Anda di halaman 1dari 101

Bab I

Pendahuluan

A. Pengertian Hukum Internasional


1. Pengertian klasik
Hukum internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan-hubungan internasional antar negara yang satu dengan negara yang
lain.
2. Pengertian modern
Dikembangkan dari pengertian klasik oleh Charles Hyde, yaitu kaidah-
kaidah yang mengatur:
a. hubungan internasional antar Negara
b. kaidah hukum yang menyangkut kualifikasi Negara
c. kaidah hukum yang menyangkut hubungan internasional yang
berkaitan dengan fungsi organisasi internasional dan lembaga-lembaga
internasional
d. kaidah hukum internasional yang mengatur hubungan Negara dengan
organisasi internasional.
e. Kaidah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antar
organisasi internasional
f. Kaidah hukum internasional yang mengatur hubungan individu dengan
Negara atau antara individu dengan organisasi internasional.

B. Hakekat Hukum Internasional


Tidak terlepas dari: John Austin, pendapatnya:
Untuk dapat dinamakan sesuati itu adalah hokum, maka harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. ada penguasa tertinggi yang berwenang menetapkan peraturan
2. ada sanksi
3. ada daya memaksa
Hukum internasional bukan hukum karena tidak memenuhi syarat sebagai
hukum, alasannya :

1
1. dalam hukum internasional tidak ada penguasa tertinggi yang bisa
menetapkan peraturan bagi seluruh bangsa
2. dalam hukum internasional tidak ada sanksi
3. dalam hukum internasional tidak ada daya memaksa
Kesimpulan: karena Hukum internasional tidak memenuhi syarat-syarat
sebagai hukum, maka hokum internasional bukanlah hukum, melainkan hanya
sebagai moral internasional

Pendapat umum mengenai hukum internasional mengatakan bahwa pendapat


Austin tidak dapat dipertahankan, alasannya karena:
1. bahwa dalam hukum internasional ada penguasa yang disetujui untuk
berwenang menetapkan peraturan bagi seluruh bangsa
contohnya : PBB
2. bahwa dalam kenyataannya ada sanksi bagi pelanggaran atas kaidah
hukum internasional
3. bahwa pada kenyataannya ada daya memaksa.

C. Daya Mengikat
1. Aliran hukum alam (Natural Law)
Pelopor: Thomas Aquinas
Menurut aliran tersebut hukum termasuk hukum internasional bersifa
universal dan abadi karena hukum termasuk hukum internasional berasal dari
Tuhan. Aliran ini sangat kuat pada abad pertengahan karena pada saat itu
pengaruh gereja sangat kuat pada kehidupan berbangsa dan bernegara
2. Aliran hukum positif
Menurut aliran ini hukum termasuk hukum internasional bukan berasal dari
Tuhan dan tidak bersifat universal dan abadi, melainkan hukum itu berasal
dari ratio atau alam pikiran manusia itu sendiri yang berlaku sesuai tempat dan
waktu tertentu

Penganut aliran hukum positif adalah :

2
a. G. Jellinek
Daya mengikat hukum internasional muncul karena Negara itu sendiri atau
karena masyarakat internasional itu sendiri yang menghendaki untuk
mengikatkan diri kepada kaidah hukum internasional.
b. Hans Kelsen
Menurutnya hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian
dari hukum yang bersifat umum yang mengikat seluruh masyarakat hukum
internasional, oleh karena itu ketaatan masyarakat kepada hukum nasional
sama dengan ketaatan masyarakat kepada hukum internasional.
c. Zorn, Triepel dan Anzilotti
Dikenal dengan nama Teori persetujuan Bersama/Common Consent
Theory. Menurutnya, daya mengikat kepada hukum internasional
berdasarkan kehendak dan persetujuan bersama dari negara-negara atau
masyarakat internasional.
3. Aliran Perancis
Pengikut aliran ini adalah: Fouchille soeile dan Leon Diguit.
Menurut aliran ini masyarakat internasional merasa terikat kepada hukum
internasional karena masyarakat internasional tersebut saling membutuhkan
satu sama lain.

D. Sumber Hukum dalam Hukum Internasional


Menurut Hukum internasional terdpat 2 kelompok sumber hukum:
1. Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional
Merupakan lampiran dari program PBB, dimana dalam pasal 38 ada sumber
hukum internasional, yaitu:
a. Perjanjian Internasional
b. Kebiasaan internasional yang sudah diakui sebagai hukum.
Contoh : ekstradisi, hak lintas damai kapal-kapal asing
c. Azas-azas hukum umum yang diakui bangsa-bangsa beradab :
Contoh :
1. pacta sunt servanda (pasal 1338 BW)
Negara-negara harus menghormati perjanjian yang sudah mereka adakan
sendiri
2. good faith (asas kejujuran)

3
d. Putusan pengadilan internasional & ajaran para sarjana/doktrin sebagai sumber
hukum tambahan
Contoh :
Putusan Mahkamah Internasional tahun 1951 yaitu Anglo-Norwegian
Fisheriss Case. Putusan dari Mahkamah Internasional adalah bahwa suatu
negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus (straight base line)

2. Doktrin
Yang termasuk sumber hukum menurut doktrin adalah:
a. kebiasaan internasional
b. perjanjian internasional
c. putusan pengadilan internasional
d. ajaran para sarjana
e. putusan/resolusi organisasi internasional

Berdasarkan sumber hukum tersebut terdapat permasalahan, sebagai berikut:


1. Mengapa pasal 38 Statuta mahkamah internasional tidak mencantumkan
resolusi organisasi internasional?
Jawab : karena pada saat berdirinya mahkamah internasional (1921) masih
berkaitan dengan LBB, dan saat itu oraganisasi internasional masih
sedikit dan belum berkembang
2. Mengapa dalam sumber hukum menurut doctrine tidak mencantumkan asas-
asas hukum umum?
Jawab : karena menurut para sarjana, asas-asa hukum internasional yang
dicantumkan dalam pasal 38 statuta mahkamah bersifat abstrak dan
sukar diukur
3. Apakah urutan sumber hukum menurut pasal 38 statuta mahkamah
internasional bersifat hierarki?
Jawab : Ya, karena ada 2 kelompok dalam sumber hukum tersebut, yaitu :
1. Sumber hukum utama (a,b,c)
2. Sumber hukum tambahan (d)

4
Sehingga Mahkamah Internasional dalam memutuskan suatu perkara
akan menggunakan sumber hukum a,b,c, dahulu dan d sebagai
simber hukum sekunder atau tambahan.
4. Apakah dapat menggunakan sumber hukum lain selain pasal 38 statuta
mahkamah internasional?
Jawab : sesuai perkembangan masyarakat dan hukum internasional, maka
mahkamah internasional bisa saja menggunakan sumber hukum lain
sesuai kasus yang dihadapi

E. Perwujudan Hukum Internasional


Hukum internasional dalam perwujudannya dapat berupa:
1. Kaidah-kaidah hukum internasional yang bersifat umum
Contoh :
Kaidah hukum internasinal mengenai penyelesaian sengketa
Kaidah hukum internasional mengenai wilayah negara
Kaidah hukum internasional mengenai pengakuan
Kaidah hukum internasional mengenai suksesi negara
2. Hukum internasional dalam perwujudannya dapat berupa kaidah yang bersifat
khusus:
a. kaidah khusus-regional
contoh : hukum internasional khusus amerika latin
b. kaidah khusus yang mengatur bidang-bidang tertentu
contoh : kaidah tentang hak-hak wanita, perlindungan anak, HAM

Demikianlah perwujudan Hukum Internasional.

5
Bab II
Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional

A. Zaman Kuno
1. Yunani Kuno
Hukum internasional terpengaruh hukum alam, oleh karena itu hukum
internasional bersifat universal dan abadi karena hukum tersebut dianggap berasal
dari Tuhan.
2. Romawi Kuno
Terdapat kaidah-kaidah hukum internasional yang dikenal dengan Ius
Gentium yaitu kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara bangsa
Romawi dengan bangsa-bangsa lainnya, mengatur cara-cara memperoleh wilayah
Negara, dan mengatur hal-hal yang menyebabkan kehilangan wilayah Negara.
3. Byzantium
Telah ada kaidah-kaidah hukum internasional yang mengatur bidang
diplomatik dan konsuler.

B. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, hukum internasional tidak dapat berkembang karena
masyarakat pada saat itu berada di bawah kekaisaran Romawi sehingga masyarakat
tidak dapat mandiri, ditambah pula kekuasaan gereja yang amat kuat yang mengikat
sehingga abad ini disebut juga abad kegelapan (Dark Ages).

C. Zaman Perkembangan
Pada zaman ini ditandai dengan adanya perjanjian West Phalia tahun 1648.
perjanjian West Phalia adalah perjanjian yang mengakhiri perang 30 tahun di eropa.
Perjanjian ini memiliki makna penting, yaitu bahwa perjanjian ini dianggap
telah meletakkan dasar-dasar hukum internasional modern, karena di dalamnya
memuat dasar-dasar kedaulatan Negara, kebangsaan, dan persamaan derajat sehingga
hukum internasional berkembang.

6
D. Zaman Pemantapan
Pada zaman ini hukum internasional mengalami pemantapan dan konsolidasi
yang ditandai dengan adanya peningkatan hubungan-hubungan hukum internasional,
antara lain :
1. Berdirinya LBB berdiri setelah Perang Dunia I tahun 1919
2. berdirinya Mahkamah Internasional (1921)
3. konferensi Den Haag (1930) yang memuat masalah :
- kewarganegaraan
- pertanggung jawaban negara
- perjanjian internasional
4. Berkembangnya pendapat para sarjana
5. Berkembangnya lembaga-lembaga internasional, seperti ILC (Internasional
Law Commision)

E. Setelah Perang Dunia II


Perkembangan Hukum Internasional setelah PD II dipengaruhi oleh :
1. Timbulnya Negara-negara yang baru merdeka, sehingga perkembangan
hukum internasional yang semula hanya berpusat di Eropa meluas ke Asia dan
Afrika
2. Timbulnya hubungan ekonomi internasional yang menuntut diciptakannya
kaidah-kaidah internasional dibidang ekonomi
3. berkembangnya IPTEK sehingga menuntut adanya kaidah-kaidah Hukum
Internasional dibidang IPTEK
4. Berdirinya PBB tahun 1945 maka mendorong bertambah banyaknya
organisasi-organisasi internasional yang memerlukan kaidah hukum
internasional dibidang hubungan internasional dan organisasi internasional.
5. Dengan bertambahnya kesadaran masyarakat dunia tentang hak azasi sehingga
menuntut adanya kaidah-kaidah Hukum Intenasional tentang HAM
internasional.
6. Bertambahnya penduduk dunia sehingga menuntut adanya kaidah-kaidah
Hukum Internasional dibidang kependudukan dan lingkungan hidup.

7
Bab III
Subyek Hukum dalam Hukum Internasional

A. Pengertian
Subyek hukum : pembawa hak & kewajiban
Subyek hukum Internasional : pembawa hak & kewajiban dalam
hubungan-hubungan internasional

B. Subyek Hukum dalam Hukum Internasional


1. Negara
Merupakan subjek hukum internasional yang itama dan unsusr-unsur negara
dapat diketahui berdasarkan konvensi Montevidio tahun 1933
2. Organisasi Internasional
Contoh :PBB, ASEAN
3. Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC)
dirikan di Swiss dan meupakan organisasi internasional privat.
4. Tahta Suci/Vatikan
Menjadi subjek hukum internasional dilatarbelakangi oleh sejarah.
Merupakan pusat kegiatan keagamaan Roma di Vatikan Suci berdasarkan Traktat
Lanteran tahun 1929. Traktat Lanteran merupakan perjanjian perang dimana Italia
memberikan sebidang tanah kepada pendiri agama Roma di Vatikan.
5. Organisasi Pembebasan (Liberation of Organisation)
Memiliki ciri-ciri:
1. harus berupa organisasi bersenjata
2. harus terorganisasi dengan teratur
3. mempunyai pimpinan yang jelas
4. mempunyai tanda pengenal sebagai identitas jelas
5. sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif (sudah dikuasai sepenuhnya)
6. mendapat dukungan rakyat dari wilayah yang diskuasainya tersebut
6. Individu

8
Merupakan subjek hukum internasional dalam batas-batas tertentu, maksudnya
adalah individu dapat menjadi subjek hukum internasional dengan syarat apabila
permasalahan individu tersebut berkaitan dengan kaidah hukum internasional.
Contoh :
Diadilinya tokoh-tokoh Nazi di pengadilan militer internasional atas tuntutan war
crime, yaitu kejahatan perang yang telah melanggar kaidah Hukum Internasional.
7. Transnasional Corporation (TNC) atau Multinasional Corporation (MnC) dalam
batas-batas tertentu, yaitu bila perusahaan-perusahaan yang mengadakan kegiatan-
kegiatan di luar tempat induknya.
TNC/MnC adalah subjek hukum internasional uang berkaitan dengan kaidah
hukum internasional dalam hal ini adalah penanaman modal asing.
Contoh : Toyota, Mercedes-Benz,

9
Bab IV
Hubungan Hukum Nasional
dengan Hukum Internasional

A. Aliran-Aliran
1.) Aliran Monoisme (Hans Kelsen dan Schelle)
= hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari hukum yang
bersifat umum yang mengikat seluruh masyarakat hukum internasional.
Kemudian muncul masalah manakah yang lebih tinggi kedudukannya, maka
muncul teori:
1. Teori Primat Hukum Internasional
Oleh Hans Kelsen dan Kunz
=dalam hubungan hukum internasional dengan hukum nasional maka Hukum
Internasional mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, karena Hukum
Internasional merupakan sumber dari Hukum Nasional.
Contoh kasus :
The Paquette Habana and The Lola case
The Paquette Habana dan The Lola adalah kapal berbendera Spanyol.
Keduanya ditangkap oleh Amerika dan diadili di pengadilan distrik Florida,
karena telah meletus perang Amerika-Spanyol, padahal saat itu mereka tidak
tahu ada perang. Mereka ditangkap sebagai tangkapan perang (Prize of War)
th.1898 kemudian diadili dan dirampas sebagai milik Negara. Namun
kemudian pemerintah pusat Amerika membatalkan putusan pengadilan Florida
dan mengecualikan kapal tersebut sebagai tangkapan perang sesuai kaidah
Hukum Internasional, serta menyuruh Florida untuk mengembalikan hasil
penjualan atas rampasan dari kapal tersebut dan mengganti rugi. Jadi Amerika
menganut Primat Hukum Internasional
2. Teori Primat Hukum Nasional
Dipelopori oleh Mark Wenzel
= dalam hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional maka
Hukum Nasional memiliki kedudukan lebih tinggi, karena Hukum
Internasional tidak lain adalah hukum nasional untuk urusan-urusan luar negri.

10
Contoh kasus :
Mortensen Case
Mortensen adalah warga Negara Denmark berdomisili di Inggris. Dia pemilik
kapal berbendera Norwegia. Dia dianggap telah melkukak pelanggaran atas
UU perikanan Inggris karena dia dianggap telah menggunakan kapal ikan jenis
Trawl (pukat harimau) jadi dia ditangkap dan diadili di Inggris. Di membantah
dengan mengatakan bahwa larangan atas kapal Trawl hanya berlaku bagi
warga Negara Inggris (karena Mortensen adalah warga Negara Denmark). Dia
juga mengatakan bahwa ia meangkap ikan di luar perairan Inggris. Namun
menurut Mahkamah Agung Inggris, Hukum Nasional harus ditaati dan
didahulukan meski ada kaidah-kaidah Hukum Internasional, jadi Mortensen
tetap dinyatakan bersalah. Dalam hal ini Inggris menganut Primat Hukum
Nasional.
2.) Aliran Dualisme
Dipelopori oleh Triepel dan Anzilotti
Menurut aliran ini hukum intenasional dan hukum nasional merupakan 2 sistem
hukum yang berbeda. Perbedaannya adalah:
1. Hukum Nasional bersumber pada kehendak Negara, sedangkan Hukum
Internasional bersumber pada kesepakatan masyarakat internasional.
2. Hukum Nasional ruang lingkupnya terbatas pada ruang wilayah Negara,
sedangkan Hukum Internasional ruang lingkupnya meliputi hubungan
internasional antar Negara
3.) Aliran Kompromi
Dipelopori oleh Connel
Menurut aliran ini, hukum internasional dan hukum nasional tidak perlu di
pertentangkan yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu muncul teori yang
berkaitan yaitu:
1. Teori Transformasi
= Hukum Internasional dapat berlaku dan dihormati sebagai Hukum Nasional
melalui transformasi
a. Transformasi formal
= Hukum Internasional ditransformasikan ke dalam Hukum Nasional
mengikuti bentuk yang disesuaikan dengan UU Nasional.
Contoh :

11
Konvensi Hukum Laut PBB th. 1982 ditransformasikan menjadi Hukum
NAsional sesuai dengan perundang-undangan Indonesia menjadi UU
No.17 th. 1985
b. Transformasi substansial
= Hukum Internasional ditransformasikan ke dalam Hukum Nasional
ditinjau dari segi materinya dengan menyesuaikan dengan kondisi dan
budaya nasional
Contoh :
HAM Internasional ditransformasikan ke dalam Hukum Nasional sesuai
dengan kondisi dan budaya nasional
2. Teori Delegasi
= transformasi Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional diserahkan
kepada Negara yang bersangkutan.
Contoh :
Masalah kewarganegaraan diserahkan pada masing-masing Negara untuk
mengaturnya sesuai kedaulatan Negara masing-masing.
Ius sanguinis berdasarkan tempat lahir
Ius Soli berdasarkan keturunan
3. Teori Harmonisasi
= Hukum Internasional maupun Hukum Nasional harus diartikan sedemikian
rupa sehingga keduanya harus terdapat keharmonisan, artinya Hukum
Internasional dan Hukum Nasional harus saling mengisi/melengkapi dan
menghormati.

B. Permasalahan Hubungan Hukum Internasional-Hukum Nasional


1.) Dapatkah kaidah Hukum Internasional masuk dan menjelma menjadi kaidah
Hukum internasional?
Jawab :
Dapat, caranya :
a. Melalui kebiasaan internasional yang sudah diakui menjadi hukum.
Contoh :
- Innocent Passage (Hak lintas damai)

12
= Hak bagi kapal-kapal asing untuk berlayar secara damai melewati laut
territorial suatu negara dari satu bagian laut bebas ke bagian laut bebas
lainnya.
- Ekstradisi
= Suatu permintaan dari suatu Negara kepada Negara lain untuk meminta
seseorang yang melakukan tindak pidana di Negara peminta yang
melarikan diri ke Negara yang diminta.
b. Melalui putusan pengadilan internasional
Contoh :
Dari putusan Mahkamah Internasional atas kasus Anglo-Norwegian
Fisheries (1951), lahirlah aturan penarikan garis pangkal lurus (Straight Base
Line), yaitu cara penarikan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik
terluar dari pulau-pulau terluar suatu Negara.
Aturan ini kemudian dianut sebagai Hukum NAsional berbagai Negara.
c. Melalui ajaran/pendapat para sarjana (Doctrine)
Contoh :
Seorang sarjana Belanda yang bernama Gratius menulis buku De jure Belli
Acpacis (Buku Perang dan Damai) yang melahirkan konvensi-
konvensi/perjanjian internasional tentang perang yang kemudian diadopsi
menjadi Hukum Nasional berbagai negara.
2.) Dapatkah kaidah Hukum Nasional menjelma menjadi kaidah Hukum
Internasional?
Jawab :
Dapat, caranya :
a. Melalui pengakuan internasional atas kaidah Hukum Nasional tersebut.
Artinya: kaidah hukum nasional mendapat pengakuan dari dunia internasional.
Contoh :
Deklarasi Juanda th.1957 (tentang konsepsi Negara kepulauan) diakui menjadi
Konvensi Hukum Laut PBB th.1982
b. Melalui putusan pengadilan
Contoh :
Th. 1957 Indonesia melakukan nasionalisasi (pengambilan aset-aset Belanda
di Indonesia) setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Padahal
menurut Hukum Internasional nasionalisasi harus dengan syarat-syarat

13
tertentu, yaitu harus mengganti rugi, ganti rugi tersebut harus dibayarkan
segera, dang anti rugi itu harus adil. MAka Indonesia digugat oleh Belanda di
pengadilan internasional di Bremen, Jerman. Namun Indonesia
mengemukakan dalil bahwa mereka tidak bisa mengganti rugi karena baru
mereka setelah dijajah Belanda. Ternyata pengadilan memenangkan Indonesia
(Indonesia tidak harus membayar ganti rugi), sehingga kemudian dalil
Indonesia tersebut digunakan sebagai dasar hukum oleh Negara-negara lain.

