Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dengan
jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali bekerja sebagai
kofaktor untuk enzim metabolisme. Vitamin yang terdapat dalam lebih dari
satu bentuk kimia (misalnya piridoksin, piridoksal, piridoksamin) atau terdapat
sebagai suatu precursor (misalnya karoten untuk vitamin A) kadang kadang
dinamakan vitamer.
Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan
dalam jumlah sedikit dan dibutuhkan jumlah yang besar untuk fungsi
metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut di dalam air dan lemak. Vitamin
yang larut dalam lemak adalah Vitamin A, D, E, dan K dan yang larut di dalam
air adalah vitamin B dan C (Dorland, 2006)

B. Jenis Jenis Vitamin Yang Larut Dalam Lemak


Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) diabsorbsi
dengan cara yang kompleks dan sejalan denganabsorpsi lemak. Dengan
demikian keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan absorpsi seperti asam
empedu, icterus, dan enteritis dapat mengakibatkan defisiensi satu atau
mungkinsemua vitamin golongan ini.
1. Vitamin A
Vitamin A terutama terdapat pada mentega, telor, hati dan daging, dan
terdapat dalam beberapa bentuk.
Vitamin A dapat juga berasal dari karotin yang merupakan pigmen
tumbuh-tumbuhan. Karotin yang disebut juga provitamin A, banyak
terdapat pada sayuran berwarna hijau atau kuning dan buah-buahan seperti
wortel, papaya, tomat. Terdapat beberapa jenis karotin, yaitu karotin alpa,

3
beta dan gama, dan bentuk yang paling aktif ialah beta karotin. Hanya 1/3
karotin diubah menjadi vitamin A pada dinding usus halus.
a. Farmakodinamik
Vitamin A dosis kecil tidak menunujukkan efek fakmakodinamik
yang berarti sebaliknya pemberian dosis besar vitamin A menimbulkan
keracunan.
Vitamin A diperlukan untuk generasi pigmen retina matadalam
proses adaptasi gelap, pigmen retina yang fotosensitif yaitu rodofsin dan
ioudofsin, bila terkena cahaya, akan memutih, terurai dan menimbulkan
implus. Pada penguraian ini akan terjadi pengurangan sebagai vitamin A.
Sebaliknya pada tempat gelap akan terjadi generasi pigmen yang
memerlukan vitamin A.
Retinol (Vitamin A1) yang memegangan peranan penting pada
kesempurnaan fungsi dan struktur sel efitel, karena retinol berperan
dalam diperensiasi sel dan proliverasi epitel. Dengan adanya retinol sel
epitel basalis distimulasi untuk memproduksi mucus. Kelebihan retinol
akan menyebabkan pembentukan mucus yang berlebihan dan
menghambat keratininsasi. Bila tidak ada retinol, sel goblet mukosa
hilang dan terjadi atrofi epitel yang di ikuti oleh propilerasi sel basal
yang berlebihan. Sel-sel baru yang terbentuk ini merupakan epitel
berkeratin dan menggantikan epitel yang menskresi mucus. Penenkanan
seksresi mucus menyebabkan mudah tterjadi iritasi dan infeksi.
b. Defisieensi vitamin A
Terjadi bila kesanggupan tubuhan untuk menyimpan vitamin A
terganggu. Difisiensi ini lebih sering terjadi pada penyakit menahun
dengangangguan absorpsi lemak. Defisiensi vitamin A dapat
menyebabkan perubahan epitel
c. Hipervitaminosis A
Biasanya terjadi akibat penggunaan vitamin Alebih dari 700-
3000IU/kg/hari untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun. Akan
tetapi kerusakan hati pada anak dapt timbul sebagai penggunaan vitamin

4
dengan dosis yang sesuai AKG untuk orang dewasa selama beberapa
tahun dan dengan dosis 5 kali AKG selama 7-10 tahun pada orang
dewasa.
d. Teratogenisitas
Dosis yang berlebihan pada binatang dapat menimbulkan
malformasi pada SSP, mata, dan saluran kemih. Oleh karena itu, dosis
melebihi AKG tidak dianjurkan selama kehamilan normal.
e. Kebutuhan manusia
Kebutuhan vitamin A dianjurkan 500 RE dan 600 RE untuk pria.
Dosis karoten yang diperlukan kurang lebih 2 kali dosis vitamin A.
f. Farmakokinetik
Vitamin A diabsorpsi sempurna melalui saluran cerna dan kadarnya
dalam plasma mancapaipuncak setelah kurang 4 jam. Kadar normal
vitamin A dalam plasma ialah 100-230 unit/100 ml.
g. Indikasi
Vitamin A diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
defisiensi vitamin A. Buta senja yang disebabkan defisiensi vitamin A
memberikan respons yang baik terhadap vitamin A, tetapi keadaan
defisiensi lebih lanjut ternyata sulit diobati.
h. Interaksi
Jika tidak ada indikasi yang spesifik, dosis besar vitamin A
sebaiknya dihindarkan pada pasien yang mendapat pengobatan
antikoagulan.
i. Posologi
Vitamin A terdapat dalam berbagai sediaan untuk penggunaan
secara oral baik perbentuk kapsul, tablet maupun sirup, suntikan dan
topical.

5
2. Vitamin D
Senyawa yang larut dalam lemak, terbukti berguna untuk mencegah
dan mengobati rakitis yaitu penyakit yang banyak terdapat pada
anak,teritama pada daerah yang kurang terkana sinar matahari. Pada
tahun1920.
Provitamin yang terutama didapatkan pada jaringan hewan, ialah 7-
dehidrokorteniol yang akan diubah menjad vitamin D2. Provitamin D yang
terdapat pada ragi dan jamur ialah ergosterol yang akan diubah menjadi
vitamin D2.
a. Farmakodinamik
Vitamin D mempunyai 2 fungsi fisiologi sebagai pemgatur
homeostatic kalsium plasma. Berefek meningkatkan absorpsi kalsium
dan fosfat melalui usus halus, sehingga menjamin kebutuhan kalsium
dan fosfat yang cukup untuk tulang.
Selain itu, pengaturan kadar kalsium plasma dipengaruhi juga oleh
hormone paratiroid.
b. Defisiensi vitamin D
Terjadi penutrunan kadar kalsium plasma, selanjutnya merangsang
sekresi HPT yang berakibat meningkatnya resorpsi tulang.
c. Hipervitaminosis D
Dapat timbul akibat asupan vitamin D yang berlebihan. Terdapat
variasi yang besar dari jumlah vitamin D yang dapat menyebabkan
hipervitaminosis D. secara kasar diperkirakan 50.000 unit vitamin D tiap
hari terus menerus, dapat mengakibatkan keracunan, tetapi pada anak-
anak keracunan dapat terjadi bila diberikan dosis yang relative kecil.
Gejala hipertaminosis D berupa hiperkalsemia, klasifikasi sktropik
pada jaringan lunak.
Hiprvitaminnosis D diatasi dengan penghentian pemerian vitamin
D, diet rendah kalsium, minum banyak dan pemakaian glukokortikoid
untuk mengurangi absorpsi kalsium.

6
d. Farmakokinetik
Absorpsi vitamin D melakui saluran cerna cukup baik. Vitamin D3
diabsorpsi lebih cepat dan lebih sempurna. Gangguan fungsi hati,
kandung empedu dan saluran cerna seperti steatori akan menggangu
arbsorpsi vitamin D. dalam sirkulasi vitamin D diikat oleh x globulin
yang khusus dan selanjutnya disimpan pada lemak tubuh untuk waktu
lama dengan masa paruh 19-25 jam, 25 hidrogsikole kalsiferol
mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap rotein pengikat sehingga
masa paruh dapat mencapai 19 hari.
e. Indikasi
Vitamin D terdapat dalam beberapa macam untuk kesediaan,
misalnya dalam minyak ikan yang biasanya juga mengandung vitamin
A, dalam sediaan multivitamin, dalam kesediaan yang mengandung
campuran dengan kalsium dan kesediaan yang hanya mengandung
vitamin D saja.selain itu, terdapat kesediaan yang mengandung
metabolit vitamin D misalnya 25-HCC dan 1,25-DHCC dan yang
mengandung dehidrotakisterol, suatu analog vitamin D, hasil reduksi
vitamin D2 atau D3, yang pada dosis besar lebih efektif dari pada
vitamin D dalam mobilisasi kalsium tulang. Jumlah vitamin D yang
dikandung pada sediaan bervariasi antara 200-1000 IU.
f. Kebutuhan sehari
Bayi memerlukan 400 unit/hari. jumlah tersebut juga
diperkirakan cukup untuk anak, orang dewasa pada masa hamil dan
laktasi.

