Anda di halaman 1dari 193

DIREKTORAT PENGAIRAN DAN IRIGASI

KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

LAPORAN AKHIR
UNTUK MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN

BUKU 1
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
PRAKARSA STRATEGIS

DI PULAU JAWA

STRATEGI PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR
DI PULAU JAWA

DESEMBER 2006
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1-1
1.2. Tujuan Kegiatan 1-2
1.3. Ruang Lingkup 1-4
1.4. Keluaran 1-4

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA


2.1 Umum 2-1
2.1.1 Fisik 2-1
2.1.2 Pola Pengelolaan 2-3
2.2 Banten 2-9
2.3 DKI Jakarta 2-11
2.4 Jawa Barat 2-13
2.5 Jawa Tengah 2-16
2.6 Daerah Istimewa Yogyakarta 2-19
2.7 Jawa Timur 2-22
2.8 Identifikasi Masalah Banjir 2-25
2.9 Identifikasi Masalah Kekeringan 2-27

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA


3.1 Rumusan Kebijakan Prakarsa Strategis 3-1
3.2 Kebutuhan pengelolaan sumber daya air yang terpadu. 3-3
3.3 Program Prioritas 3-4
3.3.1 Program Jangka Pendek 3-4
3.3.2 Program Jangka Menengah 3-5
3.3.3 Program Jangka Panjang 3-7

BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA


4.1 Rumusan Strategi Implementasi 4-1
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

4.2 Strategi Kebijakan Non-struktural 4-3


4.2.1 Strategi Menurut Undang-undang 4-3
4.2.2 Strategi Konservasi Sumberdaya Air 4-5

4.3 Strategi Kebijakan Struktural 4-10


4.3.1 Rencana Induk Pengelolaan Wilayah Sungai yang
Sudah Ada 4-10
4.3.2 Pengaturan Induk Wilayah Sungai Baru 4-32
4.3.3 Penyusunan Pola Pengelolaan SDA 4-52
4.4 Strategi Pembiayaan 4-53
4.4.1 Wewenang Tanggung Jawab Pemerintah 4-53
4.4.2 Kebijakan Pembiayaan 4-55
4.4.3 Peran-peran Lain Pemerintah 4-57
4.4.4 Strategi Pendanaan dan Tujuan Studi Kelayakan Proyek 4-60
4.4.5 Pengunaan Model Investasi 4-63
4.5 Strategi Kelembagaan dan Koordinasi 4-66
4.6 Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Era Otonomi Daerah 4-70
4.6.1 Permasalahan dan Tantangan dalam Pengelolaan
Sumberdaya Air 4-72
4.6.2 Organisasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air 4-82

BAB 5 PEMANTAUAN DAN EVALUASI


5.1 Indikator Pemantauan dan Evaluasi 5-1
5.1.1 Pemantauan 5-1
5.1.2 Evaluasi 5-1
5.1.3 Indikator dalam Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air 5-3
5.2 Ruang Lingkup Pengawasan dan Pemantauan 5-6
5.3 Ruang Lingkup Pengawasan dalam Perlindungan dan Pelestarian
Sumber Air 5-8
5.4 Ruang Lingkup Pengawasan Dalam Aspek Pembiayaan 5-9
5.5 Mekanisme Pemantauan 5-10
5.6 Mekanisme Evaluasi 5-13

BAB 6 PENUTUP
6.1 Arahan Sosialisasi Prakarsa Strategis 6-1
6.1.1 Kekeringan dan banjir 6-1
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

6.1.2 Strategi Implementasi 6-3


6.1.3 Pengalaman Negara Lain 6-4
6.2 Saran 6-5
ANNEX PEMBELAJARAN ANTARA PRAKTEK PRIVATISASI
DAN PERKUATAN PERUSAHAAN UMUM
LAYANAN AIR

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Daftar Pembagian Wilayah Sungai di Pulau Jawa-Madura 2-5


Tabel 2. 2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
DKI Jakarta Tahun 2003 2-13
Tabel 2. 3 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Barat 2-14
Tabel 2. 4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Tengah 2-17
Tabel 2. 5 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di DI Yogyakarta 2-21
Tabel 2. 6 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Timur 2-23
Tabel 4. 1 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS
Ciujung Ciliman 4-10
Tabel 4. 2 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Ciliwung-
Cisadane 4-12
Tabel 4. 3 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Cisadea-
Cikuningan 4-14
Tabel 4. 4 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Citarum 4-14
Tabel 4. 5 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Cimanuk-
Cisanggarung 4-17
Tabel 4. 6 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Citanduy-
Ciwulan 4-18
Tabel 4. 7 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Pemali-Comal 4-21
Tabel 4. 8 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Serayu-
Bogowonto 4-23
Tabel 4. 9 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Jratun-Seluna 4-25
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

Tabel 4. 10 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Progo-Opak-


Oyo 4-27
Tabel 4. 11 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Bengawan
Solo 4-28
Tabel 4. 12 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Kali Brantas 4-30
Tabel 4. 13 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Pekalen-
Sampean 4-31
Tabel 4. 14 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Madura 4-31
Tabel 4. 15 Penyusunan Kembali Alternatif Intervensi Struktural
menurut Wilayah Sungai yang Baru 4-34
Tabel 4.16 Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai 4-73
Tabel 4.17 Balai Besar Wilayah Sungai & Balai Wilayah Sungai di Pulau
Jawa 4-87

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Orientasi Lokasi Kegiatan di Pulau Jawa dan


Madura 1-4
Gambar 2. 1 Peta batas wilayah administrasi dan batas WS Pulau
Jawa dan Madura. 2-1
Gambar 2. 2 Curah hujan tahunan Pulau Jawa Madura. 2-3
Gambar 2. 4 Perubahan persentase kabupaten defisit air. 2-28
Gambar 2. 5 Proyeksi Neraca Air Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dan
Madura. 2-31
Gambar 4. 1 Susunan Wilayah Sungai yang sudah ada 4-9
Gambar 4. 2 Rencana Wilayah Sungai baru 4-33
Gambar 5. 1 Siklus Pengelolaan Terpadu SDA (IWRM) 5-3
Gambar 5. 2 Pemantauan dan Evaluasi dalam suatu siklus kegiatan 5-15
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

1.1 LATAR BELAKANG

Secara nasional, total air yang tersedia di Indonesia mencapai 1.957 miliar meter
kubik per tahun. Dengan penduduk sekitar 220 juta jiwa, potensi ini setara
dengan 8.800 meter kubik per kapita per tahun. Nilai ini masih di atas nilai rata-
rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun
kenyataannya ketersediaan air ini bervariasi antara wilayah dan waktu. Lebih
dari 83 persen aliran permukaan terkonsentrasi di Sumatera, Kalimantan, dan
Papua, 17 persen lainnya di Jawa-Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Pulau
Jawa yang luasnya sekitar 7 persen dari total wilayah daratan Indonesia hanya
memiliki potensi sekitar 4,5 persen dari total air tawar nasional; di pihak lain
pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen penduduk Indonesia. Kondisi ini
memberikan gambaran bahwa potensi kelangkaan air yang sangat besar akan
terjadi di Pulau Jawa karena daya dukung sumber daya air yang segera
mencapai titik kritis.

Kebutuhan air nasional saat ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, dengan
tujuan penggunaannya terutama untuk air minum, rumah tangga, perkotaan,
industri, dan pertanian. Dari data neraca air tahun 2003 dapat dilihat bahwa
kebutuhan air pada musim kemarau di Pulau Jawa dan Bali yang sebesar 38,4
miliar meter kubik, hanya terpenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau hanya sekitar
66 persen. Defisit ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2020 akibat
peningkatan dimana jumlah penduduk dan aktifitas perekonomian secara
signifikan.

Upaya pemenuhan kebutuhan air di Pulau Jawa telah ditempuh melalui


pembangunan sejumlah waduk besar dan sedang. Dari 14 waduk utama di
Jawa, semuanya mengalami kondisi di bawah normal (pola kering) saat musim
kemarau sehingga dilakukan penetapan prioritas pemanfaatan air waduk.
Prioritas pertama diberikan untuk air minum, air rumah tangga, dan perkotaan;

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 1 PENDAHULUAN

prioritas kedua untuk irigasi tanaman pangan; dan prioritas ketiga untuk industri 1-2
dan kebutuhan lainnya. Rendahnya daya dukung waduk-waduk tersebut
mengakibatkan terjadinya kekeringan pada areal sawah di daerah produksi
beras. Pada Tahun 2003 kekeringan areal sawah mencapai 430.295 hektar,
termasuk mengalami puso seluas 82.696 hektar . Di samping itu, turunnya
volume air di waduk mengakibatkan beberapa PLTA terpaksa beroperasi di
bawah kapasitas normal. Kekeringan ini telah berdampak pada menurunnya
pendapatan, kekurangan pangan, kesulitan lapangan kerja, serta kesulitan
memperoleh air bersih bagi wilayah perkotaan.

Sebagai upaya mengatasi masalah banjir dan kekeringan di Pulau Jawa pada
masa depan, dilakukanlah kajian Prakarsa Strategis , yang diarahkan untuk
merumuskan konsep pengelolaan SDA yang terintegrasi dan layak
diimplementasikan. Dalam kaitan itu, analisis dilakukan terhadap kondisi
pengelolaan sumber daya air pada saat ini serta faktor eksternal yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa.

1.2 TUJUAN KEGIATAN

Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan
Kekeringan di Pulau Jawa bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan menginventarisasi data kuantitatif banjir dan


kekeringan di Pulau Jawa secara kuantitatif sesuai waktu dan spasial
wilayah, termasuk kebutuhan dan ketersediaan air bersih.

2. Melakukan telaah/review atas studi-studi tentang sumber daya air yang


telah dilakukan untuk Pulau Jawa serta perkembangan implementasinya.

3. Menemukenali alternatif-alternatif intervensi pembangunan infrastruktur


dalam rangka memecahkan masalah banjir dan kekeringan.

4. Merumuskan kebijakan strategis pembangunan prasarana dalam rangka


mengatasi banjir dan kekeringan di Pulau Jawa secara holistik.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 1 PENDAHULUAN

5. Merumuskan kebijakan dan strategi implementasi makro yang terintegrasi 1-3


dengan berbagai sektor.

6. Menyusun prioritas program-program pembangunan prasarana


penanganan banjir dan kekeringan di Pulau Jawa, termasuk kebutuhan
biaya serta tahapan pembangunannya.

7. Mengidentifikasi berbagai alternatif sumber pembiayaan baik dari


pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota,
maupunpartisipasi swasta dan masyarakat untuk pembangunan,
pengoperasian dan pemeliharaan prasarana.

8. Merumuskan pembagian kewenangan dan tanggung jawab serta


mekanisme koordinasi antara instansi dan sektor terkait di tingkat pusat,
provinsi, maupun kab/kota dalam pembangunan, pengoperasian, maupun
pemeliharaan prasarana.

9. Membuat sistem basis data banjir dan kekeringan termasuk konsep


pengelolaan data yang berkelanjutan.

10. Menyusun mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.

1.3 RUANG LINGKUP

Arah dari prakarsa strategis ini adalah untuk melakukan analisis tinjauan dan
formulasi kebijakan untuk wilayah sumber daya air di Pulau Jawa. Terdapat
beberapa tahapan kegiatan yang dilaksanakan pada proses penyusunan
prakarsa strategis ini, antara lain: identifikasi dan inventarisasi permasalahan;
analisis terhadap kajian sumber daya air; inventarisasi alternatif intervensi
infrastruktur; perumusan prakarsa strategis; perumusan kebijakan dan strategi
implementasi makro; perumusan prioritas program pengelolaan sumber daya air;
perumusan strategi implementasi; perumusan kebijakan pembiayaan;
perumusan mekanisme koordinasi; penyusunan perangkat lunak sistem basis
data; perumusan konsep pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan; dan
perumusan pedoman sosialisasi kebijakan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 1 PENDAHULUAN

Kepulauan Seribu
1-4
K. Cilegon
#
#
U
%
Tangerang
Serang Y
# Bekasi
# Karawang
# #
K. Bekasi
# #
# ok
K. Dep
Indramayu

Pandeglang Purwakarta Subang


Lebak
#
Bogor # #
Jepara
#
Cirebo n Pati
# #
Kudus #
# Sumedang K. Tegal K. Pekalongan # Rembang
## # ## # #
K. Sukabumi
# Y
# Majalengka
Brebes Batang
#
Y
# Demak
#
Tuban Sumenep
K. Bandung Kuningan Tegal
Pekalongan KendalK. Semarang #
Ban gkalan
Sampang #
# Blora
Lamongan# Gresik
Sukabumi Cianjur Bandung Pemalang
# Grobogan
# #
Pamekasan
#
# #
Temanggung
Semarang Bojonegoro Y
#
# # Purbalingga
# # #
# #Ban jarnegara
#Wonosobo
Garut K. Salatiga
Tasikmalaya #
Sragen # K. Mojokerto Sidoarjo
#
Banyumas K. Magelang
#
Boyolali Ngawi #
Ciamis Magelang # K. Surakarta
## # Mojokerto
Madiun
# Jombang
# K.#Madiun Nganjuk
K. Pasuruan
Cilacap
# Sleman Klaten Karanganyar
# #
Kebumen
# # # Magetan
# Situbondo
# Purworejo Sukoharjo K. Probolinggo
#
Y
#
K. Yogyakarta Kediri Pasuruan
# # #
#
Kulonprogo Bantul # K. Kediri
Probolinggo
Won ogiri #
# Ponorogo K. Malang
# Bondowoso
Gunungkidul
# # K. Blitar
# Lumajang
Pacitan
Malang # #
# Trenggalek
Tulungagung Blitar
#
Jember
Banyuwangi

Gambar 1. 1 Peta Orientasi Lokasi Kegiatan di Pulau Jawa dan Madura

1.4 KELUARAN

Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan penyusunan Prakarsa Strategis


Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau
Jawa adalah satu set yang terdiri atas tiga buku, yaitu:

1. BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU


JAWA. Buku ini merupakan laporan utama hasil kajian prakarsa strategis.
Buku menyajikan ini kondisi, kebijakan, dan strategi pengelolaan sumber
daya air di Pulau Jawa, serta mekanisme pemantauan dan evaluasi.

2. BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI


PULAU JAWA. Buku 2 merupakan rangkuman hasil kajian dan analisis
terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya air di
Pulau Jawa. Buku ini memuat hasil, identifikasi masalah banjir dan
kekeringan dan Pulau Jawa, serta analisis kondisi defisit air di Pulau Jawa.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 1 PENDAHULUAN

3. BUKU 3 BASIS DATA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU 1-5


JAWA. Dalam buku 3 di rangkum hasil pengumpulan data selama proses
penyusunan prakarsa strategis. Selain menyajikan: metode penyusunan
sistem basis data dan sistematika pengolahan data, sistematika pengolahan
data buku ini juga memuat hasil pengumpulan data, pedoman penggunaan
sistem basis data, ilustrasi pemanfaatan basis data.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA 2-1


AIR DI PULAU JAWA

2.1 UMUM

2.1.1 Fisik

Pulau Jawa-Madura adalah salah satu dari lima pulau besar di Indonesia,
dengan luas sekitar 130 ribu km2 atau kurang lebih 7% dari luas daratan seluruh
wilayah Indonesia. Pulau Jawa-Madura memiliki 15 WS (Wilayah Sungai), 14
WS yang tersebar di Pulau Jawa dan 1 WS dalam kawasan Pulau Madura. Saat
ini Pulau Jawa-Madura dihuni oleh sekitar 65 persen dari total penduduk
Indonesia. Kondisi ini memberi gambaran masalah daya dukung sumber daya air
di Pulau Jawa-Madura sangat berpotensi untuk menjadi masalah yang paling
kritis.
105 00'

106 00'

107 00'

108 00'

109 00'

110 00'

111 00'

112 00'

113 00'

114 00'
Kepulauan Seribu
Bawean Is.
it

Jakarta Bay
ra

K. Cilegon
# 6 00'
St

Krakatau
# Tangerang JAKARTA Ja va Sea
Serang Y
# U
% Bekasi
a

TANGERANG #
nd

Karawang
#
K. Bekasi #
Banten Province # #
Su

# SWS 0204 Indramayu


SWS 0201 K. Depok
Panaitan Is. Pandeglang SWS 0202 Purwakarta Subang Jepara
Lebak Bogor # #
# #
Cirebon Pati
West Java Province # #
SWS 0205 Kudus #
# Sumedang K. Tegal K. Pekalongan # Rembang
BANDUNG # #
Madura Is.
K. Sukabumi # # # #
# Y
# Majalengka
Brebes SWS 0208 # # SEMARANG
SWS 0210 Tuban Sumenep
K. Bandung Tegal Batang Y
# Demak # Bangkalan SWS 0215 7 00'
Kuningan # # Sapudi Is.
Pelabuhan Pekalongan Kendal K. Semarang Sampang
Sukabumi Cianjur # Blora Pamekasan
Ratu Bay Bandung Pemalang # Grobogan #
# Lamongan Gresik #
Central Java Province # #
SWS 0203 #
SWS 0207 Temanggung
Semarang Bojonegoro YSURABAYA
#
# #
Purbalingga # #
#
Garut
Tasikmalaya #
# 0209
SWS # WonosoboSWS 0211K. Salatiga Sragen# # K. Mojokerto Sidoarjo
Banyumas Banjarnegara K. Magelang Boyolali Ngawi # # Ma dura Str ai t
#
SWS 0206 # K. Surakarta # Mojokerto
Ciamis Magelang # SWS 0212 Madiun Jombang
Cilacap # # K. Pasuruan
Karanganyar # Nganjuk #
Kebumen
# Sleman Klaten #
# # # # Magetan K. Madiun East Java Province # Situbondo
# Purworejo Sukoharjo K. Probolinggo
K. Yogyakarta Pasuruan #
Nusakambangan Is. YYOGYAKARTA
# # #
Kediri
# # K. Kediri
Kulonprogo Bantul
# SWS 0213 Probolinggo
#
Bali

Wonogiri K. Malang
# Ponorogo Bondowoso
# 8 00'
Gunungkidul # K. Blitar
# Lumajang
Pacitan #
# SWS 0214#
Yogyakarta Special Tulungagung Blitar Malang
# Trenggalek #
Province
St rai

Jember
Banyuwangi
t

In di an Ocean Nusa Barung Is.

9 00'

Legend: G O V E R N M E N T OF R E P U B L I C I N D O N E S I A
U
% National Capital SWS No. SWS Name SWS No. SWS Name
NATIONAL PLANNING DEVELOPMENT AGENCY
(BAPPENAS)
Y
# Provincial Capital 0201 Ciujung-Ciliman 0210 Jratun Seluna
Provincial Boundary 0202 Cisadane-Ciliwung 0211 Progo-Opak-Oyo FORMULATION OF A BLUEPRINT NATIONAL POLICY
District/ Municipality Boundary 0203 Cisadeg-Cikuningan 0212 BengawanSolo ON FLOOD CONTROL AND MANAGEMENT
0204 Citarum 0213 K.Brantas
Watershed (SWS) Boundary 0205 Cimanuk 0214 Pekalen-Sampean Map No : Map Title :
0206 Ciwulan 0215 Madura A5 CORRELATION BETWEEN AMINISTRATION
0207 Citanduy AND WATERSHED (SWS) BOUNDARIES
0208 Pemali-Comal Compiled by : Dr. Karl Peter Kucera Source :
0209 Serayu - Bakosurtanal, 1 : 250 000 Scale (Coastline, River, Lake)
GIS Operator : Sabdo Sumartono

Date : September 2004

Gambar 2. 1 Peta batas wilayah administrasi dan batas WS Pulau Jawa dan Madura.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Secara geografis, di sebelah utara Pulau Jawa berbatasan dengan Laut Jawa, 2-2
sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah barat dibatasi oleh Selat
Sunda dan sebelah timur dibatasi oleh Selat Bali. Sepanjang sisi selatan pulau
ini didominasi bentuk pegunungan dan penampakan fisiografis gunung gamping
yang memanjang hingga ke Pulau Bali. Di sisi utara didominasi bentukan tanah
alluvial dan marine (daerah pantai) dengan kondisi kelerengan dari sedang
hingga landai.

Secara geografis Pulau Jawa-Madura terletak antara 5 40 LS sampai 8 50 LS


dan 105 10 BT sampai 114 40 BT sehingga sangat dipengaruhi oleh posisi
semu matahari yang berpindah antara 23,5 LU sampai ke 23,5 LS sepanjang
tahun yang mengakibatkan timbulnya aktivitas moonson (muson).

Sebagaimana wilayah Indonesia lainnya, Pulau Jawa-Madura mengalami dua


musim dalam setahun yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni
sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak
mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada
bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air
yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga mengakibatkan musim
penghujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati
masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November.

Rata-rata curah hujan pada musim penghujan dan musim kemarau (tergantung
pada bulan dan letak stasiun pengamat), berkisar antara 0 800 mm untuk
masing-masing bulan kering dan bulan basah. Untuk besarnya curah hujan
tahunan di sepanjang Pulau Jawa-Madura bisa dilihat pada Gambar 2.2.

Kecepatan angin berkisar antara 1,6 knot sampai 23,3 knot. Suhu rata-rata pada
siang hari berkisar antara 27,70C sampai 34,60C, sedangkan suhu udara pada
malam hari berkisar antara 15,30C sampai dengan 3080C.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

2-3
105 00'

106 00'

107 00'

108 00'

109 00'

110 00'

111 00'

112 00'

113 00'

114 00'
Bawean Is.

Ciu

Cit
Ci sad

a
jung
Ciliman

ru
Ciliwu
a it

m
ane
6 00'
tr

Cipu
ng
Krakatau

Cim
S

JAKARTA Ja v a Se a

nag
TANGERANG
U
%

a nu
Y
#

a
a

k
nd

Province of Banten
Su

SWS 0201
SWS 0202

Cisan
Jatiluhur Res
Panaitan Is. SWS 0204

Banga
ggarun

a
an
Pema li
Se

Ju
Comal
ra

wan
Cirata Res ng

g
Tun
SWS 0205

Solo
ta

Bo d
ng
Saguling Res Madura I.

ri
BANDUNG
Cib

Y
# SEMARANG
SWS 0210
ali

L. Darma SWS 0208 Y


#
un

L. Malahayu
Sapudi Is. 7 00'
SWS 0215
g

iri L. Cacaban Lu
Cimand si
Sa
SWS 0203 Province of West Java ro
ka
SURABAYA
Kedungombo Res
Province of Central Java L. Rawapening
Y
#

S am
SWS 0207

pa
Mrica Res

ng
o
SWS 0209 ol

n
Cikaso

pea
g Ma dura Str ai t

an
uni

SWS 0206 Po ron


SWS 0211 SWS 0212

Sam
aw
g

g
Cib

de

Segara Anakn an
W el

g
n
sa

Lagoon Sempor Res.


Province of East Java

Be
Wadaslintang Res
Ci

un
i

uy

Mad
YOGYAKARTA

Seray
and
Y
#
an
Gajahmungkur Res.

ul o
ulan

Cit

s
aing

ng
Sermo Res

ta
Oyo

no
SWS 0213

L uk

an
Cime da
Ciw

Bal i
Cik

edo

Br
to
on
/M
go ak
8 00'

ow
war
ro

og
P Op SWS 0214

B
Wa
Wlingi Res.
Yogyakarta Special Kr. Kates Res.
Province Kesamben Res.

Strai
ng
ad u
ed

n
B

ne

t
Indi an Ocean

Sa
Nusa Barung I.

Bar
u
9 00'

Legend: Rainfall: G O V E R N M E N T OF R E P U B L I C I N D O N E S I A
750 mm
U
% National Capital
1250 mm
NATIONAL PLANNING DEVELOPMENT AGENCY
(BAPPENAS)
Y
# Provincial Capital 1750 mm
Provincial Boundary 2250 mm FORMULATION OF A BLUEPRINT NATIONAL POLICY
Watershed (SWS) Boundary 2750 mm ON FLOOD CONTROL AND MANAGEMENT
3250 mm
River 3750 mm Map No : Map Title :
Lake 4250 mm A23 RAINFALL AND WATERSHED (SWS) AREA
4750 mm
5250 mm
Compiled by : Dr. Karl Peter Kucera Source :
5500 mm
- Bakosurtanal, 1 : 250 000 Scale (Coastline, River, Lake)
6500 mm GIS Operator : Sabdo Sumartono
7500 mm
Date : September 2004

Gambar 2. 2 Curah hujan tahunan Pulau Jawa Madura.

2.1.2 Pola Pengelolaan

Wilayah Pulau Jawa-Madura dibagi dalam 15 wilayah sungai. Pembagian


wilayah sungai di Pulau Jawa-Madura dilakukan sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 39/PRT/1989 yang membagi
wilayah Indonesia menjadi 90 WS (note: saat ini telah berkurang satu yaitu WS
Timor-Timur mengingat daerah ini tidak lagi masuk dalam Wilayah Indonesia).

Daftar wilayah sungai di Pulau Jawa-Madura dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Sebagai tindak lanjut dari Permen PU Nomor 39/PRT/1989, telah diterbitkan


beberapa peraturan yang bersifat operasional, antara lain:

1. Peraturan Menteri PU nomor 48 tahun 1990 tentang kewenangan


pengelolaan dari 90 WS tersebut. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah
Daerah/Gubernur diberi kewenangan untuk mengelola 63 WS melalui tugas

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pembantuan. Untuk 15 WS yang wilayahnya terletak pada lebih dari satu 2-4
provinsi, kewenangan pengelolaannya masih tetap dilakukan oleh
pemerintah pusat, sedangkan dua WS dikelola bersama antara pemerintah
dan BUMN, yaitu WS Brantas oleh Perum Jasa Tirta I dan WS Citarum oleh
Jasa Tirta II (Jatiluhur).

2. Peraturan Menteri PU nomor 49 tahun 1990 tentang aspek-aspek


pengelolaan sumber air termasuk prosedur perijinan pemakaian air.

Pulau Jawa-Madura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan


penduduk dan pusat pemerintahan Indonesia mengalami pembangunan yang
pesat di berbagai sektor sehingga tuntutan masyarakat akan penggunaan
sumber daya air juga terus berkembang. Peningkatan persaingan penggunaan
air antar sektor (domestik, perkotaan, industri dan irigasi) pun terjadi di berbagai
wilayah administrasi maupun wilayah sungai. Sejalan dengan dinamika
pembangunan tersebut, maka hal ini tidak luput dari masalah perubahan tata
ruang, lahan, pola hidup dan pola perekonomian. Perubahan tersebut
berpengaruh pula terhadap potensi sumber daya air yang apabila tidak disertai
dengan perencanaan, pengelolaan dan pengaturan sumber daya air yang
mantap diperkirakan semakin menurun yang terlihat dari bertambahnya
kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air untuk berbagai
keperluan.

Hasil kajian global kondisi krisis air dunia yang disampaikan dalam World Water
Forum II di Denhaag bulan Maret tahun 2000 lalu memperingatkan bahwa akan
banyak negara yang mengalami krisis air pada tahun 2025, termasuk
diantaranya Indonesia, khususnya Pulau Jawa-Madura. Krisis air ini lebih banyak
disebabkan oleh kelemahan dalam hal kelembagaan terkait pengelolaan sumber
daya air, peraturan perundang-undangan yang tidak memadai, pencemaran air
yang semakin luas, pemakaian air yang tidak efisien dan fluktuasi debit antar
musim yang semakin tinggi. Masalah-masalah tersebut akan semakin parah dan
masalah-masalah lain akan timbul semakin banyak apabila tidak segera
dilakukan perbaikan kebijakan dalam melaksanakan program strategis untuk

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

mengelola air secara lebih efisien dan adil serta mengutamakan azas 2-5
konservasi.

Tabel 2. 1 Daftar Pembagian Wilayah Sungai di Pulau Jawa-Madura

Nama Sungai yang


Nama Wilayah
No. Provinsi Kode WS Termasuk Wilayah
Sungai
Sungai
1 Jawa Barat 02.01 Ciujung-Ciliman S. Cisekat
S. Ciliman
S. Cibungur
S. Cipunegara
S. Cidanau
S. Cibanten
S. Ciujung
S. Cidurian
2 Jawa Barat 02.02 Ciliwung-Cisadane S. Cisadane
DKI Jakarta S. Cimanedu
S. Ciliwung
K. Bekasi
S. Cikarang
3 Jawa Barat 02.03 Cisadea- S. Cilangkap
Cikuningan S. Cilangkanan
S. Cihara
S. Cibareng
S. Citarik
S. Ciletuh
S. Cikarang
S. Cibuni
S. Cisokan
S. Cisilih
S. Cisadeg
S. Cikuningan
4 Jawa Barat 02.04 Citarum S. Citarum
S. Cilamaya
S. Ciasem
S. Cipunegara
S. Cilalanang
S. Cibeet
K. Pengandungan
K. Cipucung
K. Ciangan
K. Lemahabang
5 Jawa Barat 02.05 Cimanuk S. Cipanas
Jawa Tengah S. Cimanuk
S. Ciwaringin
S. Cikondang
S. Kasuncang
S. Cisanggarung
S. Babakan
6 Jawa Barat 02.06 Ciwulan S. Cimaragon

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Nama Wilayah
Nama Sungai yang 2-6
No. Provinsi Kode WS Termasuk Wilayah
Sungai
Sungai
S. Cilaki
S. Cisanggiri
S. Ciwulan
S. Cipungun
7 Jawa Barat 02.07 Citanduy S. Citanduy
Jawa Tengah S. Cibeureum
S. Cimeneng
S. Cihaur
S. Cikonde
8 Jawa Tengah 02.08 Pemali Comal S. Pemali
S. Bebek
S. Cacaban
S. Waluh
S. Comal
S. Sengkang
S. Sambong
9 Jawa Tengah 02.09 Serayu S. Serayu
S. Bengawan
S. Ijo
S. Lukulo
S. Cakrayasan
10 Jawa Tengah 02.10 Jratun Seluna K. Bodri
K. Anyar
K. Klampok
S. Tuntang
S. Serang
S. Jragung
S. Lusi
S. Juana
S. Randuguntini
K. Semarang
K. Garang
11 Jawa Tengah 02.11 Progo-Opak-Oyo K. Progo
DIY K. Code
K. Opak
K. Oyo
S. Bogowonto
12 Jawa Tengah 02.12 Bengawan Solo B. Solo
Jawa Timur S. Grindulu
S. Lorong
S. Lamong
S. Semawon
S. Wungu
S. Semawun
K. Geneng
S. Sondang
13 Jawa Timur 02.13 K. Brantas K. Brantas
K. Santun
K. Punyu

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Nama Wilayah
Nama Sungai yang 2-7
No. Provinsi Kode WS Termasuk Wilayah
Sungai
Sungai
K. Barigo
K. Putih
K. Widas
K. Konto
14 Jawa Timur 02.14 Pekalen Sampean K. Gembong
K. Rejoso
K. Tangkil
K Deluwang
K. Banyuputih
K. Baru
K. Jatiroto
K. Pekalen
K. Sampean
K. Bondoyudo
15 Jawa Timur 02.15 Madura K. Rangko
K. Balega
K. Sampang
K. Saropa
K. Larus
K. Pacung
K. Rajak
K. Benca

Sumber: Departemen Pekerjan Umum

Saat ini pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa-Madura dilakukan oleh
beberapa Balai PSDA yang dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri No.176/1996 tentang Pedoman Pembentukan UPTD/Balai PSDA.
Kegiatan Balai PSDA ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang dilaksanakan
oleh Satuan Tugas (SATGAS) PSDA yang dibentuk dibawah pekerjaan Basin
Water Resources Management (BWRM), sebagai salah satu komponen dari
Java Irrigation and Water Management Project (JIWMP) yang didanai oleh Bank
Dunia (Loan 3762-Ind.) sejak Tahun Anggaran1994/1995.

Tugas pokok dan fungsi Balai PSDA adalah melaksanakan sebagian fungsi
Dinas di bidang pengelolaan sumberdaya air. Urusan-urusan yang menjadi
lingkup tugas dan tanggung jawab Balai PSDA adalah:

1. Pengelolaan irigasi lintas kabupaten/kota


2. Penyediaan air baku untuk berbagai keperluan (pertanian, industri,
pariwisata, air minum, listrik tenaga air, pelabuhan, dll).

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

3. Pengelolaan sungai 2-8


4. Pengelolaan danau, waduk, situ, embung
5. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan
6. Pengelolaan rawa
7. Pengendalian pencemaran air
8. Perlindungan pantai
9. Perlindungan muara dan delta.

Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Balai PSDA mempunyai


3 fungsi utama yakni :

1. Pelaksanaan operasional pelayanan kepada masyarakat di bidang


pengairan.
2. Pelaksanaan operasional konservasi/pelestarian air dan sumber air.
3. Pelaksanaan pelayanan teknis administrative ketatausahaan yang meliputi
urusan keuangan, kepegawaian, perlengkapan.

Pada awalnya di Pulau Jawa Balai PSDA yang berupakan ex Satgas PSDA
berjumlah 5 buah yakni : Balai Ciujung Ciliman, Balai Cimanuk Cisanggarung,
Balai Jratunseluna, Balai Progo-Opak-Oyo dan Balai Sampean Baru. Kelima
Balai tersebut umumnya telah melakukan sebagian besar tugas-tugas
pengelolaan sumberdaya air seperti yang telah diuraikan diatas. Dalam
perkembangannya, jumlah Balai PSDA di Pulau Jawa bertambah 19 buah
menjadi 24 buah pada tahun 2001. Namun demikian kegiatan yang dilakukan
oleh 19 balai tersebut sedikit berbeda. Pada 19 Balai lainnya di Pulau Jawa
kegiatan yang telah dilakukan antara lain :

1. Pengelolaan irigasi lintas Kabupaten


2. Pengelolaan Hidrologi
3. Pengelolaan database/GIS (sebagian)
4. Secara selektif beberapa Balai melakukan kegiatan alokasi air, pengendalian
kualitas air, pengelolaan banjir, pemeliharaan sungai dan infrastrukturnya.

Sebaran jumlah Balai PSDA tersebut menurut propinsinya adalah sebagai


berikut:

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

1. Propinsi Banten, 1 Balai PSDA 2-9


2. Propinsi Jawa Barat, 5 Balai PSDA
3. Propinsi Jawa Tengah, 5 Balai PSDA
4. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2 Balai PSDA
5. Propinsi Jawa Timur, 9 Balai PSDA

Balai PSDA sebagai unit yang diserahi tugas pelayanan di bidang sumber daya
air dan konservasi sumber daya air, diharapkan ke masa yang akan datang
mampu melakukan pengelolaan unit yang mandiri. Mandiri yang dimaksud disini
diartikan merupakan unit yang mampu melakukan pengelolaan sumber daya air
secara profesional baik secara administratif, teknik maupun keuangan.

2.2 BANTEN

Provinsi Banten merupakan provinsi paling muda di Pulau Jawa yang baru
terbentuk pada bulan Oktober 2000. Dahulu Banten merupakan bagian dari
Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten mempunyai luas 8.651 km2, luas wilayah
administrasi Banten hanya sekitar 0,46% dari luas total daratan Indonesia.

Menurut data BPS, jumlah penduduk di Provinsi Banten pada tahun 2003 adalah
8.956.229 jiwa. Penduduk terbanyak di Provinsi Banten ada di Kabupaten
Tangerang, (3.185.944 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk terkecil (326.324
jiwa) berada di Kota Cilegon. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2003
adalah sebesar 3,48 %. Sex ratio penduduk di Banten pada tahun 2003 adalah
103.89 (data BPS Provinsi Banten). Seperti halnya dengan provinsi lain yang
berada di Pulau Jawa, masalah yang dihadapi adalah kepadatan penduduk, di
provinsi ini kepadatan penduduk mencapai 1.018 jiwa per km2 tersebar dalam 4
kabupaten, 2 kota, 124 kecamatan dan 1.481 desa.

Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin di Banten tahun
2003 adalah sebagai berikut: Rumah tangga : 1.987.422 KK; Penduduk laki-laki :
4.563.563 jiwa; dan Penduduk perempuan : 4.392.666 jiwa. Dari angkatan kerja
yang berjumlah 3.858.831 jiwa terdapat penduduk bekerja sebanyak 3.185.642

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

jiwa orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 673.189 jiwa sedangkan yang 2-10
bukan angkatan kerja berjumlah 3.148.367 orang.

Berdasarkan data di stasiun OBS (Observation Station) Badan Metereologi dan


Geofisika Provinsi Banten, diketahui kondisi iklim Provinsi Banten sebagai
berikut:

suhu udara rata-rata maksimum : 22,90C

suhu udara rata-rata minimum : 31,2 0C

Curah hujan rata-rata : 147,3 mm

Kelembaban udara rata-rata : 82,2%

Kecepatan angin rata-rata : 2,5 m/dt

Provinsi Banten berada di ujung barat Pulau Jawa, menghadap Laut Jawa dan
Samudera Hindia sehingga sangat dipengaruhi oleh angin laut. Hal tersebut
mengakibatkan hampir sepanjang tahun wilayah Banten mengalami udara
lembab dan memiliki curah hujan yang cenderung lebih tinggi daripada provinsi-
provinsi lain di Pulau Jawa.

Di Wilayah Provinsi Banten terdapat 3 Wilayah Sungai, yaitu: WS Ciujung-


Ciliman, WS Ciliwung-Cisadane, dan WS Cisadea-Cikuningan. Dari ketiga WS
tersebut yang paling besar wilayahnya di Provinsi Banten adalah WS Ciujung-
Ciliman yang sekaligus menjadi sumber daya air utama untuk Provinsi Banten.

Pengelolaan sumber daya air di Banten dilakukan oleh Balai PSDA Ciujung-
Ciliman, yang dibentuk melalui Keputusan Mendagri No. 176 tahun 1996 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Balai PSDA sudah ditindaklanjuti dengan
terbitnya peraturan-peraturan daerah Provinsi Banten. Balai PSDA Ciujung-
Ciliman adalah satu-satunya balai di Banten, berlokasi di Serang, dengan
wilayah kerja meliputi Kabupaten Serang, Lebak, Pendeglang, Tangerang dan
Kota Cilegon.

Pengelolaan sumber daya air di provinsi Banten juga dilakukan melalui Proyek
Pengelolaan Sumber Air Dan Pengendalian Banjir (PSAPB) Ciujung-Ciliman

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengairan 2-11


Departemen Pekerjaan Umum Nomor : 19/KPTS/A/1994 tanggal 19 April 1994
Tentang Pembentukan Badan Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah
Sungai Ciujung-Ciliman. Program pengembangan dalam proyek ini dimaksudkan
untuk memanfaatkan secara maksimal sumber daya air guna meningkatkan taraf
hidup masyarakat, baik penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, air industri,
air minum, pariwisata maupun pengendalian banjir dan lain sebagainya. Pada
tahun 2002 dibentuk Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai
(PBPP) Ciujung-Ciliman sebagai pengganti Proyek PSAPB.

2.3 DKI JAKARTA

Kota Jakarta, kota paling padat di Indonesia, merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 7 m diatas permukaan laut, terletak pada 612 LS dan
10648 BT. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, Luas wilayah
Provinsi DKI Jakarta yang berupa daratan seluas 661,52 km2 dan yang berupa
lautan seluas 6.977,5 km2. Wilayah DKI memiliki sekitar 27 buah sungai dan
110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu.

DKI Jakarta memiliki pantai di sebelah utara yang membentang dari barat
sampai ke timur sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah
sungai dan 2 buah kanal. Sementara di sebelah selatan dan timur DKI Jakarta
berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat, sebelah barat dengan Provinsi
Banten, sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu udara maksimum
berkisar 28,70C pada siang hari dan suhu udara minimum berkisar 260C pada
malam hari. Sementara itu curah hujan mencapai 2.288,9 mm, tingkat
kelembaban udara mencapai 76,4%, dan kecepatan angin rata-rata mencapai
3,5 m/det.

Daerah di bagian selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas
mencapai 96,5 Ha. Kedua bagian wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

resapan air. Dengan iklimnya yang lebih sejuk bagian wilayah ini juga ideal 2-12
dikembangkan sebagai wilayah pemukiman penduduk.

Keseluruhan sumber daya air dalam wilayah administrasi DKI Jakarta termasuk
dalam wilayah kerja Balai PSDA Ciliwung-Cisadane (di bawah Provinsi Jawa
Barat). Akan tetapi dalam memenuhi kebutuhan sumber daya air, terutama untuk
air baku, DKI Jakarta lebih mengandalkan pada Kanal Tarum Barat yang
menyediakan air baku dari sungai Citarum melalui Bendung Curug.

Pada tahun 2003 jumlah penduduk DKI Jakarta, tercatat sebanyak 7,46 juta jiwa.
Dengan luas wilayah hanya 661,5 km2, kepadatan penduduknya mencapai 11,3
ribu jiwa per km2, sehingga menjadikan provinsi ini sebagai provinsi dengan
wilayah terpadat penduduknya di Indonesia.

Dari jumlah tersebut penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan,
seperti yang tampak dari sex ratio yang lebih besar dari 100. Sedangkan status
kewarganegaraanya terdiri dari WNI sebanyak 7,45 juta jiwa dan WNA sebanyak
4,71 ribu jiwa. Kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 dapat
dilihat pada Tabel 2.2.

Kegiatan penduduk usia 15 tahun keatas dapat dibedakan menjadi angkatan


kerja dan bukan angkatan kerja, yang masing-masing berjumlah 3,97 juta orang
dan 2,59 juta orang. Selanjutnya dari angkatan kerja tersebut terdapat penduduk
bekerja sebanyak 3,38 juta orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 589,7
ribu orang. Kebanyakan dari mereka yang bekerja berkecimpung di sektor
perdagangan, jasa dan industri, masing-masing sebesar 36,85%, 22,74% dan
19,58%. Berdasarkan status pekerjaannya, sebagian besar (67,58 %) bekerja
sebagai buruh. Selebihnya berstatus sebagai pengusaha (29,37 %) dan sebagai
pekerja keluarga (3,05%).

Jumlah pencari kerja berdasarkan data Sakernas BPS DKI Jakarta tahun 2003
tercatat sebanyak 589,7 ribu orang. Sedangkan yang terdaftar di Dinas Tenaga
Kerja 342,2 ribu orang, dimana 319,7 ribu orang pencari kerja yang masih belum

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

ditempatkan, sedangkan pencari kerja yang berhasil ditempatkan sebanyak 14,6 2-13
ribu orang.

Tabel 2. 2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk DKI Jakarta 2003

Luas Kepadatan
No Kotamadya Penduduk
(km2) Penduduk/(km2)
1 Jakarta Selatan 145,73 1.701.555 11.676
2 Jakarta Timur 187,73 2.094.586 11.157
3 Jakarta Pusat 47,90 897.941 18.746
4 Jakarta Barat 126,15 1.567.571 12.426
5 Jakarta Utara 142,30 1.176.355 8.267
6 Kepulauan Seribu 11,71 18.923 1.616

TOTAL 661,52 7.456.931 11.272


Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

2.4 JAWA BARAT

Provinsi Jawa Barat mempunyai luas wilayah 34.597 km2, sekitar 1,83% dari luas
Indonesia. Kawasan utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah,
sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai, serta dataran
tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah.

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 50 50 - 70 50 Lintang


Selatan dan 1040 48-1080 48 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya
sebagai berikut:

Sebelah utara : Laut Jawa dan DKI Jakarta.


Sebelah timur : Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah selatan : Samudera Hindia.
Sebelah barat : Provinsi Banten.

Posisi geografis Jawa Barat tersebut sangat strategis sehingga memberikan


keuntungan bagi Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan.
Jawa Barat mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 156,4 mm,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap bulannya sekitar 15 hari. Suhu udara 2-14
berkisar antara 18,80C sampai 29,20C dengan tingkat kelembaban udara rata-
rata sebesar 76%, serta tekanan udara rata-rata sebesar 922,3 mb.

Selain itu, Jawa Barat memiliki lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis
serta banyak aliran sungai. Hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas
tanahnya cocok digunakan untuk pertanian, sehingga Provinsi Jawa Barat
ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional.

Sumber daya air di Provinsi Jawa Barat dibagi dalam 7 (tujuh) satuan wilayah
sungai, yaitu:

1. WS Ciujung-Ciliman. 5. WS Cimanuk-Cisanggarung.

2. WS Cisadane-Ciliwung. 6. WS Citanduy.

3. WS Cisadea-Cikuningan. 7. WS Ciwulan.

4. WS Citarum.

Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 5 Balai PSDA yang ada di Provinsi
Jawa Barat Tabel 2.3 menggambarkan pembagian wilayah kerja yang dicakup
oleh kelima Balai PSDA.

Tabel 2. 3 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Barat

No. Balai PSDA Domisili Wilayah Kerja


1. Cimanuk-Cisanggarung Cirebon Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang,
Garut, Kuningan dan kota Cirebon.
2. Ciliwung-Cisadane Bogor Bogor, DKI Jakarta, Bekasi dan Kota
Depok.
3. Cisadea-Cikuningan Sukabumi Cianjur, Sukabumi, Bandung dan Kota
Sukabumi.
4. Citarum Bandung Kota dan Kabupaten Bandung, Cianjur,
Purwakarta, Subang, Bogor, Karawang,
Indramayu, Kota dan Kabupaten Bekasi.
5. Citanduy-Ciwulan Tasikmalaya Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan,
Majalengka, Garut, Cianjur, dan sebagian
Bandung.

Kebijakan pemerintah provinsi Jawa Barat dalam pengelolaan sumber daya air,
dituangkan dalam Perda No. 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat
2010. Perda tersebut berisi kebijakan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

kawasan lindung di Jawa Barat, termasuk kawasan lindung di Kawasan Bodebek 2-15
dan Bopunjur. Kebijakan dijabarkan dalam beberapa program, yaitu:

1. Pengukuhan kawasan lindung agar tercapai target luasan kawasan lindung


hutan dan non hutan untuk seluruh Jawa Barat sebesar 45%;

2. Rehabilitasi lahan konservasi termasuk rehabilitasi lahan-lahan kritis;

3. Pengawasan, pengamanan, dan pengaturan pemanfaatan sumber daya,


serta;

4. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan


Lindung.

Secara administratif Provinsi Jawa Barat terdiri dari 16 Kabupaten, 9 Kota, 561
kecamatan, 1.794 kelurahan dan 3.978 desa. Jumlah penduduk Jawa Barat
pada tahun 2003 mencapai 37,98 juta orang. Wilayah kabupaten dengan
penduduk terbanyak di Jawa Barat ada pada Kabupaten Bandung, (4,5 juta
orang) dan Kabupaten Bogor (3,7 juta orang). Sedangkan yang jumlah
penduduknya terkecil adalah Kota Sukabumi (26 ribu orang).

Dengan jumlah penduduk tersebut kepadatan penduduk Jawa Barat mencapai


1.324,48 orang per km2. Kota Bandung merupakan kota terpadat , yaitu sebesar
13.270,23 orang per km2, sedangkan yang terendah Kabupaten Cianjur hanya
sebesar 685,53 orang per km2.

Proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu ukuran


untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Hal
lain dapat pula mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Pada tahun
2003 sektor pertanian tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja yaitu 34,87% kemudian diikuti oleh perdagangan 22,57% dan
industri 16,96%.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

2-16
2.5 JAWA TENGAH

Posisi provinsi Jawa Tengah sebagai diapit oleh dua Provinsi besar lainnya, yaitu
Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak
antara 50 40 dan 80 30 LS dan antara 1080 30 dan 1110 30 BT (termasuk
kepulauan Karimunjawa). Jarak terjauh dari batas barat ke timur adalah 263 km
dan dari batas utara ke selatan 226 km (tidak termasuk kepulauan Karimunjawa).
Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 3,25 juta hektar, sekitar
25,04% dari luas Pulau Jawa atau sekitar 1,70% dari luas Indonesia. Secara
administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota.

Menurut stasiun klimatologi kelas I Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa


Tengah tahun 2002 berkisar antara 170C sampai dengan 290C. Tempat-tempat
yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif
tinggi. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 77% sampai dengan 88%.
Curah hujan tertinggi tercatat di SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus)
Bojongsari Purwokerto sebesar 2.837 mm dan hari hujan terbanyak tercatat di
Stasiun Metereologi Cilacap sebesar 203 hari.

Jaringan pos pengamatan hidrologi di wilayah Provinsi Jawa Tengah telah


dikembangkan sejak tahun 1976 yang tersebar di seluruh daerah aliran sungai.
Sampai saat ini pos pengamat hidrologi yang telah ada meliputi:

a. Pos pengamat curah hujan sebanyak 964 buah.


b. Pos pengamat tinggi muka air (AWLR) sebanyak 176 buah.
c. Pos klimatologi sebanyak 72 buah.

