dari
trace DTA merupakan faktor yang cukup penting. Idealnya, baseline
adalah garis horizontal, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3 sampai
7, namun keadaan ini sulit dicapai pada sistem yang sesungguhnya.
Baseline yang diperoleh seringkali memiliki kemiringan, dapat ke atas
maupun ke bawah, dan dapat pula berubah seiring dengan perubahan suhu;
selain itu baseline juga dapat berbeda di tiap-tiap sisi dari puncak, terlebih
lagi bila pucak tersebut merepresentasikan suatu peristiwa penting seperti
pelelehan. Seringkali puncak didahului dengan pergeseran kecil baseline
(premonitory) sehingga sulit untuk menentukan suhu awal mulai
terbentuknya puncak. Fenomena ini dapat disebabkan oleh konsentrasi
dari defek kristal, misalnya pada peningkatan ketidakteraturan dan

29
dimulainya transisi, pemisahan sulit untuk terjadi, sehingga pada kurva
DTA fenomena premonitory ini akan muncul.

Jalur Dekomposisi. Pada proses dekomposisi bertahap, TGA


digunakan secara tunggal atau digabungkan dengan DTA, dapat
memisahkan dan menentukan tiap-tiap tahap yang dilewati. Contoh yang
sudah sangat dikenal adalah dekomposisi kalsium oksalat monohidrat yang
diilustrasikan pada Gambar 9. Pada gambar terlihat bahwa dekomposisi
berlangsung melalui tiga tahap, dengan kalsium okasalat anhidrat dan
kalsium karbonat sebagai intermediet. Contoh material lain yang
mengalami dekomposisi multi-tahap adalah senyawa hidrat, hidroksida,
garam oksi, dan mineral.

TGA dan DTA dapat digunakan pada beragam studi kinetika. Metoda
TGA yang cepat dan akurat digunakan untuk mempelajari reaksi-reaksi
dekomposisi secara isotermal. Furnace TGA diatur pada suhu tertentu dan
sampel diinteraksikan langsung dengan suhu ini. Setelah sampel
disetimbangkan pada suhu ini selama 2-3 menit, dekomposisi sampel
terhadap waktu dapat diikuti. Proses ini dapat diulangi pada suhu lain dan
hasilnya dianalisis untuk menentukan mekanisme reaksi, energi aktivasi,
dan lain-lain. Metode lain yang cukup potensial namun memiliki kesulitan
pada tahap pengolahan data adalah studi kinetik melewati siklus
pemanasan dinamis tunggal menggunakan TGA atau DTA. Metode ini bisa
sangat cepat namun analisanya sulit dilakukan karena ada dua variabel,
yaitu suhu dan waktu, yang harus dilibatkan secara simultan. Melalui
proses ini, dapat saja diperoleh hukum laju yang independen terhadap suhu
dan mendapatkan hasil yang berarti dan reliable, namun tingkat

30
kesalahannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran secara
isotemal.

Entalpi dan pengukuran kapasitas panas. Telah disebutkan sebelumnya


bahwa DTA dapat digunakan untuk menentukan harga entalpi reaksi atau
transisi fasa secara semikuantitaif, asalkan telah dilakukan kalibrasi
instrumen terlebih dahulu. Untuk set instrumen dan kondisi eksperimen
tertentu, dimungkinkan untuk mendapatkan harga entalpi berdasarkan area
puncak-puncak yang muncul pada DTA. Untuk sel DSC maupun DTA
yang didisain untuk memberikan respon kalorimetrik, pengukuran ini
dapat menjadi lebih akurat dan kapasitas panas dari senyawa atau fasa-fasa
telah secara otomatis diukur sebagai fungsi dari suhu. Untuk teknik ini,
diperlukan perbandingan antara kurva baseline untuk sel kosong dengan
sel yang berisi sampel, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 10.
Informasi detil mengenai perhitungan tidak dibahas di sini karena
perhitungan akan sangat bergantung pada desain dari instrumen dan
disain-disain tertentu yang ada secara komersil.

2.1.8 Metoda Preparasi Padatan.


Pada reaksi fasa padat
a. Paradigma lama: reaksi zat padat adalah reaksi yang hanya
melibatkan antar zat padat
b. Paradigma baru: reaksi zat padat adalah reaksi yang mekibatkan zat
padat. Termasuk di dalamnya adalah:
1) Reaksi padat-padat
2) Reaksi padat-cair
3) Reaksi padat-gas (adsorpsi dan dekomposisi)
4) Interkalasi
Metoda Reaksi Fasa Padat
a. Metoda keramik (Shake and Bake)

31
Suatu metoda reaksi antar padatan yang secara langsung menghasilkan
produk akhir. Pada dasarnya reaksi ini tidak melibatkan dekomposisi
bahan. Prosedur dari metoda ini adalah:
1) Crush and mix the starting materials
2) Press in order to achieve large contact area
3) Heat the mixture so that the species diffuse and reacts to the
desired product, and sintering occur
4) If necessary, post treatment in controlled atmosphere
5) A quite universal method for producing thermodynamically stable
material

Laju reaksi padatan dipengaruhi oleh:


a. Area kontak antara permukaan pereaksi
b. Laju nukleasi produk
c. Laju difusi ion-ion pada pembentukan produk

Pembentukan produk melalui nukleasi pada antarmuka pereaksi.


a. Pembentukan produk menimbulkan antarmuka
b. Difusi menjadi faktor penentu laju reaksi selanjutnya
c. Jarak difusi yang lebih panjang menyebabkan laju reaksi makin
lambat

Luas permukaan suatu padatan dapat ditingkatkan dengan memperkecil


ukuran partikel melalui proses penggerusan dalam ball mill

Luas permukaan ditingkatkan melalui crushing atau milling


a. 1 luas permukaan 6

b. 1 luas permukaan 60

c. 10 luas permukaan 6000

d. 10 luas permukaan 60jt (600 )

Contoh reaksi padatan


a. Dekomposisi

32
b. Kombinasi

c. Metatesis

d. Adisi

Mengamati Reaksi Fasa Padat. Keberadaan pereaksi dan produk dapat

dipantau dengan teknik XRD, misalnya reaksi dan

membentuk Pada awal reaksi campuran dan akan

membentuk pola sinar-X gabungan dari kedua fasa murni. Karena reaksi
berlangsung, pola (a) dan (b) membentuk refleksi baru berhubungan

dengan produk .

Metoda sol-gel
a. Proses sol-gel meliputi transisi sistem dari cairan sol fasa padat gel
b. Sol merupakan sistem koloid padatan dengan ukuran 0,1 1,0 nm
yang terdispersi dalam cairan
c. Gel merupakan sistem koloid, baik cairan maupun padatan saling
terdispersi (dapat juga diartikan sistem padatan yang porinya
mengandung cairan)
Interkalasi
a. Teknik preparasi material dengan cara menyisipkan suatu spesi
(atom/ion) ke dalam suatu struktur menggantikan spesi lainnya yang
ada dalam struktur (vacancy) oleh ion lain dari larutan atau sumber
lain

33
b. Material yang akan dimodifikasi harus memiliki karakteristik struktur
yang khas
2.1.9 Teknik Karakterisasi Padatan.
Langkah karakterisasi material biasanya dilakukan:
a. Sebagai kelanjutan dari kegiatan sintesis (reaksi pembuatan
senyawa kimia) atau sebagai kelanjutan isolasi senyawa.
b. Untuk mengukur apakah sintesis atau reaksi yang dilakukan sudah
berhasil atau masih belum mencapai tujuan.

Dasar dari hampir seluruh teknik karakterisasi material/senyawa kimia


adalah interaksi antara sumber energi dengan karakter tertentu (foton,
elektron, medan magnet, dsb.) dengan materi yang dipelajari. Diagram
interaksi sebagai dasar karakteriasi material diperlihatkan pada:

Sebagaimana ditunjukkan, berbagai jenis energi energi seperti energi


kalor, partikel (ion, elektron, dan energi) yang bergerak, foton, dan medan
elektro megnetik merupakan sumber energi yang dapat berinteraksi
dengan material yang akan dianalisis. Tanda panah yang menuju material
yang sedang dipelajari nenggambarkan proses yang mengakibatkan
eksitasi, sedangkan panah keluar menunjukkan respon yang informasinya
harus didapat. Misalnya, material tertentu yang diiradisasi dengan sinar
infra merah, dapat menyerap sinar dengan panjang-panjang gelombang
tertentu, panjang-panjang gelombang yang tidak terserap selanjutnya

34
diidentifikasi sebagai panjang-panjang gelombang yang ditransmisikan.
Teknik ini merupakan dasar dari spektroskopi sinar infra merah.

Gelombang elektromagnetik merupakan sumber radiasi yang memiliki


kelompok panjang gelombang yang bervariasi. Gambar 1.2 menguraikan,
secara skematik, berbagai jenis gelombang elektromagnetik beserta
dengan tingkat energinya. Sinar-x dengan panjang gelombang pendek
memiliki energi yang sangat tinggi. Sedangkan gelombang mikro dan infra
merah memiliki panjang gelombang yang besar sehingga energinya
rendah. Masing masing kelompok panjang gelombang hanya
mempengaruhi satu sifat dalam materi. Misalnya, sinar infra merah hanya
akan mempengaruhi vibrasi ikatan dalam molekul. Sehingga, sinar infra
merah digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan satu ikatan dalam
materi.

