Anda di halaman 1dari 16

1.

Mohon informasi lebih lengkap lembaga serupa dengan BLU


Jawaban :
1. Literatur yang bisa dijadikan bahan bacaan terkait konsep dan landasan
teori yang mendasari BLU sebagai institusi publik yang diberikan
diskresi dan otonomi, dan dijalankan seperti organisasi bisnis
diantaranya:
a. Autonomy and Control of State Agencies: Comparing States
and Agencies by Koen Verhoest et.al. (2010); Palgrave
MacMillan.
b. Governance of Public Sector Organizations: Proliferations,
Autonomy and Performance Edited by: Per Laegreid and Koen Verhoest;
Palgrave MacMillan;
2. Special Operating Agencies masih diperlukan data dan pertanyaan lanjutan terkait
BLU dan konsep yang mendasarinya, dipersilahkan untuk datang ke Kantor
Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU Ditjen Perbendaharaan untuk
melakukan diskusi lebih lanjut.
Aturan mengenai kewajiban penyusunan Pola Tata Kelola dalam pengajuan satker menjadi satker
BLU/BLUD
Jawaban :
a. Sesuai penjelasan Pasal 4 ayat (4) huruf b PP 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan BLU, bahwa Pola Tata Kelola (corporate governance) adalah peraturan
internal yang antara lain menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan
transparansi.
b. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD dalam Pasal 13 disebutkan bahwa
pola tata kelola merupakan peraturan internal SKPD atau Unit Kerja yang akan
menerapkan PPK-BLUD.
c. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tidak ada ketentuan yang mengharuskan Pola
Tata Kelola ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
d. Ketentuan yang harus ditetapkan oleh peraturan Bupati terkait Pengelolaan
Keuangan BLUD sesuai amanat PP23/2005, antara lain sebagai berikut:
1) Pengaturan mengenai persyaratan administratif (Pasal 4 ayat (6));
2) Menetapkan Standar Pelayanan Minimum bagi BLUD (Pasal 8 ayat (1));
3) Menetapkan Tarif Layanan BLUD (Pasal 9 ayat (4));
4) Pengaturan mengenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) dan dokumen pelaksanaan anggaran BLUD (Pasal 13);
5) Menetapkan kewenangan menghapuskan Piutang BLUD secara berjenjang (Pasal 17 ayat
(4));
6) Pengaturan kewenangan melakukan perikatan pinjaman BLUD (Pasal 18 ayat (6));
7) Menetapkan sistem akuntansi BLUD dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku
sesuai dengan jenis layanannya (Pasal 26 ayat (4)); dan
8) Menetapkan remunerasi bagi pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLUD
(Pasal 36 ayat (2)).
1. Apa nama lembaga/instansi setelah status berubah menjadi BLU?

2. Posisi BLU tersebut, apakah struktural atau non struktural?


Jawaban :
1. a.Nama lembaga setelah menjadi BLU pada dasarnya merupakan kewenangan dari
Menteri/Pimpinan Lembaga, setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara. Dengan demikian, nama lembaga tersebut dapat tetap seperti
sebelum menjadi BLU.
b. Namun demikian apabila akan diadakan perubahan terkait organisasi dan tata kerja instansi
Pemerintah yang menerapkan PPK BLU, telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/M. PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi
Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan PPK BLU sebagai berikut:

1) Perubahan organisasi dan tata kerja bagi Satker PPK BLU di lingkungan Pemerintah Pusat
dapat dilakukan berdasarkan analisis organisasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
2) Perubahan tersebut dapat meliputi penyempurnaan tugas, fungsi, struktur organisasi dan tata
kerja, dan atau eselon jabatan.
3) Usulan perubahan harus dilengkapi dengan naskah akademik.

4) Perubahan organisasi dan tata kerja Satker PPK BLU di lingkungan Pemerintah Pusat
ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
2. a. Sesuai dengan ketentuan umum PP 23/2005, PPK BLU tersedia untuk diterapkan oleh
setiap instansi Pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional
yang dapat berasal dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon (struktural) atau
non eselon (non struktural).
b. Sebagian besar Satker PPK BLU berbentuk struktural, misal: Universitas Negeri
Jakarta (Eselon I), dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo
(Eselon II). Namun demikian terdapat juga Satker PPK BLU berbentuk non struktural,
misal: Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dan Lembaga Layanan Pemasaran
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (LLP KUKM) dibawah Kementerian Koperasi
dan UKM, Pusat Pengelola Kawasan Gelanggang Olahraga Bung Karno (PPK GBK) dan
Pusat Pengelola Kawasan Kemayoran (PPKK) di bawah Sekretariat Negara.
Apa yang harus dilakukan setelah ditetapkan statusnya menjadi BLU?

Jawaban :
Satker pengguna PNBP yang berubah status menjadi satker BLU harus melakukan
langkah-langkah awal sebagai berikut:
a. Menyetorkan seluruh PNBP yang diterimanya sebelum ditetapkan sebagai satker yang
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU ke kas negara untuk kemudian ditarik
kembali menggunakan mekanisme penggunaan PNBP.
b. Menyusun RBA, karena RBA merupakan pedoman kegiatan satker BLU.
c. Merevisi DIPA, ketika masih sebagai satker pengguna PNBP maka DIPA yang dimilki
satker adalah DIPA sebagaimana satker lainnya. Namun ketika sudah berubah menjadi
satker BLU maka DIPA yang ada harus direvisi menjadi DIPA BLU. Perbedaan
mencolok antara DIPA biasa dan DIPA BLU selain munculnya akun BLU juga pada
halaman pengesahan terdapat saldo awal dan saldo akhir.
d. Dalam masa awal (transisi) tentunya belum ada saldo kas karena seluruh PNBP telah disetor ke kas
negara. Pada periode berikutnya kalau memang pendapatan BLU tidak seluruhnya dibelanjakan,
maka akan ada saldo awal yang dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya.
Satker BLU tetap merupakan bagian dari Kementerian Negara/ Lembaga sehingga RBA satker BLU
adalah bagian yang tak terpisahkan dari RKA K/L. Oleh karena itu, satker BLU pada dasarnya tetap terikat
dengan aturan SBU dalam melakukan pembayaran baik yang bersumber dari rupiah murni maupun
penerimaan BLU. Namun demikian, satker BLU dapat mempergunakan standar biaya lain melalui:

a. Penetapan Standar Biaya Khusus oleh Menteri Keuangan.


b. Penggunaan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya sebagai bagian dari biaya
satuan (unit cost) pada saat penetapan tarif oleh Menteri Keuangan.
c. Mulai tahun 2011 apabila satker BLU telah mempunyai perhitungan akuntansi biaya sebagaimana
disebutkan dalam Lampiran I1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 104/ PMK.02/2010 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencanan Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA K/L) Tahun Anggaran 2011, rnaka penyusunan RBA-nya menggunakan
standar biaya tersebut, sedangkan untuk satker BLU yang belum mampu menyusun standar biaya,
RBA disusun berdasarkan Standar Biaya Umum (SBU).
Salah satu kewajiban satker BLU adalah menyusun tarif yang selanjutnya diusulkan kepada Menteri
Keuangan untuk mendapat penilaian dan penetapan. Sebelum adanya Keputusan Menteri Keuangan
maka satker BLU dalam memberikan jasa layanannya tetap menggunakan PP yang ada sebagai dasar
pengenaan tarif.
Bagaimana kriteria penilaian RBA BLU rumpun layanan pendidikan ?

Jawaban :
1. Ketepatan waktu penyampaian :
Disampaikan kepada Menteri Keuangan (DJA dan DJPB) paling lambat 7 hari kerja
setelah tahun sebelumnya berakhir.
2. Kelengkapan :
a. Ditandatangani oleh Pimpinan BLU;
b. Diketahui oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk menteri/pimpinan
lembaga jika BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas;
c. Disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga;
d. Format mengikuti Perdirjen Perbendaharaan nomor : 20/ PB/2012 yang mencakup antara lain
ringkasan eksekutif, masing-masing bab dan subbabnya, serta penyajian tabel-tabel.

3. Akurasi, antara lain :


a) Kesesuaian RBA dengan Rencana Strategis Bisnis BLU dan pagu anggaran K/L;
b) Standar biaya yang digunakan apakah sesuai dengan standar biaya yang ditetapkan Menteri
Keuangan atau sesuai standar biaya perhitungan sendiri berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya yang disusun satker BLU dan telah ditetapkan sebagai standar biaya keluaran oleh
Menteri Keuangan;
c) Pencapaian kinerja tahun berjalan baik dari sisi keuangan maupun layanan;
d) Kemandirian pembiayaan baik pada tingkat satker BLU maupun pada masing-masing unit
kerja.
1. Apabila BLU menyusun sendiri standar biaya, apakah standar tersebut harus
ditetapkan Menteri terkait? Misal di PTN, apakah boleh ditetapkan oleh
Rektor?
2. Apakah ada ketentuan mengenai penyusunan standar biaya?
3. Bagaimana menyelaraskan RBA yang akrual basis dengan ikhtisar RBA
yang cash basis?
Jawaban :
Sesuai PMK Nomor 71/PMK.02/2013 tentang Pedoman Standar Biaya, Standar Struktur
Biaya, dan Indeksasi dalam Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga/ Negara pasal 1 ayat (2) ditegaskan bahwa Standar biaya adalah
satuan biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku pengelola skal (chief
nancial ocer) baik berupa standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran,
sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran dalam penyusunan RKA-K/L.
Sedangkan kewenangan serta batasan pemimpin BLU dalam menetapkan standar biaya
diatur pula pada PMK yang sama pasal 9 yang mengatur bahwa pemimpin satker BLU
dapat menetapkan Standar Biaya Masukan dengan kriteria :
Untuk kegiatan yang sumber dananya berasal dari penerimaan negara bukan pajak
badan layanan umum;
Merupakan komponen biaya dari tarif layanan; dan
Mempertimbangkan standar biaya pasar.
Ketentuan Penyusunan standar biaya merujuk pada PMK Nomor 71/PMK.02/2013 tentang Pedoman
Standar Biaya, Standar Struktur Biaya, dan Indeksasi dalam Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Negara.
Sesuai dengan Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2012, ikhtisar RBA terdiri atas ikhtisar
target pendapatan menurut program dan kegiatan dan ikhtisar belanja/pembiayaan menurut program
dan kegiatan. Ikhtisar RBA merupakan bagian dari RBA Satker BLU yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung dalam penyusunan RKA-K/L, sehingga pagu dana dalam ikhtisar RBA sama dengan pagu
dana dalam RKA/KL.
Apakah dimungkinkan bagi satker BLU untuk menambah opportunity cost selain uang harian dosen yang
ditugaskan untuk mengikuti kegiatan di luar kota?
Misalnya dosen yang juga dokter (yang praktek di sore hari) untuk mengganti fee yang hilang, satker
membuat kebijakan menambah fee per hari dari PNBP/DIPA.
Jawaban :
Satker BLU tidak diperkenankan untuk melakukan pengeluaran/ belanja atas beban tagihan negara
selain yang sudah tertuang dalam RBA dan DIPA BLU. Pengeluaran biaya untuk kegiatan yang
dilaksanakannya juga harus mengacu pada standar biaya yang telah ditetapkan.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 92/PMK.05/2011, satker BLU dapat menggunakan standar
biaya yang disusunnya dalam hal telah menyusun RBA berdasarkan basis kinerja dan perhitungan
akuntansi biaya menurut jenis layanannya, serta telah menyusun standar biaya sendiri.
Dalam hal satker belum menyusun RBA berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya
menurut jenis layanannya, serta belum mampu menyusun standar biaya, BLU menggunakan standar
biaya umum.
Pendapatan BLUD terdiri dari : 1. Pendapatan dari Jasa layanan 2. Pendapatan dari APBN/APBD 3.
Pendapatan hibah 4. Pendapatan Kerjasama dengan pihak Ketiga. Pertanyaan: Pendapatan mana
saja dari keempat sumber pendapatan BLUD di atas yang harus dicatat dalam kode rekening
penerimaan Lain-lain PAD dalam APBD, bagaimana dasar hukumnya ?
Jawaban :
Sesuai dengan Bab X Pendapatan dan Biaya BLUD Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61
Tahun2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD, Bagian Kesatu Pendapatan
dalam Pasal 62 dijelaskan bahwa Seluruh pendapatan BLUD sebagai mana dimaksud dalam Pasal
60, huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f yaitu : jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain,
dan lain-lain pendapatan BLU yang sah dilaksanakan melalui rekening kas BLUD dan dicatat dalam
kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerahyang sah
dengan objek pendapatan BLUD;
Untuk Informasi lebih lanjut mengenai Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah, Saudara dapat
melakukan konrmasi kepada Kemendagri.
Terdapat selisih saldo Kas di BLU pada neraca KPPN (SAU) berbeda dengan saldo Kas di BLU pada
neraca satker (SAI), yang disebabkan karena pembulatan yang sudah terakumulasi dari digit belakang
koma atas pengeluaran tahun yang lalu,
Pertanyaan :