Pos pengamat hidrologi tersebut dibangun oleh Departemen Pemukiman dan


Prasarana Wilayah maupun departemen lain. Untuk mendapatkan data yang
lebih baik dari waktu ke waktu, maka pada tahun anggaran 1999/2000 telah
dimulai pelaksanaan rasionalisasi Pos Hidrologi di WS Pemali-Comal, Jratun-
Seluna, Bengawan Solo dan Serayu.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Sumber daya air di Provinsi Jawa Tengah dibagi dalam 7 (tujuh) satuan wilayah 2-17
sungai, yaitu:

1. WS Cimanuk. 5. WS Serayu.

2. WS Pemali-Comal. 6. WS Progo-Opak-Oyo.

3. WS Jratun-Seluna. 7. WS Bengawan Solo.

4. WS Citanduy.

Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 6 Balai PSDA yang ada di Provinsi
Jawa Tengah dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana tercantum pada
Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2. 4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Tengah

No. Balai PSDA Domisili Wilayah Kerja

1. Jragung-Tuntang Semarang Kota dan Kabupaten Semarang, sebagian


Kabupaten Kendal, sebagian Kabupaten
Temanggung, sebagian Kabupaten
Grobogan, sebagian Kabupaten Demak
dan Kota Salatiga.

2. Pemali-Comal Tegal Kota dan Kabupaten Tegal, Kabupaten


Brebes, sebagian Kabupaten Batang dan
Pemalang.

3. Serang-Lusi Juwana Kudus Kabupaten Kudus, sebagian Kabupaten


Boyolali, sebagian Kabupaten Sragen,
Kabupaten Grobogan, sebagian
Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara,
sebagian Kabupaten Pati dan sebagian
Kabupaten Blora.

4. Bengawan Solo Solo meliputi Kabupaten Wonogiri, Kabupaten


Sukoharjo, Kota Surakarta, Kabupaten
Karanganyar, sebagian Kabupaten
Sragen, Kabupaten Klaten, sebagian
Kabupaten Rembang, dan sebagian
Kabupaten Blora.

5. Progo-Bogowonto- Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Kota Magelang,


Lukulo Kabupaten Magelang, sebagian

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

No. Balai PSDA Domisili Wilayah Kerja 2-18


Kabupaten Temanggung, sebagian
Kabupaten Wonosobo dan sebagian
Kabupaten Kebumen.

6. Serayu-Citanduy Purwokerto Kabupaten Banyumas, sebagian


Kabupaten Wonosobo, sebagian
Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan
Kabupaten Cilacap

Berdasarkan Data BPS, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2002 tercatat
sebesar 31,69 juta jiwa atau sekitar 15% dari jumlah penduduk Indonesia. Ini
menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah
penduduk terbanyak di samping Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2003,
jumlah penduduk Jawa Tengah diperkirakan meningkat mejadi sebanyak 32,42
juta jiwa.

Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-


laki. Hal ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah pendududuk laki-
laki terhadap jumlah penduduk perempuan), sebesar 99%.

Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah


Provinsi Jawa Tengah. Umumnya, penduduk banyak yang bermukim di daerah
perkotaan. Rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 974
jiwa setiap kilometer persegi. Wilayah terpadat adalah kota Surakarta dengan
tingkat kepadatan sekitar 11 ribu orang setiap kilometer persegi.

Tenaga kerja yang terampil, merupakan potensi sumberdaya manusia yang


sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi.
Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
angkatan kerja.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angkatan kerja di


Jawa Tengah tahun 2002 mencapai 15,74 juta orang atau naik sebesar 0,58%
dibanding tahun sebelumnya. Dengan angka ini, tingkat partisipasi angkatan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

kerja penduduk di Jawa Tengah tercatat sebesar 60,60%. Sedangkan angka 2-19
pengganguran terbuka di Jawa Tengah relatif kecil, yaitu sebesar 6,52%.
Sebanyak 67% angkatan kerja adalah berpendidikan tidak/belum tamat Sekolah
Dasar.

Ditinjau menurut status pekerjaan utamanya, sebagian besar angkatan kerja


bekerja sebagai buruh/karyawan, yakni 30,07%. Sedangkan yang berusaha
dengan dibantu anggota rumah tangga dan buruh tetap/tidak tetap tercatat
sebesar 23,90%, berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain sebesar 18,56%,
pekerja bebas pertanian dan non pertanian sebesar 10,31% dan pekerja tak
dibayar 17,15%.

Sektor pertanian memiliki porsi 42% pekerja dan merupakan sektor terbanyak
yang menyerap tenaga kerja. Sektor lain yang cukup banyak menyerap pekerja
adalah sektor perdagangan dan sektor industri, masing-masing tercatat sebesar
19,35% dan 17,36%.

2.6 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari enam provinsi di
wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa
Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Samudra Hindia, sedangkan dibagian
timur laut, tenggara barat dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa
Tengah yang meliputi :

a. Kabupaten Klaten : di sebelah timur laut.

b. Kabupaten Wonogiri : di sebelah tenggara.

c. Kabupaten Purworejo : di sebelah barat.

d. Kabupaten Magelang : di sebelah barat laut.

Secara geografis posisi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 70 33 - 80


12 LS dan 1100 00 1100 50 BT.

Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari:

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

1. Pegunungan Selatan. 2-20


Luas : 1.656,25 km2.
Ketinggian : 150-700 m.
2. Gunung Berapi Merapi.
Luas : 582,81 km2.
Ketinggian : 80-2.911 m.
3. Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo.
Luas : 215,62 km2.
Ketinggian : 0-80 m.
4. Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan.
Luas : 706,25 km2.
Ketinggian : 0-572 m.

DIY tercatat memiliki luas 3.185,80 km2 atau 0.17% dari luas Indonesia
(1.8790.754 km2), merupakan provinsi terkecil di Indonesia setelah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang terdiri dari:

a. Kabupaten Kulon Progo : dengan luas 586,27 km2 (18,40%)


b. Kabupaten Bantul : dengan luas 506,85 km2 (15,91%)
c. Kabupaten Gunung Kidul : dengan luas 1.485,36 km2 (46,63%)
d. Kabupaten Sleman : dengan luas 574,82 km2 (18,04%)
e. Kota Yogyakarta : dengan luas 32,50 km2 (1,02%)

Berdasarkan informasi dan BPN, dari 3.185,80 km2 luas D.I Yogyakarta, 35,94%
merupakan jenis tanah Lithosol, 27,42% jenis tanah Regosol, 11,94% jenis tanah
Lathosol, 10,45% jenis tanah Grumusol, 10,27% jenis tanah Mediteran, 2,24%
jenis tanah Alluvial, dan 1,74% adalah jenis tanah Rensina.

Sebagian besar wilayah D.I Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 -
499 m dari permukaan laut. Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis dengan
curah hujan berkisar antara 7 - 380 mm yang dipengaruhi oleh musim kemarau
dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Metereologi Bandara Adisucipto,
suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2003 adalah 26,340C, lebih rendah
dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2002 sebesar 27,640C, dengan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

suhu maksimum 34,600C dan suhu minimum 180C. Kelembaban udara berkisar 2-21
antara 34-95%, tekanan udara berkisar antara 1.005,9-1.015,7 mb, dengan arah
angin antara 195-205 derajat, dan kecepatan angin antara 0,1 knot sampai
dengan 20 knot.

Sungai besar yang menjadi potensi sumber daya air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta berjumlah 3 buah, yaitu:

1. Sungai Progo
2. Sungai Opak-Oyo
3. Sungai Serang

Sungai-sungai tersebut dikelola oleh 2 Balai PSDA yang ada di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2. 5 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di DI Yogyakarta

No. Balai PSDA Domisili Wilayah Kerja

1. Progo-Opak-Oyo Yogyakarta Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta,


Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung
Kidul

2. Sermo Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo.

Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 3.207.385 jiwa, dengan


persentase jumlah penduduk perempuan sebesar 50,26% dan persentase
jumlah penduduk laki-laki sebesar 49,74%. Sedangkan menurut daerah
pemukiman, persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan mencapai
57,52% dan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan mencapai 42,48%.

Pertumbuhan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2003 adalah


1,61%, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya.
Kabupaten Bantul, Gunung Kidul dan Sleman terlihat memiliki angka
pertumbuhan di atas angka rata-rata provinsi, yakni masing-masing sebesar
2,48%, 1,82% dan 1,79%.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Dengan luas wilayah sekitar 3.185,80 km2, kepadatan penduduk di Daerah 2-22
Istimewa Yogyakarta sekitar 1.007 jiwa per km2. Kepadatan penduduk tertinggi
terjadi di Kota Yogyakarta yakni 12.029 jiwa per km2, sedangkan wilayah yang
tingkat kepadatan penduduknya terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul yang
dihuni rata-rata 462 jiwa per km2.

Gambaran tenaga kerja di sektor swasta berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, adalah sebagai berikut. Jumlah pendaftar pencari kerja pada
tahun 2003 sebanyak 94.881 orang, menurun sekitar 11,26 % dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar 106.923 orang. Mereka terdiri dari 52,17% laki-laki
dan 47,83% perempuan. Dari jumlah tersebut 58,42% berpendidikan setingkat
SLTA, 34,95% setingkat Diploma, Sarjana Muda dan Sarjana, serta 5,46%
adalah SLTP dan sisanya 1,17% berpendidikan SD.

Persentase angkatan kerja penduduk DIY adalah 63,84%, terdiri dari 58,63%
sudah bekerja dan sebesar 5,21% sedang mencari pekerjaan. Sisanya sebesar
36,16% merupakan bukan angkatan kerja, teriri dari mereka yang masih
sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya dengan proporsi masing-masing
sebesar 20,20%; 11,27%; dan 4,69%. Berdasarkan lapangan usaha utama,
jumlah penduduk yang pekerjaannya bergerak pada sektor pertanian memiliki
persentase 37,44%, pada sektor perdagangan sebesar 19,75%, pada sektor jasa
sebesar 17,15%, pada sektor industri sebesar 12,18% dan sisanya sebesar
13,48% bekerja di sektor-sektor lainnya.

2.7 JAWA TIMUR

Secara geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada posisi 1110 0 BT hingga
1140 4 BT dan 70 12 LS hingga 80 48 LS. Batas-batas daerah pada provinsi ini
adalah sebagai berikut:

a. Utara : berbatasan dengan Laut Jawa.

b. Timur : berbatasan dengan Selat Bali.

c. Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia

d. Barat : berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi dalam 2 bagian besar, yaitu 2-23
Jawa Timur Daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur Daratan
hampir mencakup 90% dari luas Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas
Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Wilayah provinsi Jawa Timur yang
luasnya 46.428,57 km2 secara administrasi terbagi ke dalam 29 Kabupaten dan 9
Kota.

Suhu udara tertinggi di Jawa Timur pada tahun 2003 terjadi pada bulan
November (35,60C) dan terendah pada bulan Juli (18,10C), dengan kelembaban
berkisar antara 32% sampai 98%. Mendung paling banyak terjadi di bulan
Februari dan Desember, dengan rata-rata lama penyinaran matahari 52% dan
41,6%. Sedangkan curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Januari
sampai dengan April.

Provinsi Jawa Timur memiliki 11 (sebelas) gunung berapi yang aktif, disamping
sungai yang cukup besar, dengan anak-anaknya sebanyak 36 sungai. Sungai
besar di Jawa Timur antara lain Kali Brantas yang panjangnya 98 km dan
Bengawan Solo dengan panjang 273 km.

Sumber daya air di Provinsi Jawa Timur terbagi dalam 4 (empat) satuan wilayah
sungai, yaitu:

1. WS Bengawan Solo.

2. WS Brantas.

3. WS Pekalen-Sampean.

4. WS Madura.

Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 9 Balai PSDA yang ada di Provinsi
Jawa Timur sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.6 berikut ini.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Tabel 2. 6 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Timur 2-24


No. Balai PSDA Domisili Wilayah Kerja

1. Bango-Gedangan Malang Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung,


Trenggalek, Kota Malang, Kota Batu dan
Kota Blitar.

2. Puncu-Selodono Kediri Kabupaten Kediri, Nganjuk, Jombang dan


Kota Kediri.

3. Buntung- Lamongan Kabupaten Lamongan, Mojokerto,


Paketingan Sidoarjo, sebagian Pasuruan, Kota
Mojokerto dan Kota Surabaya.

4. Madiun Madiun Kabupaten Madiun, Pacitan, Ponorogo,


Magetan, Ngawi dan Kota Madiun.

5. Bengawan Solo Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan


Hilir dan Gresik.

6. Sampean Baru Bondowoso Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi dan


Situbondo.

7. Bondoyudo-Mayang Lumajang Kabupaten Lumajang, Jember dan


sebagian Malang.

8. Gembong-Pekalen Pasuruan Kabupaten Pasuruan, Probolinggo,


sebagian Malang, Kota Pasuruan dan
Kota Probolinggo

9. Madura Pamekasan Sampang, Pamekasan, Sumenep dan


Bangkalan.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2003
sebesar 36,206 juta jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,07% per tahun. Kota
Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2,66 juta jiwa,
diikuti Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk sebesar 2,33 juta jiwa dan
Kabupaten Jember dengan jumlah penduduk sebesar 2.23 juta jiwa. Kepadatan
penduduk Jawa Timur tahun 2003 adalah 780 sebesar jiwa per km2. Kepadatan
penduduk di kota, umumnya lebih tinggi dibanding dengan kepadatan penduduk
di kabupaten. Kota Surabaya mempunyai kepadatan penduduk tertinggi yaitu
sebesar 8.152 jiwa per km2.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Jumlah pencari kerja pada tahun 2003 sebesar 379.435 orang, meningkat 2-25
16,32% dibanding tahun 2002. Tenaga kerja yang sudah ditempatkan sebanyak
40.621 orang, sedangkan rasio pencari kerja dengan lowongan pekerjaan adalah
0,16 persen.

2.8 IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR

Banjir di Pulau Jawa sebagian besar terjadi di wilayah pantai utara dan pantai
selatan, wilayah cekungan, serta kota-kota besar. Pada tahun 2002, terjadi 72
kejadian banjir yang menggenangi sekitar 81,9 ribu hektar wilayah permukiman
dan pertanian. Jumlah ini meningkat menjadi 104 kejadian pada tahun 2003
yang menggenangi sekitar 91,1 ribu hektar1. Sebaran wilayah rawan banjir di
Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Lokasi rawan banjir di pulau jawa.

Sistem pengendalian bahaya banjir melalui pendekatan infrastruktur telah


berlangsung lama. Pendekatan infrastruktur untuk mengatasi banjir di sepanjang
pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah telah diupayakan melalui proyek-
proyek besar berbantuan luar negeri, antara lain North Java Flood Control

1 Laporan kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2001/2002 dan 2002/2003, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Project dan South Java Flood Control Project. Upaya pengendalian banjir juga 2-26
dilakukan di Bandung Selatan melalui proyek Upper Citarum Flood Control
Project. Untuk pengendalian banjir wilayah Jakarta diupayakan melalui Ciliwung
Cisadane River Flood Control Project dan pembangunan Banjir Kanal Timur
(BKT) yang saat ini sedang berlangsung. Selain itu, untuk mengatasi banjir di
wilayah perkotaan lainnya, khususnya kota-kota besar di Pulau Jawa,
diupayakan melalui proyek-proyek pengembangan perkotaan antara lain
Bandung Urban Development Project (BUDP) dan Surabaya Urban Development
Project (SUDP). Namun demikian, laju pembangunan infrastruktur pengendali
banjir yang membutuhkan biaya besar tersebut tidak mampu mengatasi
peningkatan magnitude dan frekuensi banjir.

Faktor penyebab terjadinya banjir di Pulau Jawa berbeda-beda untuk setiap


wilayah, sehingga upaya pengendalian bersifat spesifik sesuai karakteristik
wilayah yang bersangkutan. Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara
lain adalah:

a) Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi)


Hampir semua sungai di Jawa membawa sedimen dalam jumlah besar dari hulu
dan mengikis lahan di sepanjang daerah aliran sampai ke muara. Di daerah
muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat sedimentasi tersebut
sehingga kapasitas tampungan sungai menjadi berkurang. Di lain pihak,
penambangan pasir terjadi di sungai-sangat besar sehingga pada beberapa
tempat mengalami degradasi dasar sungai.

b) Meluapnya Aliran Sungai melalui Tanggul


Akibat debit yang besar pada musim hujan yang tidak dapat ditampung oleh
badan-badan air di daerah pantai/muara, terjadi luapan air sungai dari tanggul.
Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan daerah-daerah yang relatif datar dan
lahan-lahan pertanian di sekitarnya menjadi tergenang. Tanggul-tanggul sungai
di hulu dapat mengurangi banjir yang terjadi di daerah hulu, tetapi justru
menyebabkan bertambah luasnya area yang terkena banjir di daerah hilir.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

c) Kondisi Saluran Drainase yang Kurang Baik 2-27


Saluran drainase tidak berfungsi dengan baik karena pintu-pintu air tidak
beroperasi sebagaimana mestinya, kapasitas tampungan semakin berkurang,
dan lahan-lahan produksi di dataran rendah, sehingga laju pengaliran air melalui
saluran drainase menurun.

d) Efek Backwater
Efek backwater terjadi di bagian hulu karena perubahan arus di hilir yang
menyebabkan muka air di hulu meningkat, sehingga terjadi banjir di bagian hulu.
Hal ini disebabkan oleh penyempitan badan sungai, terbendungnya alur sungai,
dan penyempitan pada jembatan dan bangunan-bangunan struktur lainnya.
Backwater juga terjadi pada pertemuan antara anak sungai dan sungai
utamanya.

e) Kurang Berfungsinya Pintu Pengendali Banjir pada Sungai


Pintu air tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena tertutup oleh tanaman
atau endapan pasir. Hal ini terutama terjadi pada pintu air otomatis. Karena
bangunan beroperasi secara otomatis, seringkali pengamatan/pemeliharaan di
lapangan jarang dilakukan.

2.9 IDENTIFIKASI MASALAH KEKERINGAN

Masalah kekeringan dapat diidentifikasi dengan analsisi kondisi neraca air. Via
analisis kondisi neraca air, ada 4 klasifikasi: Normal (N), Defisit Rendah (DR),
Defisit Sedang (DS), dan Defisit Tinggi (DT).

Analisis neraca air pada kabupaten/kota di luar wilayah Jabodetabek dilakukan


dengan membandingkan hasil perhitungan ketersediaan air dengan kebutuhan
air pada tiap-tiap bulan di masing-masing kabupaten/kota. Neraca air tergolong
normal apabila tidak terjadi defisit sepanjang tahun, sedangkan jika jumlah bulan
defisit mencapai 3 bulan diklasifikasi sebagai defisit rendah, empat hingga enam
bulan diklasifikasi defisit sedang, dan lebih dari enam bulan diklasifikasi defisit
tinggi.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Khusus untuk wilayah Jabotabek analisis dilakukan dengan perhitungan 2-28


besarnya jumlah defisit air pada bulan paling kering, sesuai hasil Jabotabek
Water Resources Management Study (1994). Metode ini digunakan karena
ketersediaan air pada wilayah ini relatif konstan sepanjang tahun karena
pasokan dari sistem yang ada. Kondisi normal menunjukkan bahwa tidak terjadi
defisit sepanjang tahun, sedangkan jika jumlah defisit mencapai 0,5 meter kubik
perdetik diklasifikasi sebagai defisit rendah, defisit lebih dari 0,5 hingga 1 meter
kubik perdetik diklasifikasi defisit sedang, dan lebih dari 1 meter kubik perdetik
diklasifikasi defisit tinggi.

Perubahan persentase jumlah kabupaten di luar wilayah Jabotabek yang


mengalami defisit air dari tahun 2003 hingga 2025 dapat dilihat pada Gambar
2.4.

45

40
Persentase Jumlah Kabupaten/Kota (%)

35

30

25

20

15

10

-
2003 2005 2010 2015 2020 2025

NORMAL DEFISIT RENDAH DEFISIT SEDANG DEFISIT TINGGI

Gambar 2. 4 Perubahan persentase kabupaten defisit air.

Hasil analisis neraca air menunjukkan bahwa, pada tahun 2003 sebagian besar
(sekitar 77 persen) wilayah kabupaten di luar Jabodetabek telah memiliki satu
hingga delapan bulan defisit air dalam setahun. Dari wilayah yang mengalami
defisit tersebut, terdapat 38 kabupaten/kota atau sekitar 35 persen telah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

mengalami defisit tinggi. Pada tahun 2025 jumlah kabupaten defisit air meningkat 2-29
hingga mencapai sekitar 78,4 persen dengan defisit berkisar mulai dari satu
hingga dua belas bulan, atau defisit sepanjang tahun.

Untuk wilayah Jabotabek, ditemukan bahwa sekitar 50 persen kabupaten/kota


mengalami defisit air pada tahun 2003, dan diperkirakan meningkat menjadi 100
persen pada 2025. Hasil analisis dan proyeksi neraca air kabupaten/kota Jawa-
Madura yang mengalami defisit dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Di antara kabupaten/kota yang mengalami defisit air tersebut, bahkan sejak


tahun 2003 sekitar 12 kabupaten/kota telah mengalami defisit penyediaan air
minum. Jumlah ini diperkirakan semakin meningkat hingga mencapai sekitar 19
kabupaten/kota pada tahun 2025 apabila tidak dilakukan intervensi infrastruktur.
Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dan perlu dilakukan
upaya penanganan segera dalam jangka pendek.

Jika tidak dilakukan intervensi infrastruktur maka kondisi neraca air akan
mengalami defisit yang semakin tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Beberapa
kabupaten/kota pada tahun 2010 diperkirakan akan mengalami defisit yang
semakin membesar, antara lain Kabupaten Ngawi di WS Bengawan Solo dan
Kota Surabaya di WS Brantas. Pada tahun-tahun berikutnya, defisit air di wilayah
tersebut cenderung semakin tinggi, dan kabupaten/kota yang mengalami defisit
akan semakin meluas sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.5 pada tahun-
tahun 2015, 2020, dan 2025.

Dari proyeksi neraca air kabupaten/kota di Pulau Jawa di atas, defisit air tinggi
akan terjadi pada tahun 2005 di beberapa kabupaten/kota di wilayah sungai
Cimanuk-Cisanggarung, Pemali-Comal, Progo-Opak-Oyo, Bengawan Solo,
Brantas hilir, dan Madura. Di samping itu, defisit tinggi juga terjadi pada kota
besar seperti Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Sementara itu,
kabupaten/kota di wilayah-wilayah sungai Cisadea-Cikuningan, Citanduy-
Ciwulan, Citarum, Serayu bagian hulu, Jratun Seluna bagian hulu, Brantas, dan
sebagian Pekalen-Sampean belum mengalami defisit air.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Wilayah analisis neraca air untuk daerah Jabodetabek dan sekitarnya meliputi 2-30
DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta Serang, Karawang,
dan Purwakarta2.

DKI Jakarta sebagai ibukota negara memerlukan daya dukung sumber daya air
untuk menunjang segala kegiatan di wilayah tersebut. Pasokan air baku utama
ke DKI Jakarta bersumber dari Sungai Citarum yang dialirkan dari Waduk
Jatiluhur, meskipun sungai utama yang melalui wilayah ini adalah Sungai
Ciliwung.

Alternatif tambahan pasokan untuk DKI Jakarta adalah sungai-sungai yang


berada di barat dan selatan wilayah ini, seperti Sungai Cisadane, Sungai
Cidurian, dan Sungai Ciujung. Sungai-sungai ini merupakan sumber air
permukaan utama untuk daerah pertanian dan industri di Kota Tangerang,
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok. Dengan
demikian, potensi konflik pemanfaatan air antarwilayah dan antarpengguna akan
semakin meningkat. Hal ini diperparah dengan semakin langkanya air bersih
sebagai akibat meningkatnya pencemaran air di sungai-sungai besar tersebut.

2 Serang, Karawang, dan Purwakarta dikelompokkan dalam satuan wilayah analisis, sejalan dengan rencana pengembangan
inter basin management dengan menambahkan WS Ciujung-Ciliman dan WS Citarum menjadi satuan wilayah analisis WS
Ciliwung-Cisadane.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

2-31
2005

L d

2010

L d

2015

Legenda :

2020

Legenda :

2025

Legenda :

Legenda :
B a ta s P r o p in s i
J u m l a h B u l a n D e f is i t t a h u n 2 0 2 5
0 b u la n
1 - 2 b u la n
3 - 4 b u la n
5 - 6 b u la n
7 - 8 b u la n
Sumber :
9 - 1 0 b u la n
1 1 - 1 2 b u la n
B a ta s K a b u p a t e n
Hasil Analisis

Gambar 2. 5 Proyeksi Neraca Air Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dan Madura.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

2-32

Di wilayah Jabodetabek bagian utara terutama di DKI Jakarta, telah terjadi


eksploitasi air tanah secara berlebihan. Sebagai ilustrasi, saat ini diperkirakan
sekitar 65% kebutuhan domestik untuk wilayah DKI Jakarta masih bertumpu
kepada sumber air tanah. Hal ini menyebabkan penurunan muka air tanah pada
tingkat yang semakin kritis. Oleh sebab itu, pasokan air permukaaan menjadi
semakin penting untuk menggantikan penggunaan air tanah yang berlebihan
tersebut.

Sementara itu, sumber utama pasokan air untuk Kota Bogor, Depok dan
Kabupaten Bogor berasal dari Sungai Ciliwung-Cisadane. Pada tahun 2003
terjadi defisit sebesar 2,0 m3/det. Defisit ini semakin membesar di masa yang
akan datang, jika tidak dilakukan upaya intervensi infrastruktur dengan
membangun waduk-waduk sumber air baku yang baru. Defisit tersebut
diperkirakan mencapai 15,0 m3/det di tahun 2025.

Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang dengan sumber utama Sungai


Cisadane mengalami kondisi yang hampir sama. Pada tahun 2003 defisit air
telah mencapai 3,9 m3/det dan diperkirakan tahun 2025 mencapai 17,3 m3/det
apabila tidak dilakukan upaya intervensi infrastruktur.

Terjadinya erosi akibat kerusakan catchment area menyebabkan terjadinya


peningkatan beban sedimen di dalam sistem sungai dan menghasilkan
perubahan pada kondisi hidro-morfologi (pengendapan sedimen pada waduk,
danau, dan saluran-saluran yang berakibat pada naiknya permukaan dasar
sungai, terutama pada bagian hilir). Erosi yang berlangsung cepat akan memacu
perubahan unsur hidrologi sungai, yaitu meningkatnya aliran permukaan dan
menurunnya aliran dasar (base flow). Oleh karena itu, daerah-daerah kritis
dengan tingkat erosi yang tinggi perlu segera ditangani, terutama pada lahan-
lahan kritis di bagian hulu daerah aliran sungai.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER 3-1


DAYA AIR DI PULAU JAWA

3.1 RUMUSAN KEBIJAKAN PRAKARSA STRATEGIS

Dari hasil analisis, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan air
untuk rumah tangga, perkotaan, industri, dan pertanian mengalami peningkatan
yang signifikan. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Buku 2 Identifikasi
Masalah Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa. Pertambahan penduduk
dan aktifitas perekonomian di satu sisi berdampak pada peningkatan kebutuhan
air, namun disisi lain juga berdampak pada perubahan tata guna lahan yang
mengakibatkan perubahan perilaku hidrologis. Adanya perubahan perilaku
hidrologis tersebut menyebabkan perubahan pola ketersediaan air. Kondisi ini
semakin diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan akibat kerusakan
catchment area. Hal tersebut juga meningkatkan potensi banjir yang akan
mengancam keberlanjutan infrastruktur di Pulau Jawa yang dibangun dengan
investasi yang sangat besar.

Pada tahun 2003, sekitar 77 persen kabupaten/kota di Pulau Jawa mengalami


defisit air dan diperkirakan meningkat menjadi 78,4 persen pada tahun 2025.
Disamping itu jumlah bulan defisit maksimal juga meningkat dari 8 bulan menjadi
12 bulan pada tahun 2025 (defisit sepanjang tahun). Khusus wilayah Jabotabek
yang pasokan airnya relatif terjamin, pada tahun 2003 sekitar 50 persen
kabupaten/kota mengalami defisit air dan diperkirakan meningkat menjadi 100
persen pada tahun 2025. Diantara kabupaten/kota yang mengalami defisit air
tersebut, bahkan sejak tahun 2003 terdapat 12 kabupaten/kota telah mengalami
defisit penyediaan air minum. Jumlah ini diperkirakan semakin meningkat hingga
mencapai 19 kabupaten/kota pada tahun 2025 apabila tidak dilakukan intervensi
infrastruktur.

Wilayah sungai di Pulau Jawa sebagian besar mengalami permasalahan yang


sama yaitu: (1) Kerusakan catchment area sehingga mengancam keberlanjutan
daya dukung sumber daya air; (2) Penurunan kinerja infrastruktur sumber daya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

air; (3) Eksploitasi air tanah yang berlebihan mengakibatkan penurunan muka air 3-2
tanah, land subsidence, dan intrusi air laut; (4) Kualitas air yang rendah karena
daya dukung sungai lebih rendah dibanding beban pencemaran; (5)
Kecenderungan bahwa sungai dan badan air lainnya sebagai tempat
pembuangan limbah cair yang tidak terolah dan sampah menjadikan air
permukaan yang terbatas tidak layak dipergunakan untuk air minum; sehingga
mengurangi secara signifikan ketersediaan air untuk kebutuhan air minum, (6)
Banjir akibat perubahan tata lingkungan, penurunan kapasitas pengaliran sungai,
dan penurunan kinerja prasarana pengendali banjir; (7) Meningkatnya
kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan air; (8) Kekeringan/defisit air di
musim kemarau; (9) Rendahnya kualitas pengelolaan hidrologi; (10) Belum
semua wilayah sungai memiliki masterplan atau perlu diperbaharui; (11) Masih
lemahnya pengelolaan database sumber daya air; (12) Lemahnya koordinasi,
kelembagaan, dan ketatalaksanaan, keperluan adanya institusi untuk menjawab
permasalahan yang berkembang; dan (13) Meningkatnya potensi konflik
pemanfaatan air.

Dengan adanya defisit air di sebagian besar kabupaten/kota dan bahkan tidak
dapat memenuhi kebutuhan air minum, maka perlu dilakukan prakarsa strategis
terkait dengan: (i) Penanganan kabupaten/kota yang telah mengalami krisis
penyediaan air minum melalui intervensi infrastruktur dan kegiatan terkait; dan
(ii) Penyesuaian kembali alokasi air antar jenis kebutuhan atau realokasi air,
khususnya untuk irigasi di Pulau Jawa.

Prakarsa strategis ini membutuhkan kajian mendalam dan spesifik lokasi untuk
menemukan sumber-sumber penyediaan air baru maupun mengoptimalkan
penggunaan sumber air yang ada bagi kabupaten/kota yang defisit air tinggi,
baik melalui demand management maupun supply management serta peluang
dilaksanakannya inter basin transfer. Dengan kondisi defisit seperti ini maka
diperlukan juga kajian mendalam tentang kemungkinan dilaksanakannya
perubahan dan penyesuaian alokasi antar kebutuhan atau realokasi, terutama
realokasi atau perubahan alokasi untuk pemenuhan kebutuhan irigasi.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Konsekuensi logis perubahan alokasi tersebut adalah berkurangnya pasokan air 3-3
untuk pemenuhan irigasi sehingga tanpa adanya perubahan teknologi maka
akan mengurangi luas areal layanan (command area) dan produktifitas tanaman.
Perubahan atau inovasi teknologi yang diharapkan adalah ditemukannya
varietas padi unggul yang hanya memerlukan lebih sedikit air, berumur lebih
pendek, produktivitas lebih tinggi serta tetap mempunyai rasa yang enak.
Disamping itu diperlukan diperlukan cara olah tanah dan tata tanam yang lebih
hemat air. Dengan adanya penghematan air untuk irigasi (sebagai pengguna air
yang terbesar) maka kelebihan air tersebut dapat direalokasikan untuk
memenuhi kebutuhan lain misalnya untuk air minum dan air perkotaan yang
permitaannya semakin meningkat. Untuk itu diperlukan strategi kebijakan baru
dalam pengembangan irigasi di Pulau Jawa yang mempertimbangkan fenomena
defisit air dan kebutuhan bahan pangan serta infrastruktur irigasi yang telah
dibangun.

3.2 KEBUTUHAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR YANG TERPADU.

Permasalahan-permasalahan yang menimpa sumber daya air dan lingkungan


pendukungnya seperti diatas disebabkan oleh penanganan yang terfragmentasi
baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya. Dalam hal ini masing-
masing sektor berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan akibatnya terhadap
sektor yang lain. Untuk itu diperlukan pendekatan terpadu yang memperhatikan
keseimbangan antara pendayagunaan dan konservasi, antara hulu dengan hilir,
antar wilayah, serta antarsektor. Diperlukan komunikasi dan dialog antar
berbagai tingkat pengambilan keputusan, dari pengguna air ke pengelola air
tingkat setempat/lokal ke struktur pengambilan keputusan tingkat wilayah sungai
dan tingkat nasional.

Prinsip dan proses Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated Water
Resources Management) yang mencakup aspek kebijakan dan peraturan
perundang-undangan, kelembagaan dan perangkat manajemen telah
direkomendasikan para ahli SDA dalam World Water Forum (WWF) II dan WWF
III sebagai pendekatan yang tepat dalam menghadapi tantangan dalam

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pengelolaan SDA pada abad ke 21 yang diwarnai dengan peningkatan 3-4


kebutuhan akan sumber daya air dan sumber daya alam lainnya, meningkatnya
kompetisi penggunaan air yang dominan serta meningkatnya tuntutan
masyarakat tentang akan reformasi institusi untuk pelaksanaan good
governance.

3.3 PROGRAM PRIORITAS

Berdasarkan klasifikasi pada tahapan sebelumnya, dilakukan integrasi program


secara menyeluruh melalui perpaduan antara faktor internal dan eksternal,
termasuk strategi dalam melaksanakannya. Integrasi program ini sesuai dengan
prioritas penanganan dalam jangka waktu yang ditentukan. Secara lengkap hasil
integrasi program tersebut dijelaskan pada uraian selanjutnya.

3.3.1 Program Jangka Pendek

Program jangka pendek pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa ditetapkan
sebagai berikut:

1. Sinkronisasi Kebijakan dan Program antara RPJM, Renstra, RKP dan RKA-
KL Bidang Sumber Daya Air untuk Pemerintah Pusat dan Propinsi di Pulau
Jawa.

2. Penyusunan rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated


Water Resources Management) sebagai road map pelaksanaan prinsip dan
proses pengelolaan terpadu sumber daya air berdasarkan UU No.7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air.

3. Fasilitasi pembentukan lembaga pengelola air oleh masyarakat seperti P3A,


Lembaga Pengelolaan Sungai, Lembaga Pengelolaan Sumber Air, Posko
Swadaya Banjir, Lembaga Pengelolaan Air Baku dan Air Minum, dan lainnya.

4. Penataan kembali hubungan kerja sesuai wewenang, tugas, dan fungsi


instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air di Pusat

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dan Daerah berlandaskan pada UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya 3-5
Air.

5. Penertiban kawasan hulu dan wilayah bantaran sungai sesuai ketentuan


penataan ruang oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan dari Pemerintah.

6. Melaksanakan kegiatan percontohan kegiatan aksi swadaya masyarakat


seperti Lembaga Pengelola Sungai untuk melaksanakan gerakan kebersihan
sungai untuk mengembalikan sungai kepada fungsinya.

3.3.2 Program Jangka Menengah

Program jangka menengah pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa


ditetapkan sebagai berikut:

1. Sinkronisasi Kebijakan dan Program antara RPJM, Renstra, RKP dan RKA-
KL Bidang Sum ber Daya Air untuk Pemerintah Pusat dan Propinsi di Pulau
Jawa.

2. Pelaksanaan rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated


Water Resources Management) sebagai road map pelaksanaan prinsip dan
proses pengelolaan terpadu sumber daya air berdasarkan UU Sumber Daya
Air No.7/2004.

3. Penyusunan dan penyempurnaan pola dan rencana induk pengelolaan


wilayah sungai sebagai dasar konservasi dan pendaya gunaan sumber daya
air di wilayah sungai.

4. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur skala besar, sedang dan kecil untuk


mengatasi banjir dan memenuhi kebutuhan air baku untuk berbagai
keperluan di kota besar dan wilayah strategis serta daerah perdesaan di
Pulau Jawa.

5. Pembentukan lembaga koordinasi pengelolaan sumber daya air (Dewan


Sumber Daya Air) dan penyempurnaan kelembagaan pengelola air di Pulau
Jawa sesuai kewenangan pusat dan daerah.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

6. Melanjutkan upaya penertiban kawasan hulu dan wilayah bantaran sungai 3-6
sesuai ketentuan penataan ruang oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan
dari Pemerintah.

7. Pengembangan varietas padi unggul yang lebih sedikit mengkonsumsi air,


berproduktivitas tinggi dan mempunyai rasa yang enak sebagai upaya
penghematan air, mengingat irigasi untuk tanaman padi adalah pengguna air
terbesar.

8. Penerapan teknologi olah tanah dan tanam yang lebih hemat air mengingat
irigasi khususnya untuk tanaman padi masih menjadi pengguna air terbesar.

9. Mengupayakan realokasi air secara terbatas misalnya misalnya mengadakan


realokasi air untuk irigasi tanaman padi untuk kebutuhan air minum pada
daerah perluasan permukiman/perkotaan melalui upaya-upaya penggunaan
varietas padi yang lebih hemat air, penggunaan teknologi olah tanah dan
tanam yang lebih hemat air dan diversifikasi tanaman kearah tanaman yang
bernilai tinggi tetapi lebih hemat air seperti tanaman sayuran dan buah-
buahan dan bunga.

10. Mempromosikan gerakan hemat air disegala bidang penggunaan air


termasuk penggunaan untuk pertanian, permukiman (kebutuhan domestik),
industri dan lain sebagainya.

11. Pengembangan teknologi tepat guna pengelolaan sumber daya air melalui
dukungan lembaga penelitian dan pengembangan teknologi di Pusat dan
Daerah

12. Pencegahan alih fungsi lahan beririgasi di Pulau Jawa melalui sistem insentif
dan disinsentif bagi masyarakat pemilik dan pengelola lahan.

13. Fasilitasi pembentukan lembaga pengelola air oleh masyarakat seperti P3A,
Lembaga Pengelolaan Sumber Air, Posko Swadaya Banjir, Lembaga
Pengelolaan Air Baku dan Air Minum, dan lainnya.

14. Peningkatan kesiagaan masyarakat di daerah rawan banjir dalam mencegah,


menanggulangi, dan memulihkan dampak banjir secara mandiri.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

15. Pengutamaan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya 3-7
air melalui pelibatan dari proses perencanaan, pengambilan keputusan,
pengawasan, dan pelaksanaan kegiatan di lapangan.

16. Melaksanakan kegiatan percontohan kegiatan aksi swadaya masyarakat


seperti Lembaga Pengelola Sungai untuk melaksanakan gerakan kebersihan
sungai untuk mengembalikan sungai kepada fungsinya.

17. Penataan ruang di kawasan hulu dan hilir berdasarkan pola pengelolaan
sumber daya air yang mengacu kepada kelestarian fungsi ekosistem.

18. Penataan kembali eksploitasi bahan galian di badan air dan hulu sungai oleh
Pemerintah Daerah bersama masyarakat.

19. Penerapan sistem insentif dan disinsentif bagi badan usaha dan industri
dalam penggunaan dan pengusahaan sumber daya air, serta pengendalian
pencemaran air.

20. Penataan wilayah bantaran sungai melalui relokasi penduduk secara


bijaksana oleh Pemerintah Daerah.

3.3.3 Program Jangka Panjang

Program jangka panjang pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa ditetapkan
sebagai berikut:

1. Pengembangan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah di bidang


pengelolaan terpadu sumber daya air dalam rangka meningkatkan
profesionalisme dan kemampuan teknis dan manajerial.

2. Melanjutkan pelaksanaan rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air


(Integrated Water Resources Management) sebagai road map pelaksanaan
prinsip dan proses pengelolaan terpadu sumber daya air berdasarkan UU
No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

3. Melanjutkan penyusunan dan penyempurnaan rencana induk (master plan)


pengelolaan wilayah sungai dan pengelolaan sumber daya air Popinsi dan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Kabupaten/Kota untuk mengantisipasi kebutuhan air baku dan ancaman 3-8


banjir serta konservasi ekosistem sumber daya air.

4. Perencanaan pembiayaan bidang sumber daya air untuk memenuhi


kebutuhan operasi dan pemeliharaan dan investasi baru penyediaan
infrastruktur bidang sumber daya air dengan dukungan badan usaha dan
masyarakat dengan pola kemitraan antara pemerintah dengan swasta.

5. Melanjutkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur skala besar yang


bersifat multi-guna, untuk mengatasi banjir dan pemenuhan kebutuhan air
baku untuk berbagai keperluan di kota besar dan wilayah strategis di Pulau
Jawa.

6. Pengembangan sumber air di tingkat lokal untuk memenuhi kebutuhan air


baku penduduk perkotaan dan perdesaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
dengan dukungan Propinsi dan Pusat.

7. Transformasi infrastruktur sumber daya air berdasarkan kondisi tata guna


lahan terkini untuk mengatur alokasi air sesuai perkembangan kebutuhan
penduduk dan industri serta dengan mempertimbangkan kontribusi sektor
terhadap PDB.

8. Pengembangan upaya-upaya peningkatan peresapan air dengan pengunaan


teknik-teknik pemanenan air hujan (rain water harvesting) diantarnya sumur
dan waduk/embung resapan dan sebagainya.

9. Pengembangan sistem informasi pengelolaan sumber daya air di tingkat


nasional dan daerah untuk menjamin ketersediaan dan kemutakhiran data
dasar.

10. Pengembangan kerjasama dan integrasi kegiatan antara lembaga koordinasi


pengelolaan sumber daya air (Dewan Sumber Daya Air) di tingkat nasional,
propinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai.

11. Pengembangan konservasi air di wilayah hulu dan gerakan hemat air di hilir
bersama masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan air.

12. Pengembangan kerjasama masyarakat hulu dan hilir dalam pengelolaan


sumber daya air di wilayah sungai berdasarkan prinsip hydro-solidarity.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

13. Penataan ekstraksi air tanah oleh intansi yang berwenang dan masyarakat 3-9
sesuai kemampuan pemulihan cadangan air tanah di wilayah rawan
kekeringan.

14. Penyadaran publik dan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap


pemulihan kondisi dan upaya mempertahankan kualitas air di sumber air dan
badan sungai.

15. Pelibatan badan usaha dalam pola kemitraan antara pemerintah dan swasta
(public private partnership) dalam pengusahaan sumber daya air dan
pengembangan investasi baru infrastruktur sumber daya air.

16. Penataan dataran banjir, sempadan sungai, dan kawasan green belt dalam
rangka mencegah kerusakan dan penurunan kinerja infrastruktur sumber
daya air.

17. Pengaturan kembali pemanfaatan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai untuk
hutan produksi dan perkebunan berdasarkan pola konservasi sumber daya
air.

18. Pemulihan catchment area Daerah Aliran Sungai melalui reboisasi dan
rehabilitasi lahan kritis bersama masyarakat.

19. Pemulihan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di sumber-sumber


airdan badan air di wilayah perkotaan dan industri.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER 4-1


DAYA AIR DI PULAU JAWA

Pengelolaan sumber daya air merupakan upaya untuk merencanakan,


melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi dan
pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air. Oleh
karena itu strategi pengelolaannya pun harus mencakup seluruh aspek
pengelolaan tersebut. Berkaitan dengan itu terdapat 5 strategi pengelolaan
sumber daya air di Pulau Jawa, yaitu:

1. Strategi implementasi
2. Strategi non-struktural
3. Strategi struktur
4. Strategi pembiayaan, serta
5. Strategi kelembagaan dan koordinasi.

Secara lebih terinci rumusan strategi dimaksud diuraikan sebaga berikut.

4.1 RUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI

Strategi implementasi merupakan panduan dan kaidah pokok dari pelaksanaan


keempat strategi lainnya.Strategi implementasi pengelolaan sumber daya air di
Pulau Jawa adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan penyusunan Rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air


sebagai peta langkah (road map) dari rencana tindak yang mencakup aspek-
aspek kebijakan dan peraturan dan perundang-undangan, kelembagaan dan
perangkat manajemen dalam pengkoordinasian pembangunan dan
pengelolaan sumber daya air.

2. Penetapan kebijakan terpadu lintas sektor yang mencakup aspek-aspek


konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air yang dapat
menyeimbangkan laju pembangunan dan pemulihan kondisi lingkungan di

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Pulau Jawa. Kebijakan ini akan ditetapkan dalam Rencana Pembangunan 4-2
Jangka Menengah 2010 2015 serta peraturan perundangan terkait lainnya.

3. Penanggulangan bencana banjir melalui intervensi infrastruktur (skala besar)


guna melindungi kawasan yang telah berkembang terutama kota-kota besar.
Upaya ini harus diiringi dengan pemulihan kondisi catchment area yang
dilakukan bersama masyarakat, penataan dan penertiban dataran banjir, dan
pengendalian tata ruang di Pulau Jawa, serta pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana drainase yang memadai.

4. Penyediaan air baku berskala besar di Pulau Jawa untuk kawasan-kawasan


strategis seperti daerah perkotaan dan permukiman, industri, dan
perdagangan serta penyediaan bangunan penampung air berskala kecil
untuk memenuhi kebutuhan air baku daerah perdesaan yang dikelola di
tingkat lokal. Kebijakan ini disertai upaya peningkatan kesadaran masyarakat
dalam penghematan air dan pelestarian fungsi lingkungan.

5. Upaya mempertahankan Pulau Jawa sebagai lumbung pangan nasional


melalui pencegahan laju konversi dan optimalisasi lahan beririgasi yang telah
ada, serta peningkatan efisiensi penggunaan air.

6. Pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air pada sumber air dan
badan air, terutama pada kawasan industri dan perkotaan, melalui sistem
insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Daerah, serta dengan melibatkan
para pelaku pencemaran dan masyarakat yang terkena dampaknya.

7. Penghentian perusakan fungsi kawasan lindung dan daerah tangkapan air di


bagian hulu Daerah Aliran Sungai dan melakukan rehabilitasi daerah
tangkapan air dengan penghijauan, pengolahan tanah yang sesuai dengan
upaya konservasi air dan tanah, pembuatan sumur dan waduk/embung
resapan serta pelaksanaan upaya-upaya pemanenan air hujan dengan
melibatkan para pelaku perusakan dan masyarakat yang terkena dampak.

8. Pengelolaan terpadu daerah aliran sungai, terutama yang bersifat lintas


sektor dan lintas wilayah, sesuai rencana induk pengelolaan wilayah sungai

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

terkait yang didukung oleh peraturan perundangan serta sistem pengawasan 4-3
bersama masyarakat.

4.2 STRATEGI KEBIJAKAN NON-STRUKTURAL

Strategi non-struktural sangat penting dalam kaitannya dengan kegiatan untuk


menjaga keberadaan sumber daya air, dari segi jumlah maupun kualitasnya,
tanpa menitikberatkan pada pembuatan bangunan fisik secara signifikan.

4.2.1 Strategi Menurut Undang-undang

Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004, beberapa kebijakan/strategi non-struktural


berkaitan dengan konteks konservasi SDA adalah:

1. Upaya konservasi dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian


sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air

2. Konservasi dilakukan sesuai dengan pola pengelolaan sumber daya air yang
ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

3. Ketentuan konservasi sumber daya air dijadikan sebagai salah satu acuan
penting dalam perencanaan tata ruang wilayah.

4. Tujuan perlindungan dan pelestarian sumber air adalah untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya.

5. Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilakukan melalui:


a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian 4-4
alam.

6. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif


dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.

7. Pengawetan air dilakukan dengan cara:


a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
c. mengendalikan penggunaan air tanah.

8. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk


mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada
pada sumber-sumber air.

9. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air


pada sumber air dan prasarana sumber daya air.

10. Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya


pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.

11. Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

Selain itu untuk mendukung pengelolaan yang terintegrasi, pemerintah juga


menyediakan sistem informasi sumber daya air yang pelaksanaannya dilakukan
sesuai tingkat kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Mengacu pada kebijakan yang telah digariskan di atas, maka kebijakan non-
struktural di bidang pengelolaan sumber daya air perlu diintegrasikan ke dalam
peraturan-peraturan yang bersifat lebih operasional dan rencana strategis yang
didasarkan pada kebijakan masing-masing daerah. Muatan yang mendukung
pengelolaan sumber daya air secara otomatis harus menjadi salah satu acuan
dalam menyusun program dan kebijakan yang akan diterapkan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Sebagai kelanjutan program dan kebijakan yang bersemangatkan pengelolaan 4-5


sumber daya air, perlu pula adanya dukungan dari perangkat hukum dan
penegakannya. Pelaksanaan kebijakan tidak dapat terlaksana tanpa adanya
perangkat hukum yang berwibawa dengan dukungan aparat penegak hukum.
Keberhasilan pengelolaan akan sangat ditentukan oleh hal ini mengingat
kelancaran suatu proses untuk mencapai tujuan dari kebijakan akan
membutuhkan kedisiplinan dalam pelaksanaan, karenanya jaminan dari
perangkat hukum sangat dibutuhkan.

4.2.2 Strategi Konservasi Sumberdaya Air

4.2.2.1 Mempertahankan Daerah Aliran Sungai

Konsepnya adaklah dengan meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan


daya dukung, daya tampung, dan fungsi daerah aliran sungai untuk menjamin
ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. Berberapa
langkah ang dapat dilakukan untuk mendukung hal ini adalah dengan:

a. Menetapkan dan mengelola daerah resapan air dalam rangka


mengupayakan peningkatan ketersediaan air dan pengurangan daya rusak
air.

b. Merehabilitasi hutan dan lahan kritis seluas 43 juta ha dengan prioritas di


142 DAS kritis, dengan target minimal 12,5% di tahun 2010, 25% di tahun
2015, 50% di tahun 2025, serta menghambat laju penebangan liar dan
degradasi hutan dan lahan.

c. Menetapkan dan membina pengelolaan kawasan hutan di daerah


tangkapan air hujan, dengan persentase tutupan sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Kriteria luas tutupan perlu
dibuat oleh instansi yang berwenang

d. Mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana konservasi


sumber daya air dengan target minimal 25% tiap 5 (lima) tahun. Yang
dimaksud dengan prasarana dan dan sarana konservasi sumber daya air

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

adalah small and medium pond, sumur resapan, check dam, ground sill, 4-6
teras bangku, teknik pemanenan hujan, dll.

e. Melakukan pengendalian pengambilan air tanah secara ketat dengan


prioritas pada cekungan-cekungan air tanah yang sudah kritis dan kawasan
karst dengan membatasi pengambilan hanya sebesar batas aman (safe
yield). Upaya penyediaan sebagai pengganti pengambilan air tanah dapat
dilihat pada langkah penyediaan air.

4.2.2.2 Mempertahankan Sumber Daya Air

Konsepnya adalah dengan meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan


daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air untuk menjamin
ketersediaan air guna memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan. Aplikasi dari
strategi ini dapat dilakukan dalam beberapa langkah konkret sebagai berikut:

a. Menetapkan dan mengelola kawasan danau, waduk, rawa, situ/embung dan


mata air dengan aturan yang sesuai dengan penetapan kawasan sabuk
hijau sesuai dengan undang-undang UU No. 41 tahun 1999 tentang
kehutanan pasal 50 ayat (3) butir c. Sabuk hijau dikenal juga sebagai lajur
pepohonan di sekeliling wadah air. Pengembangan sabuk air di sekitar mata
air antara lain dapat dilakukan dengan mengembangkan arboretum, guna
kepentingan pelestarian lingkungan sekitar mata air.

b. Menyempurnakan pedoman penetapan batas semadan sumber air

c. Menetapkan daerah batas sempadan sungai, danau, rawa, embung, situ,


waduk dengan prioritas daerah pemukiman dengan target 15% tiap 5 (lima)
tahun.

d. Meningkatkan upaya pemeliharaan sumber air (antara lain : danau, situ,


embung, rawa ) dan pengawetan air berupa pembangunan antara lain:
waduk dan embung.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

e. Meningkatkan upaya pengamanan sumber air dalam hubungannya dengan 4-7


kegiatan penambangan bahan galian C pada sumber air dan kegiatan
penambangan lainnya.

f. Mengelola daerah sempadan sumber air sesuai dengan pedoman yang


ditetapkan oleh menteri yang membidangi sumber daya air.

g. Menetapkan kawasan reklamasi rawa dengan ketebalan lahan gambut lebih


dari 3 meter sebagai kawasan rawa konservasi.

4.2.2.3 Mempertahankan Kualitas Air

Konsepnya adalah dengan memulihkan dan mempertahankan kualitas air untuk


memenuhi kebutuhan air yang berkelanjutan. Menurunnya kualitas air
mengakibatkan kesulitan karena berkurang atau hilangnya manfaat yang
diharapkan dari air bersangkutan. Untuk mengembalikannya perlu tindak
pengolahan air yang membutuhkan sejumlah biaya yang pada akhirnya akan
menambah biaya operasional. Mempertahankan kualitas air dilakukan dengan
menerapkan beberapa strategi berikut:

a. Menetapkan baku mutu limbah cair yang diperkenankan dibuang kedalam


sumber air/badan air.

b. Mendorong dan mengupayakan pembangunan sistem pengelolaan limbah


cair komunal di kawasan pemukiman dan kawasan industri.

c. Menetapkan pedoman perhitungan biaya pemulihan dan pengelolaan


kualitas air serta metode pembebanannya sebagai instrumen untuk
mendorong pengendalian pencemaran air dan meningkatkan pengelolaan
kualitas air kepada para pecemar.

d. Menerapkan pedoman perhitungan biaya pemulihan dan pengelolaan


kualitas air serta metode pembebanannya sebagai instrumen untuk
mendorong pengendalian pencemaran air dan meningkatkan pengelolaan
kualitas air kepada para pecemar.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

e. Mendorong upaya pengawetan air melalui pembudayaan prinsip 3 (tiga) R 4-8


(reduce, reuse,recycle)

f. Memperbaiki kualitas air pada sumber air dengan cara antara lain: aerasi,
pengenceran, secara biologi.

g. Membangun sistem pemantauan kualitas air pada sumber air dan kualitas
limbah cair secara berkelanjutan.

h. Menegakkan hukum yang tegas bagi pelanggar ketentuan kualitas serta


sistem penerapan insentif-disinsentif pengelolaan sumber daya air dan
lingkungan dengan target minimal selesai tahun 2015.

i. Membangun bangunan penahan intrusi air laut di kawasan pantai dan


mengendalikan penggunaan air tanah guna menghindari intrusi air laut.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
0'
0'
0'
0'
0'
0'
0'
0'
0'
0'

Kepulauan Seribu
Bawean Is.

it
K. Cilegon Jakarta Bay

ra
# 6
Krakatau

St
# Tangerang JAKARTA Ja va Se a
Serang Bekasi

a
Y
# U
%
TANGERANG # Karawang

nd
#
K. Bekasi #
Banten Province # #
SWS 0204 Indramayu

Su
#
SWS 0201 K. Depok
Panaitan Is. Pandeglang SWS 0202 Purwakarta Subang
#
Jepara
Lebak Bogor #
# #
Cirebon Pati
West Java Province # #
SWS 0205 Kudus #
# Sumedang K. Tegal K. Pekalongan # Rembang
BANDUNG # # Madura Is.
K. Sukabumi Majalengka # # SEMARANG # #
# Y
# SWS 0208 # # Tuban Sumenep
Brebes Batang Y
# Demak SWS 0210 # Bangkalan
K. Bandung Kuningan Tegal SWS 0215 # 7
Pekalongan Kendal K. Semarang # Sampang Sapudi Is.
Pelabuhan # Blora
Ratu Bay Sukabumi Cianjur Bandung Pemalang # # Pamekasan
Grobogan # Lamongan Gresik #
Central Java Province # #
SWS 0203 # Semarang
SWS 0207 Temanggung Bojonegoro Y SURABAYA
#
# #
Purbalingga # #
Garut # # K. Salatiga
Tasikmalaya # WonosoboSWS 0211 # Sidoarjo
#SWS 0209 K. Magelang Boyolali
Sragen#
Ngawi K. Mojokerto
Banyumas Banjarnegara # # Ma du r a St r ai t
#
SWS 0206 Magelang # K. Surakarta # Mojokerto
Ciamis # SWS 0212 Madiun Jombang
Cilacap # # K. Pasuruan
Karanganyar # #
Kebumen
# Sleman Klaten # # K. Madiun Nganjuk
# # # Magetan East Java Province # Situbondo
# Purworejo K. Yogyakarta Sukoharjo Pasuruan K. Probolinggo
Kediri #
Nusakambangan Is. #
YYOGYAKARTA # #
# # K. Kediri
Kulonprogo #Bantul SWS 0213 Probolinggo
Wonogiri #
# Ponorogo K. Malang Bondowoso
# 8
Gunungkidul
Ba l i

# # K. Blitar
Pacitan # Lumajang
# SWS 0214#
Yogyakarta Special #
Malang
Trenggalek Tulungagung Blitar #
Province Jember
Banyuwangi
St r a i
t
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

I ndi an Oce an Nusa Barung Is.

Legend: G O V E R N M E N T OF R E P U B L I C I N D O N E SI A
NATIONAL PLANNING DEVELOPMENT AGENCY
(BAPPENAS)

FORMULATION OF A BLUEPRINT NATIONAL POLICY


ON FLOOD CONTROL AND MANAGEMENT
MapNo : MapTitle :
A5 CORRELATION BETWEEN AMINISTRATION
Gambar 4. 1 Susunan Wilayah Sungai yang sudah ada. AND WATERSHED (SWS) BOUNDARIES
Compiledby : Source :
- Bakosurtanal, 1 : 250 000 Scale (Coastline, River, Lake)
GISOperator:
Date : September 2004

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
4-9
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
SDA DI PULAU JAWA
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4.3 STRATEGI KEBIJAKAN STRUKTURAL 4-10

4.3.1 Rencana Induk Pengelolaan Wilayah Sungai yang Sudah Ada

4.3.1.1 Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman

Sungai-sungai yang mengalir di WS Ciujung-Ciliman berhulu di gunung karang


dalam wilayah administratif Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang,
serta bermuara di Laut Jawa wilayah Kabupaten Serang. Luas wilayah sungai
Ciujung-Ciliman sekitar 473.000 Ha, meliputi wilayah administratif: Kota Cilegon,
Kab.Serang, Kab.Pandeglang, Kab.Lebak, dan Kab.Bogor.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Ciujung-Ciliman adalah : DAS Ciujung, DAS Ciliman, DAS
Cidanau, DAS Cibante dan DAS Cibungur.

Diantara DAS tersebut di atas yang menjadi prioritas adalah DAS Ciujung dan
DAS Cidanau. Keutuhan dan kemantapan fungsi cathment area DAS Ciujung
sangat penting sebagai sumber air bagi daerah-daerah seperti Kabupaten
Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten/Kota Tangerang. Selain itu DAS
Ciujung berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang akan diarahkan untuk
mensuplai air bagi Waduk Karian. DAS Cidanau merupakan salah satu sumber
air yang vital bagi masyarakat Kabupaten dan Kota Cilegon dan diarahkan untuk
mensuplai keberlangsungan Waduk Krenceng.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Ciujung-Ciliman diuraikan pada Tabel 4.1.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-11
Tabel 4. 1 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Ciujung Ciliman

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Waduk Karian Hulu Sungai Ciujung Penyedia air rumah tangga, perkotaan dan industri
untuk wilayah Serang dan Jabotabek dengan
menggunakan saluran Karian-Tanjung-Serpong
(KTS).
2 Waduk Tanjung Sungai Cidurian penyedia air baku untuk daerah Tangerang dan
DKI Jakarta dengan menggunakan saluran irigasi
Cidurian atau dengan saluran lternative Karian-
Tanjung-Serpong (KTS)
3 Waduk Cilawang Sungai Ciujung menambah persediaan air rumah tangga,
perkotaan dan industri untuk kebutuhan Tangerang
lewat KSCS
4 Waduk Pasirkopo Sungai Ciujung mengambil alih fungsi Waduk Karian untuk
mensuplai air irigasi ke daerah irigasi Ciujung
5 Waduk Cimalur Desa Cibatur Keusik suplesi air irigasi DI. Cilemer kiri seluas 500 ha,
Kecamatan penyedia air baku untuk kecamatan Banjarsari dan
Banjarsari sebagai waduk pengendali banjir
Kabupaten Lebak
6 Waduk Bojongmanik Sungai Cisemeut pemenuhan kebutuhan air baku Jabotabek
7 Bendung Anyer
8 Bendung Karet Cikoneng,
9 Bendung Karet Cisangkuy
10 Long Storage Sungai Ciujung
11 Bendung Tipe Gergaji di
Sungai Cibama
12 Bendung Karet Cibungur
13 Bendung dan Bendung Karet
Ciseukeut

4.3.1.2 Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane

Sungai-sungai yang mengalir di WS Ciliwung-Cisadane berhulu di G.Kendeng


dan G.Wiru dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor; dan bermuara di
Laut Jawa wilayah Kabupaten Bekasi. Luas wilayah sungai CiliwungCisadane
sekitar 4355 Km dan meliputi wilayah administratif kabupaten / kota sbb :
Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kota
Tangerang, Kab. Tangerang, Kab. Serang, Kab. Lebak, Kota Bekasi, Kab.
Bekasi, Kota depok, Kota Bogor, Kab. Bogor, Kab. Sukabumi.

WS Ciliwung-Cisadane mencakup wilayah DAS Cidurian, DAS Cisadane, DAS


Pesanggrahan, DAS Ciliwung, DAS Sunter, dan DAS Cikarang/Cipamingkis.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Saat ini banjir sering terjadi pada DAS Ciliwung, khususnya di wilayah Jakarta 4-12
bagian hulu. Hal ini merupakan permasalahan yang cukup pelik di beberapa
tahun terakhir ini. Kondisi ini merupakan kombinasi dari berbagai akibat yang
ditimbulkan oleh :

1. Amblesan tanah khususnya di wilayah Jakarta bagian utara yang disebabkan


oleh pengambilan air tanah yang berlebih; wilayah ini terletak pada daerah
yang rata dan rendah (kurang lebih 15.000 ha terletak 2 m dibawah
permukaan air laut), dan relatif terkena dampak aliran balik dari laut,
khususnya pada saat pasang
2. Meningkatnya proporsi luas permukaan tanah yang tidak lolos air yang
berakibat pada infiltrasi yang semakin mengecil, sehingga mempercepat
aliran permukaan. Untuk itu perlu meningkatkan kapasitas drainase yang
saat ini belum memadai.
3. Terabaikannya pemeliharaan fasilitas drainase yang ada; floodway, sungai
dan berbagai saluran utama telah mengalami pengurangan kapasitas akibat
terjadinya agradasi dasar sungai,
4. Meningkatnya puncak banjir dari DAS bagian hulu akibat meningkatnya
urbanisasi dan hilangnya daerah resapan air

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Ciliwung-Cisadane diuraikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Ciliwung-Cisadane

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Waduk Ciawi Hulu Sungai Ciliwung Mengurangi debit banjir Sungai Ciliwung di Kota Bogor. Selain
itu Waduk Ciawi juga dapat berfungsi sebagai penyedia air
untuk Kota Bogor dan DKI Jakarta serta sebagai sumber air
untuk penggelontoran Sungai Ciliwung di musim kering
2 Waduk Genteng Sungai Cisadane penyedia air baku ke daerah Bogor dengan cara gravitasi
3 Waduk Parung Badak tengah Sungai penyedia air baku untuk daerah Bogor-Jakarta
Cisadane
4 Waduk Sodong hilir Sungai Cikaniki penyedia air baku untuk daerah Bogor-Jakarta
5 Salak Contour Canal sekeliling Gunung memenuhi kebutuhan air di Kota dan Kabupaten Bogor
Salak
6 Ciliwung Floodway Kota Bogor mengalihkan debit banjir dari Sungai Ciliwung ke Sungai
Tunnel Cisadane guna pengendalian banjir di DKI Jakarta
7 Peningkatan Kanal Karawang - Bekasi memenuhi kebutuhan air Jabotabek
Tarum Barat

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN 4-13


8 Pengembangan Cengkareng pencegahan banjir dan meningkatkan urban drainage.
Cengkareng Floodway Peningkatan fungsi sungai ke hilir dari daerah Angke dan
System Sungai Pesanggrahan dan Mookervaart Canal, serta konstruksi
Angke Floodway
9 Sungai Cidurian Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 32 km, Master
Plan 1997
10 Sungai Cimanceuri Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 22 km, Master
Plan 1997
11 Sungai Cirarab Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 17 km, Master
Plan 1997
12 Sungai Cisadane Kota/Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 38 km, Master
Plan 1997
13 Cengkareng drain, DKI Jakarta Pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 22 km, Master
Kali Angke, Plan 1997
Mookervaart
14 Banjir Kanal Barat/ Kota Bogor, DKI Pengendalian banjir. Terowongan 1 km, 2 bh. Normalisasi alur
Ciliwung Jakarta sungai 29 km. Master Plan 1997
15 Banjir Kanal Timur, DKI Jakarta Pengendalian banjir. Pembuatan Sal. Banjir. Normalisasi alur
Cipinang, Sunter, sungai 57 km. Master Plan 1997
Buaran, Cakung
16 Banjir Kanal CBL, Kab. Bekasi pengendalian banjir. Normalisasi alur sungai 50 km, Master
Cikarang, Bekasi Plan 1997

4.3.1.3 Wilayah Sungai Cisadea-Cikuningan

Sungai sungai yang ada di WS Cisadea Cikuningan terutama berhulu dari


beberapa mata air yang ada di G.Talaga, G.Kendeng, G.Pangkulahan,
G.Malabar, G.Malang, G.Gede Pangrango serta G.Patuha. Sungai-sungai
tersebut bermuara di Samudera Indonesia di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Sukabumi. Luas wilayah SWS Cisadea Cikuningan sekitar 37.327 Km dan
meliputi 4 wilayah administratif kabupaten/kota sbb: Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Bandung.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Cisadea - Cikuningan adalah : DAS Cimaragang, DAS Cipondok,
DAS Cisadea, DAS Cibuni, DAS Cikaso, DAS Cikarang, DAS Ciletuh, DAS
Cimandiri, DAS Cimangur dan DAS Cibareno.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Cisadea-Cikuningan diuraikan pada Tabel 4.3.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Tabel 4. 3 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Cisadea-Cikuningan 4-14

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Bendung Sungai Pasir Bungur, Cilograng, mengairi sawah seluas 2.800 ha
Cibareno Cikatomas, Cibareno dan
Sawarna
2 Bendung Sungai Cikamayapan, Cikarang, mengairi sawah seluas 2.000 ha
Cihara Ciparahu, Mekarsari dan
Karang Kamulyan

4.3.1.4 Wilayah Sungai Citarum

Sungai Citarum berhulu dari mata air Gunung Wayang, Kecamatan Kertasari
Kabupaten Bandung dan bermuara di Laut Jawa wilayah Kabupaten Karawang.
Panjang sungai Citarum sekitar 315 km, dan memiliki tiga anak sungai utama
yaitu S.Cisangkuy, S.Cikapundung dan S.Cisokan. Wilayah sungai Citarum
meliputi 9 wilayah administrative, yaitu: Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bekasi.

Berdasarkan data Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi Jawa Barat
luas wilayah sungai Citarum adalah 11,410.87 Km, dengan panjang sungai
mencapai 315 Km DAS yang termasuk didalam Satuan Wilayah Sungai Citarum
adalah : DAS Citarum, DAS Pagadungan, DAS Cinerang, DAS Cilamaya, DAS
Ciasem, DAS Cipunagara, dan DAS Kalisewo.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Citarum diuraikan pada Tabel 4.4.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-15
Tabel 4. 4 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Citarum

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Waduk Naragong Anak Sungai penyedia air baku ke daerah Bogor dengan menggunakan
Cileungsi (DAS pompa
Bekasi)
2 Waduk Nameng Sungai Cibeet penyedia air untuk areal tambak
3 Waduk Pasiranji Cipamingkis menampung air dari Sungai Cipamingkis atau dari saluran
pembawa
4 Waduk Pangkalan Sungai Cibeet penyedia air utama untuk daerah hilir Kanal Tarum Barat secara
gravitasi
5 Peninggian Dam Dam Cirata Penyediaan air baku dan tenaga listrik
Cirata
6 Peningkatan Kanal Karawang Bekasi memindahkan air dari wilayah sungai Citarum ke Jakarta
Tarum Barat atau DKI Jakarta
Pembangunan Kanal
Tarum Jaya
7 Waduk Talagaherang Hulu Jatiluhur mengairi sawah
8 Waduk Maya Hulu Jatiluhur mengairi sawah
9 Waduk Bodas Hulu Jatiluhur mengairi sawah
10 Dam Sungai Cilame Hulu Jatiluhur mengairi sawah
11 Dam Sungai Hulu Jatiluhur mengairi sawah
Cipunagara
12 Waduk Cipunagara Hulu Jatiluhur mengairi sawah
dan bendungan
pengatur di
Sadawarna
13 Waduk Cibeber Hulu Jatiluhur mengairi sawah
14 Waduk Kandung Hulu Jatiluhur mengairi sawah
15 Pengembangan Sungai Cisangkuy mencukupi kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri
Sungai Cisangkuy Bandung
16 Waduk sungai Sungai Cikapundung mencukupi kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri
Cikapundung Bandung
17 Waduk Sukawana Cimahi mencukupi kebutuhan air baku Bandung
18 Sudetan sungai Kab. Bandung mencukupi kebutuhan air baku Bandung
Cibeureum
19 Waduk Bojong Jambu Kab. Bandung mencukupi kebutuhan air baku Bandung
20 Waduk Jatigede Kab. Garut pengairan irigasi seluas 68.280 ha, potensi listrik sebesar
2.102.400 MWh dan penyediaan air baku untuk 79.683 jiwa.
21 Waduk Cipasang Kab. Garut pengairan irigasi seluas 18.960 ha, potensi listrik sebesar
1.639.872 MWh dan penyediaan air baku untuk 22.126 jiwa.
Potensi paling baik untuk dikembangkan karena memiliki nilai
EIRR lebih tinggi (17,65 %).
22 Waduk Cipanas Kab. Garut pengairan irigasi seluas 12.000 ha dan penyediaan air baku
untuk 14.004 jiwa. Volume tampungan sebesar 395 juta m3.
Nilai ekonomi proyek IRR 7,63%
23 Waduk Ujungjaya Kadipaten pengairan irigasi seluas 5.000 ha dan penyediaan air baku untuk
5.835 jiwa. Volume tampungan sebesar 71 juta m3. Nilai ekonomi
proyek IRR 2,67%
24 Waduk Kadumalik Majalengka Mengairi 20.000 Ha lahan irigasi. Jika pembuatan Waduk
Jatigede di tunda, maka Waduk Kadumalik dengan EL + 294
dapat menjadi lternative cadangan utama
25 Waduk Pasirkuda Majalengka Potensi listrik sebesar 86.000 MWh. Volume tampungan sebesar
2,4 juta m3. nilai ekonomi proyek IRR 6,07%
26 Waduk Ciniru Kuningan pengairan irigasi seluas 9.148 ha, potensi listrik 6,9 GWh dan
potensi air baku 915 ha. Volume tampungan sebesar 50 juta m3.
Nilai ekonomi proyek IRR 12%

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-16
27 Waduk Cimulya Kuningan pengairan irigasi seluas 9.145 ha, potensi listrik 5,40 GWh dan
potensi air baku 915 ha. Volume tampungan sebesar 35 juta m3.
Nilai ekonomi proyek IRR 12,16%
28 Waduk Gunungkarung Kuningan pengairan irigasi seluas 9.145 ha dan potensi listrik 17,20 GWh.
29 Waduk Manenteng Kuningan pengairan irigasi seluas 9.000 ha, potensi listrik 11,70 GWh dan
potensi air baku.
30 Waduk Pecang Kuningan pengairan irigasi seluas 8.275 ha dan potensi air baku 828 ha.
31 Waduk Balekambang Garut pengairan irigasi seluas 8.700 ha dan penyediaan air baku untuk
10.153 jiwa.
32 Waduk Cipeles Garut pengairan irigasi seluas 12.000 ha dan penyediaan air baku
untuk 14.004 jiwa.
33 Waduk Seuseupan Cirebon pengairan irigasi seluas 4.439 ha, potensi listrik 3,4 GWh dan
potensi air baku 444 ha.
34 Waduk Cihirup Sumedang pengairan irigasi seluas 4.439 ha, potensi listrik 0,2 GWh dan
potensi air baku 444 ha.
35 Waduk Mangit Kuningan pengairan irigasi seluas 2.982 ha, potensi listrik 1,6 GWh dan
potensi air baku 298 ha.
36 Waduk Ciwaru Kuningan pengairan irigasi seluas 10.173 ha, potensi listrik 10,7 GWh dan
potensi air baku 1.017 ha.
37 Waduk Cihowe Cirebon pengairan irigasi seluas 600 ha, potensi listrik 0,1 GWh dan
potensi air baku 60 ha.
38 Waduk Dukuh Badag Cirebon pengairan irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik 8,3 GWh dan
potensi air baku 828 ha.
39 Waduk Cileuweung Cirebon pengairan irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik 1,7 GWh dan
potensi air baku.
40 Long Storage Kumpul Cirebon memenuhi kebutuhan air untuk mengairi areal sawah dan tambak
Kuista-Jamblang di sebelah utara ruas jalan Indramayu-Cirebon ( 4.468 Ha
sawah dan 750 Ha tambak). Nilai ekonomi proyek IRR sebesar
22,56 %,
41 Long Storage Indramayu pemenuhan kebutuhan air baku dan keperluan irigasi dan
Indramayu perikanan tambak
42 Pengembangan 6 Cirebon mendukung Long Storage Kumpul Kuista-Jamblang
Embung
43 Rehabilitasi Irigasi Kab. Bekasi Penyediaan irigasi seluas 6.405 ha,
Kab. Bekasi
44 Rehabilitasi Irigasi Kab. Karawang Penyediaan irigasi seluas 24.530 ha,
Kab. Karawang
45 Rehabilitasi Irigasi Kab. Subang Penyediaan irigasi seluas 12.210 ha,
Kab. Subang
46 Rehabilitasi Irigasi Kab. Indramayu Penyediaan irigasi seluas 19.355 ha,
Kab. Indramayu
47 S. Citarik Hulu Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Sampai dengan
Jalan Raya Bandung-Tasik 5 km.
48 Pekerjaan pengendalian banjir dan pengamanan pantai
Penyempurnaan
Flood Warning
System
49 Peningkatan Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Peningkatan
Kapasitas Sungai Kapasitas System Sungai Citarum Hulu Q5 menjadi Q20.
50 Pekerjaan Konstruksi Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Normalisasi sungai
S. Citarik Hulu 5 km.
51 Pekerjaan Konstruksi Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Normalisasi sungai
S. Cimande 5 km.
52 Pekerjaan Konstruksi Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Normalisasi sungai
S. Cikeruh 10 km.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4.3.1.5 Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung 4-17

Sungai Cimanuk berhulu di wilayah administratif Kabupaten Garut , dari mata


air yang berasal dari G.Malabar, G.Mandalawangi, G.Guntur dan G.Cakrabuana
dan bermuara di Laut Jawa wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Cirebon. Luas wilayah WS Cimanuk Cisanggarung adalah 6932,76 Km,
meliputi 7 wilayah administrative, yaitu: Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Cirebon dan Kota Cirebon. DAS yang termasuk kedalam WS Cimanuk-
Cisanggarung adalah DAS Cimanuk, DAS Cipanas, DAS Pangkalan, DAS
Cisanggarung, DAS Cilalanang, DAS Ciwaringin, DAS Cimanggung, DAS
Bangkaderes, dan DAS Kali Jurang Jero.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Cimanuk-Cisanggarung diuraikan pada Tabel
4.5.

Tabel 4. 5 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Cimanuk-Cisanggarung

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Waduk Jatigede Sumedang Irigasi seluas 90.000 ha, potensi listrik terpasang 110 MW dan
penyediaan air baku untuk 79.683 jiwa. Harga tampungan per
m3 rendah (Rp 650/m3) Volume tampungan netto 796,1 juta
m3
2 Waduk Cipanundan Kuningan Irigasi seluas 4.439 ha, potensi listrik 0.2 GWh dan potensi air
baku 444 ha, volume tampungan 2,7 jt m3.
3 Waduk Cilutung Majalengka Irigasi seluas 20.000 ha, jika Waduk Jatigede ditunda, maka
Waduk Cilutung dengan El + 294 dapat menjadi alternatif
cadangan utama
4 Waduk Cipanas Indramayu Irigasi seluas 12.000 ha dan penyediaan air baku untuk
14.004 jiwa, volume tampungan sebesar 395 juta m3.
5 Waduk Sarwadadi Cirebon Irigasi seluas 500 ha dan penyediaan air baku 300 kk
6 Long Storage Indramayu Pemenuhan kebutuhan air irigasi dan perikanan tambak
Indramayu
7 Waduk Bojong Volume tampungan : 0,36 juta m3
8 Waduk Brahim Volume tampungan : 0,27 juta m3
9 Waduk Cimulya Kuningan Irigasi seluas 9.145 ha, potensi listrik 4,5 GWh dan potensi air
baku 915 ha dengan volume tampungan sebesar 35 juta m3.
10 Long Storage K. Kuista Cirebon Memenuhi kebutuhan air untuk mengairi areal sawah dan
- Jamblang tambak di sebelah utara ruas jalan Indramayu - Cirebon (
sawah 4.468 ha, tambak 750 ha ).
11 Waduk Cipasang Garut Irigasi seluas 18.960 ha, potensi listrik terpasang187 MW dan
penyediaan air baku untuk 22.126 jiwa. Volume tampungan
sebesar 395 jiwa.
12 Waduk Cihowe Cirebon Irigasi seluas 600 ha, potensi listrik 0.1 GWh dan air baku 60
ha, volume tampungan 1.3 jt m3.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-18
13 Waduk Cileuweung Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik 1,7 GWh dan air baku
828 ha, volume tampungan 20 jt m3.
14 Waduk Ujungjaya Sumedang Irigasi seluas 5.000 ha dan penyediaan air baku untuk 5,835
jiwa dengan volume tampungan 71 juta m3.
15 Waduk Pasirkuda Majalengka Potensi listrik sebesar 86.000 MWh dengan volume
tampungan 2,4 juta m3 .
16 Waduk Balekambang Garut Irigasi seluas 8.700 ha dan penyediaan air baku untuk 10,153
jiwa , volume tampungan 50 juta m3.
17 Waduk Cipeles Garut Irigasi seluas 12.000 ha dan penyediaan air baku 175 juta m3.
18 Waduk G. Karung Kuningan Irigasi seluas 9.145 ha dan potensi listrik 17.20 GWh. Volume
tampungan 53 juta m3.
19 Waduk Maneungteung Kuningan Irigasi seluas 9.000 ha potensi listrik 11.70 GWh dan potensi
air baku 915 ha.
20 Waduk Pecang Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha dan potensi air baku 828 ha, volume
tampungan 86 juta m3.
21 Waduk Seuseupan Cirebon Irigasi seluas 4.439 ha potensi listrik 3.4 GWh dan potensi air
baku 444 ha, volume tampungan 32 jt m3.
22 Waduk Masigit Kuningan Irigasi seluas 2.982 ha potensi listrik 1.6 GWh dan potensi air
baku 298 ha, volume tampungan 12 jt m3.
23 Waduk Ciwaru Kuningan Irigasi seluas 10,173 ha potensi listrik 10.7 GWh dan potensi
air baku 1017 ha dengan volume tampungan 69 juta m3.
24 Waduk Dukuh Badag Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik 8,3 GWh dan air baku
828 ha, volume tampungan 78 jt m3.

4.3.1.6 Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan

Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan terdiri beberapa sungai yang berhulu


terutama dari mata air yang berasal dari G. Galunggung dan G. Sawal, sungai-
sungai tersebut pada akhirnya bermuara ke Samudera Indonesia di wilayah
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.Luas wilayah
WS CitanduyCiwulan adalah sekitar 7.996 Km dan meliputi wilayah
administratif Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kota
Banjar, dan Kabupaten Ciamis.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Citanduy-Ciwulan adalah : DAS Citanduy, DAS Ciwulan, DAS
Cimedang, DAS Cijulang, DAS Cipatujah, DAS Cikondang, DAS Cisanggiri dan
DAS Cilaki.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Citanduy-Ciwulan diuraikan pada Tabel 4.6.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Tabel 4. 6 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Citanduy-Ciwulan 4-19


NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN
1 Penyusunan pola Wilayah sungai Citanduy Sebagai kerangka dasar pedoman dalam pengelolaan
pengelolaan SDA Wilayah Ciwulan (Propinsi Jabar & SDA Wilayah Sungai Citanduy Ciwulan
Sungai Citanduy Ciwulan Jateng)
2 Rencana induk (Master Wilayah sungai Citanduy Sebagai kerangka dasar pedoman dalam pengelolaan
Plan) pengelolaan SDA Ciwulan (Propinsi Jabar & SDA Wilayah Sungai Citanduy Ciwulan
WS Citanduy Ciwulan Jateng)
3 Lower Citanduy Flood Management:
Pengerukan Plawangan Plawangan - Segara Memperlancar aliran sungai Citanduy menuju ke laut
Anakan (Kabupaten lepas
Cilacap & Ciamis)
Normalisasi sungai-sungai Kabupaten Cilacap Mengembalikan fungsi dan kapasitas aliran sungai
DAS Segara Anakan Cibeureum, Cimeneng, Jagadenda, Cikonde,
Kawungatan, Plumpatan, Pekalongan dan anak-anak
sungainya
Normalisasi sistem drainasi Kabupaten Cilacap Mengembalikan fungsi dan kapasitas drainase Daerah
Daerah Irigasi Sidareja Irigasi Sidareja Cihaur
Cihaur dan sekitarnya
Perbaikan dan peningkatan Kabupaten Cilacap Mengembalikan dan meningkatkan fungsi dan
bangunan klep pengendali kapasitas bangunan klep
banjir, 15 lokasi
Perbaikan dan peningkatan Kabupaten Cilacap Mengamankan daerah permukiman dan pertanian dari
bangunan tanggul bahaya banjir
pengendali banjir 30 km
Perbaikan tebing kritis, 20 Kabupaten Cilacap Mengamankan tanggul pengendali banjir
lokasi
c Normalisasi sungai-sungai Kabupaten Ciamis Mengembalikan fungsi dan kapasitas aliran sungai
DAS Citanduy Hilir Ciseel, Ciputrahaji, Citalahab dan Cikaso
Normalisasi sistem Kabupaten Ciamis Mengembalikan fungsi dan kapasitas drainase Daerah
drainase Daerah Irigasi Irigasi Lakbok Utara dan Lakbok Selatan
Lakbok Utara dan Lakbok
Selatan
Perbaikan dan peningkatan Kabupaten Ciamis Mengembalikan dan meningkatkan fungsi bangunan
bangunan klep pengendali Klep
banjir, 15 lokasi
Perbaikan dan peningkatan Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman dan pertanian dari
bangunan tanggul bahaya banjir
pengendali banjir 30 km
Perbaikan tebing kritis, 10 Kabupaten Ciamis Mengamankan tanggul pengendali banjir
lokasi
4 Perbaikan tebing kritis 25 Kabupaten Ciamis, Mengamankan daerah permukiman, pertanian dan
lokasi Kabupaten Tasikmalaya, prasarana umum.
Kabupaten Garut
5 Konservasi prasarana air baku :
Embung 11 lokasi Kabupaten Cilacap, Penyediaan air baku/mengatasi kekeringan
Ciamis dan Garut
Bangunan konservasi mata Kabupaten Ciamis Penyediaan air baku/mengatasi kekeringan
air 3 lokasi
Bangunan chekdam 15 Kabupaten Ciamis, Konservasi/Pengendalian sedimentasi
lokasi Tasikmalaya, Cilacap
Rehabilitasi Situ 8 lokasi Kota Banjar, Tasikmalaya, Penyediaan air baku/mengatasi kekeringan
Kab. Ciamis dan Garut

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-20
6 Rehabilitasi Bendung Kabupaten Ciamis Penyediaan air Irigasi 27.000 ha, air minum kota
Manganti Tahap II sidareja dan pengendalian banjir
7 Pengamanan Pantai
Pantai Pangandaran 3 km Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman dan prasarana
umum/obyek wisata
Pantai Bojongsalawe 3 km Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman, dan prasarana
umum/TPI
Pantai Cilaut Eureun 2 km Kabupaten Tasikmalaya Mengamankan daerah permukiman, dan prasarana
umum/TPI/LAPAN/objek wisata
Pantai Ranca Buaya 1 km Kabupaten Garut Mengamankan daerah permukiman, dan prasarana
umum/TPI
Pantai Bagolo 1 km Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman, dan prasarana
umum
Pantai Cipatujah 2 km Kabupaten Garut Mengamankan daerah permukiman, dan prasarana
umum
8 Sudetan Citanduy Sungai Citanduy Penanggulangan sedimentasi di Segara nakan dari
sungai Citanduy. Mengalihkan muara sungai Citanduy
langsung ke Laut (teluk Nusaware)
9 Waduk Matenggang Kabupaten Ciamis dan Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
Kabupaten Cilacap industri dan tenaga listrik sebesar 50 lt/det. Tinggi
mercu bendung 7 m, panjang 40 m, bak tampung 3 m
dan bahan tubuh bendung adalah urugan tanah
dengan inti clay tampungan aktif 27,08 juta m3
10 Waduk Pasirangin Kabupaten Tasikmalaya Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
industri Tasikmalaya 800 ltr/det. Irigasi 3.229 ha dan
dapat mereduksi sedimentasi Segara Anakan,
panjang bendung 180 m, Tampung total 14 juta m3.
11 Waduk Binangun I Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
Industri serta irigasi. Dapat menimbulkan dampak
sosial ekonomi rakyat. Elevasi puncak terhadap MSL
adalah 48 M. Tinggi mercu bendung 28 m, luas
arealnya 3.050 ha. Tampungan total 485 juta m3 dan
tampungan aktif 220 juta m3.
12 Waduk Binangun II Kabupaten Ciamis Elevasi puncak MSL : 55 ; Tinggi Mercu Bendung : 33
; Area (ha) : 1.330 ; Tampungan Total (juta m3) : 270 ;
Tampungan aktif (juta m3) : 154
13 Waduk Ciamis / Leuwi Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
Keris industri serta irigasi. Potensi listrik yang dihasilkan
kecil. Elevasi terhadap MSL 180 m, tinggi mercu
bendung 100 m, luas areal 440 ha, Tampungan total
180 juta m3 dan tampungan aktif 78 juta m3
14 Waduk Cikembang Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
industri serta irigasi Potensi listrik yang dihasilkan
kecil. Elevasi puncak terhadap MSL 180 m, tinggi
mercu bendung 70 m, luas areal 440 ha, Tampungan
total 150 juta m3 dan tampungan aktif 18 juta m3
15 Waduk Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya Meningkatkan kebutuhan air baku dan pengendali
banjir serta sedimentasi. Meskipun potensi listrik yang
dihasilkan kecil. Diharapkan dapat mereduksi
sedimentasi Segara Anakan Elevasi puncak terhadap
MSL 265 m, tinggi mercu bendung 80 m, luas areal
470 ha, Tampungan total 120 juta m3 dan tampungan
aktif 55 juta m3.
16 Waduk Banjar Kabupaten Banjar Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan
industri serta irigasi. Dapat menimbulkan dapak sosial
ekonomi rakyat. Elevasi puncak terhadap MSL adalah
80 m. Tinggi mercu bendung 60 m, luas arealnya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-21
1.620 ha. Tampungan total 460 juta m3 dan
tampungan aktif 250 juta m3.

4.3.1.7 Wilayah Sungai Pemali-Comal

Wilayah Sungai Pemali-Comal meliputi wilayah administratif kabupaten / kota


sbb : Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang,
Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Batang.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Pemali-Comal terdiri dari 6(enam) Daerah Aliran Sungai(DAS),
yaitu : DAS Pemali, DAS Cacaban, DAS Rambut, DAS Comal, DAS Kupang dan
DAS Lampir.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Pemali-Comal diuraikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4. 7 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Pemali-Comal

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN

1 Waduk Bantar hulu K. Pemali Kabupaten pengendalian banjir ( 4.000 ha), untuk peningkatan intensitas
Kawung Brebes tanam bagi lahan irigasi seluas 27.482 ha dan untuk
penyediaan air baku bagi RKI 867,35 lt/dt. potensi waduk 150
juta m3. Nilai EIRR 12,6%
2 Waduk Ki Gede hulu K. Gung Kabupaten pengendalian banjir ( 5.000 ha), untuk peningkatan intensitas
Sebayu Tegal tanam bagi lahan irigasi (teknis, semi teknis dan sederhana)
seluas 38.534 ha dan untuk penyediaan air baku bagi RKI.
3 Waduk Sipring hulu sungai K. Genteng Peningkatan intensitas tanam bagi lahan irigasi seluas 7.770
dan K. Keruh Kabupaten Ha. volume tampungan 30 juta m3, tinggi bendung 40 m. Selain
Pemalang itu untuk penyediaan air baku dengan suplai 2.300 lt/dt.
4 Waduk Krandegan hulu sungai K. penyediaan air baku bagi RKI dengan suplai 2.905 lt/dt dan
Sengkarang Kabupaten untuk peningkatan intensitas tanam bagi lahan irigasi seluas
Pekalongan 8.718 Ha. volume tampungan 45,93 juta m3, dengan tinggi
bendung 95 m.
5 Waduk desa Karanganyar Penyediaan air baku bagi RKI dengan suplai 965,4 lt/dt dan
Karanganyar Kabupaten Pemalang untuk peningkatan intensitas tanam bagi lahan irigasi seluas
26.717 Ha. Informasi kelayakan proyek tidak tersedia, analisa
kelayakan ekonomi menunjukkan nilai EIRR sebesar 17,9%.
6 Pengendalian Banjir Sungai Tanjung pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Tanjung, normalisasi alur sungai., untuk mereduksi daerah rawan banjir
Babakan dan seluas 1.730 ha.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-22
Kabuyutan

7 Pengendalian Banjir Sungai Sragi pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan


Sungai Sragi normalisasi alur sungai, diharapkan dapat mereduksi daerah
rawan banjir seluas 6.130 ha
8 Pengendalian Banjir Sungai Kupang Pelindung tebing pasangan batu kali 5.667 m, normalisasi alur
Sungai Kupang sungai 7,1 km, pembangunan inlet drainase 11 buah,
pembangunan jalan dan jembatan baru, pembangunan
jembatan kereta api baru 1 buah, pembangunan bangunan
pengukur debit sungai 1 buah.
9 Pengendalian Banjir Kabupaten Brebes pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Kluwut normalisasi alur sungai.Perkiraan manfaat ekonomi dari adanya
program tersebut adalah Rp. 287,5 juta/tahun pada harga dasar
tahun 1998, dengan nilai EIRR adalah sebesar 26,9%
10 Pengendalian Banjir kabupaten Batang dan Pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Sambong kabupaten Pekalongan normalisasi alur sungai. Perkiraan manfaat ekonomi dari
adanya program tersebut adalah Rp. 10.699,3 juta/tahun pada
harga dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR adalah sebesar
42,5%
11 Pengendalian Banjir kabupaten Pemalang Pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Comal normalisasi alur sungai. Perkiraan manfaat ekonomi dari
adanya program tersebut adalah Rp. 20.352,5 juta/tahun pada
harga dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR adalah sebesar
15,4%
12 Pengendalian Banjir Sungai Waluh Pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Waluh normalisasi alur sungai. Perkiraan manfaat ekonomi dari
adanya program tersebut adalah Rp. 822,2 juta/tahun pada
harga dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR adalah sebesar
12,1%
13 Pengendalian Banjir Sungai Rambut Pembangunan/perbaikan tanggul, perkuatan tebing dan
Sungai Rambut normalisasi alur sungai. Perkiraan manfaat ekonomi dari
adanya program tersebut adalah Rp. 231 juta/tahun pada harga
dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR adalah sebesar 12,1%.
14 Waduk Jatinegara Kec. Jatinegara Jateng Meningkatkan intensitas tanam pada daerah irigasi Cipero
seluas 8.010 ha dan untuk mensupli waduk Cacaban dengan
luas irigasi 1.529 ha. Usulan baru dan belum pernah dilakukan
studi.

4.3.1.8 Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto

Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto terdiri beberapa sungai yang berhulu


terutama dari mata air yang berasal dari gunung Selamet, yang pada akhirnya
bermuara ke Samudera Indonesia di wilayah Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo. Wilayah Sungai Serayu-
Bogowonto meliputi wilayah administratif Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Purworejo.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai, yang termasuk kedalam WS 4-23


Serayu-Bogowonto adalah Sub-DAS Klawing, Sub-DAS Serayu Hulu, Sub-DAS
Tajum, Sub-DAS Begaluh, Sub-DAS Sapi, Sub-DAS Tulis, DAS Bengawan, DAS
Serayu Hilir, DAS Ijo, DAS Bogowonto, Sub-DAS Ciseel, DAS Pekacangan, DAS
Telomoyo, Sub-DAS Merawu dan DAS Padegolan.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Serayu-Bogowonto diuraikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4. 8 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Serayu-Bogowonto

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN

1 Pengedalian banjir Anak S.Serayu, Pengamanan pemukiman dan persawahan Target


S.Klawing lanjutan Kab.Purbalingga dan 30km
Banyumas

2 Perkuatan tebing lokasi S Telomoyo, S.Lukulo & Pengamanan pemukiman , persawahan dan
kritis dan anak-anak sungainya, transportasi. Target 15 - 20 lokasi kritis
penanggulangan banjir Kab.Kebumen
nopember 2004.

3 Peninggian jembatan S Telomoyo & anak-anak Mengatasi adanya halangan sungai yang dapat
melintang sungai-sungai di sungainya, Kab.Kebumen mengakibatkan banjir dan memperlancar transportasi
DAS Telomoyo antar pedesaan di 10 lokasi

4 Pembangunan pelimpah S Telomoyo & anak-anak Mengatasi adanya kejadian banjir melebihi rencana,
banjir DAS Telomoyo sungainya, Kab.Kebumen sehingga dapat mengurangi dampak yang lebih buruk

5 Penyempurnaan DAS Tipar dan Ijo, Pengamanan pemukiman , persawahan dan


Pengendalian Banjir dan Kab.Cilacap, Banyumas transportasi. Target 16 km
Drainase dan Kebumen.

6 Penyempurnaan DAS Wawar, Cokroyasan Pengamanan pemukiman , persawahan dan


Pengendalian Banjir dan dan Bogowonto. Kab. transportasi. Target 6 km
Drainase Kebumen dan Purworejo

7 Rehabilitasi Jembatan KA DAS Wawar, Telomoyo Pengamanan jalur transportasi KA Yogya -Jakarta,
melintang sungai di 7 dan Tipar. Kab. Kebumen, dari bahaya banjir.
lokasi. Banyumas dan Cilacap

8 Normalisasi Kali Pantai DAS Bogowonto dan DAS Normalisasi sungai dan bangunan pengatur air untuk
antara S.Bogowonto dan Cokroyasan mengatasi banjir daerah pemukiman dan budi daya
S.Cokroyasan Kab.Purworejo perikanan.