Berbagai jenis sinar eletromagnetik beserta teknik karakterisasi yang dapat dilakukan.

Berdasarkan, jenis sumber energi, model interaksi sinar dengan


materi dan respon yang dideteksi setelah interaksi, maka teknik
karakterisasi material dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Teknik Spektroskopy
b. Teknik Difraksi
c. Teknik Mikroskopy
d. Analisa Thermal
Pada Tabel tercantum berbagai jenis teknik karakterisasi beserta
sifat (fisiks/kimia) dari materi yang sedang dikaji. Berikanlah chek

35
list pada setiap sifat yang dapat di tentukan oleh masing-masing
teknik. Anda akan mendapatkan bahwa satu teknik karakterisasi
dapat memberukan berbagai informasi sifat. Anda juga akan
mendapakan bahwa untuk mendapatkan sifat materi secara utuh,
diperlukan tidak hanya satu teknik karakterisasi.

2.1.10 Sifat Magnetik dan Dielektrik.


a. Dielektrik
Ketika ruang diantara dua konduktor pada suatu kapasitor disisipkan

sebuah dielektrik, maka kapasitansi akan naik sebanding dengan faktor

yang disebut konstanta dielektrik. Kenaikan kapasitansi ini disebabkan


oleh melemahnya medan listrik di antara keping kapasitor akibat kehadiran
dielektrik. Dielektrik pertama kali ditemukan oleh Michael Faraday
melalui penelitian tentang pengaruh pengisian ruang di antara pelat-pelat
kapasitor dengan menggunakan bahan dielektrik. Michael menggunakan
dua kapasitor identik yang pada salah satu kapasitor ditempatkan suatu
bahan dielektrik sedangkan kapasitor lainnya berisi udara pada tekanan
normal. Kemudian kedua kapasitor tersebut diberi potensial listrik yang
sama besarnya. Hasilnya, muatan pada kapasitor yang mengandung
dielektrik jauh lebih besar daripada muatan yang mengandung udara.
Dielektrik dapat memperlemah medan listrik antara keping-keping suatu
kapasitor karena dengan hadirnya medan listrik, molekul-molekul dalam
dielektrik akan menghasilkan medan listrik tambahan yang arahnya
berlawanan dengan medan listrik luar. Jika molekul-molekul dalam
dielektrik bersifat polar, maka dielektrik tersebut memiliki momen dipol
permanen. Momen dipol secara normal tersebar secara acak. Dalam
pengaruh medan listrik di antara keping-keping kapasitor, momen dipol
menerima suatu gaya torsi yang memaksa momen dipol tersebut
menyerahkan diri dengan arah medan listrik.

36
(a) Dipol-dipol listrik yang tersebar secara acak dari suatu dielektrik polar tsistemanpa kehadiran medan listrik luar. (b)
Dalam pengaruh medan listrik luar, dipol-dipol menyerahkan dirinya sejajar dengan arah medan listrik.

Kemampuan momen dipol untuk menyerahkan diri dengan medan listrik


bergantung pada kuat medan dan temperatur. Pada temperatur tinggi, gerak

termal molekul-molekul yang bersifat acak cenderung menghambat

proses penyerahan. Jika molekul-molekul dielektrik bersifat non polar,


maka dalam pengaruh suatu medan listrik luar, molekul-molekul dalam
dielektrik akan menginduksi momen-momen dipol yang searah dengan
arah medan.

Suatu dielektrik dengan momen-momen dipol yang searah dengan


medan listrik dikatakan terpolarisari oleh medan tanpa peduli apakah
polarisari tersebut disebabkan oleh penyerahan momen-momen dipol
permanen dari suatu molekul-molekul polar atau akibat terjadinya momen-
momen dipol induksi dalam molekul-molekul non-polar. Pada kedua
kasus, dipol-dipol dan molekular menghasilkan suatu medan listrik
tambahan yang arahnya berlawanan dengan medan awal, sehingga dapat
melemahkan medan awal.

Pengaruh total dari polarisasi suatu dielektrik homogen adalah


hadirnya muatan permukaan pada bidang batas antara dielektrik dan
keping kapasitor. Ketika suatu dielektrik diletakkan diantara keping-
keping kapasitor, medan listrik dari kapasitor mempolarisasikan molekul-
molekul dielektrik. Hasilnya, terdapat suatu muatan terikat pada
permukaan dielektrik yang menghasilkan medan listrik yang berlawanan
dengan medan listrik luar. Dengan demikian, medan listrik antara keping-
keping kapasitor menjadi lemah dengan adanya dielektrik.

37
Muatan permukaan pada bidang batas antara dielektrik dan keping kapasitor

Muatan permukaan yang terikat pada dielektrik ini menghasilkan


medan listrik yang berlawanan dengan arah medan listrik yang disebabkan
oleh muatan-muatan bebas pada konduktor-konduktor. Akibatnya medan
listrik di antara keping kapasitor menjadi lebih lemah.

Medan listrik antara keping-keping suatu kapasitor (a) tanpa dielektrik dan (b) Dielektrik muatan permukaan pada
dielektrik akan memperlemah medan listrik awal antar keping

Jika medan listrik awal antara keping-keping suatu kapasitor tanpa

dielektrik adalah , maka medan dalam dielektrik adalah 1, di mana

adalah konstanta dielektrik.

Kapasitas kapasitor keping sejajar yang berisi dielektrik dengan

konstanta adalah

38
Densitas muatan pada permukaan dielektrik disebabkan oleh
pergeseran muatan-muatan molekular negatif dan positif di sekitar
pemukaan akibat dari adanya medan listrik luar dari kapasitor. Muatan-
muatan tersebut pada dielektrik disebut muatan terikat karena muatan-
muatan tersebut terikat pada molekul-molekul dielektrik sehingga tidak
dapat bergerak seperti halnya muatan-muatan bebas dalam keping-keping
konduktor pada suatu kapasitor. Walaupun muatan-muatan terikat tidak
ditemukan lagi jika medan listrik ditiadakan, namun muatan-muatan
terikat tersebut dapat menghasilkan suatu medan listrik seperti halnya

muatan lain. Berikut adalah bagaimana hubungan densitas muatan terikat

pada permukaan suatu dielektrik terhadap konstanta dielektrik dan

terhadap densitas muatan permukaan pada keping-keping kapasitor yang

disebut sebagai densitas muatan bebas karena dapat bergerak bebas

dalam konduktor.

Gambar 4 Lapisan dielektrik antara keping-keping suatu kapasitor keping sejajar

Jika keping-keping tersebut sangat berdekatan, setiap muatan


permukaan dapat dianggap terdiri dari bidang-biadng muatan yang
jumlahnya tak terhingga. Medan listrik akibat muatan bebas pada keping

39
memiliki arah ke kanan dan besarnya adalah . Medan listrik akibat

muatan terikat memiliki arah ke kiri dan besarnya adalah .

Jika keping-keping kapasitor saling didekatkan sampai lapisan di


antaranya menjadi sangat tipis, maka medan listrik di dalam lapisan

dielektrik yang disebabkan oleh densitas muatan terikat di sisi kanan

dan di sisi kiri dapat diasumsikan sebagai medan listrik dari dua

densitas muatan bidang tak hingga. Dengan demikian besar medan

Densitas muatan terikat selalu lebih kecil dari densitas muatan

bebas pada keping-keping kapasitor, dan sama dengan nol jika

yang merupakan kondisi di mana tidak terdapat dielektrik.

Sebelumnya, kita berasumsi bahwa muatan-muatan pada keping-


keping kapasitor tidak berubah ketika dielektrik dimasukkan. Hal ini
berlaku jika kapasitor tersebut diberikan muatan lalu dilepaskan dari
sumber muatan (baterai) sebelum dielektrik dimasukkan. Jika dielektrik
dimasukkan ketika baterai masih terhubung, baterai akan memberikan
lebih banyak muatan untuk menjaga perbedaan potensial awal. Muatan

total pada keping-keping adalah . Pada kedua kasus ini,

kapasitansi naik dengan faktor .

40
Selain meningkatkan kapasitansi, suatu dielektrik memiliki fungsi
tambahan dalam suatu kapasitor yaitu dielektrik memiliki arti fisis sebagai
pemisah dua konduktor yang seharusnya sangat berdekatan untuk
menghasilkan kapasitansi yang besar karena kapasitansi berbanding
dengan jarak pemisah.

Kita telah mengetahui bahwa kuat dielektrik udara sekitar

. Medan-medan yang besamya melebihi harga ini

dapat bertahan di udara karena sifat dielektrik akan mengalami kerusakan


yaitu udara terinoisasi dan menghantar. Beberapa material memiliki kuat
dielektrik yang lebih besar dari pada udara sehingga memungkinkan
adanya perbedaan potensial yang lebih besar antara keeping-keping
konduktor pada suatu kapasitor.

(a) Suatu kapasitor 200 F yang digunakan dalam rangkaian elektronik. (b) penampang suatu kapasitor berbentuk foil. (c)
bagian penampang suatu kapasitor keramik multilayer. Garis-garis terang adalah ujung-ujung dari keping kanduktor.

Contoh dari tiga fungsi dielektrik dapat diberikan oleh suatu kapsitor
keping sejajar yang terbuat dari dua lapis foil logam yang cukup luas
(untuk meningkatkan kapasitansi) dan dipisahkan oleh suatu lapisan kertas
yang tipis. Kertas akan meningkatkan kapasitas karena polarisasinya, yaitu

. Kertas juga berfungsi sebagai pemisah sehingga lapisan-lapisan

dapat berdekatan tanpa terjadi kontak. Kuat dielektrik kertas lebih besar

41
dari udara sehingga perbedaan potensial yang lebih besar dapat diperoleh

tanpa terjadi kerusakan dielektrik. Perlu diketahui bahwa untuk udara

(seringkali dibulatkan menjadi ) sehingga dalam banyak

situasi kita tidak perlu membedakan antara udara dan vakum (ruang
hampa).

Kuat Dielektrik
Konstanta Dielektrik
Material

Bakelite 4,9 24
Kaca 5,6 14
Mica 5,4 10 - 100
Neoprene 6,9 12
Prafin 2,1 2,5 10
Plexiglass 3,4 40
Polystyrene 2,55 24
Porselen 7 5,7

b. Sifat-Sifat Kemagnetan Bahan

Secara internal, sifat-sifat kemagnetan (kuat dan lemahnya) suatu bahan


ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor ukuran bulir dan bentuk bulir.

1) Ukuran Bulir

Sifat magnetik suatu bahan magnet sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran


bulirnya. Suatu magnet permanen akan memiliki sifat magnetik yang sangat
tinggi jika bulir-bulirnya serbuknya berukuran sangat kecil sehingga dominan
magentik yang terdapat pada bulir tersebut mendekati dominan tunggal (single
domain)

42
2) Bentuk Bulir

Magnetorystalline anisotropy merupakan karakter intrinsik dari bahan


ferromagnet. Karakter ini muncul dari anisotrop kristal. Sebagai contoh untuk
kristal magnetik, terdapat beberapa kurva mengnetisasi yang lintasannya
berbeda sesuai dengan arah kristal.

Semua bahan tersusun dari atom. Setiap atom terdiri dari inti atom dan
elektron yang mengelilingi inti atom. Elektron yang berputar mengelilingi inti
dapat dikatakan sebagai arus inti. Dengan demikian ada dua pengertian
mengenai arus. Pertama, arus atom yaitu pergerakan berputar dari elektron,
dan yang kedua arus biasa yang terdiri dari pengangkutan elektron atau aliran
electron seperti pada kasus arus yang melewati kawat akan timbul medan
magnet yang arahnya sesuai dengan aturan tangan kanan. Akibat dari gerakan
elektron ini, maka akan timbul medan magnet yang terjadi karena adanya
gerakan muatan lisrik. Secara makroskopis, elektron dalam atom beredar
mengelilingi inti dan berputar terhadap sumbunya. Medan magnet akibat orbit
dan spin elektron ini dapat dipadu seperti perpaduan vektor, dan hasil
perpaduannya disebut dengan resultan medan magnet atomis. Berdasarkan
resultan medan atomisnya, bahan dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan yaitu bahan diamagnetik, bahan paramagnetik, bahan
ferromagnetik.

Konsep penting dalam permasalahan dielektrik adalah momen dipol listrik


yang merupakan ukuran pengaruh medan listrik pada sepasang muatan listrik
yang besarnya sama tetapi berlawanan tanda. Ketika medan listrik diberikan
pada material dielektrik, maka fenomena polarisasi muncul. Bahan dielektrik
dipergunakan terkait dengan kemampuanya menyimpan muatan atau energi
elektrostatik.

Dalam kaitan ini, diperkenalkan beberapa kontanta material dielektrik


berkaitan dengan interaksinya dengan medan listrik diantaranya adalah
permitivitas dan susceptibility-nya untuk besaran makro dan konstanta
polarisasi untuk skala mikro. Di pihak lain, material dielektrik juga digunakan
sebagai isolasi tegangan/medan tinggi. Dalam keadaan demikian, maka fungsi

43
utama material dielektrik adalah untuk menahan medan listrik. Sebagai
isolasi, dikenal kekuatan dielektrik/isolasi dan suatu konstanta penting yaitu
rugi-rugi dielektrik. Baik fungsinya sebagai dielektrik maupun sebagai
isolasi, material dielektrk memegang peranan sangat penting dalam
elektroteknik. Komponen-komponen seperti kapasitor, hingga isolasi pada
peralatan listrik, generator, peralatan listrik rumah tangga adalah beberapa
contoh peran material dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 ZAT CAIR

2.2.1 Definisi Cairan dan Ciri - Ciri

Cairan adalah salah satu dari tiga wujud zat, yang memiliki volume yang
tetap dan bentuk yang disesuaikan dengan wadahnya. Cairan mampu memiliki
dua sifat pada wujud padatan dan gas, karena cairan memiliki ketahanan densitas
yang hampir sama dengan wujud padatan, sehingga cairan dan padatan disebut
benda terkondensasi sedangkan cairan berbagi kemampuan mengalir seperti gas
sehingga kedua wujud zat tersebut disebut fluida. Walaupun cairan merupakan
wujud zat yang paling berlimpah di bumi, wujud cairan merupakan wujud zat
yang paling tidak umum di alam semesta yang diketahui, karena keberadaan
cairan yang memerlukan rentang suhu dan tekanan yang relatif sempit.

Partikel-partikel cairan terikat kokoh tetapi tidak kaku. Mereka mampu


bergerak bebas, menghasilkan mobilitas partikel pada tingkat terbatas. Seiring
dengan kenaikan suhu, vibrasi molekul meningkat menyebabkan jarak antar
molekul bertambah. Ketika cairan mencapai titik didihnya, gaya kohesif yang
menyatukan molekul menjadi terputus, dan cairan berubah menjadi gas. Jika suhu
turun, jarak antar molekul menjadi semakin dekat. Ketika cairan mencapai titik
bekunya, molekul biasanya saling mengunci ke dalam orde spesifik, yang disebut
mengkristal, dan ikatan antar mereka menjadi lebih kaku, mengubah cairan
menjadi wujud padatnya.

Adapun ciri ciri dari cairan, yaitu :

44
1. Cairan memiliki volume yang tetap dan bentuk yang menyesuaikan
dengan bentuk wadahnya.

2. Cairan juga memiliki sifat benda terkondensasi (yang umumnya hanya


dimiliki oleh wujud zat padat) dan memiliki sifat fluida (umumnya
dimiliki wujud zat gas).

3. Cairan cenderung memiliki konduktivitas termal yang lebih baik daripada


gas, tetapi memiliki sedikit kompresibilitas.

2.2.2 Unsur Unsur Kimia Dalam Wujud Cair

1. Raksa

Raksa atau merkuri ( hydrargyrum ) adalah unsur kimia pada tabel


periodik dengan simbol Hg yang memiliki nomor atom 80. Unsur golongan logam
transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur ( bersama
cesium, fransium, galium, dan brom ) yang berbentuk cair dalam suhu kamar,
serta mudah menguap. Hg akan memadat pada tekanan 7.640 atm. Kelimpahan Hg
di bumi menempati di urutan ke - 67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi.
Di alam, merkuri (Hg) ditemukan dalam bentuk unsur merkuri ( HgO ), merkuri
monovalen ( Hg1+ ) dan bivalen ( Hg2+ ). Raksa banyak digunakan sebagai bahan
amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lain, walaupun
penggunaannya untuk bahan pengisi termometer telah digantikan ( oleh
termometer alkohol, digital atau termistor ) dengan alasan kesehatan dan
keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh terutama
melalui proses reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi
menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di
dalam cairan raksa hanya dengan 20% volumenya terendam.

Pencermaran

Secara alamiah, pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau


rembesan air tanah yang melewati deposit Hg. Apabila masuk ke dalam perairan,

45
merkuri mudah ber-ikatan dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk
ikatan HgCl. Dalam bentuk ini, Hg mudah masuk ke dalam plankton dan bisa
berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik ( HgCl ) akan berubah menjadi
merkuri organik ( metil merkuri ) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada
sedimen dasar perairan. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon
membentuk senyawa organo-merkuri. Senyawa organo-merkuri yang paling
umum adalah metil merkuri yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam air dan
tanah. Mikroorganisme kemudian termakan oleh ikan sehingga konsentrasi
merkuri dalam ikan meningkat. Metil Hg memiliki kelarutan tinggi dalam tubuh
hewan air sehingga Hg terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan air, dikarenakan pengambilan Hg
oleh organisme air yang lebih cepat dibandingkan proses ekskresi.

Toksisitas

Keracunan kronis oleh merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan,
minuman, dan pernapasan. Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan
dan sistem syaraf atau gingvitis. Akumulasi Hg dalam tubuh dapat menyebabkan
tremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu, serta anemia ringan,
dilanjutkan dengan gangguan susunan syaraf yang sangat peka terhadap Hg
dengan gejala pertama adalah parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya
kematian. Wanita hamil yang terpapar alkil merkuri bisa menyebabkan kerusakan
pada otak janin sehingga mengakibatkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak janin lebih rentan terhadap metil
merkuri dibandingkan dengan otak dewasa. Konsentrasi Hg 20 gL dalam darah
wanita hamil sudah dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Merkuri
memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidil yang merupakan
rantai samping dari protein, purin, pirimidin, pteridin, dan porifirin. Dalam
konsentrasi rendah ion Hg+ sudah mampu menghambat kerja 50 enzim yang
menyebabkan metabolisme tubuh terganggu. Garam merkuri anorganik bisa
mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa saluran pencernaan, merusak
membran ginjal maupun membran filter glomerulus. Toksisitas kronis dari

46
merkuri organik ini dapat menyebabkan kelainan berkelanjutan berupa tremor,
terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, albuminuria, eksantema pada
kulit, dekomposisi eritrosit, serta menurunkan tekanan darah. Keracunan metil
merkuri pernah terjadi di Jepang, dikenal sebagai Minamata yang mengakibatkan
kematian pada 110 orang.

2. Brom

Brom adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol Br dan
nomor atom 35. Bromin adalah unsur halogen yang berwujud cair pada suhu
kamar, sehingga dikenal juga sebagai air brom. Beberapa sifat fisik bromin adalah
memiliki titik didih 59,5OC, titik beku -7,25OC, densitas 3,12 gram / cm3 (20OC),
larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti senyawa alkana, alkohol, eter
dan karbon disulfida. Unsur ini memiliki toksisitas yang tinggi dan mudah
terbakar sehingga memerlukan penanganan yang cermat. Salah satu sifat kimia
yang paling mendasar dari bromin adalah memiliki keelektronegatifan lebih kecil
dari florin dan klorin, dan karenanya ion bromida dapat dioksidasi menjadi
bromin oleh florin dan klorin. Reaksi oksidasi ion halogen dengan oleh unsur
halogen lain yang memiliki keelektronergatifan lebih besar secara umum dikenal
dengan reaksi pengusiran halogen. Reaksi ini merupakan dasar utama untuk
produksi air brom dari senyawa bromida.

Dewasa ini bahan baku utama yang dimanfaatkan adalah air laut, danau air
garam dan sumur bawah tanah . Davis et al ( 2004 ) menggunakan bahan baku
dari air sumur bawah tanah. Beberapa bahan baku yang digunakan untuk produksi
bromin disajikan dalam tabel ( Kesner, 1999 ).
Adapun bahan baku utama untuk produksi bromin, yaitu :
No Sumber Konsentrasi Bromida Negara Penghasil

1 Sekitar 10 mg/kg(setelah
Rocks dan pemisahan kalium diperoleh Jerman, Perancis
tambang garam larutan mengandung bromida 1-3
g/liter)

47
2 Inggris, Prancis,
Air laut dan 65 mg / liter Jepang, Italia, Spanyol,
samudra India

3 USA ( Michigan dan


Underground 3-4 g / liter Arkansas ), Rusia (area
brine Laut Hitam )

4 Israel, Laut Mati, 5 - 6


g / liter ( setelah
Laut asin dan 2-6 g / liter penghilangan kalium
kolam 10-12 g / liter ),
Amerika Serikat

Air tua merupakan air limbah yang diperoleh dari proses produksi garam
rakyat. Air tua hasil produksi garam memiliki jumlahnya cukup melimpah dengan
perbandingan jumlah garam yang diproduksi dengan air tua yang terbuang dalam
satu musim adalah 1:3. Air tua memiliki kandungan mineral seperti Magnesium
( Mg ), Natrium ( Na ), Kalsium ( Ca ), serta garam-garam seperti CaCl 2, MgCl2,
MgSO4, dan NaCl . Pada proses pembuatan garam dihasilkan kristal garam
disebut dengan garam krosok yang mengandung zat pengotor seperti ion Ca 2+,
Mg2+, Al3+, Fe3+, SO42-, I- dan Br-. Untuk memperoleh bromin pada konsentrasi
rendah cukup sulit, karena memerlukan proses yang sangat panjang sehingga
menyebabkan harga bromin cukup tinggi.
Akan tetapi, bromin dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah sisa
pembuatan garam yang disebut juga dengan istilah air tua ( bittern ) yang
mengandung garam bromida. Air tua ( bittern ) merupakan air limbah dari proses
produksi garam rakyat, jumlahnya cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dan dapat meningkatkan
pendapatan petani garam. Pada proses pembuatan garam dihasilkan kristal garam
disebut dengan garam krosok yang mengandung zat pengotor salah satunya adalah
ion bromida ( Br- ) .Konsentrasi bromin pada air tua ( bittern ) yang memiliki 29
oB adalah 2,0 2,5 g/L. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

48
memanfaatkan air tua pada pembuatan minuman berion ( minuman mengandung
ion-ion ), produksi pupuk anorganik cair, dan dapat pula dimanfaatkan untuk
menghasilkan pupuk yang berkualitas tinggi .Pemanfaatan lain dari air tua (
bittern ) adalah pada industri pakan ternak, additive pada boiler, pigmen pada cat
dan pernis, industri baja, industri obat-obatan, industri pupuk.

2.2.3 Hubungan Cairan Dengan Padatan dan Gas

Setiap material tentu saja memiliki hubungan antara material satu dengan
material lainnya. Maka dengan hal ini pula tentu suatu zat akan memiliki
hubungan antara zat satu dengan zat lainnya. Hubungan dari ketiga zat tersebut
dapat dinyatakan dengan perubahan fase. Perubahan Fase adalah proses
perubahan bentuk suatu zat menjadi bentuk lain, salah satu penyebab perubahan
fase tersebut adalah kalor. Perubahan Fase merupakan efek dari adanya salah satu
sifat fisika zat, yaitu wujud . Sifat fisika zat sendiri ialah sifat yang dapat diamati
secara langsung tanpa mengubah susunan zat, misalnya wujud, warna, kelarutan,
daya hantar listrik, dan kemagnetan, titik lebur dan titik didih.
Secara harfiah, perubahan fase terjadi saat sebuah zat berubah dari satu
wujud kewujud yang lain. Misalnya dari gas kecair, cair ke padat, padat ke gas,
dan sebaliknya. Setiap proses melibatkan panas, baik panas itu dilepas oleh zat
ataupun diterima oleh zat, tapi tidak melibatkan perubahan temperatur. Panas ini
disebut panas laten atau kalor laten. Istilah "laten" berasal dari bahasa Inggris,
"latent", yang berarti "tersembunyi". Zaman orba dulu, istilah laten sering dipakai
untuk mencap paham komunis sebagai bahaya laten. artinya paham ini adalah
bahaya yang tidak terlihat tapi sesungguhnya adalah bahaya. Ini seperti api dalam
sekam, apinya tidak terlihat dari luar tapi sesungguhnya dia ada di sana.

49
Wujud zat merupakan bentuk-bentuk berbeda yang diambil oleh berbagai
fase materi berlainan. Secara historis, pembedaan ini dibuat berdasarkan
perbedaan kualitatif dalam sifat bulk. Dalam keadaan padatan zat
mempertahankan bentuk dan volume dalam keadaan cairan zat mempertahankan
volume tetapi menyesuaikan dengan bentuk wadah tersebut dan sedangkan gas
mengembang untuk menempati volume apapun yang tersedia.

Perbedaan antara wujud zat saat ini didasarkan pada perbedaan dalam
hubungan antar molekul. Dalam keadaan padatan gaya-gaya inter molekul
menjaga molekul-molekul berada dalam hubungan spasial tetap. Dalam cairan,
gaya-gaya antar molekul menjaga molekul tetap berada berdekatan, namun tidak
ada hubungan spasial yang tetap. Dalam keadaan gas molekul lebih terpisah dan
gaya tarik antar molekul relative tidak memengaruhi gerakannya. Plasma adalah
gas yang sangat terionisasi, yang terjadi pada suhu tinggi. Gaya-gaya antar
molekul yang diciptakan oleh gaya tarik dan tolak ion-ion memberikan keadaan
ini sifat-sifat berbeda, sehingga plasma dideskripsikan sebagai wujud zat keempat.

Meskipun padatan, cairan, dan gas adalah wujud zat yang paling umum di
Bumi, kebanyakan materi baryon di alam semesta berada dalam wujud plasma
panas, baik sebagai medium jarang antar bintang maupun sebagai bintang rapat.

Wujud zat juga dapat didefinisikan menggunakan konseptransisi fase.


Sebuah transisi fase menandakan perubahan struktur dan dapat dikenali dari

50
perubahan drastis dari sifat-sifatnya. Menggunakan definisi ini, wujud zat yang
berbeda adalah tiap keadaan termodinamika yang dibedakandarikeadaan lain
dengansebuahtransisifase. Air dapat dikatakan memiliki beberapa wujud padat
yang berbeda.

Munculnya sifat super konduktivitas dihubungkan dengan suatu transisi


fase, sehingga ada keadaan super konduktif. Begitu pula, keadaan Kristal cair dan
feromagnetik ditandai oleh transisi fase dan memiliki sifat-sifat berlainan.

Setiap zat akan berubah apabila menerima panas ( kalor ). Es


dipanaskanakan mencair. Air dipanaskanakan menguap menjadi uap air ( gas ).
Apabila uap air didinginkan menjadi embun dan kembali menjadi air. Air
didinginkan menjadi es. Perubahan wujud benda terjadi karena proses pemanasan
dan pendinginan.

Fase dari Zat Murni :

1. Padatan (solid) : Jarak antar molekul sangat dekat sehingga gaya tarik
antar molekul sangat kuat, sehingga bentuknya tetap. Gaya tarik
antara molekul-molekul cenderung untuk mempertahankannya pada
jarak yang relative konstan. Pada temperature tinggi molekul akan
melawan gaya antar molekul dan terpencar.

2. Cairan ( liquid ) : Susunan molekul mirip dengan zat padat, namun


terhadap yang lain sudah tidak tetap lagi. Sekumpulan molekul
tersebut akan mengambang satu sama lain.

3. Gas : Jarak antar molekul berjauhan dan sususnannya acak.


molekul bergerak secara acak. Semua zat murni mempunyai kelakuan
yang sama. Contohnya yaitu air.

51
2.2.4 Pengaplikasian Cairan Dalam Kehidupan
Pengaplikasian cairan dalam kehidupan sehari hari, yaitu :

Minyak Goreng merupakan minyak atau lemak yang berasal dari


pemurnian bagian dari tumbuhan atau hewan yang dibuat secara sintetik
yang kemudian dimurnikan dan disuling. Minyak goreng memiliki
kegunaan sebagai bahan untuk memasak bahan makanan yang digoreng.
Bensin merupakan senyawa hidrokarbon yang pengolahannya
menggunakan proses destilasi bertingkat yang berasal dari perut bumi atau
jasad plankton yang ada di laut. Bensin memiliki kegunaan yakni sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor.
Susu termasuk koloid yang berjenis zat emulsi cair. Susu merupakan suatu
produk yang baik untuk tubuh manusia. Manfaat meminum susu ialah
membantu proses pertumbuhan tulang dan gigi dan mempercepat proses
pertumbuhan anak pada usia dini.
Sirup adalah cairan yang kental dan memiliki kadar gula terlarut yang
tinggi, namun hampir tidak memiliki kecenderungan untuk mengendapkan
kristal. Viskositas ( kekentalan ) sirup disebabkan oleh banyaknya ikatan
hidrogen antara gugus hidroksil ( OH ) pada molekul gula terlarut dengan
molekul air yang melarutkannya. Sirup berguna sebagai pemberi aroma
dan rasa pada makanan maupun minuman.
Air adalah cairan yang paling umum dan paling banyak dimuka bumi. Air
merupakan cairan yang tersusun atas dua unsur yakni Oksigen dan

52
Hidrogen. Air merupakan cairan yang memiliki banyak manfaat. Air tidak
hanya berfungsi sebagai air minum, tetapi juga untuk memasak, dan
kebutuhan MCK ( Mandi, Cuci, Kakus ).

2.3 ZAT GAS

2.3.1 Partikel Partikel Individu Dalam Gas

Susunan partikel zat yang berwujud gas sangat renggang, sehingga gaya
tarik menarik antar partikelnya sangat lemah. Akibatnya, gas memiliki bentuk dan
volume yang selalu berubah sesuai dengan tempatnya. Gas terdiri atas partikel-
partikel dalam jumlah yang besar sekali, yang senantiasa bergerak dengan arah
sembarang dan cepat tersebar merata dalam ruang yang kecil.

Apabila dipanaskan, gas akan mengalami pemuaian volume dan pemuaian


tekanan. Alat yang digunakan dalam menyelidiki pemuaian gas adalah
dilamometer. Ada 3 kemungkinan yang terjadi pada pemuaian gas yaitu:

1. Tekanan gas tetap, tetapi volume berubah


2. Volume gas tetap, tetapi tekanannya berubah
3. Volume dan tekanan gas berubah
2.3.2 Tekanan Gas
Tekanan adalah gaya per satuan luas. Semakin besar gaya yang bekerja
pada permukaan tertentu, semakin besar juga tekanannya. Dalam SI satuan untuk
tekanan adalah pascal ( Pa ). Namun masih banyak lagi satuan-satuan yang
digunakan pada negara luar antara lain adalah atmosfer ( atm ) adalah satuan
yang sangat sering digunakan.

Satuan Simbol Ekuivalen terhadap 1 atm

Atmosfer atm 1 atm

Milimeter merkuri mmHg 760 mmHg

Torr Torr 760 Torr

Pascal Pa 101326 Pa

Kilopascal kPa 101,326 kPa

Bar bar 1,01325 bar

Milibar mb 1013,25 mb

53
Pounds per square inch psi 14,7 psi

Adanya perbedaan tekanan udara menyebabkan munculnya angin. Angin


bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Teori menjelaskan bahwa
semakin tinggi suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah. Hal ini
dibuktikan dengan setiap 10 kenaikan tinggi, tekanan berkurang 1 mmHg.
Peristiwa ini disebabkan karena partikel-partikel pada udara tinggi lebih sedikit
sehingga lebih sedikit mengalami tumbukan/dorongan yang menghasilakn
tekanan udara lebih rendah.
Hubungan antara tekanan dengan volume adalah berbanding terbalik.
Semakin besar tekanan suatu gas, maka semakin kecil pula volumenya jika
suhunya tetap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa P.V=konstan

P=

Jika dikaitkan dengsn suhu dan energi kinetik, maka untuk mencari tekanan
adalah dapat ditentukan dengan rumus:

EK= k T

Keterangan: P = tekanan gas ideal (N/ )


N = jumlah partikel zat
EK= energi kinetik rata-rata (J)
Kt = suhu mutlak (K)
V = volume ( )

HUKUM BOYLE

Hukum Boyle adalah salah satu dari hukum kimia dan merupakan kasus
dari hukum kimia ideal. Hukum Boyle mendeskripsikan kebalikan hubungan
proporsi antara tekanan absolut dan volume udara, jika suhu tetap konstan dalam
sistem tertutup. Hukum ini dinamakan setelah kimiawan dan fisikawan Robert
Boyle, yang menerbitkan hukum ini pada tahun 1662. Hukum Boyle berbunyi:

54
Hubungan antara tekanan dan volume pertama kali dicatat oleh ilmuwan
amatir, Richard Towneley dan Henry Power. Boyle mengkonfirmasi penelitian
dan eksperimen mereka dan menerbitkan hasilnya. Berdasarkan keterangan dari
Robert Gunther dan otoritas lain, saat itu adalah asisten Boyle, Robert Hooke,
yang membuat peralatan eksperimen. Hukum Boyle adalah berdasrkan dari
eksperimen dengan udara, dimana ia mempertimbangkan adanya partikel fluida di
tengah mata air yang tidak terlihat. Saat itu, udara masih terlihat sebagai satu dari
empat elemen, tetapi Boyle tidak setuju. Minat Boyle kemungkinan adalah untuk
mengerti bahwa udara adalah bagian penting dalam hidup. Ia mempublikasikan
sebagai contoh pertumbuhan tanpa udara. Fisikawan Perancis, Edme Mariotte
(1620-1684) juga menemukan hukum yang sama secara terpisah dengan Boyle
tahun 1676, tetapi Boyle telah mempublikasikan hukum tersebut tahun 1662. Jadi,
hukum ini kemungkinan secara tidak tepat, direferensikan juga merupakan hukum
Mariotte, atau Hukum Boyle-Mariotte. Kemudian pada tahun 1687, di
Philosophiiae Naturalis Principia Mathematica, Newton, menunjukkan, secara
matematis, jika fluida elastis berisi sisa partikel, di tengah kekuatan repulsif
dengan proporsional terbalik kepada jaraknya, kepadatannya secara proporsional
langsung kepada tekanan, tetapi matematisnya bukan penjelasan secara fisika
terhadap hubungan pengamatan. Dari pada teori statis, teori kinetis dibutuhkan,
dimana ditemukan oleh Maxwell dan Boltzmann.

Hukum Boyle menyatakan bahwa dalam suhu tetap untuk massa yang
sama, tekanan absolut dan volume udara terbalik secara proporsional. Hukum ini
juga bisa dinyatakan sebagai secara agak berbeda, produk dari tekanan absolut
dan volume selalu konstan.

Kebanyakan udara berjalan seperti udara ideal saat tekanan dan suhu
cukup. Teknologi pada abad ke- 17 tidak dapat memproduksi tekanan tinggi atau
suhu rendah. Tetapi, hukum tidak mungkin memiliki penyimpangan pada saat
publikasi. Sebagai kemajuan dalam teknologi membolehkan tekanan lebih tinggi
dan suhu lebih rendah, penyimpangan dari sifat udara ideal bisa tercatat, dan
hubungan antara tekanan dan volume hanya bisa akurat, dijelaskan sebagai teori
udara sesungguhnya. Penyimpangan ini disebut sebagai faktor kompresibilitas.

55
Robert Boyle menyatakan bahwa hukum tersebut berasal dari eksperimen
yang mereka lakukan. Hukum ini juga bisa berasal secara teori, berdasrkan
anggapan bahwa atom dan molekul dan asumsi tentang gerakan dan elastis
sempurna. Asumsi tersebut ditemukan dengan resisten hebat dalam komunitas
ilmiah, tetapi, saat mereka terlihat, merupakan konstruksi teoritis murni yang
tidak ada sedikit pun bukti pengamatan.

Pada tahun 1738, Daniel Bernoulli, mengembangkan teori Boyle menggunakan


Hukum Newton dengan aplikasi tingkat molekul. Ini tetap tidak digubris sampai
kira-kira tahun 1845, dimana John Waterston menerbitkan bangunan kertas
dengan persepsi utama adalah teori kinetis; tetap tidak digubris oleh Royal
Society of England. Kemudian, James Prescott Joule, Rudolf Clausius, dan
Ludwig Boltzmann menerbitkan teori kinetis udara, dan menarik perhatian teori
Bernoulli dan Waterston.

Debat antara proponen energetika dan atomisme mengantar Boltzmann


untuk menulis buku pada tahun 1898, dimana membuahkan kritik dan
mengakibatkan ia bunuh diri pada tahun 1906. Albert Einstein, pada tahun 1905,
memperlihatkan bagaimana teori kinetis berlaku kepada Gerakan Brown dengan
partikel yang berisi fluida, dikonfirmasikan tahun 1908 oleh Jean Perrin.

Persamaan matematis Hukum Boyle adalah:

dimana: p = tekanan

V= Volume udara

k = konstanta dari sistem tersebut

selama suhu tetap konstan, jumlah energi yang sama memberikan sistem
yang sama selama operasi dan secara teoritis jumlah k akan tetap konstan. Akan
tetapi, karena penyimpangan tegak lurus diterapkan, kemungkinan kekuatan
probabilistik dari dari tabrakan dengan partikel lain, seperti teori tabrakan,
aplikasi kekuatan permukaan tidak mungkin konstan secara tak terbatas, seperti

56
jumlah k, tetapi akan mempunyai batas dimana perbedaan jumlah tersebut
terhadap a.

Kekuatan volume (V) dari kuantitas tetap udara naik, menetapkan udara
dari suhu yang telah diukur, tekanan (p) harus turun secara proporsional. Jika
dikonversikan, menurunkan volume udara sama dengan menaikkan tekanan udara.
Hukum Boyle biasa digunakan untuk memprediksi hasil pengenalan perubahan,
dalam volume dan tekanan saja, kepada keadaan yang sama dengan keadaan tetap
udara. Sebelum dan setelah volume maupun tekanan tetap merupakan jumlah dari
udara, dimana sebelum dan sesudah pada suhu tetap akan sama, memiliki
hubungan dengan persamaan:

p1 V1 = p2 V2

Hukum Boyle, Hukum Charles, dan Hukum Gay-Lussac menghasilkan


hukum kombinasi udara. 3 hukum udara tersebut berkombinasi dengan Hukum
Avogadro dan disamakan dengan hukum udara ideal.

Contoh penggunaan Hukum Boyle yaitu:

1. Pergantian tekanan dalam penyuntik


2. Meniup balon
3. Peningkatan ukuran gelembung saam gelembung naik ke permukaan
4. Kematian makhluk laut dalam karena perubahan tekanan
5. Masalah pada telinga di daerah pegunungan.

2.3.3 Pengaruh Temperatur Terhadap Gas

57
Temperatur (suhu) dan gas merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan

dan selalu berhubungan. Gas ideal merupakan kumpulan dari partikel-partikel


suatu zat yang jaraknya cukup jauh dibandingkan ukuran partikelnya partikel-
partikel ini selalu bergerak secara acak ke segala arah. Pada saat partikel-partikel
gas ideal itu bertumbukan antar partikel atau dengan dinding akan terjadi
tumbukan lenting sempurna sehingga tidak terjadi kehilangan energi. Temperatur
atau suhu selalu berbanding sejajar dengan tekanan gas.Seperti yang terlihat pada
gambar bahwa semakin tinggi temperature (pada ruang tertutup) maka semakin
tinggi juga tekanan udaranya. Hukum ini dikemukanan oleh Gay-Lussac (1778-
1850) berkaitan dengan kejadian disaat memanaskan botol parfum yang
menjadikan tekanan udara di dalam botol menjadi tinggi sehingga menyebabkan

botol meledak. Sehingga dalam matematis dapat dituliskan rumus berikut.

Jacques Charles (1747-1823) juga mengemukakan bahwa jika gas dalam


ruang tertutup tekanannya dijaga konstan maka volume gas dalam jumlah tertentu
berbanding lurus dengan temperature mutlaknya. Sehingga dalam matematis

terbentuklah rumus yang kita kenal sebagai

58
dan jika teori ini dikemukanan dalam bentuk grafik maka akan tergambar seperti
berikut.

Sehingga, jika disimpulkan antara hukum Gay-Lussac dengan hukum Charles


maka terkemukakanlah rumus hubungan antara volume, suhu, dan tekanan udara

suatu gas dengan rumus yang saat ini berkembang dan lebih

terkenal dengan rumus PV=nRT


keterangan :

P =tekanan(N/m2)
V =volume(m3)
n =jumlahpartikel(mol)
R =konstantagasideal(0.08205Latm/mol)
T =suhu(K)

SUATU PERSAMAAN UMUM GAS

Gas ideal adalah gas teoritis yang terdiri dari partikel-partikel titik yang
bergerak secara acak dan tidak saling berinteraksi. Konsep gas ideal sangat

59
berguna karena memenuhi hukum gas ideal, sebuah persamaan keadaan yang
disederhanakan, sehingga dapat dianalisis dengan mekanika statistika.
Secara umum, gas berperilaku seperti gas ideal pada temperatur tinggi dan
tekanan rendah, karena kerja yang melawan gaya intermolekuler menjadi jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan energi kinetik partikel, dan ukuran molekul
juga menjadi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan ruangan kosong antar
molekul. Sifat-sifat gas ideal yaitu:
Berlaku Hukum Newton tentang gerak
Partikel gas selalu bergerak secara acak atau sembarangan
Tidak ada gaya tarik menarik/interaksi antarmolekul
Ukuran molekul gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan tempat gas
berada
Partikel gas terdistribusi merata dalam ruangan
Tumbukan antar partikel bersifat lenting sempurna.
Persamaan umum gas ideal dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan: P= tekanan gas ideal (N/ )

V= volume gas ideal ( )


N= jumlah molekul zat
n = jumlah mol
k = konstanta Boltzmann (k= 1,38 x J/K)
R = konstanta gas umum (R= 8,31 J/mol K)
T = suhu gas ideal (K)
Hukum-hukum gas ideal yaitu:
1. Isotermik
Adalah proses pada suhu tetap (isoterik) sehingga perkalian tekanan dan
volume selalu tetap.

2. Isobar
Adalah proses pada tekanan tetap (isobar) sehingga hasil bagi volume
terhadap suhu akan selalu bernilai tetap.

3. Isokhorik
Adalah proses pada volume tetap (isokhorik=isovolum) sehingga hasil
bagi tekanan terhadap suhu akan selalu bernilai tetap.

60
4. Hukum Boyle-Gay Lussac
Aalah proses pada suhu, tekanan dan volume berubah, sehingga hasil kali
tekanan dengan volume bagi suhu akan selalu bernilai tetap.

5. Kecepatan dan Energi


Kecepatan rata-rata partikel gas:

Maka energi kinetik menjadi:

Keterangan: N = jumlah partikel zat


= energi kinetik rata-rata (J)

= massa partikel gas (kg)


Mr = massa molekul relatif (kg/mol)
= massa jenis gas ideal (kg/ )

k = konstanta Boltzmann (dimana k= 1,38 x J/K)


R = konstanta gas umum (dimana R= 8,31 J/mol K)
T = suhu (K)

6. Energi Dalam
Yaitu energi kinetik partikel gas yang terdapat di dalam suatu ruang
tertutup

Keterangan: f= derajat kebebasan


Monoatomic (f=3 seperti He, Ne, dan Ar)
Diatomi seperti

Suhu rendah (T= 250K), f=3

Suhu sedang (T= 500K), f=5

Suhu tinggi (T= 1000K), f=7


2.3.4 Hubungan Molar dengan Pereaksi Gas
Molaritas suatu larutan menyatakan jumlah mol suatu zat per liter larutan.
Umumnya konsentrasi larutan berair encer dinyatakan dalam satuan molar.

61
Molar sering disingkat dengan huruf M. Kata molar secara umum jika
tidak diikuti dengan kata lain artinya adalah satuan konsentrasi larutan yang
menyatakan banyaknya mol zat setiap satuan liter larutan.
Reaksi pembentukan gas, contoh menghasilkan penguraian asam basa,
stoikiometri, kimia sebuah reaksi pasti akan menghasilkan suatu produk. Bentuk
lain dari reaksi kimia selain padat dan cair adalah gas. Terbentuknya gas
disebabkan oleh reaksi yang terurai menjadi zat gas. Gas yang terbentuk ini
kemudian akan menguap ke udara.

HUKUM DALTON MENGENAI TEKANAN PARSIAL

Dalam banyak kasus Anda tidak akan berhadapan dengan gas murni tetapi
dengan campuran gas yang mengandung dua atau lebih gas. Dalton tertarik
dengan masalah kelembaban dan dengan demikian tertarik pada udara basah,
yakni campuran udara dengan uap air. Ia menurunkan hubungan berikut dengan
menganggap masing-masing gas dalam campuran berperilaku independen satu
sama lain.
Anggap satu campuran dua jenis gas A (nA mol) dan B (nB mol) memiliki
volume V pada temperatur T. Persamaan berikut dapat diberikan untuk masing-
masing gas.
pA = nART/V
pB = nBRT/V
pA dan pB disebut dengan tekanan parsial gas A dan gas B. Tekanan parsial
adalah tekanan yang akan diberikan oleh gas tertentu dalam campuran seandainya
gas tersebut sepenuhnya mengisi wadah. Dalton meyatakan hukum tekanan
parsial yang menyatakan tekanan total P gas sama dengan jumlah tekanan parsial
kedua gas. Jadi,
P = pA + pB = (nA + nB)RT/V
Hukum ini mengindikasikan bahwa dalam campuran gas masing-masing
komponen memberikan tekanan yang independen satu sama lain. Walaupun ada
beberapa gas dalam wadah yang sama, tekanan yang diberikan masing-masing
tidak dipengaruhi oleh kehadiran gas lain. Bila fraksi molar gas A, xA, dalam
campuran xA = nA/(nA + nB), maka pA dapat juga dinyatakan dengan xA.
pA = [nA/(nA + nB)]P

62
Dengan kata lain, tekanan parsial setiap komponen gas adalah hasil kali fraksi
mol, xA, dan tekanan total P. Tekanan uap jenuh (atau dengan singkat disebut
tekanan jenuh) air disefinisikan sebagai tekanan parsial maksimum yang dapat
diberikan oleh uap air pada temperatur tertentu dalam campuran air dan uap air.
Bila terdapat lebih banyak uap air, semua air tidak dapat bertahan di uap dan
sebagian akan mengembun.
Contohnya, perbandingan unsur karbon (C) dan oksigen (O) pada karbon
monoksida dan karbon dioksida berurutan adalah 3:4 dan 3:8. Jika massa C adalah
sama, maka perbandingan massa O pada karbon monoksida dan karbon dioksida
adalah 4:8 atau 1:2.Komposisi kimia ditunjukkan oleh rumus kimianya. Dalam
senyawa, seperti air, dua unsur bergabung masing-masing menyumbangkan
sejumlah atom tertentu untuk membentuk suatu senyawa. Dari dua unsur dapat
dibentuk beberapa senyawa dengan perbandingan berbeda-beda. Misalnya,
belerang dengan oksigen dapat membentuk senyawa SO2 dan SO3. Dari unsur
hidrogen dan oksigen dapat dibentuk senyawa H2O dan H2O2.

Perlu dicatat, bahwa hukum ini adalah pengembangan dari hukum Proust,
walaupun ditemukan sebelum hukum Proust sendiri. Hukum ini juga menyatakan
bahwa atom tidak dapat berbentuk pecahan seperti setengah, harus bilangan bulat.
Hukum ini kuat karena didukung teori atom.Dalton menyelidiki perbandingan
unsur-unsur tersebut pada setiap senyawa dan didapatkan suatu pola keteraturan.
Pola tersebut dinyatakan sebagai hukum Perbandingan.
Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, dimana massa
salah satu unsur tersebut tetap (sama), maka perbandingan massa unsur yang lain
dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat dan sederhana

63
Pada tahun 1803, John Dalton mengemukakan pendapatnya tentang atom.
Teori atom Dalton didasarkan pada dua hukum, yaitu hukum kekekalan massa
(hukum Lavoisier) dan hukum susunan tetap (hukum prouts). Lavosier
mennyatakan bahwa Massa total zat-zat sebelum reaksi akan selalu sama dengan
massa total zat-zat hasil reaksi. Sedangkan Prouts menyatakan bahwa
Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa selalu tetap. Dari kedua
hukum tersebut Dalton mengemukakan pendapatnya tentang atom sebagai
berikut:
1. Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat
dibagi lagi
2. Atom digambarkan sebagai bola pejal yang sangat kecil, suatu unsur
memiliki atom-atom yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda
3. Atom-atom bergabung membentuk senyawa dengan perbandingan
bilangan bulat dan sederhana. Misalnya air terdiri atom-atom hidrogen dan atom-
atom oksigen
4. Reaksi kimia merupakan pemisahan atau penggabungan atau penyusunan
kembali dari atom-atom, sehingga atom tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.

Ia menyatakan bahwa materi terdiri atas atom yang tidak dapat dibagi lagi.
Tiap-tiap unsur terdiri atas atom-atom dengan sifat dan massa identik, dan
senyawa terbentuk jika atom dari berbagai unsur bergabung dalam komposisi
yang tetap.
Berikut 5 Teori Atom Dalton:
1. Unsur-unsur terdiri dari partikel-partikel yang luar biasa kecil yang tidak
dapat dibagi kembali (disebut atom). Dalam reaksi kimia, mereka tidak dapat
diciptakan, dihancurkan atau diubah menjadi jenis unsur yang lain.
2. Semua atom dalam unsur yang sejenis adalah sama dan oleh karena itu
memiliki sifat-sifat yang serupa;seperti massa dan ukuran.
3. Atom dari unsur-unsur yang berbeda jenis memiliki sifat-sifat yang
berbeda pula.
4. Senyawa dapat dibentuk ketika lebih dari 1 jenis unsur yang
digabungkan.

64
5. Atom-atom dari 2 unsur atau lebih dapat direaksikan dalam
perbandingan-perbandingan yang berbeda untuk menghasilkan lebih dari 1 jenis
senyawa
Walau di kemudian hari terbukti ada 2 di antara 5 teorinya yang perlu
ditinjau kembali, ia tetap dianggap sebagai bapak pencetus teori atom modern,
terlebih lagi karena teorinya tersebut mampu menerangkan Hukum kekekalan
massa Lavoisier dan Hukum perbandingan tetap Proust.

HUKUM DIFUSI GRAHAM


Hukum Graham adalah suatu rumus yang diformulasi oleh fisikawan
kimiawan Skotlandia, Thomas Graham pada tahun 1848. Thomas Graham
mempelajari kecepatan efusi beberapa gas. Dari percobaan-percobaan, Graham
menemukan bahwa laju efusi suatu gas berbanding terbalik dengan massa
partikelnya. Dengan kata lain, pada suhu dan tekanan yang sama, maka kecepatan
efusi gas berbanding terbalik dengan kerapatannya. Pernyataan ini dikenal dengan
Hukum Graham.
Rumus ini dapat ditulis:

Keterangan: = laju efusi gas pertama

= laju efusi gas kedua

= massa molar gas 1

= massa molar gas 2


Hukum Graham menyatakan bahwa laju efusi atau difusi suatu gas
berbanding terbalik dengan massa molekulnya. Jadi, jika massa molekul gas yang
satu empat kali lebih besar dari gas yang lain, maka gas pertama akan berdifusi
melalui suatu sumbat yang berpori-pori melalui sebuah lubang jarum dalam suatu
bejana dengan laju setengah dari laju gas lain. Penjelasan teoritis lengkap
mengenai Hukum Graham ini bertahun-tahun kemudian diberikan oleh teori
kinetik gas. Hukum Graham memberi dasar untuk pemisahan isotop secara difusi.

PENYIMPANGAN HUKUM-HUKUM GAS

65
Gas ideal dan gas nyata mungkin sering terdengar antara gas ideal dan gas
nyata. Gas ideal adalah gas yang mematuhi persamaan gas umum dari PV = nRT
dan hukum gas lainnya di semua suhu dan tekanan. Gas nyata tidak mematuhi
persamaan gas umum dan hukum gas lainnya di semua kondisi suhu dan tekanan.

I. Pengaruh Tekanan

Semua gas yang diketahui ada sebagai gas nyata dan menunjukkan perilaku
yang ideal hanya sampai batas tertentu dalam kondisi tertentu. Untuk gas nyata Z
mungkin kurang lebih dari satu. Jika Z kurang dari 1 maka gas kurang
kompresibel dan itu disebut penyimpangan positif. Hal ini diamati ada sedikit
penyimpangan pada tekanan rendah. Pada tekanan tinggi penyimpangan
tergantung pada sifat gas. Sebuah plot terhadap P untuk beberapa gas yang umum
ditunjukkan pada gambar. Untuk H2 dan He, Z lebih besar dari satu sedangkan
untuk N2, CH4 dan CO2 Z lebih kecil dari satu. Ini berarti bahwa gas-gas yang
kompresibel lebih pada tekanan rendah dan kurang kompresibel pada tekanan
tinggi dari yang diharapkan dari perilaku ideal.

