Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SISTEM PENGOBATAN SENDIRI

KELOMPOK 3

FLU DAN BATUK

Disusun oleh :

Merisna Asriani 1408010012

Rina Rayagunita S 1408010064

Achmad Fauzy 1408010066

Sifa rismawati 1408010138

Mutiara candra 1408010180

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, rahmat dan
karunianya serta kelapangan berpikir dan waktu, sehingga dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan judul FLU DAN BATUK. Makalah ini disusun sebagai
tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Sistem Pengobatan Sendiri , selain
itu bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai
penatalaksanaan Flu dan Batuk.

Kemudian juga menyadari bahwa materi dan teknik yang saya sampaikan dalam makalah ini
masih memiliki beberapa kekurangan.

Demikianlah makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 08 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG .....................................................................................................

RUMUSAN MASALAH .................................................................................................

TUJUAN ..........................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN ..............................................................................................................

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah
swamedikasi. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi
menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan
pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat
akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat memberikan
informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya.
Flu merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan gejala demam
secara mendadak, otot-otot sakit, badan terasa dingin, sakit kepala, batuk, pilek dan badan
terasa lemah. Flu disebabkan oleh virus influenza. Influenza sangat mudah menular dan
biasanya berjangkit saat udara dingin atau lembab, yaitu saat musim hujan. Ketika kondisi
badan dalam keadaan baik, serangan influenza tidak akan menimbulkan akibat yang
terlalu berat. Namun, ketika kondisi tubuh lemah, virus influenza mudah menyerang dan
dapat mengakibatkan keadaan parah, yang jika tidak segera teratasi dapat menyerang otak
dan dapat menimbulkan gejala seperti rasa nyeri di kepala, insomnia, menurunnya
kesadaran, kejang, depresi mental, radang saraf dan lain-lain.
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi ditenggorokan karena
adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu batuk akut dan batuk kronis. Keduanya dikelompokkan berdasarkan waktu.
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 14 hari serta dalam 1 episode. Bila
batuk sudah lebih dari 14 hari atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan bertutut-turut,
disebut batuk kronis atau batuk kronis berulang.
Angka kesakitan yang terjadi karena batuk pilek di Indonesia pada tahun 2006
sekitar 86%, tetapi semuanya bisa sembuh dengan penanganan yang optimal. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk memberikan materi tentang penatalaksanaan flu dan batuk.
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan gejala dari flu dan batuk ?
2. Bagaimana penatalaksanaan swamedikasi flu dan batuk ?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan gejala dari flu dan batuk.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan swamedikasi flu dan batuk.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gejala dan Tanda Flu


a. Hidung terus-menerus mengeluarkan ingus
b. Sering bersin
c. Sering batuk
d. Pernapasan tidak lancar (hidung terasa tersumbat)
e. Tidak enak badan
f. Suara serak

Gejala lain yang jarang menyertai :

a. Sakit kepala
b. Demam
c. Berkurangnya daya penciuman dan pengecapan
d. Tenggorokan gatal
e. Nyeri tenggorokan
f. Seperti ada tekanan pada wajah dan telinga
g. Mata berair
h. Nyeri telinga
i. Nyeri otot
j. Badan terasa lelah
k. Hilang nafsu makan
B. Penyebab Flu
Human rhinovirus (HRV) adalah kelompok virus yang paling banyak menyebabkan flu.
Selain virus tersebut, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh coronavirus, adenovirus,
human parainfluenza virus (HPIV), dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus masuk ke
tubuh manusia melalui hidung, mulut, atau bahkan mata sebelum berinkubasi dan
menimbulkan gejala. Masuknya virus bisa terjadi ketika tanpa disengaja menghirup
percikan liur penderita pilek di udara yang dikeluarkan melalui bersin atau batuk. Selain
itu, virus juga bisa masuk ketika seseorang memegang badan penderita pilek atau
permukaan benda yang telah terkontaminasi percikan liur yang mengandung virus pilek,
kemudian tangan memegang hidung, mulut, atau mata sendiri.
C. Swamedikasi Flu (Non Farmakologi)
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala flu diantaranya :
1) Gaya hidup
a. Peningkatan asupan cairan dengan banyak minum air, teh, sari buah. Asupan cairan
dapat mengurangi rasa kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu
menurunkan demam.
b. Istirahat yang cukup.
c. Makan makanan bergizi yaitu makanan dengan kalori dan protein tinggi yang akan
menambah daya tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung
vitamin.
d. Mandi dengan air hangat dan berkumur dengan air garam.
e. Untuk bayi, dapat dilakukan dengan membersihkan saluran hidung dengan hati-
hati. Pada umumnya, anak dengan usia di bawah 4 tahun tidak dapat mengeluarkan
sekret (ingus) sendiri, oleh karena itu membutuhkan bantuan untuk membersihkan
hidung. Pada bayi, dapat dilakukan irigasi hidung dengan menggunakan tetes
larutan garam isotonik.
2) Ramuan alami
Bahan :
a. 15 gram jahe
b. 2 batang daun bawang putih
c. Air secukupnya