9 Operasi dan Pemeliharaan DAS Bogowonto, Serayu, Mempertahankan kapasitas dan fungsi prasarana
Sungai Wawar dan Telomoyo. pengendalian banjir
Kab. Purworejo,
Kebumen, Banjarnegara
dan Purbalingga,

10 Pembangunan bangunan Muara-muara DAS Menahan pengaruh akibat intrusi air laut di 5 lokasi
Bogowonto, Cokroyasan,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-24
penahan intrusi air laut Telomoyo, Ijo dan Tipar

11 Pembangunan bangunan DAS Telomoyo, Wawar Mendaya gunakan lahan depressi


pemanfaatan daerah dan Ijo
genangan banjir

12 Pembangunan BPS DAS Telomoyo Mengurangi sedimentasi di S.Jladri, S.Jatinegara dan


(Bangunan Penahan S.Telomoyo hilir
Sedimen) dan
Pengerukan hilir sungai
Jladri

13 Pembangunan BPS DAS Bogowonto, Serayu, Mengurangi sedimentasi waduk dan pemanfaatan
(Bangunan Penahan Wawar dan Telomoyo. untuk air baku. Target 15 lokasi
Sedimen) Kab. Purworejo,
Kebumen, Banjarnegara
dan Purbalingga,

14 Pembangunan Groundsill DAS Serayu, Lukulo dan Mengatasi degradasi sungai. Target 10 lokasi
(Bangunan Penstabil Bogowonto. Kab.
dasar sungai). Banyumas, Purbalingga,
Kebumen dan Purworejo

15 Penyediaan air baku Kab. Banyumas, Mengatasi kekurangan air pada musim kering
pedesaan dari mata air & Purbalingga, Cilacap,
sumber air Banjarnegara, Wonosobo,
Kebumen dan Purworejo
(200 lokasi)
16 Penyediaan air baku Kab. Banyumas, Cilacap, Mengatasi kekurangan air pada musim kering
pedesaan dari bangunan Kebumen dan Purworejo
konservasi (groundsill). (15 lokasi).
17 Penyediaan air baku dari Kab.Kebumen Mengatasi kekurangan air kota Kebumen dan
bendungan Wadaslintang pedesaan Kab.kebumen
18 Pembangunan bangunan DAS Serayu, Telomoyo , Mengurangi sedimentasi sungai
konservasi terpadu di hulu Lukulo, Wawar dan
sungai Cokroyasan. Kab.
Banyumas, Wonosobo,
Purbalingga,
Banjarnegara, Kebumen
dan Purworejo.
19 Penataan kawasan DAS Serayu, Telomoyo, Konservasi lahan dan penelitian
arboretum Lukulo, Wawar dan
Bogowonto.
20 Pembangunan Waduk DAS Bogowonto, Multi purpose ( Irigasi, Air Baku dan PLTA)
Bener Di S,Bogowonto Kab.Purworejo
21 Pembangunan Waduk DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi, Air Baku dan PLTA)
Wanadadi di Kab.Banjarnegara
S.Pekacangan
22 Pembangunan Waduk DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku )
Kesegeran di Kab.Banyumas
S.Trenggulun
23 Pembangunan Waduk DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku )
Gintung di S.Gintung Kab.Banjarnegara

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-25
24 Pembangunan Waduk DAS Telomoyo Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku )
Kemit di S.Kemit Kab.Kebumen

4.3.1.9 Wilayah Sungai Jratun-Seluna

Wilayah Sungai Jratun-Seluna meliputi wilayah administratif Kabupaten Kendal,


Kabupaten Temanggung, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga,
Kabupaten Demak, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kabupaten
Kudus, Kabupaten Pati dan Kabupaten Jepara.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Jratun-Seluna yaitu : Sub DAS Serang Hilar, Sub-DAS Lusi
Tengah, DAS Randu Gunting, DAS Pandansari, DAS Juwana, DAS Kedung
Tanu, DAS Gandu, DAS Bodri, DAS Glagah, DAS Garang, DAS Jragung, DAS
Lasem, Sub- DAS Serang Hulu, DAS Tuntang, dan Sub- DAS Lusi Hulu.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Jratun-Seluna diuraikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4. 9 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Jratun-Seluna

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN

1 Waduk Jatibarang Kab. Semarang Pengembangan suplai untuk RKI 920 l/detik dan konservasi
air tanah. Konstruksi dam Jatibarang dimulai tahun 2002
(kegiatan yang masuk dalam jadwal biaya rendah). Nilai
EIRR 18,5% (layak)
2 Waduk Mundingan Kab. Semarang pengembangan suplai untuk RKI 1.020 l/detik dan
konservasi air tanah. Nilai EIRR 16,1% (layak )
3 Waduk Kedung Kaliwungu, Brangsong dan Pengembangan suplai untuk RKI 1.700 l/detik
Suren Kendal (direncanakan memberikan 900 l/dt ke Semarang dan 800
l/detik ke Kendal) dan konservasi air tanah. Nilai EIRR 9,5
% (layak)
4 Jragung Barrage + Semarang dan Demak pengembangan suplai untuk RKI 1.750 l/detik dan
Tunnel konservasi air tanah. nilai EIRR 10,7 % (layak)
5 Waduk Dolok Semarang dan Demak pengembangan suplai untuk RKI 750 l/detik dan konservasi
air tanah. Nilai EIRR 13.6% (layak)
6 Waduk Bandung Kab. Grobogan pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah.
Harjo Nilai EIRR 11,8% (layak)
7 Waduk Ngemplak Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah.
Nilai EIRR 14% (layak)
8 Waduk Coyo Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


4-26
Nilai EIRR 18,9% (layak)
9 Waduk Tirto Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah.
Nilai EIRR 22,9% (layak)
10 Embung Kedung Kab. Blora Pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah.
Waru Nilai EIRR 8% (layak)
11 Embung Balong Kab. Blora Pengembangan suplai untuk RKI dan konservasi air tanah
12 Pengendalian Banjir Kab. Kendal Pengendalian banjir seluas 590 ha. Layak secara ekonomi,
Sungai Blorong nilai EIRR 24%
13 Pengendalian Banjir Kota Semarang Pengendalian banjir seluas 1.670 ha. Layak secara
Sungai Garang ekonomi, nilai EIRR 15,9%
14 Drainase Kota Kota Semarang pengendalian banjir seluas 10.337 ha. Layak secara
Semarang ekonomi, nilai EIRR 15,13%
15 Tenggang + Sringin Kota Semarang Pengendalian banjir
Drain
16 Dombo-Sayung Kota Semarang Pengendalian banjir seluas 21 ha. Nilai EIRR 13,6%
Floodway
17 Kebon Batur Kab. Demak Pengendalian banjir seluas 6.028 ha. Layak secara
Floodway ekonomi, nilai EIRR 18,1%
18 Pengendalian Banjir Kab. Demak pengendalian banjir seluas 12.957 ha. Layak secara
Jragung/Tuntang ekonomi, nilai EIRR 20,4%
19 Pengendalian Banjir Kab. Kudus dan Kab. Pati pengendalian banjir seluas 13.650 ha. Layak secara
Serang-Wulan- ekonomi, nilai EIRR 17,8%
Juana

4.3.1.10 Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo

Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo meliputi wilayah administratif Kabupaten


Temanggung, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Kulonprogo,
Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Gunungkidul.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Progo-Opak-Oyo yaitu : Sub- DAS Progo Hulu, Sub- DAS Tinggal,
Sub-DAS Elo, Sub-DAS Blongkeng, Sub-DAS Kanci, Sub-DAS Tinalah, Sub-
DAS Winango, DAS Serang, DAS Progo, Sub-DAS Oyo, Sub-DAS Opak, dan
Sub-DAS Bedog.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Progo-Opak-Oyo diuraikan pada Tabel 4.10.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-27
Tabel 4. 10 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Progo-Opak-Oyo

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Embung Tangkisan I Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Tinggi embung adalah 13,75 m dengan volume
tampungan 35.000 m3
2 Embung Tangkisan Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
II banjir. Tinggi embung adalah 13,75 m dengan volume
tampungan 7,500 m3
3 Embung Ngroto Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
4 Embung Kayangan Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
5 Embung Dawetan Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
6 Embung Penggung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
7 Embung Girinyono Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
8 Embung Weden Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
9 Embung Kebonromo Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
10 Embung Kab. Sleman Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
Kronggahan banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
11 Embung Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku 73 lt/detik dan potensi pengendalian
Kedungranti banjir. Tinggi embung adalah 5 m dengan volume tampungan
250.000 m3
12 Embung Karang Kab. Gunung Kidul Berpotensi untuk mengendalikan banjir, mengairi irigasi 450
Sari ha dan penyedia air minum 75 lt/detik. Tinggi embung adalah
11 m dengan volume tampungan 105.000 m3
13 Embung Ngalang Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Dalam tahap pengukuran dan pra desain tahun 2003
14 Embung Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
Kedunggedeng banjir. Volume tampungan embung adalah 1.000.000 m3
15 Waduk Tinalah Kali Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Untuk DAS Serang, dengan tetap memanfaatkan air
dari Kali Progo melalui intake Kalibawang, dengan
pembatasan pengambilan air sebesar 2,5 m3/dt
16 Waduk Progo Kali Progo penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
Magelang banjir
17 Waduk Elo Hilir Kali Elo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir. Belum tersedia data detail
18 Waduk Kaloran Kaloran Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir
19 Waduk Elo Kali Elo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir
20 Waduk Sambiroto Progo Hulu K. Serang Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir
21 Waduk Nanggulan I Sungai Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan potensi pengendalian
banjir

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4.3.1.11 Wilayah Sungai Bengawan Solo 4-28

Wilayah Sungai Bengawan solo meliputi wilayah administratif kabupaten/kota


sebagai berikut : Kabupaten Rembang, KabupatenBlora, Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kota Surakarta,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Gunungkidul, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan dan
Kabupaten Ponorogo.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai maka DAS yang termasuk


kedalam WS Bengawan solo yaitu : DAS Damas, Sub-DAS Wate Tengah, Sub-
DAS Madiun, Sub-DAS Lamongan, Sub-DAS Bitung, DAS Pagotan, Sub-DAS
Samin, Sub-DAS Pepe.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Bengawan solo diuraikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4. 11 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Bengawan Solo

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Sedimentasi Waduk Wonogiri
Wonogiri
2 Penanganan seluruh WS
Pengelolaan Kualitas
Air
3 Perbaikan Sungai hilir WS pengendalian banjir
Bengawan Solo Hilir,
Fase II
4 Perbaikan Sungai hulu WS pengendalian banjir
Bengawan Solo Hulu,
Fase II
5 Perbaikan Sungai Kali Kali Madiun pengendalian banjir
Madiun, Fase II dan III
6 Pembangunan check Hulu Sungai
dam dan ground sill Bengawan Solo dan
Kali Madiun
7 Pengembangan pengendalian banjir
Bengawan Jero
8 Bengawan Solo FFWS pengendalian banjir
9 Long-channel Storage penyediaan air baku
Bengawan Solo Hilir
10 Penyediaan Air PDAM penyediaan air baku
di Wilayah Surakarta

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN 4-29


11 Penyediaan Air untuk penyediaan air baku
Sstem Pengembangan
PDAM
12 Penyediaan Air untuk penyediaan air baku
Daerah Rembang
13 Solo Vallei Werken penyediaan air baku
14 9 Waduk Irigasi pada penyediaan air baku
Anak Sungai
Bengawan Solo Hulu
15 3 Waduk Irigasi pada penyediaan air baku
Anak Sungai Kali
Madiun
16 16 Waduk Irigasi pada penyediaan air baku
Anak Sungai
Bengawan Solo Hilir
17 Waduk Irigasi Kedung penyediaan air baku
Bendo
18 Rehabilitasi dan penyediaan air baku
Peningkatan Sistem
Irigasi
19 Waduk Serbaguna penyediaan air baku
Bendo
20 Waduk Serbaguna penyediaan air baku
Badegan
21 Waduk Pidekso penyediaan air baku
22 Rehabilitasi Tlg. penyediaan air baku
Ngebel
23 Rehabilitasi Waduk konservasi sumber daya air
dan Pengelolaan DTA
Waduk Wonogiri
24 Rehabilitasi dan konservasi sumber daya air
Pengelolaan Lahan
Kritis di 6 Lokasi DTA

4.3.1.12 Wilayah Sungai Kali Brantas

Wilayah Sungai Kali Brantas meliputi wilayah administratif Kota Surabaya,


Kabupaten Sidoarjo, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kota
Kediri, Kabupaten Kediri, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Blitar,
Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai, maka DAS yang termasuk


kedalam WS Kali Brantas adaslah Sub-DAS Brangkal, Sub-DAS Konto, Sub-
DAS Berantas Tengah, DAS Panggul, Sub-DAS Brantas Hulu, DAS Penguluran,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

DAS Lorog, Sub-DAS Ngrowo Ngasnan, Sub-DAS Wadas, Sub-DAS Marmoyo, 4-30
Sub-DAS Brantas Hilar, dan Sub-DAS Lekso.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Kali Brantas diuraikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4. 12 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Kali Brantas

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN


1 Sabo Gunung Kali Konto
Kelud
2 Sabo Brantas Brantas Hulu dan Sungai mengurangi transport sediment ke reservoir Dam Sengguruh
Hulu dan Sungai Lesti dan Dam Sutami. Sebanyak 17 Sabo Dam telah direncanakan
Lesti untuk daerah hulu DAS Sengguruh Dam.
3 Pengendalian Sungai Widas Pengembangan terhadap masalah pengendalian banjir di
Banjir Sungai Sungai Widas sesuai dengan yang direncanakan dalam Master
Widas Plan tahun 1985
4 Lodoyo Diversion Ludoyo Pencegahan terhadap bencana yang dapat ditimbulkan oleh
Tunnel Gunung Kelud
5 Beng Dam Irigasi, water supply dan hydropower. Data teknis yang
direncanakan untuk volume tampungan efektif 147 milyar m3

4.3.1.13 Wilayah Sungai Pekalen-Sampean

Wilayah Sungai Pekalen-Sampean meliputi wilayah administratif Kota Pasuruan,


Kabupaten Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember
dan Kabupaten Banyuwangi.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai, DAS yang termasuk kedalam


WS Pekalen-Sampean adalah DAS Sampean, DAS Bajulmati, DAS Banyuputih,
DAS Bedadung, DAS Mujur, DAS Jatiroto, DAS Sebani-setail, DAS Mayang,
DAS Baru, DAS Tangkail, DAS Kramat, DAS Tempuran, DASA Deluwang, DAS
Pekalen, DAS Rejoso, DAS Bondoyudo, dan DAS Sumber Manjing.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Pekalen-Sampean diuraikan pada Tabel 4.13.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Tabel 4. 13 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Pekalen-Sampean 4-31


NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT & PENJELASAN
1 Genteng I Dam Sungai Genteng, Lesti Irigasi, water supply dan hydropower dan untuk sediment
control. Data teknis yang direncanakan adalah untuk volume
tampungan efektifnya sebesar 54 milyar m3

4.3.1.14 Wilayah Sungai Madura

Wilayah Sungai Madura meliputi wilayah administratif Kabupaten Bangkalan,


Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai, DAS yang termasuk kedalam


WS Madura adalah DAS Patean, DAS Budur, DAS Jambangan, DAS
Pasengsengat, DAS Sodung, DAS Brambang, DAS Temburu, DAS Saroka, DAS
Kemuning, DAS Blega, DAS Samajid, dan DAS Kangkah.

Hasil identifikasi alternatif intervensi struktural untuk mengatasi masalah banjir


dan kekeringan wilayah sungai Madura diuraikan pada Tabel 4.14.

Tabel 4. 14 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Madura

NO. KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN

1 Penyediaan air seluruh WS sumber daya air yang terbatas berupa sungai-sungai kecil,
baku industri sehingga harus ada solusi sumber daya air bila Madura hendak
difungsikan
2 Pembangunan Pamekasan pemenuhan air baku untuk irigasi dan permukiman dengan
Waduk Nipah kapasitas tampungan sebesar 30 juta m3
3 Pembangunan Bangkalan pemenuhan air baku untuk irigasi dan permukiman dengan
Waduk Blega kapasitas tampungan sebesar 100 juta m3
4 Pembangunan Pamekasan pemenuhan air baku untuk irigasi dan permukiman dengan
Waduk Samiran kapasitas tampungan sebesar 50 juta m3
5 Pembangunan Wa Sumenep pemenuhan air baku untuk irigasi dan permukiman dengan
duk Tambak kapasitas tampungan sebesar 30 juta m3
Agung

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-32
4.3.2 Pengaturan Induk Wilayah Sungai Baru

Dari daftar usulan proyek-proyek infrastruktur sumber daya air pada wilayah-
wilayah sungai di P. Jawa yang diuraikan pada bagian terdahulu (Sub Bab 4.3.1)
tidak satupun yang secara lengkap mengikuti urutan dan proses pembangunan
infrastruktur SDA dalam suatu kerangka pengelolaan Wilayah Sungai
sebagaimana diatur dalam UU Sumber Daya Air No.7 tahun 2004; karena
Semua rencana induk pengelolaan wilayah sungai yang mendasari
pengembangan SDA Wilayah Sungai tersebut dibuat sebelum diterbitkannya UU
No. 7 tahun 2004. Hal ini berarti pembuatan rencana induk tidak diawali dengan
Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai, dan belum banyak melibatkan pihak
pemangku kepentingan (stakeholders) bidang SDA dalam penyusunannya.

Sehubungan dengan itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap rencana induk


pengelolaan WS. Langkah pertama dalam penyesuaian adalah membuat Pola
Pengelolaan SDA Wilayah Sungai yang dibuat berdasarkan prosedur dan proses
sebagaimana diatur oleh UU SDA No. 7/2004. Setelah Pola Pengelolaan
diselesaikan semua rencana induk pengelolaan wilayah sungai yang telah ada
perlu disesuaikan dengan Pola Pengelolaan tersebut. Disamping itu proses
penyesuaian Rencana Induk juga harus melibatkan pihak pemangku
kepentingan SDA di wilayah sungai tersebut, dan Rencana Induk yang telah
disesuaikan tersebut perlu mendapat persetujuan dari Dewan SDA yang terkait.

Alasan lain perlunya penyesuaian terhadap rencana induk yang adalah bahwa
belum seluruh infrastruktur SDA yang diusulkan disetiap wilayah sungai telah
lolos Studi kelayakan yang mencakup 3 (tiga) aspek analisis, yaitu teknis,
ekonomi dan sosial-lingkungan. Disamping itu infrastruktur yang diusulkan masih
bersifat satu pilhan; sebaiknya usulan terdiri dari lebih dari satu opsi yang
merupakan alternatif-alternatif sehingga dapat dipilih alternatif yang paling layak
untuk memenuhi kebutuhan prasarana SDA dengan investasi yang paling kecil
atau hanya bersifat merehabilitasi prasarana yang sudah ada atau bahkan yang
bersifat pendekatan non-fisik/non-struktural. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan
quick assessment untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif prasarana yang

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

diusulkan pada setiap lokasi yang memerlukan intervensi serta mengkaji 4-33
kelayakan alternatif-alternatif tadi dari aspek teknis, ekonomi serta sosial dan
lingkungan.

Gambar 4. 2 Rencana Wilayah Sungai baru.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Sejalan dengan itu, pemerintah telah menyiapkan suatu rancangan peraturan 4-34
baru yang menetapkan perubahan susunan wilayah sungai ke dalam suatu
komposisi bentuk wilayah yang baru. Gambar 4.x menunjukkan secara spatial
bentuk dari wilayah sungai yang baru. Perubahan ini secara konsekwen harus
ditanggapi dengan perubahan dalam strategi pengelolaan dan kebijakan untuk
masing-masing wilayah sungai. Oleh karena itu, perlu suatu tindakan untuk
menyusun kembali (regrouping) kebijakan yang ada pada masing-masing balai
penanggungjawab wilayah sungai terdahulu untuk menjadi kebijakan baru
mengikuti wilayah sungai yang akan ditetapkan dalam waktu dekat.

Berikut disajikan tabel yang dibuat untuk mengelompokkan kembali strategi


kebijakan struktural pada masing-masing wilayah sungai sesuai dengan
bentuknya yang baru.

Tabel 4. 15 Penyusunan Kembali Alternatif Intervensi Struktural menurut Wilayah


Sungai yang Baru

WILAYAH ASAL WS/


KODE KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN
SUNGAI PROGRAM
02.01.B Ciliman Waduk Cimalur Desa Cibatur Keusik suplesi air irigasi DI. Cilemer kiri WS Ciujung
Cibungur Kecamatan seluas 500 ha, penyedia air baku Ciliman
Banjarsari untuk kecamatan Banjarsari dan
Kabupaten Lebak sebagai waduk pengendali banjir
Bendung Karet - - -
Cibungur
Bendung dan - - -
Bendung Karet
Ciseukeut
Bendung Karet - - -
Cikoneng,
Bendung Karet - - -
Cisangkuy
Bendung Tipe - - -
Gergaji di Sungai
Cibama
02.02.B Cibaliung - Bendung Sungai Cikamayapan, mengairi sawah seluas 2.000 ha Cisadea
Cisawarna Cihara Cikarang, Ciparahu, Cikuningan
Mekarsari dan
Karang Kamulyan
02.03.A2 Kepulauan - - - -
Seribu
02.04.A2 Cidanau- Waduk Ciawi Hulu Sungai Ciliwung Mengurangi debit banjir Sungai Ciliwung-
Ciujung- Ciliwung di Kota Bogor. Selain itu Cisadane
Cidurian- Waduk Ciawi juga dapat berfungsi
Cisadane- sebagai penyedia air untuk Kota
Ciliwung- Bogor dan DKI Jakarta serta sebagai
Citarum sumber air untuk penggelontoran
Sungai Ciliwung di musim kering

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-35
SUNGAI PROGRAM
Waduk Genteng Sungai Cisadane penyedia air baku ke daerah Bogor Ciliwung-
dengan cara gravitasi Cisadane
Waduk Parung tengah Sungai penyedia air baku untuk daerah Ciliwung-
Badak Cisadane Bogor-Jakarta Cisadane
Waduk Sodong hilir Sungai Cikaniki penyedia air baku untuk daerah Ciliwung-
Bogor-Jakarta Cisadane
Salak Contour sekeliling Gunung memenuhi kebutuhan air di Kota dan Ciliwung-
Canal Salak Kabupaten Bogor Cisadane
Ciliwung Kota Bogor mengalihkan debit banjir dari Sungai Ciliwung-
Floodway Tunnel Ciliwung ke Sungai Cisadane guna Cisadane
pengendalian banjir di DKI Jakarta
Peningkatan Karawang - Bekasi memenuhi kebutuhan air Jabotabek Ciliwung-
Kanal Tarum Cisadane
Barat
Pengembangan Cengkareng pencegahan banjir dan meningkatkan Ciliwung-
Cengkareng urban drainage. Peningkatan fungsi Cisadane
Floodway System sungai ke hilir dari daerah Angke dan
Sungai Pesanggrahan dan
Mookervaart Canal, serta konstruksi
Angke Floodway
Sungai Cidurian Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
sungai 32 km, Master Plan 1997 Cisadane
Sungai Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
Cimanceuri sungai 22 km, Master Plan 1997 Cisadane
Sungai Cirarab Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
sungai 17 km, Master Plan 1997 Cisadane
Sungai Cisadane Kota/Kab. Tangerang Pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
sungai 38 km, Master Plan 1997 Cisadane
Cengkareng drain, DKI Jakarta Pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
Kali Angke, sungai 22 km, Master Plan 1997 Cisadane
Mookervaart
Banjir Kanal Kota Bogor, DKI Pengendalian banjir. Terowongan 1 Ciliwung-
Barat/ Ciliwung Jakarta km, 2 bh. Normalisasi alur sungai 29 Cisadane
km. Master Plan 1997
Banjir Kanal DKI Jakarta Pengendalian banjir. Pembuatan Sal. Ciliwung-
Timur, Cipinang, Banjir. Normalisasi alur sungai 57 km. Cisadane
Sunter, Buaran, Master Plan 1997
Cakung
Banjir Kanal CBL, Kab. Bekasi pengendalian banjir. Normalisasi alur Ciliwung-
Cikarang, Bekasi sungai 50 km, Master Plan 1997 Cisadane
Waduk Karian Hulu Sungai Ciujung Penyedia air rumah tangga, WS Ciujung
perkotaan dan industri untuk wilayah Ciliman
Serang dan Jabotabek dengan
menggunakan saluran Karian-
Tanjung-Serpong (KTS).
Waduk Cilawang Sungai Ciujung menambah persediaan air rumah WS Ciujung
tangga, perkotaan dan industri untuk Ciliman
kebutuhan Tangerang lewat KSCS
Waduk Pasirkopo Sungai Ciujung mengambil alih fungsi Waduk Karian WS Ciujung
untuk mensuplai air irigasi ke daerah Ciliman
irigasi Ciujung
Long Storage - - WS Ciujung
Sungai Ciujung Ciliman
Waduk Sungai Cisemeut pemenuhan kebutuhan air baku WS Ciujung
Bojongmanik Jabotabek Ciliman

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-36
SUNGAI PROGRAM
Waduk Tanjung Sungai Cidurian penyedia air baku untuk daerah WS Ciujung
Tangerang dan DKI Jakarta dengan Ciliman
menggunakan saluran irigasi Cidurian
atau dengan saluran lternative
Karian-Tanjung-Serpong (KTS)
Bendung Anyer - - WS Ciujung
Ciliman
Waduk Naragong Anak Sungai penyedia air baku ke daerah Bogor Citarum
Cileungsi (DAS dengan menggunakan pompa
Bekasi)
Waduk Nameng Sungai Cibeet penyedia air untuk areal tambak Citarum
Waduk Pasiranji Cipamingkis menampung air dari Sungai Citarum
Cipamingkis atau dari saluran
pembawa
Waduk Pangkalan Sungai Cibeet penyedia air utama untuk daerah hilir Citarum
Kanal Tarum Barat secara gravitasi
Peninggian Dam Dam Cirata Penyediaan air baku dan tenaga Citarum
Cirata listrik
Peningkatan Karawang Bekasi memindahkan air dari wilayah sungai Citarum
Kanal Tarum DKI Jakarta Citarum ke Jakarta
Barat atau
Pembangunan
Kanal Tarum Jaya
Waduk Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Talagaherang
Waduk Maya Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Waduk Bodas Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Dam Sungai Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Cilame
Dam Sungai Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Cipunagara
Waduk Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Cipunagara dan
bendungan
pengatur di
Sadawarna
Waduk Cibeber Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Waduk Kandung Hulu Jatiluhur mengairi sawah Citarum
Pengembangan Sungai Cisangkuy mencukupi kebutuhan air rumah Citarum
Sungai Cisangkuy tangga, perkotaan dan industri
Bandung
Waduk sungai Sungai Cikapundung mencukupi kebutuhan air rumah Citarum
Cikapundung tangga, perkotaan dan industri
Bandung
Waduk Sukawana Cimahi mencukupi kebutuhan air baku Citarum
Bandung
Sudetan sungai Kab. Bandung mencukupi kebutuhan air baku Citarum
Cibeureum Bandung
Waduk Bojong Kab. Bandung mencukupi kebutuhan air baku Citarum
Jambu Bandung
Waduk Jatigede Kab. Garut pengairan irigasi seluas 68.280 ha, Citarum
potensi listrik sebesar 2.102.400
MWh dan penyediaan air baku untuk
79.683 jiwa.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-37
SUNGAI PROGRAM
Waduk Cipasang Kab. Garut pengairan irigasi seluas 18.960 ha, Citarum
potensi listrik sebesar 1.639.872
MWh dan penyediaan air baku untuk
22.126 jiwa. Potensi paling baik untuk
dikembangkan karena memiliki nilai
EIRR lebih tinggi (17,65 %).
Waduk Cipanas Kab. Garut pengairan irigasi seluas 12.000 ha Citarum
dan penyediaan air baku untuk
14.004 jiwa. Volume tampungan
sebesar 395 juta m3. Nilai ekonomi
proyek IRR 7,63%
Waduk Ujungjaya Kadipaten pengairan irigasi seluas 5.000 ha dan Citarum
penyediaan air baku untuk 5.835 jiwa.
Volume tampungan sebesar 71 juta
m3. Nilai ekonomi proyek IRR 2,67%
Waduk Kadumalik Majalengka Mengairi 20.000 Ha lahan irigasi. Jika Citarum
pembuatan Waduk Jatigede di tunda,
maka Waduk Kadumalik dengan EL +
294 dapat menjadi lternative
cadangan utama
Waduk Pasirkuda Majalengka Potensi listrik sebesar 86.000 MWh. Citarum
Volume tampungan sebesar 2,4 juta
m3. nilai ekonomi proyek IRR 6,07%
Waduk Ciniru Kuningan pengairan irigasi seluas 9.148 ha, Citarum
potensi listrik 6,9 GWh dan potensi
air baku 915 ha. Volume tampungan
sebesar 50 juta m3. Nilai ekonomi
proyek IRR 12%
Waduk Cimulya Kuningan pengairan irigasi seluas 9.145 ha, Citarum
potensi listrik 5,40 GWh dan potensi
air baku 915 ha. Volume tampungan
sebesar 35 juta m3. Nilai ekonomi
proyek IRR 12,16%
Waduk Kuningan pengairan irigasi seluas 9.145 ha dan Citarum
Gunungkarung potensi listrik 17,20 GWh.
Waduk Kuningan pengairan irigasi seluas 9.000 ha, Citarum
Manenteng potensi listrik 11,70 GWh dan potensi
air baku.
Waduk Pecang Kuningan pengairan irigasi seluas 8.275 ha dan Citarum
potensi air baku 828 ha.
Waduk Garut pengairan irigasi seluas 8.700 ha dan Citarum
Balekambang penyediaan air baku untuk 10.153
jiwa.
Waduk Cipeles Garut pengairan irigasi seluas 12.000 ha Citarum
dan penyediaan air baku untuk
14.004 jiwa.
Waduk Cirebon pengairan irigasi seluas 4.439 ha, Citarum
Seuseupan potensi listrik 3,4 GWh dan potensi
air baku 444 ha.
Waduk Cihirup Sumedang pengairan irigasi seluas 4.439 ha, Citarum
potensi listrik 0,2 GWh dan potensi
air baku 444 ha.
Waduk Mangit Kuningan pengairan irigasi seluas 2.982 ha, Citarum
potensi listrik 1,6 GWh dan potensi
air baku 298 ha.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-38
SUNGAI PROGRAM
Waduk Ciwaru Kuningan pengairan irigasi seluas 10.173 ha, Citarum
potensi listrik 10,7 GWh dan potensi
air baku 1.017 ha.
Waduk Cihowe Cirebon pengairan irigasi seluas 600 ha, Citarum
potensi listrik 0,1 GWh dan potensi
air baku 60 ha.
Waduk Dukuh Cirebon pengairan irigasi seluas 8.275 ha, Citarum
Badag potensi listrik 8,3 GWh dan potensi
air baku 828 ha.
Waduk Cirebon pengairan irigasi seluas 8.275 ha, Citarum
Cileuweung potensi listrik 1,7 GWh dan potensi
air baku.
Long Storage Cirebon memenuhi kebutuhan air untuk Citarum
Kumpul Kuista- mengairi areal sawah dan tambak di
Jamblang sebelah utara ruas jalan Indramayu-
Cirebon ( 4.468 Ha sawah dan
750 Ha tambak). Nilai ekonomi
proyek IRR sebesar 22,56 %,
Long Storage Indramayu pemenuhan kebutuhan air baku dan Citarum
Indramayu keperluan irigasi dan perikanan
tambak
Pengembangan 6 Cirebon mendukung Long Storage Kumpul Citarum
Embung Kuista-Jamblang
Rehabilitasi Irigasi Kab. Bekasi Penyediaan irigasi seluas 6.405 ha, Citarum
Kab. Bekasi
Rehabilitasi Irigasi Kab. Karawang Penyediaan irigasi seluas 24.530 ha, Citarum
Kab. Karawang
Rehabilitasi Irigasi Kab. Subang Penyediaan irigasi seluas 12.210 ha, Citarum
Kab. Subang
Rehabilitasi Irigasi Kab. Indramayu Penyediaan irigasi seluas 19.355 ha, Citarum
Kab. Indramayu
S. Citarik Hulu Pengendalian banjir dan Citarum
pengamanan pantai. Sampai dengan
Jalan Raya Bandung-Tasik 5 km.
Pekerjaan pengendalian banjir dan pengamanan Citarum
Penyempurnaan pantai
Flood Warning
System
Peningkatan Pengendalian banjir dan Citarum
Kapasitas Sungai pengamanan pantai. Peningkatan
Kapasitas System Sungai Citarum
Hulu Q5 menjadi Q20.
Pekerjaan Pengendalian banjir dan Citarum
Konstruksi S. pengamanan pantai. Normalisasi
Citarik Hulu sungai 5 km.
Pekerjaan Pengendalian banjir dan Citarum
Konstruksi S. pengamanan pantai. Normalisasi
Cimande sungai 5 km.
Pekerjaan - Pengendalian banjir dan Citarum
Konstruksi S. pengamanan pantai. Normalisasi
Cikeruh sungai 10 km.
02.05.B Cisadea - Bendung Sungai Pasir Bungur, mengairi sawah seluas 2.800 ha Cisadea -
Cibareno Cibareno Cilograng, Cikuningan
Cikatomas, Cibareno
dan Sawarna

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-39
SUNGAI PROGRAM
02.06.B Ciwulan - Penyusunan pola Wilayah sungai Sebagai kerangka dasar pedoman Citanduy
Cilaki pengelolaan SDA Citanduy Ciwulan dalam pengelolaan SDA Wilayah Ciwulan
Wilayah Sungai (Propinsi Jabar & Sungai Citanduy Ciwulan
Citanduy Ciwulan Jateng)
Rencana induk Wilayah sungai Sebagai kerangka dasar pedoman Citanduy -
(Master Plan) Citanduy Ciwulan dalam pengelolaan SDA Wilayah Ciwulan
pengelolaan SDA (Propinsi Jabar & Sungai Citanduy Ciwulan
Wilayah Sungai Jateng)
Citanduy Ciwulan
Perbaikan tebing Kabupaten Ciamis, Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
kritis 25 lokasi Kabupaten pertanian dan prasarana umum. Ciwulan
Tasikmalaya,
Kabupaten Garut
Konservasi - - Citanduy -
prasarana air Ciwulan
baku :
Embung 11 lokasi Kabupaten Cilacap, Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
Ciamis dan Garut kekeringan Ciwulan
Bangunan Kabupaten Ciamis Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
konservasi mata kekeringan Ciwulan
air 3 lokasi
Bangunan Kabupaten Ciamis, Konservasi/Pengendalian Citanduy -
chekdam 15 lokasi Tasikmalaya, Cilacap sedimentasi Ciwulan
Rehabilitasi Situ 8 Kota Banjar, Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
lokasi Tasikmalaya, kekeringan Ciwulan
Kabupaten Ciamis
dan Garut
Konservasi - - Citanduy -
prasarana air Ciwulan
baku :
Embung 11 lokasi Kabupaten Cilacap, Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
Ciamis dan Garut kekeringan Ciwulan
Bangunan Kabupaten Ciamis Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
konservasi mata kekeringan Ciwulan
air 3 lokasi
Bangunan Kabupaten Ciamis, Konservasi/Pengendalian Citanduy -
chekdam 15 lokasi Tasikmalaya, Cilacap sedimentasi Ciwulan
Rehabilitasi Situ 8 Kota Banjar, Penyediaan air baku/mengatasi Citanduy -
lokasi Tasikmalaya, kekeringan Ciwulan
Kabupaten Ciamis
dan Garut
Pengamanan - - Citanduy -
Pantai Ciwulan
Pantai Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman Citanduy -
Pangandaran 3 dan prasarana umum/obyek wisata Ciwulan
km
Pantai Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
Bojongsalawe 3 dan prasarana umum/TPI Ciwulan
km
Pantai Cilaut Kabupaten Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
Eureun 2 km Tasikmalaya dan prasarana Ciwulan
umum/TPI/LAPAN/objek wisata
Pantai Ranca Kabupaten Garut Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
Buaya 1 km dan prasarana umum/TPI Ciwulan
Pantai Bagolo 1 Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
km dan prasarana umum Ciwulan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-40
SUNGAI PROGRAM
Pantai Cipatujah 2 Kabupaten Garut Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
km dan prasarana umum Ciwulan
Waduk Pasirangin Kabupaten Pemenuhan kebutuhan rumah Citanduy -
Tasikmalaya tangga, perkotaan dan industri Ciwulan
Tasikmalaya 800 ltr/det. Irigasi 3.229
ha dan dapat mereduksi sedimentasi
Segara Anakan, panjang bendung
180 m, Tampung total 14 juta m3.
Waduk Manonjaya Kabupaten Meningkatkan kebutuhan air baku Citanduy -
Tasikmalaya dan pengendali banjir serta Ciwulan
sedimentasi. Meskipun potensi listrik
yang dihasilkan kecil. Diharapkan
dapat mereduksi sedimentasi Segara
Anakan Elevasi puncak terhadap
MSL 265 m, tinggi mercu bendung 80
m, luas areal 470 ha, Tampungan
total 120 juta m3 dan tampungan aktif
55 juta m3.
Waduk Banjar Kabupaten Banjar Pemenuhan kebutuhan rumah Citanduy -
tangga, perkotaan dan industri serta Ciwulan
irigasi. Dapat menimbulkan dapak
sosial ekonomi rakyat. Elevasi
puncak terhadap MSL adalah 80 m.
Tinggi mercu bendung 60 m, luas
arealnya 1.620 ha. Tampungan total
460 juta m3 dan tampungan aktif 250
juta m3.
02.07.A2 Citanduy Penyusunan pola Wilayah sungai Sebagai kerangka dasar pedoman Citanduy -
pengelolaan SDA Citanduy Ciwulan dalam pengelolaan SDA Wilayah Ciwulan
Wilayah Sungai (Propinsi Jabar & Sungai Citanduy Ciwulan
Citanduy Ciwulan Jateng)

Rencana induk Wilayah sungai Sebagai kerangka dasar pedoman Citanduy -


(Master Plan) Citanduy Ciwulan dalam pengelolaan SDA Wilayah Ciwulan
pengelolaan SDA (Propinsi Jabar & Sungai Citanduy Ciwulan
Wilayah Sungai Jateng)
Citanduy Ciwulan
Lower Citanduy Flood Management:
Pengerukan Plawangan - Segara Memperlancar aliran sungai Citanduy Citanduy -
Plawangan Anakan (Kabupaten menuju ke laut lepas Ciwulan
Cilacap & Ciamis)
Normalisasi Kabupaten Cilacap Mengembalikan fungsi dan kapasitas Citanduy -
sungai-sungai aliran sungai Cibeureum, Cimeneng, Ciwulan
DAS Segara Jagadenda, Cikonde, Kawungatan,
Anakan Plumpatan, Pekalongan dan anak-
anak sungainya
Normalisasi Kabupaten Cilacap Mengembalikan fungsi dan kapasitas Citanduy -
sistem drainasi drainase Daerah Irigasi Sidareja Ciwulan
Daerah Irigasi Cihaur
Sidareja Cihaur
dan sekitarnya
Perbaikan dan Kabupaten Cilacap Mengembalikan dan meningkatkan Citanduy -
peningkatan fungsi dan kapasitas bangunan klep Ciwulan
bangunan klep
pengendali banjir,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-41
SUNGAI PROGRAM
15 lokasi
Perbaikan dan Kabupaten Cilacap Mengamankan daerah permukiman Citanduy -
peningkatan dan pertanian dari bahaya banjir Ciwulan
bangunan tanggul
pengendali banjir
30 km
Perbaikan tebing Kabupaten Cilacap Mengamankan tanggul pengendali Citanduy -
kritis, 20 lokasi banjir Ciwulan
Normalisasi Kabupaten Ciamis Mengembalikan fungsi dan kapasitas Citanduy -
sungai-sungai aliran sungai Ciseel, Ciputrahaji, Ciwulan
DAS Citanduy Hilir Citalahab dan Cikaso
Normalisasi Kabupaten Ciamis Mengembalikan fungsi dan kapasitas Citanduy -
sistem drainase drainase Daerah Irigasi Lakbok Utara Ciwulan
Daerah Irigasi dan Lakbok Selatan
Lakbok Utara dan
Lakbok Selatan
Perbaikan dan Kabupaten Ciamis Mengembalikan dan meningkatkan Citanduy -
peningkatan fungsi bangunan Klep Ciwulan
bangunan klep
pengendali banjir,
15 lokasi
Perbaikan dan Kabupaten Ciamis Mengamankan daerah permukiman Citanduy -
peningkatan dan pertanian dari bahaya banjir Ciwulan
bangunan tanggul
pengendali banjir
30 km
Perbaikan tebing Kabupaten Ciamis Mengamankan tanggul pengendali Citanduy -
kritis, 10 lokasi banjir Ciwulan
Perbaikan tebing Kabupaten Ciamis, Mengamankan daerah permukiman, Citanduy -
kritis 25 lokasi Kabupaten pertanian dan prasarana umum. Ciwulan
Tasikmalaya,
Kabupaten Garut
Rehabilitasi Kabupaten Ciamis Penyediaan air Irigasi 27.000 ha, air Citanduy -
Bendung minum kota sidareja dan Ciwulan
Manganti Tahap II pengendalian banjir
Sudetan Citanduy Sungai Citanduy Penanggulangan sedimentasi di Citanduy -
Segara nakan dari sungai Citanduy. Ciwulan
Mengalihkan muara sungai Citanduy
langsung ke Laut (teluk Nusaware)
Waduk Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah Citanduy -
Matenggang dan Kabupaten tangga, perkotaan dan industri dan Ciwulan
Cilacap tenaga listrik sebesar 50 lt/det. Tinggi
mercu bendung 7 m, panjang 40 m,
bak tampung 3 m dan bahan tubuh
bendung adalah urugan tanah
dengan inti clay tampungan aktif
27,08 juta m3
Waduk Binangun I Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah Citanduy -
tangga, perkotaan dan Industri serta Ciwulan
irigasi. Dapat menimbulkan dampak
sosial ekonomi rakyat. Elevasi
puncak terhadap MSL adalah 48 M.
Tinggi mercu bendung 28 m, luas
arealnya 3.050 ha. Tampungan total
485 juta m3 dan tampungan aktif 220
juta m3.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-42
SUNGAI PROGRAM
Waduk Binangun Kabupaten Ciamis Elevasi puncak MSL : 55 ; Tinggi Citanduy -
II Mercu Bendung : 33 ; Area (ha) : Ciwulan
1.330 ; Tampungan Total (juta m3) :
270 ; Tampungan aktif (juta m3) : 154
Waduk Ciamis / Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah
Leuwi Keris tangga, perkotaan dan industri serta
irigasi. Potensi listrik yang dihasilkan
kecil. Elevasi terhadap MSL 180 m,
tinggi mercu bendung 100 m, luas
areal 440 ha, Tampungan total 180
juta m3 dan tampungan aktif 78 juta
m3
Waduk Kabupaten Ciamis Pemenuhan kebutuhan rumah Citanduy -
Cikembang tangga, perkotaan dan industri serta Ciwulan
irigasi Potensi listrik yang dihasilkan
kecil. Elevasi puncak terhadap MSL
180 m, tinggi mercu bendung 70 m,
luas areal 440 ha, Tampungan total
150 juta m3 dan tampungan aktif 18
juta m3
02.08.A2 Cimanuk - Waduk Jatigede Sumedang Irigasi seluas 90.000 ha, potensi Cimanuk
Cisanggaru listrik terpasang 110 MW dan
ng penyediaan air baku untuk 79.683
jiwa. Harga tampungan per m3
rendah (Rp 650/m3) Volume
tampungan netto 796,1 juta m3
Waduk Kuningan Irigasi seluas 4.439 ha, potensi listrik Cimanuk
Cipanundan 0.2 GWh dan potensi air baku 444
ha, volume tampungan 2,7 jt m3.
Waduk Cilutung Majalengka Irigasi seluas 20.000 ha, jika Waduk Cimanuk
Jatigede ditunda, maka Waduk
Cilutung dengan El + 294 dapat
menjadi alternatif cadangan utama
Waduk Cipanas Indramayu Irigasi seluas 12.000 ha dan Cimanuk
penyediaan air baku untuk 14.004
jiwa, volume tampungan sebesar 395
juta m3.
Waduk Sarwadadi Cirebon Irigasi seluas 500 ha dan penyediaan Cimanuk
air baku 300 kk
Long Storage Indramayu Pemenuhan kebutuhan air irigasi dan Cimanuk
Indramayu perikanan tambak

Waduk Bojong Volume tampungan : 0,36 juta m3 Cimanuk

Waduk Brahim Volume tampungan : 0,27 juta m3 Cimanuk

Waduk Cimulya Kuningan Irigasi seluas 9.145 ha, potensi listrik Cimanuk
4,5 GWh dan potensi air baku 915 ha
dengan volume tampungan sebesar
35 juta m3.

Long Storage K. Cirebon Memenuhi kebutuhan air untuk Cimanuk


Kuista - Jamblang mengairi areal sawah dan tambak di
sebelah utara ruas jalan Indramayu -
Cirebon ( sawah 4.468 ha, tambak
750 ha ).

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-43
SUNGAI PROGRAM
Waduk Cipasang Garut Irigasi seluas 18.960 ha, potensi Cimanuk
listrik terpasang187 MW dan
penyediaan air baku untuk 22.126
jiwa. Volume tampungan sebesar 395
jiwa.
Waduk Cihowe Cirebon Irigasi seluas 600 ha, potensi listrik Cimanuk
0.1 GWh dan air baku 60 ha, volume
tampungan 1.3 jt m3.
Waduk Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik Cimanuk
Cileuweung 1,7 GWh dan air baku 828 ha,
volume tampungan 20 jt m3.
Waduk Ujungjaya Sumedang Irigasi seluas 5.000 ha dan Cimanuk
penyediaan air baku untuk 5,835 jiwa
dengan volume tampungan 71 juta
m3.
Waduk Pasirkuda Majalengka Potensi listrik sebesar 86.000 MWh Cimanuk
dengan volume tampungan 2,4 juta
m3 .
Waduk Garut Irigasi seluas 8.700 ha dan Cimanuk
Balekambang penyediaan air baku untuk 10,153
jiwa , volume tampungan 50 juta m3.
Waduk Cipeles Garut Irigasi seluas 12.000 ha dan Cimanuk
penyediaan air baku 175 juta m3.

Waduk G. Karung Kuningan Irigasi seluas 9.145 ha dan potensi Cimanuk


listrik 17.20 GWh. Volume
tampungan 53 juta m3.
Waduk Kuningan Irigasi seluas 9.000 ha potensi listrik Cimanuk
Maneungteung 11.70 GWh dan potensi air baku 915
ha.
Waduk Pecang Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha dan potensi Cimanuk
air baku 828 ha, volume tampungan
86 juta m3.
Waduk Cirebon Irigasi seluas 4.439 ha potensi listrik Cimanuk
Seuseupan 3.4 GWh dan potensi air baku 444
ha, volume tampungan 32 jt m3.
Waduk Masigit Kuningan Irigasi seluas 2.982 ha potensi listrik Cimanuk
1.6 GWh dan potensi air baku 298
ha, volume tampungan 12 jt m3.
Waduk Ciwaru Kuningan Irigasi seluas 10,173 ha potensi listrik Cimanuk
10.7 GWh dan potensi air baku 1017
ha dengan volume tampungan 69 juta
m3.
Waduk Dukuh Kuningan Irigasi seluas 8.275 ha, potensi listrik Cimanuk
Badag 8,3 GWh dan air baku 828 ha,
volume tampungan 78 jt m3.
02.09.A3 Pemali Waduk Bantar hulu K. Pemali pengendalian banjir ( 4.000 ha), Pemali -
Comal Kawung Kabupaten Brebes untuk peningkatan intensitas tanam Comal
bagi lahan irigasi seluas 27.482 ha
dan untuk penyediaan air baku bagi
RKI 867,35 lt/dt. potensi waduk 150
juta m3. Nilai EIRR 12,6%
Waduk Ki Gede hulu K. Gung pengendalian banjir ( 5.000 ha), Pemali -
Sebayu Kabupaten Tegal untuk peningkatan intensitas tanam Comal
bagi lahan irigasi (teknis, semi teknis
dan sederhana) seluas 38.534 ha

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-44
SUNGAI PROGRAM
dan untuk penyediaan air baku bagi
RKI.
Waduk Sipring hulu sungai K. Peningkatan intensitas tanam bagi Pemali -
Genteng dan K. lahan irigasi seluas 7.770 Ha. volume Comal
Keruh Kabupaten tampungan 30 juta m3, tinggi
Pemalang bendung 40 m. Selain itu untuk
penyediaan air baku dengan suplai
2.300 lt/dt.
Waduk Krandegan hulu sungai K. penyediaan air baku bagi RKI dengan Pemali -
Sengkarang suplai 2.905 lt/dt dan untuk Comal
Kabupaten peningkatan intensitas tanam bagi
Pekalongan lahan irigasi seluas 8.718 Ha. volume
tampungan 45,93 juta m3, dengan
tinggi bendung 95 m.
Waduk desa Karanganyar Penyediaan air baku bagi RKI Pemali -
Karanganyar Kabupaten dengan suplai 965,4 lt/dt dan untuk Comal
Pemalang peningkatan intensitas tanam bagi
lahan irigasi seluas 26.717 Ha.
Informasi kelayakan proyek tidak
tersedia, analisa kelayakan ekonomi
menunjukkan nilai EIRR sebesar
17,9%.
Pengendalian Sungai Tanjung pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Tanjung, Babakan sungai., untuk mereduksi daerah
dan Kabuyutan rawan banjir seluas 1.730 ha.
Pengendalian Sungai Sragi pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Sragi sungai, diharapkan dapat mereduksi
daerah rawan banjir seluas 6.130 ha
Pengendalian Sungai Kupang Pelindung tebing pasangan batu kali Pemali -
Banjir Sungai 5.667 m, normalisasi alur sungai 7,1 Comal
Kupang km, pembangunan inlet drainase 11
buah, pembangunan jalan dan
jembatan baru, pembangunan
jembatan kereta api baru 1 buah,
pembangunan bangunan pengukur
debit sungai 1 buah.
Pengendalian Kabupaten Brebes pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Kluwut sungai.Perkiraan manfaat ekonomi
dari adanya program tersebut adalah
Rp. 287,5 juta/tahun pada harga
dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR
adalah sebesar 26,9%
Pengendalian kabupaten Batang Pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai dan kabupaten perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Sambong Pekalongan sungai. Perkiraan manfaat ekonomi
dari adanya program tersebut adalah
Rp. 10.699,3 juta/tahun pada harga
dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR
adalah sebesar 42,5%
Pengendalian kabupaten Pemalang Pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Comal sungai. Perkiraan manfaat ekonomi
dari adanya program tersebut adalah
Rp. 20.352,5 juta/tahun pada harga

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-45
SUNGAI PROGRAM
dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR
adalah sebesar 15,4%
Pengendalian Sungai Waluh Pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Waluh sungai. Perkiraan manfaat ekonomi
dari adanya program tersebut adalah
Rp. 822,2 juta/tahun pada harga
dasar tahun 1998, dengan nilai EIRR
adalah sebesar 12,1%
Pengendalian Sungai Rambut Pembangunan/perbaikan tanggul, Pemali -
Banjir Sungai perkuatan tebing dan normalisasi alur Comal
Rambut sungai. Perkiraan manfaat ekonomi
dari adanya program tersebut adalah
Rp. 231 juta/tahun pada harga dasar
tahun 1998, dengan nilai EIRR
adalah sebesar 12,1%.
Waduk Jatinegara Kec. Jatinegara Meningkatkan intensitas tanam pada Pemali
Jateng daerah irigasi Cipero seluas 8.010 ha Comal
dan untuk mensupli waduk Cacaban
dengan luas irigasi 1.529 ha. Usulan
baru dan belum pernah dilakukan
studi.

