Anda di halaman 1dari 4

TOR

Pelatihan/Penyegaran Interaktif Etik Dasar dan Lanjut:


Penelitian Kesehatan dengan Melibatkan Manusia Sebagai Subyek

Latar Belakang

Perkembangan ilmu kesehatan dipacu dan diarahkan oleh penelitian kesehatan. Sebelum hasil
penelitian dapat dimanfaatkan dengan aman dan efektif untuk kesehatan manusia, diperlukan
penelitian dengan mengikutsertakan relawan manusia sebagai subyek penelitian. Relawan
manusia yang bersedia menjadi subyek penelitian mungkin akan mengalami ketidaknyamanan
dan rasa nyeri serta terpapar terhadap berbagai macam risiko.

Peneliti merupakan satu unsur penting dalam melaksanakan suatu penelitian. Tugas utama
yang diemban peneliti adalah melakukan penelitian ilmiah yang berpegang teguh pada nilai-nilai
integritas, kejujuran, dan keadilan. Agar penelitian dan pengembangan kesehatan berjalan baik,
sejogyanya seorang peneliti memahami wawasan berpikir ilmiah dan berpikir etis terkait topik
dan jenis penelitian yang menjadi minatnya.

Sebagai peneliti yang etis, bukan saja wajib menghargai kesediaan dan pengorbanan relawan
manusia tetapi juga menghormati dan melindungi kehidupan, kesehatan, keleluasaan pribadi
(privacy), dan martabat (dignity) subyek penelitian. Hewan coba juga wajib ditangani secara
beradab (humane) supaya sejauh mungkin dikurangi penderitaannya. Pelaksanaan kewajiban-
2 moral (moral obligations) tersebut adalah inti etik penelitian kesehatan.

Menteri Kesehatan R.I. melahirkan Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan (KNEPK) sejak
tahun 2002, dan pada tahun 2016 KNEPK diubah menjadi KEPPKN (Komisi Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional). Salah satu tugas dan fungsi KEPPKN adalah melakukan
akreditasi terhadap seluruh KEPK (Komisi Etik Penelitian Kesehatan) di tiap lembaga, yang
usulan penelitian para penelitinya melibatkan manusia sebagai subyek.

Perkembangan Mutakhir

Berbagai lembaga dan peneliti yang melaksanakan penelitian kesehatan sudah mengenal dan
terbiasa dengan proses penilaian ilmiah (scientific review). Penilaian dilaksanakan berdasarkan
berbagai prinsip ilmiah yang universal dengan cara dan metode yang sudah diakui
keabsahaannya oleh masyarakat ilmiah. Namun demikian, belum semua ilmuwan dan peneliti
dibidang kesehatan memahami proses penilaian penelitian dari demensi etik serta menyisipkan
prinsip etik dalam desain penelitian.

Pada penilaian etik penelitian tidak dapat digunakan cara yang absolut, antara benar dan salah
tetapi digunakan skala antara yang lebih baik, wajar atau pantas, dengan kurang baik, atau
tidak dapat diterima. Penilaian etik penelitian tidak mungkin dan tidak dapat dibakukan dengan
pendekatan seragam atau blanket approach. Setiap protokol penelitian yang dinilai harus
diperlakukan sebagai karya unik. Dengan demikian diperlukan sejumlah butir pedoman untuk
dimanfaatkan pada penilaian protokol etik penelitian kesehatan dalam suatu pedoman
operasional bagi KEPK yang melaksanakan penilaian.

Pada tahun 1979 laporan Belmont mengeluarkan tiga (3) prinsip etik umum yang melibatkan
2

relawan manusia sebagai subjek penelitian; ketiga prinsip yang bersifat universal tersebut telah
disepakati dan diakui sebagai prinsip etik umum penelitian kesehatan yang memiliki kekuatan
moral, sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung jawabkan baik menurut pandangan etik
maupun hukum.

