Anda di halaman 1dari 9

TUGAS FARMAKOTERAPI PENYAKIT KHUSUS

OBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP)

ANALISIS KASUS 16 (METODE S-O-A-P)

OLEH KELOMPOK 3 :

NIMBAR ARASTI O1A1 14 030


NUR RESKY PERMATASARI O1A1 14 036
WD. ISTIQAMAH MADJID O1A1 14 062
FARHAN SEPTIAN AREMA O1A1 14 073

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
KASUS 16

Seorang pria berusia 29 tahun dibawa kepusat gawa tdarurat dalam


keadaan mabuk. Dia didampingi istrinya, yang menyatakan bahwa suaminya
seperti bukan dirinya selama beberapa bulan terakhir ini. Menurut istrinya, dia
dievaluasi depresi oleh dokter pribadinya sekitar 3 bulan yang lalu dan memulai
dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Dia menanggapi terapi ini
dengan baik selama 2 bulan berikutnya. Dia mulai merasa begitu baik dan sangat
energik sehingga dia menghentikan penggunaan obatnya. Dia merasa kurang
tidur, dimana ia sekarang hanya tidur 2-3 jam sehari. Dia menghujani istrinya
dengan hadiah yang sangat mahal dan telah mencapai batas maksimum semua
kartu kredit mereka. Dia menjadi sangat romantic dan lebih tertarik pada
hubungan seksual daripada sebelumnya. Dia juga mulai banyak minum dan
pingsan karena mabuk lebih dari 1 kali. Ia menderita karena pekerjaannya dan
atasannya mengatakan bahwa dia dalam bahaya dipecat jika hal-hal tersebut tidak
diselesaikan. Selain mabuk, pemeriksaan fisik dan tes darahnya normal. Dia
dirawat di unit kejiwaan dengan diagnosis gangguan bipolar dan dimulai dengan
litium.

Soal :

1. Bagaimana mekanisme kerja dari litium?


2. Apa saja efek samping umum dari litium?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari litium dalam menginduksi poliuria?
PEMBAHASAN KASUS (METODE SOAP)

SUBJECTIVE :
Nama pasien : Tn. A
Umur : 29 tahun
Keluhan : Kurang tidur (2-3 jam sehari), perilaku yang berlebihan
(belanja berlebihan), gairah seksual meningkat dan ia
sama sekali tidak mengenali dirinya selama beberapa
bulan terakhir.
Riwayat penyakit : Depresi
Riwayat pengobatan : SSRI

OBJECTIVE :
Pemeriksaan fisik dan tes darahnya normal.

ASSESMENT :

Pasien didiagnosis mengalami gangguan Bipolar dilihat dari data subjective


pasien seperti kurang tidur, perilaku yang berlebihan, gairah seksual yang
meningkat serta riwayat penyakit pasien yaitu depsresi.

PLAN :
Pasien diberikan Litium sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan Bipolar
dengan dosis 250 mg 3 kali sehari.
MONITORING DAN EVALUASI:

1. Pasien harus diperiksa secara teratur (setiap 1-2 minggu untuk pasien
dengan episode akut) dan dipantau responnya (terkait target gejala) dan
munculnya efek samping.
2. Pemantauan kepatuhan pasien harus dilakukan secara teratur
3. Pasien yang hanya menunjukkan respon sebagian atau tidak memberikan
respon terhadap terapi harus diperiksa ulang untuk mendapatkan
diagnosis yang akurat, informasi kondisi medis atau psikiatrik yang
menyertai, dan informasi obat atau substansi yang dapat memperburuk
gejala suasana hati.
4. Pasien dan anggota keluarga sebaiknya terlibat secara aktif dalam terapi
untuk memantau target gejala, respon, dan efek samping.