02.10.A3 Jratun- Waduk Jatibarang Kab. Semarang Pengembangan suplai untuk RKI 920 Jratun
seluna l/detik dan konservasi air tanah. Seluna
Konstruksi dam Jatibarang dimulai
tahun 2002 (kegiatan yang masuk
dalam jadwal biaya rendah). Nilai
EIRR 18,5% (layak)
Waduk Kab. Semarang pengembangan suplai untuk RKI Jratun
Mundingan 1.020 l/detik dan konservasi air Seluna
tanah. Nilai EIRR 16,1% (layak )
Jragung Barrage Semarang dan pengembangan suplai untuk RKI Jratun
+ Tunnel Demak 1.750 l/detik dan konservasi air Seluna
tanah. nilai EIRR 10,7 % (layak)
Waduk Dolok Semarang dan pengembangan suplai untuk RKI 750 Jratun
Demak l/detik dan konservasi air tanah. Nilai Seluna
EIRR 13.6% (layak)
Waduk Bandung Kab. Grobogan pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
Harjo konservasi air tanah. Nilai EIRR Seluna
11,8% (layak)
Waduk Ngemplak Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
konservasi air tanah. Nilai EIRR 14% Seluna
(layak)
Waduk Coyo Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
konservasi air tanah. Nilai EIRR Seluna
18,9% (layak)
Waduk Tirto Kab. Grobogan Pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
konservasi air tanah. Nilai EIRR Seluna
22,9% (layak)
Embung Kedung Kab. Blora Pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
Waru konservasi air tanah. Nilai EIRR 8% Seluna
(layak)

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-46
SUNGAI PROGRAM
Embung Balong Kab. Blora Pengembangan suplai untuk RKI dan Jratun
konservasi air tanah Seluna
Pengendalian Kota Semarang Pengendalian banjir seluas 1.670 ha. Jratun
Banjir Sungai Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
Garang 15,9%
Drainase Kota Kota Semarang pengendalian banjir seluas 10.337 Jratun
Semarang ha. Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
15,13%
Tenggang + Kota Semarang Pengendalian banjir Jratun
Sringin Drain Seluna
Dombo-Sayung Kota Semarang Pengendalian banjir seluas 21 ha. Jratun
Floodway Nilai EIRR 13,6% Seluna
Kebon Batur Kab. Demak Pengendalian banjir seluas 6.028 ha. Jratun
Floodway Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
18,1%
Pengendalian Kab. Demak pengendalian banjir seluas 12.957 Jratun
Banjir ha. Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
Jragung/Tuntang 20,4%
Pengendalian Kab. Kudus dan Kab. pengendalian banjir seluas 13.650 Jratun
Banjir Serang- Pati ha. Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
Wulan-Juana 17,8%
02.11.B Bodri - Kuto Waduk Kedung Kaliwungu, Pengembangan suplai untuk RKI Jratun
Suren Brangsong dan 1.700 l/detik (direncanakan Seluna
Kendal memberikan 900 l/dt ke Semarang
dan 800 l/detik ke Kendal) dan
konservasi air tanah. Nilai EIRR 9,5
% (layak)
Pengendalian Kab. Kendal Pengendalian banjir seluas 590 ha. Jratun
Banjir Sungai Layak secara ekonomi, nilai EIRR Seluna
Blorong 24%
02.12.C Wiso - Gelis - - - -
02.13.C Kepulauan - - - -
Karimun-
jawa
02.14.A3 Serayu Pengedalian banjir Anak S.Serayu, Pengamanan pemukiman dan Serayu -
Bogowon-to S.Klawing lanjutan Kab.Purbalingga dan persawahan Target 30km Bogowonto
Banyumas
Perkuatan tebing S Telomoyo, Pengamanan pemukiman , Serayu -
lokasi kritis dan S.Lukulo & anak- persawahan dan transportasi. Target Bogowonto
penanggulangan anak sungainya, 15 - 20 lokasi kritis
banjir nopember Kab.Kebumen
2004.
Peninggian S Telomoyo & anak- Mengatasi adanya halangan sungai Serayu -
jembatan anak sungainya, yang dapat mengakibatkan banjir dan Bogowonto
melintang sungai- Kab.Kebumen memperlancar transportasi antar
sungai di DAS pedesaan di 10 lokasi
Telomoyo
Pembangunan S Telomoyo & anak- Mengatasi adanya kejadian banjir Serayu -
pelimpah banjir anak sungainya, melebihi rencana, sehingga dapat Bogowonto
DAS Telomoyo Kab.Kebumen mengurangi dampak yang lebih buruk
Penyempurnaan DAS Tipar dan Ijo, Pengamanan pemukiman , Serayu -
Pengendalian Kab.Cilacap, persawahan dan transportasi. Target Bogowonto
Banjir dan Banyumas dan 16 km
Drainase Kebumen.
Penyempurnaan DAS Wawar, Pengamanan pemukiman , Serayu -
Pengendalian Cokroyasan dan persawahan dan transportasi. Target Bogowonto

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-47
SUNGAI PROGRAM
Banjir dan Bogowonto. Kab. 6 km
Drainase Kebumen dan
Purworejo
Rehabilitasi DAS Wawar, Pengamanan jalur transportasi KA Serayu -
Jembatan KA Telomoyo dan Tipar. Yogya -Jakarta, dari bahaya banjir. Bogowonto
melintang sungai Kab. Kebumen,
di 7 lokasi. Banyumas dan
Cilacap
Normalisasi Kali DAS Bogowonto dan Normalisasi sungai dan bangunan Serayu -
Pantai antara DAS Cokroyasan pengatur air untuk mengatasi banjir Bogowonto
S.Bogowonto dan Kab.Purworejo daerah pemukiman dan budi daya
S.Cokroyasan perikanan.
Operasi dan DAS Bogowonto, Mempertahankan kapasitas dan Serayu -
Pemeliharaan Serayu, Wawar dan fungsi prasarana pengendalian banjir Bogowonto
Sungai Telomoyo. Kab.
Purworejo,
Kebumen,
Banjarnegara dan
Purbalingga,
Pembangunan Muara-muara DAS Menahan pengaruh akibat intrusi air Serayu -
bangunan Bogowonto, laut di 5 lokasi Bogowonto
penahan intrusi air Cokroyasan,
laut Telomoyo, Ijo dan
Tipar
Pembangunan DAS Telomoyo, Mendaya gunakan lahan depressi Serayu -
bangunan Wawar dan Ijo Bogowonto
pemanfaatan
daerah genangan
banjir
Pembangunan DAS Telomoyo Mengurangi sedimentasi di S.Jladri, Serayu -
BPS (Bangunan S.Jatinegara dan S.Telomoyo hilir Bogowonto
Penahan
Sedimen) dan
Pengerukan hilir
sungai Jladri
Pembangunan DAS Bogowonto, Mengurangi sedimentasi waduk dan Serayu -
BPS (Bangunan Serayu, Wawar dan pemanfaatan untuk air baku. Target Bogowonto
Penahan Telomoyo. Kab. 15 lokasi
Sedimen) Purworejo,
Kebumen,
Banjarnegara dan
Purbalingga,
Pembangunan DAS Serayu, Lukulo Mengatasi degradasi sungai. Target Serayu -
Groundsill dan Bogowonto. 10 lokasi Bogowonto
(Bangunan Kab. Banyumas,
Penstabil dasar Purbalingga,
sungai). Kebumen dan
Purworejo
Penyediaan air Kab. Banyumas, Mengatasi kekurangan air pada Serayu -
baku pedesaan Purbalingga, Cilacap, musim kering Bogowonto
dari mata air & Banjarnegara,
sumber air Wonosobo,
Kebumen dan
Purworejo (200
lokasi)

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-48
SUNGAI PROGRAM
Penyediaan air Kab. Banyumas, Mengatasi kekurangan air pada Serayu -
baku pedesaan Cilacap, Kebumen musim kering Bogowonto
dari bangunan dan Purworejo (15
konservasi lokasi).
(groundsill).
Penyediaan air Kab.Kebumen Mengatasi kekurangan air kota Serayu -
baku dari Kebumen dan pedesaan Bogowonto
bendungan Kab.kebumen
Wadaslintang

Pembangunan DAS Serayu, Mengurangi sedimentasi sungai Serayu -


bangunan Telomoyo , Lukulo, Bogowonto
konservasi Wawar dan
terpadu di hulu Cokroyasan. Kab.
sungai Banyumas,
Wonosobo,
Purbalingga,
Banjarnegara,
Kebumen dan
Purworejo.
Penataan DAS Serayu, Konservasi lahan dan penelitian Serayu -
kawasan Telomoyo, Lukulo, Bogowonto
arboretum Wawar dan
Bogowonto.
Pembangunan DAS Bogowonto, Multi purpose ( Irigasi, Air Baku dan Serayu -
Waduk Bener Di Kab.Purworejo PLTA) Bogowonto
S,Bogowonto
Pembangunan DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi, Air Baku dan Serayu -
Waduk Wanadadi Kab.Banjarnegara PLTA) Bogowonto
di S.Pekacangan
Pembangunan DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku ) Serayu -
Waduk Kesegeran Kab.Banyumas Bogowonto
di S.Trenggulun
Pembangunan DAS Serayu Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku ) Serayu -
Waduk Gintung di Kab.Banjarnegara Bogowonto
S.Gintung
Pembangunan DAS Telomoyo Multi purpose ( Irigasi dan Air Baku ) Serayu -
Waduk Kemit di Kab.Kebumen Bogowonto
S.Kemit
02.15.A2 Progo - Embung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Opak - Tangkisan I potensi pengendalian banjir. Tinggi Oyo
Serang embung adalah 13,75 m dengan
volume tampungan 35.000 m3
Embung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Tangkisan II potensi pengendalian banjir. Tinggi Oyo
embung adalah 13,75 m dengan
volume tampungan 7,500 m3
Embung Ngroto Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Kayangan potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-49
SUNGAI PROGRAM
Embung Dawetan Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Penggung potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Girinyono Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Weden Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Kulon Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Kebonromo potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Sleman Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Kronggahan potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku 73 lt/detik dan Progo-Opak-
Kedungranti potensi pengendalian banjir. Tinggi Oyo
embung adalah 5 m dengan volume
tampungan 250.000 m3
Embung Karang Kab. Gunung Kidul Berpotensi untuk mengendalikan Progo-Opak-
Sari banjir, mengairi irigasi 450 ha dan Oyo
penyedia air minum 75 lt/detik. Tinggi
embung adalah 11 m dengan volume
tampungan 105.000 m3
Embung Ngalang Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Dalam Oyo
tahap pengukuran dan pra desain
tahun 2003
Embung Kab. Gunung Kidul Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Kedunggedeng potensi pengendalian banjir. Volume Oyo
tampungan embung adalah
1.000.000 m3
Waduk Tinalah Kali Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Untuk Oyo
DAS Serang, dengan tetap
memanfaatkan air dari Kali Progo
melalui intake Kalibawang, dengan
pembatasan pengambilan air sebesar
2,5 m3/dt
Waduk Progo Kali Progo penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Magelang potensi pengendalian banjir Oyo
Waduk Elo Hilir Kali Elo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir. Belum Oyo
tersedia data detail
Waduk Kaloran Kaloran Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir Oyo

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-50
SUNGAI PROGRAM
Waduk Elo Kali Elo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
potensi pengendalian banjir Oyo
Waduk Sambiroto Progo Hulu K. Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
Serang potensi pengendalian banjir Oyo
Waduk Nanggulan Sungai Progo Penyediaan air baku dan irigasi dan Progo-Opak-
I potensi pengendalian banjir Oyo
02.16.A2 Bengawan Sedimentasi Wonogiri - Bengawan
Solo Waduk Wonogiri Solo
Penanganan seluruh WS Bengawan
Pengelolaan Solo
Kualitas Air
Perbaikan Sungai hilir WS pengendalian banjir Bengawan
Bengawan Solo Solo
Hilir, Fase II
Perbaikan Sungai hulu WS pengendalian banjir Bengawan
Bengawan Solo Solo
Hulu, Fase II
Perbaikan Sungai Kali Madiun pengendalian banjir Bengawan
Kali Madiun, Fase Solo
II dan III
Pembangunan Hulu Sungai Bengawan
check dam dan Bengawan Solo dan Solo
ground sill Kali Madiun
Pengembangan pengendalian banjir Bengawan
Bengawan Jero Solo
Bengawan Solo pengendalian banjir Bengawan
FFWS Solo
Long-channel penyediaan air baku Bengawan
Storage Solo
Bengawan Solo
Hilir
Penyediaan Air penyediaan air baku Bengawan
PDAM di Wilayah Solo
Surakarta
Penyediaan Air penyediaan air baku Bengawan
untuk Sstem Solo
Pengembangan
PDAM
Penyediaan Air penyediaan air baku Bengawan
untuk Daerah Solo
Rembang
Solo Vallei penyediaan air baku Bengawan
Werken Solo
9 Waduk Irigasi penyediaan air baku Bengawan
pada Anak Sungai Solo
Bengawan Solo
Hulu
3 Waduk Irigasi penyediaan air baku Bengawan
pada Anak Sungai Solo
Kali Madiun
16 Waduk Irigasi penyediaan air baku Bengawan
pada Anak Sungai Solo
Bengawan Solo
Hilir
Waduk Irigasi penyediaan air baku Bengawan
Kedung Bendo Solo

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

KODE
WILAYAH
KEGIATAN LOKASI MANFAAT&PENJELASAN ASAL WS/ 4-51
SUNGAI PROGRAM
Rehabilitasi dan penyediaan air baku Bengawan
Peningkatan Solo
Sistem Irigasi
Waduk Serbaguna penyediaan air baku Bengawan
Bendo Solo
02.17.A3 Brantas Sabo Gunung Kali Konto Brantas
Kelud
Sabo Brantas Brantas Hulu dan mengurangi transport sediment ke Brantas
Hulu dan Sungai Sungai Lesti reservoir Dam Sengguruh dan Dam
Lesti Sutami. Sebanyak 17 Sabo Dam
telah direncanakan untuk daerah hulu
DAS Sengguruh Dam.
Pengendalian Sungai Widas Pengembangan terhadap masalah Brantas
Banjir Sungai pengendalian banjir di Sungai Widas
Widas sesuai dengan yang direncanakan
dalam Master Plan tahun 1985
Lodoyo Diversion Ludoyo Pencegahan terhadap bencana yang Brantas
Tunnel dapat ditimbulkan oleh Gunung Kelud
Beng Dam Irigasi, water supply dan hydropower. Brantas
Data teknis yang direncanakan untuk
volume tampungan efektif 147 milyar
m3
02.18.B Welang - - - -
Rejoso
02.19.B Pekalen - Genteng I Dam Sungai Genteng, Irigasi, water supply dan hydropower Pekalen
Sampean Lesti dan untuk sediment control. Data Sampean
teknis yang direncanakan adalah
untuk volume tampungan efektifnya
sebesar 54 milyar m3
02.20.B Baru - - - -
Bajulmati
02.21.B Bondoyudo - - - -
- Bedadung
02.22.B Kepulauan Penyediaan air seluruh WS sumber daya air yang terbatas Madura
Madura baku industri berupa sungai-sungai kecil, sehingga
harus ada solusi sumber daya air bila
Madura hendak difungsikan
Pembangunan Pamekasan pemenuhan air baku untuk irigasi dan Madura
Waduk Nipah permukiman dengan kapasitas
tampungan sebesar 30 juta m3
Pembangunan Bangkalan pemenuhan air baku untuk irigasi dan Madura
Waduk Blega permukiman dengan kapasitas
tampungan sebesar 100 juta m3
Pembangunan Pamekasan pemenuhan air baku untuk irigasi dan Madura
Waduk Samiran permukiman dengan kapasitas
tampungan sebesar 50 juta m3
Pembangunan Wa Sumenep pemenuhan air baku untuk irigasi dan Madura
duk Tambak permukiman dengan kapasitas
Agung tampungan sebesar 30 juta m3

Adapun beberapa balai baru yang dibentuk menurut Peraturan Menteri PU No.
12 tahun 2006 yang akan mengurus pengelolaan wilayah sungai baru ini
disajikan pada bagian 4.6.2 (Organiasasi dalam pengelolaan SDA).

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-52
4.3.3 Penyusunan Pola Pengelolaan SDA

Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai: sebagaimana


diamanatkan dalam UU No.7/2004 tentang SDA telah diatur bahwa Pola
Pengelolaan SDA Wilayah Sungai perlu ditetapkan terlebih dulu sebelum
Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai disusun. Dalam pola
pengelolaan SDA Wilayah Sungai akan ditetapkan garis besar alokasi air untuk
berbagai sektor diantaranya untuk permukiman dan perkotaan, industri,
pertanian dan sebagainya, dengan demikian pola alokasi air ini juga sekaligus
mencerminkan pula garis besar penggunaan ruang dalam wilayah sungai
dimaksud. Bilamana pada bebarapa wilayah sungai telah mempunyai Rencana
Induk (Master Plan) namun belum mempunyai Pola Pengelolaan SDA (karena
Master Plan dibuat sebelum adanya UU No. 7/2004) maka penyusunan Pola
Pengelolaan SDA perlu disusulkan. Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai ini
disusun dengan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) SDA
dan perlu mendapat persetujuan dari Dewan SDA Nasional untuk Wilayah
Sungai Nasional, serta Dewan SDA Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk Wilayah
Sungai Propinsi dan Kabupaten/kota. Setelah Pola Pengelolaan SDA ditetapkan
secara formal berdasarkan proses yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan maka Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai telah ada perlu
disesuaikan dengan Pola Pengelolaan SDA. Sedangkan untuk Wilayah Sungai
yang belum mempunyai Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai, maka
Pola dimaksud dapat menjadi arahan/pedoman penyusunan Rencana Induk.

Pembuatan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai, disusun dengan


mengacu pada Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai yang telah ditetapkan
sebelumnya. Rencana Induk (master plan) harus mampu mengidentifikasi isu-
isu yang terkait dengan pengelolaan SDA yang mencakup aspek-aspek
konservasi, dan pendayagunaan SDA serta penanganan bencana yang terkait
dengan air di wilayah sungai yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam Rencana
Induk telah di identifikasi kebutuhan air untuk berbagai sektor yang ada dalam
wilayah sungai tersebut diantaranya air baku untuk permukiman didaerah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

perkotaan (termasuk kawasan jasa & perdagangan) dan perdesaan, industri, 4-53
pertanian, perikanan, lingkungan, pertambangan dan sebagainya yang telah
mengantisipasi pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi dalam
kurun waktu planning horizon minimal 30 tahun kedepan. Demikian pula dalam
Rencana Induk harus telah diidentifikasi jenis-jenis alternatif prasarana dan
sarana yang mampu memenuhi kebutuhan air untuk berbagai sektor termasuk
lingkungan yang telah memperhitungkan pertumbuhan penduduk dan ekonomi
dalam kurun waktu 30 tahun kedepan serta mampu mengantisipasi dampak
iklim yang berubah (terjadinya kejadian ekstrim kekeringan dan banjir). Proses
pembuatan Rencana Induk juga harus melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) bidang sumber daya air pada wilayah sungai tersebut. Selain itu
Rencana Induk juga harus mendapat persetujuan dari Dewan Sumber Daya Air
Nasional untuk Wilayah Sungai Nasional, Dewan SDA Propinsi untuk Wilayah
Sungai Propinsi dan Dewan SDA Kabupaten untuk Wilayah Sungai Kabupaten.

4.4 STRATEGI PEMBIAYAAN

4.4.1 Wewenang Tanggung Jawab Pemerintah

Berdasarkan pasal 14, UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, wewenang dan
tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan SDA meliputi:

a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;


b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, lintas negara, dan strategis nasional;
d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional;
e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, 4-54


penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air di wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
g. mengatur, menetapkan dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air
tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h. membentuk Dewan Nasional Sumber Daya Air; dewan sumber daya air
wilayah sungai lintas propinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai
strategis nasional;
i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan
sumber daya air;
j. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
daya air;
k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai
lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan
l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Dari uraian wewenang dan tanggung jawab diatas dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:

1. Locus (lokasi) dari wewenang dan tanggung jawab Pemerintah (pusat)


adalah pada wilayah sungai lintas propinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional;

2. Lingkup wewenang dan tanggung jawab mencakup: i) membuat dan


menetapkan peraturan dan perundang-undangan, ii) kebijakan umum dan
operasional pengelolaan SDA, iii) norma, standar, pedoman dan manual
pengelolaan SDA, dan iv) melaksanakan pengelolaan;

3. Lingkup pengelolaan SDA mencakup: i) konservasi SDA, ii) pendayagunaan


SDA, iii) penanganan bencana yang terkait dengan air, iv) pemberdayaan
masyarakat, dan v) penyediaan sistem informasi SDA.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4-55
4.4.2 Kebijakan Pembiayaan

Berdasarkan UU No. 7/2004 pengaturan kebijakan pembiayaan pengelolaan


Sumber Daya Air adalah sebagai berikut:

(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan


kebutuhan nyata pengelolaan sumber daya air.
(2) Jenis pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi:
a. biaya sistem informasi;
b. biaya perencanaan;
c. biaya pelaksanaan konstruksi
d. biaya operasi, pemeliharaan;
e. biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Sumber dana untuk masing-masing jenis pembiayaan dapat berupa:
a. anggaran pemerintah;
b. anggaran swasta; dan/atau
c. hasil penerimaan jasa pengelolaan sumber daya air;
(4) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air dibebankan kepada: a)
Pemerintah dan Pemerintah berdasarkan kewenangannya masing-masing
dalam pengelolaan Sumber daya Air, b) badan usaha milik negara/badan
usaha milik daerah pengelola sumber daya air, dan c) koperasi, badan
usaha lain, dan perorangan, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam
bentuk kerja sama.
(5) Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan Operasi dan Pemeliharaan
sistem irigasi diatur sebagai berikut:
a. Pembiayaan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya; dan
dapat melibatkan peran serta masyarakat petani.
b. Pembiayaan pelaksanaan konstruksi saluran tersier menjadi tanggung
jawab petani dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah, kecuali bangunan sadap, saluran sepanjang 50m dari
bangunan sadap dan boks tersier serta bangunan pelengkap tersier

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

lainnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau Pemerintah 4-56


Daerah.
c. Pembiayaan pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan sistem irigasi
tersier menjadi tanggung jawab petani dan dibantu Pemerintah dan
atau Pemerintah Daerah.
(6) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan sumber
daya air di wilayah sungai lintas provinsi, lintas kabupaten/kota, dan
strategis nasional, pembiayaan pengelolaannya ditetapkan bersama oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan melalui pola kerja
sama.
(7) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang ditujukan untuk
pengusahaan sumber daya air yang diselenggarakan oleh Koperasi,
BUMN/BUMD Pengelola Sumber daya Air, Badan Usaha lain dan
perorangan ditanggung oleh masing-masing yang bersangkutan.
(8) Untuk pelayanan sosial serta pelayanan yang ditujukan bagi kesejahteraan
dan keselamatan umum, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam batas-
batas tertentu dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada
BUMN/BUMD Pengelola Sumber daya Air.
(9) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber
daya air. Pengguna sumber daya air lainnya menanggung biaya jasa
pengelolaan sumber daya air.
(10) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air didasarkan
pada perhitungan ekonomi rasional yang dapat dipertanggung jawabkan,
kecuali untuk penggunaan non usaha.
(11) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk
setiap jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada pertimbangan
kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume penggunaan
sumber daya air.
(12) Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang
dipungut dari para pengguna sumber daya air. Dana yang dipungut
dari para pengguna sumber daya air dipergunakan untuk mendukung

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

terselenggaranya kelangsungan pengelolaan sumber daya air pada wilayah 4-57


sungai yang bersangkutan.

4.4.3 Peran-peran Lain Pemerintah

4.4.3.1 Pemerintah sebagai pemberdaya (enabler)

Dalam sektor sumber daya air ciri pemerintah sebagai pemberdaya ditunjukan
dengan beralihnya pendekatan pembangunan yang prescriptive dan terpusat
menjadi kerangka sistem dan pendekatan partisipatif, dan memenuhi prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan.Dengan mengadopsi peran sebagai
fasilitator dan arbitrase, beban dari pemerintah dapat dikurangi dan kinerja dalam
fungsi publik dapat dicapai. Pemerintah perlu menciptakan kondisi dimana
semua aktor/pelaku yang mempunyai kepentingan dalam permasalahan sumber
daya air dapat terlibat dan dapat bernegosiasi diantara mereka untuk mencapai
solusi yang dapat diterima semua pihak. Meskipun partisipasi masyarakat cukup
tinggi tidak berarti pemerintah lepas dari tanggung jawab.

4.4.3.2 Pemerintah sebagai regulator dan pengendali

Pembuatan kebijakan, perancangan (pembuatan rencana induk), alokasi air,


monitoring, penindakan dan resolusi konflik final masih perlu menjadi tanggung
jawab pemerintah. Pada kondisi sekarang secara umum dikenal bahwa
pemerintah, bilamana memungkinkan, hendaknya mengurangi perannya sebagai
penyedia layanan dan lebih berkonsentrasi untuk menjadi regulator dan
pengendali penyedia layanan jasa. Pelaku lainnya, seperti sektor swasta, dan
BUMN/BUMD, mungkin dapat menyediakan jasa layanan air dengan monitoring
dan pengendalian dari lembaga pengawas. Kecenderungan untuk tidak selalu
bergantung kepada penyediaan layanan dari pemerintah telah didorong tidak
saja oleh kepedulian atas ketidak-efisienan, konflik interest, dan kurangnya
transparansi dari manajemen tetapi juga didorong oleh bertambahnya berbagai
kesulitan yang dihadapi oleh negara-negara di dalam pembiayaan yang
diperlukan untuk investasi dibidang sumber daya air.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4.4.3.3 Pemerintah sebagai Penyedia Layanan (Service Provider) 4-58

Seluruh pemerintahan hendaknya berupaya untuk mengalihkan penyediaan jasa


layanan air kepada stakeholders non-pemerintah, hal ini mungkin akan
memerlukan waktu beberapa tahun kedepan yang cukup lama dibeberapa
negara. Disamping itu, perlu dicatat bahwa dalam layanan dibidang air terdapat
elemen-elemen yang bersifat layanan umum (diantaranya, perlindungan
terhadap banjir, pembuangan dan pengolahan limbah cair) dimana investasi
publik masih sangat diperlukan. Bilamana pemerintah masih memegang fungsi-
fungsi layanan umum, prinsip terpenting yang perlu dilaksanakan adalah bahwa
instansi-instansi pemerintah penyedia layanan tersebut hendaknya tidak
mengatur untuk dirinya sendiri. Diperlukan pemisahan yang jelas diantara fungsi
pengatur dan fungsi pelaksana. Pemisahan ini akan membantu terciptanya
transparansi dan akuntabilitas.

4.4.3.4 Peran Pemerintah dalam keterlibatan dunia swasta

Yang dimaksud dengan sektor swasta disini adalah sektor perusahaan swasta
dan orgnisasi-organisasi yang berbasis masyarakat. Pemikiran kotemporer
menunjukkan bahwa keterlibatan swasta dalam layanan air, yaitu dalam layanan
air minum dan sanitasi, akan berkontribusi dalam mengurangi peran dan beban
pemerintah didalam pengelolaan sumber daya air. Tetapi hal ini tidak selalu
demikian: yang terjadi adalah perubahan fungsi. Tugas akan berubah setelah
fungsi operasional/pelaksanaan dialihkan ke aktor swasta, namun tetap
diperlukan suatu entitas publik dalam hal ini pemerintah yang mempunyai
kapasitas dan kemampuan untuk memantau dan mengatur penyediaan layanan
yang memadai dan dalam harga yang terjangkau. Dapat disimpulkan bahwa
dalam keterlibatan swasta peran pemrintah dalam pengaturan justru semakin
bertambah dan tidak berkurang. Demikian juga, keterlibatan masyarakat yang
miskin dalam layanan air akan memerlukan katalist berupa dukungan dana dari
pemerintah dan sumber dana dari luar lainnya.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

4.4.3.5 Peningkatan Kinerja Sektor Publik 4-59

Kenyataan bahwa seperlima dari penduduk dunia (pada umumnya masyarakat


yang termiskin) adalah tanpa akses ke air minum yang aman dan hampir
separuh dari penduduk dunia tanpa akses yang memadai atas sanitasi yang
memadai (kondisi ini juga merefleksikan kondisi layanan air minum dan sanitasi
di Indonesia), telah dianggap sebagai indikasi umum penyediaan layanan oleh
sektor publik dan telah mendorong pemerintah-pemerintah untuk berpaling ke
sektor swasta. Partisipasi sektor swasta hendaknya tidak dianggap sebagai
panacea yang akan dengan segera mengatasi masalah-masalah kekurangan
kapasitas dan investasi. Dampak keterlibatan sektor swasta yang paling mungkin
adalah mendorong adanya akuntabilitas dan kompetisi dan oleh sebab itu,
kinerja yang semakin baik dari sektor publik. Meskipun telah terjadi
kecenderungan akan meningkatnya privatisasi dan pemerintah mempunyai
peranan kunci dalam memfasilitasi partisipasi sektor swasta yang lebih besar,
kenyataan tetap menunjukkan bahwa penyedia layanan umum dari sektor publik
(perusahaan milik pemerintah) akan, dalam waktu kedepan, masih melayani
sebagian besar dari pengguna. Oleh sebab itu, adalah sangat penting untuk
memberi perhatian yang besar untuk upaya peningkatan kinerja sektor publik.
Peningkatan efesiensi utilitas baik yang ditangani oleh sektor publik atau sektor
swasta harus diikuti oleh keputusan-keputusan pemerintah yang mengatasi
permasalahan kunci, seperti tarif air, jumlah pegawai yang terlalu banyak,
kebutuhankaum miskin kota, dan penyediaan kerangka hukum dan institusi yang
menjamin pelaksanaan partisipasi sektor swasta yang berhasil.

4.4.4 Strategi Pendanaan dan Tujuan Studi Kelayakan Proyek

4.4.4.1 Strategi Pendanaan

Sebagaimana diatur dalam UU Sumber Daya Air No. 7/2004 salah satu sumber
pendanaan untuk pembangunan, operasi, dan pemeliharaan prasarana dan
sarana sumber daya air adalah anggaran pemerintah, termasuk yang bersumber

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dari pinjaman dan atau hibah luar negeri. Penggunaan dana pinjaman luar negeri 4-60
untuk prasarana dan sarana publik khususnya sumber daya air hendaknya dipilih
dari scheme yang lunak (berbunga rendah dan tenggang waktu pembayaran
yang panjang) dipakai secara selektif penuh dengan ke-hati-hatian, dan
diutamakan untuk membiayai proyek-proyek yang mempunyai kelayakan eknomi
yang tinggi termasuk peluang untuk pengembalian biaya (cost recovery).
Sedangkan dana hibah luar negeri bagi negara-negara berkembang, peluang
untuk mendapatkannya semakin tinggi semenjak dicanangkannya
Johannesburg Plan of Implementation (2002) dana ini sebaiknya ditujukan
untuk pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) diantaranya
untuk pengentasan kemiskinan, penyediaan akses kepada air minum yang sehat
dan parasarana sanitasi bagi penduduk miskin dan pelestarian ekosistem
penunjang kehidupan. Selain itu dana hibah luar negeri juga tepat digunakan
untuk peningkatan kapasitas (capacity building) dalam hal implementasi
Integrated Water Resources Management (Pengelolaan Terpadu Sumber Daya
Air) yang juga merupakan salah satu sasaran MDGs.

Selain dana pinjaman dan atau hibah luar negeri melalui mekanisme biasa baik
secara bi-lateral maupun multi-lateral, terdapat peluang untuk mendapatkan
dana hibah melalui mekanisme khusus, diantaranya: a) debt swap yaitu
penghapusan pinjaman luar negeri senilai biaya kegiatan yang kita laksanakan
dengan persetujuan negara/institusi donor, b) program Clean Development
Mechanism (CDM) yaitu imbalan pembiayaan kegiatan senilai pengurangan
karbondioksida, dan c) pendanaan program-program adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim untuk negara-negara berkembang.

4.4.4.2 Tujuan Studi Kelayakan Proyek

Pembuatan studi kelayakan untuk suatu konstruksi prasarana-sarana sumber


daya air yang telak diidentifikasi dalam Rencana Induk Pengelolaan Wilayah
Sungai yang memerlukan alokasi sumber daya yang cukup besar baik
penggunaan ruang (lahan) maupun dana investasi wajib dilakukan. Studi

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

kelayakan hendaknya memuat pernyataan tentang tujuan, manfaat dan ruang 4-61
lingkup proyek serta mencakup aspek-aspek, teknis, ekonomi serta sosial dan
lingkungan. Dari aspek teknis studi kelayakan mencakup antara lain kajian
tentang alternatif-alternatif konstruksi (yang mencakup ruang lingkup konstruksi
dan taksiran biayanya) untuk mencapai tujuan dan manfaat yang akan dicapai,
misalnya untuk meningkatkan produksi padi disuatu wilayah alternative-nya
adalah: a) pembuatan bendung untuk mengairi areal baru seluas 3000 Ha, b)
intensifikasi pertanian dengan rehabilitasi dan upgrading jaringan irigasi yang
ada serta pembuatan beberapa sumur air tanah dangkal dimana peningkatan
produksinya setara dengan pembangunan jaringan irigasi baru seluas 3000ha,
dan c) pembuatan beberapa pompa pengambilan air sungai dengan jaringan
irigasinya dengan luas total 3000 Ha. Dalam membuat altenatif-alternatif
konstruksi hendaknya mendengarkan pendapat dari pihak pemangku
kepentingan baik memerima manfaat maupun dampaknya. Pendapat-
pendapatyang mendukung/menyetujui mapun yang menolak/keberatan
hendaknya dicatat untuk menjadi bahan pertimbnagan dalam pengmbilan
keputusan. Dari aspek ekonomi, dihitung biaya (temasuk biaya sosial dan
lingkungan) serta manfaatnya/keuntungannya (termasuk manfaat langsung
maupun tidak langsung). Kemudian masing-masing alternative konstruksi
dimaksud dievaluasi kelayakan ekonominya dengan parameter-parameter Net
Present Value of Benefit, Internal Rate of Return dan Benefi-Cost Ratio. Dari
aspek sosial-lingkungan dievaluasi dampaknya serta tingkat penerimaan
masyarakat yang menerima manfaat maupun dampaknya. Selanjutnya, masing-
masing alternatif konstruksi dievaluasi kelayakannya dari aspek teknis, ekonomi,
dan sosial-lingkungan. Alternatif yang dipilih adalah alternatif yang layak dari
aspek teknis, memberikan nilai ekonomi yang paling baik, dan yang dampak
sosial dan lingkungannya paling kecil. Untuk proyek-proyek skala besar studi
kelayakan selain 3 (tiga) kriteria dimaksud juga dapat mencakup: a) rencana
pembiayaan pelaksanaan konstruksi, b) manajemen konstruksi dan operasi
proyek, c) penjadwalan dan pembiayaan proyek, c) kriteria perencanaan, dan d)
keperluan institusi dan aspek hukum pengelola proyek setelah proyek selesai.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Tujuan utama dari studi kelayakan proyek prasarana dan sarana sumber daya 4-62
air adalah:

a. untuk mengevaluasi benefit/manfaat proyek dalam lingkup nasional

b. untuk mengevaluasi benefit/manfaat proyek terhadap masyarkat/ individu


penerima manfaat

c. untuk mengevaluasi biaya proyek dan kemungkinan tingkat pengembalian


biaya (cost recovery) untuk instansi yang akan membiayai proyek

d. untuk mengevaluasi tingkat resiko pokok dan kendala serta memberi saran
tentang jalan/langkah untuk mengurangi resiko dan meringankan kendala.

Sedangkan tujuan sekunder dari studi kelayakan proyek dapat mencakup:

a. menentukan tingkat pentingnya proyek dalam penambahan lapangan kerja

b. menentukan dampak proyek pada penghasilan devisa

c. menentukan dampak proyek atas distribusi/pemerataan pendapatan kepada


keluarga miskin/tertinggal.

4.4.4.3 Kriteria Evaluasi Kelayakan Proyek

Kelayakan suatu proyek ditentukan berdasarkan hasil evaluasi atas indikator-


indikator sebagai berikut:

1. Kontribusi proyek terhadap pendapatan nasional, yang dapat dilihat dari


besaran/nilai:
economic internal rate of return (EIRR)
net present value of benefit pada tingkat suku bunga 12% (untuk proyek
yang bersifat sosial dan pelestarian lingkungan dapat lebih rendah, misal
6-2%)
benefit-cost (B/C) ratio pada tingkat suku bunga 12% (untuk proyek yang
bersifat sosial dan pelestarian lingkungan dapat lebih rendah, misal 6-2%)
2. Manfaat proyek bagi petani, yang dapat dilihat berdasarkan % (presentase)
pertambahan pendapatan bersih usaha tani karena adanya proyek

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

3. Dampak proyek terhadap anggaran pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari 4-63
Cost Recovery Index (CRI)
4. Tingkat resiko proyek
Kriteria evaluasi:
75% probability level untuk Economic Internal Rate of Return (EIRR)
75% probability level untuk Net Present Value of Benefit (NPVB)
75% probability level untuk Benefit-Cost Ratio
5. Dampak proyek terhadap foreign exchange
Kriteria evaluasi:
Net foreign exchange savings
Domestic Resources Cost
6. Tujuan evaluasi: menentukan dampak proyek terhadap penciptaan lapangan
kerja
Kriteria evaluasi: Biaya untuk menciptakan 1000 oranghari (mandays)
lapangan kerja
7. Dampak proyek terhadap distribusi pendapatan kepada penduduk tertinggal
Kriteria evaluasi:
% (presentase) perubahan pada Gini Coefficient
% (presentase) perubahan pada Poverty Ratio
% (presentase) dari project incremantal benefits yang mengalir kepada
keluarga miskin

4.4.5 Penggunaan Model Investasi

Pembangunan prasarana dan sarana sumber daya air khususnya jaringan irigasi
di Indonesia bersifat ganda-tujuan (multi-objective), yaitu yang berorientasi pada
efisiensi ekonomi nasional maupun yang berorientasi non-ekonomis, misalnya
mempertahankan kondisi swa-sembada produksi beras dengan intensifikasi
sistem produksi melalui peningkatan jaringan irigasi yang ada maupun perluasan
jaringan irigasi melalui perluasan areal sawah beririgasi di luar Jawa; mendorong
program pembangunan daerah; dan menunjang program transmigrasi. Selain
itu, kriteria-kriteria pemilihan proyek dengan mana tujuan-tujuan tesebut

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dievaluasi juga mencakup faktor-faktor sosio-teknis, seperti kesiapan penduduk 4-64


untuk memanfaatkan areal pertanian yang baru dicetak, pengalaman dan
kemampuan petani untuk memanfaatkan teknologi baru seperti jaringan irigasi
teknis, dan tingkat keberadaan luas sawah yang sudah ada pada daerah
sasaran. Disamping itu, pelaksanaan pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi
mengalami permasalahan dalam penjadwalan, misalnya banyak proyek
dibangun secara bersamaan tanpa menyadari terjadinya keterbatasan dana,
sehingga proyek hanya dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
Oleh sebab itu pendekatan ekonomis semata seperti analisis Benefit-cost tidak
lagi memadai, sehingga diperlukan pendekatan yang bersifat multi-objective dan
multi-critiria dalam proses pemilihan/penyaringan proyek.

Model Integer Goal Programming disarankan untuk dipakai dalam proses


pemilihan proyek yang bersifat multi-objective dan multi-criteria. Model ini
mampu menangani proses pemilihan proyek (irigasi) dengan karakteristik
sebagai berikut:

Multi-objective: economic/monetary objective seperti efisiensi ekonomi, dan


non-monetary objective seperti menunjang program swa-sembada beras,
mendorong program pembangunan daerah, dan menunjang program
transmigrasi;

Multi-criteria; faktor teknis: kecocokan/kesuburan lahan, ketersediaan air;


faktor-faktor sosio-teknis: kesiapan penduduk untuk memanfaatkan areal
pertanian yang baru dicetak, pengalaman dan kemampuan petani untuk
memanfaatkan teknologi baru seperti jaringan irigasi teknis, dan tingkat
keberadaan luas sawah yang sudah ada pada daerah sasaran; faktor sosio-
politis: jumlah transmigran yang didukung; faktor sosio-ekonomis: jumlah luas
areal sasaran; dan faktor lingkungan: skore dampak lingkungan

Penjadwalan proyek dalam kondisi keterbatasan dana: dengan digunakannya


variabel 0 dan1, maka jika proyek dipilih akan diselesaikan dengan tuntas
sehingga dihindari penyelesaian proyek yang parsial.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Dibandingkan dengan pendekatan tradisional Benefit-cost analysis, manfaat dari 4-65


penggunaan dari model multi-objective-multi-criteria diantarnya adalah:

Dapat digunakan untuk membuat simulasi trade-off untuk berbagai pilihan


kebijakan pemilihan proyek, misal jika dipilih tujuan efisiensi ekonomi sebagai
prioritas maka akan terpilih proyek-proyek irigasi yang terletak di Jawa saja
(karena dengan investasi yang tidak terlalu besar misalnya untuk rehabilitasi
dan atau lanjutan pembangunan jaringan irigasi akan diperoleh nilai net
present value of benefit yang cukup tinggi); sebaliknya jika pencapaian areal
irigasi baru atau dukungan atas program transmigrasi dipilih sebagai tujuan
prioritas maka akan terpilih proyek-proyek irigasi yang terletak di luar Jawa.
Demikian halnya untuk tujuan/objective dan kriteria-kriteria lainnya akan
menghasilkan pilihan proyek dan pencapaian sasaran yang berbeda
tergantung dari tujuan dan kriteria yang diprioritaskan.

Dapat digunakan untuk mengatasi masalah manajerial penjadwalan proyek,


misalnya dalam penjadwalan yang optimal yaitu memilih proyek dengan bulat
dapat diselesaikan sesuai periode konstruksi proyek ditengah kendala dana
yang tersedia.

Dapat digunakan untuk parametric analysis untuk berbagai skenario


ketersediaan dana, skenario pemilihan prioritas tujuan dan skenario pemilihan
prioritas penggunaan kriteria.

Dapat digunakan sebagai perangkat untuk mengidentifikasi ketidak pastian


faktor-faktor sosio-teknis sehingga dapat diantisipasi upaya-upaya untuk
meminimalkan ketidak pastian. Misalnya, jika tujuan penambahan areal irigasi
baru di luar Jawa atau dukungan atas program transmigrasi diberi prioritas
maka akan diketahui skor/posisi masing-masing calon daerah irigasi dalam
hal kesiapan petani, kapasitas petani dan jumlah areal yang sudah berupa
sawah pada daerah sasaran. Dengan diketahuinya skor/posisi atas faktor-
faktor sosio-teknis dapat diantisipasi uapaya penanganannya.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Dapat dipakai sebagai perangkat untuk koordinasi antar sektor dengan 4-66
diketahuinya jadwal dan kondisi faktor-faktor teknis, sosio-teknis, sosio-politis,
sosio-ekonomi dari daerah sasaran Misalnya, kapan jaringan irigasi dimulai
dan diselesaikan pembangunannya, dan kapan dukungan sarana produksi
padi dan pelatihan untuk petani harus dimulai dan kapan pula transmigran
mulai didatangkan ke daerah sasaran.

Model ini dengan berbagai modifikasi dapat digunakan untuk pemilihan


prasarana dan sarana lainnya yang mempunyai karakter multi-objective
multi citreria, seperti penyediaan sarana air minum, sanitasi, dan
pembangunan jaringan sumber daya air lainnya.

4.5 STRATEGI KELEMBAGAAN DAN KOORDINASI

Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan secara terpadu (multi sektoral),


menyeluruh (hulu-hilir, instream-offstream, kuantitas-kualitas, air permukaan-air
tanah, air dan lahan, freshwater management and coastal zone management),
berkelanjutan (antar generasi), berwawasan lingkungan (konservasi ekosistem)
dengan wilayah sungai (satuan wilayah hidrologis) sebagai suatu kesatuan
perencanaan dan pengelolaan. Mengingat bahwa sumber daya air menyangkut
berbagai sektor pembangunan (multi sector), maka perlu dikelola berdasarkan
pendekatan peran serta (participatory approach) semua stakeholders dan segala
keputusan publik tentang pengelolaan sumber daya air perlu didahului dengan
konsultasi publik sebelum menjadi ketetapan.

Dalam tahun-tahun belakangan ini, suatu pendekatan regional dalam


perencanaan pengembangan sumber daya air telah diikuti untuk mengatasi
konflik yang muncul dengan cepat pada penggunaan air dalam kaitannya
dengan tata ruang wilayah. Pendekatan ini diperlukan untuk optimalisasi
penggunaan sumber daya wilayah sungai karena dapat memberikan perhatian,
fokus dan integrasi dari berbagai aspek serta sebagai saluran bagi umpan balik
pengguna dan dalam pengembalian biaya. Pendekatan ini telah mengarah pada

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

definisi batas wilayah sungai dan pembentukan Satuan Pengelola Teknis 4-67
Wilayah Sungai, yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Provinsi. Untuk
merumuskan suatu perencanaan termasuk menyusun dokumentasi sumber daya
air, harus dilakukan analisis kebutuhan air baik untuk saat ini maupun
proyeksinya dimasa mendatang, juga dibutuhkan evaluasi terhadap alternatif
kegiatan untuk memanfaatkan sumber daya air tersebut secara lebih baik, dan
mengidentifikasi berbagai kegiatan untuk menghasilkan suatu pedoman
pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Dengan demikian perencanaan
pengelolaan sumber daya air akan menjadi suatu program komprehensif
pengembangan untuk jangka pendek dan jangka panjang.