3. Vitamin E
Vitamin E disebut juga vitamin antisiterilitas, tetapi ternyata bahwa
defiisiensi vitamin E menimbulkan efek yang lebih luas.
Vitamin E diperoleh dari telur, susu, daging, buah-bauahan, kacang-
kacangan dan sayur-sayuran misalnya, selada dan bayam. Tedapat delapan
jenis tokoferol alam yang mempunyai aktifitas vitamin E.

7
a. Farmakodinamik
Mengenai efek dan mekansme kerja vitamin E masih banyak
pertentangan pndapat. Diduga aktifitasnyaberhubungan dengan sifat
antioksidasi yang dimiliknya.sebagai antioksidasi vitamin E agaknya
mencegah oksidasi bagian sel yang penting atau mencegah terbentuknya
hasil oksidasi yang toksik, misalnya hasil proksidasi asam lemak tidak
jenuh. Pada hewan coba diet yang kaya akan asa lemak tidak jenuh
membutuhkan vitamin E lebih banyak. Beberapa zat yang terdapat pada
makanan misalnya selenium, asam amino yang mengandung sulfur,
koenzim Q dapat menggantikan vitamin E. sebagian gejala difisiensi
vitamin E pada hewan dapat dicegah atau diatasi oleh zat-zat tersebut.
Kelihatannya vtamin E juga memegang peran penting dalam sintesis
heme. fungsi lain adalah meningkatkan utilisasi dari vitamin A, absorpsi,
kadar di hati dan sel lain. vitamin E menghambat produksi
progstaglandin, dan mersangsang kofaktor yanng penting pada
metabolisme steroid. Vitamin E juga membantu mempertahankan fungsi
dan struktur saraf.
b. Defisiensi vitamin E
Vitamin E banyak terapat pada makanan, maka defisiensi vitamin E
biasanya sering disebabkan oleh gangguan gangguan absorpsi misalnya
sreatire, obstruksi billiaris dan penyakit pankreas.
c. Hipervitaminosis E
Pemakaian vitamin E dengan dosis besar untuk waktu lama dapat
meyebabkan kelemahan otot, gangguan reproduksi, gangguan saluran
cerna. Gejala-gejala ini hilang dalam beberapa minggu setelah asupan
yang berlebihan dihentikan.
d. Kebutuhan sehari
Pada orang Indonesia kebutuhan ini belum diketahui. Diperkirakan
asupan 10-30 mg vitamin E cukup untuk mempertahankan kadar normal
dalam darah.kebutuhan vitamin E umumnya sudah dipenuhi oleh
makanan sehari-hari. Diet yang kaya akan asam lemak tidak jenuh akan

8
menngkatkan kebutuhan vitamin per hari. Akan tetapi makanan yang
mengandung asam lemak tidak jenuh misalnya margarin,bminyak sayur
juga kaya akan vitamin E.diet yang mengandung antioksidan, selenium
dan asam amino yang mengandung sulfur akan mengurangi kebutuhan
vitamin E. kebutuhan vitamin E mungkin meningkat bila lingkungankaya
akan oksigen atau pada penderita yang mendapat terapi sediaan besi atau
mendapat dosis besar hormone tiroid.
e. Farmakokenik
Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran cerna dalam darah
terutama terkait denganbete-lipoprotein dan didistribusi ke semua
jaringan. Kebanyakan vitamin E diekskresi secara lambat dalam empedu,
sedangkan sedangkan sisanya diekskresi melalui urin sebagai
glukuronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain.
f. Sediaan dan indikasi
Sediaan oral, antara lain dalam bentuk tablet dan kapsul,
mengandung 100-1.000 IU. Untuk suntikan tersedia larutan yang
mengandung 100 atau 200 IU/ml selain itu juga terdapat dalam sediaan
campuran dengan vitamin lain.
Penggunaan vitamin E hanya diindikasikan pada keadaan yang
dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan
pragilitas eritrosit terhadap hydrogen peroksida.
Vitamin E tidak efektif untuk radang kulit, sindrom menopause,
tukak peptic, luka bakar dan porfilia. Selain itu masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai manfaat vitamin E dosis bedar untuk
mengurangi insidens dan beratnya retinopati pada premature.
Untuk anemia hemolitik pada bayi premature, digunakan dosis
200-800 mg - tokoferol asetat/hari, dan untuk anemia hemolitik pada
sindrom akantosotosis digunakan dosis 100 mg/hari -tokoferol asetat
secara parenteral.

9
4. Vitamin k
Dikenal 2 jenis vitamin K alami, yaitu vitamin K1 (filokuinon-
fitonadion) dan vitamin K2 (senyawa menakuinon), dan 1 jenis vitamin K
sintetik. Vitamin K1, yang digunakan untuk pengobatan, terdapat pada
kloroplas sayuran berwarna hijau dan buah-buahan. Vitamin K2 disintesis
oleh bakteri usus terutama oleh bakteri Gram-positif. Vitamin K sintetik
yaitu vitamin K3 ( menadion) merupakan deripat naftokoinonn dengan
aktivitas yang mendekati vitamin K alam. Derivatnya yang larut dalam
air,menadion natrium difosfat,didalam tubu diubah manjadi menadio.
a. Farmakogenetik
Kebutuhan manusia, jumlah kebutuhan manusia akan vitamin K
tidak diketahui dengan jelas,tetapi rupanya kebutuhan tersebut sangat
kecil. Pada orang dewasa sehat, kebutuhan akan vitamin K biasanya
sudah terpenuhi dari makanan dan hasil sintesis oleh bakteri usus.
Sintesis vitamin K oleh bakteri usus sekitar 50% dari kebutuhan vitamin
K per hari
b. Devinisi vitamin K
Menyebabkan hipoprotrombinemia dan menurunnya kadar
beberapa factor pembekuan darah, sehingga waktu pembekuan darah
memanjang dan dapat terjadi pendarahan spontan seperti:
ekimosis,epiktasis, hematuria,.pendarahan saluran cerna, pendarahan
intracranial, pendarahan pasca bedah dan kadang-kadang hemoptisis.
c. Intoksikasi
Pemberian filokoinon secara IV yang terlalu cepat dapat
menyebabkan kemerahan pada muka,berkeringat, bronkospasme dan
sianosis, sakit pada dada, dan kadang-kadang dapat menyebabkan
kematia. Akan tetapi belum diketahui dengan jelas apakah memang
disebakan oleh vitamin K atau bahan lain yang terdapat dalam sediaan
tersebut. Juga dilaporkan timbulnya hiperbillirubnemia pada bayi yang
mendapat filokoinon.

10
d. Farmakokinetik
Absorpsi vitamin K melalui usus sangat tergantung pada
kelarutannya. Absorpsi filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung
baik bila terdapat garam-garam empedu, sedangkan menadon dan
derivatnya yang larut air dapat diabsorpsi walaupun tidak ada empedu.
Berbeda dengan filokuinon dan menakuinon yang harus melaluisaluran
limfe lebih dahulu, menadion dan derivatnya yang larut air dapat
langsung masuk kesirkulasi darah. Vitamin Ka alam dan sintetik
diabsrpsi dengan mudah setelah penyuntikan IM. Bila terdapat gangguan
absorpsi vitamin K akan terjadi hipoptrombinemia setelah beberapa
minggu, sebab vitamin K didalam tubuh hanya sedikit.
e. Sediaan dan indikasi
Tablet fitonadion ( vitamin K1) 5 mg. emulsi fitonadion yang
mengandung 2 atau 10 mg/ml untuk parenteral. Tablet menadion 2,5; dan
10 mg. larutan menadion dalam minyak yang mengandung 2,10, dan 25
mg/ml, untuk pemakaian IM.Tablet menadion natrium bisulfiit 5 mg.
larutan menadion natrium bisuulfit yang mengandung 5 dan 10 mg/ml
untuk pemakaian parenteral. Tablet menadion natrium difosfat 5 mg..
larutan menadion fosfat yang mengandung 5 dan 10 mg/ml untuk
pemakain parenteral. Pada bayi baru lahir hipoprotbinemia dapat terjadi
terutama karena belum adanya bakteri yang mensintesis vitamin K di
usus dan tidak adanya depot vitamin K. Karena itu dianjurkan untuk
memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi yang beru
diilahirkan. Filokuinol yang rupanya kurang toksik merupakan obat
terpilih untuk tindakan pencegahan tersebut dan diberikan sejumlah 0,5-1
mg IM atau IV segera setelah bayi dilahirkan. Dosis ini dapat ditambah
dan diulangi setelah 1 minggu setelah si ibu mendapat pengobatan
antikoagulan atau antukonvulsi, atau bila terdapat kecenderungan
timbulnya pendarahan. Tindakan pencegan ini juga dilakukkan pada
bayi prematur yang dilahirkan dengan bantuan forceps atau ekstraksi
vakum, dan diberikan dengan dosis 2,5 mg 3 hari berturut-turut. Untuk

11
pengobatan pendarahan pada bayi dapat diberikan 1 mg IM atau IV dan
bila perlu dapat diulangii setelah 8 jam.