KEPK dan pengusul penelitian (peneliti) memerlukan standar operasional dan pedoman dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dalam menerapkan ketiga prinsip etik tersebut. Pada tahun
2011 tersedia standar operasional WHO dan pedoman mutakhir WHO-CIOMS 2016 yang telah
digunakan sebagai rujukan oleh KEPPKN sebagai sistem telaah etik yang lebih luas untuk
memberikan perlindungan pada penelitian yang melibatkan manusia sebagai subyek. Standar
dan pedoman tersebut selanjutnya diolah sebagai instrumen untuk melakukan akreditasi bagi
seluruh KEPK.

KEPPKN menjabarkan lebih lanjut 3 prinsip dasar etik, dan dengan mengacu pada standar WHO
2011 ketiga prinsip tersebut dikembangkan menjadi 7 butir penilaian dan pengkajian protokol
penelitian kesehatan untuk memperoleh kelayakan etik (ethical clearance), dengan dipandu
oleh pedoman mutakhir WHO-CIOMS 2016. Secara keseluruhan, berbagai rujukan universal dan
global tersebut digunakan sebagai acuan dasar untuk melakukan pelatihan, penyegaran, bagi
peneliti dan anggota KEPK serta standarisasi, dan akreditasi KEPK di Indonesia.

Pelatihan/penyegaran etik penelitian dirancang oleh KEPPKN secara berjenjang dan


berkesinambungan sebagai berikut:
1) Etik Dasar (Responsible Conduct of Research and Research Ethics);
2) Etik Lanjut (Advanced Research Ethics) terfokus pada:
a. Kelompok penelitian sosial dan kesehatan masyarakat, dan
b. Kelompok penelitian klinis, terdiri dari
o Epidemiologi Klinis
o Uji Klinis
o GCP (Good Clinical Practice).
3) Kesekretariatan dan Operasional KEPK dirancang kurikulum dan materi pelatihan
kesekretariatan dan prosedur operasional KEPK.

Etik Lanjut, Penelitian Klinis, Uji Klinis, dan Cara Uji Klinis yang Baik (GCP)

Seiring dengan pengembangan produk baru di Indonesia, pelaksanaan uji klinik semakin
meningkat untuk mendapatkan bukti keamanan dan khasiat produk baru tersebut. Sesuai
ketentuan yang berlaku internasional, pelaksanaan uji klinik harus memenuhi prinsip-prinsip
Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). Untuk itu seluruh pelaku uji klinik harus memahami dan
mengikuti standar kualitas etik dan ilmiah tersebut.

Sebelum melaksanakan uji klinik, pemahaman terhadap CUKB harus diperoleh dengan
mengikuti pelatihan etik dasar dan lanjut yang merujuk pada pedoman etik CIOMS 2016 dan
standar etik WHO 2011 yang diolah oleh KEEPKN, dan mengikuti pelatihan CUKB. Badan POM
sebagai institusi yang mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) berkewajiban
untuk melakukan diseminasi pedoman CUKB dan peraturan uji klinik ke seluruh pelaku uji klinik,
tanpa menutup kemungkinan pelatihan-2 yang dilakukan oleh institusi lain.

Pelatihan CUKB yang dilaksanakan oleh berbagai instansi tentunya menggunakan metode
pengajaran yang bervariasi pula walaupun tetap bersumber pada Pedoman CUKB yang berlaku.
3

Untuk itu, menjadi tantangan bagi Badan POM untuk menyediakan modul Pelatihan CUKB yang
dapat digunakan oleh berbagai penyelenggara pelatihan CUKB. Demikian halnya merupakan
tantangan bagi KEPPKN untuk merancang, mengembangkan, dan melaksanakan
pelatihan etik dasar dan lanjut bagi penelitian klinis, uji klinis, sebelum peneliti dan
sponsor melakukan CUKB.

Baik peneliti maupun anggota KEPK memerlukan pemahaman bagaimana usulan penelitian
yang diajukan secara etik dapat disetujui oleh KEPK setempat dengan menggunakan pedoman
mutakhir yang berlaku universal. Dalam rangka penyamaan persepsi dan pemahaman terhadap
pedoman dan standar mutakhir tersebut baik bagi peneliti maupun anggota KEPK maka
diperlukan berbagai kegiatan pelatihan terstandar yang diselenggarakan oleh KEPPKN
bekerjasama dengan KEPK.

Tujuan

a) Memahami dan menerapkan prinsip dan wawasan etik penelitian yang melibatkan
manusia sebagai subyek.
b) Memahami dan menerapkan penggunaan pedoman mutakhir etik penelitian
c) Memahami standar persetujuan kelaikan etik usulan protokol penelitian oleh KEPK
secara universal
d) Mampu menyusun protokol penelitian sesuai dengan pedoman etik mutakhir
e) Memahami dan menerapkan managemen kesekretariatan dan prosedur opersional KEPK

Metoda

Penyegaran menggunakan pendekatan androgogy dengan menggunakan beberapa metoda


pembelajaran seperti ceramah, tanya jawab, yang dipadukan dengan dialog (studi kasus) dan
latihan dengan menggunakan perangkat lunak analisa dan masalah, serta presentasi.

Output

1. Pada akhir pelatihan etik dasar peserta diharapkan mampu menerapkan prinsip etik dan
wawasan berpikir ilmiah dan berpikir etik dalam melaksanakan penelitian kesehatan yang
melibatkan subyek manusia.
2. Pada akhir peltihan etik lanjut peserta diharapkan mampu menerapkan prinsip etik dan
wawasan berpikir ilmiah dan etik pada penelitian sosial, kesehatan masyarakat, klinis dan
GCP.
3. Pada akhir pelatihan kesekretariatan peserta diharapkan mampu menerapkan managemen
kesekretariatan dan prosedur operasional KEPK.

Peserta
1. Dosen, Peneliti, Paska Sarjana, PPDS, Mahasiswa
2. Anggota dan atau calon anggota KEPK (wajib memiliki sertifikat pelatihan/penyegaran
sebagai syarat akreditasi)

Lama Penyegaran/Penelitian secara berjenjang


1. Pelatihan etika dasar pada penelitian kesehatan selama 2 dua hari
4

2. Pelatihan etika lanjut pada penelitian kesehatan selama 2 dua hari terbagi menjadi
a. untuk penelitian sosial dan kesehatan masyarakat, dan
b. penelitian klinik
3. Pelatihan GCP selama 2 hari.
4. Pelatihan kesekretariatan dan prosedur operasional KEPK selama 1 hari

Sertifikat:

Peserta akan diberikan sertifikat sebagai bukti pernah mengikuti pelatihan/penyegaran etik
dasar atau lanjut saja masing2 selama 2 hari, yang penyelenggaraanya diadakan secara
terpisah (tidak sekaligus)
Peserta akan diberikan sertifikat sebagai bukti pernah mengikuti etik dasar dan lanjut (pra-
GCP untuk fokus klinis), bila dilakukan secara secara penuh selama 3 hari, yang dipadatkan
dari 4 hari menjadi 3 hari.
Sertifikat akan ditandatangani (TT) oleh Ketua KEPPKN, Direktur/Dekan, dan dimungkinkan
juga Ketua KEPK.
Sertifikat disiapkan oleh panitia lokal, KEPPKN akan memberikan masukan bentuk sertifikat
nasional. Dapat dicantumkan logo Kementerian Kesehatan, RS, IDI Lokal, dan logo lainnya
yang menurut panitia diperlukan.
Sertifikat GCP akan diberikan kepada peserta apabila telah mengikuti Etik Dasar dan Lanjut.

Jadwal (terlampir)

Anda mungkin juga menyukai