14
Bab V
Wilayah Negara

A. Pengertian
Wilayah Negara adalah ruang/tempat dimana warga Negara/penduduk Negara
menjalankan aktivitasnya.
Warga Negara adalah orang-orang yang berdasarkan UU kewarganegaraan
ditetapkan sebagai warga Negara yang bersangkutan
Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal di suatu Negara secara menetap

B. Unsur-unsur Negara
1. Ada wilayah Negara yang tetap
2. Ada rakyat/penduduk yang tetap
3. Ada pemerintah yang berdaulat
4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan internasional

C. Bagian-bagian Wilayah Negara


1. Wilayah Daratan
= daerah tempat pemukiman warga Negara dan penduduk sebagai tempat
menjalankan aktivitasnya
Wilayah daratan terdiri dari :
a. Tanah
b. Kekayaan alam
2. Wilayah Perairan
= Wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan Negara, yang meliputi
permukaan laut, dasar laut, tanah di bawah laut, dan udara di atasanya
Wilayah perairan terdiri dari :
a. perairan kepulauan
b. perairan territorial
3. Wilayah Udara
= Wilayah/ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan dalam kedaulatan
Negara.

15
D. Cara-cara Memperoleh Wilayah Negara
1) Prescription
= cara memperoleh wilayah Negara dengan cara menduduki wilayah Negara lain.
Syarat Prescription :
1. Continuous Possesion/Occupation
Negara tersebut harus menguasai dan menduduki dalam jangka waktu yang
cukup lama.
2. Effective Control and Peaceful Character
Negara tersebut telah melakukan pengawasan yang efektif dan bersifat damai
2) Accretion
= cara memperoleh wilayah Negara karena proses alam
3) Cession
= cara memperoleh wilayah Negara melalui perjanjian yang isinya untuk
menyerahkan bagian wilayah negaranya kepada Negara lain
Contoh :
Singapura, Malaysia, dan Brunei memperoleh wilayah negaranya melalui
perjanjian dengan Inggris (dulu mereka jajahan Inggris)
4) Conquest
= cara memperoleh wilayah Negara melalui penaklukan saat perang
Contoh :
Jepang menyerbu Indonesia saat Perang Dunia II menaklukan Belanda.
5) Anexation
= cara memperoleh wilayah Negara dengan mencaplok wilayah Negara lain
Contoh :
Jepang dulu pernah mencaplok wilayah Korea
6) Integration
= penggabungan suatu wilayah ke wilayah Negara lain karena ditelantarkan
Contoh :
Timor-Timur dulu berintegrasi ke Indonesia
7) Revolution
= cara memperoleh wilayah Negara dengan pemerintah yang berkuasa ataupun
penjajah
Contoh :

16
Indonesia merdeka karena revolusi atas penjajah
8) Treaty
= cara memperoleh wilayah Negara melalui perjanjian internasional
Contoh :
Perjanjian Versailles th.1919 yang menata kembali wilayah Eropa

17
Bab VI
Yurisdiksi Negara
(State Responsibility)

A. Pengertian
Yurisdiksi negara adalah hak dan kewenangan Negara untuk menetapkan
peraturan-peraturan hukum dan menegakkan hukum tersebut terhadap masalah-
masalah yang tidak semata-mata mengenai masalah-masalah yang mengandung aspek
internasional.

B. Jenis-jenis Yurisdiksi
1.) Yurisdiksi Negara Untuk Mengatur
1. Yurisdiksi Legislatif
= hak dan kewenangan Negara untuk menetapkan peraturan-peraturan Hukum
Nasional berdasarkan kaidah-kaidah Hukum Internasional
Contoh :
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) didasarkan pada kaidah Hukum Internasional
yang kemudian diatur dalam UU No.5 th.1983
2. Yurisdiksi Eksekutif
= hak dan kewenangan Negara untuk melaksanakan peraturan-peraturan
Hukum Nasional terhadap permasalahan yang mengandung aspek nasional
Contoh :
Indonesia berhak melakukan tindakan hukum terhadap kapal asing yang
melanggar ketentuan perairan Indonesia (Kaidah-kaidah Hukum Internasional
tentang hal tersebut menjadi UU No.6 th.1996 tentang perairan Indonesia)
3. Yurisdiksi Yudikatif
= hak dan kewenangan Negara untuk mengadili dan menghukum pelanggaran
atas Hukum NAsional dengan memperhatikan kaidah Hukum Internasional
Contoh :
Kapal asing yang melanggar ketentuan ZEE (UU No.5 th.1983) dapat dibawa
ke pengadilan Indonesia dengan memperhatikan kaidah Hukum Internasional

18
2.) Yurisdiksi Negara Atas Objek yang Diatur
1. Yurisdiksi Personal
= hak dan kewenangan Negara terhadap subyek hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan nasional maupun kaidah-kaidah Hukum Internasional
Contoh :
Kewenangan Negara terhadap orang asing
2. Yurisdiksi Kebendaan
= hak dan kewenangan Negara untuk mengatur tentang hukum atas benda-
benda tertentu yang berada di wilayah Negara berdasarkan Hukum Nasional
dan Hukum Internasional
Contoh :
Status kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia
3. Yurisdiksi Kriminal
= hak dan kewenangan Negara atas tindak pidana yang terjadi di wilayah
Negara tersebut maupun di luar wilayah Negara berdasarkan Hukum Nasional
dan Hukum Internasional.
Contoh : Ekstradisi

3.) Yurisdiksi Negara tentang tempat terjadinya peristiwa hukum


1. Yurisdiksi Teritorial
= hak dan kewenangan Negara atas suatu peristiwa hukum yang terjadi di
wilayah negara yang bersangkutan
Contoh :
Indonesia berhak mengadili tindak pidana yang terjadi di wilayah negaranya
2. Yurisdiksi Ekstrateritorial
= yaitu hak dan kewenangan negara atas wilayah yang berada di luar
wilayahnya sendiri akan tetapi menurut hukum internasional negara yang
bersangkutan mempunyai yurisdiksi atas wilayah tersebut. Seolah-olah
wilayah negara yang berada di luar wilayah negara itu merupakan
kepanjangan dari wilayah kedaulatan wilayah negara itu.
Contoh:
Kedubes USA di Indonesia merupakan wilayah negara USA.

19
3. Yurisdiksi Universal
= hak dan kewenangan Negara atas tindak pidana atau kejahatan universal
(international crime) yang terjadi di luar maupun di dalam wilayah kedaulatan
Negara.
International Crime :
Piracy, perdagangan budak, war crime, pelanggaran HAM berat, Narkotika,
Terrorism, Counterfeit (pemalsuan uang).
Contoh :
Kapal berbendera asing yang tertangkap sedang melakukan piracy
(perompakan) di laut Indonesia dapat diadili oleh Indonesia.
4.) Yurisdiksi Eksklusif
= hak dan kewenangan Negara atas hal-hal tertentu yang terjadi di luar wilayah
Negara tapi masih berada dalam wilayah yurisdiksi Negara.
Contoh :
Eksploitasi oleh kapal asing di wilayah ZEE Indonesia dapat diadili oleh
Indonesia.

C. Prinsip dalam Yurisdiksi Negara


1.) Prinsip Territorial Subyektif
= Yurisdiksi Negara atas perbuatan yang dilakukan seseorang di wilayah negara
tersebut tetapi berakhir/menimbulkan akibat hukum di negara lain.
Contoh :
Seseorang membuat uang palsu di Indonesia tapi disebarkan di Thailand,
Indonesia bisa meminta orang tersebut diekstradisi.
2.) Prinsip Territorial Obyektif
= Yurisdiksi negara atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh negara lain tapi
menimbulkan akibat hukum di negaranya.
Contoh :
Lotus Case (Kasus kapal Lotus)
Lotus adalah kapal Perancis. Karena kelalaian petugas, kapal tersebut menabrak
kapal Turkidi laut bebas. Akibat tabrakan tersebut, kapal Turki tenggelam & awak
kapalnya tewas. Penguasa Turki mengadili petugas kapal Lotus dengan
mengatakan bahwa Turki punya Yurisdiksi atas kasus tersebut karena perbuatan
kapal Lotus berakibat terhadap negara Turki. (menurut Hukum Internasional,

20
kapal merupakan Floating Souvereignity yaitu kapal merupakan bagian dari
wilayah negara).
3.) Prinsip Kewarganegaraan Aktif
= Yurisdiksi negara atas warga negaranya yang melakukan pelanggaran hukum di
wilayah negaranya sendiri atau di negara lain.
4.) Prinsip Kewarganegaraan Pasif
= Yurisdiksi negara atas orang yang melakukan pelanggaran hukum di wilayah
negara lain tapi menimbulkan akibat yang menimpa warga negara nya.
Contoh :
Cutting Case
Cutting adalah seorang warga negara Amerika yang menulis artikel di Texas yang
berisi penghinaan atas warga negara Mexico. Suatu saat, Cutting pergi ke Mexico
dan ia ditangkap &diadili, kemudian di hukum karena perbuatan penghinaan.
5.) Prinsip Proteksi (Protective Principle)
= Suatu negara memiliki yurisdiksi atas tindak pidana yang dilakukan di luar negri
yaitu perbuatan yang mengganggu keamanan, integritas, dan kepentingan
ekonomi negara tersebut.
6.) Prinsip Universal
= suatu negara mempunyai yurisdiksi terhadap tindak pidana yang melanggar
kepentingan masyarakat internasional (international crime/ius gentium) yang
terjadi di luar wilayah kedaulatan negara.

21
Bab VII
Pengakuan

A. Pengertian
Pengakuan adalah sikap/pernyataan dari suatu negara untuk mengakui/menolak
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu negara dalam hubungan internasional.

B. Sifat
Suatu pengakuan hakikatnya lebih bersifat politis daripada yuridis, karena :
1. masalah pengakuan menyangkut keputusan & penilaian suatu negara atas
peristiwa yang terjadi di negara lain
2. tidak ada kewajiban hukum bagi suatu negara untuk mengakui suatu peristiwa
yang terjadi di negara lain
3. namun demikian dari segi akibat, pengakuan itu termasuk perbuatan hukum
karena menimbulkan akubat hukum dalam hubungan-hubungan internasional.
Hal ini disebabkan karena hukum pengakuan itu menimbulkan hak dan
kewajiban dalam hubungan internasonal seperti mengadakan perjanjian
internasional.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pengakuan


1. Kadar/mutu/kualitas dari peristiwa tersebut
2. maksud dan tujuan peristiwa tersebut
3. hubungan hukum antara negara yang memberi pengakuan dengan negara tempat
peristiwa itu terjadi
4. pengaruh terhadap penerapan hukum internasional

D. Jenis-jenis Pengakuan
1) Pengakuan de Facto (bersifat sementara = dapat dicabut kembali)
= pengakuan yang didasarkan pada fakta/kenyataannya bahwa negara yang diakui
tersebut memang ada tanpa mempersoalkan keabsahan yuridisnya.

22
2) Pengakuan de Jure (bersifat tetap)
Apabila pihak yang telah daikui secara de Facto semakin efektif
keberadaannya maka pengakuan dapat ditingkatkan menjadi pengakuan de
Jure.
Syarat-syarat untuk dapat diakui dengan pengakuan de Jure:
1) telah menguasai secara efektif bagian-bagian wilayah negara yang telah
diduduki
2) adanya dukungan rakyat yang ada di bawah kekuasaan
3) adanya kesediaan dari pihak yang diakui untuk menaati kaidah-kaidah
hukum internasional
Dengan adanya pengakuan de Jure, negara tersebut diterima eksistensinya
dalam hubungan-hubungan internasional.

E. Teori Pengakuan
1) Teori Konstitutif
= pengakuan merupakan syarat eksistensi dari negara yang diakui. Jadi tanpa
pengakuan, negara tersebut tidak ada eksistensinya.
2) Teori Deklaratoir
= pengakuan hanya sekedar pernyataan dari pihak yang mengakui atas kenyataan
eksistensi dari pihak yang diakui

F. Cara Memberi Pengakuan


1) Pengakuan secara tegas (Expressed Recognition)
= pengakuan yang dilakukan secara tegar, yaiutu dilakukan dengan pengiriman
nota diplomatic secara resmi yang berisi pernyataan resmi dari negara yang
memberi pengakuan eksistensi negara yang diakui dalam hubungan internasional
2) Pengakuan secara diam-diam (Implied Recognition)
= pengakuan yang dilakukan secara diam-diam, yaitu dengan melakukan
hubungan-hubungan diplomatik.
Conth: kunjungan kepala negara dari negara yang mengakui ke negara yang
diakui.

23
G. Bentuk-bentuk Pengakuan
1) Pengakuan terhadap negara baru
Pengakuan terhadap wilayah jajahan menjadi negara baru yang merdeka.
2) Pengakuan terhadap pemerintahan baru
1. Doktrin Tobar (Menlu Ekuador)
= Merupakan suatu prinsip bahwa berusaha untuk tidak mengakui suatu
pemerintahan baru apabila pembentukannya didasari kudeta
militer/pemberontakannya. Untuk diakui pemerintah baru tersebut, maka harus
disahkan dulu secara konstutional, oleh karena itu doktrin ini disebut juga
legitimasi konstutional.
2. Doktrin Wilson (Presiden AS 1913)
= tidak mengakui pemerintah baru yang ditimbulkan dari kekerasan di 5
negara di Amerika, yaitu Costarica, Nikaragua, Guatemala, Honduras, dan El
Salvador.
3. Doktrin Stimson (Menlu AS)
= menolak pemerintah baru yang lahir akibat kekerasan maka tahun 1932,
Stimson mengirim nota diplomatic kepada Jepang yang menolak pemerintahan
negara Manchukuo yang dibentuk oleh Jepang di wilayah Cina.
4. Doktrin Estrada (Menlu Mexico 1930)
= Penolakan terhadap pengakuan pemerintah baru adalah cara yang tidak
etis/tidak pantas karena bertentangan dengan kedaulatan negara dan
mencampuri urusan dalam negri negara lain.
3) Pengakuan terhadap Organisasi Pembebasan (Liberation Organization)
Organisasi tersebut harus memenuhi syarat Belligerency, yaitu:
- sudah terorganisasi secara teratur
- merupakan organisasi bersenjata
- menggunakan tanda pengenal yang jelas
- telah menguasai bagian negara secara efektif
- adanya dukungan rakyat di eilayah yang dikuasainya itu
- adanya pimpinan yang jelas
Kalau tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka dinamakan insurgency
4) Pengakuan terhadap bangsa

24
Contoh : Bangsa Tibet
5) Pengakuan terhadap hak territorial baru suatu negara
Contoh: negara yang menang perang dapat wilayah territorial.

25
Bab VIII
Pertanggung-jawaban Negara

A. Pengertian
Pertanggung-jawaban negara adalah kewajiban negara untuk memberi
pertanggung-jawaban negara terhadap suatu hal yang terjadi & kewajiban untuk
memberi pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkan.

B. Hakekat
Pada hakekatnya pertanggung jawaban negara timbul saat suatu negara
menimbulkan kerugian kepada negara lain atau warga negara laian. Namun demikian,
hakikat tersebut dibatasi, bahwa pertanggung jawaban negara tersebut muncul apabila
sesuai dengan kaidah Hukum Internasional.
Contoh: sebagai suatu negara yang berdaulat, suatu negara berhak untuk menolak/
memberi izin masuknya warga negara asing ke wilayah yang bersangkutan.

C. Wujud Pertanggung-jawaban Negara


1) Satisfaction
= pemulihan atas perbuatan yang melanggar kehormatan negara lain
Contoh : suatu negara menghina pemerintah negara lain
Cara melakukan satisfaction :
Melalui saluran diplomatik perundingan yang diwujudkan dengan permintaan
maaf secara resmi serta memberi jaminan bahwa perbuatan tersebut tidak akan
terulang lagi
2) Pecuniary Reparation
= pemulihan yang dilaksanakan bila pelanggaran itu menimbulkan kerugian
materil, dalam hal ini negara yang merugikan wajib mengganti rugi kepada negara
yang dirugikan

26
D. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional Dalam Hal
Pertanggung-jawaban Negara
Bila terjadi suatu peristiwa yang menurut Hukum Nasional tidak menimbulkan
pertanggung-jawaban negara tapi menurut Hukum Internasional menimbulkan
pertanggung-jawaban negara, maka tetap dianggap menimbulkan pertanggung-
jawaban negara, jadi primat Hukum Internasional yang berlaku.

E. Sumber Pertanggung-jawaban Negara


1) Perjanjian Internasional
Bila suatu negara merugikan negara lain yang sudah diperjanjikan maka
pertsnggungjawaban timbul berdasarkan apa yang sudah di perjanjikan.
2) Kontrak keperdataan
Dengan berlakunya pacta sunt servanda, maka bila suatu negara melakukan
wanprestasi terhadap suatu kontrak maka menimbulkan pertanggung-jawaban
negara.
Contoh :
Kasus Taraha Bodas
PLN dan Pertamina secara sepihak membatalkan kontrak perusahaan asing untuk
Proyek Tenaga Bumi, maka perusahaan tersebut menggugat Indonesia dan
menuntut pertanggung-jawaban negara.
3) Konsesi
= hak yang diberikan negara kepada pihak asing untuk mengelola kekayaan alam,
dan pihak asing tersebut harus memberi royalty kepada negara tersebut.
Contoh: pihak asing kelola sumber minyak danb harus membayar royalty pada
pemerintah.
Doktrin Calvo (Sarjana Argentina) :
Bahwa penerima konsesi harus melepas perlindungan dari pemerintah nya dalam
hal bila terjadi sengketa konsesi. Sengketa tersebut harus diajukan ke pengadilan
negara yang memberi konsesi dan harus tunduk kepada hukum negara yang
memberi konsesi.
4) Expropriation/Nasionalisasi
Expropriation adalah pengambil alihan kekayaan/asset pihak asing oleh negara
disebut juga sebagai tindakakan nasionalisasi.