C. Jenis-Jenis Vitamin Yang Arut Dalam Air


Vitamin larut dalam air terdiri dari vitamin B kompleks dan vitamin
C. Vitamin B kompleks mencakup jumlah vitamin dengan rumus kimia dan
efek biologic yang sangat berbeda yang digolongkanbersama karena dapat
diperoleh dari sumber yang sama, antara lain hati dan ragi.
1. Yang termasuk golongan vitamin B kompleks ialah :
1) Tiamin
Merupakan kompleks molekul organik yang mengandung satu inti
tiazol dan pirimidin, zat ini akan diubah menjadi tiamin pirofosfat
(tiamin-PP), dengan reaksi.
a. Farmakodnamik dan Fisiologi
Pada dosis kecil atau dosis terapi tiamin tidak memperlihatkan
efek farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian IV secara tepat
dapat terjadi efek langsung pada pembuluh darah perifer berupa
vasodilatasi ringan, disertai penurunan teknan darah yang bersifat
sementara. Meskipun tinamin berperan dalam metabolisme
karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadargula
darah.
b. Defisiensi tinamin
Menimbulkan penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak
pada sistem saraf dan sitem kardiovaskular. Gangguan saraf dapat
berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat dan lemah pada
tungkai, gangguan sensorik seperti hiperestesia, anesthesia, rasa
nyeri dan rasa terbakar. Pada aluran cerna gangguan dapat berupa
konstipasi, nafsu makan berkurang, perasaan tertekan dan nyeri
didaerah epigastrum. Beri-beri basah adalah bentuk defisiensi tiamin
yang disertai udem. Bengkak ini terjadi karena protrombinemia dan
gangguan fungsi jantung.

12
c. Kebutuhan sehari
Karena tiamin penting untuk metabolisme energy, terutama
karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umunya sebanding dengan
asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal,
sedangkan AKG diindonesia ialah 0,3-0,4 mg/hr untuk bayi, 1,0
mg/hr untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hr untuk wanita hamil.
d. Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral absorpsi berlangsung cepat dengan
sempurna. Absorpsi peroral berlangsung dalam usu halus dan
deudenum, maksimak 8-15 mg/hr yang dicapai dengan pemberian
oral sebanyak 40 mg. dalam satu hari sebanyak 1 mg tiamin
mengalami degradasi dijaringan tubuh. Jika asupan jauh melebihi
jumlah tersebut,maka zat ini akan dikeluarkanmelalui urin sebagai
tiamin atau pirimidin.
e. Efek Samping
Tiamin tidak menimbulkan efek toksi bila diberikan peroral dan
bila keebihan tiamin cepat dieksresi melalui rin. Meskipun jarang
reaksi anafilaktoif dapat terjadi setelah pemberian IV dosis besar
pada penderita yang sensitive dan beberapa diantarany bersifat fatal.
f. Indikasi
Tiamin diindikasikan pada pencegahan dan pengobatan defisiensi
tiamin dengan dosis 2-5 mg/hr untuk pencegahan defisiensi dan 5-10
mg 3 x/hari untuk pengobatan defisiensi.

2) Riboflavin
Dalam badan riboflavin diubah menjadi koefisien riboflavin fosfat
atau Flavin mononukleotida dan Flavin adenosine dinukleotida(FAD).
Keduanya merupakan bentuk aktif riboflavin dan berperan sebagai
koenzim dalam berbagai proses metabolisme.

13
a. Farmakodiamik
Pemberian riboflavin baik cara oral maupun parenteral tidak
memberikan efek farkodinamik yang jelas.
b. Defisiensi riboflavin
Keadaan ini ditandai dengan gejala sakit tenggorok dan radang
disudut mulut (stomatis linguaris), keilosis,glostis,lidah berwarna
merah dan licin. Timbul dermatitis seboroik dimuka, anggota gerak
dan seluruh badan. Gejala-gejala pada mata adalah fototobia,gatal
dan panas. Pada pemeriksaan tampak vaskularisasi kornea dan
katarak. Anemia yang menyertai defisiensi riboblavin biasanya
bersifat normokrom normositer.
c. Farmakokinetik
Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorpsi dengan
baik dan didistribusi merata keseluruh jaringan tubuh. Asupan yang
berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam
tinja ditemukan riboblavin yang disintesis oleh kuman disaluran
cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat
tersebut dapat diabsorpsi melalui mukosa usus.
d. Indikasi
Penggunaannya yang utama untuk pencegahan dan terapi
defisiensi bitamin B2 yang sering menyertai pellagra atau defisiensi
vitamin B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan
bersama vitamin lain. Dosis untuk pengobatan adalah 5-10 mg/hari.

3) Asam nikotinat
Asam nikotinat merupakan suatu vasilidator yang terutama bekerja
pada blusing area yaitu muka dan leher. Kemerahan pada tempat
tersebut dapat berlangsung sampai dua jam disertai rasa panas dan
gatal. Pada dosis besar asam nikotinal dapat menurunkan kadar
kolesterol dan asam lemak bebas dalam darah. Kedua efek ini tidak
diperlihatkan oleh niasinsmid.

14
a. Defisiensi niasin
Pellagra adalah penyakit defisiensi niasin dengan kelainan pada
kulit,saluran cerna dan SSP. Kulit mengalami erupsi
eritematosa,bengkak dan merah pada saluran cerna,lidah menjadi
bengkak, merah stomatitis, mual muntah dan enteritis. Gejala
gangguan SSP berupa sakit kepala,insomnia, bingung,dan kelainan
psikis seperti halusinasi, delusi dan demensia paa keadaan lanjut.
b. Kebutuhan sehari
Kebutuhan minimal asam nikotinal untuk mencegah pellagra rata-
rata 4,4 mg/1000 kcal,pada dewasa asupan minimal 13 mg.
c. Farmakokinetik
Niasin dan niasinamid mudah diabsorpsi melalui semua saluran
cerna dan didistribusi keseluruh tubuh. Ekskresinya melaui urin
sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk
berbagai metabolitnya antara lain asam nikotinurat dan bentuk glisin
peptide dalam dari asam nikotinal.
d. Sediaan dan fasologi
Tablet niasin mengandung 25-750 mg. sediaan untuk injeksi
mengandung 50 atau 100 mg niasin/ml. tablet niasinamid 50-100
mg,dan saluran untuk injeksi umumnya mengandung 100 mg/ml.
Untuk pengobatan pellagra pada keadaan akut dianjurkan dosis oral
50 mg diberikan sampai 10 kali sehari, atau 25 ml niasin 2-3 kali
sehari secara intravena. Hasil travis pada umumnya sangat dramatis,
dalam 24 jam gejala pada kulit dan mulut dapat hilang, rasa mual
dan diare juga segera teratasi.
4) Piridoksin
Dalam alam vitamin ini terdapat dalam tiga bentuk yaitu plridoksin
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, serta plridoksal dan plridokeamin
yang terutan berasal dari hewan. Ketiga bentuk peridoksin tersebut
diubah dalam tubuh menjadi piridoksal fosfat.

