Menjadi Catatan (Bahwa Fraud Detection Model ini diterapkan hanya dalam
kasus mendeteksi fraud yang belum terjadi (prefentive action), bukan dalam
penanganan fraud yang sudah terjadi (repressive action), yaitu :
1. Mendeteksi fraud terjadi saat Anas Urbaningrum mendapatkan gratifikasi
berupa mobil mewah Toyota Harrier dari Nazaruddin dan PT Dutasari
Citralaras yang pada saat itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila (Istri Anas)
menjadi subkontraktor proyek Hambalang (ikut berkecimpung di dalam
proyek).
2. Mengembangkan profil kecurangan dengan cara mencari tahu latar belakang
pemberian mobil tersebut dan apa kaitannya dengan PT. Dutasari Citralaras
yang menjadi subkontraktor proyek, padahal tender sudah diambil alih oleh
PT. Adikarya dan PT. Waskita Karya.
3. Selanjutnya auditor (dalam hal ini BPK) dapat memproses semua data yang
didapat di poin sebelumnya agar dapat mencari keterlibatan Anas
Urbaningrum yang berkaitan dengan gratifikasi yang diterimanya dan
perusahaan yang dikomisarisi istrinya
4. Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait yang memiliki hubungan
baik dan tidak baik, dengan Anas Urbaningrum dan beberapa kader partai
demokrat lainnya dalam menemukan informasi terkait.
5. Kemudian BPK dapat menganalisis bagaimana kesadaraan pihak-pihak yang
terlibat dalam proses pelaksaan proyek. Apakah ada di dalamnya terdapat
kejanggalan tertentu seperti misalnya proyek tersendat, urusan pembebasan
lahan yang tiba-tiba selesai padahal sebelumnya sulit, dan material proyek
yang dibeli tidak sesuai dengan anggaran yang dibuat, dsb.
6. Setelah semua proses selesai maka dapat ditarik kesimpulan apakah Anas
Urbaningrum melakukan fraud atau tidak.
Dalam kasus hambalang terdapat dua skema fraud yang terjadi. Yaitu korupsi
dan fraud laporan keuangan. Analisis karakteristik skema fraud dari kasus
hambalang adalah sebagai berikut :
1. Fraudtser
Dalam kasus ini fraud skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak, baik dari
pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak KSO-AW. Dari pihak eksekutif
diantaranya adalah Menpora beserta jajaran pejabat dibawahnya. Dari pihak
KSO-AW, Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi
Jakarta I) dan M Arief Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran
sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor)
2. Size of Fraud
Korupsi yang terjadi pada kasus Hambalang termasuk kategori besar karena
mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta.
3. Frekuensi Kecurangan
Skema fraud korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu
sebesar 30%.
4. Motivasi
Motivasi yang dilakukan oleh pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak
KSO-AW adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure diantaranya
tercermin pada tindakan Anas Urbaningrum yang menggunakan hasil korupsi
untuk memuluskan jalan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat.
Untuk bisnis terlihat pada tindakan pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW,
yaitu Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi
Jakarta I) dan M Arief Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran
sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor).
5. Materialitas
Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material dikarenakan
mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta.
6. Benefactor
Kecurangan korupsi dilakukan oleh fraudster dengan atas nama pihak
fraudster dan perusahaan.
7. Ukuran Korban Perusahaan
Ukuran korban perusahaan pada kasus hambalang termasuk besar dikarenakan
pihak KSO-AW merupakan perusahaan BUMN yang go public.
Berkaitan kasus hambalang, adapun skema korupsi dan skema laporan
keuangan meliputi :
1. Skema Korupsi
Kasus hambalang diidentifikasi sebagai kasus korupsi dan kegiatan yang
dilakukan adalah :
a. Konflik Kepentingan
a) Mengarahkan secara terus-menerus terkait keputusan
(kebijakan/aturan, pembelian barang/jasa)
a. Pengurusan hak lahan,site plan, dan IMB
1. Anas membantu untuk mengurus permasalahan tanah
Hambalang di Badan Pertanahan Nasional.
2. Selanjutnya Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku
anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat yang mempunyai
mitra kerjanya BPN, untuk mengurus permasalah hak pakai
tanah untuk pembangunan proyek Hambalang.
3. Akhirnya, Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah
Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK tersebut
ke Anas di ruangan Ketua Fraksi Partai Demokrat yang
disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke Nazaruddin.
4. Rahmat Yasin Selaku Bupati Bogor yang menerbitkan Site
Plan atas rencanapembangunan P3SON berlokasi di Desa
Hambalang KecamatanCiteureup Kabupaten Bogor.
b. Penganggaran
1. Andi dan Wafid selanjutnya melakukan pertemuan di ruangan
Menpora dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang
bertugas di Komisi X dan Badan Anggaran DPR, yaitu
Mahyuddin (Ketua Komisi X), Angelina Sondakh, Mirwan Amir
dan Nazaruddin.
2. Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana sebesar
Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui proses Rapat
Dengar Pendapat (RDP) antara Pokja dan Kemenpora.
3. Persetujuan penambahan anggaran ditandatangani oleh
Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya yakni Rully
Chairul Azwar dan Abdul Hakam Naja. Selain itu,
ditandatangani pula oleh anggota Pokja seperti Angelina
Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan
Mardiyana Indra Wati.
b) Membatasi persaingan dengan mengatur proses prakualifikasi dan
memberikan informasi penting dan rahasia sehingga walaupun
dilakukan tender, akan dimenangkan oleh pihak yang diinginkan.
1. Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan
nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh
pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar Keppres
80 Tahun 2003.
2. Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan
wewenang Menpora tersebut dan tidak melaksanakan
pengendalian dan pengawasan seperti diatur dalam PP 60 Tahun
2008.
3. Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran
calon rekanan tidak dilakukan oleh panitia pengadaan, tetapi
diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang. Hal itu
diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
4. Wisler Manulu selaku Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora
memerintahkan Bambang Siswanto selaku Sekretaris untuk
melakukan verifikasi secara formalitas hasil evaluasi
prakualifikasi dan penawaran lelang pekerjaan P3SON
Hambalang, dan membuat berita acara setiap tahap hasil
pekerjaan lelang pekerjaan P3SON Hambalang.
5. Bambang Siswanto melakukan verifikasi seluruh hasil evaluasi
baik prakualifikasi maupun penawaran sesuai dengan arahan
dan perintah KetuaPanitia Lelang
b. Skema Suap
Kecurangan lelang (bid rigging) kecurangan yang dilakukan dengan
berbagai cara untuk memenangkan penyedia barang/jasa tertentu yang
dilatarbelakangi akan adanya pemberian sesuatu yang bernilai dari
penyedia yang dimenangkan.
1. Deddy Kusdinar bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di
Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu
Choel menyampaikan bahwa abangnya Andi Mallarangeng, sudah
satu tahun menjabat Menpora tapi belum dapat apa-apa.
2. Maksud ucapan Choel diperjelas oleh Mohammad Fakhruddin staf
khusus Menpora yang menanyakan ke Wafid tentang kesiapan
memberi fee sebesar 18% kepada Choel untuk pekerjaan
pembangunan proyek Hambalang,"
3. Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan Menpora yang
dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT Adhi
Karya.
c. Pemberian Tidak Sah
Dengan ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek
Hambalang, total dana yang diperoleh Andi Rp4 miliar dan US$550.000.
d. Pemerasan Ekonomi
Choel meminta 'fee' kepada Wafid Muharam dan Deddy Kusdinar
yang dari fakta persidangan meminta 550 ribu dolar AS sebagai imbalan
diloloskannya PT Adhi Karya dan Rp2 miliar dari PT Global Daya
Manunggal (GDM) yang diserahkan Herman Prananto dan karena bisa
memenangkan PT GDM sebagai subkontraktor PT Adhi Karya.
1. Kewajiban Tersembunyi
DK-1 Adhi Karya menerima dana sebesar Rp82,39 miliar dari KSO
AW (Kerjasama Operasi Adhikarya dan Wijayakarya). Atas transaksi
tersebut, KSO AW mencatat piutang ke Adhi Karya sebesar Rp82,39
miliar. Namun, di sisi lain, DK-1 Adhi Karya tidak mencatat transaksi
tersebut sebagai utang ke KSO AW, melainkan sebagai: (i) akun
pendapatan diterima dimuka sebesar Rp70 miliar.
2. Pengungkapan yang tidak benar
KSO telah mengalirkan dana yang diterima dari Kemenpora kepada
pihak-pihak tertentu, di antaranya untuk berbagai pengeluaran yang telah
dilakukan sebelum proyek diperoleh, yaitu, dana Rp12,3 miliar untuk
mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Adhi Karya sebelum proyek
dimulai. Ada juga dana sebesar Rp6,92 miliar untuk mengganti
pengeluaran yang telah dilakukan Wijaya Karya sebelum proyek dimulai,
dan kas operasional KSO sebesar Rp13,22 miliar yang di antaranya untuk
mengganti berbagai pengeluaran seperti upah, insentif, dan lain-lain.
Berbagai pengeluaran tersebut disembunyikan dalam pembukuan dan
laporan keuangan.