Definisi fungsi institusi di tingkat pemerintah pusat yang perlu dipertimbangkan


adalah sebagai berikut:

1. Menjabarkan kerangka kerja institusi pemerintah pusat dalam kegiatan


manajemen sumber daya air.
2. Menjabarkan semua pihak yang terkait yang terlibat dalam manajemen
sumber daya air dan menggunakan kerangka kerja pada tingkat WS.
3. Menyiapkan mekanisme umpan balik (feed back), seperti seminar, untuk
mensosialisasikan kegiatan proyek dan tujuannya.
4. Mengadakan seminar informal dan diskusi bulanan antara pihak pemerintah.
Hal ini juga diikuti dengan studi masalah, seperti dari Eropa (Republik Checz,
Inggris atau Belanda) dan Asia Tenggara (Sarawak dan Malaysia) dan
negara-negara lainnya.
5. Menyiapkan mekanisme umpan balik (feed back) dalam Dewan Sumber
Daya Air Nasional untuk menampung masukan dari instansi pemerintah dan
lembaga non-pemerintah yang terkait dalam pengelolaan sumber daya air.
Masukan-masukan dimaksud dapat dikelompokkan pada:
Integrasi manajemen freshwater/air tawar dengan manajemen daerah
pantai
Integrasi manajemen air permukaan dan manajemen air tanah,
Integrasi manajemen lahan dan manajemen air,
Integrasi aspek kuantitas dan kualitas dalam pengelolaan sumber daya
air,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Integrasi keperluan yang terkait dengan air didaerah hulu dan didaerah 4-68
hilir
Masalah-masalah yang terkait dengan koordinasi dan legislasi sumber
daya air.
6. Menghindarkan terjadinya overlapping dan gaps dalam pengaturan
tanggung jawab dan kawasan kerja pada lembaga-lembaga yang terkait
dengan pengelolaan air yang ada maka diperlukan pemetaan wilayah kerja
berdasarkan pembagian wilayah sungai. Untuk keperluan ini, perlu
dipersiapkan peta Indonesia skala 1: 1.000.000 yang menggambarkan
kondisi batas Wilayah Sungai yang terbaru berdasarkan Permen PU
No:11/M/2006, propinsi, kabupaten dan kecamatan serta batas kawasan
kerja pihak-pihak yang terkait.
7. Mengklarifikasi pembagian tugas, fungsi dan yurisdiksi untuk koordinasi
sektor-sektor yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya air pada tingkat
nasional. Pembuatan prinsip dan konsep peran institusi dan tanggung jawab
mengenai: manajemen integrasi DAS dan daerah pantai, integrasi
kepentingan daerah hulu dan hilir, integrasi manajemen lahan dan air, maka
daerah aliran sungai (DAS) perlu dibagi berdasarkan area sebagai berikut:
Daerah aliran air bagian hulu.
Daerah aliran air bagian tengah.
Daerah aliran air bagian hilir.
Daerah pantai.
Alur sungai.
Dataran banjir yang diatur.
Daerah banjir.
Daerah tangkapan air (catchment area).
Daerah pinggiran dataran banjir yang diatur (regulatory floodway fringe).
8. Pembagian institusi yang bertanggung jawab adalah sebagai berikut:
perencanaan,
manajemen,
kontrol/pengendalian akses,
penggunaan,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pengendalian penggunaan sumber daya air, 4-69


pengendalian kualitas air,
inventarisasi pengguna dan permohonan alokasi air,
mengendalikan alokasi sumber daya air,
pengendalian alokasi keuangan dan pembiayaan,
koordinasi pengembangan,
evaluasi dan pengawasan,
penegakan hukum,
masalah institusi,
masalah hukum,
masalah legislasi,
memperkirakan resiko yang mungkin terjadi,
resolusi konflik,
pengembangan sumberdaya manusia,
perencanaan pengembangan partisipasi publik.
9. Informasi diatas digunakan untuk mengkoordinasi secara fungsional dan
spasial antara sektor berikut: penyediaan air minum, air industri, air
irigasi/pertanian, air perikanan, air untuk wisata air, air untuk pembangkit
listrik tenaga air, dan air untuk lingkungan, dan sebagainya.
10. Merumuskan kekurangan infrastruktur pengolahan air limbah dan pengaturan
aspek legal-nya untuk daerah perkotaan dan daerah urban.
11. Merumuskan kurangnya koordinasi antar institusi dalam hal penyediaan air
untuk berbagai keperluan serta mengidentifikasi upaya-upaya untuk
mengatasinya.
12. Mengadakan studi banding mengenai permasalahan integrasi sub-sistem
sosial dan sub-sistem alam dalam pengelolaan terpadu sumber daya air.
13. Identifikasi tugas institusi dalam menghadapi tantangan dalam pengelolaan
sumber daya air yaitu antara lain: meningkatnya kebutuhan air, menurunnya
kuantitas dan kualitas pasokan air, menurunnya daya dukung lingkungan
serta meningkatnya kepedulian atas kelestarian lingkungan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

14. Menyiapkan kerangka kerja tugas dan fungsi koordinasi institusi yang terkait 4-70
dengan pengelolaan sumber daya air pada lembaga pemerintah dan pihak
non-pemerintah yang terkait.
15. Mengidentifikasi pilihan alternatif pemecahan masalah dengan pernyataan
yang jelas tentang kelebihan dan kekurangannnya dari alternatif yang
disiapkan.

4.6 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DALAM ERA OTONOMI DAERAH

Di dalam upaya penanggulangan masalah pengembangan sumber daya air, baik


masalah kekurangan air, erosi dan sedimentasi, banjir serta kualitas air adalah
termasuk upaya penanggulangan secara struktural dan non-struktural
pengembangan sumber daya air dalam era otonomi daerah.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah Daerah (sebagai pengganti UU No 22/1999) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai otonomi daerah, maka untuk saat ini kedua
produk hukum tersebut digunakan sebagai acuan untuk pembagian kewenangan
antara Pusat, Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan semua produk hukum
yang isinya bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan tersebut perlu
untuk direvisi.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (sebagai


pengganti UU No. 22/1999) dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000,
akan banyak memberikan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem
ketatanegaraan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan faktor
pendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran
dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan
daerah kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pokok Pemerintah di Daerah, berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat 4-71


II dan Kotamadya Daerah Tingkat II. Daerah kabupaten dan kota tersebut
berkedudukan sebagai daerah otonomi dan mempunyai kewenangan dan
keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa
dan aspirasi masyarakat di daerahnya.

Pelaksanaan otonomi daerah yang bertumpu pada otonomi daerah kabupaten


dan daerah kota juga memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan
sumber daya air. Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, Pemerintah
dan DPR telah mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber daya air. UU SDA ini menggantikan Undang-undang yang
berlaku sebelumnya, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Dalam UU SDA Pasal 5 dan Pasal 6 Tentang Pengelolaan Sumber daya air,
disebutkan bahwa:

1. Pengelolaan sumber daya air meliputi kegiatan konservasi, pendayagunaan


dan pengendalian daya rusak air.
2. Pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan wilayah sungai.
3. Pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan seluas-luasnya
peran serta masyarakat.
4. Berdasarkan prinsip keterpaduan tanpa mengurangi Wewenang Pengelolaan
dan Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Sungai, ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 4.16 Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai

Wewenang Penetapan Wilayah Sungai,


Wilayah Sungai Penetapan Pola dan Pelaksanaan
Pengelolaan SDA
Dalam satu Kabupaten/kota Bupati/Walikota
Lintas Kabupaten/Kota dalam satu Gubernur (konsultasi dengan Dewan
Propinsi Daerah Sumber daya air)
Menteri (konsultasi dengan Dewan
Lintas Propinsi
Nasional Sumber daya air)
Pemerintah (dengan persetujuan dan
Sungai Strategis
dilakukan bersama Pemerintah Daerah)
Sumber: UU No. 7 Tahun 2004.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Pengelolaan sumber daya air memerlukan dukungan penuh dan terus-menerus 4-72
dari institusi jajaran pemerintah propinsi/kabupaten/kota dan stakeholders. Untuk
itu diperlukan suatu terobosan berupa suatu kesepakatan operasional pelayanan
sumber daya air yang mengikutsertakan para penanggung jawab operasional di
lapangan, baik dari unsur pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah
propinsi, termasuk para kelompok pengguna air di dalam pengelolaan sumber
daya air.

4.6.1 Permasalahan dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber daya air

Masalah khusus yang mendesak untuk pengembangan wilayah sungai terdiri


atas terlalu banyak air dimusim hujan, terlalu sedikit air dimusim kemarau
sedangkan air yang tersediapun sudah terlalu kotor yang menyangkut
pengelolaan air permukaan, air tanah dan kualitas air. Masalah yang berkaitan
dengan penggunaan air permukaan dan air tanah memperlihatkan perlunya
pengelolaan bersama antara sumber air tanah dan air permukaan. Suatu
pengelolaan kuantitas air dan kualitas air yang memadai akan menjadi penting
bagi pembangunan. Pemantauan telah dilakukan, tapi penegakan hukum dan
peraturan mengenai kuantitas air dan kualitas air sampai sekarang masih
kurang.

Masalah dan tantangan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

a. Selama proses masa transisi, pemerintah harus menjalankan perencanaan


dan koordinasi pengembangan sumber daya air dengan tegas.
b. Perencanaan harus menerapkan prinsip peningkatan fungsi dan daya
dukung daerah aliran sungai sebagai sumber air dan manajemen daerah
aliran sungai. Hal ini juga harus diterapkan tingkat Wilayah Sungai.
c. Peningkatan manajemen sumber daya air permukaan dan air tanah harus
dalam kerangka kerja yang sama pada masing-masing Wilayah Sungai yang
bersangkutan.
d. Kerangka kerja institusi harus mengatur koordinasi antara tingkat nasional,
propinsi, dan kabupaten dalam manajemen sumber daya air maupun

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

mengatur koordinasi antar anggota stakeholders pada tingkat yang sama 4-73
pada berbagi tingkatan yaitu tingkat nasional, provinsi dan wilayah sungai.
e. Saat ini masih terdapat lembaga pemerintah yang mempunyai tugas yang
sama pada perencanaan manajemen sumber daya air dan kawasan kerja-
nya. Terdapat juga definisi kawasan kerja yang tidak konsisten pada
departemen pemerintah, lembaga, dan tingkat administrasi. Bappenas
seharusnya memulai untuk mengatur koordinasi batasan kawasan kerja.
f. Perencanaan dan koordinasi manajemen sumber daya air dan daerah aliran
sungai pada wilayah sungai nasional dan wilayah sungai strategis
dikoordinasikan oleh badan pemerintah pusat dengan partisipasi langsung
pihak-pihak yang terkait (pengguna sumber daya air, baik swasta maupun
publik) pada setiap WS.
g. Kerangka kerja institusi yang terkait harus terdiri dari 5 tahap, yakni:
1) nasional (prioritas pada Wilayah Sungai nasional dan wilayah sungai
strategis),
2) propinsi (prioritas pada wilayah sungai propinsi atau lintas kabupaten
dalam satu propinsi),
3) kabupaten,
4) kecamatan/daerah tangkapan dan
5) desa/sub DAS yang kecil.
h. Definisi pihak yang terkait atau pemangku kepentingan/stakeholders adalah:
Lembaga pemerintah pusat yang terkait.
Departemen pemerintah.
Organisasi non pemerintahan.
Organisasi pengelola wilayah sungai yaitu Balai Besar Wilayah
Sungai/BBWS, Bali Wilayah Sungai/BWS, PJT I, PJT II, Balai
Pengelolaan SDA Propinsi
Sektor industri swasta.
Sektor pengembang swasta.
Asosiasi perusahaan air minum
Asosiasi pengguna air.
Asosiasi profesional.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Petani dan asosiasinya. 4-74


Nelayan dan asosiasinya.
i. Prioritas identifikasi pengembangan wilayah sungai (WS) adalah pada WS
tingkat nasional dan WS Strategis nasional, pengembangan WS akan
diuraikan oleh perencanaan strategi untuk WS, diawali dengan penetapan
pola dan rencana induk pengelolaan sumber daya air yang disetujui oleh
Dewan SDA Nasional. Kabupaten harus menyiapkan bahan perencanaan
pembangunan kabupaten dengan prioritas pada kecamatan. Perencananan
pengembangan pada tingkat kecamatan dibuat oleh pemakai air dan LSM.
j. Manajemen sumber daya air pada wilayah sungai lintas propinsi dan wilayah
sungai strategis nasional akan dikoordinasikan oleh Dewan Sumber Daya Air
Nasional dengan sekretariatnya dan struktur transisinya. Insitusi ini juga akan
bertanggung jawab dalam penyebaran informasi kepada publik dan
pengembangan sistem monitor untuk propinsi, DAS, dan kabupaten.
k. Manajemen informasi sumber daya air akan didirikan dan berada dibawah
sekretariat. Pengembangan ini adalah digunakan untuk sistem pengawasan
kinerja pemerintah dan sistem koordinasi manajemen informasi. Hal ini
diperlukan untuk koordinasi antara tingkat pemerintah, propinsi, DAS dan
kabupaten.
l. Lembaga-lembaga pada tingkat propinsi, DAS dan kabupaten akan
menggambarkan kondisi, baik dari segi pasokan maupun kebutuhan,
propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa dalam hubungannya dengan
daerah hulu, tengah, hilir DAS dan daerah pantai yang ada.
m. Melengkapi strategi sumber daya air nasional dan menyelaraskan dengan
ketentuan dan peraturan sektor dan sub sektor yang ada.
n. Dalam perumusan program sumber daya air dan irigasi, diikutsertakan
mengenai bidang pengawasan, pembaharuan (update), manajemen, dan
koordinasi finansial.
o. Bappenas bertanggung jawab dalam reformasi kebijakan pengelolaan
sumber daya air dan membantu Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber daya
air.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

p. Dewan Sumber Daya Air Nasional bertanggung jawab dalam implementasi 4-75
dan manajemen kebijakan pengelolaan sumber daya air nasional.

4.6.1.1 Permasalahan dalam Pengelolaan Sumber daya air

Wilayah Sungai di Pulau Jawa sebagian besar mengalami permasalahan yang


sama yaitu:

Kerusakan catchment area sehingga memberikan ancaman terhadap


keberlanjutan daya dukung sumber daya air.
Penurunan kinerja infrastruktur sumber daya air.
Eksploitasi air tanah yang berlebihan mengakibatkan penurunan muka air
tanah, land subsidence, dan intrusi air laut.
Kualitas air buruk karena daya dukung sungai lebih rendah dibanding beban
pencemaran.
Banjir disebabkan oleh perubahan tata lingkungan, penurunan kapasitas
pengaliran sungai dan penurunan kinerja prasarana pengendali banjir.
Meningkatnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan.
Telah terjadi kekeringan/defisit air (di musim kemarau).
Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan, diperlukan
adanya institutusi yang bersifat komprehensif untuk menjawab permasalahan
yang berkembang.
Rendahnya kualitas pengelolaan hidrologi.
Belum semua wilayah sungai memiliki masterplan.
Masih lemahnya pengelolaan database sumberdaya alam.
Meningkatnya potensi konflik pemanfaatan air.
Regenerasi sumber daya manusia pengelola sumber daya air terancam tidak
berlanjut.

Kebutuhan air baku untuk non-irigasi makin meningkat sejalan dengan


perkembangan penduduk, permukiman dan industri. Kelangkaan air juga
diperparah dengan menurunnya kondisi lingkungan dan makin meluasnya lahan
kritis. Pengaruh otonomi daerah dalam rangka pengelolaan sumber daya air

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pada prinsipnya di satu sisi dapat memberikan dampak yang baik dan 4-76
bermanfaat, namun di sisi lain juga tidak menutup kemungkinan akan dapat
menimbulkan konflik yang sebelumnya mungkin tidak pernah terjadi.

Pengaruh yang baik dan bermanfaat dalam kaitannya dengan pengelolaan


sumber daya air dalam era otonomi daerah adalah munculnya budaya kompetisi
yang sehat antar daerah untuk berusaha memajukan daerahnya masing-masing
dengan memanfaatkan potensi yang ada di masing-masing daerah. Selain itu,
pemerintah kabupaten/kota juga akan berupaya untuk lebih mensejahterakan
dan meningkatkan derajat kehidupan masyarakatnya sebagai konsekuensi dari
tuntutan masyarakat dan tuntutan jaman, yang berarti bahwa kabupaten/kota
dituntut dapat lebih intensif mendayagunakan segala potensi yang ada secara
bertahap agar mampu membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Di sisi lain, adanya otonomi daerah dapat menimbulkan permasalahan-


permasalahan yang dapat menimbulkan konflik antar daerah dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber daya air. Berikut ini diberikan berapa permasalahan
yang sering muncul dalam pengelolaan sumber daya air, terkait dengan
pelaksanaan otonomi daerah:

a. Permasalahan dalam Kaitannya dengan Kepentingan Kabupaten/Kota.

Dengan diterapkannya otonomi daerah, ada kecenderungan kabupaten/kota


akan menguasai dan mengelola sumber daya air yang terdapat di
daerahnya. Penguasaan atas sumber daya air ini didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:

1) Sumber daya air merupakan unsur penting dalam pemenuhan


kebutuhan hidup dan sangat diperlukan untuk pemenuhan kehidupan
dan kesejahteraan masyarakat.

2) Sumber daya air sebagai komoditi ekonomi dapat dikembangkan dan


dikelola untuk andalan pendapatan daerah (sebagai air baku, industri,
pariwisata, dan lain-lain).

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

3) Dengan menguasai dan mengelola sumber daya air akan mengurangi 4-77
ketergantungan pada daerah lain.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut apabila dikembangkan secara positif


akan memajukan daerah dan menumbuhkan kompetisi yang baik, dengan
catatan tidak didasari atas niat ingin menguasai dan hanya memikirkan
daerah setempat saja.

b. Permasalahan dalam Kaitannya dengan Pemanfaatan Air Bersih.

Konflik pemanfaatan air bersih dapat terjadi apabila tidak ada kesepakatan
yang baik pada pemanfaatan langsung maupun tidak langsung yang terkait
dengan:

1) Pemilik sumber air (lokasi sumber),


2) Jalur distribusi yang dilewati,
3) Alokasi pemanfaatan air,
4) Keuntungan yang timbul dari pemanfaatan air,
5) Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pemanfaatan tersebut.

c. Permasalahan dalam Kaitannya dengan Banjir.

Masalah penanganan banjir secara komprehensif sangat tergantung oleh


adanya keterpaduan pengelolaan daerah pengaliran sungai dalam satu
wilayah sungai. Konflik akan terjadi bilamana wilayah sungai terdiri dari
beberapa wilayah administratif baik kabupaten/kota atau bilamana wilayah
sungai melalui lebih dari satu propinsi. Sebab dan akibat adanya banjir ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi tata ruang dalam wilayah sungai. Oleh
karena itu, perlu adanya pembagian dalam penataan ruang dari masing-
masing kabupaten/kota untuk memperhatikan lokasi, fungsi dan sifat dimana
daerah tersebut berada dalam wilayah sungai. Lokasi, fungsi dan wilayah
sungai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Daerah aliran sungai bagian atas (hulu), daerah ini berfungsi sebagai
daerah konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan resapan air serta
pengendalian terhadap erosi.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

2) Daerah aliran sungai bagian tengah, daerah ini berfungsi sebagai 4-78
daerah untuk pengumpulan, penyimpanan, pengalokasian,
pendistribusian serta pengendalian banjir.

3) Daerah aliran sungai bagian bawah (hilir), daerah ini berfungsi sebagai
daerah pengendalian banjir dan drainase serta pencegahan intrusi air
laut.

Selain sangat dipengaruhi oleh curah hujan, masalah banjir juga terkait
dengan ada tidaknya tindakan konservasi di daerah hulu dan untuk
mengkoordinasikannya sangat sulit karena berhubungan dengan masalah
tataguna lahan pada masing-masing daerah kabupaten/kota. Untuk itu
diperlukan upaya-upaya khusus diantaranya dengan mengintegrasikan
kepentingan hulu dan hilir serta diterapkannya prinsip hydrosolidarity.

Suatu daerah tangkapan air dapat dilihat sebagai socio-ecohydrological


system dimana trade offs harus dibuat. Langkah-langkah
penyeimbangan/tradeoffs ini perlu diikuti upaya-upaya yang kondusif agar
antara lain: penerimaan masyarakat atas hasil trade offs harus dijamin,
pelaksanaannya dimungkinkan dengan adanya institusi-institusi, peraturan-
peraturan dan pembiayaan yang siap melaksanakan, dan direalisasikannya
implementasi dengan menjamin insentip yang mencukupi dan disertai upaya-
upaya dibidang pendidikan. Dalam upaya-upaya ini, komplikasi dapat timbul
seperti perubahan yang terus berlanjut dalam hal perubahan-perubahan
penggunaan tanah dan modifikasi penggunaan air, yang didorong oleh
pertumbuhan penduduk, migrasi-urban dan bertambahnya ekspektasi. Lebih
lanjut, keterlambatan dalam merespon akan mempersulit pelaksanaan
upaya-upaya : keterlambatan dalam respon sosial (pembenahan bantaran
sungai yang dimukimi penduduk), keterlambatan respon hidrologis
(penentuan daerah rawan banjir berdasarkan tingkat resiko) dan
keterlambatan respon ekosistem (pembuatan daerah atau titik-titik/sumur
resapan air), kesemuanya itu harus diperhitungkan. Hal-hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah kejadian-kejadian pemicu-pemicu yang memerlukan
penanganan khusus seperti langkah-langkah intervensi pemerintah dalam

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

memitigasi bencana yang terkait dengan air seperti kekeringan, banjir, 4-79
tanah longsor dan pencemaran.

Tiga arahan kunci menjiwai sistem manajemen yang diperlukan, yaitu: 1)


menjamin layanan yang terkait dengan air kepada penduduk, 2) mencegah
dan mengurangi degradasi ekosistem, dan 3) memperkirakan perubahan dan
variabilitas iklim dan dampaknya.

d. Permasalahan dalam Kaitannya dengan Pemanfaatan Air Irigasi.

Guna memenuhi kebutuhan pangan, pemanfaatan air untuk irigasi saat ini
masih sangat diperlukan dan masih dominan. Berkaitan dengan hal tersebut,
peningkatan kebutuhan air non irigasi akan menyebabkan alokasi
pemenuhan kebutuhan air irigasi menjadi berkurang, disisi lain, kebutuhan
air irigasi juga cenderung berkurang seiring dengan pengurangan lahan
irigasi karena adanya perubahan pemanfaatan lahan. Mengingat air yang
terbatas, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan konflik antar
pengguna air. Oleh karena itu, perlu adanya kesepakatan dalam hal alokasi
air dan pola tanam yang diterapkan.

e. Permasalahan dalam Kaitannya dengan Kelembagaan.

Berbagai instuisi selama ini telah melakukan pengelolaan sumber daya air.
Pada waktu sumber daya air masih berupa uap air/embun, BMG merupakan
instuisi yang berwenang dan bertanggung jawab dalam melakukan
pengelolaan dan pencatatan. Sedangkan sumber daya air yang sudah
berada pada badan air, yang berupa sungai atau danau sebagai air
permukaan dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum/cq. Ditjen Sumber
Daya Air. Selanjutnya, sumber daya air yang berupa air tanah yang berada
di bawah permukaan tanah dikelola oleh Departemen Pertambangan dan
Energi. Sementara itu, untuk air di laut instuisi pengelolanya adalah
Departemen Kelautan dan Perikanan. Mengingat sifat kontinuitas sumber
daya air, sementara institusi pengelolanya relatif terpisah, oleh karenanya
diperlukan suatu koordinasi yang baik diantara para unsur pengelolaannya.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Pengelolaan sumber daya air melibatkan banyak stakeholders yang 4-80


seringkali tidak mudah untuk mengkoordinasikannya dan ada
kecenderungan sering terjadi egoisme sektoral dengan implikasi:

1) Menitikberatkan pada kepentingan masing-masing sektor,


2) Merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sesuai kebutuhannya
sendiri,
3) Membuat peraturan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masing-
masing sektor,
4) Menyebabkan terjadinya tumpang tindih tanggung jawab dan wewenang
instuisi,
5) Menyebabkan kurang terintegrasinya tataguna ruang dan tata air.

Dalam pelaksanaannya, instansi pemerintah termasuk lembaga-lembaga


penelitian dan Perum yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air
cukup banyak, yaitu Departemen-departemen Pertanian, Kehutanan,
Perhubungan, ESDM, Pekerjaan Umum, Perindustrian, Dalam Negeri,
Keuangan, Kelautan dan Perikanan, Kesehatan, Sosial, Kementerian
Negara PPN/BAPPENAS, Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menko KESRA, BPN, BMG,
BAKORNAS PBP, BPPT, LAPAN, LIPI, BAKOSURTANAL, PT. PLN, PJT I,
dan PJT II. Permasalahan yang sering timbul adalah mengenai batasan
kewenangan antar lembaga pengelola SDA dalam pengelolaan sumber
daya air masih belum jelas dan belum ada juklak dan juknis yang
mengaturnya, terkait dengan Implementasi PP No. 25 Tahun 2000 atau
peraturan pemerintah penggantinya.

4.6.1.2 Tantangan dalam Pengelolaan Sumber daya air

a. Meningkatnya eksploitasi Sumber daya air demi mengejar Pendapatan Asli


Daerah (PAD)

Sumber pendapatan daerah ketentuannya terdapat dalam Undang-undang


Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

bahwa salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli 4-81
Daerah, yang meliputi:

hasil pajak daerah,


hasil retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan,
lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sebagai daerah otonomi yang memiliki kewenangan sendiri untuk mengurus


daerahnya, terkadang pemerintah daerah dalam mengejar Pendapatan Asli
Daerah (PAD) baik yang berupa pajak maupun retribusi daerah, seringkali
tidak memperhatikan pengaruhnya terhadap daerah lain.

b. Ego sektor berubah menjadi ego daerah

Akibat dari pengelolaan sumber daya air menyangkut multi sektor, maka
pengelolaan sumber daya air akan melibatkan banyak stakeholders yang
tidak mudah untuk mengkoordinasikannya sehingga ada kecenderungan
terjadinya egoisme sektoral dengan implikasi mengutamakan pada
kepentingan masing-masing sektor. Dari ego sektor tadi kemudian berubah
menjadi ego daerah dengan implikasi merencanakan dan melaksanakan
pengelolaan sumber daya air sesuai kebutuhan daerahnya sendiri tanpa
memikirkan daerah lain yang terkadang air sungai tersebut juga mengalir
atau melewati daerah lain.

c. Masalah Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tidak mengenal
batas administratif

Pembinaan maupun pengelolaan atas air dan atau sumber air pada suatu
wilayah sungai batasannya adalah wilayah sungai (batasan hidrologis)
bukan batasan administrasi. Sering terjadi permasalahan suatu sumber air
terletak pada wilayah administrasi yang berbeda dengan pengguna sumber
air tersebut. Permasalahan tersebut biasanya dapat diselesaikan antar
instansi pemerintah namun sulit untuk level masyarakat. Sehingga
diperlukan adanya koordinasi dan pengaturan atas sumber daya air yang

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

adil dan merata secara jelas dan tegas serta memberikan informasi yang 4-82
transparan bagi masyarakat setempat, karena bagaimanapun juga
masyarakat merupakan pihak yang terlibat langsung dalam pemanfaatan
dan penggunaan air tersebut.

Sehubungan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam


pengelolaan sumber daya air seperti yang disampaikan diatas, diperlukan
upaya-upaya pengelolaan sumber daya air yang lebih terpadu, dengan
mempertimbangkan:

1) Perubahan paradigma.
Tujuan pengelolaan dari Adhoc (khusus) menjadi need driven,
Pola pengelolaan dari reaktif menjadi proaktif,
Sistem pengelolaan dari rigid menjadi fleksibel,
Lingkup pengelolaan dari orientasi proyek menjadi program terpadu,
Filosofi pengelolaan dari menghindari hukum menjadi melakukan
sesuai hukum.
2) Pengembangan kerjasama antar lembaga dan daerah.
Penanganan wilayah perbatasan, kawasan konservasi dan
pengendalian pencemaran,
Kerjasama dalam pemberian perijinan untuk kegiatan-kegiatan
pemanfaatan SDA dan pemanfaatan ruang,
Kerjasama berbasis proyek untuk penanganan masalah sejenis yang
dihadapi bersama.

4.6.2 Organisasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No:12/PRT/M/2006, tanggal


17 Juli 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai, dan
PERMEN PU No:13/PRT/M/2006, tanggal 17 Juli 2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Wilayah Sungai, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)/Balai
Wilayah Sungai (BWS) adalah unit pelaksana teknis di bidang konservasi
sumber daya air, pengembangan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai, yang berada di bawah 4-83
dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air.

BBWS/BWS mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya air


(SDA) yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan dalam rangka konservasi SDA, pengembangan SDA,
pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai.

Dalam melaksanakan tugasnya BBWS/BWS menyelenggarakan fungsi:


a. melaksanakan penyusunan pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah
sungai;
b. melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan
lindung sumber air pada wilayah sungai;
c. melaksanakan pengelolaan SDA yang meliputi konservasi SDA,
pengembangan SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air
pada wilayah sungai;
d. melaksanakan penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA pada wilayah
sungai;
e. melaksanakan operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai;
f. melaksanakan pengelolaan sistem hidrologi;
g. melaksanakan penyelenggaraan data dan informasi SDA;
h. melaksanakan fasilitasi kegiatan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya
Air pada wilayah sungai;
i. melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA;
j. melaksanakan ketatausahaan Balai Besar/Balai Wilayah Sungai.

Balai Besar Wilayah Sungai terdiri dari 2 (dua) tipe, yaitu:


1) BBWS Tipe A yang terdiri dari:
a. Bagian Tata Usaha;
b. Bidang Program dan Evaluasi;
c. Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air;
d. Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air;
e. Bidang Operasi dan Pemeliharaan;

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

f. Kelompok Jabatan Fungsional. 4-84


3) BBWS Tipe B yang terdiri dari:
a. Bagian Tata Usaha;
b. Bidang Perencanaan dan Operasi Pemeliharaan;
c. Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air;
d. Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air;
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

Tabel 4. 17 Balai Besar Wilayah Sungai & Balai Wilayah Sungai di Pulau Jawa

NO. NAMA BALAI LOKASI WILAYAH KERJA

Balai Besar Wilayah Sungai


I. TIPE A
1. Balai Besar Wilayah Sungai Brantas Surabaya Wilayah Sungai Brantas
Balai besar Wilayah Sungai Bengawan
2. Surakarta Wilayah Sungai Bengawan Solo
Solo
Balai Besar Wilayah Sungai pemali Wilayah Sungai Pemali Comal
3. Semarang
Juana Wilayah Sungai Jratun Seluna
Wilayah Sungai Serayu
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Bogowonto
4. Yogyakarta
Opak Wilayah Sungai Progo Opak
Serang
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Wilayah Sungai Cimanuk
5. Cirebon
Cisanggarung Cisanggarung
II. TIPE B
6. Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy Banjar Wilayah Sungai Citanduy
Balai Wilayah Sungai
I. TIPE A
Wilayah Sungai Cidanau
1. BWS Cidanau Ciujung Cidurian Serang
Ciujung Cidurian
Wilayah Sungai Ciliwung
2. BWS Ciliwung Cisadane Jakarta Cisadane
Wilayah Sungai Kep. Seribu
3. BWS Citarum Bandung Wilayah Sungai Citarum
II. TIPE B
- - - -

Balai Wilayah Sungai terdiri dari 2(dua) tipe, yaitu:


1) Balai Wilayah Sungai Tipe A terdiri dari:
a. Subbagian Tata Usaha;
b. Seksi Perencanaan dan Operasi Pemeliharaan;
c. Seksi Pelaksanaan Jaringan Sumber Air;

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

d. Seksi Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air; 4-85


e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2) Balai Wilayah Sungai Tipe B terdiri dari:
a. Subbagian Tata Usaha;
b. Seksi Perencanaan dan Operasi Pemeliharaan;
c. Seksi Pelaksanaan Jaringan Sumber Air dan jaringan Pemanfaatan Air;
d. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air/Pengairan Tingkat Propinsi berperan


sebagai penanggung jawab pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di
wilayah sungai yang menjadi kewenangan Propinsi yang bersangkutan (wilayah
sungai propinsi) yang diwujudkan manifestasinya pada usaha-usaha pembinaan
teknis dan pengawasan teknis maupuan pelaksanaan fisiknya.

Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Tingkat Kabupaten/Kota berperan sebagai


penanggung jawab pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai
yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang bersangkutan (wilayah sungai
Kabupaten/Kota) yang diwujudkan manifestasinya pada usaha-usaha pembinaan
teknis dan pengawasan teknis maupuan pelaksanaan fisiknya.

Untuk membantu dinas tingkat propinsi dalam pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai yang bersifat lintas kabupaten/kota masih dalam satu propinsi
(wilayah sungai propinsi) diperlukan Balai Pengelolaan Sumber daya air
Propinsi (Balai PSDA Propinsi) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 179/1997 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Balai PSDA. Tugas utama Balai PSDA Propinsi adalah melaksanakan sebagian
fungsi dinas di bidang pengelolaan sumber daya air, yang meliputi 9 (sembilan)
urusan yaitu:
1. Urusan irigasi lintas kabupaten/kota.
2. Penyediaan air baku untuk berbagai keperluan.
3. Sungai.
4. Danau, waduk, situ dan embung.
5. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan.
6. Rawa.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

7. Pengendalian pencemaran air. 4-86


8. Perlindungan pantai.
9. Pemeliharaan muara sungai dan delta.

Dalam rangka melaksanakan tugas sembilan urusan seperti tersebut di atas,


Balai PSDA mempunyai 3 fungsi utama sebagai berikut:

1. Pelaksanaan operasional pelayanan kepada masyarakat di bidang pengairan


(rekomendasi teknis perijinan pengambilan air, galian golongan C, alokasi
air, pengendalian banjir, penanggulangan kekeringan, irigasi lintas
kabupaten/kota, pengelolaan rawa, delta, dll).
2. Pelaksanaan operasional konservasi/pelestarian air dan sumber air
(pengendalian pencemaran air, perlindungan pantai dan muara, kelestarian
situ, waduk, embung, pemeliharaan infrastruktur pengairan dll).
3. Pelaksanaan pelayanan teknis administratif ketatausahaan (urusan
keuangan, kepegawaian dan perlengkapan).

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

BAB 5 PEMANTAUAN DAN EVALUASI 5-1

5.1 INDIKATOR PEMANTAUAN DAN EVALUASI

5.1.1 Pemantauan

Pemantauan adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan dengan


arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman dalam rangka menyusun
perencanaan berikutnya. Pemantauan merupakan bagian dari kegiatan
pengendalian untuk mengamati/meninjau kembali serta mempelajari dengan
cermat yang dilakukan secara terus menerus atau berkala terhadap pelaksanaan
rencana pembangunan yang sedang berjalan. Kegiatan pengendalian meliputi
kegiatan pemantauan, pengawasan, dan tindakan lanjut.

Pengendalian dilakukan dengan maksud untuk dapat menjamin bahwa


pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Serangkaian kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Dengan melakukan pemantauan perkembangan
pelaksanaan rencana pembangunan dapat diikuti dengan bagik guna menjamin
konsistensi antara pelaksanaan dengan rencana yang telah ditetapkan;
mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan atau akan
timbul untuk dapat diambil tindakan korektif sedini mungkin.

5.1.2 Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan penilaian kinerja yang diukur dengan efisiensi,


efektifitas, dan kemanfaatan program serta keberlanjutan pembangunan.
Evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan dilaksanakan terhadap
keluaran kegiatan yang dapat berupa barang dan jasa dan terhadap hasil
(outcomes) program pembangunan yang berupa dampak dan manfaat. Evaluasi
dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah
pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan
rencana pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi 5-2
pelaksanaan rencana pembangunan diarahkan kepada hasil, manfaat, dan
dampak dari rencana pembangunan. Pada prinsipnya, untuk menciptakan
proses dan kegiatan perencanaan yang efisien, efektif, dan transparan, serta
akuntabel, dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui penyusunan
indikator dan sasaran kinerja pelaksanaan rencana yang meliputi; (i) indikator
masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil/manfaat.

Di dalam opersionalnya, evaluasi sering digunakan untuk menunjukkan tahapan


siklus pengelolaan rencana pembangunan yang mencakup: (i) Evaluasi pada
Tahap Perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan, evaluasi sering
digunakan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif
dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya; (ii)
Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan,
evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana
dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan (iii)
Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (EX-POST). Evaluasi ini diarahkan
untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu
mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan
setelah program berakhir untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil
dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran),
ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program.

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan


pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data
dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran
kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan
sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result),
manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan
pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah,
berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang
merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam
melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementrian/Lembaga,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan 5-3
evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang
sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.

5.1.3 Indikator dalam Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air

Sejalan dengan pengelolaan sumber daya air terpadu yang dikenal dengan
Integrated Water Resources Management (IWRM), arah pemantauan dan
evaluasi yang dilakukan juga terkait dengan visi dan rencana yang ditetapkan.
Untuk itu diperlukan indikator sebagai perangkat dalam memantau proses
pengelolaan yang dilakukan.

Kerangka praktis untuk menyusun indikator-indikator untuk pemantauan dan


hasilnya (outcomes) secara konseptual dapat dibagi dalam 4 (empat) kelompok
yang berbeda1 setiap kelompok mewakili kemajuan dari beberapa
tahapan/langkah dari siklus proses ini.

Visi

Pemantauan Assessment

Lingkungan yang
Menunjang
Kerangka Institusi
Implementasi Instrumen Managemen Strategi

Rencana IWRM

Gambar 5. 1 Siklus Pengelolaan Terpadu SDA (IWRM).

Adapun tahapan yang dimaksud sesuai dengan siklus tersebut adalah sebagai
berikut:

1
Olsen, et al., 2006

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

1. Tahap Pertama : Kondisi yang menunjang untuk IWRM. 5-4


2. Tahap Kedua : Proses reformasi IWRM telah berdampak
3. Tahap ketiga : Isu/permasalahan kunci sumber daya air telah
mulai diselesaikan
4. Tahap ke Empat : didapatkannya penggunaan air yang adil dan
dengan keseimbangan yang berlanjut pada aspek ekonomis dan
lingkungan.

Sepanjang proses reformasi kebijakan pengelolaan SDA mantap, maka


secara alamiah fokus reformasi akan bergerak dari tahapan yang pertama
menuju ke tahapan yang berikutnya. Namun berjhubung proses ini
merupakan suatu siklus, maka selalu perlu pertimbangan kembali aspek-
aspek tahap awal.

A. Indikator Outcome Tahap Pertama

Kelompok indikator-indikator ini adalah pengukur kondisi yang menunjang


(enabling conditions) yang telah dihasilkan suatu waktu tertentu yang ditentukan
dalam pemantauan. Kondisi-kondisi ini termasuk item-item seperti:
Kepedulian dan partisipasi pemangku kepentingan (stakeholders),
Pendanaan yang diperlukan tersedia,
Adanya kebijakan, perundangan, peraturan-peraturan, standar-standar
dan kemauan politis untuk melaksanakan rencana-rencana.

Kondisi tersebut adalah landasan-landasan untuk kemajuan yang lebih lanjut dan
reformasi dalam Pengelolaan Terpadu SDA, tetapi dapat, dalam hal terburuk,
tetap merupakan dokumen-dokumen statis dan kehendak baik saja. Indikator-
indikator pada Tahap Pertama dapat berupa, misalnya Kebijakan Pengelolaan
SDA yang telah disepakati, Peraturan-perundangan yang telah ditetapkan:, dan
sebagainya. Pada tahap ini kita membahas kondisi-kondisi dasar untuk
reformasi perubahan-perubahan telah ditetapkan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

B. Indikator Outcome Tahap Kedua 5-5


Indikator-indikator ini akan menjadi pengukur pelaksanaan aktual proses
reformasi, dimana perubahan-perubahan dalam cara para pengelola SDA pada
setiap tingkatan melaksanakan pengelolaan SDA mulai berdampak. Instansi-
intansi pengelola SDA mulai bekerja berdasarkan prinsip-prinsip baru (IWRM),
undang-undang baru (UU tentang Sumber Daya Air No 7/2004), dan standar-
standar serta peningkatan kapasitas telah mulai menunjukkan hasilnya dan staf
dari instansi pengelola SDA semakin mengkoordinasikan penggunaan air secara
lintas sector dan mulai menggunakan instrument managemen IWRM. Indikator-
indikator Tahap Kedua dapat diformulasikan sebagai pengaturan alokasi air
telah ditegakkan, assessment tentang kapasitas telah ditetapkan,
pemberdayaan stakeholders untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
telah dimulai, dan sebagainya. Pada tahap ini kita membahas tentang
perubahan nyata dalam perilaku manajemen telah terjadi.

C. Indikator Outcome Tahap Ketiga

Prinsip dan proses IWRM dilaksanakan dengan tujuan langsung menangani akar
penyebab isu/ permasalahan kunci sumber daya air yang relevan kepada dan
diidentifikasi sendiri oleh stakeholders sumber daya air setempat. Hal ini dapat
berupa misalnya, degradasi fungsi hidrologi daerah tangkapan air Daerah Aliran
Sungai, bencana banjir dan kekeringan yang menimbulkan kerugian besar,
konflik kebutuhan air, aliran sungai yang tercemar, penyedotan air tanah yang
berlebihan, sedimentasi pada waduk-waduk yang mengurangi kapasitas
tampung dan umur waduk, dsb-nya. Indikator Tahap Ketiga ini akan mengukur
kemajuan menuju diselesaikannya penyebab-penyebab isu/permasalahan kunci
dan pengurangan dampak negatif-nya. Efisiensi dalam menangani
isu/permasalahan kunci perlu mendapat perhatian. Beberapa diantaranya
adalah; proses harus beoperasi dalam system tata penyelenggaraan yang baik
(good governance) diataranya transparan, akuntabel, terbuka, komunikatif,
inklusif, dan sebagainya, dan kerangka IWRM harus konsisten, koheren dan
diharmoniskan dengan konteks/kondisi hidrologis, social, ekonomi, geographis
setempat. Pada tahap ini kita membahas tentang perubahan pada system

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

pengelolaan dan perilaku telah menghasilkan perubahan positif pada alam dan 5-6
masyarakat.

D. Indikator Outcome Tahap Keempat

Pada akhirnya, tujuan akhir dari implementasi reformasi IWRM adalah


pembangunan yang dari aspek ekonomis dan lingkungan berkelanjutan serta
berkeadilan, yang memerlukan keseimbangan yang dinamis diantara kedua
kualitas sosial dan lingkungan. Sementara indikator-indikator Tahap ke Tiga
melihat tingkat sejauh mana tujuan-tujuan pokok dicapai, beberapa pasang
indikator-indikator (Tahap ke Empat) akan menambah dimensi tentang
keseimbangan yang berkelanjutan. Dalam prakteknya, pembentukan indicator-
indikator pada tahap ini memerlukan tinjauan yang menyeluruh atas factor-faktor
pembangunan dari aspek-aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam rangka
meng-isolasi dampak upaya-upaya pelaksanaan IWRM pada tahap ini dan kita
pada tahap ini belum mampu memberikan daftar dari contoh-contoh yang
memadai.

5.2 RUANG LINGKUP PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN

Dalam UU Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004 lingkup kegiatan pengawasan
yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air diatur sebagai berikut:

1. Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan sumber daya air


diselenggarakan kegiatan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air di setiap wilayah sungai.

2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung


jawabnya melaksanakan pengawasan dengan melibatkan peran masyarakat.

3. Peran masyarakat dalam pengawasan dilakukan dengan menyampaikan


laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.

4. Pemerintah menetapkan pedoman pelaporan dan pengaduan masyarakat


dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

Lebih rinci lagi tentang kewenangan atas kegiatan pengawasan dalam 5-7
pengelolaan sumber daya air dan pelibatan masyarakat diatur sebagai berikut:

1. Pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air ditujukan


untuk menjamin tercapainya kesesuaian dalam substansi pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air, dan kesusaian dengan semua ketentuan yang
berlaku termasuk ketentuan administratif dan keuangan.

2. Penyelenggaraan pengawasan yang dilakukan oleh pengelola sumber daya


air, instansi berwenang, dan masyarakat.

3. Penyelenggaraan pengawasan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah


dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dapat diwujudkan dalam


bentuk laporan, pengaduan, atau gugatan kepada pihak yang berwenang
dalam pengelolaan sumber daya air.

5. Laporan hasil pengawasan merupakan bahan/masukan bagi perbaikan,


penyempurnaan, dan peningkatan penyelenggaraan pengelolaan sumber
daya air

6. Pihak yang berwenang wajib menindaklanjuti laporan hasil pengawasan,


dalam bentuk peringatan, pemberian sanksi, dan bentuk-bentuk tindakan
lainnya dalam rangka memperbaiki dan menyempurnaan penyelengaraan
pengelolaan sumber daya air.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

5.3 RUANG LINGKUP PENGAWASAN DALAM PERLINDUNGAN DAN 5-8


PELESTARIAN SUMBER AIR

Perlindungan dan pelestarian sumber air terdiri dari beberapa komponen, salah
satu bagiannya adalah kegiatan pengawasan yang melibatkan instansi yang
berwenang dan juga partisipasi masyarakat yang dapat didefinisikan sebagai
berikut:

1. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui :

a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

b. pengendalian pemanfaatan sumber air;

c. pengisian air pada sumber air;

d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan


pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

g. pengaturan daerah sempadan sumber air;

h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau pelestarian hutan lindung, kawasan


suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.

2. Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilakukan dengan kegiatan


konstruksi dan non-konstruksi.

3. Kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan dengan


mengutamakan kegiatan yang lebih bersifat non-konstruksi.

4. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui perizinan,


pemantauan, dan pengawasan. Pemantauan dan pengawasan dilakukan
tidak hanya pada kepatuhan terhadap syarat-syarat perizinan tetapi juga
terhadap dampak yang terjadi setelah kegiatan yang diizinkan dilaksanakan.
Pemantauan dan pengawasan terhadap dampak ini dilakukan untuk
mengevaluasi terhadap izin yang diberikan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

5. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan oleh Pemerintah atau 5-9
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

6. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan dimaksud dapat ditugaskan oleh


Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya kepada
pengelola sumber daya air.

7. Dalam melaksanakan perlindungan dan pelestarian sumber air dimaksud,


Pemerintah atau pemerintah daerah melibatkan peran masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan perlindungan dan pelestairan
sumber air dapat berupa:

a. Pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan


aspirasinya dalam rangka perizinan

b. Pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan


pemantauan dan pengawasan.

8. Dalam melaksanakan perlindungan dan pelestarian sumber air dimaksud ,


Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
mempertahankan keberadaan tempat-tempat penampungan air dan kearifan
lokal. Yang dimaksud dengan tempat-tempat penampungan air, misalnya
situ, embung, dan tempat-tempat yang mempunyai fungsi menampung air
sementara (retarding basin).

5.4 RUANG LINGKUP PENGAWASAN DALAM ASPEK PEMBIAYAAN

Dalam aspek pembiayaan juga terdapat pembiayaan untuk kegiatan


pengawasan sebagaimana dijelaskan pada uraian sebagai berikut:

1. Dana yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya air dimaksud


mencakup jenis pembiayaan untuk kegiatan:

a. biaya sistem informasi;

b. biaya perencanaan;

c. biaya pelaksanaan konstruksi;

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

d. biaya operasi dan pemeliharaan; 5-10


e. biaya pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat.

2. Biaya pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat dimaksud.


merupakan biaya yang dibutuhkan untuk pemantauan dan evaluai
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, serta biaya untuk pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Yang dimaksud dengan
biaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, antara
lain pelatihan untuk kelompok masyarakat pemakai air, upaya-upaya
peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.

5.5 MEKANISME PEMANTAUAN

Dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang berdaya


guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, telah diterbitkan Instruksi
Presiden RI No. 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Instruksi presiden ini memandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi,
misi dan tujuan organisasi. Untuk melaksanakan pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah perlu dikembangkan sistem pelaporan akuntabilitas kinerja
yang mencakup indicator, metode, mekanisme dan tata cara pelaporan kinerja
instansi pemerintah.

Setiap instansi pemerintah sampai tingkat eselon II harus mempunyai


Perencanaan Strategik tentang program-program utama yang akan dicapai
selama 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan. Perencanaan strategic
dimaksud mencakup:

1. uraian tentang visi, misi, strategidan factor-faktor kunci keberhasilan


organisasi,

2. uraian tentang tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi;

3. uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

Sementara itu, pengawasan dimaksudkan untuk mengamati perkembangan 5-11


pelaksanaan baik dari aspek substansi maupun aspek prosedural. Dalam
implementasinya, kegiatan pengawasan dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga)
ketegori, yaitu;

1. Pengawasan fungsional, pengawasan yang dilakukan oleh


Lembaga/Badan/Unit organisasi yang mempunyai tugas dan fungsi
pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, dan penilaian;

2. Pengawasan melekat, pengawasan yang dilakukan oleh Pimpinan


Kementerian/Lembaga/SKPD sesuai dengan tugas dan kewenangannya;

3. Pengawasan masyarakat, yaitu; pengawasan yang dilakukan oleh


masyarakat.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk


menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam
rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama
pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun
dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari
masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Dalam konteks sumber daya air, untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan
sumber daya air, diselenggarakan kegiatan pengawasan terhadap seluruh
proses dan hasil pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai. Kegiatan ini dilakukan oleh pemerintah bersama pemerintah daerah
sesuai wewenang dan tanggung jawabnya dengan melibatkan masyarakat.
Masyarakat akan berperan untuk menyampaikan laporan dan pengaduan
kepada pihak yang berwenang dimana cara penyampaian laporan dan
pengaduan ini ditetapkan oleh pemerintah melalui suatu pedoman.

Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas
wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan
fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan ini dilakukan melalui

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan 5-12


para pemilik kepentingan (stakeholder). Koordinasi yang disebut di atas
dilakukan oleh Dewan SDA atau nama lain sebagai suatu wadah koordinasi
dengan tugas pokoknya menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi
pengelolaan sumber daya air. Dewan ini sendiri beranggotakan unsur
pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar
prinsip keterwakilan yang susunan organisasinya diatur melalui keputusan
presiden.

Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan SDA Nasional yang
dibentuk pemerintah, pada tingkat propinsi oleh Dewan SDA Provinsi yang
dibentuk oleh pemerintah provinsi, sementara untuk tingkat kabupaten/kota
dapat dilakukan oleh Dewan SDA kabupaten/kota oleh pemerintah
kabupaten/kota, dan untuk wadah koordinasi pada wilayah dapat dibentuk sesuai
kebutuhan pengelolaan di wilayah sungai bersangkutan. Hubungan antar wadah
yang disebutkan di atas bersifat konsultatif dan koordinatif. Pembentukan wadah
di atas semua diatur melalui surat keputusan menteri yang membidangi sumber
daya air.

Menimbang pengelolaan sumber daya air melibatkan kepentingan lintas sektoral


dan wilayah, maka mekanisme pemantauan perlu diatur agar tercapai sinergi
yang baik antar sektor. Setiap kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh
masing-masing balai atau instansi maupun pihak yang berkepentingan
(stakeholder) di satu wilayah sungai harus dilengkapi dengan laporan
pengawasan yang formatnya ditentukan menggunakan suatu pedoman bersama
yang dibuat oleh pemerintah. Laporan ini akan didampingi oleh laporan
pengawasan dan pengaduan yang dibuat oleh masyarakat. Laporan yang dibuat
ditembuskan ke pemerintah dan pemerintah daerah beserta wadah koordinasi di
masing-masing tingkatan dan wilayah kerja.

Pengawasan dilakukan oleh Menteri yang pelaksanaannya ditugaskan kepada


pejabat pengairan yang ditunjuk. Pejabat diberi wewenang mengadakan
pengamatan dan penyelidikan untuk memperoleh data dalam hubungannya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

dengan kelangsungan fungsi tata pengairan pada tempat-tempat yang 5-13


diperlukan..

Penanggung jawab atas bangunan pengairan diwajibkan memberikan


keterangan yang benar mengenai hal-hal yang diperlukan dan untuk menyertai
pejabat dalam pengamatan dan penyelidikan apabila diminta. Pejabat dimaksud
harus membuat berita acara mengenai pengamatan dan penyelidikannya sesuai
dengan kenyataan dan kebenaran dan ditandatangani olehnya dan disampaikan
kepada Menteri.

Apabila hasil pengamatan dan penyelidikan terdapat atau diduga terdapat unsur-
unsur pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pengusutannya diserahkan kepada pejabat penyidik yang berwenang.

5.6 MEKANISME EVALUASI

Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:


1. Penyusunan indikator dan sasaran kinerja proyek pembangunan.
2. Pelaksanaan studi evaluasi kinerja proyek pembangunan.
Kedua cara tersebut dibutuhkan dalam pelaksanaan evaluasi kinerja dan
keduanya akan memberikan informasi kinerja yang bermanfaat untuk
kepentingan perencanaan dan pengendalian pelaksanaan proyek.

Pelaksanaan evaluasi kinerja dengan cara pertama dan kedua saling


mendukung. Cara pertama dapat dilaksanakan tanpa melakukan analisis yang
mendalam, sedangkan untuk melaksanakan cara kedua diperlukan penyusunan
indikator dan sasaran kinerja sebagaimana dilakukan pada cara pertama.
Ketersediaan indikator dan sasaran kinerja dari hasil pelaksanaan cara pertama
akan memudahkan pelaksanaan studi evaluasi kinerja, sedangkan cara kedua
dapat membantu dalam mengidentifikasikan indikator-indikator baru yang lebih
relevan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

Indikator dan sasaran kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang 5-14
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil
(results/outcomes), dan indikator manfaat (benefits) serta dampak (impacts).
Indikator dan sasaran kinerja diklasifikasikan dalam enam kategori, yaitu: teknis
atau operasional, institusional, ekonomi, budaya, lingkungan, atau kombinasi dua
kategori atau lebih. Indikator tersebut dijabarkan dalam: waktu yang diperlukan,
dana yang diperlukan, jumlah unit yang dihasilkan, tingkat kualitas, productivitas
dan lain-lain.

Studi evaluasi kinerja adalah suatu upaya yang sistematis untuk mengumpulkan
data dan informasi yang bersifat obyektif terhadap hasil, manfaat, dan dampak
dari proyek tertentu yang telah selesai dilaksanakan atau pun telah beberapa
tahun berfungsi, untuk dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi
pengambil keputusan dalam merencanakan proyek pembangunan selanjutnya.

INDIKATOR SASARAN/
KINERJA

Pemanatauan dan pengendalian


Sasaran
n
Outcome/
Rencana Input/ Proses Output/ Manfaat/
Masukan Keluaran Hasil

Sumber Dana

Kesimpulan Evaluasi
Rekomendasi
Tindak Lanjut

Gambar 5. 2 Pemantauan dan Evaluasi dalam suatu siklus kegiatan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 5 PEMANTAUAN DAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA EVALUASI

Hal penting dari studi evaluasi kinerja adalah mengenai informasi yang 5-15
dihasilkan dan bagaimana informasi itu diperoleh, dianalisis, dan dilaporkan.
Informasi studi evaluasi kinerja bersifat independen, obyektif, relevan, dapat
diverifikasi, dapat diandalkan, dapat dipercaya, tepat waktu, serta memakai
metode pengumpulan dan analisis data yang tepat dan transparan.

Berdasarkan INPRES No. 7/1999 pelaksanaan penyusunan Sistem Akuntabilitas


Kinerja Instansi Pemerintah dilakukan dengan:
1. mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategik;
2. merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan
strategi instansi Pemerintah;
3. merumuskan indikator kinerja instansi Pemeritah dengan berpedoman pada
kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi pencapaian visi
dan misi instansi Pemerintah;
4. memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan
seksama;
5. mengukur pencapaian kinerja dengan:
a. perbandingan kinerja aktual dengan rencana atau target;
b. perbandingan kinerja aktual dengan tahun-tahun sebelumnya;
c. perbandingan kinerja aktual dengan kinerja di negara-negara lain, atau
dengan standar internasional.
6. melakukan evaluasi kinerja dengan:
a. menganalisis hasil pengukuran kinerja;
b. menginterpretasikan data yang diperoleh;
c. membuat pembobotan (rating) keberhasilan pencapaian program;
d. membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi
pemerintah.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

BAB 6 PENUTUP 6-1

6.1 ARAHAN SOSIALISASI PRAKARSA STRATEGIS

Prakarsa strategis yang diuraikan dalam buku ini dapat diberdayakan secara
efektif bila dilakukan tindak sosialisasi yang bersifat komprehensif. Pemahaman
masyarakat dan daya tangkap masyarakat degan latar belakang yang berbeda-
beda akan sangat bervariasi terhadap apa yang dijelaskan dalam kebijakan yang
tertuang dalam buku prakarsa ini. Oleh karena itu dipandang perlu adanya suatu
arahan untuk membangun persepsi yang benar sesuai dengan harapan yang
terkandung dalam butir-butir strategi yang telah disusun.

6.1.1 Kekeringan dan banjir

Ide awal dari dilaksanakannya prakarsa strategis ini adalah karena adanya suatu
kesadaran akan potensi terjadinya dua hal ekstrim yaitu kekeringan dan banjir.
Latar belakang ini menjadi suatu gagasan untuk membentuk suatu pemikiran
yang dapat dilakukan untuk saat ini dengan visi ke masa depan untuk menjaga
kesinambungan sumber daya air di Pulau Jawa.

Persepsi yang benar mengenai potensi terjadinya kekeringan di satu sisi dan
banjir di sisi yang lain perlu mendapat perhatian dalam menyusun sosialisasi
kepada masyarakat luas. Secara umum perlu dijelaskan siklus hidrologi yang
terjadi yang dapat membantu pemahaman bagaimana air dapat tersimpan
dengan baik di dalam tanah dan syarat-syarat agar mekanisme penyimpanan air
ini dapat bekerja secara alamiah. Hal ini patut diperkenalkan sebagai kondisi
natural yang ideal dan sangat diperlukan untuk menjaga kesinambungan sumber
daya air guna menunjang kehidupan masyarakat dan negara. Sebagai
kontradiktif perlu dijelaskan pula bagaimana mekanisme sehingga dapat terjadi
banjir dan mengapa semakin banyak kejadian banjir yang terlansir belakangan
ini di Indonesia.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

Dampak kekeringan sangat nyata bagi kehidupan dimana kebutuhan akan air 6-2
tidak dapat digantikan dengan material lain karena air merupakan substansi
dasar bagi kehidupan manusia. Kekeringan yang terjadi karena fenomena alam
yang sudah ada sejak dahulu tidak terhindarkan dan perlu disikapi secara
bijaksana. Namun lain halnya dengan kekeringan kesalahan dalam mengelola
sumber daya alam ataupun pemanfaatan sumber daya yang tidak
memperhatikan keseimbangan dan daya dukung alam itu sendiri. Kesalahan
yang disebut terakhir ini akan sangat disesalkan karena akan berdampak pada
masyarakat luas dan pada tingkat nasional dapat mengganggu stabilitas
nasional karena kurangnya bahan pangan, meningkatnya angka kasus
kesehatan karena sanitasi yang buruk, hilangnya sumber pencarian bagi
sebagian masyarakat dan hal lain yang menjadi dampak lanjutan dari
kekeringan.

Secara khusus banjir memiliki tingkat fatalitas yang lebih tinggi sebagai suatu
bencana karena diakibatkan oleh daya rusak air yang besarannya tidak terduga.
Perlu diperjelas bahwa kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh banjir
umumnya lebih besar dibandingkan kerugian yang disebabkan oleh kekeringan.
Banjir yang terjadi secara cepat dan genangan air yang meluas menyebabkan
kehilangan nyawa juga kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan serta
bangunan lainnya karena besarnya daya rusak air yang mengalir, terlebih lagi
bila masa air terkumpul dan menjadi besar. Genangan yang terjadi membawa
dampak rusaknya bangunan dan harta benda termasuk didalamnya adalah
tanaman pangan dan ini semua adalah kerugian yang harus ditanggung. Oleh
karenanya banjir harus dapat disikapi secara bijaksana.

Sosialisasi yang dilakukan harus mampu menempatkan pemikiran mengenai


butuhnya kesadaran akan sindrom ini. Disamping itu perlu dijelaskan pula bahwa
ada keterkaitan antara banjir dan kekeringan, dimana banjir merupakan suatu
ekstrim dan kekeringan sebagai ekstrim di sisi yang berseberangan. Diantara
kedua ekstrim ini ada suatu keseimbangan yang menjadi kondisi ideal. Kondisi
inilah yang menjadi tujuan dari pengelolaan sumber daya air yang digariskan
dalam strategi ini.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

6.1.2 Strategi Implementasi 6-3


Untuk mewujudkan semangat yang ada dalam kebijakan strategi, maka pola
implementasi kebijakan ini sudah diatur sedemikian rupa. Penjelasan mengenai
latar belakang pembagian ini perlu disajikan pula terkait guna membangun
pemikiran mengenai konsep pengelolaan dan komponen-komponen yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya air. Ada 4 komponen dalam
strategi implementasi ini, yaitu:

1. Lembaga

2. Koordinasi

3. Pembiayaan

4. Monitoring & Evaluasi

Pada komponen lembaga perlu dijelaskan mengenai fungsi-fungsi lembaga


negara dan keterkaitannya dalam memberikan kontribusi untuk masalah sumber
daya air. Materi sosialisasi harus dapat menjelaskan dengan jelas tugas dan
fungsi masing-masing lembaga yang terkait. Sebagai kelanjutannya, terkait
dengan strategi pengelolaan sumber dasya air, perlu pula diterangkan kerangka
kerja yang melibatkan lembaga-lembaga bersangkutan sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Dengan demikian dapat diketahui posisi setiap lembaga yang
berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya air.

Koordinasi merupakan komponen lain yang tidak kalah penting untuk diatur
secara lugas dalam strategi untuk pengelolaan sumber daya air. Perlu
ditanamkan pemahaman yang baik bahwa pengelolaan yang dilakukan
mengharuskan pelaksanaan yang terpadu antar sektor (multi sektoral) dan
menyeluruh. Bagian ini merupakan sisi yang jarang sekali dapat dilakukan
dengan baik karena terikat pada kebijakan-kebijakan yang dibuat pada masing-
masing sektor dan terkait dengan kepentingan rumah tangganya. Jelas hal ini
merupakan suatu kendala yang harus dijembatani dengan membuat suatu
mekanisme koordinasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas. Upaya
yang dilakukan dapat dimulai dengan pembuatan matriks koordinasi antar
lembaga yang menjadi model awal untuk dibicarakan lebih lanjut. Beberapa

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

contoh dari negara-negara lain yang dikemukakan dalam seminar-seminar terkait 6-4
kegiatan ini dapat pula diungkapkan untuk menjadi sumber inspirasi dan
pemahaman akan pentingnya koordinasi.

Pembiayaan merupakan komponen yang tidak mungkin ditinggalkan mengingat


setiap program dan kegiatan membutuhkan pembiayaan. Dalam upaya
pengelolaan sumber daya air, sejalan dengan semangat transparansi
manajemen, melalui sosialisasi perlu dijelaskan pula mengenai sumber-sumber
pembiayaan yang digunakan, prinsip tanggungan dan jenis pembiayaan yang
ditanggung oleh sumber dana yang ada. Hal-hal ini sebagian telah diatur pula
dalam undang-undang dan menjadi dasar penyusunan sumber pembiayaan
yang dapat dianggarkan untuk kegiatan pengelolaan.

Bagian terakhir dari komponen strategi implementasi yang perlu disosialisasikan


adalah yang berkaitan dengan monitoring dan evaluasi (monev) atau juga dalam
dokumen disebut sebagai pemantauan dan evaluasi. Perlu ditanamkan
pemikiran bahwa suatu program kegiatan yang dibangun ataupun
manajemen/pengelolaan tidak akan berkesinambungana tanpa adanya kegiatan
pemantauan dan evaluasi. Minimal tanpa adanya komponen ini upaya
pengelolaan tidak akan mengalami kemajuan yang diharapkan karena tidak ada
umpan balik dari apa yang telah diterapkan.

6.1.3 Pengalaman Negara Lain

Selain konsep dan aturan perundang-undangan yang telah kita miliki didalam
negeri, pengalaman-pengalaman negara lain dalam mengelola sumber daya
airnya juga menjadi suatu informasi yang berharga. Proses belajar yang efisien
adalah dengan melihat bagaimana permasalahan serupa dapat diselesaikan di
negara-negara lain dengan memperhatikan potensi, kendalanya, serta solusi
yang dipilih.

Mempelajari bagaimana suatu masalah yang sama diselesaikan oleh negera lain
akan memberikan inspirasi bagi peserta dan juga keyakinan bahwa masalah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

tersebut memang dapat diatasi. Dengan mempelajari strategi yang diterapkan 6-5
diharapkan akan ada suatu dorongan pemikiran dan semangat berdasarkan
keyakinan bahwa dengan konsekwensi yang terukur hal serupa dapat pula
diterapkan dengan peluang keberhasilan yang menjanjikan.

Model-model yang diterapkan di negara-negara lain sangat bervariasi.


Pengambilan keputusan dan keberhasilan yang telah dicapai memberikan
gambaran tingkat keberhasilan dari pola yang dipilih. Perlu kehati-hatian dalam
memberikan gambaran pengalaman negara lain karena kondisi latar belakang,
fisik lingkungan dan solusi yang dipilih memberikan kombinasi yang sangat
beragam. Oleh karenanya penjelasan harus dilakukan secara rinci. Selanjutnya,
bila pengalaman dari negara lain ingin diaplikasikan, perlu dipelajari dulu kondisi-
kondisi di atas secara bijaksana untuk menentukan pilihan; solusi mana yang
paling tepat untuk diterapkan di negara ini berdasarkan data dan fakta.

6.2 SARAN

Beberapa saran terkait pada strategi yang diulas dalam buku ini :
1. Pengelolaan sumber daya air melibatkan tidak saja penanganan secara
struktural tapi juga penanganan dengan cara non-struktural. Kebijakan
strategis pengelolaan perlu kiranya menempatkan kebijakan non-struktural
sebagai strategi utama untuk diwujudkan dalam kegiataan riil mengingat saat
ini yang paling dibutuhkan untuk menjamin perlindungan potensi sumber
daya air utamanya adalah adalah terkait dengan konservasi lingkungan.
Perangkat perencanaan tata guna lahan dan perlindungan hukum yang
berwibawa hingga kini masih jauh tertinggal dibanding pembangunan
infrastruktur karena penilaian terhadap pertanggungjawaban pekerjaan fisik
infrastruktur lebih jelas.
2. Pelaksanaan kebijakan perlu dimulai dengan pendekatan non-struktural dan
disusul kemudian dengan pendekatan struktural. Program dimulai dengan
pendekatan awal terhadap masyarakat, pemeliharaan lingkungan dan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA BAB 6 PENUTUP

seterusnya hingga pembangunan infrastruktur SDA pada lokasi-lokasi 6-6


strategis yang memberikan keuntungan luas bagi masyarakat.
3. Strategi struktural yang disajikan dalam dokumen ini merupakan kebijakan
struktural wilayah sungai di Pulau Jawa yang dikelola oleh beberapa balai
sumber daya air. Adanya perubahan wilayah sungai yang digariskan dalam
Permen PU No. 11/PRT/M/2006 secara otomatis mengubah lingkup
kebijakan di beberapa wilayah sungai yang dibentuk ulang. Pola wilayah
yang baru mengindikasikan kemungkinan adanya transfer inter basin. Proses
regrouping kebijakan dilakukan dalam buku ini atas kegiatan yang sudah
ada ke dalam wilayah baru. Perlu adanya tindak lanjut untuk
mengembangkan kegiatan-kegiatan baru pada masing-masing wilayah
sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya sehingga penanganan masalah
sumber daya air dilakukan lebih merata.
4. Bentuk wilayah baru yang digariskan dalam Peraturan menteri pada poin (3)
di atas selanjutnya menjadi bahan dalam rancangan Peraturan Presiden.
Peraturan presedien yang tengah direncanakan ini nantinya akan menjadi
dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan pengelolaan wilayah sungai
yang baru. Demikian pula halnya untuk memulai kegiatan balai-balai sumber
daya air baru yang diatur oleh peraturan menteri Permen PU No. 12-
13/PRT/M/2006 peraturan tersebut sangat berperan. Sebagai langkah
konkret disarankan adanya koordinasi terpusat untuk melakukan
restrukturisasi keterkaitan tugas-tanggung balai baru dengan balai-balai yang
sudah ada selama ini.
5. Untuk mendapatkan strategi yang aplikatif perlu ada masukan dari masing-
masing balai berdasarkan pengalaman dan penilaian terhadap kondisi fisik
wilayah sungai yang dikelola. Contoh yang diperoleh dari pengelolaan
sumber daya air di luar negeri perlu disikapi dengan bijaksana mengingat
kondisi alam dan kultur yang berbeda. Untuk itu dalam pengambilan
keputusan di masa yang akan datang perlu mengikutsertakan balai-balai
yang sudah operasional sejak lama untuk mendapatkan pertimbangan
spesifik sesuai lokasi kerjanya.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

DP-1
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber


daya air.

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 11A/PRT/M/2006 tentang


Kriteria dan Penetapan Wilayahg Sungai.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 12/PRT/M/2006 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 13/PRT/M/2006 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai.

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 tahun 2005 tentang


Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 38/PRT/1989 tentang


Pembagian Wilayah Sungai

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 48/PRT/1990 tentang


Pengelolaan Atas Air dan Atau Sumber Air pada Wilayah Sungai.

8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1989 tentang Tatacara


dan Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air

9. Keputusan Mendagri No. 176 tahun 1996 tentang Pedoman Organisasi dan
Tata Kerja Balai PSDA.

10. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum


Nomor : 19/KPTS/A/1994 tanggal 19 April 1994 tentang Pembentukan Badan
Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman

11. Reclaiming Public Water-Achievements, Struggles and Visions from Around


the World, 2005.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

12. Instruksi Presiden Nomor 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi DP-2
Pemerintah.

13. Bakosurtanal, 2001. Neraca Sumberdaya Air Spasial Nasional. Bidang


Neraca Sumberdaya Alam Pusat Survei Sumberdaya Alam Darat Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Cibinong.

14. Bureau Icim, 1992. DUFLOW: A micro-computer package for the simulation
of one-dimensional unsteady flow and water quality in open channel system.
Bureau Icim, The Netherlands.

15. Chow, Ven Te, Maidment, David R., and Mays, Larry W., 1988. Applied
Hydrology. McGraw-Hill.

16. Ciliwung Cisadane River Basin Development Project, 2001. Preliminary


Study On Ciliwung-Cisadane River Flood Control Project. Directorate General
Of Water Resources Ministry Of Settlement And Regional Infrastructure
Republic Of Indonesia, Jakarta.

17. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, 2000. Rencana Pengembangan


Sumberdaya Air Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto. Dinas Pekerjaan Umum
Pengairan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, Semarang.

18. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, 2000. Rencana Pengembangan


Sumberdaya Air Wilayah Sungai Jratunseluna. Dinas Pekerjaan Umum
Pengairan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, Semarang.

19. Directorate General Of Water Resources Development, 1979. Cimanuk River


Basin Development Project West Java. Directorate General Of Water
Resources Development Ministry Of Public Works Republic Of Indonesia,
Jakarta.

20. Directorate General Of Water Resources Development, 1984. The Citanduy


River Basin Development Project. Directorate General Of Water Resources
Development Ministry Of Public Works Republic Of Indonesia, Banjar.

21. Directorate General Of Water Resources Development, 1985. Feasibility


Studi On Karian Multipurpose Dam Construction Project. Directorate General

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

Of Water Resources Development Ministry Of Public Works Republic Of DP-3


Indonesia, Jakarta.

22. Directorate General Of Water Resources Development, 1989. Cisadane-


Cimanuk Intergrated Water Resources Development (BTA-155). Directorate
General Of Water Resources Development Ministry Of Public Works
Government Of Indonesia, Jakarta.

23. Directorate General Of Water Resources Development, 1994. Jabotabek


Water Resources Management Study. Directorate General Of Water
Resources Development Ministry Of Public Works Government Of Indonesia,
Jakarta.

24. Directorate General Of Water Resources Development, 1995. The Ciujung-


Cidurian Intergrated Water Resources In Indonesia. Directorate General Of
Water Resources Development Ministry Of Public Works Government Of
Indonesia, Jakarta.

25. Directorate General Of Water Resources Development, 1997. The Study On


Comprehensive River Water Management Plan In Jabotabek. Directorate
General Of Water Resources Development Ministry Of Public Works
Government Of Indonesia, Jakarta.

26. Directorate General Of Water Resources Development, 1998. Jatiluhur Water


Resources Management Project Preparation Study (JWRMP). Ministry Public
Works Republic Of Indonesia, Jakarta.

27. Directorate General Of Water Resources Development, 1998. The Study On


Comprehensive Management Plan For The Water Resources Of The Brantas
River Basin In The Republic Of Indonesia. Directorate General Of Water
Resources Development Ministry Of Public Works Government Of Indonesia,
Jakarta.

28. Directorate General Of Water Resources Development, 1999. Jakarta Flood


Control Halim Retention Basin Pilot Project. Directorate General Of Water
Resources Development Ministry Of Public Works Government Of Indonesia,
Jakarta.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

29. Directorate Of Management And Conservation Of Water Resources, 1999. DP-4


Jabotabek Water Resources Management Study. Directorate General Of
Water Resources Development Ministry Of Public Works Government Of The
Republic Indonesia, Jakarta.

30. Directorate Of Rivers And Swamps, 1975. The Citanduy River Basin
Development Project. Directorate General of Water Resources Development
Ministry Of Public Works And Electric Power, Jakarta.

31. Ditjen Pengairan PU, 1986. Standar Perencanaan Irigasi: Kriteria


Perencanaan Bagian Bangunan Utama. Direktorat Jenderal Pengairan
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

32. Ditjen Pengairan PU, 1996. Pedoman Pengendalian Banjir. Direktorat


Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia,
Jakarta.

33. Ditjen Pengairan PU, 1998. Rencana Pengembangan Sumberdaya Air


Wilayah Sungai Citarum. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

34. Ditjen Pengairan PU, 1999. Rencana Pengembangan Sumberdaya Air


Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Jakarta.

35. Mock, F.J., 1973. Water Availability Appraisal. Basic study prepared for
FAO/UNDP Land Capability Appraisal Project. Bogor.

36. Proyek Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Air Yogyakarta, 2003.


Penyusunan Program Rencana Pengembangan Sumberdaya Air DIY Pada
SWS Progo Opak Oyo Daereah Istimewa Yogyakarta. Direktorat Jenderal
Sumberdaya Air Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,
Yogyakarta.

37. Proyek Pengembangan dan Konservasi Sumberdaya Air Ciujung-Ciliman,


1999. Inventarisasi/Penataan Situ/Rawa/Danau Di Wilayah SWS Ciujung-
Ciliman. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum,
Serang.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

38. Proyek Pengembangan dan Konservasi Sumberdaya Air Ciujung-Ciliman, DP-5


1999. Penyusunan/Pembuatan Buku Sungai Ciujung Dan Sungai Cidurian.
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Serang.

39. Proyek Peningkatan Pengelolaan Sumberdaya Air dan Ketatalaksanaan


Pembangunan Pengairan, 2001. Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah
Sungai Pemali-Comal. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Departemen
Permukiman dan Prasarana, Jakarta.

40. Proyek Peningkatan Pengelolaan Sumberdaya Air dan Ketatalaksanaan


Pembangunan Pengairan, 2003. Pekerjaan Penyiapan Bahan Penyusunan
Neraca Air Nasional. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Departemen
Permukiman dan Prasarana, Jakarta.

41. Proyek Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai di Pulau
Jawa, 2004. Penyusunan Neraca Air Nasional (Tahap - 1). Direktorat
Jenderal Sumberdaya Air Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,
Jakarta.

42. Proyek Penyediaan Air Baku Cimanuk Cisanggarung, 2003. Identifikasi


Potensi SDA Di Wilayah Proyek Penyediaan Air Baku Cimanuk
Cisanggarung. Proyek Induk Pengembangan WS Cimanuk-Cisanggarung
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Indramayu.

43. Proyek Perencanaan Pengembangan Pemanfaatan Sumberdaya Air Di Jawa


Barat, 2000. Perencanaan Pengembangan Pemanfaatan Air dan Sumber Air
(Paket - 1) Bagian DPS Cisadane dan DPS Ciliwung. Dinas Pekerjaan Umum
Pengairan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Bandung.

44. Proyek PPSA Citanduy-Ciwulan, 2003. Studi Identifikasi Potensi Air Baku Di
Wilayah Sungai Citanduy Ciwulan. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Banjar.

45. Proyek Studi Potensi dan Pengembangan Sumberdaya Air, 2002. Studi
Potensi dan Pengembangan Sumberdaya Air Tersebar di Propinsi Banten.
Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Propinsi Banten, Serang.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA DAFTAR PUSTAKA

46. Sudirman, Diding, 1999. Penerapan Metoda Mock untuk Menghitung Debit DP-6
Andalan di Sub Daerah Pengaliran Sungai Citarum Hulu. Tugas Akhir
Sarjana, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

47. Wanielista, M.P., Kersten, R., and Eaglin, R., 1997. Hydrology: Water
Quantity and Quality Control. John Wiley and Sons, New York.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

ANNEX A-1
PEMBELAJARAN ANTARA PRAKTEK PRIVATISASI DAN
PERKUATAN PERUSAHAAN UMUM LAYANAN AIR

A.1 Latar Belakang

Akibat adanya gelombang yang membawa ideologi privatisasi, pelayanan air di


dekade 1990-an yang pada intinya merupakan masa perjuangan untuk
mewujudkan air bersih bagi semua orang akhirnya mengalami kemunduran.
Kegagalan privatisasi yang bercirikan high-profile di kota-kota besar di belahan
bumi selatan menjadi bukti yang kuat bahwa pemenuhan kebutuhan air untuk
rakyat miskin tidak tepat bila dipercayakan pada pengelolaan perusahaan
layanan penyedia air trans-nasional yang berorientasi pada keuntungan1. Hampir
tanpa perkecualian, perusahaan-perusahaan layanan air global terbukti telah
gagal memenuhi janji-janjinya untuk memperbaiki layananannya, sebaliknya
malah menaikkan tarif airnya jauh diluar jangkauan keluarga miskin.
Meningkatnya kampanye anti privatisasi melalui gerakan LSM di tingkat akar
rumput (grassroot) di negara-negara seluruh dunia telah mengukuhkan jejaring
ditingkat regional dan global yang kemudian memulai gelombang balik melawan
fee-market fundamentalism. Saatnya telah tiba untuk mem-fokuskan kembali
wacana (debate) global mengenai layanan air pada pertanyaan kunci:
bagaimana meningkatkan/memperbaiki dan memperluas layanan air oleh
perusahaan umum diseluruh dunia?

Sementara privatisasi adalah bukan solusi, di sisi lain perusahaan publik yang
status quo dan sering bertindak birokratis dan tidak efektif yang ada pada
sebagian besar negara-negara berkembang juga gagal untuk memberi layanan

1 Reclaiming Public Water-Achievements, Struggles and Visions from Around the World
(2005)

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

air bersih pada mereka yang membutuhkan. Pelajaran penting dapat digali dari A-2
model-model yang mengedepankan pendekatan yang berfokus pada manusia
(people centered) dan partisipasi publik, sebagai contoh adalah yang tengah
dilaksanakan di Porto Alegre dan Recife (Brazil) dan kini dalam tahap
pengembangan1. Di kota-kota ini, layanan air umum sedang ditingkatkan melalui
peningkatan partisipasi masyarakat dan pengguna serta reformasi-reformasi
demokratis lainnya. Dikota lain seperti Penang, Malaysia, penemuan kembali
ethos layanan umum telah membawa pada peningkatan yang signifikan atas
kinerja layanan utilitas umum. Mulai dari Asosiasi Pekerja Air sampai koperasi
pekerja kini telah mempunyai peran kunci dalam pelayanan air di kota-kota di
Argentina dan Bangladesh. Di Olavanna (Kerala, India) dan Savelugu (Ghana),
masyarakat setempat telah mengambil kendali dalam perbaikan layanan air,
memobilisasi kapasitas sendiri dan sumber daya setempat.

A.2 Kegagalan Privatisasi

Tahun 1990-an adalah dekade privatisasi air dimana telah terbukti dalam
pelaksanaannya konsep ini mengalami kegagalan. Privatisasi pada mulanya
diharapkan akan membawa efisiensi yang lebih besar dan tarif yang lebih
rendah, menarik dan meningkatkan volume investasi (khususnya di negara-
negara berkembang) dan memperluas sambungan layanan jaringan air minum
dan sanitasi kepada keluarga miskin. Namun seperti yang kita alami,
pengalaman menunjukkan fakta yang berlainan.

Perluasan perusahaan air dalam dasawarsa 1990-an didukung oleh the World
Bank dan institusi international lainnya sebagai bagian dari kebijakan untuk
transformasi negara berkembang dan negara dalam proses transisi, menjadi
negara dengan ekonomi yang berorientasikan kepada pasar yang terbuka.
Privatisasi memasuki negara-negara dalam proses transisi seperti Eropa Timur
dengan gelombang konsesi-nya; dalam republik Czech dan Hungary; di Amerika
latin, khususnya Argentina, dimana beberapa seri kota-kota besar telah
diprivatisasi, termasuk flagship: konsesi di Aguas Argentinas di Buenos Aires;
di Asia, termasuk privatisasi di 2 kota besar, Manila dan Jakarta; dan di Afrika,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dimana konsensi didapat dari sistem koloni Perancis, misalnya Cote dIvore, dan A-3
juga beberapa kota kecil di Afrika Selatan.

Privatisasi dari layanan pasokan air dan sanitasi telah mengambil berbagai
bentuk, tetapi ada elemen yang bersifat konstan, yaitu memindahkan
pengendalian dan manajemen operasi kepada perusahaan swasta, sedemikian
hingga membuat mereka sumber keuntungan untuk modal/kapital swasta.
Penjualan secara lengkap/ tuntas sistem air kepada perusahaan swasta telah
diperkenalkan di Inggris, namun dibanyak tempat bentuk privatisasi
dipromosikan berdasarkan bentuk konsesi, penyewaan, dan kontrak manajemen
(atau bentuk khusus dari konsesi untuk pembangunan water treatment atau
waduk, dan dikenal sebagai BOTs (build,operate and transfer) schemes.
Bentuk-bentuk yang lebih tepat telah dipilih oleh perusahaan-perusahaan
swasta pada awal tahun 1990-an , konsesi adalah bentuk privatisasi yang paling
favorit, tetapi sejak tahun 2000, perusahaan-perusahaan lebih memilih pilihan-
pilihan yang kurang berisiko yaitu penyewaan atau kontrak manajemen. Variasi
dari bentuk ini termasuk kerjasama/joint venture dengan pemerintah atau
perusahaan pemerintah, dimana bentuk kerjasama tersebut harus distrukturkan
untuk memberikan keleluasaan bagi mitra swasta untuk memperoleh
return/keuntungan, dan beberapa bentuk kontrol yang perlu dikendalikan oleh
partner swasta. Kalimat-kalimat lain yang biasa dipakai adalah-termasuk public-
private partnership (PPPs) dan private sector participation (PSP) dimana
penggunaan kata privatisasi saja yang merupakan konsep yang menjadi
kurang populer dicoba untuk tidak digunakan. Meskipun demikian, mereka
masih mengacu kepada bentuk yang sama dari konsep hubungan kontraktual
dengan sektor swasta.

Ketidak populeran konsep privatisasi sebagian besar disebabkan oleh


pengalaman berdasarkan hasil nyata operasi, yang hasilnya berbeda dengan
apa yang telah dijanjikan. Perusahaan-perusahaan telah gagal untuk
berinvestasi sebanyak yang diharapkan; investasi swasta dalam infrastruktur
telah menurun pada akhir 1990-an dan investasi oleh bank pembangunan juga
mengalami penurunan. Harga-harga yang naik merefleksikan berkurangnya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pengembalian modal yang diperlukan oleh banyak perusahaan. Bila target-target A-4
yang dispesifikasikan dalam kontrak tidak dapat dipenuhi, justru kontraknya-lah
yang dirubah dibanding harus memenuhi apa yang disyaratkan sebelumnya.
Regulator telah menjadi kekurangan kekuasaan dan kompetensinya untuk
mengendalikan perilaku kontraktor-kontraktor. Kontradiksi-kontradiksi dimaksud
diperparah oleh pergerakan nilai tukar mata uang dan krisis-krisis ekonomi;
operasi pelayanan air yang diswastakan di Argentina sekarang mengalami
kebangkrutan. Meski seluruh perhatian dan dukungan telah diberikan kepada
konsesi privatisasi air di Amerika Latin, kinerja mereka ternyata tidak menjadi
lebih baik dari pada operator yang perusahaan umum dalam hal perluasan
layanan kepada kaum miskin. Manila dan Jakarta, dua kota besar di Asia yang
menggunakan jasa operator swasta, mempunyai tingkat kehilangan air yang
lebih tinggi dari mayoritas kota besar dimana pelayanan air dilaksanakan oleh
perusahaan umum. Akhirnya, dapat disaksikan bahwa terdapat perlawanan
keras yang sedang berkembang atas privatisasi air di negara-negara
berkembang, dari konsumen, pekerja, pencinta lingkungan, civil society groups
(masyarakat madani) dan dari kalangan partai-partai politik.

Dihadapkan dengan pengembalian investasi yang jelek, resiko-resiko yang tidak


diharapkan, dan oposisi politis, perusahaan-perusahaan air multinasional telah
memutuskan untuk mengambil tindakan guna memotong kerugiannya. Pada
bulan Januari 2003, Suez, perusahaan multinasional bidang air, mengumumkan
akan menarik sepertiga dari invetasi yang ada di negara-negara berkembang,
dan Veolia dan Thames Water juga menarik dari kontrak-kontrak. Ketiga-tiganya
menggunakan tindakan politis dan hukum untuk mendapatkan kembali kerugian-
kerugian yang pernah dialami dan tetap meng-klaim/ menuntut keuntungan-
keuntungan yang diantisipasi.

Bank Dunia telah mengakui kegagalan privatisasi yang dulu diharapkan dapat
membawa investasi-investasi dalam perluasan layanan air. Telah ditetapkan
instrumen baru untuk memberikan jaminan yang lebih kuat kepada perusahaan
swasta dan sedang dicari bentuk-bentuk lain dari kesempatan berusaha
(business) di sektor ini, seperti franchising vendor-vendor air di daerah-daerah

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

peri-urban. Tetapi Bank Dunia, bank-bank pembangunan lain dan organisasi- A-5
organisasi donor tetap menolak untuk menyediakan dukungan bagi perusahaan
publik di sektor air, meskipun hal ini menjadi tanggung jawab dari lebih 90%
badan layanan air dan sanitasi dunia. Hal-hal ini adalah respon dari perusahaan-
perusahaan dan Bank Dunia dalam menangani masalah-masalah mereka,
mereka hanya mengerjakan hal-hal yang kecil untuk orang-orang yang
membutuhkan tingkat layanan yang terjangkau dalam layanan air dan sanitasi.
Pengembangan dari pendekatanpendekatan baru dalam pengelolaan layanan
air datang dari mereka-mereka yang berkampanye menentang privatisasi.

A.2.1 Kegagalan Dalam Regim Yang Tidak Demokratis

Isu bersama dari kampanye-kampanye adalah kritik atas privatisasi itu sendiri,
masalah-masalah ekonomi dan politisnya serta kegagalan dalam mengadakan
perluasan layanan kepada masyarakat miskin. Tetapi kampanye-kampanye juga
harus mengakui kegagalan dan keterbatasan praktek-praktek dari operator
perusahaan umum, khususnya dinegara-negara berkembang pada tahun-tahun
sebelumnya. Selama tahun 1980-an khususnya, struktur tersebut telah
mengalami kegagalan dalam menyediakan perluasan layanan air bahkan
ketika bank-bank pembangunan menyediakan pinjaman-pinjaman yang
dibutuhkan dan kegagalan-kegagalan ini dijadikan alasan untuk men-justifikasi
kebijakan privatisasi diawal tahun 1990-an.

Tidak bijaksana untuk menilai bahwa kegagalan-kegagalan yang terjadi


disebabkan karena kepemilikan air yang dikuasi oleh perusahaan umum. Banyak
negara-negara pada periode 1980-an barada didalam cengkeraman rejim yang
diktator dan korup dengan pelecehan atas hak azasi manusia dan proses
demokratis, dan sama sekali meninggalkan transparansi. Tanpa akuntabilitas,
layanan pada kaum miskin selalu dikorbankan sementara regim yang korup
mengambil keuntungan untuk mereka sendiri dari pinjaman yang ditujukan untuk
air. Awal berkembangnya privatisasi justru terjadi pada regim-regim yang tidak
demokratis seperti; Suez aktif di Afrika Selatan yang sedang dibawah regim
apartheid, privatisasi air untuk Jakarta diatur secara korup di era kediktatoran
Suharto, privatisasi utilitas Casablanca diatur dengan dekrit Raja Hassan, tidak

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

oleh tender kompetitif yang dilaksanakan oleh dewan kota. Kontrak-kontrak yang A-6
mereka dapatkan dipegang dengan rahasia bahkan terhadap anggota dewan
kotakhususnya dikota yang ironis seperti Gdansk (Polandia) dan Budapest
(Hongaria) dimana mereka sedang mengalami proses transisi dari regim tidak
demokratis komunis menjadi regim yang diharapkan lebih akuntabel, dan sistem
yang demokratis.

Masalah pada tahun 1980-an dimana sektor publik mengalami kegagalan dapat
dilihat sebagai kurangnya proses demokratis dalam sektor publik, dari pada
sebagai masalah dalam sektor publik itu sendiri. Pengalaman negara Brasil
setelah berakhirnya diktator militer mendukung hal-hal ini; kesempatan untuk
mempraktekkan prinsip baru demokrasi ditangkap dalam berbagai bentuk,
termasuk pengembangan pendekatan baru untuk memperluas layanan
penyediaan air bersih dan sanitasi ke daerah baru. Inisiatif-inisiatif ini, dibanding
privatisasi yang dipilih oleh regim diktator, menunjukkan adanya kebutuhan
tentang pendekatan baru yang berdasar kepada proses demokrasi dan tingkat
partisipasi masyarakat yang menjamin akuntabilitas.

Analisis yang sama dapat diterapkan atas keluhan oleh bank-bank


pembangunan dan lembaga donor. Pemerintah tidak dapat memberikan prioritas
yang memadai kepada kebijakan sektor air dibandingkan dengan kebijakan di
sektor lain, sebagaimana pemerintah dan masyarakat di negara-negara
berkembang mempunyai perhatian yang kurang atas air dan sanitasi
dibandingkan dengan birokrat-birokrat yang sudah dicerahkan oleh institusi
internasional. Masalahnya, adalah bukan pada kurang populernya kebutuhan
layanan air dan sanitasi, tetapi pada kegagalan pemerintah merespon tuntutan
ini. Di Brazil pada awal 1990-an, ada kampanye yang luas untuk suatu kebijakan
sanitasi nasional yang secara kasar ditolak oleh Cardoso, calon presiden favorit
bagi International Financial Institutions (IFIs). Waktu ia menjadi presiden di tahun
1995, ia mendorong dilaksanakannya kebijakan piecemeal privatisasi yang
mana sesuai dengan kehendak IMF untuk membatasi hutang pemerintah. Hal ini
telah menyebabkan jauh berkurangnya investasi di bidang air (dan infrastruktur
lainnya seperti listrik), sebagaimana diakui IMF sendiri saat ini. Di Latvia ada

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

kampanye publik untuk pembangunan instalasi pengolah air limbah meski masih A-7
dibawah Uni Soviet pada waktu itu. Di permukiman peri-urban dimana
pemerintah gagal menyediakan layanan pokok, seperti di Orangi di Pakistan,
masyarakat telah mendemonstrasikan kemauannya dengan menggunakan
tenaga kerja mereka sendiri dan dana tabungannya untuk membuat sistem air
bersih dan sanitasi.

Dengan demikian pemerintah-pemerintah yang tidak efektif dapat dilihat sebagai


bukti kegagalan proses-proses politik, yang kadang diperberat oleh kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh IFIs sendiri. Masalahnya adalah kurangnya proses
yang demokratis.

A.2.2 Northern Past Dan Southern Future

Dalam pengembangan kebijakan alternatif dan struktur, kampanye-kampanye


telah mendasarkan argumen-argumennya atas dua sumber inspirasi pokok.
Salah satunya adalah sejarah keberhasilan sektor publik di negara-negara maju
pada abad 19 dan yang terbanyak di abad 20 sebagai the northern past. Dan
satu sumber lagi adalah munculnya bentuk baru dari struktur demokratis di
selatan, khususnya demokrasi partisipatif di Brazil dan India the southern
future.

Dibalik perhatian yang misleading kepada privatisasi, ditemukan kembali


pelajaran dari pengalaman negara-negara di belahan utara. Diketahui bahwa
lingkup dan era privatisasi dibidang air ternyata sangat sempit, masih baru dan
sangat pendek. Sebelum 1990, tidak ada satupun negara diluar Perancis, kecuali
beberapa kota di Spanyol dan Italia dan beberapa kota bekas koloni Perancis,
yang mempunyai pengalaman atau dengan serius mempertimbangkan
privatisasi air dalam kurun waktu hampir satu abad terakhir. Pengalaman
kebanyakan negara-negara di Eropa dan Amerika Utara adalah mengganti
kontraktor-kontraktor swasta dari pertengahan abad 19 dengan perusahaan
pelayanan air milik kota, karena perusahaan milik kota dapat menyediakan
perluasan pelayanan dengan lebih efisien dan lebih efektif. Hanya Perancis lah
yang berhasil menyelamatkan kontraktor abad 19 dan mengkonsolidasikannya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

menjadi oligopoli swasta, yang menjadi alasan bagi Perancis untuk A-8
mempromosikan ideologi privatisasi air dan utilitas lainnya oleh pemerintahan
Perdana Menteri Thatcher di Inggris.

Negara-negara komunis dan negara-negara yang merdeka setelah pasca-


kolonial berakhir, juga membangun layanan air melalui sektor publik, melalui
kepemilikan di tingkat kota, wilayah, atau tingkat nasional. Secara historis,
perusahaan utilitas sektor publik adalah model yang cukup berhasil dalam
mengembangkan layanan perluasan atas air dan sanitasi untuk seluruh
penduduk perkotaan dan bahkan pedesaan. Lebih dari 80% penduduk di Uni
Eropa dan Amerika Serikat tetap dilayani operator publik, meskipun mengalami
advokasi untuk diprivatisasi pada tahun-tahun belakangan.

Di negara-negara belahan selatan, bentuk-bentuk demokratis baru telah muncul


dengan mengedepankan partisipasi dan sentralisasi. India mempunyai sistem
dewan desa yang dipilih yang disebut panchayats, dan di negara bagian Kerala
pemerintahan kiri meng-inisiasi peluncuran program desentralisasi dan
partisipasi hampir 40% dari anggaran negara bagian telah disalurkan melalui
panchayat, warga mempunyai hak untuk melihat setiap dokumen dan prioritas
anggaran ditetapkan melalui bebarapa tahapan pertemuan-pertemuan umum. Di
Brazil, pemerintahan Partai Pekerja telah mengadopsi kebijakan-kebijakan yang
membangun sistem devolutif dan partisipasi pada tingkat pemeritahan kota
dimana kekuasaan terletak, melalui sistem yang dikenal sebagai participatory-
budgeting.

A.3 Pemberdayaan Perusahaan Umum Pelayanan Air Langkah Kedepan

Diketaui ada dua pilihan yang layak dalam merencanakan pelayanan air, baik
menggunakan privatisasi layanan air maupun menggunakan layanan air yang
pernah diselenggarakan oleh pemerintah dan kenyataannya tidak mencukupi.
Keberadaaan pilihan ini tidak menjadi masalah bila layanan air dari pemerintah
dapat dilakukan secara efektif, namun pertanyaannya adalah bagaimana
membuat layanan air dari sektor publik ini menjadi efisien dan efektif. Obsesi

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

ideologi yang baru dibarengi dengan promosi sektor swasta dalam sepuluh tahun A-9
terakhir ini telah mengakibatkan pertanyaan di atas belum mendapatkan
perhatian yang semestinya dalam penyusunan kebijakan dan proses
pengambilan keputusan. Dari uraian pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa
sekarang ini mulai muncul situasi baru yang bersifat fundamental akibat adanya
beberapa kegagalan privatisasi yang besar, penarikan diri oleh sektor swasta
multinasional bidang air dari negara-negara sedang berkembang, dan kenyataan
yang dihadapi oleh para pembela privatisasi meski jelas bahwa inestasi sektor
swasta tidak akan sampai ke kaum miskin. Oleh karena itu upaya untuk
memfokuskan kembali pada perbaikan kinerja dan cakupan utilitas umum sangat
dibutuhkan.

Beberapa kasus yang disinggung disini menunjukkan bagaimana perbaikan yang


signifikan dibidang akses atas air bersih dan sanitasi dapat dicapai dengan
berbagai pola manajemen air publik. Solusi atas masalah air publik yang bertitik
berat pada masyarakat telah terjadi pada berbagai kondisi lingkungan sosial-
ekonomi, budaya dan politis. Sebagai contoh, termasuk pencapaian utilitas
publik dan koperasi di Porto Alegre (Brazil), Santa Cruz (Bolivia) dan Penang
(Malaysia); pencapaian perbaikan dengan manajemen model penyediaan publik
yang inovatif di Caracas (Venezuela), Harrismith (South Africa) dan provinsi di
Buenos Aries (Argentina); dan pencapaian dari pendekatan air yang dikelola
masyarakat (community-managed water) di Olavanna (Kerala, India) dan
Savelugu (Ghana). Berbagai macam pendekatan publik dimaksud telah
membuktikan potensinya sebagai upaya untuk memperbaiki layanan air, dan
sudah barang tentu termasuk untuk kaum miskin.