15
a. Farmakodinamik dan fisiologi
Pemberian peridoksin secara oral dan parenteral tidak
menunjukkan efek farkodinamik yang nyata. Dosis sangat besar
yaitu 3-4 g/kg BB menyebabkan kejang dan kematian pada
hewan,tetapi pada dosis kurang dari ini umumnya tidak
menimbulkan efek yang jelas. Piridoksal fosfat dalam tubuh
merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolisme
berbagai asam amino, diantaranya dekarboksilasi,transaminase, dan
rasemisasi triflopan, asam amino yang bersulfur dan asam amino
hidroksida.
b. Defisiensi piridoksin
Pada hewan coba difisiensi vitamin ini menimbulkan
akrodinia,dermatitis, dan penebalan cakar, telinga hidung dan lain-
lain. Pada manusia dapat timbul kelainan kulit berupa derma titis
seboroik dan peradangan pada selaput lender mulut dan lidah,
kelainan SSP berupa perangsangan sampai timbulnya kejang, dan
gangguan system erittropeotik berupa anamia hipokrom mikrositer.
c. Kebutuhan sehari
Kebutuhan manusia akan piridoksin berhubungan dengan
konsumsi protein yaitu kira-kira 2 mg/100 mg protein.
d. Farmakokinetik Piridoksin
Piridoksal dan piridoksamin mudah diabsopsi melalui saluran
cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4 asam
plridoksat. Ekskresi melaui urin terutama dalam bentuk asam
piridoksat dan piridoksal.
e. Efek samping
Peridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom
neuropati dalam dosis antara 50 mg-2 g perhari untuk jangka
panjang. Gejala awal dapat berupa sikap yang tidak stabil dan rasa
kebas dikaki, diikuti pada tangann dan sekitar mulut. Gejala

16
berangsur-angsur hilang setelah beberapa bulan melaui asupan
piridoksin di hentikan.
f. Sediaan dan indikasi
Peridoksin tersedia sebagai tablet peridoksin KCL 10-100 mg
dan sebagai larutan steril 100 mg/ml peridoksin HCL untuk injeksi.
Selain untuk mencegah dan mengibati defisiensi vitamin B6,vitamin
ini juga diberikan bersama vitamin B lainnya atau sebagai multi
vitamin untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B
kompleks. Indikasi lain untuk mencegah atau mengobati neuritis
perifer oleh obat misalnya isoniazid,sikloserin, hidralasin
penisilamin, yang bekerja sebagai antagonis piridoksin dan/atau
meningkatkan ekskresinya melalui urin. Peridoksin dapat diberikan
secara profilaksis sejumlah 300%-500% AKG selama terapi dengan
antagonis piridoksin. Pemberiannya pada wanita yang memberikan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen juga dibenarkan, kerana
kemungkinan terjadinya defisiensi peridoksin pada wanita-wanita
tersebut. Peridoksin juga dilaporkan dapat memperbaiki gejala
keilosis,dermatitis seboroik,glositis dan stomatitis yang tidak
memberikan respon s terhadap tiamin,riboflavin, dan niasin dapat
mengurangi gejala-gejala yang menyertai tegangan prahaid.
Peridoksin diindikasikan untuk anemia yang responsif terhadap
peridoksin yang biasanya sideroblastik dan mungkin disebabkan
kelainan genatik. Sebaliknya pemakain piridoksin hendaknya
dihindarkan pada penderita yang mendapat levodopa.

5) Asam pantotenat
Diteliti bahwa suatu dermatitis akibat defisiensi suatu faktor pada
makanan hewan ternyata dapat disembuhkan dengan ekstrak hati.
Ternyata zat antidermatitis tersebut adalah asam pantotenat. Dalam
tubuh asam pantotenat membentuk koenzim A yang sangat penting

17
dalam metabolism, karena bertindak sebagai katalisator pada reaksi-
reaksi transferasi gugus asetil.
a. Farmakodinamik
Ada hewan coba sama pantotenat tidak menyebabkan efek
farmakodinamik yang penting dan bersifat nontoksik. Difisiensinya
pada manusia belum dikenal, tetapi dapat ditimbulkan dengan
memberikan diet yang mengandung antagonis asam pantotenat yaitu
omega-metil asal pantotenat.
b. Kebutuhan sehari
Kebutuhan manusia akan asam pantotenat sehari adalah 5-10 mg.
c. Farmarkokinetik
Pada pemberian oral, pantotenat akan diabsorpsi dengan baik dan
didistribusikan ke seluruh tubuh dengan kadar 2-45 mcg/g. dalam
tubuh tidak dimetabolisme, dan diekskresi dalam bentuk utuh 70%
melalui urin dan 30% melalui tinja.
d. Sediaan
Walaupun indikasinya belum jelas, asam pantotenat tersedia
sebagai Ca-pantotenat dalam bentuk tablet 10 atau 30 mg dan dalam
bentuk larutan steril untuk injeksi dengan kadar 50mg/ml.

6) Biotin
Dikenal juga sebagai vitamin H (Haut) yang berarti kulit, karena
dianggap dapat melindungi tubuh terhadap suatu sindrom yang disebut
egg white injury. Sindrom ini timbul pada hewan.
Pada manusia belum ditemukan adanya defisiensi spontan. Dalam
tubuh biotin berfungsi sebagai koenzim pada berbagai reaksi
karboksilat.
Jumlah biotin yang diperlukan sehari berkisar antara 150-300 g,
dan sumbernya terutama kuning telur, hati, dan ragi. Penggunaan biotin
dalam terapi belum jelas.

18
7) Kolin
Mempunyai fungsi fisiologi yang penting dalam tubuh, diantaranya
sebagai precursor asetilkolin, neurotransmitor. Fungsi lain dari kolin
adalah dalam metabolisme intermedier yaitu sebagai donor metil dalam
pembentukan bebrbagai asam amino esensial. Akan tetapi beberapa
sufat kolin dianggap bertentangan dengan sufat-sifat vitamin umumnya.
a. Efek farmakologi
Kolin mirip dengan asetilkolin tetapi dengan ponsi lebih kecil.
b. Kebutuhan kolin
Sehari-hari belum dapat ditentukan, tetapi makanan sehari-hari
rata-rata terdapat 500-900 mg. penggunaan peroral cukupvaman
dengan LD50 200-400 g.
c. Defisiensi kolin
Baru timbul bila pemasukan kolin dan protein termasuk metionin
dibatasi.
d. Penggunaan kolin
Terutama zat lipotropic dalam pengobatan penyakit hati seperti
sirosis hepatis, hepatitis.alan tetapi, efektivitasnya diragukan.
e. Sediaan
Yang digunakan berupa kolin, kolin bitartat, kolin dehidrogen
sitrat dan kolin klorida.

8) Inositol
Bahwa penderita diabetes mengekskresikan inositol dalam urin
dengan kadar tinggi. Inositol merupakan merupakan isomer glukosas
dan dalam badan mudah berubah menjadi inositol. Zat aktif inositol
adalah mio-inositol.
a. Pemberian inositol
Tidak menimbulkan efek farmakodinamik yang nyata, sedangkan
fungsinya dalam tubuh belum diketahi, inositol merupakan bagian
dari fosfolifid dan fosfatidilinositol.

19
b. Gejala defisiensi inositol
Yang terlihat pada hewan coba adalah gangguan pertumbuhan,
alopesia dan gangguan laktasi. pernah dikemukakan bahwa inositol
mempunyai khasiat lipotropic dan antiskorbut, tetapi pendapat
tersebut tidak mendapat dukungan lagi. Dalam terapi inositol
kadang-kadang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang
disertai gnangguan transport dam metabolism lemak, akan tetapi
ternyata tidak didapatkan bukti yang mendukung efektivitanya.

2. Asam askorbat (Vitamin C)


Asam askorbat mula-mula dikenal sebagai asam heksuronat dengan
rumus C6H8O6. Karena berkhasiat antiskorbut maka dinamakan asam
askorbat atau vitamin C.
Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu
merupakan reduktor dan antioksidan.vitamin dapat secara langsung atau
tidak langsung memberikan electron ke enzim yang membutuhkan ion-ion
logam tereduksi, damn bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil
hidriksilase dalam biosintesis kolagrn. Zat ini berbentuk Kristal dan bubuk
putih kekuningan, stabil pada keadaan kering. Dalam bentuk larutan di
wadah terbuka, zat ini cepat rusak.
a. Fisiologi dan farmakodinamik
Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi
hidroksilasi dan amidasi ddengan memindahkan electron ke enzim yang
ion metalnya harus berada dalam keadaan tereduksi dan dalam kondisi
tertentusifatnya sebagai antioksidan.
Pada jaringan fungsi utama vitamin C ialah dalam sintesis kolagen,
proteoglikan dan lain zat organic matriks antarsel misalnya pada tulang,
gigi, endotel kapiler.
Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek
fermakodimak yang jelas.tetapi pada keadaan defisiensi, pemberian
vitamin C akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat.