27
Menurut hukum internasional tindakan nasionalisasi harus memenuhi syarat:
- pemerintah yang melakukan nasionalisasi harus memberikan ganti rugi
- pembayaran harus dilakukan segera
- ganti rugi harus seimbang dan adil.
5) Utang negara
1. Doktrin /Teori Lord Palmerston (1648)
= bahwa negara berhak ikut campur dalam membela dan melindungi warga
negara nya yang bertindak sebagai kreditur yang dirugikan negara lain sebagai
debitur. Dalam hal ini negara yang warga negaranya dirugikan berhak
melakukan campur tangan melalui saluran diplomatik, bahkan berhak
melakukan intervensi secara militer/kekerasan.
2. Doktrin/Teori Drago (Menlu Argentina th.1902)
= dalam hal negara sebagai debitur dan tidak memenuhi kewajibannya kepada
warga negara lain sebagai kreditur, maka negara yang warga negaranya
sebagai kreditur tidak berhak ikut campur secara militer/kekerasan
- teori ini sesuai dengan konferensi Den Haag 1907
3. Teori Umum
= berlaku sesuai hukum perjanjian internasional yaitu sengketa yang timbul
hendaknya diselesaikan sesuai hukum perjanjian antara mereka sendiri sesuai
asas pacta sun servada, yaitu negara hendaknya menghormati perjanjian yang
mereka adakan sendiri.
6) Kesalahan Internasional (International Deliquency)
= merupakan pertanggung-jawaban negara yang timbul karena pelanggaran yang
berkaitan dengan hak-hak/HAM warga negara asing.
Untuk dapat dikatakan terjadinya denial of justice maka warga negara asing itu
harus telah menggunakan semua upaya hukum yang tersedia di negara ynang
bersangkutan. (exhaustion od local remedies)
7) Tanggung-jawab Langsung (Strict Liability)
= apabila terjadi suatu peristiwa tertentu, maka pada saat itu juga, demi hukum, si
pelaku secara langsung bertanggung-jawab untuk mengganti kerugian kepada
pihak/negara lain yang dirugikan tanpa harus dibuktikan kesalahannya (sengaja
atau lalai tidak diperdulikan)
Pengecualian strict liability.
1. bila peristiwa tersebut terjadi di luar kemampuan manusia

28
2. bila peristiwa tersebut terjadi karena perang
3. bila peristiwa tersebut terjadi karena kesalahan pihak ketiga
4. bila peristiwa tersebut terjadi karena kesalahan dari pemerintahan negara itu
sendiri
Straight liability beda dengan liability by fault (Perbuatan melawan hukum)
karena dalam Liability by fault harus dibuktikan unsur perbuatan melawan
hukumnya berdasarkan pasal 1635 BW.

29
Bab IX
Suksesi Negara
(State Succession)

A. Pengertian
Suksesi negara adalah pemindahan hak & kewajiban negara yang telah
berubah/kehilangan identitasnya kepada negara lain/kesatuan lain yang terjadi karena
perubahan seluruh/sebagian wilayah negara baik secara kontutisional maupun non-
konstutisional.

B. Jenis
1) Suksesi Universal
= suksesi yang terjadi apabila suatu negara mengambil alih secara sempurna/bulat
kedudukan subjek hukum negara lain.
Contoh :
Anexasi suatu negara terhadap negara lain, misalnya saat PD II Jerman mancaplok
sebagian besar negara-negara Eropa (Belgia, Polandia, PErancis, Belanda)
2) Suksesi Partial
= Suksesi yang terjadi bila suatu negara memegang kedaulatan terhadap negara
yang dahulunya merupakan bagian dari wilayah negara lain.
Contoh :
Indonesia melakukan suksesi partial, yaitu mengambil wilayah Indonesia yang
dulu merupakan sebagian dari wilayah Belanda

C. Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan dalam suksesi negara yaitu sejauh mana hak & kewajiban
dari negara pendahulu (preceeding state) kepada negara pengganti (succeeding state).

30
D. Pendapat-pendapat
1) Dalam hal suksesi negara maka hak & kewajiban internasional beralih dari negara
pendahulu dengan sendirinya beralih kepada negara pengganti.
2) Dalam hal suksesi negara, tidak dengan sendirinya hak & kewajiban internasional
dari negara pendahulu beralih ke negara pengganti, oleh karena itu terserah
kepada pengganti, yang mana yang akan diambil alih, dan mana yang tidak
diambil alih dengan memperhatikan kaidah-kaidah Hukum Internasional.

E. Prinsip Umum (General Principle)


1. Prinsip penalaran (reasonable)
2. Prinsip/Asas kepatutan
3. Prinsip Kepentingan masyarakat internasional

F. Pedoman Penyelesaian Suksesi Berdasarkan Konvensi Internasional


Sampai sekarang belum ada pengaturan yang baku dan terperinci tentang
suksesi negara dalam Hukum Internasional. Oleh karena itu digunakan beberapa
pedoman :
1. Konvensi Wina th.1978 tentang Traktat (Asas Clean State)
2. Konvensi Wina th.1983 tentang Hak milik publik, arsip Negara, dan Utang
Negara.

G. Bagaimana pelaksanaan pedoman penyebaran masalah suksesi negara


1) Asas Clean State
Dalam hal suatu negara kehilangan kedaulatan atas seluruh/sebagian wilayah
negara & timbul negara baru sebagai penggantinya, maka prinsip yang berlaku
yaitu asas clean state.
Maksud dari asas Clean State ialah bahwa negara baru/negara pengganti tidak
wajib mempertahankan traktat/perjanjian internasional yang dibuat oleh negara
pendahulu.
Contoh :
Indonesia tidak wajib mempertahankan/mengambil alih perjanjian/traktat yang
dibuat oleh Belanda.
Pengecualian atas asas clean state :

31
1. Perjanjian internasional yang bersifat universal
Contoh :
Perjanjian internasional tentang pemberantasan narkotika, pemberantasan
penyakit menular, HAM, pos & telekomunikasi.
Semua perjanjian ini harus diambil alih oleh negara pengganti karena bersifat
universal.
2. Perjanjian internasional tentang batas-batas wilayah negara
Contoh :
Perjanjian Trikora (tentang batas wilayah RI bagian Irian Barat)
2) Hak Milik Publik (Public Property)
Seluruh Hak Milik Publik (jembatan, jalan, pelabuhan,dll), baik benda-benda
bergerak maupun benda tidak bergerak yang ada di wilayah negara pengganti pada
prinsipnya beralih dari negara terdahulu kepada negara pengganti tanpa
kompensasi.
Contoh :
Pelabuhan-pelabuhan, jalan raya Anyer-Panarukan, jembatan-jembatan, dsb, yang
dibangun Belanda di wilayah Indonesia saat menjajah merupakan hak milik publik
yang beralih dari Belanda ke Indonesia saat Indonesia merdeka tanpa kompensasi.
3) Arsip Negara
Ada beberapa arsip-arsip negara pendahulu juga beralih ke negara pengganti tanpa
kompensasi.
Arsip-arsip tersebut termasuk :
- arsip tentang administrasi pemerintah
- arsip kuno & peninggalan sejarah
- arsip tentang benda-benda purbakala
- arsip tentang wilayah negara
4) Hutang Negara
Utang negara yang dianggap berhubungan langsung dan dianggap bermanfaat
bagi negara/kepentingan umum beralih dari negara pendahulu kepada negara
pengganti dengan perjanjian bersama.
Asas Taking the Burden and the Benefit :
Artinya jangan hanya mengambil keuntungannya saja atas berbagai pembangunan
itu, tapi juga harus menanggung bebannya.

32
Jadi, negara pengganti harus mengganti utang negara pendahulu bila dananya
digunakan untuk kepentingan umum dan sudah menjadi asset negara pengganti.
H. Praktek-praktek Negara
Berbagai praktek-praktek negara dalam menyuksesi negara, antara lain :
1. ada praktek negara yang dalam menyelesaikan suksesi negara pada
umumnya terdapat kecenderungan untuk menyelesaikan berdasarkan
prinsip-prinsip umum yaitu berdasarkan penalaran, kepatutan, &
kesepakatan bersama
2. Ada praktek suatu negara yang timbul akibat revolusi/dekolonisasi yang
pada prinsipnya menggunakan asas clean state.
3. Ada juga praktek negara yang timbul sebagai pengganti dari negara
terdahulu biasanya menentukan sikap dengan membuat pernyataan yang
berisi hal-hal mana saja yang akan diambil alih, dan hal-hal mana saja yang
tidak diambil alih

I. Suksesi Pemerintah
Bersifat intern tidak mengubah identitas negara
Perbedaan suksesi negara dengan suksesi pemerintah :
1. Suksesi negara : - sifatnya ekstern
- merubah identitas negara
2. Suksesi pemerintah : - sefatnya intern
- tidak merubah identitas negara

33
Bab X
Penyelesaian Sengketa
(Disputes Settlement)

A. Pengertian
Sengketa internasional mencakup sengketa antara negara dengan negara lain,
negara dengan individu, negara dengan badan huku asing, dan negara dengan badan
hukum asing.

B. Sifat
Sengketa antara negara dengan negara lain ada yang tidak mempengaruhi
kehidupan internasional, keamanan dan perdamaian internasional, dan ada juga yang
mempengaruhi :
Contoh :
- yang tidak mengancam kehidupan internasional :
sengketa Malaysia-Indonesia tentang Pulau Sipadan & Ligitan
- yang mengancam kehidupan internasional :
perang Irak-Kuwait, perang Yugoslavia

C. Cara Penyelesaian Sengketa


1) Cara Damai
a. Perundingan (Negotiation)
Apabila suatu sengketa dapat diselesaikan dengan cara perundingan maka pihak
yang bersengketa melakukan pertukaran nota diplomatic yang berisi pernyataan
resmi bahwa sengketa diantara mereka telah selesai.
b. Jasa-jasa baik (Good Offices)
Dalam hal ini upaya penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa-jasa baik
dari pihak ketiga. Pihak ketiga tidak memberikan cara penyelesaian sengketa, tapi
hanya mengupayakan agar pihak-pihak yang bersengketa mau maju ke meja
perundingan untuk berunding.

34
c. Mediasi (Mediation)
Dalam hal ini perundingan dalam pihak-pihak yang bersengketa menggunakan
mediator yang mengusulkan pola/cara penyelesaian sengketa. Oleh karena itu,
mediator bersifat aktif dan bahkan dapat mengikuti jalannya perundingan antara
pihak yang bersengketa.
d. Penyelidikan (Inquiry)
Dalam hal ini dibentuk badan penyidik yang bertugas mengadakan penyelidikan
untuk sengketa yang terjadi. Selanjutnya badan penyelidik membuat laporan
kepada pihak yang bersengketa tentang hasil penyelidikan
e. Konsolidasi
Dalam hal ini dapat berbentuk komisi konsiliasi, kemudian komisi konsiliasi ini
membuat rekomendasi pada pihak-pihak yang bersengketa, tapi terserah para
pihak tersebut unutk menerima/menolak rekomendasi itu.
f. Arbitrase (Arbitration)
Dalam hal ini para pihak yang bersengketa menunjuk arbiter. Kemudian para
arbiter menunjuk ketuanya. Para arbiter itu harus berjumlah ganjil untuk
mencegah terjadinya jalan buntu. Putusan arbitrase bersifat final & mengikat,
artinya arbitrase merupakan tahap pertama & terakhir (tidak ada banding).
g. Ajudikasi (Ajudication)
Dalam hal ini, para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan sengketa
mereka di Mahkamah Internasional. Suatu sengketa dapat diselesaikan di
Mahkamah Internasional dengan syarat bahwa sengketa mereka akan diselesaikan
di Mahkamah Internasional dengan pernyataan persetujuan mereka. Pernyataan
persetujuan tersebut dinamakan optional clause. Tanpa optional clause, suatu
sengketa tidak dapat diselesaikan di Mahkamah Internasional.
Contoh :
- yang diterima Mahkamah Internasional ( karena ada optional clause)
Sengketa Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan.
Indonesia dan Malaysia membuat optional clause untuk menyelesaikan
sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasinal. Dan akhirnya Mahkamah
Internasional memenangkan Malaysia.
- yang tidak diterima Mahkamah Internasional (karena tidak ada optional
clause)
Kasus Gulfforsidra (The Gulfforsidra Case)

35
Libia menganggap teluk Sidra sebagai perairan Libia dan berada di bawah
kedaulatah Libia, sedangkan menurut AS teluk Sidra merupakan perairan
internasional (laut bebas) sehingga sering dipakai untuk latihan militer armada
perang. Oleh karena itu AS mau mengajukan ke Mahkamah Internasional tapi
Libia tidak setuju, sehingga tidak tercapai optional clause. Jadi Mahkamah
Internasional tidak menerima perkara ini.
2) Cara Paksa (Settlement by Force)
a. Retorsi (Retortion)
= tindakan pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap tindakan tidak
pantas yang dilakukan oleh negara lain dalam hubungan internasional misalnya
penghinaan terhadap kepala negara, merobek bendera kebangsaan suatu negar.
Retorsi dapat menimbulkan putusnya hubungan diplpomatik atau merenggangnya
hubungan antar kedua negara. Retorsi dapat dilakukan dengan mencabut fasilitas
tertentu/bantuan tertentu oleh negara yang melakukan retorsi.
b. Reprisal
= tindakan dari suatu negara terhadap negara lain karena negara lain tersebut
dianggap telah melakukan tindakan yang melanggar Hukum Internasional.
Reprisal dapat dilakukan dengan melakukan pemboikotan terhadap barang-barang
negara lain tersebut yang masuk ke negara yang melakukan reprisal.
Contoh :
Pada Perang Dunia II Inggris melakukan reprisal terhadap Jerman dengan
memboikot barang-barang kapal Jerman karena pada waktu itu kapal-kapal
dagang Inggris banyak diserang untuk kapal-kapal selam Jerman.
c. Blokade (Blockade)
= tindakan pengepungan, terutama wilayah pelabuhan oleh suatu negara dengan
maksud untuk memutuskan hubungan negara tersebut dengan negara lain.
Blokade dimaksudkan untuk memaksa negara yang diblokade untuk memenuhi
negara yang memblokade.
Contoh :
Pada saat kemerdekaan RI, pelabuhan-pelabuhan Indonesia diblokade oleh kapal-
kapal Belanda dengan tujuan agar Indonesia mau menyerah kepada Belanda. Tapi
Indonesia mendapat bantuan senjata dari luar sehingga dapat menembus blockade
Belanda.

36
d. Intervensi (Intervention)
1. Intervensi Kolektif
= intervensi yang dilakukan oleh masyarakat internasional sesuai dengan
permintaan dari masyarakat internasional.
Contoh :
Pengiriman pasukan PBB ke negara yang timbul kerusuhan yang mengancam
keamanan dan ketentraman dunia.
2. Intervensi untuk melindungi kepentingan dan keselamatan negara & warga
negaranya
Contoh :
Saat perang Iran-Irak yang berlangsung 7 tahun, diterjunkan pasukan AS
dengan tujuan untuk mengevakuasi, menyelamatkan, dan melindungi warga
negara sipilnya
3. Intervensi dalam rangka pembelaan diri apabila terjadi serangan yang
membahayakan
4. Intervensi dalam hubungannya dengan wilayah protektoratnya
Wilayah protektorat adalah wilayah yang diserahkan oleh PBB kepada negara
yang menang Perang Dunia II (AS, Inggris,Perancis) dengan tujuan
mempersiapkan wilayah tersebut menjadi negara yang merdeka
5. Intervensi ke suatu negara karena negara tersebut telah melanggar ketentuan
internasional.

Sehubungan dengan intervensi, terdapat suatu doktrin yang dikenal dengan


Monroe Doctrin
Monroe adalah presiden AS pada tahun 1823, ia menyampaikan suatu pernyataan
dihadapan kongres AS yang isinya :
1. AS tidak lagi menjadi wilayah kolonisasi negara-negara Eropa di masa
mendatang
2. AS tidak berkepentingan dengan perang-perang di Eropa dan segala urusan
yang menyangkut Eropa
3. Setiap upaya bangsa Eropa untuk memperluas system mereka (kolonisasi)
dimanapun di Benua Amerika akan dipandang sebagai membahayakan
keamanan AS

37
Apa makna dari Monroe Doctrin?
merupakan suatu pernyataan anti intervensi asing.
Apa latar belakangnya ??
Banyak bangsa Eropa yang berbondong-bondong datang ke AS yang pada
umumnya untuk mengkolonisasi dan menjajah daerah-daerah di AS yang
menimbulkan ketidaksenangan Presiden Monroe sehingga dia menyatakan
tidak ada lagi bangsa Eropa yang melakukan kolonisasi.
Apakah Monroe Doctrine masih relevan dengan politik luar negri AS
sekarang??
Tidak, karena pada kenyataannya sekarang AS telah mengintervensi hampir
seluruh negara di dunia secara paksa.
e. Perang (war)
= suatu tindakan untuk menaklukkan lawan dan menetapkan syarat-syarat untuk
mengakhiri sengketa secara sepihak yang harus diterima oleh pihak lawan yang
ditaklukkan.
Contoh :
Pada Perang Dunia II, Jepang menyerbu Indonesia, Belanda bertekuk lutut pada
Jepang, maka Jepang menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Belanda.

38
Bab XI
Hukum Perang
(The Law of Warfare)

A. Pengertian
Hukum perang adalah kaidah-kaidah Hukum Internasional yang mengatur tata
cara melakakukan peperangan dan mengatur sarana-sarana yang boleh dan tidak boleh
digunakan dalam peperangan.

B. Tujuan
Tujuan hukum perang adalah mengalahkan lawan dengan waktu sesingkat-
singkatnya dan dengan biaya & korban sekecilnya.
Contoh :
Pada Perang Dunia II Jerman melakukan Blitzkrieg (Perang kilat)

C. Pengaturan Hukum Perang


1) Ius Ad Bellum
= kelompok pengaturan Hukum perang yang berdasarkan kebiasaan internasional
yang tidak tertulias yang berisi teori-teori tentang:
- perang
- agresi
- aneksasi
- mulai dan berakhirnya perang
Jadi Ius Adbellum mengatur secara teori tentang Hukum perang sebelum
terjadinya peperangan.
2) Ius In Bello
= kelompok Hukum Perang yang tertulis sebagai hasil kodifikasi Hukum
Internasional. Ius In Bello mengatur segala sesuatu yang terjadi dalam
peperangan, oleh karena itu Ius In Bello dianggap sebagai Hukum Perang untuk
melindungi korban-korban perang.
Jadi, Ius In Bello mengatur hal-hal yang terjadi di dalam peperangan dan sesudah
peperangan.

39
Ius in Bello diatur dalam hukum tertulis :
1. Konvensi Den Haag
Karena konvensi ini diadakan di Den Haag, maka dalam Hukum Perang
konvensi Den Haag disebut The Hogue Law, yang berisi tentang ketentuan-
ketentuan tentang tata cara melaksanakan peperangan, alat-alat, serta sarana-
sarana yang boleh dan yang tidak boleh digunakan dalam perang.
1) Yang tidak boleh dalam perang
a. membunuh/melukai musuh dengan cara khianat
b. membunuh musuh yang sudah menyerah/meletakkan senjata
c. meracuni makanan & minuman serta sumber air minum
d. tindakan menolak memberikan pertolongan kepada mereka yang
diberikan hak dalam Hukum Internasional (misalnya : menolak
memberi perlindungan kepada penduduk sipil)
e. memaksa lawan untuk ikut serta dalam suatu operasi militer yang
menyerang negara sendiri.
f menggunakan senjata kimia, biologi, senjata beracun, dan senjata
pemusnah missal lainnya yang direncanakan untuk menimbulkan
penderitaan yang berlebihan
g menjadikan penduduk sipil sebagai sasaran perang
h menjadikan wanita dan anak-anak sebagai tameng/perisai
2) Yang boleh dalam perang
a. penyerangan/pemboman atas kota/desa yang sipertahankan musuh,
artinya di desa/kota tersebut terdapat konsentrasi pasukan/peralatan
perang lainnya
b. menggunakan cara-cara untuk memperdaya musuh
c. penyerangan mendadak, penghadangan, pura-pura menyerang, atau
pura-pura mundur.