Cara membuat dan menggunakan :


a. Cuci bersih 15 gram jahe dan 2 batang daun bawang putih
b. Rebus semua bahan dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc
c. Minum air rebusan selagi hangat secara teratur dua kali sehari
D. Swamedikasi Flu (Farmakologi)
Apabila penyakit flu tidak membaik setelah pemberian terapi non obat (non
farrmakologi), maka disarankan melakukan terapi obat (farmakologi). Obat flu yang dapat
diperoleh bebas bisa merupakan sediaan analgetik/antipiretik tunggal atau kombinasi
dengan beberapa zat aktif lain, yang termasuk golongan antitusif, ekspektoran,
dekongestan, dan antihistamin. Berikut akan dijelaskan kegunaan masing-masing
golongan.
1. Analgesik/antipiretik
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam
dan biasanya juga mempunyai efek pereda nyeri (analgesik). Antipiretik/analgesik
yang biasa digunakan dalam pengobatan flu antara lain parasetamol, ibuprofen, dan
asetosal. Obat flu umumnya sudah mengandung antipiretik/analgesik sehingga tidak
dianjurkan untuk mengkonsumsi obat antipiretik/analgesik tunggal bersamaan dengan
obat flu yang telah mengandung antipiretik/analgesik, misalnya mengkonsumsi tablet
parasetamol bersamaan dengan mengkonsumsi obat lain yang mengandung ibuprofen
atau asetosal. Oleh karena itu, perhatikan komposisi zat berkhasiat yang terkandung
dalam kedua obat tersebut.
2. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat untuk mengurangi hidung tersumbat. Dekongestan
bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di daerah hidung sehingga
melegakan hidung tersumbat karena pembengkakan mukosa. Obat-obat yang
termasuk ke dalam dekongestan antara lain fenil propanol amin (PPA), fenilefrin ,
pseudoefedrin, dan efedrin. Hati-hati penggunaan dekongestan pada pasien hipertensi,
hipertiroid, penyakit jantung koroner, penyakit iskemia jantung, glaukoma,
pembesaran kelenjar prostat, diabetes. Penggunaan pada kondisi tersebut hanya
dilakukan atas saran dokter. Sebelum menggunakan obat ini disarankan untuk
membaca aturan pemakaian pada kemasan obat terlebih dahulu.
3. Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati batuk atau pilek
akibat alergi. Obat ini efektif untuk pilek yang disebabkan oleh alergi, namun hanya
memiliki sedikit manfaat untuk mengatasi hidung tersumbat. Oleh karena itu, pada
beberapa produk antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan. Beberapa
antihistamin yang dapat diperoleh tanpa resep dokter antara lain klorfeniramin
maleat/klorfenon (CTM), prometazin, tripolidin, dan difenhidramin. Obat flu yang
mengandung antihistamin dapat menyebabkan mengantuk, oleh karena itu, setelah
menggunakan obat flu jangan menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan
bermotor.
4. Antitusif
Antitusif merupakan obat batuk yang bekerja dengan menekan pusat batuk dan
menaikkan ambang rangsang batuk. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam antitusif
diantaranya adalah dekstrometorfan HBr, noskapin, dan difenhidramin HCl.
5. Ekspektoran
Ekspektoran juga merupakan obat untuk mengatasi batuk dengan meningkatkan
sekresi cairan saluran napas, sehingga mengencerkan dan mempermudah pengeluaran
sekret (dahak). Cara menggunakan obat yang tepat adalah di samping menggunakan
ekspektoran, minum air dalam jumlah banyak untuk membantu mengencerkan dahak
dari saluran napas. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam ekspektoran diantaranya
gliseril guaiakolat, amonium klorida, bromheksin, succus liquiritiae.

Hentikan swamedikasi dan konsultasikan segera ke dokter, jika:

a. Demam masih timbul selama lebih dari 3 hari setelah pengobatan.


b. Sakit di tenggorokan bertambah parah selama lebih dari 2 hari pengobatan dan
diikuti gejala lain seperti demam, sakit kepala, mual dan muntah.
c. Batuk tidak membaik setelah 7-14 hari mengkonsumsi obat.
d. Nyeri otot tidak kunjung hilang atau bertambah parah selama 10 hari (dewasa)
atau 5 hari (anak-anak) pengobatan.
E. Gejala dan Tanda Batuk
Batuk berdahak pada umumnya disebabkan oleh influenza. Gejalanya yaitu demam
yang tinggi disertai otot tubuh kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat dan sakit
tenggorokan. Namun, batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-paru. Jika
tidak segera diobati, bisa terjadi batuk berdahak akut. Batuk dahak akut kemungkinan
besar sulit diobati. Batuk berdahak yang berlebihan menimbulkan infeksi. Batuk berdahak
yang terlalu sering membuat tenggorokan menjadi luka dan mengakibatkan tersumbatnya
saluran pernapasan.
F. Penyebab Batuk
Ada beberapa penyebab batuk yang meliputi:
1. Infeksi di saluran pernapasan bagian atas yang merupakan gejala flu
2. ISPA
3. Alergi
4. Asma atau tuberculosis
5. Benda asing yang masuk ke dalam saluran napas
6. Menghirup asap rokok dari orang sekitar
7. Batuk psikogenik (batu ini banyak diakibatkan karena masalah emosi dan psikologis)
8. Batuk disebabkan makanan yang merangsang tenggorokan
9. Batuk dikarenakan kanker
10. Batuk akibat sering merokok (sulit diatasi jika hanya menggunakan obat batuk
simtomatik)
11. Batuk berdahak akibat adanya kelainan dalam tubuh, terutama pada saluran napas
atau bronkitis
G. Swamedikasi Batuk ( Non Farmakologi)
1) Gaya hidup
a. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan
tenggorokan, jangan minum soda atau kopi.
b. Hentikan kebiasaan merokok
c. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau
berminyak) dan udara malam.
d. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi
tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan anda kering
atau pedih.
e. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung
yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan sesendok teh
balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan.
2) Ramuan alami
Bahan :
- 10 gram kulit jeruk mandarin kering

Cara membuat dang menggunakan :