20
b. Defisiensi vitamin C
Gangguan pada dinding pembuluh darah mengakibatkan fragilitas
pembuluh darah meningkat, sehingga trauma ringan mudah
menimbulkan perdarahan kulit, otot, gusi, dan tulang.anemia normositik
atau makrositik (sebabnya dapat multifak torial) sering didapatkan. Bila
skorbut tersebut ditdak diobati terjadi kejang, koma dan kematian.
c. Farmakokinetik
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan
normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah
diabsorpsi.kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada
dakam plasma dan etitrosit. Didistribusinya luas keseluruh tubuh
dengan kadar tertinggi dakam kelenjar Dn terendah dalam otot dan
jaringan lemak. Ekskresi dalam urin dalam bentuk utuh dan bentuk
garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang
rangsang ginjal 1,4 mg%.
d. Kebutuhan sehari
AKG vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat sampai
kira-kira 60 mg pada dewasa. Kebutuhan vitamin C meningkat 300-
500% pada penyakit infeksi.
Perokok diperlirakan membutuhkan tambahan vitamin C 50%
untuk mempertahankan kadar normal dalam serum. Pada masa hamil
dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C 10-25 mg/hari.
c. Efek samping
Vitamin dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabakan
diare. Dosis 1 g/hari dilaporkan meningkatkan kadar etinil estradiol
plasma. Vitamin c meningkatkan absorpsi besi, sehingga dosis besar
dapat membahayakan pada penderita dengan defisiensi G6PD.
d. Pengaruh terhadap uji laboratorium
Vitamin C dengandosis besar dapat memberikan hasil negative
semu pada uji untuk glikosuria (endzymedip test) dan uji adanya darah
pada tinja pada penderita karsinoma kolon.

21
e. Sediaan
Vitamin C terdapat dalam berbagai preparat baik dalam bentuk
tablet yang mengandung50-1500 mg maupundalam bentuk larutan.
Untuk sediaan suntik didapatkan larutan yang mengandng vitamin C
100-500 mg. air jeruk mengandung vitamin C yang tinggu sehingga
dapat digunakan untuk terapi menggantikan sediaan vitamin C. dan
dapat didapatkan dalam bentuk tablet dan bubuk untuk pengguanaan
per oral.
f. Inikasi
Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
skorbut. Selain itu vitamin C digunakan untuk berbagai penyakit yang
tidak ada hunbungannya dengandefisiensi vitamin C dan seringkali
digunakan dengandosis besar. Akan tetapi ternyata efektivtasnya tidak
jelas atau tidak terbukti.
Karena sifat reduktornya vitamin C digunakan untuk mengatasi
methemoglobinemia idiopatik, meskipun kurang efektif dibandingkan
dengan birumetilen. Dosos yang dianjurkan minimal 150 mg.

D. Obat-obat Antianemia Defisiensi Besi


Hematinik adalah antianemia untuk menambah kadar hemoglobin dalam
eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia
hipokromik adalah anemia defisiensi besi yang diobati dengan sediaan besi
(Gennaro, 2000). Besi dibutuhkan untuk memproduksi haemoglobin(hb),
sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang
lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia
hipokromik mikrositik. Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan untuk sintesis
DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan
gangguan produksi dan maturase eritrosit yang memberikan gambaran sebagai
anemia megaloblastic. Berbeda dengan asam folat, defisiensi vitamin B12 juga
menyebabkan kelainan neurologic.

22
1. Antianemia Hipokromik
a. Besi dan garam-garamnya
Terdapat zat besi dalam darah baru diketahui setelah pnelitian oleh
Lemety dan Goeelfty (1713), kemudianvPierre Blaud (1831)
mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan
klorosis, anemia akibat defisiensi Fe. Akan tetapi, sebenarnya berabad-
abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan
bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat.
Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua dan meminum airnya.
a) Distribusi dalam tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung kurang lebih 3,5 g Fe yang
hamper seluruhnya dalam ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini
kuat dalam bentuk organic, yaitu sebagian ikatan nonion dan lebih
lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah
mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat
dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau asensial, dan 30 %
merupakan Fe nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada haemoglobin
kurang lebih 66 %, myoglobin 3 %, enzim tertentu yang berpungsi
dalam transper electron misalnya sitokromoksidase, suksini
dehydrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5 % dan pada
transperin 0,1 %. Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam
bentuk ferritin dan hemosiderin sebanyak 25 %,dan pada parenkim
jaringan kira-kira 5 %. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400 mg,
sedangkan pada pria 1 gram.
b) Farmakokinetik
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung
duodenum, makin kedistal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih
mudah di absorpsi dalam bentuk fero: transfornya melalui zat mukosa
usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan
diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan
masuk kedalam plasma dengan perantara transperin, atau diubah

23
menjadi ferritin dan disimpan dalam sel mukodsa usus. Secara umum,
bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,
maka lebih banyak Fe di ubah menjadi ferritin. Bila cadangan rendah
dan kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera
diangkut dari sel mukosa kesumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia
berat atau hipoksia.
Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan
jumlah absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang
mengandung kuranglebih 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-
10 % pada orang normal. Absorpsi dapat ditingkatkan oleh kobal,
inosin, etionin, vitamin C,HCI, suksinal dan senyawa yang lain. Asam
akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya
kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi
Fe akan menurun apabila terdapat fosfat atau antasida misalnya
kalsium karbonat,aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-
rata dua kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.
Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya
defot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu, bila Fe diberikan
sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan
dapat mempengaruhi absorpsinya.
Transport setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh
transferrin(siderofilin) suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk
kemudian diangkut keberbagai jaringan, terutama kesumsum tulang
dan defot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma
tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain
transferrin,sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu ubtuk
keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.

24
Ekskresi Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali,
biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari. ekskresi terutama berlangsung
melalui epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga
melaui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.
Pada proteinurea jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapt
meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia
subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi
sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari
c) Kebutuhan besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh beberapa
factor. Factor umur,jenis kelamin ( sehubungan dengan kehamilan dan
laktasi pada wanita dan jumlah darah dalam badan ( dalam hal ini Hb )
dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe
memegang peranan yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat
diperkirakan bahwa laki-laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10
mg dan 1,2 mg sehari. sedangkan pada wanita hamil dan menyusui
diperlukan tambahan asupan 5 mg perhari.
Bila kebutuhan ini tidak dipenuhi, Fe yang terdapat dalam gudang
akan digunakan dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya
timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi
yang jelek, perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat.
Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat.
d) Sumber alami
Makanan yang mengandunng Fe dalam kadar tinggi ( lebih dari 5
mg/100 g ) adalah hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-
kacangan, dan buahan-buahan kering tertentu. Makanan yang
mengandung besi dalam jumlah sedang ( 1-5 mg/100 g ) termasuk
diantaranya daging, telur, ikan, unggas, sayuran yang berwarna hijau
dan biji-bijian. Sedangkan susu dan produknya, dan sayuran yang
kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah ( kurang dari 1
mg/100g )

25
e) Efek nonterafi
Efek samping yang paling mudah timbul berupa intoleransi
terhadap sediaan oral, dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang
larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala yang timbul
dapat berupa mual dan nyeri lambung ( 7-20 %), konstipasi (10%),
diare (5%), dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat
dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah
makan, walaupun dengan cara ini absorpsi daoat berkurang. Perlu
diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam
kepada penderita.
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada
tempat suntikan yaitu berupa rasa sakit, warna cokelat pada suntikan,
peradangan local dengan pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan
local lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Selain
itu dapat pula terjadi reaksi sistematik yaitu pada 0,5-0,8 % kasus.
Reaksi yang bisa terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit
kepala, nyeri otot dan sendi, berkeringat, mual, muntah, hipotensi,
pusing dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang sering muncul
dalam -24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil,
rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan
ensefalopalia. Reaksi sistemik ini lebih sering terjadi pada pemberian
IV, demikian pula karena syok dan henti jantung.
Intoksidasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa,
kebanyakan terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak tablet
FeSO4 yang mirio gula-gula. Intoksidasi akut ini dapat terjadi setelah
menelan Fe sebanyak 1 g. kelainan utama terdapat pada saluran cerna,
mulai dari iritasi, korosi sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul
seringkali berupa mual, muntah, diare, hematemesis sertaa feses
berwarna hitam karena pendarahan pada saluran cerna, syok dan
akhirnya kolaps kardiovaskuler dengan bahaya kematian. Efek korosif
dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut

26
berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut diatas dapat
timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum
obat. Tetapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: pertama-
tama diusahakan penderita muntah, kemudian diberikan susu atau
telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat
diminum kurang dari 1 jam sebelumnya,dapat dilakukan bilasan
lambung dengan menggunakan langsung natrium bikarbonat 1 %.
Akan tetapi, bila masuknya obat telah lebih dari satu jam, maka telah
menjadi nikrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan
perforasi. Selanjutnya keadaan syok dehidrasi dan asidosis harus
diatasi. Selain itu, deferoksamin yang merupakan zat chelating agent
sfesifik untuk besi, efektif untuk mengatasi efek toksis sistemik
maupun local.
Intoksikasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.
f) Sediaan dan posology
Sediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi
Fe. Penggunaan di luar indikasi ini. Cenderung menyebabkan penyakit
penimbunan besi dan keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling
sering di sebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu, dapat pula terjadi
misalnyapada wanita hamil dan masa pertumbuhan. Karena kebutuhan
yang meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe,
sebagai pegangai untuk diagnostikdalam hal ini ialah, bahwa pada
anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di
dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang.
Sedian oral. Besi untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk
berbagai garam fero dari sulfat, fumarat, glukonat, suksinat,
glutamate, dan laktal. Tidak ada perbedaan absorpsi di antara garam
garam Fe ini. Jika ada mungkin disebabkan oleh perbedaa
kelarutannya dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat,
karbonat, pirofostat, ternyata Fe sukar diabsorpsi, demikian pula
sebagai garam feri (Fe***). Sedian yang banyak digunakan dan

27
muarah ialah hidratsulfas ferosus (FeSO47H2O) 300 mg yang
mengandung 20% Fe . untuk anemia berat biasanya diberikan 3 kali
300 mgsulfas ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal I I mula-mula
absorpsi berjumlah kurang lebih 45 mg sehari, dan setelah depot Fe
dipenuhi menurun menjadi 5 10 mg sehari. Selama kausaanemia
belum disingkirkan twrapi harus diteruskan. Pada mereka yang
intoleran terhadap setinggi ini. Dosis harus dikurangi sampai jumlah
yang terterima, atau bila perlu sediaan diganti dengan sediaan
parenteral. Berbeda dengan fero sulfat, fero fumarat tidak mudah
mengalami oksidasi pada udara lembab, dosis efektifnya 600-800
mg/hari dalam dosis terbagi, fero glukonat, fero laktat, fero karbonat
dosis efektifnya kira-kira sama dengan fero sulfat. Terdapat pula
sediaan Fe lepas lambat dan salut entenik, tetapi biovailabilitasnya
kurang baik.
Sediaan parenteral. Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dan
IV hanya di benarkan bilapemberian oral tidak mungkin; misalnya
penderita bersifat intoleran terhadap terhadap sediaan oral, atau
pemberian oral tidak menimbulkan respons terapeutik. Iron-dextran
(imferon) mengandung 50 mg Fe setiap ml (larutan 5%) untuk
penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini
tidak lebih cepat dari pada pemberian oral. Dosis total yang
diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg
Feuntuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikan 50
mg. dilanjutakan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari
sekali. Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m. gluteus dan
secara dalam untuk menghindari perwanaan kulit.
Untuk memperkecil reaksi toksi pada pemberian IV. Dosis
permulaan tidak boleh melebihi 25 mg. da di ikuti dengan peningkatan
bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus
di berikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikan 20-50 mg/menit.

28
b. Obat Lain
RIBOFLAVIN (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukieotida
(FMN) dan flavin adenin di nukleotida (FAD) berfungsi sebagai
koenzim dalam metabolisme flavo pprotein dalam pernapasan sel,
sehubungan dengan anemia, ternyata ribovlavin dapat memperbaiki
anemia normokromik-normositik (pure red- cell aplasia).
PIRIDOKSIN. Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim
yang merangasang pertumbuhan heme.defisiensi piridoksin akan
menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar
penderita akan terjadi anemia normoblastik sidero akrestik dengan
jumlah Fe non haemoglobin yang banyak dalam precursor eritrosit, dan
pada beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik.
KOBAL. Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia.
Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, haemoglobin dan eritrosit
pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti seperti yang
terdapat pada penderita thalassemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal,
tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsang
pembentukan eritropoetin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe
oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter
biasanya kadar eritropeotin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan
bahwa kobal menyebabkan hipoksia intra sel sehingga dapat merangsang
pembentukan eritrosit.akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat
menimbulkan efek toksik berupa erupsi kulit struma,angina, tinnitus, tuli,
payah jantung, siaanosi, koma, malaise, anoreksia, mual dan muntah.
TEMBAGA. Seperti telah di ketahui kedua unsur ini terdapat
dalam sitokrom oksidase, maka ada sangkut paut antara metabolisme
tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada kenyataan yang
menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun
sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi. pada
hewan coba, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai hipokupremia
dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama.

29
Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan
dari defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan
dengan defisiensi Cu absorpsi Fe akan berkurang.

2. Antianemia megaloblastik
Pembentukan entrosit oleh sumsum tulang memerlukan
sianokobalamin dan asam folat. Kekurangan salah atu atau kedua faktor ini
dapat menyebabkan anemia yang disertai dengan dilepasnya eritrosit muda
ke sirkulasi (eritrosit dengan inti dan sel yang berukuran lebih besar dari
normal). Kekurangan vitamin B12 atau asam folat dapat disebabkan oleh
kurangnya asupan, terganggunya absorbs, terganggunya utilisasi,
meningkatnya kebutuhan distruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang
meningkat.
Defisiensi sianokobalamin menimbulkan anemia egaloblastik yang
diertai ganggun neurologic, bila tidak cepat diobatikelainan neurologik ini
dapat membuat penderita cacat seumur hidup.
Penggunan asam folat pada anemia pernisiosa dapat memperbaiki
anemia , sedangkan kelainan neurologic tidak dipengaruhi . jelas dengan ini
bahwa pada suatu anemia megalobalistik harus benar benar dipastikan
apakah kelainan yang ada merupakan anemia pernisiosa atau bukan agar
dapat diberikan terapi yang tepat.
a. Sianokobolamin
Sianokobalamin (vitamin B12) merupakan satusatunya kelompok
senyawa alam yang mengandung unsur Co dengan struktur yang mirip
derivat porfirin alam lain. Molekulny terdiri atas bagian bagian cincin
porifin degan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose dan asam
fosfat. Umumnya senyawa dalam kelomok ini dinamakann koblamin;
penembahan gugus-CN pada kobalamin menghasilkan sianokobalamin,
sedagkan penambahan gugus-OH menghasilkan zat yang dinamaan\kan
hidroksokobalamin.

30
Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah
deoksiadenosil kobalamin dan metikobalain. Dengan demikian
sianokobalamin dan hidroksokobalamin yang terjadapat dalam obat serta
kobalamain lain dala makanan hars di ubah menjadi netukaktif ini.
a) Fungsi metabolic
Vitamin B12 bersama asam folat sangat penting untuk
metabolisme antarsel. Pada rangkaian reaksi ini vitamin B12 terdapat
sebagai koenzim B12 yang aktif yaitu 5-deoksiadenosilkobalamin dan
metilkobalamin. Yang pertama merupakan unsur yang penting dalam
reaksi enizimatik di mitokondria, sedangkan metilkobalamin
diperlukan sebagai donor metil pada pembentukan metionon dan
derivatnya dari hormosistein. Jumlah vitamin B12 yang aktif tidak
adekuat jjuga mempengaruhi metabolisme intrasel dari asam folat
melalui interaksi yang kompleks. Interaksi inimerupakan rangkaian
reaksi inti dalam sisteis puri dan purimidin untuk pembentukan DNA
inilh yang mendasari terjadinya anemia megaloblastik pada defisiensi
vitamin B12. Kelainan neurologic pada defisiensi vitamin B12 diduga
karena kerusakan pada sarung mielin. Namun, mekanisme yang pasti
belum dapat dijelaskan. Agaknya pembentukan bagian lemak dari
sarung mielin memerlukan isomerasi metilmalonat menjadi suksinat
yang menggunakan deoksiadenosilkobalamin sebagai kofaktor.
b) Defisiensi vitamin b12
Devisiensi kobalamin diatandai denga gangguan hematopoesis,
gangguan neurologi, kerusakan sel epitel, terutama epitel saluran
cerna, dan diabilitas umum. Defisiensi ini dapat di diagnose dengan
mengukur adar vitamin B12 dalam plasma dengan uji fungsi lambung
Devisiensi vitamin B12 pada orang dewasa lebih sering
disebabkan oleh gangguan absorbsinya, misalnya pada defisiensi
vitamin B12 yang klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison,
pada penyakit tersebut terjadi kegagalan sekresi factor intrinsic castle