Hampir disemua kasus, pencapaian-pencapaian dimaksud telah terjadi ditengah


kondisi terjadinya perlawanan terhadap keanehan dan rintangan untuk perbaikan
penyediaan air yang dikendalikan oleh publik dan masyarakat. Diantaranya yang
terburuk adalah sistematis bias terhadap upaya perbaikan air publik dari
International Financial Institution (IFIs) dan privatisasi dengan persyaratan-
persyaratan tertentu yang dikaitkan dengan upaya untuk mengurangi jumlah
dana bantuan pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintahan di negara-

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

negara di kawasan utara. Hambatan-hambatan yang bersifat politis dan finansial A-10
dan hambatan lainnya yang mencegah manajemen air publik mencapai potensi
penuhnya tidak dapat diatasi. Pada prinsipnya apa yang diperlukan adalah sikap
politis untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif. Hal ini menggaris-
besari kisaran yang luas dari pilihan-pilihan kebijakan yang progresif. Dapat juga
disimpulkan bahwa perkuatan demokratis, karakter publik dari layanan air pada
prinsipnya tidak sejalan dengan model globalisasi neoliberal yang sedang
dominan diwaktu kini, yang mana telah mempengaruhi beberapa aspek
kehidupan kedalam kerasnya pemikiran dari pasar global.

Menarik beberapa pengalaman dari seluruh dunia beberapa isu kunci yang perlu
diwacanakan (debat) secara lebih intensif diwaktu mendatang adalah:

Pilihan-pilihan apa yang diperlukan untuk memperbaiki dan memperluas


layanan air dan sanitasi publik untuk menghadapi tantangan keberlanjutan,
keadilan dan akses untuk semua?
Apa potensi dari partispasi masyarakat/pengguna dan bentuk-bentuk lain dari
demokratisasi?
Kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan agar membuat reformasi utilitas
publik yang berfokus pada penduduk dapat berjalan?
Masalah-masalah apa saja yang menghinggapi komersialisasi operasi air
sektor publik?
Pelajaran-pelajaran apa yang dapat dipetik pada bagaimana caranya untuk
mengatasi hambatan-hambatan kenaikan biaya yang diperlukan untuk
perbaikan-perbaikan?
Proses-proses politik macam apa yang terlibat dalam pengembangan air
publik yang berhasil?
Apa yang diperlukan untuk merealisasikan, dari tingkat lokal ke global, untuk
menyebarkan, memperkuat dan melaksanakan layanan air dan sanitasi
publik untuk daerah urban?

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

A.4 Partisipasi dan Bentuk-bentuk Demokratisasi Lainnya A-11

Di beberapa kota yang diulas dalam tulisan ini, partisipasi warga masyarakat dan
pengguna air dalam berbagai bentuk adalah faktor penting dibelakang
peningkatan-peningkatan dalam efektivitas, respon dan pencapaian tujuan sosial
dari layanan air yang dikelola publik.

Partisipasi dan demokratisasi yang efektif dimaksud dapat tampil dalam berbagai
bentuk. Koperasi air di Bolivia dan Argentina memperbolehkan para pengguna
(yang semuanya adalah anggota dengan hak suara/voting) berpengaruh
langsung dalam pengambilan keputusan, misalnya melalui pemilihan badan
pengarah perusahaan utilitas (dalam hal ini layanan air dan sanitasi). Hal ini
memberi kewenangan bagi para pengguna untuk memegang kendali atas
akuntabilitas perusahaan dalam menjalankan pelayanannya dengan misinya
yang bersifat not-for-profit.

Di Porto Alegre dan beberapa kota lainnya yang sedang tumbuh di Brasil,
penggabungan keterlibatan masyarakat madani (civil society) dengan upaya
reformasi demokratis yang inovatif seperti participatory budgeting/Anggaran
Partisipatif, telah menjadi suatu model yang sering dideskripsikan sebagai
social control (kontrol sosial). Seperti halnya pada beberapa wilayah kehidupan
publik lainnya di Porto Alegre, masyarakat langsung menetapkan prioritas
anggaran dari perusahaan-layanan-airnya. Melalui suatu proses pertemuan-
pertemuan publik, setiap warga dapat menyuarakan pendapatnya misalnya
menyatakan dimana suatu investasi dapat pertama-tama dapat dilaksanakan. Di
Porto Alegre, anggaran partisipatif telah memainkan peran penting yang
menjamin bahwa 99.5% dari penduduk termasuk yang tinggal dikawasan kumuh
dan miskin di penggiran, sekarang ini mempunyai akses terhadap air bersih.
Untuk perusahaan utilitas, mendapatkan masukan berdasar pengetahuan yang
unik dari masyarakat dengan sendirinya merupakan suatu aset. Bertambahnya
rasa memiliki berkontribusi terhadap bertambahnya kemauan untuk membayar
dan dengan demikian memungkinkan untuk membuat investasi baru serta

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

meningkatkan pemeliharaan. Transparansi dengan sendirinya juga akan A-12


meningkat, yang juga akan sangat mungkin mengurangi resiko terjadinya
korupsi.

Porto Alegre adalah salah satu kota yang makmur di Brasil. Tingkat kemakmuran
kota ini sebenarnya merupakan salah satu faktor yang menguntungkan dalam
menyiapkan upaya peningkatan akses air bersih. Tetapi hal ini tidak akan
mengurangi nilai dari pencapaian yang bisa didapatkan melalui proses partisipasi
demokrasi. Seperti ditemui di tempat lainnya di Brasil, kota ini mempunyai
kesenjangan yang besar antara kaum yang kaya dan kaum yang miskin, dan
sebelum memulai reformasi demokratis sebagian besar penduduk mengalami
kekurangan akses pada air bersih. Recife, bagian tenggara kota yang
mempunyai jumlah penduduk berpenghasilan rendah yang sangat besar, telah
melaksanakan pengelolaan air yang demokratis dan partisipatif serta bertujuan
untuk lebih banyak meningkatkan akses air bersih dalam jumlah besar
didasawarsa mendatang. Hal ini telah dicanangkan di tahun 2001 dengan proses
konsultasi partisipatif selama tujuh bulan, dimulai dengan pertemuan-pertemuan
seri tingkat lingkungan. Lebih dari 400 orang wakil terpilih pada pertemuan-
pertemuan (tingkat lingkungan) tersebut telah berpastisipasi dalam suatu
konferensi dimana tidak kurang dari 160 keputusan telah diambil berkenaan
dengan masalah air dan sanitasi di Recife untuk masa depan. Konferensi ini
menentang privatisasi dan menetapkan tujuan institusi untuk meningkatkan dan
memperluas layanan penyaluran air, dengan prioritas untuk bagian-bagian kota
yang miskin. Contoh lain dari Porto Alegre-style pengelolaan air yang partisipatif
di Brasil dapat ditemukan di kota-kota seperti Caxias do Sul di negara bagian Rio
Grade de Sul, dan Santo Andre, Jacarel and Piracicaba, dan semua negara
bagian dari Sao Paulo.

Pengalaman Brasil menunjukkan bahwa skala tidak mesti sesuatu yang


menghambat untuk melaksanakan pengelolaan air yang bersifat partisipatif.
Porto Alegre dan Recife keduanya memiliki penduduk lebih dari satu juta dan
model-model yang sejenis telah terbukti berhasil dibeberapa kota-kota besar
lainnya.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Model pengelolaan air yang partisipatif yang sedang dalam proses A-13
pengembangan di Caracas, Venezuela, melibatkan penduduk secara sangat
intensif pada bidang-bidang yang memerlukan perbaikan dan peningkatan dalam
layanan air, baik pada proses pengambilan keputusan maupun pekerjaan
konstruksi dan pemeliharaan. Masyarakat setempat, perusahaan air dan
petugas-petugas yang dipilih bekerja sama dalam dewan air komunal untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas untuk perbaikan-perbaikan, alokasi
dana-dana yang tersedia dan penyusunan rencana kerja bersama. Pengguna-
pengguna melaksanakan pengendalian demokratis atas pengelola utilitas,
misalnya dengan mengendalikan akuntabilitas untuk pelaksanaan rencana-
rencana kerja. Peningkatan-peningkatan yang pokok atas akses terhadap
penyediaan air sistem perpipaan telah dicapai dalam lima tahun terakhir melalui
pelibatan dan pemberdayaan masyarakat.

Di Olavanna dan komunitas-komunitas lain di Kerala, India, pengelolaan air


secara partisipatif telah dilakukan dengan baik juga. Sebagai hasil dari kebijakan
Peoples Plan (Rencana Masyarakat) dari pemerintah negara bagian Kerala
(yang me-desentralisasikan pengambilan keputusan hampir sebagian besar dari
pembiayaan publik), penduduk setempat mampu memutuskan mengalokasikan
dana publik untuk peningkatan akses atas air minum. Dana-dana publik ini
kemudian mendapat tambahan dari dana kontribusi masyarakat sendiri.
Penduduk setempat tidak hanya berpartisipasi dalam perencanaan, tetapi juga
dalam konstruksi, pengelolaan dan pemeliharaan. Dengan menggunakan
teknologi yang tepat guna dan menghindari ketergantungan pada kontraktor dan
konsultan luar negeri akan mengurangi biaya. Rasa memiliki yang timbul dalam
masyarakat berkontribusi terhadap upaya monitoring dan pemeliharaan dari
masyarakat sendiri, dengan demikian akan menjamin keberlanjutan dari
peningkatan dan perluasan layanan air dan sanitasi.

Keadaan yang hampir sama terjadi di Savelugu, Ghana, pelibatan dan


pemberdayaan masyarakat setempat secara demokratis telah mengurangi biaya
dan membantu mengendalikan kebocoran, dengan cara berkontribusi untuk
mengadakan air bersih yang dapat dijangkau oleh semua. Pengelolaan air yang

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dikendalikan oleh masyarakat di Savelugu disebut sebagai public-community A-14


partnership/kemitraan sektor publik dan masyarakat. Hal ini mengacu kepada
kenyataan bahwa perusahaan umum nasional menyalurkan air dalam jumlah
besar (bulk water) kepada masyarakat, yang selanjutnya masyarakat yang akan
mengurus semua hal yang berkaitan dengan sistem distribusi air-nya, termasuk
penagihan kepada pengguna-pengguna, pemeliharaan, dan pembuatan
sambungan baru. Hal yang penting dari sistem dengan tingkat desentralisasi
yang tinggi ini adalah bahwa pada tiap lingkungan (setingkat kelurahan)
mempunyai komisi pengelolaan air, dimana hal ini adalah salah satu alasan
bahwa kebocoran telah dapat dikurangi sampai tingkat yang paling minimum.
Badan air masyarakat kota (the citys community board) menetapkan tarif yang
direncanakan untuk menjamin akses bagi semua. Berlainan dengan yang terjadi
di Caracas dan Olavanna, model Savelugu dibangun tanpa dukungan aktif
pemerintah, namun peningkatan hanya dimungkinkan dengan bantuan dana dari
UNICEF dan beberapa LSM dari belahan buni utara.

Di Cochabamba, Bolivia, istilah public-collective partnership/kemitraan kolektif


publik dipakai untuk menjelaskan model baru dari kepemilikan utilitas skala
perkotaan, partisipasi dan kontrol yang demokratis yang muncul setelah
privatisasi yang merusak dari Betchel diakhiri pada bulan April 2000 perang air.
Perusahaan utilitas air SEMAPA sekarang sedang di-restrukturisasi untuk
melayani penduduk, khususnya penduduk yang miskin. Pada pemilihan bulan
April 2002, sebanyak 3 dari 7 anggota badan dipilih oleh penduduk-penduduk
dari bagian selatan, pusat dan selatan dari daerah kota. Pada waktu yang sama,
SEMAPA sedang memasuki model co-management dengan komisi air yang
telah ada yang melayani penduduk tanpa sambungan di bagian selatan kota.
Untuk mengembangkan akses ke sistem perpipaan untuk dari daerah peri-urban,
SEMAPA bekerja sama dengan komisi air didaerah tersebut, menggunakan
kemampuannya untuk mengelola layanan distribusi air diwilayahnya sementara
SEMAPA menyediakan layanan air partai besar (bulk water). Meskipun sejumlah
faktor masih mengancam kesuksesan dari hasil dari kerjasama ini, kemitraan
kolektif publik adalah format yang baik dan demokratis yang dapat mengatasi

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

kecenderungan sentralisasi dalam pengelolaan utilitas dan dapat menyelesaikan A-15


masalah-masalah akses pada wilayah peri-urban.

Bentuk lain dari pengelolaan partisipatif adalah pada pengelola utilitas air di
propinsi Buenos Aires, Argentina, yang sejak tahun 2002 telah dikelola oleh
pekerja-pekerja air dan trade-unionnya, menyediakan air untuk lebih dari 3 juta
penduduk. Serikat pekerja mengambil alih dalam situasi darurat yang timbul dari
sektor swasta pemegang konsesi, yaitu Azurix (anah perusahaan Enron), yang
menarik diri setelah pemerintah propinsi menolak pertambahan harga dari
layanan yang memuaskan yang dijalankan perusahaan dari Amerika Serikat.
Pilihan untuk meninggalkannya, ini perlu dicatat, adalah karena perbedaan
prinsip antara sektor swasta pemegang konsesi dan pengelola utilitas air
setempat. Dengan bekerja sama dengan wakil-wakil pengguna yang
berpartisipasi dalam dan mengawasi pengelola, para pekerja telah berhasil
membawa kembali perusahaan utiltas kembali ke track-nya setelah bertahun-
tahun dikelola secara buruk oleh Azurix. Koperasi para pekerja yang sejenis
juga telah dengan sukses mengelola suatu konsesi air di dua bagian kota Dhaka,
ibukota negara Bangladesh.

Ada juga kasus-kasus dimana pengelolaan air publik yang efektif dan setara
dapat dicapai tanpa partisipasi pengguna memainkan peran yang penting,
seperti utilitas air PBA di Penang, Malaysia. Faktor kunci dibelakang pencapaian
PBA adalah komitmen yang kuat diantara manajemen dan para pekerja atas
layanan publik dan pelayanan masyarakat yang prima. Perusahaan utilitas
dioperasikan bebas dari pengaruh pemerintah negara bagian, untuk mencegah
interferensi/ pengaruh-pengaruh yang tidak diperlukan. Efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas dari pengelola utilitas, pada sisi yang lain, akan didorong
dengan cepat oleh aktivitas politik di negara bagian, termasuk pemeriksaan kritis
yang menerus dari pihak partai-partai politik yang sedang berkompetisi.
Disamping contoh-contoh diatas, ada beberapa kasus keberhasilan dari belahan
bumi selatan yang cukup menarik untuk dikaji, yaitu Phnom Phen, Cambodia
dimana jumlah dari rumah tangga yang dilayani dan memdapat air telah
meningkat dengan cepat dari 25% menjadi hampir 80% dalam 10 tahun terakhir.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Sementara itu, hal ini jangan dianggap sebagai panacea yang dapat A-16
dilaksanakan di setiap situasi dan pada lingkungan/kondisi tertentu mungkin juga
tidak layak, partisipasi dan demokratisasi dalam berbagai bentuknya dapat
digunakan sebagai piranti yang kuat untuk perubahan positif pada berbagai
kondisi lingkungan. Ada potensi umum untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan manajemen, efektivitas dan responsif dan dengan
sendirinya akan berkontribusi pada penyediaan jasa layanan yang lebih baik.
Pengambilan keputusan pada pelayanan air di daerah kota-kota di belahan
Selatan kadang-kadang dapat menjadi medan perang politis yang sangat
intensif atas kepentingan-kepentingan politis dan ekonomi para elite yang
bertentangan dengan kepentingan masyarakat miskin.

A.5 Lingkungan yang Menunjang (Enabling Environment)

Hal-hal apa yang membentuk lingkungan-lingkungan yang menunjang (lokal,


nasional dan internasional) dimana berbagai pendekatan yang berfokus pada
orang mempunyai peluang untuk sukses? Diantara faktor-faktor yang paling
penting adalah ketersediaan sumber daya air setempat, kapasitas dari
pemerintah setempat dalam memberikan layanan, dan faktor penting lainnya
adalah dukungan politis dari pemerintah setempat, institusi internasional,
pemerintah-pemerintah dan partai-partai politik.

Sejak tahun 1990-an di Argentina, pemerintah pusat dan daerah telah, untuk
alasan ideologis, secara aktif menghambat pengembangan lebih lanjut dari
koperasi dan pengelolaan umum utilitas publik, meski badan usaha ini sering
berkinerja sangat baik. Sementara itu terdapat alasan yang baik untuk
mengharapkan bahwa koperasi dapat memberikan layanan air di beberapa kota
besar secara lebih efektif dan lebih betanggung jawab dari aspek sosial
dibandingkan perusahaan air swasta, tetapi elite politik neo-liberal tidak
berkeinginan untuk mengijinkan pilihan ini dikembangkan lebih lanjut. Hal yang
sama, reformasi perusahaan publik utilitas tidak dipertimbangkan sebagai
alternatif atas program privatisasi yang diusung oleh Bank Dunia dan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

International Monetary Fund (IMF). Malangnya, hal ini adalah pola umum di A-17
beberapa negara di seluruh dunia.

Di Cochabamba, Bolivia, pemerintah setempat dan pemerintah pusat mengambil


sikap untuk tidak mendukung upaya untuk berpindah pada pengelolaan air yang
bersifat publik dan partisipatif. Hal ini berarti menciptakan lingkungan yang sulit
dan membatasi ruang politis untuk mempromosikan pengendalian secara
demokratis di Cochabamba. Model pengelolaan air yang sekarang muncul
masih kurang demokratis, transparan, dan akuntabilitas dari pada yang
dikehendaki masyarakat madani, merefleksikan perjuangan perebutan kekuatan
yang berlanjut. Reformasi dan peningkatan yang dicapai adalah sebagai hasil
dari kekuatan yang dibangun oleh gerakan air ditingkat akar rumput. Sementara
visi dibelakang public-popular partnership di Cochabamba dapat dibanding
dengan sistem planning partisipatif di Porto Allgre atau Kerala, di Cochabamba
hampir tidak ada uang agar penduduk dapat membuat keputusannya. Demikian
juga, kurangnya sumber daya menghalangi partisipasi yang aktif.

Di kota Bolivia lainnya, Santa Cruz, faktor penting dibelakang keberhasilan


koperasi air adalah kebebasannya dari partai politik dan kenyataan bahwa kota
dan utilitas airnya telah diabaikan, tetapi tidak dihalangi oleh pemerintah pusat.
Utilitas telah ditransfomasikan menjadi suatu koperasi di tahun 1979, pada waktu
ideologi neo-liberalisme belum muncul sebagai faktor hambatan terhadap
pendekatan air berpusat kepada masyarakat. Status koperasi (dan realitas
kurang terpolitisasinya dari pada Cochabamba setelah perang air dan de-
privatisasi) telah memberikan otonomi yang diperlukan untuk mengendalikan
utilitas bebas dari pengaruh politis, birokrasi, kroni-isme dan korupsi tipikal di
kota-kota lain di Bolivia.

Santa Cruz, dan yang lebih akhir, Cochabamba sedang menghadapi kelangkaan
air. Suatu masalah yang sedang tumbuh di berbagai belahan bumi. Sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan karena industrialisasi, urbanisasi, pertumbuhan
yang cepat dari pertanian intensif (kadang untuk tujuan ekspor), dan
kecenderungan lain terkait dengan globalisasi ekonomi, konflik atas sumber daya
air semakin meningkat. Peningkatan pengelolaan sumber daya air untuk

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

menjamin keberlanjutan akan keberadaannya adalah tantangan pokok untuk A-18


daerah perkotaan di seluruh dunia. Setiap model penyaluran air bagi daerah
perkotaan yang progresif perlu memasukkan pendekatan yang berkelanjutan
atas sumber daya air dan membuat neraca antara kebutuhan air untuk daerah
perkotaan dan perdesaan.

Pengalaman Di Cochabamba menunjukkan bahwa butuh waktu lama untuk


mengubah utilitas yang tidak berfungsi, khususnya bila elite politisi setempat
menghalangi perubahan yang diperlukan. Semakin banyak kemampuan yang
tidak dimiliki oleh pemerintah kota/daerah, akan semakin berat tantangan yang
dihadapi untuk dapat secara efektif mengelola suatu utilitas publik. Hal ini berarti
upaya peningkatan kinerja layanan umum harus dimulai dari awal, atau jika tidak,
sudah tentu dimulai dari kondisi awal yang paling sulit. Sebagai perbandingan,
adalah kesulitan yang dihadapi dalam mengembalikan pengelolaan utilitas air
menjadi pengelolaan oleh publik dengan situasi di kota Grenoble, Perancis. Di
Grenoble, keberadaan pemeritahan kota yang efektif, tidak meluasnya
kemiskinan, serta ketersediaan sumber daya air dari pegunungan Alpen
memberikan lingkungan yang kondusif bagi keberhasilan penyediaan layanan air
publik. Pencapaian di Cochacamba, dapat dikatakan sebagai hal yang
berlawanan dengan kebiasaan. Keberhasilan tidak selamanya dapat dijamin,
khususnya jika penduduk setempat kehilangan kesabaran jika perbaikan layanan
air tidak terjamin secara nyata. Untuk itu guna mengatasi hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam perbaikan penyediaan air di Cochabamba, sangat
diperlukan solidaritas internasional.

Kapasitas administrasi dari sektor layanan umum pemerintahan dalam


memberikan pelayanan umum adalah faktor yang sangat penting. Dengan
berbagai alasan, sektor publik khususnya di negara-negara berkembang
seringkali diurus oleh tenaga-tenaga yang kurang mampu dalam menangani
urusan pelayanan umum yang terkait dengan jaringan infrastruktur yang besar
serta memerlukan kemampuan (softskill) yang responsif terhadap tuntutan
kebutuhan. Kenyataan ini sering disalah gunakan menjadi alasan diperlukannya
privatisasi layanan umum, yang terbukti bukan merupakan solusi yang tepat,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

khususnya untuk kota-kota dengan penduduk yang sebagian besar A-19


berpendapatan rendah. Jelaslah bahwa kapasitas untuk memberikan layanan
umum oleh pemerintah kota/daerah setempat adalah komponen kunci dari
masyarakat demokratis dan merupakan suatu keharusan guna diberlakukannya
hak atas air bagi penduduk.

Salah satu jalan untuk mengatasi kelemahan kapasitas pelayanan umum


pemerintah setempat adalah melalui public-public partnership (kemitraan
antara instansi-instansi pemerintah). Di Afrika Selatan, public-public partnership
antara pemerintah setempat di kota Harrismith dan perusahaan besar utilitas
publik bidang air dari kota lain telah mencapai hasil yang baik. Percobaan
selama 3 tahun menunjukkan bahwa sharing dan transfer pola pengelolaan dan
ketrampilan teknis dapat berkontribusi pada peningkatan pelayanan air
masyarakat secara cepat. Partisipasi dan konsultasi intensif pada tingkat ward
(sebagian dari wilayah pemerintah kota/kabupaten) adalah juga faktor kunci
disamping faktor lainnya yaitu finansial untuk mencapai sukses public-public
partnership. Berkat pembelajaran dari konsultasi, pendekatan tarif sosial dan
dukungan dari masyarakat, Harrismith tidak mengalami kerugian dari tingginya
tingkat pelanggan yang tidak membayartipikal masalah pada konsesi yang
diprivatisasikan di Afrika Selatan. Eksprimen ini hanya mungkin dapat berjalan
dengan subsidi kepada kaum miskin yang didanai oleh pemerintah, yang telah
dikelola dengan baik melalui kemitraan.

Proyek Public-public partnership telah membawa peningkatan yang nyata,


tetapi tidak dikelola untuk mengatasi menumpuknya kebutuhan akses air bersih
dalam jumlah yang besar yang ada dikawasan komunitas perkotaan di
Harrismith. Tanpa kebijakan yang lebih bersifat ambisius adalah sulit untuk
mencapai kondisi dimana air dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat untuk
memerangi kemiskinan dan redistribusi kemakmuran dalam lingkup lokal dan
nasional.

Di Ghana, kemajuan yang dibuat oleh kemitraan publik dan masyarakat di


Savelugu sekarang terancam oleh kenyataan bahwa Ghana Water Company
(GWC) tidak mampu untuk menyalurkan layanan air bersih yang mencukupi

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

untuk masyarakat. Krisis yang semakin mendalam GWC sebagaian besar A-20
disebabkan oleh kurangnya pembiayaan dan hal-hal yang terkait dengan upaya
bersama pemerintah pusat dan Bank Dunia yang sedang menyiapkan suatu
perusahaan yang akan menangani privatisasi. Hal ini menggaris bawahi
pentingnya kebijakan nasional dan internasional yang lebih bersifat memfasilitasi
dari pada mengahalangi partisipasi dan solusi lainnya atas layanan air untuk
publik.

Di kota-kota di Brasilia seperti Porto Alegre dan Recife, dan juga di Kerala, India
dan Caracas di Venezuela, peningkatan-peningkatan yang telah terjadi
disebabkan oleh peran fasilitasi dan pemberdayaan dari pemerintah-pemerintah
pusat dan daerah, dan juga oleh partai-partai politik. Di Kerala, penganggaran
yang bersifat partisipatif dan di-desentralisasikan dimulai dan dikonsolidasikan
oleh pemerintah negara bagian , yang dikendalikan oleh Front Demokratis Kiri.
Di Brasilia, kota-kota seperti Recife dan Porto Alegre, peningkatan-peningkatan
dicapai karena komitmen yang sangat kuat dari walikota dan anggota dewan
kota yang berasal dari partai Pekerja. Penganggaran partisipatif diperkenalkan
dan di-institusionalkan setelah partai Pekerja memenangi pemilu dan
memperoleh kendali politik.

A.6 Ethos Baru Layanan Umum

Sementara adalah suatu kenyataan bahwa beberapa perusahaan utilitas air


dibelahan bumi selatan mengalami hambatan dari birokrasi dan seringkali gagal
memberikan layanan kepada warga yang miskin, sebagaimana telah dijelaskan
di bagian sebelumnya dari tulisan ini, beberapa upaya-upaya telah dilaksanakan
untuk mempercepat peningkatan kapasitas dalam layanan umum, upaya-upaya
ini dipelopori oleh pemerintah setempat, atau pekerja, atau masyarakat
madani/LSM. Upaya ini mencakup redefinisi dan re-invention yang radikal
tentang pelayanan umum dan arti dari ke-umum-an/publicness (kualitas
menjadi umum/publik dan menjadi milik masyarakat). Hampir semua utilitas yang
berhasil yang dijadikan contoh telah meningkatkan layanan air dan sanitasi
melalui penyusunan visi layanan umum yang melayani tujuan-tujuan sosial yang

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

lebih luas, termasuk demokrasi, keberlanjutan sosial, dan keamanan masyarakat A-21
(human security).

Pengalaman yang diperoleh dari reformasi di bidang utilitas air umum adalah
pengembangan ethos baru di bidang pelayanan umum. Ke-umum-
an/publicness di redefinisikan sebagai sesuatu yang jauh diluar sekadar
kepemilikan oleh umum atau pengelolaan oleh pegawai (negeri/badan usaha
milik negara/daerah). Dalam banyak kasus, internalisasi dan konsolidasi dari
philopi dari melayani kebutuhan umum adalah fasilitasi dengan partisipasi warga
secara langsung dan bentuk-bentuk lain dari interaksi dengan pengguna-
pengguna. Pengertian ke-umum-an yang progresif ini faktor yang sangat
penting untuk memenuhi tantangan-tantangan seperti penyediaan air bersih
untuk warga miskin yang ter-marginal-kan di pinggiran kota dan, pada umumnya,
dicapainya manajemen sumber daya yang berkelanjutan untuk kota-kota yang
selalu berkembang.

Ethos baru pelayanan umum yang sedang muncul dengan berbagai bentuk
pengelolaan air yang tidak mencari keuntungan, dapat mengambil bentuk mulai
dari koperasi sampai ke pelayanan utilitas yang dikelola pemerintah kota, tetapi
juga perusahaan utilitas yang dikendalikan oleh umum. Utilitas air di Penang,
Malaysia, dimana sahamnya, sebagian, dimiliki oleh kelompok pekerja dan
kelompok pengguna-pengguna, telah mengembangkan ethos layanan umum
yang berkualitas tinggi yang memungkinkan menyediakan air berkualitas tinggi
untuk semua pada harga yang masih dapat dijangkau.

A.7 Catatan Tentang Komersialisasi

Beberapa kasus tentang upaya peningkatan pelayanan air untuk umum


menunjukkan adanya kecenderungan yang saling bertentangan. Pertama,
pengaruh ideologi neo-liberal menghasilkan permasalahan yang rumit dalam
praktek pengelolaan layanan air diantara pilihan dikelola oleh publik atau
privatisasi. Pengenalan busines neo-liberal dan model-model pengelolaan
(sering disebut sebagai New Public Management-NPM) mengarah pada bentuk-

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

bentuk komersialisasi yang akan bertentangan dengan prinsip-prinsip ethos A-22


pelayanan umum yang dijelaskan sebelumnya. Kecenderungan ini terlihat nyata,
misalnya, praktek operasi dari EAAB di Bogota, Columbia. Outsourcing tugas-
tugas kunci kepada kontraktor swasta dan pengenalan kondisi perburuhan yang
fleksibel adalah contoh-contoh peng-adopsian dari model busines korporasi.

Kedua, kecenderungan yang terkait dengan utilitas publik seperti EAAB, dan
juga Rand Water di Afrika Selatan dan PBA di Malaysia, sedang berekspansi
untuk beroperasi keluar negeri. Sementara mereka berpedoman pada ethos
pelayanan umum jika beroperasi di dalam negeri, perusahaan-perusahaan ini
bermaksud untuk beroperasi sebagai penyedia layanan air komersial di luar
negeri.

A.8 Pembiayaan Air Publik

Pembiayaan adalah tantangan kunci untuk setiap komunitas yang menghendaki


terjaminnya air untuk semua. Pelayanan air sehari-hari dari utilitas air
memerlukan biaya dan perluasan akses atas air, memerlukan investasi-investasi
awal yang cukup besar. Pada prinsipnya ada cara untuk membayar penyediaan
air untuk publik: pajak-pajak atau iuran (biaya jasa pengelolaan) dari pengguna.

Di beberapa kota-kota yang mempunyai keberhasilan dalam penyediaan air


publik, air seluruhnya dibayar dengan iuran pengguna (full cost recovery), dan
juga melalui subsidi silang melalui stepped tariffs/tarif progresif, dalam hal ini
konsumen membayar sebanding dengan air yang digunakan (memakai lebih
banyak air akan membayar lebih banyak). Pajak biasanya dipakai untuk
membiayai perluasan dan pembangunan sistem, dan juga menyediakan subsidi
untuk mengurangi beban yang harus ditanggung oleh pengguna melalui tarif air.
Jika pemerintah atau pemerintah kota meminjam uang atau menerbitkan
bonds/surat berharga untuk membiayai investasi, biaya dari pinjaman biasanya
dikenai pajak. Di beberapa negaraseperti Irlandialayanan air dibayar hampir
seluruhnya melalui pajak pemerintah pusat. Beberapa utilitas publik air telah
mengkombinasikan perluasan layanan air dengan struktur tarif sosial, dengan

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

demikian memungkinkan seluruh warga, termasuk yang paling miskin A-23


mempunyai akses terhadap air yang terjangkau. DMAE di Porto Alegre,
misalnya, menyalurkan kelebihan (surplus) atas iuran yang lebih tinggi yang
mampu dibayar oleh pengguna yang kaya kedalam dana investasi yang
membiayai air baru dan infrasruktur untuk air dan infrastruktur sanitasi bagi
semua yang memerlukannya

Di Afrika Selatan dan beberapa kota lainnya diseluruh dunia, kebijakan neo-
liberal cost recovery (tanpa subsidi silang) telah menyebabkan problem
afordabilitas dan beberapa juta penduduk mengalami pemutusan layanan air.
Meteran air pra-bayar yang telah dipasang di beberapa komunitas miskin di
Afrika Selatan secara nyata merupakan pelanggaran atas hak azasi manusia
atas air. Sementara undang-undang di Afrika Selatan menjamin pemberian 6,000
liter bebas biaya untuk setiap keluarga, hak atas air tidak secara efektif
dilaksanakan, dan 6,000 liter air gratis per keluarga terbukti ternyata tidak
mencukupi untuk satu keluarga besar penduduk miskin. Untuk menjamin
keterjangkauan air untuk semua, paling tidak diperlukan untuk men-duakali-kan
jumlah air gratis yang dijamin konstitusi dan ditambah dengan subsidi silang
untuk tarif rendah bagi penduduk berpenghasilan rendah.

Untuk mengatasi rintangan pembiayaan, ekspansi/perluasan layanan air dapat


juga dikerjakan dengan pengurangan biaya operasi dan meningkatkan efisiensi
air. Beberapa cara lainnya adalah mengatasi kebocoran dan meningkatkan
penagihan-penagihan, mengurangi jumlah pelanggan yang tidak membayar dan
perbaikan dari kelayakan pembiayaan utilitas dapat dicapai. Di Penang,
Malaysia, kondisi tingkat pelanggan air tidak membayar sangat rendah,
memungkinkan utilitas mempunyai tarif air yang paling rendah di negerinya. Di
kota Matao, Brasil, privatisasi kelihatannya menjadi satu-satunya pilihan untuk
pemerintah kota yang kehausan modal untuk investasi perluasan layanan air
untuk mengikuti pertumbuhan penduduk yang cepat. Setelah proses konsultasi
publik, utilitas kemudian di-reorganisasi dengan struktur tarif yang berbeda dan
insentif untuk mengurangi kebocoran dan limbah. Hal ini meningkatkan
kesehatan aspek finansial dari utilitas dan menyelesaikan masalah sumber daya

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

air. Dengan jelas, hal ini juga merupakan upaya keberlanjutan sumber daya air: A-24
pengurangan kebocoran dapat juga membantu mengatasi ancaman atas
kekurangan air dan bahkan membuat investasi pokok pembangunan bendungan
baru tidak diperlukan lagi.

Partisipasi warga dapat membantu kesehatan finansial utilitas air, sebagaimana


kasus di Porto Alegre. Warga tidak hanya diberdayakan oleh pemerintah untuk
mampu memprioritaskan alokasi anggaran publik, mereka juga dilibatkan dalam
monitoring pelaksanaan keputusan-keputusan dan proyek-proyek. Masyarakat
pada area dimana pembangunan infrastruktur air terjadi berpartisipasi dalam
komisi-komisi yang mengawasi kontraktor-kontraktor menjalankan pekerjaannya.
Hal ini berarti pengawasan yang menerus atas utilitas air dan pengawasan
terhadap kontraktor, yang mana telah membantu pengurangan biaya dari proyek
konstruksi baru.

Kesulitan akses untuk pembiayaan investasi-investasi dalam pengembangan


dan peningkatan penyediaan air merupakan hambatan di banyak kota-kota di
belahan bumi selatan. Model Savelugu di Ghana utara hanya mungkin ter-
realisasi berkat pendanaan dari UNESCO dan LSM internasional, tetapi untuk
kelompok masyarakat lain yang berminat melaksanakan model-model yang
sama tidak dapat bergantung pada philantrophy. Untuk masyarakat miskin,
diperlukan dana dari luar untuk membiayai investasi awal yang besar. Di titik
inilah peranan dari pemerintah pusat dan institusi pendanaan internasional untuk
menjamin akses untuk memperoleh pinjaman (loans) mutlak diperlukan.

Banyak hal-hal yang dapat diperbaiki untuk pendekatan negara-negara


dibelahan bumi selatan dalam penyediaan air. Dibanyak negara, akses atas air
untuk bagian masyarakat yang miskin tetap ditempatkan pada prioritas yang
rendah dan seringkali pendekatan-pendekatan neo-liberal mendominasi para
elite setempat dalam proses politik. Keadaan yang sangat kontras dengan
pemberdayaan demokratis dari desentralisasi pengambilan keputusan atas dana
pemerintah didapati di Kerala, India, juga bentuk-bentuk yang sangat berbeda
dari proses desentralisasi telah terjadi di beberapa negara yang terletak di
belahan bumi selatan dalam sepuluh tahun terakhir. Mengikuti saran-saran IFI,

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

pemerintah-pemerintah telah mengalihkan tanggung jawab kepada pengelola A-25


utilitas setempat, sementara itu pada saat yang bersamaan utilitas setempat
kekurangan dana untuk memenuhi kewajiban baru mereka. Hal ini telah menjadi
konsekuensi yang dapat diramalkan atas penyediaan layanan publik yang vital,
nyatanya kadang hal ini mempersempit alternatif pilihan yang lain dari privatisasi.

Pada waktu yang sama, konteks kini dari globalisasi neo-liberal adalah sangat
berlawanan dengan kondisi lingkungan yang diinginkan untuk meningkatkan dan
memperluas sistem air publik yang berfokus pelayanan penduduk. Untuk
sebagian besar penduduk di belahan selatan, juga bagi negara-negara di Eropa
Tengah dan Timur, perdagangan bebas dan reformasi neo-liberal lainnya telah
menghasilkan meningkatnya angka pengangguran dan marginalisasi ekonomi.
Pemerintah-pemerintah mengalami penurunan anggaran disebabkan karena
penurunan pajak pendapatan, hal ini sering digabungkan dengan tingginya
angka pembayaran pinjaman luar negeri. Hal ini masih ditambah dengan
kenyataan adanya tekanan untuk me-liberalisasi dan privatisasi dari IFIs, institusi
bantuan untuk pembangunan dan team negosiasi perdagangan. Kumulatif
dampak/impacts dari kebijakan neo-liberal adalah hambatan dasar bagi
pengembangan penyediaan oleh publik untuk layanan-layanan penting. Solusi
jangka panjang, kelihatannya layak jika model pembangunan diganti dengan
model globaliasi yang lain, yaitu yang mem-fasilitasi solusi publik yang progresif
dari pada menyembunyikannya.

Dengan keadaan bahwa banyak pemerintah-pemerintah di belahan bumi selatan


menderita karena sistem ekonomi global yang tidak adil dan hutang luar negeri
yang semakin membesar, pinjaman-pinjaman dari IFIs adalah satu dan hanya
satu-satunya jalan dimana para pemerintah dan pemerintah kota bisa
mendapatkan dana-dana untuk investasi guna pengembangan akses terhadap
air. Kenyataan yang sangat mengganggu adalah sebagain besar IFIs tetap
berkeras memihak kepada privatisasi dan menggunakan berbagai jenis tekanan
baik secara nyata atau secara halus untuk memaksakan hal tersebut (privatisasi)
kepada pihak peminjam. Pemerintah-pemerintah di belahan bumi utara dan IFIs
terus-menerus menggunakan pembiayaan sebagai sebagai alat politik untuk

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

menekan pemerintah-pemerintah di belahan bumi selatan untuk bergabung A-26


dalam upaya melaksanakan reformasi neo-liberal. Masyarakat Eropa dan
beberapa pemerintahan di Eropa secara pro-aktif mendorong dilakukannya
privatisasi. Kehendak untuk membiayai pilhan sektor non-swasta tetap jauh dan
terlalu terbatas.

Ada beberapa perkecualian, seperti pinjaman IBRD untuk koperasi-koperasi di


Argentina dan Bolivia. Koperasi di Santa Cruz, Bolivia, sedang menghadapi
pembatasan-pembatasan untuk mendapatkan pinjaman yang lebih besar bukan
karena keadaan keuangannya sendiri, yang sesungguhnya sangat sehat, tetapi
karena kondisi keuangan pemerintah pusat yang menyebabkannya. Porto Alegre
dan Recife mendapat pinjaman dari IFI setelah negosiasi yang sangat berat
dimana Bank Dunia tetap ngotot mendorong kearah privatisasi. Legitimasi
demokratis dari pengelola utilitas publik dan dukungan dari walikota-walikota
telah membantu ditahannya tekanan-tekanan dan berhasil mendapat pinjaman
tanpa kondisi yang dapat menggerus hakikat dari model-model partisipatif.

Ada kebutuhan mendesak akan mekanisme pembiayaan tanpa kondisi politis


dengan tujuan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat dan bukan
bertujuan ekonomis dan ideologis. Disamping pilihan pendanaan yang bersifat
redistribusi dengan pengaturan perpajakan dan tarif air yang bersifat subsidi
silang, terdapat berbagai jenis pilihan pendanaan yang berskala lokal dan
nasional, termasuk floating municipal bonds. Untuk mendorong aliran
pembiayaan internasional untuk memperluas akses atas air kepada kaum
miskin, menambah dana bantuan pembangunan dari negara-negara maju di
belahan utara adalah pilihan yang langsung, tentunya digabungkan dengan
penghilangan atas tekanan-tekanan yang terkait dengan kondisi privatisasi.
Penting untuk diketahui bahwa dana yang hanya sepersekian dari dana yang
dipergunakan untuk keperluan militer sudah mencukupi untuk membiayai
penyediaan air bersih untuk semua orang dibumi ini. Di Eropa, pajak kecil yang
dikenakan pada botol kemasan air mineral dan menghasilkan miliaran euro
(triliunan rupiah) pun masih jauh lebih kecil dari jumlah yang sangat besar yang

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

dapat dikumpulkan melalui pajak Tobin yang dapat dikenakan pada transaksi A-27
keuangan internasional.

A.9 Gerakan, Perjuangan dan Solusi-Solusi Air Publik

Kasus-kasus yang secara singkat diulas, menunjukkan bahwa gerakan sosial


secara aktif berkontribusi dalam mempertahankan dan meningkatkan karakter
publik dari layanan air dan sanitasi di seluruh dunia. Tekanan publik kepada
pemerintah dan pengelola utilitas umum untuk merubah dan meningkatkan
akses atas air bersih mempunyai peran penting dalam upaya dicapainya
pemenuhan air untuk semua secara berkelanjutan. Di banyak negara,
pergerakan sosial memobiliasi kekuatan untuk mendukung keinginan kaum yang
terpinggirkan melawan kebijakan-kebijakan neo-liberal yang dipromosikan oleh
elite politik dan ekonomi. Keadilan sosial dan demokratisasi pengambilan
keputusan pengelolaan air juga perlu diintegrasikan dalam upaya tersebut.

Contoh dari Cochabamba dan beberapa kota lainnya menunjukkan bagaimana


model-model penyediaan air oleh publik adalah, sebagian besarnya, dibentuk
oleh perjuangan politik yang mendahuluinya. Proses politis dalam
mengupayakan reformasi utilitas publik dan alternatif untuk privatisasi
menentukan karakter dari pendekatan pengelolaan air publik. Perjuangan politik
ini adalah elemen penting didalam memahami proses penyediaan air ke masa
depan.

Kampanye anti-privatisasi di beberapa negara didunia, begerak lebih dari


sekadar hanya bertahan. Gerakan-gerakan ini, mempersatukan berbagai jenis
pelaku yang luas, dari para environmentalist, kelompok-kelompok perempuan
dan para aktivis akar rumput sampai ke serikat buruh, partai-partai politik dan
para manajer utilitas publik, seringkali telah mengelaborasi visi dan usulan yang
konkrit tentang alternatif-alternatif untuk pelayanan sektor publik.

Hal ini terjadi pada kasus Urugay dimana, dalam referendum nasional di bulan
Oktober 2004, mayoritas yang besar mendukung perubahan konstitusi yang
akan menetapkan air sebagai hak azasi manusia dan melarang privatisasi.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Perubahan konstitusi yang dipromosikan oleh koalisi gerakan-gerakan yang A-28


menetapkan bahwa partisipasi konsumen, serikat buruh, masyarakat dan
masyarakat madani (LSM-LSM) adalah memegang peran pokok pada setiap
tahapan pengelolaan air dan dalam institusi-institusi. Partipasi publik yang efektif
diyakini akan mempebaiki pengelolaan utilitas air publik. Sementara hal-hal ini
dapat berjalan dengan baik, perlu ditetapkan lingkup dari perbaikan, seperti
menghentikan praktek tercela dari politisi yang gagal menyalahkan gunakan
utilitas juga pilihan pensiun dengan mendapat pesangon.

Di inspirasi dari kemenangan di Urugay, kelompok-kelompok masyarakat madani


di Argentina juga telah mencanangkan kampanye untuk referendum untuk
menentukan bahwa akses atas air dianggap sebagai hal yang mendasar dalam
hak azasi manusia dan menyatakan bahwa air untuk publik yang merupakan
milik bersama dikecualikan dari privatisasi. Koalisi global LSM yang sedang
berkembang menuntut agar pemerintah-pemerintah bersepakat untuk membuat
konvensi internasional tentang hak atas air, dalam kerangka PBB. Konvensi
yang dimaksud hendaknya menyediakan instrumen hukum yang kuat untuk
menjamin hak atas air bersih untuk semua dan menjaga agar air tidak
diperlakukan sebagai komoditi.

Pergulatan untuk transparansi dan akses publik atas informasi adalah tema yang
diulang-ulang di banyak kampanye. Disamping itu, transparansi adalah
karakteristik dasar yang perlu dimiliki hampir untuk semua utilitas publik yang
berfokus pada pelayanan masyarakat. Potensi transparansi adalah keuntungan
yang esential dari utilitas publik atas privatisasi penyediaan air, dimana informasi
kunci adalah ditetapkan sebagai diluar jangkauan karena alasan kerahasiaan
komersial dari privatisasi. Di negara pasca komunis seperti Slovakia,
transparansi dan partisipasi warga adalah pergulatan yang pokok. Para manajer
utilitas publik dan karyawan pemerintah kota sering menganggap pelibatan
masyarakat sebagai hal yang mengganggu. Kampanye anti privatisasi
menghadapi tantangan untuk meyakinkan operator air publik bahwa partisipasi
masyarakat dan pengendalian/kontrol yang demokratis dapat membantu
memperbaiki efektivitas pelayanan publik.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa
BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN
BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA SDA DI PULAU JAWA

Strategi kampanye dibentuk oleh konteks lokal dan nasional termasuk A-29
diantaranya intensitas masalah dan kesempatan politis. Kampanye melawan
privatisasi dan perbaikan layanan publik di negara seperti Jerman, dimana air
yang murah, aman dan banyak, tentu akan berbeda dari pada untuk tempat-
tempat seperti Ghana atau Afrika Selatan dimana akses terhadap air adalah
perjuangan sehari-hari bagi sebagian besar penduduknya. Perjuangan untuk air,
untuk seterusnya, akan selalu tergantung kepada keluasan lingkungan politis.
Sebagai contoh di Urugay, gerakan air berhasil pada saat terjadinya perubahan-
perubahan politis yang besar dan dalam hal ini politis bergeser kekiri. Pelajaran
yang dapat kita petik dari pengalaman-pengalaman dari kampanye untuk air
publik diseluruh dunia, nilai-nilai universalnya telah melewati batas negara dan
bahkan benua.

Sebagaimana gelombang privatisasi melanda belahan bumi bagian selatan pada


tahun 1990-an, tekanan sekarang bertambah pada negara-negara Amerika
Serikat, Kanada, Jepang dan Eropa khususnya bagian Barat dimana penyediaan
utilitas air publik masih sangat banyak dilaksanakan oleh sektor air yang
dikendalikan oleh publik. Dengan demikian hal ini berarti justru merupakan
tantangan bagi masyarakat madani di belahan bumi utara. Untungnya telah
banyak hal-hal yang dapat kita pelajari, tidak hanya dari kampanye gerakan anti
privatisasi yang telah tumbuh dengan kuat di belahan bumi selatan, tetapi juga
dari berbagai bentuk pengelolaan air yang inovatif yang telah melahirkan kembali
berbagai jenis layanan publik di kota-kota di belahan bumi selatan selama 10
tahun terakhir. Juga di bagian Utara, perjuangan melawan privatisasi tidak hanya
sekedar mempertahankan kondisi status quo. Sejauh mana partisipasi
masyarakat akan dapat dilibatkan akan menjadi agenda dari upaya perbaikan
penyediaan air publik di belahan bumi Utara yang masih akan dilihat
perkembangannya. Di Amerika Serikat (dimana 85% penduduk dilayani oleh
utilitas publik), berbagai jenis mekanisme yang partisipatif dan demokratis yang
telah disusun untuk mengatur dan memperbaiki kinerja utilitas, terutama untuk
utilitas listrik, tetapi hal ini dapat diperluas untuk sektor air. Di Itali, bentuk-bentuk
partisipasi warga yang baru di bidang pengelolaan air telah mulai diperkenalkan.

LAPORAN AKHIR
Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

Anda mungkin juga menyukai