a. Ambil 10 gram kulit jeruk mandarin kering dan 25 gram kencur, cuci bersih,
kemudian diiris-iris tipis
b. Rebus bahan dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc
c. Minum hasil rebusan selagi hangat secara teratur dua kali sehari
H. Swamedikasi Batuk ( Farmakologi)
Obat batuk dibagi menjadi 2 yaitu ekspektoran (pengencer dahak) dan antitusif
(penekan batuk).
1. Obat Batuk Berdahak (Ekspektoran)
A. Gliseril Guaiakolat
1. Kegunaan obat
- Mengencerkan lendir saluran napas.
2. Hal yang harus diperhatikan.
- Hati-hati atau minta saran dokter untuk penggunaan bagi anak di bawah 2
tahun dan ibu hamil.
3. Aturan pemakaian
- Dewasa : 1-2 tablet (100 -200 mg), setiap 6 jam atau 8 jam sekali
Anak : 2-6 tahun : tablet (50 mg) setiap 8 jam
- 6-12 tahun : 1 tablet (50-100 mg)setiap 8 jam
B. Bromheksin
1. Kegunaan obat
- Mengencerkan lendir saluran napas.
2. Hal yang harus diperhatikan
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita tukak lambung
dan wanita hamil 3 bulan pertama.
3. Efek samping
- Rasa mual, diare dan perut kembung ringan
4. Aturan pemakaian
- Dewasa: 1 tablet (8 mg) diminum 3 x sehari (setiap 8 jam)
Anak : Di atas 10 tahun: 1 tablet (8 mg) diminum 3 kali sehari (setiap
8jam)
- 5-10 tahun : 1/2 tablet (4 mg) diminum 2 kali sehari (setiap 8 jam)
C. Kombinasi Bromheksin dengan Gliseril Guaiakolat
1. Kegunaan obat
- Mengencerkan lendir saluran napas
2. Hal yang harus diperhatikan :
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi anak di bawah 2 tahun.
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita tukak lambung.
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi ibu hamil.
3. Efek samping
- Rasa mual, diare, kembung ringan.
B. Obat Penekan Batuk (Antitusif)
1. Dekstrometorfan HBr (DMP HBr)
a) Kegunaan obat
- Penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk akut yang berat
b) Hal yang harus diperhatikan
- Hati-hati atau minta saran dokter untuk penderita hepatitis
- Jangan minum obat ini bersamaan obat penekan susunan syaraf pusat
- Tidak digunakan untuk menghambat keluarnya dahak
c) Efek samping
- Efek samping jarang terjadi. Efek samping yang dialami ringan seperti
mual dan pusing.
- Dosis terlalu besar dapat menimbulkan depresi pernapasan
d) Aturan pemakaian
- Dewasa : 10-20 mg setiap 8 jam
- Anak : 5-10 mg setiap 8 jam
- Bayi : 2,5-5 mg setiap 8 jam
2. Difenhidramin HCl
a) Kegunaan obat
- Penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi)
b) Hal yang harus diperhatikan
- Karena menyebabkan kantuk, jangan mengoperasikan mesin selama
meminum obat ini
- Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita asma, ibu hamil,
ibu menyusui dan bayi/anak.
c) Efek Samping
Pengaruh pada kardiovaskular dan SSP seperti sedasi, sakit kepala,
gangguan psikomotor, gangguan darah, gangguan saluran cerna, reaksi
alergi, efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering,
pandangankabur dan gangguan saluran cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi,
reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi fotosensitivitas, efek
ekstrapiramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi,
berkeringat dingin, mialgia, paraestesia, kelainan darah, disfungsi hepar, dan
rambut rontok.
d) Aturan Pemakaian
- Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam
- Anak : tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam
A. PENGERTIAN DEMARTITIS
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, subakut,
atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis
dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam
dermatitis, dua diantaranya adalah dermatitis kontak dan dermatitis okupasi. Dermatitis
kontak adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak
dengan bahan eksogen.
B. PENGERTIAN DEMARTITIS KONTAK IRITAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah efek sitotoksik lokal langsung dari bahan
iritan baik fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada selsel epidermis dengan
respon peradangan pada dermis dalam wakttu dan konsentrasi yang cukup.
C. ETIOLOGI
Sekitar 80-90% kasus dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh paparan iritan
berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan
ataupun pemaparan berulang. Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan
pertama kali disebut DKI akut dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam
kuat, basa kuat, garam, logam berat, aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan
polisiklik. Sedangkan, DKI yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis,
dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah.
D. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan
iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus
membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat
(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah
menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi,
dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen
dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF,
sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani, 2006; Djuanda, 2006). DAG dan
second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya
interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF).
IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan 14 stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA- DR dan adesi intrasel (ICAM- 1). Pada kontak
dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh
karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga
mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat
berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal,
perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah- 15 merah itu. Reaksi inflamasi
bermacam-macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area
nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan
dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan
mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau
hipopigmentasi dan penebalan.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu dermatitis
kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik
1) Dermatitis kontak iritan akut
Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia
asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik.
Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat kecelakaan kerja.
Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai
eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat. Dermatitis
iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat,
sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan
ini dapat merusak kulit 16 karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin dan