31
(FIC) oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorbs vitamin
B12 di ileum.
Selain itu, sekresi FIC juga dapat berkurang pada kerusakan
mukosa lambung oleh berbagai sebab. Gangguan fungsi ataupun
struktur pada ileum. Penyakit pancreas dan adanya infestasi parasite
dalam usus dapat pula menyababkan devisiensi vitamin B12
c) Kebutuhn vitamin b12
Kebutuhan vitamin B12 bagi orng sehat kira kira 1 sehari yaitu
sesuai dengan jumlah dengan jumlah yang diekskresi oleh tubuh.
Setiap hari tubuh akanmengeluarkan 3-7 sehari kedalam seluruh
empedu; sebagian besar akan direabsorbsi melalui usus dan hanya 1
yang tidak di reabsorbsi. Jadi jumlah tersebut cukup untuk
mempertahankan vitain B12 dalam gudang. Pada devisiensi vitamin
B12 tanpa komplikasi, respon hematologic minimal sudah di
dapatdengan 1 sehari. Tetapi, pada anemia pernisiosa dimana factor
intrinsic castle berkurang atau tidak ada, kebutuhan ini akan
meningkat, sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak
dapar direabsorbsi.
d) Sumber vitamin b12 alami
Sumber asli satu satunya untuk vitamin B12 adalah
mikroorganisme. Bakteri dalam kolon manusia juga membentuk
vitamin B12, tetapi ini tidak berguna untukk memenuhi kebutuhan
individu yang bersangkutan sebab absorbs vitamin B12 terutama
berlangsung dalam ileum. Selain itu, vitamin B12 dalam kolon
ternyata terikat pada protein. Jadi sumber untuk memenuhi kebutuhan
manusia adalah makanan hewani, sebab tumuh tumbuhan tidak
menganduk vitamin B12. berbeda dengan manusia, usus halus hewan
mengandung mikroorganisme yang menyebabkan hewan dapat
memperoleh vitamin B12 dari flora ususnya sendiri. Vitamin B12
dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi akan
dibebaskan pada proses proteolysis. Jenis makanan yang kaya akan

32
vitamin B12 adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang. Kuning
telur, susu kering bebas lemak dan maknan yang berasal dari laut (ikan
sarden, kepiting) mengandung vitamin B12 dalam jumlah sedang.
e) Farmakokinetik
Absorbsi Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setalah
pemberian IM dan SK. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam
waktu 1 jam setelah suntikan IM. Hidrosokobalamin dan koenzim B12
lebih lambat diabsorpsi , agaknya karena ikatannya yang lebih kuat
dengan protein. Absorpsi peroral berlagsung lambat di ileum, kadar
puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3 mcg. Absorpsi ini
berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan perantaran secara
langsung.
Absorpsi dengan perantaraan FIC sangat penting dan sebagian
besar anemia megalobiastik di sebabkan oleh gagguan mekanisme ini.
Setelah dibebaskan dari ikatan protein vitamin B12 dari makanan akan
membentuk kompleks B12- FIC. FIC hanya mampu mengikat sejumlah
1,3-3 mcg vitamin B12. Kompleks ini masuk ke ileum dan disini
melekat pada reseptor khusus di sel mukosa ileum untuk diabsorpsi.
Untuk pelekatan ini diperlukan ion kalsium ( ion magnesium dapat
juga membantu) dan suasana pH 6. Absorpsi berlngsung dengan
mekanisme pinositos oleh sel mukosa ileum. FIC yang dihasilkan oleh
sel parietal lambung, merupakan suatu glikoprotein dengan berat
molekul 60.000. Bila sekresi FIC bertambah, misalnya akibat obat-
obatan kolinergik, histamine, dan mungkin juga beberapa hormone
seperti ACTH, kortikosteroid dan hormone tiroid, maka absorpsi
vitamin B12 harus dibesarkan lebih dahulu dari protein, maka jumlah
yang diabsorpsi juga tergantung dari ikatannya dengan makanan/jnis
makanan.
Factor intrinsic konsentrasi ( eksogen ) yang diberikan bersama
vitamin B12 hanya berguna untuk penderita yang kurang mensekresi
FIC dan penderita menolak untuk disuntik. Kebanyakan penderita akan

33
menjadi refrakter setelah pengobatan lebih dari 1 tahun, diduga karena
terbentuknya antibodi terhadap factor intrinsic konsentrat di usus.
Yang juga dapat mengurangi absorpsi vitamin B12 ialah pengkelat
kalsium dan sorbifol dosis besar ( mungkin menyebabkan diare ).
Absorpsi secara langsung tidak begitu penting.karena baru terjadi
pada kadar vitamin B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi jadi
merupakan suatu mass action effect.
Transport Setelah diabsorpsi hampir semua vitamin B12 dalam
darah terikat dengan protein plasma. Sebagian besar terikat pada beta-
globulin (transkobalamin II ), sisanya terikat pada alfa- glikoprotein.
T( transkobalamin I ) dan inter-alfa-glikoprotein (trankobalamin III).
Vitamin B12 yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke
berbagai jaringan terutama hati yang merupakan gudang utama
penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12 dlam
plasma adalah 200-900 pg/ml dengan simpanan sebanyak 1-10 mg
dalam hepar.
Nasib dan ekskresi Baik sianokobalamin maupun
hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat oleh protein.
Seperti halnya koenzim B12. Ikatan dengan hidroksokobalamin lebih
kuat sehingga sukar diekskresi melalui urine. Di dalam hati kedua
kobalamin tersebut akan diubah menjadi koenzim B12. Pengurangan
jumlah kobalamin dalam tubuh disebabkan oleh ekskresi melalui
saluran empedu sebanyak 3-7 mcg sehari harus diabsorpsi dengan
perantaraan FIC. Eksreksi bersama urine hanya terjadi pada bentuk
yang tiak terikat protein. 80-95% vitamin B12 akan diretensi dalam
tubuh bila diberikan dalam dosis sampai 50 mcg dengan dosis yang
lebih besar, jumlah yang diekresi akan banyak. Jadi bila kapasitas
ikatan protein dari hati, jaringan dan darah telah jenuh, vitamin B12
bebas akan dikeluarkan bersama urine sehingga tidak ada gunanya
memberikan vitamin B12 dalam jumlah yang terlalu besar

34
Vitamin B12 dapat menembus sawar urine dan masuk ke dalam
sirkulasi bayi.
f) Sediaan dan fisiologi
Vitamin B12 diindikasikan untuk penderita defisiensi vitamin B12,
misalnya anemia permisiosa. Pada penderita tanpa komplikasi
perbaikan subyektif dan obyektif cepat diperoleh. Karena kausa tidak
dihilangkan (kekurangan FIC tidak diperbaiki), penderita memerlukan
terapi seumur hidup. Pada penderita anemia pernisiosa yang berat,
selain gejala anemia mungkin terdapat trombositopenia dan
leukopeniaberat, kerusakan neurologic yang menyolok, kerusakan hati
berat atau komplikasi bentuk lain. Walaupun diagnosis pasti belum
ditegakkan, sebaiknya langsung disuntikkan 100 mcg sianokobalamin
dan asam folat 1-5 mcg secara IM. Selanjutnya 100 mcg
sianokobalamin IM dan 1-2 mg asam folat per olar diberikan selama
1-2 minggu.tindakan ini dilakukan untuk menghindari kerusakan
heurologik yang lebih berat.
Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral
dan larutan untuk suntikan. Penggunaan kesediaan oral
padapengobatan anemia pernisiosa kurang bermanfaat dan biasanya
terapi oral lebih mahal daripada terapi parenteral. Sedangkan B12
tianemia yang terdiri dari campuran Fe, vitamin B12, asam folat, kobal,
Cu,ekstra hati dan sebagainya. Selain mahal, juga akan mengaburkan
etiologi anemia yang sebenarnya, meskipun sediaan oral dapat
bermanfaat sebagai suplemen diit, namun kecil manfaatnya untuk
penderita yang kekurangan taktor intrinsic atau penderita dengan
gangguan ileum,karena absorpsi secara difusi tidak dapat diandalkan
sebagai terapi efektif. Maka cara yang terbaik adalah secara IM dan
SK yang disuntikkan.
Dikenal 3 jenis suntikkan vitamin B12 yaitu, larutan
sianokobalamin yang berkekuatan 10-1000 mcg/ml, larutan ekstra hati
dalam air, dan suntikkan depot vitamin B12. Suntikkan larutan