Adhi Karya mencatatkan pengeluaran ke dalam akun bon, sedangkan
yang merupakan bagian dari akun kas seolah-olah tidak terjadi
pengeluaran kas. Kedua, Wijaya Karya mencatat pengeluaran ke dalam
akun setoran ke KSO lain yang bukan KSO Hambalang. Karena, pada saat
kas tersebut dikeluarkan, KSO Hambalang belum terbentuk. Ketiga, KSO
mencatat pembukuan upah fiktif. Dalam penjelasan secara rinci,
disebutkan, untuk mengeluarkan dana yang bersifat informal, Adhi Karya
menerapkan mekanisme bon sementara yang tidak dicatat dalam sistem
akuntansinya, sehingga tidak terepresentasikan dalam laporan keuangan.
G. PENCEGAHAN FRAUD
Prinsip
fraud
1. Pencegahan Lingkungan
2. PERSEPSI DETEKSI
1. Pengawasan (Surveillance)
Selama peradilan kasus ini, dimunculkan beberapa catatan dari para ahli
tentang kejanggalan proyek ini. Misalnya, lokasi proyek Hambalang berada dalam
zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sebagaimana Peta Rawan. Pendapat
lainnya menegaskan, terjadi kegagalan system management design dan konstruksi
proyek yang telah menyebabkan kegagalan proyek. Selain itu, proses pembahasan di
DPR pun mengandung sejumlah kejanggalan.
Pada tahap menyetujui dan mencairkan anggaran proyek ini, jelas bahwa
aspek prudent diabaikan. Kalau saja pengawasan lintas instansi terkoordinasi dengan
efektif, kasus proyek Hambalang pasti tidak pernah ada.
3. PENDEKATAN KLASIK
1. Perencanaan
Tim Audit Investigasi terdiri dari para auditor yang kompeten, memiliki
integritas yang tinggi, serta independensi. Tim Audit Investigasi kasus
Hambalang haruslah terdiri dari auditor-auditor yang berkompeten dan paham
mengenai peraturan terkait pelaksanaan proyek seperti: keputusan hak pakai,
lokasi dan site plan, izin mendirikan bangunan, teknis, kontrak tahun jamak,
pelelangan, pencarian anggaran, dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tim
Investigasi harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, sebab-
sebab penyimpangan, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, unsur-unsur
kerjasama, dan estimasi besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus
ini.
2. Pelaksanaan
Bukti audit ini dapat diperoleh Tim Audit Investigasi melalui observasi,
inspeksi, konfirmasi, analisa, wawancara, pemeriksaan bukti tertulis, review
analitis, perhitungan kembali, penelusuran, dll.
3. Pelaporan
Dari suntingan berita diatas didapati bahwa dugaan pelanggaran terjadi karena
adanya kesalahan dalam prosedur pelaksanan dan pemenuhan syarat
protokoler dalam mengeluarkan surat keputusan padahal pihak yang
berwenang menyetujui belum melakukan pengujian maupun persetujuan.
Pihak yang berwenang pun dinilai melakukan pembiaran bawahannya
melakukan pelanggaran.
Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan
penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hambalang.
Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi
penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung
penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek
hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas
tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan
persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran
dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap
II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan
kerugian negara mencapai Rp471 miliar.
Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga
menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang
diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara
Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
I. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa setelah vakum sejak tahun 2004,
titik tolak proyek P3SON di mulai kembali setelah Ses Menpora WM dan Tim
Asistensi mempresentasikan rencana pembangunan Proyek Hambalang di Cilangkap
yaitu di rumah kediaman AAM berdasarkan permintaan AAM. Kemudian dalam
pelaksanaan proyek P3SON BAKN juga menyimpulkan bahwa telah terjadi
penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan indikasi penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat terkait dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban Proyek
Pembangunan P3SON Hambalang, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. BPK belum mengungkapkan adanya aliran dana yang diberikan oleh
pengelola proyek kepada pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan proyek dan
belum melakukan penelusuran aliran dana kepada PT DC yang menerima uang muka
sebesar Rp63.300.942.000,00 yang menurut BPK seharusnya tidak berhak
menerimanya. Dari hasil pemeriksaan BPK terungkap adanya kerjasama tidak sehat
antar beberapa pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku, tidak akuntabel dan
tidak transparan , yaitu dalam penyusunan anggaran dan dalam pelaksanaan
anggaran sehingga menimbulkan kerugian Negara sekurang-kurangnya sebesar Rp
243,66 miliar.
II. REKOMENDASI
Berdasarkan kasus diatas, kelompok kami memberikan beberapa rekomendasi,
yaitu :
1. KPK seharusnya menuntaskan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus
proyek Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga
Nasional (P3SON) Hambalang Bogor, karena terbukti telah terjadi
penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pengelola
proyek dan pihak terkait, yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara
sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar.
2. Pihak terkait melakukan penelusuran aliran dana yang menyebabkan
kerugian negara sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar.
3. Melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mnegungkap kerugian negara.
.
DAFTAR PUSTAKA