pembengkakan sel. Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang berkontak,
konsentrasi bahan kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi
merah atau coklat, terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula dan
berbentuk pula yang purulent dengan kulit disekitarnya normal.
2) Dermatitis kontak iritan kronik
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang,
dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi
suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila
bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berharihari,
berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan
terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka
dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa
kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah
kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian.
Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium,
diantaranya:
a) Stadium 1 Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan
sendirinya.
b) Stadium 2 Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan
bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul papula,
vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi
keringat dan perubahan flora bakteri.
F. DIAGNOSA
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih 18 cepat sehingga penderita pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul
lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit
dibedakan dengan DKA. Untuk membedakan dan melihat anatara dermatitis akut dan
kronik maka diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.
Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk
menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:
1. Anamnesis, harus dilakukan dengan cermat
Anamnesis dermatologis terutama mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset dan
durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga,
pekerjaan dan hobi, kosmetik yang digunakan, serta terapi yang sedang dijalani.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilicus
berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan
apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari
logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahanbahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit
pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik).
2. Pemeriksaan klinis
Hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik adalah:
a) Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.
b) Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit).
c) Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.
d) Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab- sebab endogen.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan
dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menegakan diagnosis penyakit kulit akibat kerja selain
pentingnya anamnesa, juga banyak test lainnya yang digunakan untuk membantu. Salah
satu yang paling sering digunakan adalah patch test. Dasar pelaksanaan patch test
adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah ditentukan)
ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi yang digunakan pada
umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.
b. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi dan
reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan untuk
masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari 24jam,
tetapi menurut para peniliti waktu 24 jam sudah memadai untuk kesemuanya,
sehingga ditetapkan sebagai standar.
c. Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca tentang
perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut bisa
kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel, dan
bahkan kadangkadang bisa terjadi bula atau nekrosis. Setelah 48 jam bahan tadi
dilepas. Pembacaan dilakukan 1525 menit kemudian, supaya kalau ada tanda-tanda
akibat tekanan, 21 penutupan dan pelepasan dari Unit uji temple yang menyerupai
bentuk reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada bermacammacam pendapat.
Yang dianjurkan oleh International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG)
sebagai berikut:
NT : Tidak diteskan
+ : Hanya eritem lemah: ragu-ragu
++ : Eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah
+++ : Bula: positif sangat kuat
- : Tidak ada kelainan: iritasi
Untuk membantu membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis
kontak alergika, Rietschel mengusulkan kriteria yang dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan
F. PENGOBATAN
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus menerus suatu alat),
fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap, sinar matahari dan ultraviolet) atau
kimiawi (alkali, sabun, pelarut organic, detergen, pemutih, dan asam kuat, basa kuat). Bila
dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan
topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja
dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan. Pencegahan bahan iritan seharusnya
menjadi diagnose primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan
astringent alumunium asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi.
Hidrokortison dan lotion kalamin membantu untuk mengeringkan rasa gatal. Penggunaan
topical anestesi local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan
kontak dermatitis yang lebih luas.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Flu dan batuk merupakan penyakit yang umum terjadi dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Gejala flu dan batuk dapat dikurangi dengan terapi non obat seperti
minum air putih yang banyak atau istirahat dengan cukup. Namun, apabila setelah
dilakukan terapi non obat, gejala flu dan batuk tersebut tidak kunjung sembuh dan
semakin berat, maka disarankan untuk menggunakan terapi obat. Sebaiknya jika
hendak mengkonsumsi obat, perhatikan terlebih dahulu komposisi zat aktif yang
terkandung didalamnya dan pastikan bahwa zat aktif yang terkandung sesuai dengan
gejala yang dirasakan. Perlu diingat bahwa obat flu dan batuk hanya meredakan gejala
yang timbul dan bukan mengobati, sehingga agar tidak mudah terkena flu dan batuk
disarankan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan sehat
berolahraga dan istirahat yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia). Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia. 45: 87, 112.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta : EGC
El manan, 2014. Buku Pintar Swamedikasi., Jogjakarta :Saufa Print
Grimes E. Deanne, dkk, (1990) Infectious Diseases Clinical Nursing Series by Mosby-
Year Book. Inc
Wilson F. Susan, dkk, (1990) Respiratory Disorders by Mosby-Year Book. Inc.

Anda mungkin juga menyukai