35
sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi alergi dan iritasi di
tempat suntikkan. Kalau terjadi reaksi alergi biasanya karena
sediaannya tidak murni. Manfaat larutan ekstra hati terhadap anemia
pernisiosa disebabkan vitamin B12 yang terkandung didalamnya.
Penggunaan suntikkan ekstra hati ini, dapat menimbulkan reaksi alergi
local maupun umun, dan dari yang ringan sampai berat. Reaksi ini
disebabkan oleh allergen yang bersifat spesies, spesifik, dan bukan
organ spesifik. Tidak ada hipersensitivitas saling antara larutan ekstra
hati dengan sianokobalamin. Tujuan panggunaan suntikkan depot
vitamin B12 adalah untuk mengurangi frekuensi suntikkan. Namun
manfaat penggunaan kesediaan ini masih dalam penelitian.
Selain sediaan sediaan di atas, terdapat pula suntikkan
hidroksokobalamin 100 mcg yang memberikan efek lebih lama
daripada sianokobalamin sehingga interval penyuntikkan dapat
diperpanjang. Akan tetapi pada penyuntikkan sediaan ini dapat
terbentuk antibody terhadap transkobalamin II yng mengikatnya.
Dosis sianokobalamin untuk penderita anemia pernisiosa
tergantung dari berat anemianya. Ada tidaknya komplikasi dan respon
terhadap pengobatan. Secara garis besar cara penggunaannya dibagi
atas terapi awal yang intensif dan terapi penunjang.
Sebelum pengobatan dimulai dapat dilakukan percobaan terapi
untuk memastikan diagnosis anemia pernisiosa. Untuk ini hanya
dibutuhkan dosis 1-10 mcg sehari yang diberikan selama 10 hari.
Jumlah sekecil ini akan menimbulkan respon hematologic berupa
reaksi retikulosit pada anemia pernisiosa tanpa komplikasi. Percobaan
terapi ini tidak dianjurkan pada penderita anemia megaloblastik berat
dengan gangguan neurologi, sebab pengobatan harus segeran dimulai,
demikian pula pada penderita usia lanjut yang lebih rentan terhadap
hipoksia jaringan akibat anemia.
Pada terapi awal diberikan dosis 100 mcg sehari parenteral selama
5-10 hari. Dengan terapi ini respon hematologic baik sekali, terapi

36
respond dapat kurang memuaskan bila terdapat keadaan yang
menghambat hematopoiesis misalnya inteksi, uremia, atau
penggunaan kloramtenikol. Respon yang bururk dengan dosis 100
mcg/hr selama 10 hari, mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis
atau potensi obat yang kurang. Progresi kerusakan neurologic pada
anemia pernisiosa dapat dihentikan dengan sempurna, sedangkan
perbaikan yang nyata dari kerusakan yang terjadi hanya dapat
diperoleh bila terapi dimulai sedini mungkin.
Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis penunjang
100-200 mcg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yang lengkap
yaitu jumlah eritrosit dalam darah +_ 4,5 juta/mm3 dan morfologi
hematologic berada dalam batas batas normal. Kemudian 100 mcg
sebulan sekali cukup untuk mempertahankan remisi. Pemberiaan
dosis penunjang setiap bulan ini penting sebab retensi vitamin B12
terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 1000 mcg.

b. Asam folat
Asam folat (asam pteroilmonoglutmat, PmGA) terdiri atas bagian-
bagian pteridin, asam para-aminobenzoat dan asam glutama. Dari
penelitian terbukti bahwa yang memiliki arti biologic adalah gugus
PABA dan gugus asam glutamate. PmGA bersama-sama dengan
konjugal yang mengandung lebih dari satu asam glutamate, membentuk
suatu kelompok zat yangdikenal sebagai folat. Folat terdapat dalam
hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan
daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan
(pemasakan) makanan.
a) Fungsi metabolik
PmGA merupakan precursor inaktif dari beberapa koenzim yang
berfungsi pada transfer unit karbon tunggal ( single carbon unit ).
Mula-mula folat reduktasi mereduksi PmGA menjadi THFA ( asam
tetrahidrofolat). THFA yang terbentuk bertindak sebagai akseptor

37
berbagai unit karbon tunggal dan selanjutnya memindahkan unit ini
kepada zat-zat yang memerlukan.
b) Kebutuhan folat
Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 mcg sehari, dalam bentuk
PmGA, tetapi jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan
laju malih sel (cell turn-over) setiap harinya. Jadi, peningkatan
metabolisme akibat infeksi, anemia hemolitik dan adanya tumor ganas
akan meningkatkan kebutuhan folat.
c) Defisiensi folat
Defisiensi folat sering merupakan komplikasi dari : (1).
Gangguan diusus kecil; (2). Alkoholisme yang menyebabkan asupan
makanan buruk; (3). Efek toksik alcohol pada sel hepar; dan (4).
Anemia hemolitik yang menyebabkan laju malih eritrosit tinggi. Obat-
obat yang dapat menghambat enzim dihidrofolat reduktase (misalnya
melotreksat, trimeloprim) dan yang mengadakan interaksi pada
arbsorpsi dan penyimpanan folat (misalnya beberapa antikonvulsi dan
kontrasepsi oral) dapat menurunkan kadar folat dalam plasma dan
menimbulkan anemia megaloblastik.
Gejala klinik, gejala defisiensi folat yang paling menonjol adalah
hematopoesis megaloblastik (yang menyerupai anemia defisiensi
vitamin B12). Selain itu, terjadi juga glositis, diare dan penurunan
berat badan. Perbedaan klinik yang nyata antara defisiensi folat dengan
defisiensi vitamin B12 ialah bahwa pada pada yang pertam tidak
terdapat kerusakan sarung meilin sehingga tidak ada gangguan
neorulogik. Hal ini dapat diterangkan dengan sifat folat yang secara
selektif dapat menumpuk dalam cairan serebrospinal, tetapi akibat
gangguan metabolisme otak penderita dapat menunjukkan gejala
insomnia, pelupa dan iritabilitas.
d) Farmakokinetik
Pada pemberian oral arbsorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3
bagian proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, arbsorpsi

38
memerlukan energy, sedangkan pada kadar tinggi arbsorpsi dapat
berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus
halus, arbsorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama
sebagai PmGA.
Ada tidaknya transport protein belum dapat dipastikan, tetapi
yang jelas 2/3 dari asam folat yang terdapat dalam plasma darah terikat
pada protein yang tidak difiltrasi ginjal.
Ekskresi berlangsung melalui ginjal sebagian besar dalam bentuk
metabolit. Belum diketahui pasti apakah degradasi berlangsung
diginjal atau ditempat lain. Pada orang dengan diet normal, jumlah
yang diekskresi hanya sedikit sekali, dan akan meningkat bila
diberikan folat dalam jumlah besar.
e) Sediaan dan pasologi
Folat tersedia dalam asam folat dalam bnetuk tablet 0,1; 0,4; 4,5;
10 atau 20 mg dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/ml. selain itu,
asam folat terdapat dalam berbagai sediaan multivitamin atau digabung
dengan antieanemia lainnya. Asam folat injeksi biasanya hanya
digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi antifolat (antikanker).
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan
pengobatan defisiensi folat. Harus diingat bahwa penggunaan secara
membabi buta dapat merugikan penderita, sebab folat dapat
memperbaiki kelainan darah pada anemia pernisiosa tanpa
memeperbaiki pada kelainan neurologic sehingga dapat berakibat
penderita cacat seumur hidup.
Dosis yang digunakan tergantung pada beratnya anemia dan
komplikasi yang ada. Umumnya diberikan peroral, tetapi bila keadaan
tidak memungkinkan, folat diberikan secara IM atau SK.
Untuk tujuan diagnostic diberikan dosis 0,1 mg peroral selama 10
hari yang hanya menimbulkan respons hematologic pada penderita
defisiensi folat.

39
Terapi awal pada defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai
dengan 0,5-1 mg sehari secara oral selama 10 hari. Setelah perbaikan
cukup memuaskan, terapi dilanjutkan dengan dosis penunjang yang
biasanya berkisar antara 0,1-0,5 mg sehari.
Efek toksik pada penggunaan folat untuk manusia hingga
sekarang belum pernah dilaporkan terjadi. Sedangkan pada tikus, dosis
tinggi dapat menyebabkan pengendapan Kristal asam folat pada tubuli
ginjal. Dosis 15 mg pada manusia masih belum menimbulkan efek
toksik. Ada laporan yang menyatakan bahwa asam folat dapat
menurunkan efek antiepilepsi fenobarbital, fenitoin dan primidon
sehingga meningkatkan frekuensi serangan, tetapi pernyataan ini
disangkal oleh peneliti lain.

40

Anda mungkin juga menyukai