Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Mr. F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Makassar
No. Register : 821093
Tanggal pemeriksaan : 29 oktober 2017
Tempat pemeriksaan : RS Wahidin Sudirohusodo

1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : nyeri pada mata sebelah kanan
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada mata kanan dialami sejak 4jam
sebelum masuk rumah sakit, riwayat trauma ada terkena tutup botol kecap saat
membuka tutup botol sekitar 4jam yang lalu. . Keluhan mata merah (+), air mata
berlebihan(-) kotoran mata (-),Riwayat keluar darah ada (+), riwayat penggunaan
obat setelah trauma (-), riwayat pasien membilas mata dengan air bersih setelah
trauma (+).
Tidak ada riwayat keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat kontak dengan
pasien keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat menggunakan
kacamata tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada. Riwayat alergi tidak
ada. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus ada, tidak berobat
teratur.
1.3 STATUS GENERALIS
a) Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, Composmentis

b) Tanda vital

i. Tekanan Darah : 120/70 mmHg

ii. Nadi : 80 x/menit

iii. Pernafasan : 18 x/menit

iv. Suhu : 36,9 C

1.4 STATUS LOKALIS (FOTO KLINIS)

Laserasi konjungtiva
Subkonjungtiva bleeding
4mm dari limbus,
bentuk segitiga ukuran 3x4mm
Oculi Dextra
Oculi Sinistra

1.5 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

a) Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra Edema (+)minimal Edema (-)

Apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (-) hiperlakrimasi (-)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemi(+), Hiperemis (-)


subkonjungtiva bleeding Injeksio konjungtiva (-),
di inferior, kemosis (+)
di inferonasal. Laserasi
berbentuk segitiga di
inferonasal 4-5mm dari
limbus, ukuran 4x3mm.

Bola Mata Kesan intak Kesan intak

Mekanisme muscular

Kesegala arah Kesegala arah


Kornea Jernih Jernih
Tes sensitivitas Reflex(+) Reflex (+)
Tes fluorescin Negatif Negatif

Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, relative Bulat, sentral, relative


aferen pupillary defect (-) aferen pupillary defect (-)

Lensa Keruh Keruh

b) Palpasi
Palpasi OD OS

Tensi Okuler Kesan Tn Kesan Tn

Nyeri Tekan (-) (-)

Massa Tumor Tidak teraba Tidak teraba

Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

c) Non- Contact Tonometri (NCT): 11/11 mmHg


d) Pemeriksaan Visus :
i. VOD : 20/20
ii. VOS : 20/20

e) Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS

palpebra Edema (+) Edema(-)

Konjungtiva Hiperemis (+) Tampak Hiperemis (-)


subkonjungtiva hiperemis di Injeksio konjungtiva (-),
inferonasal disertai kemosis di
inferior. Tampak laserasi
konjungtiva di batas
inferpnasal arah jam 4
berbentuk segitiga 4mm dari
limbus , ukuran 3x4mm

Kornea Jernih Jernih


-Tes sensitivitas Reflex(+) Reflex(+)
-Tes fluorescin Negatif Negatif

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

Lensa Keruh Keruh

f) Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan


g) Light Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
h) Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
i) Slit Lamp
1. SLOD : Hiperemis (+),Injeksio konjungtiva (-), Tampak subkonjungtiva
hiperemis di inferonasal disertai kemosis di inferior. Tampak laserasi
konjungtiva di batas inferpnasal arah jam 4 berbentuk segitiga 4mm dari
limbus BMD kesan normal (tidak ada resiko sudut tertutup), iris coklat,
krypte (+), pupil bulat central, RC (+), lensa jernih.
2. SLOS : Hiperemis (-),Injeksio konjungtiva (-), Tampak subkonjungtiva
hiperemis di inferonasal disertai kemosis di inferior. Tampak laserasi
konjungtiva di batas inferpnasal arah jam 4 berbentuk segitiga 4mm dari
limbus BMD kesan normal (tidak ada resiko sudut tertutup), iris coklat,
krypte (+), pupil bulat central, RC (+), lensa jernih.
j) Funduskopi : Releks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR 0,3 , A/V 2/3 ,
makula : refleks fovea (+), retina perifer kesan normal. Tes Flouresin
1. OD: negatif
2. OS: negatif