(a) angka mana yang digunakan satker untuk melaporkan saldo Kas di BLU di Laporan Keuangan?
(b) apabila kita (KPPN) boleh melakukan koreksi, bagaimana mekanisme/ cara melakukan memo
penyesuaian selisih tersebut ?

(c) Pada seksi manakah memo penyesuaian dilakukan ? apakah dilakukan pada seksi bendum dan
seksi vera ?
(d) apa dasar pelaksanaannya ?
Jawaban :
Apabila setelah ditelusuri penyebab terjadinya selisih adalah adanya akumulasi digit di belakang koma,
sehingga menyebabkan saldo kas BLU pada neraca KPPN (SAU) lebih kecil/kurang dari saldo menurut
rekening satker BLU (SAI) maka:
a. Angka yang dilaporkan sebagai saldo kas BLU di laporan keuangan adalah angka sampai dengan
rupiah terkecil, tidak termasuk angka dibelakang koma.
Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap saldo kas BLU pada neraca KPPN (SAU) dengan
mekanisme Memo Penyesuaian (MP).
Prosedur pengajuan MP adalah petugas akuntansi satker BLU membuat MP dengan format
sesuai Perdirjen nomor: PER-67/PB/2007 yang ditandatangani oleh pemimpin BLU dan diajukan
ke KPPN dengan dilampiri:
1) Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) saldo awal.
2) Berita Acara Rekonsiliasi Kas
3) Rekening Koran per 31 Desember tahun anggaran yang lalu.

4) Neraca per 31 Desember tahun anggaran yang lalu berdasar SAP.


c. Setelah MP disetujui oleh Kepala KPPN dan telah membubuhkan tanda tangan,
maka MP berkenaan menjadi dokumen sumber bagi operator di Seksi Pencairan
Dana, Seksi Verikasi dan Akuntansi serta Seksi Bendum untuk melakukan koreksi
terhadap saldo awal BLU.
Darimana sumber dana operasional satker BLU ?
Jawaban :
1. Dana operasional BLU, sesuai pasal 14 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005, terdiri atas:
a. Penerimaan anggaran yang berasal dari APBN/APBD
b. Pendapatan yang berasal dari jasa layanan kepada masyarakat

c. Hibah tidak terikat


d. Hibah terikat
e. Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain dan hasil usaha lainnya
Penerimaan pada poin (a) merupakan penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran
kementerian/lembaga/ pemerintah daerah, yang berarti terjamin ketersediaan dananya pada dokumen
pelaksanaan anggaran. Penerimaan APBN/APBD digunakan untuk belanja operasional (belanja
pegawai, barang, dan jasa) dan belanja investasi (belanja modal). Belanja dilakukan dengan
mekanisme pengajuan surat perintah membayar ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN).
Pendapatan pada poin (b), (c), dan (e) di atas merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
bagi satker BLU dan dapat digunakan/dibelanjakan langsung untuk kegiatan operasional BLU tanpa
terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara. Pendapatan dan belanja ini kemudian dilakukan
pengesahan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui mekanisme Surat Perintah
Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU sehingga tercatat dalam pembukuan Bendahara
Umum Negara.
Bagaimana penarikan kembali PNBP yang telah di setorkan oleh satker BLU ? (Universitas Mataram)
Jawaban :
1. Menunjuk UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, semua penerimaan yang menjadi
hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam satu tahun anggaran harus tercatat
dalam APBN dan mempunyai masa berlaku satu tahun anggaran.
Ketentuan mengenai penggunaan surplus dikecualikan hanya untuk satker BLU, sebagaimana
dinyatakan dalam
UU mengenai APBN bahwa penggunaan saldo kas satker BLU ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
3. Menunjuk ketentuan butir 1 dan 2 di atas dan mengingat Universitas Mataram ditetapkan sebagai
satker yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU pada tahun 2012, maka permohonan
pengembalian sisa PNBP yang dapat ditarik kembali adalah hanya PNBP yang disetor pada tahun
Universitas Mataram ditetapkan menjadi satker yang menerapkan pola pengelolaan keuangan
BLU, yaitu hanya untuk tahun 2012 saja, dengan syarat dana PNBP yang telah disetor tersebut
belum dipergunakan atau belum diterbitkan SP2D-nya.
4. Mekanisme penarikan PNBP dimaksud agar mengikuti ketentuan mekanisme pengembalian sisa
PNBP sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-58/PB/2008 tanggal 22
Desember 2008 tentang Mekanisme Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Yang Diterima Sebelum Ditetapkan Sebagai Satuan Kerja Yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU).
Apa itu penerimaan hasil penjualan aset tetap pada satker BLU?
Jawaban :
Berdasarkan PP 74 tahun 2012 disebutkan bahwa penerimaan hasil penjualan aset tetap yang
pendanaannya berasal dari pendapatan BLU selain dari APBN/APBD merupakan pendapatan BLU
dan dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU, sedangkan penerimaan hasil penjualan
aset tetap yang pendanaannya sebagian atau seluruhnya berasal dari APBN/ APBD bukan merupakan
pendapatan BLU dan wajib disetor ke rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Bagaimana agar Hibah berbentuk natura contoh : Mobil bisa masuk data SIMAK BMN? Tolong beri
petunjuk langkah-langkah nya.
Jawaban :
Untuk Pengisian pada SIMAK BMN terdapat pada menu Hibah dengan nilai sesuai dengan nilai pasar
(market value) maupun nilai taksiran, tetapi khusus untuk hibah (natura) dari luar negeri harus di
register terlebih dahulu melalui Direktorat Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan. Mengenai
teknis detail aplikasi Simak, dapat menghubungi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian
Keuangan.
Bagaimana penilaian kinerja Satker BLU ?
Jawaban :
Terkait dengan penilaian/pengukuran kinerja BLU telah diterbitkan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan nomor 32,33 dan 34/PB/2014 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja BLU untuk bidang layanan pendidikan, kesehatan dan lainnya. Penilaian Kinerja
mencakup:
a. aspek keuangan yang terdiri dari rasio keuangan seperti rasio lancar, rasio kas,
perputaran aset tetap, dan rasio belanja operasional terhadap pendapatan
operasional dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku seperti ketepatan
penyampaian pertanggungjawaban, pola tata kelola, dan memiliki tarif layanan yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

b. aspek layanan yang terdiri dari kualitas layanan, dan mutu dan manfaat kepada
masyarakat.
Bagaimana pencatatan dana bergulir dalam akuntansi
Jawaban :
BLU merupakan satuan kerja dari kementerian negara/lembaga (K/L) induknya. Dalam menyusun
laporan keuangan, satker BLU menggunakan dua standar akuntansi yaitu Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laporan keuangan BLU berdasar
SAP dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga (K/L) induknya.
Sedangkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan kompilasi dari laporan
keuangan seluruh kementerian negara/lembaga (K/L). Dari sini terlihat bahwa laporan keuangan
BLU berada pada sisi yang sama dengan laporan keuangan pemerintah.
2. Berkenaan dengan pertanyaan diatas, untuk dana bergulir, baik satker BLU maupun pemerintah
mencatatnya sebagai Investasi Jangka Panjang Non Permanen. Mengingat pencatatan
menggunakan sistem double entry, Ekuitas Dana Investasi (modal) juga bertambah sebesar
investasi yang dilakukan tadi, sehingga secara keseluruhan jumlah aset dan ekuitas dana yang
ada meningkat proporsional. Untuk lebih jelasnya kami sarankan agar Saudari membaca
Peraturan Menteri Keuangan No. 99/PMK.05/2008 jo. PMK No. 218/PMK.05/2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga dan Buletin Teknis
(Bultek) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) no. 07 tentang Akuntansi Dana Bergulir yang
disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).

Bagaimana konsolidasi laporan keuanagan ex PT BHMN ?


Jawaban :
Perlu kami sampaikan bahwa surat Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor S-11279/PB/2011
tanggal 7 Desember 2011 hal Konsolidasi Pendapatan dan Belanja PT BHMN TA 2011 ke dalam
Laporan Keuangan Kemendikbud TA 2011 pada dasarnya diperuntukkan agar laporan keuangan
BHMN dapat disahkan ke dalam laporan keuangan Kemendikbud. Tata cara yang dipergunakan
adalah tata cara konsolidasi sebagaimana digunakan oleh satker BLU.
Terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan sebagai berikut :
1. Dana PNBP yang ada harus masuk ke dalam mekanisme APBN melalui pengesahan pendapatan
dan belanja PNBP. Untuk itu, satker perlu merevisi DIPA terlebih dahulu menjadi DIPA BLU untuk
menampung belanja yang sumber dananya berasal dari PNBP. Selanjutnya, proses pengesahan
pendapatan dan belanja PNBP dapat dilakukan pada KPPN setempat;
2. Data pengesahan pendapatan dan belanja BLU tahun 2011 merupakan dokumen sumber bagi
transaksi pada SAKPA. Petunjuk lebih lanjut mengenai proses konsolidasinya agar mengikuti surat
Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor S-11924/PB/2011 tanggal 28 Desember 2011 hal
Konsolidasi Pelaporan Keuangan PTN eks BHMN;
3. Bagan akun standar yang terkait dengan BLU agar berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar.

Apa pedoman penyusunan tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) ?


Jawaban :
1. Sampai saat ini pedoman pelaksanaan penyusunan tarif yang berbentuk aturan di bawah
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum masih dalam proses pembahasan di Direktorat Pembinaan PK-BLU, sehingga penyusunan
tarif layanan BLU hendaknya mengacu pada PP Nomor 23 Tahun 2005.
Mengacu pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, dijelaskan
bahwa tarif layanan BLU disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan.
Sebagaimana diketahui, perhitungan biaya per unit layanan tersebut merupakan
salah satu komponen di dalam RBA. Tarif layanan diusulkan oleh BLU berkenaan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga diatasnya yang selanjutnya akan diajukan
kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Di dalam usulan tersebut hendaknya
melampirkan justikasi kebijakan tarif layanan berdasarkan 4 (empat) aspek, yaitu:
a. Kontinuitas dan pengembangan layanan; b. Daya beli
masyarakat;
c. Asas keadilan dan kepatutan; dan
d. Kompetisi yang sehat.
3. Justikasi tersebut akan digunakan oleh Tim Penilai Usulan Tarif dan Remunerasi
BLU di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menyetujui atau menolak usulan
dimaksud.
Dengan diberlakukannya anggaran berbasis kinerja dan adanya Tunjangan Kinerja, apakah ada
pedoman kegiatan apa saja yang bisa dibayarkan dan apa saja yang tidak boleh dibayar, misal
Kelebihan Mengajar Dosen, apa masih dibayar " apakah honor pengelola keuangan BLU (KPA, PPK,
Bendahara dll) apa juga masih bisa dibayar ?
Jawaban :
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum diatur bahwa pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan
remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
Adapun bentuk remunerasi dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas
prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK.02/2013 tentang Pedoman Standar Biaya, Standar Struktur Biaya, dan Indeksasi dalam
Penyusunan RKA-K/L diatur bahwa satuan biaya yang bersifat menambah penghasilan diluar
komponen remunerasi bagi dewas, pejabat pengelola, pegawai Satker BLU, serta satuan biaya
perjalanan dinas dalam dan luar negeri harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Mengingat honor merupakan satuan biaya yang bersifat menambah penghasilan, maka
penggunaannya harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan terlebih dahulu.

Selain itu, dalam PMK tersebut juga diatur bahwa kebijakan pembatasan pembayaran honor
dikecualikan untuk honor bagi pejabat perbendaharaan (KPA,PPK,PPSPM, dan Bendahara)
Kami adalah pegawai pns BLU,remunerasi yang diberikan satker kami sangat kecil sekali
, jauh dibawah tunjangan kinerja grade terendah. apakah ini yang dimaksud asas
keadilan dan proposionalitas ?

Jawaban :
Remunerasi dihitung berdasarkan :
a) Asas proporsionalitas yakni dengan memeprtimbangkan ukuran (size) dan jumlah
aset yang dikelola BLU serta dilihat berdasarkan kemampuan di dalam menghasilkan
penerimaan PNBP BLU setiap tahun;
b) Asas kesetaraan yakni dengan membandingkan industri pelayanan sejenis;
c) Asas kepatutan yakni dengan melakukan penilaian antar jabatan yang memenuhi
kriteria kepatutan dari masing-masing personal; dan
d) Asas kinerja operasional Badan Layanan Umum dengan mempertimbangkan
indikator keuangan pelayanan dan mutu bagi masyarakat;
e) Asas keadilan yakni bahwa remunerasi disusun berdasarkan proses analisa dan
evaluasi jabatan, hasil evaluasi jabatan akan mencerminkan tingkat tanggung jawab
dan resiko jabatan, semakin besar dan/atau tinggi resiko yang linier dengan semakin
besar/tinggi nilai jabatan yang dipresentasikan dengan harga jabatan/remunerasi.
Apakah pegawai BLU yang berstatus PNS masih mendapatkan remunerasi dari
pemerintah ?
Jawaban :
Sesuai dengan pasal 36 PP 23 tahun 2005, kepada Pejabat Pengelola (Pemimpin BLU. Pejabat Teknis
dan Pejabat Keuangan), Dewas dan Pegawai BLU (baik PNS maupun non PNS profesional) dapat
dibayarkan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalismenya.
Remunerasi ini bersumber dari PNBP satker BLU yang bersangkutan.

Remunerasi yang diterima bagi pegawai PNS, adalah selisih dari besaran remunerasi setelah
dikurangi RM (sbg PNS) sebagai contoh: Fulan, pegawai RS BLU A, atas jabatannya di satker BLU
diberikan remunerasi sebesar Rp.7.000.000. Bila sebagai PNS telah dibayarkan gaji (RM)
Rp.2.000.000, maka remunerasi yang dibayarkan dari PNBP adalah sebesar Rp.7.000.000,- (-)
Rp.2.000.000,- = Rp.5.000.000,-

Dalam hal Kementerian Kesehatan telah membayarkan tunjangan kinerja (bersumber dari RM), maka
Fulan tidak boleh menerima double/duplikasi

Bisakah belanja kegiatan tahun kemarin dibayar pada tahun berikutnya dengan memasukkan kegiatan
tersebut dalam POK tahun berikutnya, dasar hukumnya apa ? mohon penjelasannya
Jawaban :
Pada prinsipnya, belanja untuk kegiatan tahun yang lalu harus dibayar pada tahun yang lalu melalui
DIPA tahun berkenaan.
Pertanyaan tidak menyebutkan jenis kegiatan yang akan dibayar pada tahun berikutnya tersebut. Oleh
karena itu, penyelesaiannya harus dilihat dulu jenis kegiatannya dan akan diselesaikan kasus per
kasus.

Apabila belanja tersebut merupakan tunggakan yang sifatnya untuk belanja operasional (misalnya
untuk membayar listrik, membeli obat, dll), dapat dibayar langsung tanpa melalui revisi DIPA sepanjang
kegiatan tersebut juga dialokasikan dalam DIPA tahun berikutnya.

Sedangkan apabila belanja tersebut merupakan tunggakan yang sifatnya untuk belanja modal
(misalnya untuk membangun gedung), saran penyelesaiannya akan dilihat kasus per kasus setelah
satker BLU menyampaikannya melalui surat ke Dit. PPK BLU.

2. Pertanyaan :
Ada kegiatan tahun yang lalu masih belum terbayarkan, bisakah kegiatan ini dibayarkan tahun
berjalan untuk satker BLU?
Jawaban :
Pada prinsipnya pembayaran tunggakan tahun yang lalu dapat dilakukan pada tahun anggaran berjalan
dengan melakukan perubahan atau pergeseran rincian belanja/anggaran. Apabila sumber dana kegiatan
dimaksud berasal dari RM APBN, maka perubahan atau pergeseran rincian belanja agar mengacu pada
Perdirjen Perbendaharaan tentang Tata Cara Revisi DIPA. Sedangkan apabila sumber dana untuk
membiayai tunggakan dimaksud berasal dari PNBP/Pendapatan BLU, maka agar merujuk pada Perdirjen
Perbendaharaan nomor PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara Revisi RBA Denitif dan Revisi DIPA BLU.
Untuk lebih jelasnya, kami sarankan Saudara dapat berkonsultasi langsung dengan Kanwil DJPBN
setempat.

Sedangkan apabila sumber dana untuk membiayai tunggakan dimaksud berasal dari PNBP/Pendapatan
BLU, maka agar merujuk pada Perdirjen Perbendaharaan nomor PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara
Revisi RBA Denitif dan Revisi DIPA BLU.
Untuk lebih jelasnya, kami sarankan Saudara dapat berkonsultasi langsung dengan Kanwil DJPBN
setempat.

apakah instansi yng menjalankan sistem remunerasi BLU (dana yang digunakan bersumber
dari BLU) boleh membayarkan honor pengelola keuangan? Dan siapa saja yang termasuk
sebagai pengelola keuangan? Mohon tanggapan dari Bpk/Ibu terima kasih sebelumnya

Jawaban :
Setelah ditetapkan Remunerasi berarti tidak ada lagi duplikasi pembayaran dengan uraian
tupoksi yang sama.
Bagi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 yang telah ditetapkan remunerasi oleh Kementerian Keuangan melalui Keputusan
Menteri Keuangan (KMK), maka :
1. Remunerasi diberikan berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme
yang diperlukan;
2. Terhadap pekerjaan yang tidak melekat pada jabatan tertentu (dapat dialihkan), seyogyanya
tidak dilakukan proses evaluasi/pembobotan jabatan;
3. Proses pembobotan suatu jabatan, apabila belum memasukkan pekerjaan tambahan (yang
tidak melekat pada jabatan) maka dapat dibayarkan honornya sesuai ketentuan;
4. Apabila di dalam melakukan evaluasi/pembobotan jabatan telah memasukkan pekerjaan
tambahan (yang tidak melekat pada jabatan : Pejabat Perbendaharaan/Pengelola Keuangan)
maka, kepada pegawai tersebut tidak diperkenankan untuk dibayarkan honor atas tambahan
Pekerjaan tersebut;
Jika perihal mengenai tupoksi pengelolaan keuangan sudah masuk ke dalam uraian
tanggung jawab kegiatan serta tuntutan profesionalisme yang disebutkan dan
diperhitungkan di dalam evaluasi jabatan remunerasi, maka honor atas pengelolaan
keuangan tidak dapat dibayarkan.
Tetapi jika perihal tupoksi pengelolaan keuangan tersebut tidak diperhitungkan di dalam
perhitungan evaluasi jabatan, maka BLU masih dapat membayarkan honor pengelolaan
keuangan tersebut.
Disarankan pada Pengelola keuangan khusus Pejabat Perbendaharaan, yakni : Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), PPSPM, PPK, dan Bendahara Keuangan (yang ber-tanggung
Jawab atas Penerimaan dan Pengeluaran atas beban APBN), tidak dapat dilakukan proses
analisa jabatan dan evaluasi jabatan sehingga masih dapat diberikan honor pengelola
keuangan.
Untuk penjelasan mengenai siapa pengelola keuangan tersebut, dilihat kembali pada uraian
dan analisa jabatan yang diperhitungkan sebagai dasar pembayaran remunerasi yang telah
ditetapkan dalam KMK Remunerasi BLU.
1. Dalam suatu kegiatan lomba, terdapat panitia dan tim penilai yang akan melakukan
penilaian ke lapangan yang menggunakan Surat perjalanan dinas. dapatkah jika panitia
ditugaskan merangkap sebagai tim penilai lomba

2. Mohon petunjuk tentang pelaksanaan pembayaran akun yang awalnya 57 menjadi


521219 dan 526311, misalnya belanja barang bantuan rehab bangunan untuk 10 sekolah
masing masing 40 juta akun 526311. Dokumen apa yang kami siapkan yang mengikat
kami dengan sekolah yang dibantu

Jawaban :

Hal tersebut merupakan kewenangan KPA untuk memutuskan, dengan catatan bahwa
tidak dimungkinkan seseorang melakukan dua tugas dalam satu waktu yang bersamaan.
Apabila tugas kepanitiaan dan tim penilai tidak dilakukan dalam waktu bersamaan,
perangkapan tugas dapat dilakukan, namun demikian uang hariannya dibayarkan hanya
sekali setiap harinya.