II. Pengaruh Temperatur

Pengaruh suhu pada perilaku gas nyata dipelajari dengan memetakan nilai
PV terhadap temperatur. Hal ini diamati bahwa penyimpangan dari perilaku
kurang ideal dengan peningkatan suhu. Dengan demikian, gas nyata menunjukkan
perilaku yang ideal pada tekanan rendah dan suhu tinggi.

III. Penyebab Penyimpangan

Untuk mengetahui penyebab penyimpangan dari idealitas, van der Waals


menunjukkan asumsi kesalahan yang dibuat dalam merumuskan model kinetik
molekular gas. Volume yang ditempati oleh massa molekul diabaikan
dibandingkan dengan total volume gas adalah tidak valid. Meskipun volume ini
0,1% dari total volume gas, volume molekul gas tetap sama dibandingkan dengan
penurunan volume total gas. Penurunan volume terjadi dengan penurunan suhu
dan peningkatan tekanan, tetapi volume molekul tidak dapat diabaikan. Kekuatan
tarik antara molekul gas dianggap diabaikan. Asumsi ini hanya berlaku pada

66
tekanan rendah dan suhu tinggi karena dalam kondisi molekul berjauhan. Tetapi
pada tekanan tinggi dan suhu rendah volume gas kecil dan sehingga kekuatan
menarik meskipun sangat kecil.

Volume koreksi dibuat menyatakan bahwa volume bebas dari gas sebenarnya
kurang dari volume yang diamati. Istilah koreksi, b adalah sebuah konstanta
tergantung pada sifat gas. Untuk n gas, istilah koreksi nb dan sehingga volume
dikoreksi diberikan oleh, Vkoreksi= (V-nb). Koreksi ada karena gaya
antarmolekul berda dalam pengaruh tekanan. Sebuah molekul mengalami tarik
menarik. Persamaan tekanan koreksi Mengganti nilai-nilai untuk tekanan dan
volume, persamaan gas ideal sekarang dapat ditulis sebagai: Persamaan ini adalah
persamaan Van der Waal. Di sini konstanta a menyatakan gaya tarik antar
molekul gas, dan b menyatakan volume atau ukuran molekul gas.

TEORI MOLEKUL KINETIK


Pada pertengahan abad ke- 19, ilmuwan mengembangkan suatu teori baru
untuk menggantikan teori kalorik. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa zat
disusun oleh partikel-partikel sangat kecil yang selalu bergerak. Bunyi teori
kinetik adalah:
Dalam benda yang panas, partikel-partikel bergerak lebih cepat dan karena itu
memiliki energi yang lebih besar daripada partikel-partikel dalam benda yang
lebih dingin.
Teori kinetik berupaya menjelaskan sifat-sifat makroskopik gas seperti
tekanan, suhu, atau volume, dengan memperhatikan komposisi molekular dan
gerakannya. Intinya, teori ini menyatakan bahwa tekanan tidaklah disebabkan oleh
denyut-denyut statis di antara molekul-molekul, seperti yang diduga Issac
Newton, melainkan disebabkan oleh tumbukan antarmolekul yang bergerak pada
kecepatan yang berbeda-beda. Teori kinetik dikenal pula sebagai Teori Kinetik
Molekular.
Postulat teori untuk gas ideal memiliki asumsi-asumsi berikut ini:
Gas terdiri dari partikel-partikel sangat kecil, dengan massa tidak nol
Banyaknya molekul, sehingga statistika dapat diterapkan
Molekul-molekul ini bergerak secara konstan sekaligus acak. Partikel-
partikel yang bergerak sangat cepat secara konstan bertumbukan dengan
dinding-dinding wadah.

67
Tumbukan-tumbukan partikel gas terhadap dinding wadah bersifat lenting
sempurna.
Interaksi antarmolekul dapat diabaikan. Mereka tidak mengeluarkan gaya
satu sama lain, kecuali saat tumbukan terjadi.
Keseluruhan volume molekul-molekul gas individual dapat diabaikan bila
dibandingkan dengan volume wadah. Ini setara dengan menyatakan bahwa
jarak rata-rata antarpartikel gas cukuplah besar bila dibandingkan dengan
ukuran gas tersebut.
Molekul-molekul berbentuk bulat sempurna, dan bersifat lentur.
Energi kinetik rata-rata partikel gas hanya bergantung pada suhu sistem
Efek-efek relativistik dapat diabaikan
Efek-efek mekanika kuantum dapat diabaikan. Artinya bahwa jarak
antarpartikel lebih besar daripada panjang gelombang panas de Broglie
dan molekul-molekul dapat diperlakukan sebagai objek klasik.
Waktu selama terjadinya tumbukan molekul dengan dinding wadah dapat
diabaikan karena berbanding lurus terhadap waktu selang antartumbukan
Persamaan-persamaan gerak molekul berbanding terhadap waktu

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Padatan adalah zat atau benda yang memiliki bentuk dan volume yang
tetap. Cairan adalah zat atau benda yang memiliki volume yang tetap
tetapi bentuknya berubah-ubah sesuai dengan tempat (wadahnya). Dan gas
adalah zat atau benda yang memiliki volume dan bentuk yang selalu
berubah-ubah sesuai dengan tempat (wadahnya).

2. Wujud zat terbagi menjadi tiga yaitu padat, cair dan gas. Pada saat tertentu
umumnya zat hanya berada dalam satu wujud saja, tetapi zat dapat
berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain.

68
Wujud benda :

1. Benda padat, setiap benda yang berwujud padat bentuknya selalu


tetap.

2. Benda cair, Benda cair mengikuti bentuk wadahnya, sifat benda


cair yang lain ialah selalu memiliki permukaan datar dan Sifat air
yang selanjutnya, yaitu bergerak ke segala arah dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah.

3. Wujud benda gas, Udara dan asap merupakan benda yang


tergolong benda gas. Berbeda dengan benda padat dan cair, gas
sulit diamati. Hanya gas-gas tertentu yang dapat dilihat. Misalnya,
asap pembakaran dan asap knalpot kendaraan. Hati-hati jangan
sampai kamu mengisapnya karena gas itu mengandung zat
berbahaya. Udara merupakan gas yang tidak dapat dilihat. Akan
tetapi, kita dapat merasakan keberadaannya.

3. Hubungan padatan, cairan dan gas tersebut dapat dinyatakan dengan


perubahan fase. Perubahan Fase adalah proses perubahan bentuk suatu zat
menjadi bentuk lain, salah satu penyebab perubahan fase tersebut adalah
kalor. Perubahan Fase merupakan efek dari adanya salah satu sifat fisika
zat, yaitu wujud . Sifat fisika zat sendiri ialah sifat yang dapat diamati
secara langsung tanpa mengubah susunan zat, misalnya wujud, warna,
kelarutan, daya hantar listrik, dan kemagnetan, titik lebur dan titik didih.

3.2 Saran

69
DAFTAR PUSTAKA

Halliday, D. dan Resnick, R. 1989. Fisika Jilid 2. Terjemahan Pantur Silaban dan
Erwin Sucipto. Jakarta: Erlangga.

Billah, Arie.2006. Pembuatan dan Karakterisasi Magnet Stronsium Ferit Dengan


Pasir Besi. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Idayanti. N dan Dedi. 2002. Pembuatan Magnet Permanen Perit Untuk Flow
Meter. Volume 5. Jakarta: Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia 00000528_15.

Parno. 2006. Fisika Zat Padat. Malang: Jurusan Fisika FMIPA Malang.

Arie Fiandimas, Azwar Manaf. 2003. Pembuatan Magnet Permanen Barium


Heksaferit Berbahan Baku Mill Scale Dengan Teknik Metalurgi Serbuk, Jurnal
Sains Materi Indonesia (Indonesian Journal of Material Science), Vol. 5, No. 1,
hal. 45-50.

70
Idayanti, N, Dedi dan S. Djaja. 2002. Proses Sintering dalam Pembuatan Magnet
Permanen untuk meteran air, Jurnal Sains Materi Indonesia vol.3 No.2.
Tangerang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahan BATAN.

Stronsium.http//periodni.com

Sifat kemagnetan bahan.http//wikipedia.org

Sifat kemagnetan bahan stronsium.http//.openpdf.com

Mudah dan Aktif Belajar Fisika Untuk Kelas XII oleh Dudi Indrajit
https://books.google.co.id/books?
id=6BWqzho9GiEC&pg=PA93&lpg=PA93&dq=percobaan+michael+faraday+d
ielektrik&source=bl&ots=I5M2NR_bMX&sig=opv7hFVM7lafXAwMVnP9dcXk6
9M&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwihk-
bUhvrWAhUIv48KHRbPDREQ6AEIPzAJ#v=onepage&q=percobaan
%20michael%20faraday%20dielektrik&f=false

http://labterpadu.undip.ac.id/blog/2013/01/28/difraksi-sinar-x/

https://www.binasyifa.com/079/73/26/larutan-berwujud-zat-padat.htm

Sumber:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196808031992031-
AGUS_SETIABUDI/Bahan_Kuliah_Karakterisasi_Material/Bab_1_Pengantar_T
eknik_Karakterisasi.pdf

71

Anda mungkin juga menyukai