KIE:
a) Terhadap pasien:
1. Obat sebaiknya diminum bersama dengan makanan.
2. Memberikan informasi dan edukasi pada pasien mengenai penyakitnya
sehingga pasien dapat mengenali keadaannya.
3. Mendorong pasien untuk minum obat secara teratur dengan mengajarkan
manfaat dari obat-obatan yang diberikan.
4. Bila pasien berobat jalan, dianjurkan agar selalu rutin kontrol ke
poliklinik.
5. Pasien harus diberi informasi untuk menjaga asupan natrium dan cairan
yang cukup, maupun menghindari konsumsi kopi, teh, kola, minuman
berkafein lainnya serta alkohol yang berlebihan.
b) Terhadap keluarga:
1. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga dan
pentingnya rutinitas minum obat dalam proses kesembuhan pasien.
2. Mendorong istri agar lebih berperan dalam kesembuhan pasien, misalnya
dalam mengawasi minum obat, atau menjenguk sesekali bila pasien
dirawat.
Soal :

1. Bagaimana mekanisme kerja dari litium?


Jawab :
Litium secara langsung menghambat dua jalur transduksi sinyal. Obat
ini menekan sinyal inositol melalui deplesi inositol intrasel dan menghambat
glikogen sintase kinase 3 (GSK-3), suatu protein kinase multifungsi. GSK-3
adalah komponen dari beragam jalur sinyal intrasel. Jalur-jalur tersebut
mencakup sinyal melalui insulin/faktor pertumbuhan mirip-insulin, brand-
derivated neurothropic factor (BDNF, faktor neurotrofik asal-otak), dan jalur
Wnt. Semua ini mengarah ke inhibisi GSK-3. GSK-3 memfosforilasi -
katenin, menyebabkan interaksi dengan faktor-faktor transkripsi. Jalur-jalur
yang terfasilitasi dengan cara ini memodulasi metabolisme energi,
menghasilkan neuroproteksi, dan meningkatkan neuroplastisitas.
2. Apa saja efek samping umum dari litium?
Jawab:
a. Efek samping awal terkait dosis dan semakin buruk pada konsentrasi
puncak (1-2 jam setelah dosis). Penurunan dosis, pemberian dosis yang
lebih rendah bersamaan dengan makanan, sediaan lepas diperpanjang, dan
dosis 1 kali sehari menjelang tidur kemungkinan dapat membantu dalam
mengurangi efek samping.
b. Gangguan saluran cerna dapat diminimalkan dengan terapi standar atau
dengan pemberian antasida atau antidiare
c. Kelemahan otot dan kelelahan (bersifat sementara) dapat muncul pada
sekitar 30% pasien. Polidipsia dengan poliura dan nokturia muncul pada
sampai dengan 70% pasien dan terapi dengan mengubah pemberian dosis
1 kali sehari menjelang tidur.
d. Sampai dengan 40% pasien mengeluhkan sakit kepala, gangguan memori,
kebingungan, susah berkonsentrasi dan gangguan motorik. Tremor pada
tangan dapat muncul pada sampai dengan 50% pasien. Tremor pada
tangan ini dapat diterapi dengan propanolol 20 sampai 120 mg/hari,
atenolol 50 mh/hari, atau metoprolol 20 sampai 80 mg/hari.
e. Litium menurunkan kemampuan hati untuk menghasilkan urin yang
konsentrat dan dapat menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik dengan
gravitasi spesifik dan osmolalitas urin yang rendah (volume urin lebih dari
3 L/hari). Keadaan ini dapat diterapi dengan golongan diuretik loop,
golongan diuretik tiazid, atau triamteren. Jika digunakan golongan diuretik
tiazid, dosis litium harus diturunkan sebesar 50% dan perlu dilakukan
pemantauan konsentrasi litium dan kalium.
f. Terapi litium jangka panjang terkait dengan 10% sampai 20% risiko
perubahan marfologi ginjal (misal : sklerosis glomerular, atrofi tubular,
dan intersisial nepfritis).
g. Nefrotoksisitas yang diproduksi litium jarang terjadi apabila litium
diberikan pada dosis efektif terendah, diberikan 1 kali sehari, dijamin
pemberian hidrasi yang baik, dan dihindarkan terjadinya toksisitas.
h. Sampai dengan 30% pasien yang mendapatkan litium sebagai terapi