Pelaksanaan pembayaran dilaksanakan sesuai dengan PMK Nomor 190/PMK.05/2012,


dimana pelaksanaan kegiatan atau penggunaan anggaran pada DIPA yang
mengakibatkan pengeluaran negara dilakukan melalui pembuatan komitmen dalam
bentuk:
a. Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa;
b. Penetapan keputusan.

apakah staf pengelola keuangan yang berstatus pegawai tidak tetap (PTT) bisa menerima honor
sebagai staf pengelola keuangan?

Jawaban :
Pada PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka. Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, yang disebutkan secara eksplisit harus berstatus
PNS adalah KPA, sedangkan pada PMK No. 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan
Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola APBN, disebutkan bahwa syarat
pengangkatan bendahara salah satunya adalah pegawai negeri. Selain untuk KPA dan
bendahara, tidak ada pembatasan status pegawai negeri sipil bagi pejabat perbendaharaan
lainnya/staf pengelola. Kepada pegawai tidak tetap dapat saja dibayarkan honorariumnya
sepanjang terdapat dasar pelaksanaannya (SK KPA).

pada tahun 2014 kami mendapat tunjangan kinerja selama 6 bulan, namun ada beberapa satker
karena pagunya tidak cukup jadi hanya melakukan pencairan selama 5 bulan, apakah yang 1 bulan
dapat menggunakan anggaran tahun 2015? kalau bisa apa dasar hukumnya?
apakah uang saku rapat dalam kantor dapat menggunakan narasumber dan moderator? berapa
maksimal JPL yang diberikan? terima kasih sebelumnya

Jawaban :
1. Sesuai Perdirjen Perbendaharaan No. PER-53/PB/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai pada 27 K/L, pada pasal 12 ayat 4 disebutkan
bahwa dalam hal terjadi keterlambatan dalam pembayaran Tunjangan Kinerja, SPM-LS
dapat diajukan ke KPPN untuk beberapa bulan sekaligus. Berdasarkan hal tersebut maka
tunjangan kinerja TA 2014 yang belum dibayarkan dapat dibayarkan menggunakan
anggaran TA 2015 dengan syarat dananya mencukupi dan telah dialokasikan pada DIPA
satker yang bersangkutan.
2. Berdasarkan PMK No. 53 Tahun 2014 tentang SBM TA 2015, honorarium dapat diberikan
kepada narasumber dan moderator dengan ketentuan:
Berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
Berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran
utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/masyarakat.
Jika pelaksanaan kegiatan rapat dalam kantor memenuhi persyaratan tersebut diatas maka
kegiatan dimaksud dapat menggunakan narasumber dan moderator.
3. Untuk honorarium narasumber, satuan jam yang digunakan sebagai dasar pembayaran
adalah 60 menit dengan maksimal jam sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan.
Sedangkan untuk honorarium moderator, satuan biaya yang digunakan adalah sesuai
dengan jumlah pelaksanaan rapat (dibayarkan per kegiatan).
Apa saja fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD)?
Jawab:
Fleksibilitas dalam PPK-BLUD meliputi aktivitas seperti: investasi, pendapatan, utang, kerjasama,
pengadaan barang, pengelolaan barang dan pegawai, remunerasi, dewan pengawas, penetapan
tarif.
Untuk remunerasi diharapkan nantinya BLUD harus lebih berhati-hati, karena untuk SKPD
biasanya di daerah-daerah tertentu terdapat peraturan yang dikeluarkan bupati, jika SKPD sudah
menjadi BLUD, maka harus memilih salah satu, dari bupati atau remunerasi dari rumah sakit.
Adanya peraturan fleksibilitas, tidak berarti menjadi benar-benar bebas, masing-masing tetap
membuat rule atau regulasi, karena regulasi itulah yang nantinya memayungi pimpinan. Bedanya
SKPD dengan BLUD ketika dalam hal belanja SKPD adalah tidak boleh melampaui anggaran,
sedangkan BLUD fleksibel, ada ambang batas yang ditetapkan dalam Rencana Bisnis Anggaran
(RBA).

2. Apa saja persyaratan untuk menjadi BLUD?


Jawab:
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi institusi pemerintah atau unit kerja atau SKPD untuk
menjadi BLUD terdapat 3 hal:

1. Persyaratan Teknis: kinerja pelayanan harus bisa ditingkatkan, dan kinerja keuangan
harus sehat.
2. Persyaratan Subtantif: puskesmas sudah memenuhi karena puskesmas merupakan UPT
dan meberikan pelayanan pada masyarakat. Syarat Substantif merupakan syarat dasar
agar Satker dapat menjadi Satker dengan pola pengelolaan keuangan BLUD.
3. Persyaratan Administratif: ada 6 yang harus disajulan diantaranya (1) Menyusun
Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja layanan, keuangan, dan manfaat
bagi masyarakat, (2) Menyusun Rencana Strategi Bisnis (RSB), (3) Menyusun Pola Tata
Kelola, (4) Menyusun Sistem Pengendalian Manajemen, (5) Laporan Keuangan Pokok, (6)
Membuat surat siap diaudit.

3. Siapa saja yang akan menjadi tim penilai BLUD?


Jawab:
Ketika kita akan mengusulkan BLUD dan persayaratan sudah sidiapkan, maka persyaratan-
persyaratan tersebut akan di seleksi oleh Sekda, PPKD, Bappeda, Bawasda, Tenaga ahli dari
pihak luar, misalnya Dinas Kesehatan.

4. Permasalahan apa yang biasa dihadapi setelah menjadi BLUD?


Jawab:
Permasalahan yang biasa dihadapi setelah menjadi BLUD biasanya karena kurangnya
pemahaman pegawai tentang BLU/BLUD. Permasalahan lainya adalah keterbatasan jumlah dan
kompetensi pegawai bidang admin keuangan Puskesmas. Beberapa permasalahan diatas
haruslah dipecahkan ketika suatu institusi pemerintah atau unit kerja atau SKPD telah ditetapkan
menjadi BLU, maka dalam jangka waktu 6 bulan harus melengkapi regulasi.

5. Apakah pendapatan BLUD tidak lagi menjadi pendapatan daerah?


Jawab:
Pendapatan BLUD masuk dalam pendapatan daerah, akan tetapi menjadi uangnya BLUD. Dulu
menjadi pendapatan retribusi (masuk dalam pendapatan umum) di Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD), akan tetapi setelah menjadi BLUD, nantinya akan masuk menjadi pendapatan
lain-lain yang sah dari BLUD, rekeningnya berubah. Salah satu fleksibilitasnya adalah bisa
memanfaatkan Sisa Lebih Pembiyaan Anggaran (SiLPA) awal tahun.

6. Apakah BLUD juga harus memiliki rencana?


Jawab:
Iya, rencana BLUD masuk di dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA), dari sisi perencanaan tetap
harus punya rencana anggaran.

7. Dalam masa transisi Satuan Kerja Perangkat Daerah BLUD (SKPD-BLUD) penyusunan
rencana harus sinkron dengan Rencana Bisnis Anggaran (RBA), bagaimana jika ada
keperluan diluar rencana strategis?
Jawab:
Seharusnya di Rencana Strategi Bisnis (RSB) sudah ada beberapa pasal karet (pasal yang samar-
samar).

8. Apakah dalam hal belanja BLUD ambang batas berbentuk nominal?


Jawab:
Bukan nominal, tetapi presentase. Jika anggaran 10 Milyar, belanjanya boleh lebih dari itu, asal
pendapatannya juga lebih.

11. Memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) digunakan untuk mengukur kinerja
pelayanan, jika tidak ada, apa tolak ukurnya?
Jawab:
Standar Pelayanan Minimal (SPM) sangat berperan karena proses akan mencapai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) di Rencana Strategi Bisnis (RSB) harus muncul, nantinya di Rencana
Bisnis Anggaran (RBA) disiapkan anggaran.

12. Proses usulan apakah satu tahun?


Jawab:
Satu tahun sudah cukup, akan tetapi 2 tahun lebih baik untuk pembanding.

13. Kalau kita sudah membuat target selama 5 tahun, 2 tahun berturut-turut tidak tercapai,
atau 2 tahun ada penurunan, bagaimana?
Jawab:
Dalam BLUD, target 1 tahun akan langsung direview, kalau target tidak tercapai, target diturunkan
tapi harus memberi penjelasan.

14. Berapa jangka waktu Rencana Strategi Bisnis (RSB)?


Jawab:
Jangka waktu Rencana Strategi Bisnis (RSB) adalah 5 tahun. Sama seperti Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

15. Perencanaan BLUD adalah Rencana Strategi Bisnis (RSB), yang di daerah namanya
RPJM dimana RPJM perlu adanya review. Kalau BLUD bagaimana?
Jawab:
Setiap satu tahun harus ada review dalam BLUD dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimal
(SPM). Setelah akhir tahun anggaran selesai harapannya ada review tentang Rencana Strategi
Bisnis (RSB) karena bagaimanapun juga dari sisi target tertentu. Jika di tahun pertama ternyata
target bisa dipenuhi, maka ditahun kedua bisa dipercepat dan begitu pula sebaliknya maka perlu
direview.

16. Tujuan BLUD dalam rangka peningkatan, kalau di Puskesmas adalah capaian Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Bagaimana jika terjadi penurunan, karena terkadang capaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dilingkupi faktor yang luas?
Jawab:
Ketika target tidak tercapai, setelah review nanti akan diketahui penyebabnya dan kemudian ada
analisis sehingga harapannya tidak terulang di periode berikutnya.

17. Bicara tentang Rencana Bisnis Anggaran (RBA), jika dana adalah subsidi PEMDA,
apakah harus disusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) lagi atau sudah masuk dalam
Rencana Bisnis Anggaran (RBA)?
Jawab:
Ketika kita menyusun Rencana Bisnis Anggaran (RBA), seluruh kebutuhan biaya belanja,
pendapatan (hibah, kerjasama, jasa layanan) yang digunakan untuk peraturan dicatat termasuk
subsidi PEMDA yang berupa dana transfer. Belanja atau pertanggungjawabannya akan berbeda.
Untuk dana pendapatan, ada bendahara yang ditunjuk sendiri dan ada bank pengelola sendiri.
Berdasarkan pengalaman, masih membutuhkan adanya Rencana Kerja Anggaran (RKA), dana
bantuan pun masih butuh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Anda mungkin juga menyukai