1.6 RESUME
Seorang laki-laki berumur 19 tahun datang dengan keluhan nyeri pada mata
kanan dialami sejak 4jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mata merah (+),
air mata berlebihan(-) kotoran mata (-), riwayat trauma ada terkena tutup botol
kecap saat membuka tutup botol sekitar 4jam yang lalu. Riwayat keluar darah
ada (+), riwayat penggunaan obat setelah trauma (-), riwayat pasien membilas
mata dengan air bersih setelah trauma (+), riwayat penggunaan kacamata
sebelumnya (-), riwayat alergi (-), riwayat penyakit sistemik (-).
Dari pemeriksaan oftalmologi, VOD : 20/20, VOS : 20/20.
Pada pemeriksaan slit lamp,
SLOD : Hiperemis (+),Injeksio konjungtiva (-), Tampak subkonjungtiva
hiperemis di inferonasal disertai kemosis di inferior. Tampak laserasi konjungtiva
di batas inferpnasal arah jam 4 berbentuk segitiga 4mm dari limbus BMD kesan
normal (tidak ada resiko sudut tertutup), iris coklat, krypte (+), pupil bulat central,
RC (+), lensa jernih.
SLOS : Palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), injeksio konjungtiva
kornea jernih, BMD kesan normal (tidak ada resiko sudut tertutup), iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

1.7 DIAGNOSIS KERJA


Trauma occulus dextra non perforasi + laserasi konjungtiva
1.8 PENATALAKSANAAN

a) FARMAKOLOGIS

-LFX eye drop 4dd 1

-natrium dicloterac 2 dd 1

Polidex eye drop 4 dd 1


b) NON FARMAKOLOGI

1. Tidak menggosok mata yang sakit dan menyentuh mata yang sehat

2. Menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah

3. Hindari paparan debu

4. Jaga kebersihan diri/personal hygiene

1.10 PROGNOSIS

a) Quo ad Vitam : Bonam

b) Quo ad Visam : Bonam

c) Quo ad Sanationam : Bonam

d) Quo ad Comesticam : Bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STRUKTUR ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA


Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian: 1,3,4
1. Konjungtiva palpebralis: menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai
sekitar 2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,
sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara
kulit dan konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas.
Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus.
Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris: menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon.
Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut
dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon,
dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat
secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel
konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. konjungtiva
bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan,
mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah
dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet
yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata
pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea. 5,6
3. Konjungtiva Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung
dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi
menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks. 1,4,5
Gambar 1: Anatomi mata

Gambar 2: Anatomi konjungtiva

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari: 3,4


a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lapis epitelium: lapisan
superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel
kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous
Gambar : Gambaran histologi lapisan konjungtiva

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). 5,6
a) Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya.
Lapisan ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir
tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini,
inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi
folikuler.
b) Lapisan fibrosa terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal
daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada
tempat tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh
darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio
konjungtiva bulbar.
Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu: 1, 4, 5
1. Kelenjar sekretori musin yaitu sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak di
dalam epitelium), kripta dari Henle (ada apda tarsal konjungtiva) dan kelenjar
Manz (pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva.
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:
a. Kelenjar dari Krause (terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah).
b. Kelenjar dari Wolfring (terletak sepanjang batas atas tarsus superior dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).
Gambar : Kelenjar pada konjungtiva

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
4,5
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari
arcade arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan
cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva
posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk
pleksus perikornea.
Konjungtiva mendapat suplai darah dari tiga sumber yaitu (1) arcade arteri
perifer palpebra; (2) arcade marginal palpebra; dan (3) arteri siliaris anterior.
a. Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari perifer dan
marginal arcade arteri kelopak palpebra.
b. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set pembuluh: arteri konjungtiva
posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri palpebra dan arteri
konjungtiva anterior yang merupakan cabang arteri siliaris anterior. Cabang
terminal konjungtiva posterior arteri beranastomosis dengan konjungtiva
anterior arteri membentuk pleksus perikorneal.
Gambar : Anatomi pembuluh darah konjungtiva

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

Gambar : Vaskularisasi konjungtiva


Vena dari konjungtiva mengalir ke dalam pleksus vena palpebra dan beberapa
sebagian yang berada di kornea ke pembuluh darah siliaris anterior. Aliran
limfatik dari sisi lateral mengalir ke kelenjar getah bening preaurikular dan yang
berasal dari sisi medial ke kelenjar getah bening submandibular. Konjungtivadi
daerah circumcorneal mendapat persarafn dari cabang saraf siliaris yang
mempersarafi kornea. Konjungtiva yang lainnya mendapat persarafan dari cabang
dari lacrimal, infratrochlear, supratrochlear, saraf supraorbital dan frontal.4

Gambar : Persarafan konjungtiva

2.2 FISIOLOGI KONJUNGTIVA


Konjungtiva memiliki mekanisme perlindungan yang alami berupa:4
a) Suhu rendah karena terpapar udara,
b) Perlindungan fisik dari kelopak mata,
c) Pompa air mata,
d) Aktivitas antibakteri lysozymes
e) Perlindungan humoral oleh imunoglobulin airmata.

Pertahanan konjungtiva terutama oleh adanya tear film pada konjungtiva yang
berfungsi melarutkan kotoran dan bahan yang toksik kemudian mengalirkannya
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Disamping itu tear film juga
mengandung beta lysine, lisosim, IgA, IgG yang berfungsi menghambat
pertumbuhan kuman. Apabila kuman mampu menembus pertahanan tersebut
maka terjadilah proses infeksi pada konjungtiva.1, 3
Gambar : Tear film

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

Gambar : Sistem lakrimasi

Sumber: Khurana AK. Disease of The Conjunctiva, Comprehensive


Ophthalmology. 2007

2.3 DEFINISI
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopakmata, saraf mata, dan rongga orbita. Kerusakan
ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata

2.4 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian Beaver Dam, sebanyak 20% usia dewasa dilaporkan
mengalami trauma okuli sebanyak lebih dari 3 kali selama hidupnya. Pada
penelitian ini, ditemukan lebih dari setengah kasus disebabkan oleh trauma benda
tajam. Sangat mengejutkan, di rumah ternyata lebih beresiko untuk terjadi trauma
okuli dibandingkan di tempat kerja dan sekitar 23% kasus trauma okuli
berhubungan dengan olahraga.
Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial mata dan adneksa (41,6%),
benda asing pada mata bagian luar (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa
(16.0%), luka terbuka pada mata dan adneksa (10,1%), fraktur dasar orbita
(1,3%), dan cedera saraf (0,3%).

2.5 ETIOLOGI
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut :
1. Mekanik
a. Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola, penutup botol
b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan.
2. Kimia
a. Trauma kimia basa, misalnya sabuncuci, sampo, bahan pembersih lantai,
kapur, atau lem.
b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
3. Radiasi
a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi
2.6 KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma berdasarkan definisi
American Ocular Trauma Society:
1. Trauma non-perforans :
Di mana dinding mata (sklera dan kornea) tidak memiliki cedera pada
keseluruhan dindingnya tetapi ada kerusakan intraokuler. Terbagi menajdi
2 yaitu :
- Kontusio : Mengarah pada trauma non-perforans yang diakibatkan dari
trauma benda tumpul. Kerusakan mungkin terjadi pada tempat trauma atau
tempat yang jauh.
- Laserasi lamellar : Mengarah pada trauma non-perforans yang
mengenai hingga sebagian ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh
benda tajam atau benda tumpul
2. Trauma perforans
Di mana terdapat perlukaan yang mengenai seluruh lapisan pada
sklera atau kornea atau keduanya. Terdiri atas :
- Ruptur : kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata yang
diakibatkan oleh benda tumpul. Luka muncul akibat peningkatan tekanan
intraoculer yang jelas akibat mekanisme cedera masuk-keluar.
- Laserasi : kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata yang
diakibatkan oleh benda tajam. Terbagi atas 3 yaitu luka penetrasi (laserasi
yang berjumlah hanya satu pada dinding mata yang disebabkan oleh benda
tajam), perforasi (terdapat dua laserasi pada seluruh ketebalan dinding
mata (satu masuk dan satu keluar) pada dinding mata yang disebabkan
oleh benda tajam. Kedua luka harus disebabkan oleh penyebab yang
sama).

Klasifikasi trauma okuler berdasarkan mekanisme trauma terbagi dua


yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati struktur dinding
bola mata (non-full thickness), dan trauma terbuka bila melewati seluruh
struktur dinding bola mata (fullthickness).
Trauma mata tertutup terbagi menjadi kontusio dan laserasi lamellar.Pada
kontusio tidak terdapat luka ada permukaan bola mata. Trauma terjadi karena
energi yang dibawa oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawaoleh benturan
yang menyebabkan perubahan bentuk dari bola mata.
Trauma mata terbuka terbagi menjadi laserasi dan ruptur bola mata.
Laserasi merupakan luka pada seluruh dinding bola mata yaitu pada tempatyang
terkena trauma, karena sebuah objek yang tajam dari luar (out-side inmechanism).
Laserasi ini terdiri dari penetrasi, perforasi dan IOFB. Dikatakan
trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan prolaps dari isi matasedangkan
dikatakan trauma perforasi bila terjadi luka masuk dan lukakeluar.
Sedangkan ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata
karena sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari
objek tersebut bukan hanya pada lokal pada area yang bersentuhan
tetapi pada daerah lain pada bola mata. Energi yang timbul Dario bjek tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler sesaa tsehingga
dinding bola mata akan bergerak ke arah titik yang paling lemah (inside-out
mechanism).

2.7 PATOFISIOLOGI
Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga, yakni
trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebakan karena
adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul dapat
menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang
ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma
(conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan diafragma
lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita, laserasi, dan
hematoma.
Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan struktur dan pembuluh
darah yang berada di iris memisah sehingga darah masuk ke camera oculi anterior.
Masuknya darah ke camera oculi anterior ini menyebabkan terjadinya hifema dan
penurunan tajam penglihatan. Ruptur koroid menyebabkan adanya perdarahan
subretina yang akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat
mengakibatkan pemisahan retina dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi
kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan pada muskulus levator palpebra.
Adanya kelemahan pada muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis.
Laserasi konjungtiva menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada
akhirnya juga akan menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan.
Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan
kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang
pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya mengakibatkan
adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera oculi posterior.
Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma dan katarak
sehingga penglihatan dapat menurun.
Gambar 2.4 Patofisiologi trauma okuli

2.8 GEJALA KLINIS


Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan ringan
trauma, yaitu :
- Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal
dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam
besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan
tidak beracun seperti pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula
menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
- Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
- Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada
trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata
berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan
berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea
secara perlahan.
- Trauma Radiasi
1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan
patologi akan menyebabkan kromatolisis sel.
2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini
berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi
lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa
robekan pada kornea, sklera dan sebagainya).

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli adalah
sebagai berikut:
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak
mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian
humor akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur
basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama
terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior
maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau
retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya
pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini
dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal
injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat
pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.
Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan
nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit
kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen
anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat
benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebagai
salah satu mekanisme perlindungan pada mata.
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya
benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada
segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata
menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain
fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris
menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak
sinar yang masuk ke dalam mata.

2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang
mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain yang
lebih mengancam nyawa.)
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah
cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara
progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila
ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan
untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan pahat dapat melepaskan
serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata, dan hanya
meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya
penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan
kabur merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat
menyamarkan benda asing intraokular yang berpotensi membutakan
Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat penyakit
mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis suatu trauma okuli.
Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan, riwayat alergi, suntikan
imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu ditanyakan sebagai
kemungkinan persediaan operasi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk
pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot
ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-lain.
Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti
tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya fraktur
harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada pemeriksaan
fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami
trauma harus diperiksa dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan segera dan mengurangi trauma yang lebih lanjut.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan berbanding
CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan. Antaranya foto polos 3 posisi,
proyeksi Waters, posisi Caldwelldan proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi
untuk melihat dasar orbita, atap orbita dan sinus paranasalis.
b. Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola mata
dan menentukan lokasi ruptur.
c. CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi ruptur
yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf optic, adanya
benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata dan orbita.
d. Magnetic Resonance Imaging
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola mata dan
orbita

2.10 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan trauma okuli dibedakan berdasarkan mekanisme
traumanya, yaitu :
1. Trauma Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda
mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata. Pemberian pertolongan
pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan
mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% -
1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e. Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa
penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai mata
penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata. (2, 8)
2. Trauma Tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena
dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan
simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan untuk mempertahankan bola mata
dan mempertahankan penglihatan. Bila terdapat benda asing dalam bola mata,
maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada
penderita dapat diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedativa
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka.(4)
3. Trauma Akibat Benda Asing
a. Ekstra Okular
Tetes mata
Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat
dengan jarum
Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan
dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat
dengan jarum.
Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local
selama beberapa hari.
Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum,
bisa juga dengan menggunakan magnet.(2, 4)
b. Intra okuler
Pemberian antitetanus
Antibiotik
Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menyebabkan iritasi.
4. Trauma Kimia
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah
terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele
jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak
membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia
mencakup:
a. Penatalaksanaan Emergency
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama
15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa
hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30
menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam
waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata
dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material
yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan
bebat (verban) pada mata, lensa kntak lembek dan artificial tear (air mata
buatan)
b. Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7
hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas.
Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off
setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV
50-200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat untuk mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis
2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan
secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas
netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis.
Asam Sitrat untuk menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon
inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10
hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7
hari setelah trauma.(2, 4, 9)

c. Pembedahan
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan :
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea
menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut :
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands
dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal
ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk. (2, 4, 9)

2.11 KOMPLIKASI
Sama halnya dengan penatalaksanaannya, komplikasi yang timbul akibat
trauma okuli juga dibedakan berdasarkan mekanisme traumanya, yaitu :
1. Komplikasi Trauma Tembus Okuli :
a. Infeksi
b. Iritis
c. Katarak
2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli :
a. Midriasis
b. Glaukoma
c. Katarak
d. Dislokasi lensa
e. Vitreous haemorrhage
f. Atrofi N. Opticus
3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia
a. Zat Kimia Asam :
Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea
Vaskularisasi kornea
Glaucoma
uveitis
b. Zat Kimia Basa :
Simblefaron
Kornea keruh, edema, neovaskular
Mata kering
Katarak traumatik
Glaucoma sudut tertutup
Entropion.

2.12 PROGNOSIS
Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele
jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus
mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan ekstensif.
Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi
retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia
pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan
rasa tidak enak pada mata.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat
di terapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga dapat terganggu
jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat timbul glaucoma
sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula
mengalami kerusakan. Trauma orbita berat juga dapat menyebabkan masalah
kosmetik dan okulomotor.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata Edisi 3. Fakultas kedokteran universitas


indonesia. Jakarta. 2004. p.1-4, p.259-76.

2. Asbury T, Sanitato JJ, Trauma. Dalam : Oftalmology Umum Edisi 14.


Penerbit widya medika. Jakarta.2000. p.380-7

3. Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology : a short text book. Thieme
Stuttgart. New York. 2000. P.507-35

4. Kuhn F. Intraocular Foreign Body. Available at


www.emedicine.medscape.com.

5. Riordon-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophtalmology


16th Ed. London: McGraw-hill. 2004.

6. Khuarana, AK. Anatomy and Development of the Eye. In: Comprehensive


Opthalmology fourth edition. New Age Internasional (P) Limited,
Publisher: New Delhi. 2007.p.3-5

7. Lang GK. Orbital Cavity. In: Ophtalmology : a short text book. Thieme
Stuttgart. New York. 2000. P.415-7

8. Khuarana, AK. Ocular Injury. In: Comprehensive Opthalmology fourth


edition. New Age Internasional (P) Limited, Publisher: New Delhi.
2007.p.401-16

9. Blanch RJ, Scott RAH. Military Ocular Injury: Presentation, Assessment,


and Managemet. JR Army Med Corps 155 (4): 279-284.

10. Bord SP, Linden J. Trauma to the Globe and Orbit. Emergency Medicine
Clinics of North America. Emerg Med Clin N Am 26 (2008) 97-123

11. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Injuries o the Eyes. In: ABC of Eyes
Fourth Ed. BMJ Books. London: 2005; p.29-32

12. Nn, Birmingham Eye Trauma Terminology. In: American Society of


Ocular Trauma (Online) 2006. available from URL
http://WWW.opt.pasificu.edu/ce/catalog/10310-SD/Triage.html
29

Anda mungkin juga menyukai