pemeliharaan mengalami peningkatan konsentrasi throid stimulating
hormone yang bersifat sementara, dan 5% sampai 35% pasien mengalami
goiter dan/atau hipotiroidisme, dimana kejadian ini dapat diatasi dengan
penambahan levotirokain kedalam terapi.
i. Litium dapat memberikan efek pada jantung, termasuk pendataran atau
pembalikan T-wave (sampai dengan 30% pasien), blok antrioventrikular,
dan bradikardia. Jika pasien mempunayi riwayat penyakit jantung, harus
dikonsultasikan pada dokter spesialis jantung, dan EKG harus dilakukan
pada awal terapi (baseline) dan secara berkala selama pasien mendapatkan
terapi.
j. Efek samping lain yang dapat muncul kemudian, meliputi leukositosis
ringan yang reversibel, jerawat, kebotakan, eksaserbasi psoriaris,
dermatitis pruritik, maculopapula rash, folliculitis, dan pertambahan berat
badan.
k. Toksisitas litium dapat muncul pada konsentrasi serum lebih dari 1,5
mEq/L, namun pasien usia lanjut dapat mengalaminya pada konsentrasi
terapeutik. Keracunan litium yang parah dapat muncul pada konsentrasi
serum diatas 2 mEq/L, dan gejalanya meliputi muntah, diare, gangguan
kordinasi, gangguan kognisi, aritmia, dan kejang. Kerusakan neurologi dan
ginjal yang permanen dapat terjadi sebagai akibat toksisitas.
l. Beberapa faktor risiko terjadinya toksisitas litium mencakup pembatasan
garam, dehidrasi, muntah, diare, interaksi obat yang menurunkan klirens
litium, olahraga berat, cuaca panas, dan demam. Pasien harus diberi
informasi untuk menjaga asupan natrium dan cairan yang cukup, maupun
menghindari konsumsi kopi, teh, cola, minuman berkafein lainnya serta
alkohol yang berlebihan.
m. Jika terdapat dugaan toskisitas litium, pemberian litium harus dihentikan
dan segera ditangani diruang gawat darurat. Hermodialisis umumnya
diperlukan apabila konsentrasi serum litium diatas 4 mEq/L untuk pasien
yang mendapat terapi jangka panjang, atau lebih besar dari 6-8 mEq/L
setelah keracunan akut.
3. Bagaimana mekanisme kerja dari litium dalam menginduksi poliuria?
Jawab:
Lithium mengubah efek setidaknya tiga zat yang berperan dalam diuresis:
a. Aldosteron: lithium sebagian menghambat kemampuannya untuk
meningkatkan ekspresi reseptor ENaC pada membran apikal sehingga
meningkatkan pembentukan natrium.
b. Arginine vasopressin (AVP): karena lithium dapat menyebabkan
hiperparatiroidisme, hormon paratiroid dapat bertindak sebagai agonis
parsial terhadap AVP, menghambat tindakan hidroosmotiknya.
c. Hormon antidiuretik (ADH): litium menghambat efek stimulasi pada
adenilat cyclase. Hasilnya adalah penurunan kadar cAMP dalam sel dari
pengumpulan tubulus. cAMP mempromosikan pembentukan saluran air,
sehingga meningkatkan penyerapan air di tubulus pengumpul ginjal.
Karena lithium menurunkan kadar cAMP, diuresis dirangsang.
Semua ini menghasilkan poliuria. Tingkat litium bisa ditentukan
dari darah. Sehingga itulah yang menyebabkan lithium dapat menginduksi
poliuria.
DAFTAR PUSTAKA

Carney, SL., Cheryl, R., dan Alastair, HBG. 1996. Mechanism of Lithium-
Induced Polyuria In The Rat. Kidney International, Vol. 50.

Eleanor Lederer, MD; Lithium Nephropathy on


http://emedicine.medscape.com/article/242772-overview#a0104.

Katzung, BG., Susan, BM., Trevor, AJ. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik,
Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Sukandar, EY., Retnosari, A., Joseph, IS., I Ketut, A., Adji, PS., dan Kusnandar.
2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.

Wells, BG., Joseph, TD., Terry, LS., dan Cecily, VD. 2015. Pharmacotharapy
Handbook, Ninth Edition. ed. New York: Mcgraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai