Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN SEJARAH KEBUDAYAAN DAN RUANG LINGKUPNYA.

(FARIS DWI RISTIAN)

Sejarah kebudayaan menurut Huizinga adalah usaha mencari morfologi budaya studi tentang
struktur. Ini berbeda dengan sosiologi, yang melihat objeknya melalui paradigma, morfologi
budaya melihat gejala-gejala yang mempunyai makna yang jelas dalam dirinya. Setiap detail
mempunyai maknanya sendiri, tidak semata-mata sebagai ilustrasi dari konsep umum.
Kebudayaan sebagai struktur, sebuah bentuk. Demikian juga, sejarah adalah bentuk kejiwaan
dengan apa sebuah kebudayaan menilai masa lalunya.

Sejarah adalah ilmu, bukan mitologi atau roman. Pendapat dari Huizinga bahwa sejarah perlu
mencari hubungan-hubungan sehingga realitas dapat dipahami. Dengan metode yang
menggabungkan studi kritis dengan subjektivisme, sejarahwan melihat fakta-fakta dengan usaha
mencari sinar matahari yang menembus detail-detailnya.
Burckhardt sebagai salah satu penulis klasik sejarah kebudayaan. Burchardt menulis The
Civilzation of the renaissance in Italy. Dari segi metodologis, Burckhardt telah menunjukan bahwa
sejarah kebudayaanya telah mendahului bermacam jenis penulisan sejarah sesudahnya, dalam
setidaknya dua hal. Partama, pendekatannya singkronis, sistematis, tetapi tanpa kesalahan
kronologi dalam sajianya. Kedua, usahanya memperluas bahan-bahan kajian sejarah kebudayaan
dengan memberikan gambaran tentang keseluruhan.
Huizinga, sama dengan Burckhardt juga menekan pentingnya general theme. Dalam tulisan
yang secara khusus membicarakan tugas sejarah kebudayaan. Tugas sejarah kebudayaan ialah
mencari pola-pola kehidupan, kesenian, dan pemikiran secara bersama-sama. Tugas itu ialah
pemahaman secara morfologis dan diskripsi dari kebudayaan secara aktual dan konkrit, tidak
dalam bentuk abstrak. Gambar yang kongkrit itu disebut sebagai morfologi budaya, untuk
membedakannya dengan sekedar psikologi.
Sejarah kebudayaan menurut Josep H. Greenberg adalah bagian dari sejarah umum, mengenai
perkembangan historis bangsa-bangsa yang belum mengenal tulisan, pada waktu sekarang dan
masa lampu. Sejarah kebudayaan hampir selalu dipelajari oleh para antropolog kebudayaan, jika
dalam keterangan ini termasuk ahli-ahli separti para arkeolog linguistik. Difinisi ini menunjukan
bahwa dalam prinsip tidak ada perbedaan yang nyata antara sejarah seorang sejarahwan
profesional dan sejarahwan kebudayaan. Untuk membedakan dua sejarahwan itu dengan
mengadakan perbedaan antara penggunaan sumber-sumber dokumentasi tertulis sebagai sumber
utama atau satu-satunya sumber bukti yang diterima oleh sejarahwan ahli, dengan bermacam-
macam metode yang berdasarkan dugaan (conjectural) yang dipergunakan oleh peneliti
kebudayaan yang belum mengenal tulisan.
Jadi, tujuan sejarah kebudayan sesungguhnya tidak berbeda dari tujuan sejarah Kovensional,
terutam sejarah konvensional dipandang dari aspek yang sangat umum dan tidak hanya sebagai
sejarah politik, tetapi sebagai sejarah dari segala aspek kebudayaan. Dan dapat ditambahkan,
tujuan utama ini, ialah mengenai perkembangan kebudayaan membutuhkan keterangan (data)
tertentu yang nonkebudayaan, seperti perubahan-perubahan lingkungan, perbedaan rasial, manusia
sebagai hasil dari mekanisme yang mengisolir perbedaan etnis yang sejajar, dan dugaan-dugaan
mengenai faktor-faktor demografis kuno. Maka perbedaan-perbedaan sejarah kebudayaan dan
sejarah konvensional adalah suatu perbedaan tingkatan bukan perbedaan jenis. Di karenakan
sejarahwan kebudayaan untuk sebagain besar harus percaya pada sumber-sumber nondokumenter,
ia akan berhadapan dengan kelompok-kelompok dan bukan dengan perorangan, dan skala waktu
akan kerap kali relatif daripada positif.
BUKU SEJARAH KEBUDAYAAN
Dalam bukunya: Djoko Soekiman.
Judul Buku: Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukung di Jawa (abad XVII-
Medio Abad XX)
Penerbit: Yayasan Bintang Harapan, Jogyakarta, 2000.
Dalam ulasan buku ini membahas dalam beberapa hal yaitu, awal kehadiaran orang Belanda,
masyarakat pendukung kebudayaan Indis, gaya hidup masyarakat Indis, lingkungan pemukiman
masyarakat Eropa, Indis dan Pribumi. Dari beberapa pokok landasan pemikiran dari penulis buku
tersebut, menyoroti pencipta budaya dan hasil dari kebudayaanya.
Dalam beberapa ulasan isi buku yang merujuk dalam ruang lingkup sejarah kebudayaan yaitu,
penulis buku ini dapat memasukan 7 unsur universal budaya, sebagai berikut:
1. Bahasa
2. Sistem teknologi
3. Sistem mata pencaharian
4. Organisasi sosial
5. Sistem pengetahuan
6. Religi
7. Kesenian
Dari tujuh unsur universal budaya ini, memberikan bukti bahwa dalam ruang lingkup
kebudayaan sangat kongkrit. Sedangan dalam ilmu sejarahnya buku ini sudah menjelasakan
tentang periodesasinya secara kronologis. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, ialah
bangunan yang di susun penulis sebagai suatu uraian atau carita. Uraian atau carita itu merupakan
suatu kesatuan atau unit yang mencakup fakta-fakta terangkaikan untuk mengambarkan sauatu
gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kasatuan ini menunjukan koherensi, artinya dari
berbagai unsur saling mempunyai hubuangan satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling
menopang dan saling tergantung satu sama lain.
Beberapa ulsan buku yang mengarah secara kronologis yaitu, dijelaskan pada awal kehadiran
Belanda menjadi seorang pedangan namun lambat laun Orang Belanda menjadi seorang penguasa.
Pada masa orang Belanda menjadi pedagang banyak didirikan gudang-gudang (pakhuizen) sebagai
tempat penyimpanan barang dangan sakaligus sebagai tempat penimbunan barang dangang seperti
berupa rempah-rempah, antara lain daerah Banten, Jepara, dan Yogyakarta, VOC membangun
gudang-gudang kemudian diperkuat dengan benteng pertahanan sekaligus sebagai tempat tinggal,
ini merupakan sebagai penguat dalam persaingan perdangan-perdangan.
Pada masa Peterzoon Coen, yang hadir dalam di Batavia yang diawali juga pembaguan
Pakhuizen di tepi timur kali ciliwung. Di Batavia dibuat kanal dan rumah tinggal dibagun
sepanjang kanal, berderet-deret ini mempunyai kesamaan dengan negari Belanda.
Tahun 1650 Batavia sudah menjadi kota benteng dangan luas kurang lebih 150 hektar. Rumah
tinggal pejabat, segala hal yang penting seperti, uang, arsip, kekayaan lain disimpan dalam
benteng. Pada masa berikutnya banyak para pembesar tinggal di luar benteng diakibatkan dalam
luar benteng kondisi keamanan terjamin dan tidak adanya perlawanan dari masyarakat sekitar,
namun kegiatan pemrintahan, penerimanan utusan bangsa asing, upacara resmi, pesta-pesta,
dilaksanakan dalam benteng, bahkan dalam benteng ini sebagai jantung kegiatan ekonomi
kompeni. Sebagai hasil kebudayaan yang dibawah dari Negari Belanda yang diadopsi di negari
jajahan.
Berkembangan pada masa Gubernur Jendaral Volekenier (1737-1741) ini merupakan pejabat
tertinggi yang terkahir tinggal di benteng. Para pejabat VOC menmdirikan ruamah dengan taman
yang luas yang disebut dengan langdhuis yang mengkuti model Belanda pada abad XVIII.
Langdhuis ditempati oleh keluraga yang beranggotakan banyak yang terdiri atas keluraga inti
dengan puluhan bahakan ratusan budak dan gaya seperti ini disebut (landhuizen). Gaya hidup
landhuizen ini tidak dikenal di negara Belanda. Keterangan ini meguatkan bahwa salah satu unsur
dari 7 universal masuk dalam materi pembahasan.
Perubahan dalam segi lahan pemukiman orang Belanda kota berada di hilir mulia masuk ke
daerah pedalaman ini dikarekan beberapa faktor yaitu, karena bermukin dihilir sungai kurang
sehat. Pedalaman dianggap lebih sehat, dengan pembangunan daerah pedalaman Belanda
mempertimbangkan kondisi alam dan menyesuaikan tuntutan hidup dengan keadaan alam dan
kehidupan sekelilingnya mengambil budaya setempat.
Pada tahun 1870 berlakunya politik Liberal dan di bukanya terusan Zues, maka memberikan
dampak tenaga kerja pendidik dari Belanda semakin benyak beerdatangan keindonesia ini
memberikan perluasan dalam percampuran budaya. Organisasi semkin berkembang, indische ini
merupakan bentukan dari pribumi dengan orang Belanda berkerjasama, antara lain Dauweas
Deker, Tjipto Mangun Kusumo, dan Surwadi Suryanigrat pada tahun 1912. Bahkan dalam karya
seni dalam bidang agama misal dilihat dari lampiran gambar Bunda Marai memakai sewek yang
khas orang jawa dan gambar-gambar wayang. Dalam segi bahasa banyak bahasa Belanda yang du
ucapkan dalam lidah jawa dan begitu juga bahasa Jawa ada istilah-istilah tertentu yang tidak ada
pada kosakat bahasa Belanda, orang Belanda megucakapkan bahasa jawa dengan lidah orang
Belanda.
Jadi kebudayaan dan gaya hidup Indis, kata indis yang berasal dari bahasa belanda
Nederlandsch Indie atau Hinda-Belanda. Kebudayaan Indis adalah suatu fenomena historis, yaitu
sebagai bukti hasil dari kreativitas kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasan Hidia
Belanda dalam mengahadapi tantangan hidup dan berbagai faktor yang mengadopsi dalam budaya
Eropa- Jawa mencakup seluruh aspek dari tujuh unsur universal budaya seperti yang dimiliki
oleh semua bangsa di dunia. Kebudayaan indis ini mulai mengalami kesurutan ketika Hindia-
Beland runtun dan digantikan oleh masa pemerintahan Jepang

Anda mungkin juga menyukai