2. Konvensi Jenewa (1949)


Karena konvensi ini diadakan di JEnewa, maka Hukum Perang dalam
konvensi ini disebut The Genewa Law yang merupakan kelompok Hukum

40
Perang yang dimaksudkan untuk memberikan pertolongan/perlindungan
terhadap korban perang.
Konvensi Jenewa terdiri dari 4 konvensi :
1. Konvensi untuk perbaikan keadaan anggota perang yang luka/sakit di
medan pertempuran darat (land warfare)
2. Konvensi untuk perbaikan perang yang bukan sakit atau kapalnya
tenggelam dalam pertempuaran laut (naval warfare)
3. Konvensi tentang perlindungan terhadap warga sipil (civilian)
4. Konvensi tentang perlakukan terhadap tawanan perang (prisoner of
war) yang bukan penjahat yang dilindungi oleh Hukum Internasional,
jadi boleh membela diri (menolak pernyataan-pernyataan yang
diajukan)
Konvensi Jenewa mengalami penyempurnaan dan tambahan yang
dibentuk tahun 1977, yaitu :
1. Protokol Tambahan I
Mengatur tentang konflik senjata internasional (international armed
conflict), yaitu konflik senjata antara 2 negara atau lebih
2. Protokol Tambahan II
Mengatur tentang konflik senjata non-internasional (non-international
armed conflict), yaitu konflik senjata dalam wilayah negara antara
pemberontak dan pasukan pemerintah.

D. Prinsip-prinsip Hukum Perang


1. Prinsip Kepentingan Militer (Military Necessity Principle)
= prinsip yang mengakui hak-hak dari pihak yang berperang untuk mengerahkan
seluruh kekuatan militernya sejauh yang diperbolehkan dalam Hukum Perang
untuk memaksa lawannya untuk menyerah dengan waktu yang sesingkatnya-
singkatnya dan dengan biaya dan korban sekecil-kecilnya
2. Prinsip Kemanusiaan (Humanity Principle)
= prinsip yang melarang digunakannya segala bentuk kekerasan yang tidak perlu
atau kekerasan yang berlebihan seperti penyikasaan di luar batas kemanusiaan,
menggunakan gas beracun, senjata kimia, senjata biologi, dll.
3. Prinsip Kesatriaan (Civalry Principle)

41
= prinsip yang tidak mengakui & melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang
bersifat tidak ksatria dalam perang, misalnya menggunakan wanita dan anak-anak
sebagai tameng.

Ketiga prinsip-prinsip tersebut dalam hukum perang dinamakan perilaku dalam


peperangan (The Conduct of War).

E. Perkembangan Hukum Perang menjadi Hukum Humaniter


Asas Pembedaan (Distinction Principle)
1) Pembedaan golongan penduduk negara dalam perang :
1. Golongan kombatan (combatant)
= penduduk negara yang berhak turut serta secara aktif dalam konflik
senjata
2. Golongan penduduk sipil (civilian)
= penduduk yang tidak turut serta secara aktif dalam konflik senjata,
bahkan penduduk sipil harus dilindungi dalam perang, jadi tidak boleh
dijadikan sasaran perang.
2) Pembedaan jenis konflik senjata :
1. International Armed Conflict
2. Non-international armed conflict

F. Apakah Perang Dilarang ??


Sebenarnya, tidak ada kaidah Hukum Internasional yang secara jelas dan tegas
yang menyatakan perang itu dilarang
Tapi dalam pasal 2 ayat (4) Piagam PBB intinya berisi bahwa negara-negara
dalam menyelesaikan sengketa di antara mereka hendaknya tidak menggunakan
ancaman kekerasan.
Pada tahun 1928 terjadi suatu perjanjian internasional yang mengakhiri perang di
Eropa, yaitu Briand-Kellog Pact (Paris Pact) yang intinya para peserta perjanjian
mencetuskan bahwa mereka tidak akan lagi menggunakan perang untuk
menyelesaikan sengketa
Meski piagam PBB tampak melarang perang, tapi perang itu bila terpaksa dapat
dilakukan dalam hal :

42
a. membela diri untuk mempertahankan kedaulatan negara (self-defense)
b. pasukan PBB yang melakukan tindakan hukum terhadap negara yang
melanggar kaidah Hukum Internasional atau yang membahayakan
keamanan, ketertiban, dan perdamaian internasional.

G. Teori Just War


Syarat-syarat supaya perang dilakukan dengan adil (Just War) menurut Hukum
Internasional :
1. harus dilakukan berdasarkan alas an yang adil (just cause)
2. harus didasarkan kepada penguasa yang sah (right authority)
3. harus didasarkan kepada maksud dan tujuan yang benar (right intent)
4. harus didasrkan kepada keseimbangan yang proporsional (proportionality)
5. harus merupakan jalan terakhir/terpaksa (last resort)

H. Netralitas (Neutrality)
1) Pengertian
= hubungan hukum antara pihak yang tidak ikut dalam perang dengan pihak yang
ikut dalam perang
2) Kewajiban negara netral
1. harus menunjukkan sikap yang sama sekali tidak berpihak
2. tidak memberi bantuan yang bersifat strategis yang dapat memperkuat salah
satu pihak yang berperang
3. mencegah wilayah netralnya digunakan untuk maksud-maksud permusuhan
4. membiarkan tindakan pihak yang berperang dalam perdagangan netral antara
pihak yang berperang dengan pihak yang netral
3) Kewajiban negara yang berperang
1. tidak melanggar wilayah netral baik darat, laut, maupun udara
2. menghormati sikap tidak memihak dari pihak yang netral
3. tidak mencampuri perdagangan netral dari pihak yang netral dengan pihak
yang berperang

43
Bab XII
Perjanjian Internasional

A. Pengertian
Perjanjian internasional adalah perjanjian antara subyek-subyek hukum
internasional yang menimbulkan hak dan kewajiban menurut Hukum Internasional.

B. Istilah-istilah
1) Konvensi (Convention)
= perjanjian internasional yang bersifat multilateral yang dimaksudkan untuk
mengatur kepentingan bersama masyarakat internasional.
2) General Act
= perbuatan secara formal dari suatu pemerintah di bidang hubungan
internasional secara procedural.
Contoh :
Pengaturan tentang pengangkatan dan penempatan duta besar
3) Protokol
= dokumen/naskah yang dimaksudkan untuk mengatur persiapan hubungan
diplomatik antar negara.
= Dapat juga diartikan juga sebagai aturan tambahan/penyempurna atas suatu
konvensi
4) Modus Vivendi
= persetujuan untuk melakukan perubahan-perubahan tertentu atas perjanjian
yang sudah ada
= Dapat diartikan juga sebagai perjanjian untuk menyelesaikan perselisihan
dalam suatu perjanjian
5) Treaty
= Perjanjian internasional yang bersidat politis
Contoh :
Perjanjian keamanan bersama NATO (North Atlantic Treaty Organization)

44
C. Jenis-jenis Perjanjian International
1) Menurut pesertanya :
1. Perjanjian bilateral
= perjanjian internasional antar 2 negara
Contoh :
Perjanjian batas negara Indonesia-Singapura
2. Perjanjian multilateral
= perjanjian internasional antara lebih dari 2 negara
Contoh :
Konvensi Jenewa
2) Menurut kaidah Hukum Internasional yang dilahirkan :
1. Perjanjian tertutup (treaty contract)
= perjanjian internasional yang melahirkan kaidah-kaidah Hukum
Internasional yang berlaku hanya bagi negara-negara yang membuat perjanjian
tersebut.
2. Perjanjian terbuka (law making treaty)
= perjanjian internasional yang terbuka bagi negara mana saja yang mau
mengikatkan diri kepada perjanjian internasional tersebut
Contoh : Konvensi Jenewa

D. Pihak-pihak Dalam Perjanjian Internasional


Para pihak untuk dapat mengikatkan diri dalam perjanjian internasional harus
memiliki kuasa penuh (full power) dari negara yang diwakilinya.
Meskipun demikian terdapat pengecualian atas hal tersebut, yaitu :
1. kepala negara/kepala pemerintahan
2. kepala pengurusan diplomatic
3. lembaga/instansi/badan internasional yang sudah dianggap oleh masyarakat
internasional untuk mewakili badan internasional tersebut.

E. Prosedur Pembentukan Konvensi


1) International Conference
= membahas topik/masalah dan persetujuan
2) Signing of The Draft Convention

45
= penandatanganan hasil persetujuan
3) Ratification
= pengesahan perjanjian internasional tersebut di negara-negara masing-masing,
setelah itu negara tersebut dianggap telah terikat.
Pengaturan ratifikasi di Indonesia yaitu dalam UU No.24 tahun 2000 :
1. yang harus diundangkan dalam UU :
- yang menyangkut batas negara
- yang menyangkut kedaulatan negara
- yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara
- yang menyangkut politik negara
- yang menyangkut HAM
- yang menyangkut kaidah-kaidah baru dalam Hukum Internasional
- yang menyangkut pinjaman luar negri
2. yang tidak perlu diundangkan :
- hal-hal selain yang diatas
4) Deposit
= piagam perjanjian itu harus dideposit ke lembaga yang telah ditunjuk
(depository)
5) Entry into Force
= saat mulai berlakunya suatu konvensi menurut konvensi tersebut
6) Reservation
= hak dari suatu negara untuk menyatakan menolak/tidak ikut serta pada bagian-
bagian tertentu dari konvensi tersebut.
Syarat reservation :
1. konvensi tersebut membuka kemungkinan
2. reservation tersebut tidak boleh bertentangan dengan maksud dan tujuan
konvensi
7) Accesion
= bagi negara-negara yang tidak ikut serta dalam konvensi internasional tersebut
dan tidak ikut menandatangani konvensi itu tetap dapat mengikatkan diri terhadap
perjanjian tersebut.

46
F. Interprestasi
1) Prinsip Kewajaran
= perjanjian internasional harus diinterpretasikan menurut makna dan arti yang
wajar
2) Prinsip Kelaziman
= perjanjian internasional harus diinterpretasikan menurut kelaziman sehari-hari
3) Prinsip dalam hubungan keseluruhan
= perjanjian internasional harus ditafsirkan dengan hubungan keseluruhan dari
pasal-pasalnya
4) Prinsip sederhana
= perjanjian internasional harus ditafsirkan dalam arti yang paling sederhana
5) Prinsip menguntungkan bagi para pihak
= perjanjian internasional harus ditafsirkan dalam arti yang paling menguntungkan
bagi semua pihak

G. Pengaruh Keadaan
Prinsip Rebus Sic Stantibus
= sutu perjanjian internasional dapat dianggap batal/tidak berlaku lagi bila terjadi
hal-hal/keadaan-keadaan yang secara mendasar telah berubah atau syarat/tujuan
perjanjian tersebut sudah tidak ada lagi.
Contoh :
Dulu Belanda saat menjajah Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara lain,
saat Indonesia merdeka perjanjian itu dibatalkan.
Pengecualian atas asas Rebus Sic Stantibus :
1. perjanjian tentang batas wilayah negara
2. perjanjian internasional yang bersifat universal
Contoh : - perjanjian pos & telekomunikasi
- perjanjian pemberantasan penyakit menular
3. perjanjian internasional tentang utang-piutang negara tetap berlaku sepanjang
utang tersebut bagi negara pengganti

47
H. Duress
= perjanjian internasional yang batal demi hukum yang didasarkan adanya
paksaan, ancaman, atau intimidasi dari pihak lain.

I. Most Favoured Nation Clause (Prinsip non-diskriminasi)


= suatu negara wajib memperlukan secara sama terhadap negara-negara lain
yang terikat dalam suatu perjanjian yang sama

J. Berakhirnya Perjanjian Internasional


Sebab-sebab berakhirnya perjanjian internasional :
1. tujuan perjanjian internasional telah tercapai
2. jangka waktu perjanjian berakhir dan tidak diperpanjang
3. pernyataan pengunduran diri dari suatu pihak yang diterima pihak lain
4. musnahnya objek perjanjian
5. musnahnya salah satu pihak dalam perjanjian

K. Pengaturan
Perjanjian internasional pada prinsipnya diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969
tentang perjanjian internasional (The Vienna Convention on The Law of Treaties,
1969)

48
Bab XIII
Organisasi Internasional

Bagian I : Umum

A. Pengertian
Organisasi internasional adalah bentuk kerjasama internasional antara pihak-
pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat internasional dan
berdasarkan perjanjian internasional.

B. Ciri-ciri Organisasi Internasional


1) Adanya struktur/badan/bagian yang punya tugas dan fungsi dalam organisasi
tersebut
2) Ada perbedaan kewenangan antara organisasi internasional dengan anggotanya
3) Ada tujuan bersama yang bersifat internasional untuk kepentingan berbagai
negara dan bangsa
4) Ada kewenangan organisasi internasional untuk melaksanakan tugasnya di
wilayah anggota nya
5) Ada anggaran dasar organisasi internasional (statute,piagam)
6) Berdasarkan perjanjian internasional (umumnya perjanjian multilateral)

C. Pembentukan dan Pembubaran


Organisasi internasional pada umumnya dibentuk berdasarkan perjanjian
internasional multilateral yang menetapkan :
1. anggaran dasar organisasi
2. asas & tujuan organisasi
3. keanggotan organisasi
4. struktur organisasi
Organisasi internasional dapat bubar karena :
1. tugas yang dilaksanakan oleh organisasi internasional telah selesai

49
2. tujuan organisasi internasional diambil alih oleh organisasi lain
3. ditetapkannya pembubaran berdasarkan anggaran dasar
4. terjadi kemacetan organisasi sehingga organisasi tersebut tidak bisa
berfungsi

D. Kedudukan Hukum
Organisasi internasional berkedudukan sebagai badan hukum internasional dan
juga sebagai subjek Hukum Internasional.

E. Jenis
1) Organisasi internasional privat
= organisasi internasional dari badan-badan/lembaga-lembaga bukan pemerintah
yang melakukan kerjasama untuk kepentingan internasional dan diselenggarakan
oleh badan-badan sejenis di berbagai negara.
Contoh :
International Comitte for The Red Cross (ICRC)
2) Organisasi internasional public
= organisasi internasional yang didirikan antar negara/pemerintah yang
melaksanakan kerjasama internsaional untuk kepentingan internasional.
a. Organisasi internasional global
= meliputi seluruh dunia
Contoh : PBB
b. Organisasi internasional regional
= meliputi kawasan tertentu
Contoh : ASEAN

50
Bagian II : PBB (Organisasi Internasional Global

A. Pembentukan
1) Pada tanggal 1 Januari 1942 di Washington DC ditandatangani suatu deklarasi
62 negara yang berisi suatu pernyataan untuk menyerahkan segala tenaga guna
membinasakan negara-negara totaliter, yaitu Nazi Jerman, Vasis Italia, dan
Jepang pada saat itu.
2) Pada tanggal 1 November 1943, dikeluarkan deklarasi Moscow, yang
dicetuskan oleh Menlu AS, Cina, Uni Soviet, dan Inggris yang menyatakan
bahwa dalam waktu dekat akan didirikan organisasi internasional.
3) Pada tahun 1944 diadakan pembicaraan lebih lanjut tentang pembentukan
organisasi internasional. Pertemuan tersebut dikenal sebagai Pertemuan
Dumbarton Oaks yang diwakili oleh wakil-wakil

B. Asas-asas (Pasal 2 Pagam PBB)


1) Asas persamaan kedaulatan
= tiap-tiap anggita PBB sama-sama berdaulat dan mempunyai hak suara
2) Asas pacta sunt servanda
= negara anggota berkewajiban dengan itikad baik untuk memenuhi
kewajibannya sebagaimana tercantum dalam piagam PBB
3) Asas penyelesaian sengketa secara damai
= negara anggota harus menjamin penyelesaian sengketa yang terjadi di antara
mereka secara damai dan tidak menggunakan cara-cara yang mengancam
perdamaian & ketentraman
4) Asas tidak menggunakan kekerasan
= negara anggota harus menjauhkan diri dati penggunaan cara-cara kekerasan
terhadap kesatuan wilayah kemerdekaan dan politik negara lain
5) Asas membantu PBB
= negara anggita harus membantu PBB dalam suatu tindakan yang diambil
sesuai dengan piagam PBB dan tidak membantu negara yang dikenai tindakan
PBB
Contoh :

51
Bila dewan keamanan melakukan embargo terhadap suatu negara maka negara
anggota lain tidakboleh membantu negara tersebut, tapi harus membantu PBB
dalam melaksanakan sanksi embargo tersebut.
6) Asas kepatutan
= negara anggota harus menjamin agar negara bukan anggota bila diperlukan
bertindak sesuai piagam PBB apabila negara tersebut mengancam kedamaian
dan keamanan internasional
7) Asas intervention
= tidak boleh mencampuri urusan dalam negri negara lain

C. Tujuan
Tujuan PBB dalam pembukaan/preambule/mukaddimah Piagam PBB
1. menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang
2. memperteguh dan memperkuat kepercayaan terhadap HAM, harkat, derajat
manusia dan persamaan bagi pria maupun wanita serta persamaan bagi semua
bangsa
3. memenuhi kewajiban & penghormatan terhadap perjanjian internasional
4. mendorong kegiatan social dalam meningkatkan kehidupan yang lebih baik
5. memelihara perdamaian dan ketertiban dunia
6. mengusahakan kerja sama di bidang hukum, ekonomi, social, kemanusiaan,
dan HAM

Tujuan PBB berdasarkan pasal 1 Piagam PBB


1. memelihara perdamaian dan keamanan dunia
2. mengembangkan kerja sama internasional dalam memecahkan permasalahan
di bidang ekonomi, social, budaya, kemanusiaan & HAM
3. menyelaraskan tindakan PBB dalam mencapai tujuan bersama

D. Keanggotaan
1) Original members/keanggotaan asli
= negara-negara yang menjadi peserta konferensi pembentukan PBB dalam
mencapai tujuan bersama
2) Susequent members/keanggotaan biasa

52
= negara-negara yang berdasarkan pasal 4 Piagam PBB diterima menjadi anggota
PBB
Syarat menjadi anggota PBB :
1. pemohon adalah suatu negara
2. negara tersebut harus cinta damai
3. menyetujui kewajiban-kewajiban dalam piagam PBB
4. mau dan mampu melaksanakan ketentuan dalam Piagam PBB
5. negara tersbeutdapat menjadi anggota PBB dengan ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB atas rekomendasi dari Dewan Keamanan

E. Struktur
1) Majelis Umum PBB
a. Keanggotaan
Terdiri dari semua anggota PBB.
Majelis Umum bersidang satu kali dalam setahu, dan apabila diperlukan dapat
diadakan siding khusus PBB
b. Tugas
1. berwenang membicarakan semua soal yang tercantum dalam Piagam PBB
2. berwenang membicarakan prinsip umum pemeliharaan perdamaian
keamanan internasional
3. memutuskan penerimaan anggota baru PBB atas rekomendasi Dewan
Keamanan
4. membantu mewujudkan HAM
5. melakukan pengawasan terhadap organ-organ PBB lainnya kecuali
Mahkamah Internasional
6. menetapkan anggaran belanja PBB
7. berwenang mengadakan perubahan Piagam PBB dengan syarat perubahan
tersebut harus diterima 2/3 anggot PBB, termasuk semua anggota tetap
Dewan Keamanan

2) Dewan Keamanan
a. Keanggotaan (total 15 negara)
1. anggota tetap (5 negara)
- terdiri dari AS, Cina, Inggris, & Rusia yang disebut The Big Five

53
- mereka telah dianggap memberikan sumbangan dan peranan besar,
serta mereka terletak di wilayah geografis yang mewakili masyarakat
internasional
2. anggota biasa (10 negara)
= anggota tidak tetap yang diangkat dan dipilih dengan masa jabatan 2
tahun
b. Tugas
1. menangani masalah perdamaian dan keamanan internasional
2. mengawasi masalah persenjataan, terutama senjata pemusnah missal
3. mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu apabila terjadi agresi
suatu negara terhadap nagara lain
4. mengambil langkah-langkah terhadap suatu negara di bidang ekonomi
(misalnya embargo, blockade ekonomi) karena negara tersebut dianggap
telah melanggar piagam PBB
c. Keputusan
1. Keputusan Prosedural
Dalam hal ini disyaratkan persetujuan 9 suara anggota Dewan Keamanan
2. Keputusan Non-prosedural
Contoh : pengiriman pasukan PBB
Disyaratkan persetujuan 5 anggota tetap (The big five).
Mereka memiliki hak veto, yaitu hak untuk menyatakan tidak setuju atas
keputusan Dewan Keamanan.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial
a. Keanggotaan
Terdiri dari 54 negara anggota yang dipilih oleh Majelis Umum PBB dengan
masa jabatan 3 tahun.
b. Tugas
1. melakukan penelitian tentang masalah-masalah ekonomi, social, budaya,
pendidikan, dan kesenian
2. meningkatkan penghormatan terhadap HAM
3. mengadakan koordinasi kerjasama antara badan khusus PBB dengan
Dewan Ekonomi & Sosial dengan mengadakan perjanjian seizin Majelis
Umum PBB

54
4. mengadakan konsultasi dengan organisasi-organisasi non-pemerintah
seperti lembaga swadaya masyarakat.
4) Dewan Perwalian
a. Keanggotaan
Beranggotakan semua negara yang meyelenggarakan pemerintahan di wilayah
perwalian.
Wilayah perwalian adalah wilayah yang diserahkan oleh PBB kepada negara-
negara pemenang Perang Dunia II untuk mempersiapkan kemerdekaan
wilayah perwalian tersebut.
b. Tugas
1. mempertimbangkan laporan penguasa wilayah perwalian
2. meneliti permohonan penduduk wilayah perwalian
3. secara berkala mengunjungi wilayah perwalian
5) Sekretariat Jendral PBB
a. Keanggotaan
Dipimpin oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) PBB yang dipilih oleh Majelis
Umum PBB berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan dengan masa jabatan
5 tahun.
Untuk bisa diangkat menjadi sekejan PBB, ia harus mendapat persetujuan dari
5 anggota tetap PBB (The big five)
b. Tugas
1. melaksanakan tugas sehari-hari PBB
2. berwenang membicarakan semua permasalah yang tercantum dalam
Piagam PBB
3. menyiapkan siding Majelis Umum PBB
4. menyiapkan agenda/acara yang akan dibicarakan dalam siding Majelis
Umum dan Dewan Keaman
5. melakukan tugas-tugas lain yang dipercayak oleh organ-organ PBB
lainnya
6) Mahkamah Internasional (MI)
a. Keanggotaan
Beranggotakan 15 negara yang dipilih oleh Majelis Umum PBB berdasarkan
rekomendasi dari Dewan Keamanan untuk masa jabatan 9 tahun
b. Fungsi

55
1. Contentious Function (fungsi penyelesaian sengketa antar negara)
= fungsi dari MI untuk menyelesaikan sengketa antar negara sengketa
antar negara tersebut harus bersifat sengketa di bidang hukum.
- suatu sengketa untuk dapat diselesaikan oleh MI maka negara
bersengketa harus menyatakan persetujuan bahwa sengketa mereka
akan diselesaikan melalui MI
- Putusan MI bersifat final & mengikat (binding),, akan tetapi apabila
terdapat factor-faktor penentu yang baru, yang berhubungan dengan
sengketa yang belum dipertimbangkan oleh MI, maka atas putusan MI
tersebut dapat dimintakan revisi.
- Apabila putusan MI tidak dilaksanakan oleh pihak yang kalah dalam
sengketa, maka pihak yang menang dapat meminta bantuan Dewan
Keamanan agar pihak yang kalah melaksanakan putusan MI, karena
MI tidak punya wewenang eksekusi
2. Advisory Opinion
= pendapat MI dalam menyelesaikan masalah hukum yang diajukan oleh
badan yang diberi wewenang berdasarkan Piagam PBB
- badan yang diberi wewenang dari MI dibedakan :
1. Badan yang dapat mengajukan nasehat/pendapat secara langsung,
yaitu Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB
2. Badan yang dapat mengajukan nasehat secara tidak langsung
melalui Majelis Umum PBB, yaitu organ-organ PBB lainnya dan
badan-badan khusus PBB

56
Bagian III : ASEAN (Organisasi Internasional Regional)

A. Pembentukan
ASEAN (Assocation of South-east Asian Nations) dibentuk oleh 5 negara yaitu
Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapura berdasarkan Deklarasi
Bangkok, 8 Agustus 1967.

B. Pertimbangan
ASEAN dibentuk berdasarkan pertimbangan :
1. adanya kepentingan dan permasalahn bersama antara bangsa-bangsa di Asia
Tenggara. Serta kebutuhan mempererat ikatan solidaritas dan kerjasama
internasional.
2. mengadakan landasan pokok bagi usaha bersama dalam memajukan kerjasama
berdasarkan jiwa kebersamaan
3. memajukan perkajian tentang masalah-masalah Asia Tenggara
4. memelihara kerjasama yang erat, baik antara negara-negara Asia Tenggara
maupun organisasi intenasional lainnya

C. Tujuan ASEAN
1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan social & pengembangan
kebutuhan di kawasan ASEAN
2) bekerjasama yang lebih efektif di bidang pertanian industri, perdagangan,
komunikasi, dan peningkatan taraf hidup
3) memajukan pengkajian tentang Asia Tenggara
4) memelihara kerjasama dengan organisasi internasional lainnya

D. Struktur
1) Pertemuan kepala pemerintahan (Summit Meeting)
= pertemuan para kepala pemerintahan merupakan kekuasaan tertinggi dalam
ASEAN yang memberikan pengarahan dan kebijaksanaan ASEAN.
2) Sidang para menteri (ministreal meeting)

57
= sidang ini merupakan kebijaksanaan yang menyangkut bidang menteri yang
bersangkutan.
Contoh : siding para menteri kehakiman
3) Panitia tetap (standing committee)
= berkedudukan secara bergiliran di ibu kota negara anggota yang dipimpin oleh
menteri luar negeri negara penerima dan dubes negara-negara ASEAN sebagai
anggota
- standing committee bertugas melakukan kegiatan-kegiatan ASEAN
4) Komite ASEAN (ASEAN committee)
= bertanggung jawab kepada standing committee dan bertugas membahas
bidang-bidang non-ekonomi
5) Sekretariat ASEAN (ASEAN secretariat)
- berkedudukan di Jakarta
- dipimpin oleh Sekjen yang secara bergilir dijabat oleh negara anggota untuk
masa jabatan 2 tahun.
- Sekjen ASEAN melaksanakan tugas sehari-hari ASEAN, mengkoordinasi
kegiatan ASEAN, bertindak sebagai administrative pusat ASEAN, dan
bertindak sebagai penghubung ASEAN dengan organisasi internasional
lainnya
6) Sekretariat nasional (national secretary)
- berkedudukan di tiap-tiap negara anggota.
- Di Indonesia dibentuk berdasarkan Keppres No. 237 tahun 1967 yang
dipimpin oleh seorang Dirjen ASEAN.

58
Bab XV
Hukum Diplomatik dan Konsuler

A. Alat Perlengkapan Negara dalam Hubungan Internasional


Dalam hubungan internasional terdapat alat-alat negara yang diberi wewenang
untuk melakukan/melaksanakan hubungan internasional.
Alat perlengkapan negara yang berwenangmelakukan hubungan internasional
dibedakan menjadi :
1. alat perlengkapan negara dalam negeri
yang berwenang melakukan hubungan internasional. Dalam hal ini,
pada prinsipnya adalah kepala negara/kepala pemerintahan.
Kepala negara/presiden dalam melakukan hubungan internasional dibantu
oleh menteri luar negeri.
Kepala negara/presiden berwenang menyatakan perang, membuat
perdamaian, mengangkat dan menerima dubes, dan membuat perjanjian
dengan negara lain.
- di Indonesia ada UU No.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
2. alat perlengkapan negara yang bertugas di luar negeri
yang berwenang untuk melakukan hubungan internasiona; antara lain
pengutusan diplomatik, konsul, perutusan khusus, dan perwakilan lain.

B. Prinsip-prinsip Hubungan Diplomatik


1) Prinsip persetujuan bersama (Principle of Nutual Consent)
Dalam mengadakan hubungan luar negri, didasarkan pada persetujuan
bersama.
2) Prinsip timbale balik (Principle of Reciprocity)
Dalam mengadakan hubungan luar negri di dasarkan pada perlakuan timbale
balik
3) Prinsip kebebasan berkomunikasi (Principle of free Communication)
Bebas melakukan hubungan dengan negara manapun.
4) Prinsip tidak dapat diganggu gugat (Principle of Inviolability)

59
Dalam mengadakan hubungan luar negri, para diplomat punya hak
internasional yang tidak dapat diganggu gugat
5) Prinsip kedaulatan wilayah (Principle of exterritoriality)
Suatu Negara punya kepanjangan wilayah di luar negri
Contoh : Kantor Kedubes AS di Indonesia

C. Perutusan Diplomatik
1) Pengertian
Perutusan diplomatik adalah petugas negara yang dikirim ke negara lain untuk
menyelenggarakan hubungan resmi antar negarayang bersangkutan.
2) Pengaturan
1. Sampai abad ke-18, perutusan diplomatic diatur berdasarkan hukum
kebiasaan internasional
2. Pada abad ke-19 kebiasaan internasional menjadi kesepakatan bersama
(common under standing) yang dituangkan dalam Kongres Wina tahun
1815
3. Pada abad ke-20, ketentuan-ketentuan dalam Kongres Wina berkembang
menjadi Konvensi Wina yang diciptakan tahun 1961 tentang hubungan
diplomatic.
Konvensi ini merupakan perjanjian internasional yang mengatur hubungan
diplomatik antar negara, namun dalam hal-hal yang tidak diatur dalam
Konvensi, tetap berlaku hukum kebiasaan internasional.

D. Fungsi Perutusan Diplomatik


1. mewakili negara pengirim di negara penerima
2. melindungi kepentingan negara dan warga negara dari negara pengirim di negara
penerima dalam batas-batas yang diatur kaidah Hukum Internasional
3. melalui sarana yang sah dalam mengetahui kondisi dan situasi negara penerima

E. Klasifikasi
1) Dubes luar biasa dan berkuasa penuh (extraordinary & plenipotentiary)
biasanya berkedudukan di negara-negara yang dianggap penting
2) Dubes Ambassador
ditempatkan di negara-negara biasa

60
3) Dubes Minister Resident
sekarang sudah dihapus
4) Kuasa usaha (Charge Daffaires)
biasanya diadakan pada awal pembukaan hubungan diplomatik

F. Cara Penempatan
a. Sebelum perutusan diplomatic diangkat dan dikirim ke negara penerima,
harus disetujui oleh negara penerima (agreement)
- persona non-grata = calon diplomat yang ditolak
- persona grata = calon diplomat yang disetujui
b. Bila telah mendapat persetujuan maka duta besar tersebut dikirim ke
negara penerima.
c. Pengiriman dan pengangkatan duata besar yang telah disetujui oleh negara
penerima harus disertai surat-surat kepercayaan yang berisi pengangkatan
dan kewenangan duta besar yang bersangkutan. Surat tersebut disebut
Credentials.
Credentials diserahkan kepada kepala negara dalam suatu upacara resmi dan
harus diterima oleh kepala negara penerima (tidak bisa diwakilkan)

G. Kekebalan dan Hak Istimewa (Immunities and Privilages)


1) Kekebalan terhadap yurisdiksi sipil maupun yurisdiksi pidana.
Perutusan diplomatic tidak dapat dijadikan tergugat dalam perkara pidana.
Kekebalan ini termasuk juga terhadap staf dan keluarganya
Contoh kasus : Antonio Da Silvera Case
Di AS tahun 1982, Antonio Da Silvera aadalah seorang mahasiswa yang
belajar di AS. Suatu ketika dia masuk ke club malam dan rebut dengan
manajer club malam tersebut kemudian terjadi perkelahian. Ia pun dilerai
oleh security sehingga ia menembak security tersebut. Namun polisi
mengetahui Antonio adalah anak dubes Brazil, maka proses pengadilan nya
dihentikan. Namun Pemerintah AS menyatakan Dubes Brazil itu persona
non-grata dan meminta ia ditarik kembali ke negaranya.
- Dalam kasus tertentuh, kekebalan tersebut tapi dapat ditarik oleh negara asal
Dubes tersebut
Contoh kasus : Makaradze Case

61
Makaradze adalah Dubes Rusia di AS. Suatu ketika ia mengendarai mobil
dalam keadaan mabuk sehingga menabrak seoarang anak berumur 10 tahun
hingga tewas serta melukai 4 orang lainnya. Kemudian Pemerintah AS
meminta Pemerintah Rusia mencabut kekebalan diplomatiknya. Demi
menjaga hubungan baik dengan pemerintah AS, maka pemerintah Rusia
mencabut kekebalan diplomatic Makaradze sehingga ia dapat diajukan ke
pengadilan AS dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
2) Kekebalan terhadap semua pajak dan bea
3) Kekebalan tidak dapat diganggu gugat secara pribadi
= bahwa tidak dapat dilakukan pemeriksaan terhadap dubes. Jadi arsip-arsip,
dokumen-dokumen diplomatik lainnya tidak dapat diperiksa dan tidak dapat
diganggu gugat
Seorang diplomat tidak dapat diajukan sebagai saksi di pengadilan

Pengaturan kekebalan dan hak istimewa tersebut terdapat dalam Konvensi


Majelis Umum PBB tahun 1973 tentang pencegahan dan penghukuman
kejahatan terhadap orang yang dilindungi secara internasional

Teori tentang pemberian kekebalan dan hak istimewa :


1. The Representative Character Theory (Teori sifat perwakilan)
= kekebalan dan hak istimewa yang diberikan pada perutusan diplomatik
dimaksudkan agar perutusan diplomatik tersebut dapat melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya
2. The exterritoriality Theory (Teori kekuasaan wilayah)
= kekebalan dan hak istimewa diberikan kepada perutusan diplomatic karena
tempat kediaman/kantor/gedung perutusan diplomatic dianggap solah-olah
sebagai bagian wilayah kedaulatan negara pengirim dimana berlaku
yurisdiksi ekstrateritorial.

Larangan-larangan tertentu bagi utusan diplomatik :


1. tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara penerima
2. melaksanakan/melakukan kegiatan profesinya

62
3. dilarang melakukan kegiatan perdagangan/bisnis untuk kepentingan
pribadinya

H. Akhir Tugas Utusan Diplomatik


1. Karena inisiatif dari negara pengirim
2. Karena inisiatif negara penerima
3. Karena telah selesai tujuan perutusan diplomatic

I. Konsul
1) Pengertian
= petugas negara yang dikirim ke negara lain terutama petugas untuk
melindungi dan mengurus kepentingan komersial negara yang mengirimnya
- konsul juga dibebani tugas tambahan yaitu melayani kepentingan warga
negara nya di negara penerima, seperti meresmikan perkawinan, dan
mengeluarkan surat-surat resmi awak kapal beserta kapalnya.
- Hubungan konsuler diatur dalam Konvensi Wina tahun 1963. Untuk hal-hal
lain yang tidak diatur dalam konvensi tetap berlaku hukum kebiasaan
internasional.
2) Penunjukan
1. berdasarkan asas timbal balik
2. penunjukkan konsul diberitahukan ke negara penerima
3. kepada negara penerima dimohon untuk memberikan exequatur, yaitu izin
dari negara penerima kepada konsul yang bersangkutan untuk malaksanakan
tugasnya.
Tanpa exequatur konsul tidak dapat melaksanakan tugasnya
3) Hak-hak Konsul
- kekebalan terhadap yurisdiksi pidana dan perdata
- kekebalan tidak dapat diaganggu gugat
- pembebasan pajak dan bea
- hak-hak lain yang sesuai dengan perjanjian bilateral negara penerima dengan
negara pengirim
4) Cara mengakhiri tugas konsul

63
1. pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima bahwa tugas
kansul tersebut telah selesai atau akan digantikan
2. pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa negara
penerima tidak lagi menganggap pejabat konsul tersebut sebagai konsul di
negara penerima
3. negara penerima menarik kembali exequatur atas konsul tersebut.

J. Perutusan Khusus (Special Misssion)


1) Pengertian
Suatu negara dapat mengirimkan perutusan khusus yang bersifat sementara
untuk melakukan tugas khusus di negara lain meskipun di negara tersebut sudah ada
perutusan diplomatik maupun konsuler.
Tugas khusus tersebut misalnya meneliti masalah kemiskinan, masalah bencana,
dll.
2) Pengaturan
Perutusan khusus diatur dalam Konvensi Majelis Umum PBB tahun 1969 yang
dikenal dengan Convention on Special Mission 1969.
3) Penunjukan
Pengiriman perutusan khusus hanya dapat dilakukan bila telah mendapat
persetujuan dari negara penerima
4) Hak-hak
Hak-hak yang dimiliki perutusan khusus sama dengan yang dimiliki perutusan
diplomatik dan konsuler.

K. Perutusan Lain
1) Perwakilan/peninjauan dalam organisasi internasional
- diatur dalam Konvensi Wina 1975 tentang perwakilan negara dalam
hubungan dengan organisasi internasional yang bersifat universal
- memiliki hak-hak yang sama dengan utusan diplomatik
2) Komisaris perdagangan (Trade Comisioner)
Sampai sekarang belum ada pengaturan khusus tentang kedudukan komisaris
perdagangan, oleh karena itu kedudukan dan hak-hak pejabat tersebut ditetapkan
dengan perjanjian bilateral antara negara yang bersangkutan.

64
Bab XVI
Negara dan Individu

A. Warga Negara
Warga negara adalah mereka yang berdasarkan UU kewarganegaraan dari
negara tersebut termasuk sebagai warga negara dari negara yang bersangkutan.

UU kewarganegaraan di Indonesia = UU No.12/2006

B. Pentingnya Status Warga Negara


1) Seorang warga negara mendapat perlindungan dari negara nya
2) Penting dalam hubungan nya dengan hak dan kewajiban membela negara
3) Penting dalam hubungan ekstradisi
4) Penting dalam hal status musuh (dalam perang)
5) Penting dalam hal yurisdiksi negara

C. Cara Memperolah Kewarganegaraan


1) Asas Sanguinis
= seseorang mendapat kewarganegaraannya berdasarkan keturunan
2) Asas Soli
= seseorang mendapat kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran
3) Naturalisasi
= mendapat kewarganegaraan melalui permohonan untuk menjadi warga negara
sesuai ketentuan/prosedur yang berlaku di negara tersebut
4) Bagi penduduk yang wilayahnya di bawah penjajahan, maka otomatis menjadi
warga negara penjajah.

D. Kehilangan Kewarganegaraan
Seseorang dapat kehilangan kewarganegaraannya dengan cara/dapat melalui :
1. menyatakan melepaskan kewarganegaraannya

65
2. karena pencabutan kewarganegaraan nya oleh negara yang bersangkutan
(denasionalisasi)
3. karena pernyataan diri mempunyai status asing
4. karena telah lama meninggalkan negara tanpa ada berita tentang keberadaannya
5. karena masuk angkatan perang negara lain.

E. Penerimaan Orang Asing


Ada beberapa pendapat mengenai kewajiban suatu negara dalam menerima
orang asing, yaitu :
1. Pendapat pertama
= bahwa negara wajib menerima orang asing
2. Pendapat kedua
= bahwa negara wajib menerima orang asing tapi berhak pula menolak golongan-
golongan tertentu
3. Pendapat ketiga
= bahwa negara dapat menerima orang asing dengan syarat-syarat tertentu
4. Pendapat keempat
= bahwa negara dapat melarang orang asing masuk

Yang umumnya dipergunakan adalah pendapat ketiga.

F. Posisi Hukum Orang Asing


Dalam peraturan perundang-undangan mengatur posisi hukum orang asing
dalam hal :
1. perlakuan dalam bidang perpajakan
2. ketentuan tentang pelaksanaan profesinya
3. perlakuan dalam hal kepemilikan
4. syarat-syarat keimigrasian

G. Ekstradisi
1) Pengertian

66
= permintaan dari suatu negara kepada negala lain untuk menyerahkan seseorang
yang dituduh telah melakukan tindak pidana di negara peminta yang melarikan
diri ke negara yang dimintai ekstradisi.
- negara peminta = the requesting state
- negara yang dimintai = the requested state
2) Pertimbangan
Yang menjadi pertimbangan ekstradisi dari negara yang meminta atas
pertimbangan bahwa negara peminta dianggap sebagai negara yang paling
berkompeten untuk mengadili si pelaku tersebut.
3) Syarat ekstradisi
1. harus ada orang yang diekstradisi
2. harus ada kejahatan ekstradisi
- tindak pidana yang tidak dapat diekstradisi :
a. tindak pidana menyangkut agama
b. tindak pidana disersi militer
= seorang anggota tentara yang meninggalkan pasukan tanpa izin
komandannya
c. tindak pidana politik
3. tindak pidana yang dilakukan harus merupakan tindak pidana di engara
peminta dan di negara penerima (Double crime principle)
4. Harus ada perjanjian bilateral antara negara peminta dengan negara yang
dimintai ekstradisi
- pengecualian syarat ini :
walaupun tanpa perjanjian bilateral, ekstradisi dapat tetap dilakukan bila
negara yang dimintai ekstradisi setuju berdasarkan asas timbale balik
- Indonesia sudah melakukan perjanjian ekstradisi antara lain dengan :
a. Malaysia tahun 1974
b. Filipina tahun 1976
c. Thailand tahun 1978
d. Australia tahun 1992
e. Singapura tahun 2007
4) Metoda penyerahan
Dalam perjanjian ekstradisi, ada 3 macam metode penyerahan, yaitu :
1. Metode penyebutan

67
Menurut metode ini, dalam perjanjian ekstradisi dibuat suatu daftar/list tentang
kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi.
2. Metode eliminasi
Yaitu dengan cara mendifinisikan kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisi
dengan melihat kepada ancaman hukumannya.
3. Metode gabungan
Yaitu metode yang menggabungkan metode penyebutan dan eliminasi.

5) Asas-asas ekstradisi
1. Asas kejahatan ganda (Double crime principle)
= bahwa tindak pidana yang dilakukan harus merupakan tindak pidana di
negara peminta dan juga di negara yang diminta.
2. Asas Keputusan
= orang yang diekstradisi tidak boleh diadili/dihukum atas kejahatan lain
selain dari kejahatan yang menjadi dasar ekstradisi tersebut.
3. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik
4. Asas tidak menyerahkan warga negaranya sendiri
5. Asas nebis in idem
= seseorang tidak boleh diadili dan dihukum lebih dari satu kali atas kasus
yang sama
6. Asas Daluarsa
= permintaan ekstradisi harus ditolak bila hak untuk menuntut kejahatan
tersebut sudah daluarsa atau sudah lewat waktu menurut hukum negara yang
dimintai ekstradisi.
Peraturan Nasional tentang ekstradisi
j= UU No.1 tahun 1979

H. Suaka (Asylum)
1) Pengertian
Suaka adalah orang yang meminta perlindungan kepada negara lain karena merasa
dirinya tidak aman.
2) Jenis-jenis Suaka :
1. Suaka yang bersifat territorial
= suaka yang diberikan oleh suatu negara di negara yang bersangkutan

68
2. Suaka yang bersifat ekstrateritorial
= suaka yang diberikan oleh kedutaan/perwakilan negara asing.
3) Suaka dapat diberikan baik karena alasan politik, keagamaan, ataupun tindak
pidana
4) Suaka tidak dapat diberikan bila terbukti orang tersebut telah melakukan kejahatan
terhadap perdamaian dunia, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang

I. Refugee
1) Pengertian
= sekelompok orang yang karena kecemasan yang sungguh-sungguh karena alas
an agama, bangsa, ras, kelompok social, atau pun paham politik tertentu yang
terpaksa/dipaksa untuk meninggalkan tempat tinggalnya melewati batas negara
untuk mencari tempat yang lebih aman di negara lain
2) Kewenangan dan kewajiban negara yang didatangi refugee
= setiap negara tidak berkewajiban menerima refugee, tapi karena alas an
kemanusiaan dia terpaksa menerima refugee tersbeut unutk sementara dengan
meminta bantuan badan PBB yaitu United Nations High Commisioner for
Refugees (UNHCR)
3) Penyelesaian masalah-masalah refugee
1. UNHCR stelah menerima permintaan dari suatu negara kemudian melakukan
penelitian apakah orang-orang tersebut memenuhi syarat sebagai refugee
2. apabila memenuhi syarat sebagai refugee, maka UNHCR menawarkan kepada
negara-negara yang mau menerima refugee tersebut
3. apabila orang tersebut tidak memenuhi syarat sebagai refugee maka UNHCR
akan mengusahakan untuk memulangkan orang tersebut
4) Pengaturan
7. Convention Relating to The Status of Refugees, 1951 (Konvensi tentang status
refugee 1951)
8. Protocol of Convention Relating to The Status of Refugees, 1967 (Aturan
tambahan terhadap Konvensi tentang refugee, 1967)

J. Internally Diplaced Person (IDPs)


1) Pengertian

69
IDPs adalah orang-orang dalam negeri yang terpaksa/dipaksa untuk meninggalkan
tempat tinggalnya untuk mencari tempat tinggal yang lebih aman ke wilayah lain
dalam negara tersebut.
2) Pengaturan
Sampai saat ini, belum ada pengaturang yang mengaturnya, tapi PBB telah,
mengeluarkan pedoman tentang prinsip-prinsip pengaturan IDP yang disebut
Guiding Principles Recettcement, yang berisi :
1. Perlindungan terhadap IDP selama penampungan
2. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan bantuan kemanusiaan, pemberiaa
makanan & obat-obatan
3. Prinsip-prinsip tentang pemukiman kembali
4. Prinsip-prinsip tentang pengembalian ke tempat asal (reintegrasi)
3) Hak-hak IDP
1. Hak untuk hidup
2. Hak atas kehormatan fisik dan mental
3. Hak atas keamanan pribadi
4. Larangan untuk mengikutsertakan anak-anak dalam perselisihan/kekerasan
5. Hak kebebasan bergerak
6. Hak untuk mencari tempat yang lebih aman dalam negeri tersebut
7. Hak untuk meninggalkan negara
8. Hak untuk perlindungan terhadap pengambilan secara paksa atau penempatan
di wilayah yang berbahaya
9. Hak untuk mengetahui nasib keluarganya yang hilang

K. Pengingkaran Keadilan (Denial of Justice)


1) Pengertian
Denial of justice adalah suatu keadaan dimana seorang warga asing yang dituduh
telah melakukan tindap pidana diperlakukan secara tidak adil ataupun sewenang-
wenang.
2) Syarat Denial of Justice
Bahwa warga negara asing tersebut telah melakukan semua upaya hukum yang
tersedia di negara tersebut tapi tidak diindahkan. Syarat ini disebut Exhaustion of
Local Remedies.

70
Bab XVII
Hukum HAM Internasional
(International Human Right Law)

A. Pengertian
Hukum HAM internasional adalah semua peraturan dan prinsip-prinsip Hukum
HAM Internasionl yang bertujuan untuk melindungi (Protecting) dan menjamin
(Safeguarding) hak-hak individu, apaun status mereka, baik dalam keadaan damai,
maupun keadaan perang, termasuk perang saudara/pemberontakan di dalam dan di
luar negeri.

B. Sumber Hukum
1) Universal Declaration of Human Rights 1948 (Deklarasi Umum PBB 1948)
Deklarasi umum sebagaimana sesuai resolusi majelis umum HAM PBB
2) Convenant on Civil an Political Rights 1966
Konvensi mengenai hak-hak sipil
3) Convenant on Economic, Social an Cultural Rights 1966
Konvensi mengenai hak-hak di bidang ekonomi,social,dan budaya
4) Optional Protocol to The Convenant on Civil and Political Rights 1966
Protokol tambahan mengenai hak-hak sipil
Keempat sumber hukum tersebut dinamakan The International Bill of Human
Rights.

C. Kewajiban Negara
1) Setiap negara harus menghormati dan menjamin HAM terhadap semua individu
yang berada di bawah yurisdiksinya
2) Setiap negara harus mengambil lengkah-langkah yang diperlukan untuk
menciptakan UU guna memperkuat HAM sesuai norma-norma Hukum
Internasional
Sehubungan dengan kewaiban negara tersebut, Indonesia telah menciptakan UU
No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan
HAM.

71
Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan kelangsungan
hidup negara yang diumumkan secara resmi maka negara untuk sementara waktu
dapat menunda kewajibannya terhadap HAM atau mengurangi/membatasi HAM
dengan batas-batas tertentu. Di Indonesia telah ada UU no.23 tahun 1959 tentang
keadaan bahaya yang mengatur keadaan darurat negara.
Akan tetapi, ada sekelompok HAM yang dalam keadaan apapu tidak boleh
dikurangi/dibatasi. HAM tersebut disebut Underogable Rights.

Yang termasuk Underogable Rights adalah :


1. Hak untuk hidup
2. Tidak seorang pun boleh dikenakan siksaan/penganiayaan yang tidak manusiawi
3. Tidak seorang pun boleh diperbudak bila ia tidak dianggap sebagai orang
4. Tidak seorang pun boleh diperhamba
5. Tidak seorang pun boleh dipenjarakan karena wanprestasi
6. Tidak seorang pun boleh dihukum karena perbuatan yang bukun perbuatan pidana
menurut Hukum Internasional maupun Hukum Nasional saat perbuatan itu
dilakukan, karena hukum tidak berlaku surut.
7. Hak untuk diperlakukan sebagai subyek hukum dimanapun ia berada
8. Hak untuk bebas mengemukakan pendapat, berfikir, dan menganut
agama/kepercayaannya

D. Daya Mengikat
Dulu pernah dipermasalahkan bahwa Universal Decalaration of Human Rights
(UDHR) 1948 tidak punya daya mengikat, karena UDHR hanya merupakan deklarasi.
Akan tetapi, dalam perkembangannya pendapat tersebut dibantah oleh pendapat
lain yang mengatakan bahwa meskipun UDHR hanya merupakan deklarasi, tapi
deklarasi tersebut berdasarkan resolusi majelus umum PBB yang menurut Hukum
Internasional merupakan salah satu sumber Hukum Internasional.
Selanjutnya, daya mengikat UDHR ditegaskan dalam konferensi internasional di
Teheran, Irak tahun 1968, yang berisi :
1. Bahwa UDHR mengikat semua negara
2. Bahwa masyarakat internasional supaya meningkatkan usahanya untuk
menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam The Internasional Bill of
Human Right

72
E. Perkembangan HAM Internasional
1) Telah berkembang HAM yang bersifat regional
Contoh : - konferensi HAM Amerika Latin
- deklarasi Eropa mengenai HAM
- Deklarasi Amerika mengenai HAM serta kewajiban manusia
2) Telah berkembang The Right to Development yaitu hak masyarakat atas
pembangunan
3) HAM internasional telah berkembang kea rah diversifikasi (pengkhususan) yaitu
terdapatnya HAM yang khusus bagi golongan masyarakat, seperti :
1. Hak wanita
- Konvensi tentang persetujuan untuk melangsungkan perkawinan, usia
minimum, dan pendaftaran perkawinan tahun 1962 (Indonesia meratifikasi
dengan UU no.1 tahun 1974)
- Konvensi mengenai hak-hak politik wanita untuk dapat memilih dan
dipilih tahun 1952
- Konvensi tentang pengahpusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita
tahun 1979
2. Hak anak
- Konvensi tentang hak-hak anak tahun 1989
- Peraturan internasional untuk melindungi anak-anak yang dirampas
kemerdekaannya tahun 1990

F. Implementasi
Dalam implementasinya, ada beberapa kendala, yaitu :
1. adanya perbedaan persepsi/konsepsi tentang HAM antara negara barat dan negara
sosialis. Negara-negara barat (termasuk AS) konsepsi haknya mengedepankan hak
individu, sedangkan konsepsi negara-negara sosialis, perlindungan hak individu
dihubungkan dengan kepentingan masyarakat umum.
2. adanya persepsi bahwa HAM tidak terpisah dari budaya dan kepribadian bangsa
3. adanya persepsi bahwa masalah HAM adalah hak negara untuk mengaturnya
sesuai dengan kedaulatan negara
Karena kendala-kendala itulah maka HAM internasional belum efektif
dilaksanakan di beberapa negara.

73
Bab XIX
Hukum Udara dan Angkasa
(Space/Air Law and Outer Space Law)

Bagian I : Hukum Udara (The Law of The Air)

A. Kedaulatan Negara di Udara


1) Teori Van Glahn
1. berlakunya kebebasan penuh di ruang udara seperti di laut bebas, artinya
semua pihak bebas terbang di ruang udara suatu negara (freedom of the air)
2. yurisdiksi negara di ruang udara sampai ketinggian 100 feet
3. seluruh ruang udara di atas negara tanpa ada batas ketinggian dianggap
sebagai udara nasional,akan tetapi negara tersebut wajib memberikan hak
lintas bagi semua pesawat yang terdaftar (transit passage)
4. Kedaulatan mutlak (Souvereignity) tanpa batas ruang udara nasional dan
tanpa ada batas ketinggian
2) Teori penguasan (Coopers Control Theory)
Bahwa kedaulatan negara ditandai oleh kemampuan negara yang bersangkutan
untuk menguasai ruang udara yang ada di atas wilayahnya.
3) Teori Schachter (Air Space Theory)
Bahwa kedaulatan negara di ruang udara hanya terbatas pada daerah udara
dimana dapat dilakukan penerbangan dengan pesawat udara yang dikemudikan
manusia (navigable air space).

B. Konvensi Internasional
1) Konvensi Paris 1919
2) Konvensi Chicago 1944
Dalam 2 konvensi tersebut disepakati bahwa kedaulatan negara di udara adalah
wilayah udara yang ada di atas wilayah perairan dan daratan negara. Akan tetapi
sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang batas ketinggian wilayah kedaulatan
negara di udara.

74
C. Prinsip-prinsip
Berdasarkan Konvensi Chicago, dicantumkaan beberapa prinsip yang berlaku
diruang udara, yaitu:
1) Kebebasan lintas udara secara damai
2) Kebebasan mendarat dengan tujuan non-komersial
Suatu pesawat udara asing dapat mendarat di wilayah negara lain bila pesawat
tersebut mengalami gangguan/kerusakan saat penerbangan (technical stop)
3) Kebebasan komersial (diatur Konvensi Chicago 1944), meliputi :
a. hak menurunkan penumpang, barang, dan suart yang dimuat dari negara
asal di negara tujuan
b. hak menaikkan penumpang, barang dan suart menuju negara kebangsaan
pesawat
c. hak mengangkut serta menurunkan penumpang, barang, dan suarat dari
dan ke negara-negara anggota Konvensi Chicago 1944

D. Kebangsaan Pesawat Negara


Untuk dapat melakukan suatu navigasi atau penerbangan, harus memenuhi
syarat :
1. Pesawat udara tersebut harus memiliki kebangsaan
Suatu pesawat negara hanya boleh memiliki satu kebangsaan tempat ia
didaftarkan
2. Pesawat udara tersebut harus punya tanda pendaftaran
Untuk dapat didaftarkan di suatu negara, ia harus dimiliki oleh warga negara
negara tersebut.

E. Kategori/Klasifikasi Pesawat Udara


1) Pesawat Udara Sipil (Civil Aircraft)
1. Pesawat udara sipil yang tidak melakukan pelayanan angkutan komersial.
- Pesawat jenis ini diberi kebebasan melintas tanpa mendarat, kecuali untuk
technical stop
2. Pesawat udara sipil yang melakukan pelayanan angkutan komersial.
- Pesawat jenis ini diberi kebebasan komersial, yaitu hak untuk menurunkan
dan menaikkan barang, penumpang, dan surat dari dn ke negara-negara peserta
Konvensi Chicago 1944

75
3. Pesawat udara sipil yang melakukan pelayanan angkutan komersial. dalam
negeri (domestic flight)
- Bagi pesawat jenis ini, berlaku asas Cabotage, yaitu untuk penerbangan
dalam negeri hanya diperuntukkan bagi perusahaan penerbangan nasional.
Hali ini untuk melindungi agar perusahaan nasional tidak tersaingi oleh
perusahaan asing.
2) Pesawat Udara Militer (Military Aircraft)

F. Tindakan Hukum
Menurut Protocol Montreal 1983 (Penyempurna Konvensi Chicago), terhadap
pesawat asing yang melanggar wilayah kedaulatan udara suatu negara maka pesawat
tempur milik negara yang kedaulatannnya dilanggar dapat memerintahkan pesawat
asing tersebut untuk turun. Tapi tindakan tersebut harus dilaksanakan secara bijaksana
dan tidak membahayakan jiwa penumpang.

Bagian II : Hukum Angkasa Luar (Outer Space Law)

A. Sejarah
1) Hukum Angkasa Luar merupakan cabang baru dalam Hukum Internasional yang
baru berkembang tahun 1960-an. Hal ini terjadi setelah peristiwa Uni Soviet untuk
pertama kalinya meluncurkan pesawat ke luar angkasa tanpa awak tahun 1957,
yaitu pesawat Sputnik.
2) Kemudian disusul dengan manusia pertama yang diluncurkan ke luar angkasa
tahun 1961 oleh Uni Soviet, yaitu Yuri Gagarin
3) Sejak peristiwa tersebut PBB merasa perlu untuk mengatur tentang angkasa luar,
maka tahun 1963 Majelis PBB menerima resolusi mengenai pelucutan senjata
yang berisi kepedulian atas bahaya penggunaan angkasa luat untuk tujuan militer.
4) Pada tahun yang sama, Majelis PBB menerima resolusi yang meminta agar
anggota PBB tidak menempatkan benda-benda nuklir, pemusnah missal di angkasa
luar.

76
B. Perkembangan
Pada tahun 1963 majelis umum PBB mengeluarkan keputusan tentang peluncuran
senjata yang berbahaya.
Kemudian pada tahun 1963 juga, mejelis umum PBB mengeluarkan keputusan
meminta agar anggota PBB tidak menempatkan benda-benda yang mengandung
senjata-senjata nuklir dan pemusnah massal di angkasa luar.

C. Ciri-ciri Khusus Hukum Angkasa Luar


1) Sifat hukumnya yang asli/original yang menyangkut kepentingan universal
2) Adanya peranan penting yang dimainkan oleh negara adidaya (AS & Uni Soviet)
3) Prosedur pembuatan Hukum Angkasa Luar yang unik, karena dimulai dengan
perundingan bilateral antara dua Negara adikuasa dan di bahas di Majelis Umum
PBB kemudian dirumuskan prinsip yang bersifat universal.

D. Pengaturan
1) Pada tahun 1966, atas usul AS dan Uni Soviet diajukan konsep traktat tentang
prinsip-prinsip yang mengatur aktivitas negara-negara dalam eksplorasi dan
penggunaan angkasa luar termasuk bulan dan benda-benda angkasa luar lainnya.
2) Konsep traktat itu dengan aklamasi diterima oleh majelis umum PBB tahun 1966
dan ditandatangani oleh 60 negara (termasuk AS, Uni Sovet, dan Inggris)
3) Traktat itu selanjutnya menjadi hukum dasar bagi penciptaan hukum tentang
aktivitas manusia di luar angkasa termasuk bulan dan benda langit.
4) Traktat tersebut dikenal dengan Traktat Angkasa Luat ( Space Treaty tahun 1967 )

E. Prinsip-prinsip
Dalam Space Treaty 1967, terdapat prinsip-prinsip yang berlaku di angkasa luar,
yaitu :
1. eksplorasi dan penggunaan angkasa luar serta benda-benda di dalamnya
dimanfaatkan oleh semua negara untuk tujuan damai dan kerja sama internasional.
2. pelaksanaan eksplorasi dan penggunaan angkasa luar harus sesuai dengan Hukum
Internasional dan Piagam PBB
3. larangan penempatan senjata-senjata, terutama senjata nuklir dan pemusnah
missal

77
4. pemberian bantuan kepada astronot dan pemberitahuan tentang adanya gejala
yang membahayakan angkasa luar
5. tanggung jawab internasional harus dilaksanakan oleh negara yang melaksanakan
kegiatan di angkasa luar
6. ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan di angkasa luar
dilakukan oleh negara yang melakukan kegiatan tersebut.
7. negara yang meluncurkan tetap punya yurisdiksi atas oaring dan objek yang
diluncurkannya
8. prinsip pencegahan pencemaran akibat kegiatan di angkasa luar
9. prinsip tentang keharusan memberi tahu sekjen PBB dan masyarakat internasional
tentang maksud dan tujuan, serta hasil kegiatan di angkasa luar tersebut.
10. prinsip penggunaan, yaitu bahwa instalasi, stasiun ruang angkasa, dan benda-
benda lain yang ditempatkan di angkasa luar dapat digunakan secara bersama-
sama oleh semua negara.

F. Tanggung-jawab Negara (Liability), terdapat pengaturan:


Mengenai tanggung jawab negara, diatur dalam Space Liability Convention
1972, yang berisi :
1. negara peluncur bertanggung jawab secara internasional ata skerusakan/kerugian
di negara lain atas peluncuran benda
2. tanggung jawab yang harus dipikul negara peluncur adalah tanggung jawab
mutlak (strict liability), jadi negara tersbeut bertanggung jawab sepenuhnya untuk
mengganti kerugian kepada negara yang dirugikan
3. tuntutan ganti rugi dapat melalui saluran diplomatic
4. pembayaran ganti rugi dengan menggunakan mata uang negara penggugat (yang
dirugikan)
5. tuntutan ganti rugi juga dapat melalui komisi penuntut yang dibentuk atas
persetujuan para pihak

G. Negara Peluncur
Yang disebut negara peluncur adalah :
1. negara yang meluncurkan benda angkasa luar di negara nya dengan sarana nya
sendiri

78
2. negara yang meluncurkan benda angkasa luar di wilayah negara lain berdasarkan
perjanjian dengan sarana sendiri atau dengan sarana dari negara lain tersebut
3. negara yang mengadakan peluncuran benda angkasa luar milik negara lain atau
instansi non-pemerintah
4. negara yang menyediakan sarana peluncuran untuk digunakan negara lain di
wilayah negara lain tersebut.

Yang berhak Atas Ganti Rugi


1) orang secara individu
2) organisasi
3) negara
4) badan hukum
5) organisasi internasional antar pemerintah

H. Implementasi di Indonesia
Sampai sekarang Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi, yaitu :
1. UU no. 6 tahun 2002 meratifikasi Space Traty 1967
2. Keppres no. 4 tahun 1999 meratifikasi perjanjian tentang penyelamatan (rescue
agreement)
3. Keppres no. 20 tahun 1996 meratifikasi Space Liability Convention 1972
4. Keppres no. 5 tahun 1997 meratifikasi Registration Convention 1975

I. Manfaat bagi Indonesia


1) meletakkan landasan dan sumber hukum internasional yang berlaku sebagai
hukum nasional yang mengikat dalam rangka kegiatan pemanfaatan angkasa luar
2) menetapkan landasan hukum bagi peraturan perundang-undangan yang mengatur
berbagai aspek tentang kegiatan-kegiatan di bidang angkasa luar
3) memantapkan hubungan terhadap kepentingan Indonesia dalam pengembangan
industri keantariksaan
4) memberi landasan yang kuat untuk mendorong para ahli angkasa luar untuk
bekerja sama, bilateral maupun multilateral

79
Bab XX
Hukum Laut Internasional
(The International Law of The Sea)

A. Pengertian
Hukum Laut Internasional adalah kaidah-kaidah Hukum Internasional yang
mengatur tentang hak dan kewenangan negara atas perairan/wilayah laut yang berada
dalam yurisdiksi nasionalnya.

B. Konferensi PBB
Dalam perkembangannya, Hukum Laut Internasional setelah Perang Dunia II
terjadi konferensi PBB tentang Hukum Laut, yaitu :
1. UNCLOS (United Nations Conference on The Law of The Sea) I 1958
2. UNCLOS II 1960
3. UNCLOS III 1982

1) UNCLOS I I958
Diadakan di Genewa, Swiss tahun 1958.
- menghasilkan 4 konvensi :
1. konvensi mengenai laut territorial dan zona tambahan
2. konvensi mengenai laut bebas
3. konvensi mengenai perikanan dan pelestarian SDA hayati di laut bebas
4. konvensi mengenai landas kontinen
- Indonesia meratifikasi konvensi hasil UNCLOS I dengan UU no. 19 tahun
1961. Tetapi ratifikasi tersebut disertai reservasi karena Indonesia sedang
memperjuangkan konsepsi negara kepulauan yang dicetuskan oleh Deklarasi
Djuanda 5 Desember 1957. Saat itu konsepsi tersebut belum diterima oleh
dunia sehingga Indonesia menyatakan reservasi.

80
2) UNCLOS II 1960
Konferensi ini diadakan khusus untuk membahas masalah lebar laut territorial,
akan tetapi dalam UNCLOS II masalah lebar laut belum mendapatkan kesepakatan
internasional, oleh karena itu saat itu negara-negara masing-masing menetapkan lebar
laut teritorialnya sendiri.
3) UNCLOS III 1982
Menghasilkan satu-satunya konvensi mengenai Hukum Laut PBB 1982 (Ios
Convention). Diresmikan dan ditandatangani di Montego Bay (Jamaika) dan
Indonesia telah meratifikasi dengan UU No.17 tahun 1985, mulai berlaku sejak 15
november 1994 yaitu 12 bulan setelah ratifikasi yang ke-60 (Negara Guyana)

C. Makna Konvensi Hukum Laut 1982 Bagi Indonesia


1) Perjuangan Indonesia mengenai konsepsi negara kepulauan (archiplegao state
concept) telah diakui oleh dunia internasional melalui Deklarasi Djuanda telah
mendapat pengakuan dalam part IV.Art 46-54
2) Wilayah laut Indonesia bertambah luas dari 3 juta km2 menjadi 5,8 juta km2.

Konsepsi negara kepulauan intinya adalah bahwa semua perairan yang berada di
antara dan disekitar pulau-pulau kepulauan Indonesia merupakan suatu kesatuan
wilayah nasional dan Indonesia menyatakan laut teritorialnya adalah 12 mil dari garis
pangkal kepulauan.

D. Kawasan Laut yang Berada dalam Yurisdiksi Indonesia

1) Kawasan di bawah kedaulatan penuh (Souvereignity)


1. Perairan pedalaman
= perairan pada sisi darat dari tiap-tiap pantai dan tiap-tiap pulau pada waktu
garis air rendah, termasuk muara-muara sungai, teluk-teluk, selat-selat, dan
perairan pelabuhan.
2. Perairan kepulauan
= perairan yang berada pada sisi dalam dari garis pangkal.
3. Laut territorial
= jalur laut yang berada pada sisi luar dari garis pangkal kepulauan yang
diukur selebar 12 mil.

81
Dilaut territorial meskipun ada di kedaulatan penuh terdapat hak dan
kepentingan unternasional, yaitu hak lintas damai, adalah hak bagi kapal-kapal
asing untuk berlayar melewati laut territorial dari bagian 1 hukum bebas ke
bagian laut bebas lainnya.
Terdapat syarat-syarat hak lintas damai, yaitu :
1. harus berlayar secara terus-menerus tanpa henti
2. dilarang melakukan bongkar muat
3. dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan
4. dilarang melakukan penelitian ilmiah kelautan
5. dilarang melakukan kegiatan militer
6. dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketertiban dan
kedaulatan negara
7. bagi kapal selam asing harus berlayar di permukaan laut dan memperlihatkan
benderanya
8. kapal asing tersebut harus berlayar melewati alur pelayaran yang telah
ditentukan (sealanes)
Bila kapal asing melanggar syarat-syarat di atas, maka terhadap kapal asing
tersebut dapat dilakukan tindakan pengusiran, yaitu memerintahkan kapal itu untuk
meninggalkan perairan Indonesia.
Contohnya dulu Kapal Lucitania Expresso (Kapal Portugis) pernah diusir oleh
Indonesia karena telah mengintimidasi rakyat Timor-Timur.

Ketiga perairan tersebut dinamakan Perairan Indonesia sebagaimana diatur


dalam UU no. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Ketiga perairan tersbeut ada di bawah kedaulatan penuh (Souvereignity), artinya
negara mempunyai kewenangan tertinggi dan sepenuhnya untuk menetapkan
peraturan dan penegakannya dalam rangka penegakan hukum dan kedaulatan di
wilayah laut tersebut.
Namun demikian, di perairan kepulauan terdapat hak-hak dan kepentingan
internasional yang harus dihormati di perairan kepulauan, yaitu :
1. hak lintas damai kapal-kapal asing (right of innocent passage)
2. hak Lintas Alur Kepulauan Indonesia (ALKI)
3. hak akses dan komunikasi

82
= hak kapal Malaysia untuk dapat berlayar dari Malaysia barat ke Malaysia
timur melalui perairan Indonesia.
4. hak penangkapan ikan secara tradisional (berdasarkan perjanjian bilateral
tahun 1983 dengan Malaysia)
= yaitu hak yang diberikan oleh Indonesia kepada nelayan-nelayan pribumi
Negara tetangga terdekat untuk menangkap ikan secara tradisional di wilayah
laut tertentu. Dengan beberapa syarat:
bahwa penangkapan ikan sudah berlangsung 100tahun / turun temurun
diberikan kepada nelayan pribumi
lokasi penangkapan ditentukan di perairan sekitar Anambas
menggunakan alat tradisional
alat/sarana penangkapan itu harus bersifat dinamis/tidak statis

2) Kawasan di bawah yurisdiksi dan kedaulatan negara (Souvereign right


jurisdiction)
1. Zona Tambahan (Contiguous Zone)
Zona tambahan adalah jalur laut yang berdampingan dengan laut territorial
yang diukur selebar 24 mil dari garis pangkal.
Di Zona tambahan berlaku yurisdiksi tertentu, yaitu di bidang :
a. bea cukai
b. imigrasi
c. fiscal/pajak
d. kesehatan kelautan (sanitary)
2. ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)
ZEE adalah jalur laut yang berdampingan dengan laut territorial yang
diukur 200 mil dari garis pangkal.
Di ZEE, Inonesia mempunyai yurisdiksi tertentu, yaitu di bidang
eksplorasi dan eksploitasi SDA, yang diatur dalam UU no.5 tahun 1983
tentang ZEE Indonesia.
Mengenai masalah penegakan hukum, di ZEE terdapat beberapa
ketentuan, yaitu :

83
a. Pelanggaran hukum di ZEE tidak dapat dijatuhi sanksi hukuman
badan/penjara, jadi hanya sanksi denda/perampasan. Hal ini sesuai
dengan UNCLOS III 1982.
b. Kompetensi relatif kejaksaan dan pengadilan yang berwenang adalah
pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah pelabuhan
tempat kapal tersebut ditahan
c. Aparat penyidik di ZEE adalah perwira AL yang ditunjuk panglima
TNI
3. Landas Kontinen
Landas kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya sampai titik
terluar continental margin (max. 35Landas kontinen adalah dasar laut dan
tanah di bawahnya sampai titik terluar kontinental margin (max. 350 mil).

3) Perairan di luar yurisdiksi nasional nasional Indonesia


1. Laut bebas
Laut bebas adalah laut yang tidak termasuk ke dalam wilayah territorial
negara manapun.
a. Di laut bebas terdapat kebebasan-kebebasan yang dapat dimanfaatkan
oleh semua negara, antara lain :
kebebasan pelayaran
kebebasan penerbangan
kebebasan menangkap ikan
kebabasan melakukan penelitian ilmiah kelautan
kebebasan memasang pipa dan kabel bawah laut
b. Kewajiban Negara (State Obligation)
memberantas kejahatan internasional (perompakan di laut,
perdagangan budak, narkotika, dll)
memberi pertolongan di laut bila terjadi musibah
mencegah dan menanggulangi pencemaran
mengawasi kapal berbendera negaranya
c. Hak pengejaran seketika (Hot Persuit)
adalah hak dari suatu/hak dari setiap negara dengan menggunakan
kapal perangnya/yang dinamakan dengan itu untuk melakukan

84
pengejaran terhadap kapal asing yang diduga telah melakukan
pelanggaran hukum di wilayahnya
Hak pengejaran seketika harus dilakukan terus menerus tanpa
henti.
Hak pengejaran seketika harus dihentikan apabila kapal yang
dikejar telah memasuki laut teritorial negara lain, untuk itu
upaya yang harus ditempuh adalah melalui ekstradisi.

2. Dasar Samudera Internasional (International Seabed Area)


adalah merupakan kawasan yang hanya digunakan untuk semua bangsa dan
negara untuk kepentingan bersifat damai.
Merupakan gagasan dari Dr.David Pardo.
Yang dimaksud dasar samudra dalam adalah merupakan kawasan laut dan
tanah didalamnya yang dikenal dengan kawasan warisan seluruh umat
manusia (commin heritage of mankind) artinya dikawasan tersebut tidak 1
negara pun yang boleh menuntut kedaulatan dan menuntut hak berdaulat tanpa
seizing PBB karena kawasan tersebut dikelola langsung oleh PBB, oleh sebab
itu PBB membentuk badan otoritas tertentu yang dinamakan International Sea
Bed Authority (ISA) dan dibantu oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan
PBB

85
Bab XXI
Hukum Ekonomi Internasional
(International Economic Law)

A. Pengertian
Hukum Ekonomi Internasional adalah kaidah-kaidah hukum internasional yang
mengatur tentang hubungan-hubngan hukum dalam perdagangan internasional.

B. Latar Belakang
Dengan perkembangan perdagangan internasional terutama setelah Perang
Dunia II, dalam praktek timbul ketidakseimbangan/ketimpangan antara negara maju
dengan negara berkembang.
Negara maju dalam perdagangan internasional sering kali mengajukan syarat-
syarat yang memberatkan negara berkembang sehingga negara berkembang tidak
mampu bersaing.

C. Tujuan
Yaitu untuk menghilangkan/mengurangi keadaan yang tidak seimbang dalam
perdagangan internasional khususnya dalam hubungan negara maju dangan negara
berkembang.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Hukum Ekonomi Internasional meliputi :
1. pergerakan internasional tentang barang-barang (international movement of
goods)
2. pergerakan internasional tentang jasa-jasa (internasional movement of
services)
3. pergerakan internasional tentang orang-orang yang melintas batas negara
(international movement of persons)
4. pergerakan internasional tentang penenaman modal (international movement
of investment)

86
5. pembayaran internasional dalam transaksi ekonomi (Foreign exchange
transaction)

E. Prinsip-prinsip dalam Hukum Ekonomi Internasional


1) Prinsip kebebasan berniaga
Bahwa setiap negara bebas melakukan perdagangan dengan negara manapun
2) Prinsip kebebasan berkomunikasi
Bahwa setiap negara berhak melakukan hubungan/komunikasi dengan negara
manapun

F. Kaidah-kaidah Dasar
1) Kaidah dasar minimum (Minimum standard)
= setiap negara wajib memberikan jaminan dan perlindungan kepada perusahaan
asing yang mengadakan kegiatan ekonomi di negara nya.
2) Kaidah dasar mengenai perlakuan yang sama (Identical treatment)
= tiap negara harus memberikan perlakuan yang sama secara timbale-
balik/resiprositas
3) Kaidah dasar tentang perlakuan nasional (National treatment)
= tiap negara harus memperlakukan barang-barang dan jasa-jasa yang telah
memasuki pasar dalam negrinya dengan cara yang sama sebagaimana negara
tersebut memperlakukan barang produksi nasionalnya.
4) Kaidah dasar non-diskriminasi (Non-discrimination/most-favoured nation clause)
= setiap negara harus memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara
yang sama-sama terikat dalam perjanjian internasional yang sama
5) Kaidah dasar tentang kewajiban untuk tidak membuat kebijakan ekonomi nasional
yang merugikan negara lain (Domestic economic policy)
6) Kaidah dasar penyelamatan (Safeguard and escape clause)
= bahwa kepada negara berkembang diberikan perkecualian/kelonggaran terhadap
ketentuan perdagangan internasional
7) Kaidah dasar pemberian preferensi umum (Generalized system of
preferences/GPS)
= dalam perdagangan internasional kepada negara-negara tertentu terutama
negara-negara berkembang diberikan keringanan oleh negara maju

87
8) Kaidah dasar mengenai penyelesaian sengketa secara damai (Amicable peaceful
settlement of dispute)

88
Bab XXII
Hukum Lingkungan Internasional
(International Environment Law)

A. Pengertian
Hukum Lingkungan Internasional adalah kaidah-kaidah Hukum Internasional
yang mengatur upaya tertentu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup.

B. Jenis
1) Hukum lingkungan klasik (used oriented law)
Hukum lingkungan klasik merupakan hukum lingkungan yang mengatur
tentang aspek-aspek lingkungan hidup tertentu, misalnya hukum perumahan,
hukum pengairan, hukum kesehatan, dll. Dalam hukum lingkungan klasik, yang
ditekankan adalah bagaimana cara memanfaatkan lingkungan ntuk mendapatkan
keuntungan.
2) Hukum lingkungan modern (environment oriental law)
Hukum lingkungan modern merupakan hukum lingkungan yang berorientasi
kepada llingkungan hidup secara menyeluruh dan komprehensif (lengkap).
Tujuan hukum lingkungan modern yaitu untuk melestarikan kepentingan
lingkungan hidup dan memperhatikan kepentingan lingkungan hidup untuk
generasi mendatang.

C. Sumber Permasalahan
Sampai saat ini, permasalahan lingkungan hidup bersumber dari hal-hal sebagai
berikut :
1. kemiskinan
2. kependudukan
3. pengrusakan
4. kebijakan pemerintah
Di negara-negara maju, pada umumnya permasalahan lingkungan hidup
disebabkan karena kemajuan teknologi dan IPTEK. Sedangkan di negara-negara

89
berkembang, pada umumnya permasalahan lingkungan hidup disebabkan karena
faktor kemiskinan dan masalah kependudukan.

D. Gerakan-gerakan Internasional
1) Konferensi Stockholm 1972
Hasil dari konferensi tersebut adalah :
1. dicetuskannya deklarasi tentang lingkungan hidup manusia yang dikenal
dengan Deklarasi Stockholm.
2. dicetuskannya rekomendasi mengenai lingkungan hidup
3. dicetuskannya rekomendasi tentang kelembagaan dan kewenangannya di
bidang lingkungan hidup
4. ditetapkannya tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hiudp sedunia
Makna dari konferensi tersebut adalah :
1. dengan adanya Deklarasi Stockholm, maka Hukum Lingkungan
memperoleh dukungan yang kuat, baik regional maupun internasional
2. Deklarasi Stockholm memberikan pengarahan yang cukup lua bagi
perkembangan Hukum Lingkungan Internasional dan pengelolaan
lingkungan hidup
3. Konferensi Sotockholm telah menciptakan kesatuan dalam pemikiran dan
visi/pandangan mengenai lingkungan hidup
2) Konferensi KTT Bumi (Earth Summit Meeting) 1992
Konferensi ini diadakan bersamaan dengan peringatan 20 th
Konferensi Stockholm di rio de Jeneiro tahun1992.
Dalam KTT ini dicetuskan beberapa hal :
1. Agenda 21
Yaitu berisi perencanaan kegiatan mengenai lingkungan hidup di abad 21.
Agenda 21 dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan, kelaparan,
pemberantasan buta huruf, dan menghentikan pengrusakan lingkungan
hidup.
2. KTT bumi menciptakan konvensi tentang perubahan iklim (Convention on
Climate Change)
3. Diciptakannya Konvensi tentang keanekaragaman hayati (Convention on
Bio Diversity)

90
4. Diciptakannya prinsip-prinsip kehutanan
3) Konferensi Montevideo 1981
Dalam konferensi ini dicetuskannya wawasan di bidang lingkungan hidup
yang dikenal dengan Suistainable Development (Wawasan Pembangunan
berkelanjutan), maksudnya bahwa setiap negara dalam melakukan pembangunan
nasional hendaknya pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk kepentingan
generasi sekarang saja, tapi juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi
mendatang.

E. Asas-asas
1) Prinsip pencemar membayar (Polluter pays principle)
Bahwa dalam segala kegiatan usaha yang berhubungan dengan lingkungan
hidup maka penanggung jawab kegiatan usaha harus memasukkan dalam biaya
produksinya factor biaya untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan hidup.
2) Prinsip pencegahan pencemaran yang menguntungkan (Pollution prevention pays)
Bahwa dalam kegiatan usaha yang berhubungan dengan masalah lingkungan
hidup si penanggung jawab diwajibkan sejak awal produksinya menggunakan
teknologi yang memadai, yang dapat mencegah terjadinya pencemaran/kerusakan
lingkungan hidup.
3) Prinsip tanggung jawab langsung (strict liability)
Yaitu apabila terjadi suatu peristiwa pencemaran/perusakan lingkungan hidup
maka pada saat itu juga demi hukum si pelaku secara langsung bertanggung jawab
mengganti rugi sebagai akibat dari pencemaran yang ditimbulkannya tanpa harus
dibuktikan kesalahannya.
Asas Strict Liability berbeda dengan pasal 1365 BW, karena asas yang
terdapat dalam pasal 1365 adalah asas liability by fault yang terdiri dari 5 unsur
yang harus dibuktikan, yaitu :
1. adanya perbuatan
2. adanya perbuatan melawan hukum
3. adanya kerugian
4. adanya hubungan kausalitas (sebab akibat) antara kerugian dan perbuatan
5. adanya kesalahan

91
Terhadap asas Strict Liability ini terdapat beberapa pengecualian yaitu :
1. pencemaran karena bencana alam atau hal-hal yang di luar kemampuan
manusia
2. pencemaran karena peperangan
3. pencemaran karena kesalahan pihak ke-3
4. pencemaran karena kesalahan pemerintah sendiri
Dalam keadaan-keadaan diatas, si pelaku tidak dikenakan asas Strict Liability.
Asas Strict Liability ini untuk pertama kalinya dicetuskan dalam suatu
konferensi yang dikenal dengan Civil Liability Convention 1969.

F. Jenis-jenis Tanggung Jawab


1) Tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada korban pencemaran
(Compensation Liability)
2) Tanggung jawab biaya-biaya pencemaran lingkungan hidup dan harus
mengembalikan lingkungan ke keadaan semula (Liability to Cost of Ecological
Restoration)
3) Strict Liability
4) Tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum (Tortious Liability)
Pasal 1365 KUHPerdata

G. Instrumen Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup


1. Instrumen Administrasi
Dapat ditempuh melalui cara :
a. pertama-tama dilakukan melalu sarana pengawasan yang dilakukan
oleh pejabat yang berwenang
b. apabila ternyata kegiatan tersebut tidak memenuhi ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan maka terhadap penanggungjawab kegiatan diberikan
peringatan berupa teguran secara lisan kemudian diikuti teguran secara
tertulis
c. menerapkan sanksi administrative, yaitu apabila peringatan tidak
diindahkan maka terhadap penangungjawab kegiatan diberikan sanksi
administratif yang berupa pencabutan izin yang dilakukan oleh kepala
daerah atas usul audit lingkungan.

92
2. Instrumen Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
1. Negoisasi antara di pelaku dan korban
2. Mediasi, yaitu dengan bantuan pihak ke-3
3. Konsultasi
4. Konsiliasi, yaitu ada pihak ke-3 yang ikut aktif
5. Mencari fakta penyebab terjadinya kasus tersebut
6. Arbitrase
3. Instrumen Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
1. Instrumen Hukum Perdata
Yaitu melalui :
a. Pasal 1365 BW (Liability Based on Fault)
b. Legal standing
Legal standing adalah gugatan melalui organisasi lingkungan
hidup yang dikenal sehari-hari, misalnya WALHI.
Gugatan legal standing terbatas pada gugatan yang berisi :
- memohon kepada pengadilan agar seseorang yang
bertanggung jawab diperintahkan melaksanakan pelestarian
lingkungan hidup
- menyatakan seseorang bertanggung jawab telah melakukan
pencemaran lingkungan hidup
- memohon kepada pengadilan agar memerintahkan yang
bertanggung jawab untuk memperbaiki unit pengolah
limbah
c. Class Action (gugatan secara bersama-sama)
Untuk dapat melakukan class action, gugatan harus memenuhi
syarat-syarat :
1. permasalahan harus sama, yaitu permasalahan lingkungan
hidup
2. fakta hukum nya sama, yaitu mengalami kerugian
3. tuntutannya harus sama, yaitu menuntut ganti rugi secara
kolektif
2. Instrumen Kepidanaan
dilakukan apabila instrument-instrumen lainnya tidak efektif.
Merupakan jalan terakhir (Ultimatum Remedium).

93
a. Fungsi
1. Asas Subsidiaritas
= instrumen Hukum Pidana dilaksanakan sebagai
pengganti/tambahan bila sanksi-sanksi hukum lainnya sudah
tidak efektif
2. Asas Ultimatum Remedium
= instrumen Hukum Pidana ditempuh sebagai jalan terakhir
b. Pengecualian
Bila dalam peristiwa pencemaran dan pengrusakan lingkungan
hidup menyebabkan
- orang mati
- luka berat
- atau menimbulkan keresahan masyarakat
maka instrument Hukum Pidana dapat langsung diterapkan,
tidak perlu menunggu tahap-tahap sebelumnya.

94
Bab XXIII
Mahkamah Kejahatan Internasional
(International Criminal Court/ICC)

A. Latar Belakang
Pada masa lalu, terutama sebelum PD II para pelaku/penjahat yang melakukan
kejahatan internasional, seperti kejahatan perang, kejahatan missal, kejahatan
terhadap HAM, dan kejahatan agresi. Para pelaku kejahatan tersebut sering luput dari
tuntutan hukum, yang dilakukan adalah peradilan terhadap mereka sifatnya hanya
bersifat formal dan hukuman yang dijatuhkan sangat ringan. Berdasarkan latar
belakang itu maka setelah PD II mulai melakukan langkah-langkah untuk menyeret
para pelaku kejahatan tersebut ke pengadilan yang khusus dibentuk oleh PBB.
Yang termasuk internasional crime antara lain war crime, genocide, crime against
humanity, agression.

B. Sejarah dan Perkembangan


1) Nuremberg Trial
Setelah PD II berdasarkan Piagam London 1945 dibentuklah Mahkamah
Militer Internasional yang dikenal dengan Pengadilan Nuremberg/Nuremberg
Trial yang mengadili para penjahat perang Nazi Jerman yang dianggap melakukan
kejahatan perang. Dalam Pengadilan tersebut banyak pelaku yang dijatuhi
hukuman mati.
2) Tokyo Trial
Bersamaan dengan dibentuknya Nuremberg Trial pada tahun 1946 Jendral
Mac Arthur, panglima Jendral tertinggi di Asia Pasifik membentuk Mahkamah
Militer Internasional yang dikenal dengan Mahkamah Tokyo/Tokyo Trial.
3) International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY)
Pada tahun 1993, Dewan Keamanan PBB membentuk Mahkamah
Kejahatan/NMahkamah Pidana Internasional yang mengadili para penjahat perang
Yugoslavia yang melakukan kejahatan-kejahatan terhadap HAM dan melakukan
kejahatan Genosida (pembunuhan massal). Pada waktu itu ada bentrokan yang
sangat sadis di Posopo, di tempat yang berada di bawah negara Yugoslavia.

95
Sekarang Yugoslavia pecah menjadi negara sendiri-sendiri. Untuk itu terjadi
perang saudara, kebanyakan korbannya umat muslim, Bosnia, dan pembunuhan
massal. Oleh karena itu Dewan Keamanan membuat Mahkamah Kejahatan di
bekas negara Yugoslavia karena sudah pecah.
4) International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR)
Perang suku yang menimbulkan banyak korban, sehingga kemudian pada
tahun 1994 di Rwanda, Afrika, Dewan KEamanan PBB membentuk Mahkamah
Kejahatan Internasional.
5) Statuta Roma
Pada tahun 1998 berdasarkan Statuta Roma, dibentuklah International
Criminal Court/Mahkamah Kejahatan Pidana Internasional (ICC). Statuta Roma
ini mulai berlaku pada bulan April 2002.
Isi penting dari Statuta Roma tersebut adalah :
1. seorang prajurit secara individual bertanggung-jawab atas kejahatan
internasional yang dilakukannya
2. pertanggung jawaban tersbeut tidak dapat dihilangkan dengan alas an
perintah alasan.

C. Wewenang/Yurisdiksi ICC
Yurisdiksi ICC meliputi :
1) Kejahatan Genosida
Genosida adalah suatu kejahatan pembunuhan massal yang dilakukan secara
sistematis/direncanakan yang dimaksudkan untuk membinasakan, melenyapkan
suatu ras/suku/bangsa/kelompok-kelompok lain. Contohnya seperti pada waktu
Nazi Jerman, saat itu yang menjadi korban adalah ras Yahudi yang dibinasakan
dengan sadis, kurang lebih 1 juta bangsa Yahudi binasa.
2) Kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes Against Humanity)
Meliputi pelanggaran HAM berat, penyiksaan, pemerkosaan, dan kekerasan-
kekerasan lain.
3) Kejahatan Perang (War Crimes)
Yaitu kejahatan terhadap ketentuan-ketentuan Hukum Perang seperti
menggunakan senjata kimia, biologi, atau senjata pemusnah massal.
4) Kejahatan Agresi (Agression)

96
Yaitu penyerangan mandadak untuk menundukkan/menaklukan pihak lawan,
seperti yang dilakukan oleh Jepang pada waktu PD II, secra mendadak Jepang
melakukan serangan di Pearl Harbour yang melanggar ketentuan Hukum Perang.

ICC dilengkapi dengan aparat-aparat penegakkan hukum seperti penyidik,


penuntut, dan hakim.

Dalam Statuta Roma ditegaskan bahwa negara-negara yang sudah meratifikasi


Satuta Roma apabila diperlukan ICC dapat melakukan intervensi atau melakukan
pengadilan ulang terhadap pengadilan yang dilakukan oleh negara yang bersangkutan.
Intervensi/pengadilan ulang dapat dilakukan oleh ICC apabila negara yang
bersangkutan dinilai dalam melakukan pengadilan terhadap perkara tersebut dinilai
tidak sungguh-sungguh untuk melakukan pengadilan dengan sebenar-benarnya, oleh
karena adanya kewenangan-kewenangn ICC itu maka beberapa negara besar sampai
sekarang belum meratifikasi Statuta Roma, antara lain AS dan negara besar lainnya,
termasuk Cina dan India.
Untuk Indonesia sampai sekarang belum bersedia meratifikasi, mungkin karena
ada wewenang dari ICC yang memberatkan. Meskipun belum meratifikasi, tetapi
dalam beberapa hal Indonesia sudah mengantisipasi ketentuan ICC itu, yaitu dengan
dibentuknya UU no.26/2000 tentang HAM yang dalam salah satu pasalnya
menyatakan bahwa Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus kejahatan
HAM internasional, termasuk di dalamnya kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.

97
Bab XXIV
Kasus-kasus Penting Dalam Hukum Internasional
(International Cases)

A. Latar Belakang
Kita perlu meneliti kasus-kasus tersebut karena kasus-kasus yang diputus oleh
putusan Mahkamah Internasional bisa dipakai sebagai yurisprudensi.

B. Kasus

1) Island of Palmas Case (Kasus Pulau Miangas)


A. Duduk Perkara
1. Pulau Miangas ditemukan oleh Spanyol sekitar abad ke-17, jadi Spanyol
merasa berhak atas pulau itu karena dia yang menemukan dan menyatakan
pulau itu milik Spanyol. Pernyataan pemilikan itu dalam Hukum
Internasional dinamakan Discovery Right.
2. Pada tahun 1898 terjadi peperangan antara Spanyol dan AS tahun 1898
3. Berdasarkan Treaty of Paris 1898 Spanyol menyerahkan Pulau Miangas
kepada AS karena Spanyol kalah dalam perang
4. Akan tetapi, baik Spanyol maupun AS tidak pernah melakukan tindakan
okupasi secara nyata (effective occupation), seperti membangun
pemerintahan, hubungan rakyatnya, mengibarkan bendera, dll.
5. Di lain pihak, justru Belanda lah yang sejak abad ke-17 telah melakukan
effective occupation terhadap pulau tersebut. Belanda melakukan
hubungan dagang dengan penduduk Palmas dan tindakan-tindaka nyata
lain, dengan demikian Belanda telah meletakkan kedaulatannya di Las
Palmas, sehingga Belanda telah secara nyata menguasai pulau itu.
6. Pada tahun 1906 AS datang ke Pulau Maingas dan menjumpai bahwa telah
berkibar bendera Belanda disana.
7. Pada tahun 1928 terjadi perselisihan/sengketa antara Belanda dan AS atas
wilayah Pulau Miangas, selanjutnya sengketa tsb diajukan ke Mahkamah
Arbitrase Internasional.

98
B. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (Diketuai Max Huber)
Pertimbangan Mahkamah :
1. Mahkamah mempertimbangkan bahwa Discovery Right Spanyol tidak bisa
menjadi dasar hukum yang kuat karena tidak diikuti dengan effective
occupation, begitu pula AS yang mendapatkan penyerahan dari Spanyol,
tidak punya kekuatan hokum yang dikuat karena tidak melakukan effective
occupation.
2. Menurut Mahkamah, ada 2 syarat yang membuktikan bahwa suatu negara
telah melakukan effective occupation, yaitu :
a. adanya kehendak/keinginan untuk bertindak menjalankan kedaulatan
di Pulau itu
b. telah melaksanakn/menunjukkan kedaulatansecara nyata di wilayah tsb
tidak dengan paksaan/kekerasan. Dalam Hukum Internasional
dinamakan Display of Souvereignity.
Kedua persyaratan tersebut ternyata tidak dipenuhi oleh AS sedangkan
telah dipenuhi oleh Belanda, karena Belanda berkeinginan dan
melaksanakan keinginan untuk berdaulat (Display of Souvereignity),
yaitu dengan melakukan perbuatan-perbuatan hukum di bidang
pemerintahan, administrasi public, mempunyai hubungan yang kuat
dengan penduduk Pulau Miangas dan telah mengibarkan bendera Belanda.
Berdasarkan pertimbangan itulah Mahkamah Arbitrase Internasional
menyatakan bahwa Pulau Miangas itu adalah milik Belanda, bukan milik AS.

2) Island of Sipadan & Ligitan Case ( Kasus P.Ligitan dan P.Sipadan )


A. Latar Belakang
1. Pada tahun 1969 Malaysia mempermasalahkan tentang batas landas
kontinen antara Malaysia dengan Indonesia. Maka pada waktu itu
muncullah permasalahan tentang Pulau Sipadan dan Ligitan. Tapi pada
waktu itu sengkete tidak ditindak lanjuti.
2. Karena sudah muncul sebagai masalah, maka sekitar tahun 1995-1996,
kedua pemerintah mengutus waktu khusus masing-masing untuk
mengadakan pertemuan guna memberikan rekomendasi kepada
pemerintah masing-masing. Dari Indonesia saat itu ditunjuk wakil khusus

99
yaitu Mentri Sekretaris Negara yaitu Bapak Muldiono, sedangkan dari
Malaysia ditunjuk wakil Perdana Mentri Anwar Ibrahim. Ketika itu
mereka sudah melakukan pertemuan sebanyak 4 kali
3. Kedua utusan khusus tsb berkesimpulan bahwa mereka tidak melihat
solusi lain kecuali penyerahan masalah tersebut kepada Mahkamah
Internasional yang adil, netral, dan berwibawa
4. Presiden Soeharto dan Perdana Mentri Malaysia Mahatir Muhammad
menyetujui rekomendasi tsb sehingga menjadi keputusan politick kedua
negara
5. Selanjutnya keputusan tsb ditindak lanjuti dngan perundingan tingkat luar
negri yang kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian, yaitu perjanjian
untuk menyerahkan masalah pulau itu ke Mahkamah Internasional.
Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani tanggal 19 Mei 1997 dan
diratifikasi oleh Indonesia dengan KEppres No. 49/1997. Masing-masing
negara menunjuk tim pengacara, Indonesia dari PErancis, sedangkan
Malaysia dari Inggris.
Maka dilakukanlah Sidang Mahkamah Internasional mulai tahun 1998.
B. Pertimbangan dan Hasil Sidang Mahkamah Internasional
1. Pandangan Mahkamah Internasional terhadap dalil Malaysia
a. Mahkamah menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau
sengketa tsb pernah menjadi bagian dari wilayah yang diperoleh
Malaysia berdasarkan kontrak antar Sultan Sulu dengan utusan Inggris.
b. Mahkamah menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau tsb
termasuk wilayah Sulu yang secara berantai dikuasai Spanyol, AS,
Inggris dan kemudian diserahkan kepada Malaysia. Penyerahan
kedaulatan yang berantai itu dalam Hukum Internasional dikenal
dengan Chain of Title Theory.
c. Menurut Mahkamah tidak ada 1 bukti pun dokumen
hukum/pembuktian yang diajukan Malaysia berdasarkan dalil
penyerahan kedaulatan secara berantai tsb.
2. Pandangan Mahkamah Internasional terhadap dalil Indonesia
a. Mahkamah menolak argumentasi Indonesia bahwa kedua pulau tsb
merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan Belanda saat
penjajahan berdasarkan perjanjian antara Inggris dan Belanda. Dalam

100
hal ini Mahkamah berpendapat bahwa tidak ada perjanjian/bukti yang
kuat mengenai status kepemilikan kedua pulau itu.
b. Mahkamah menolak dalil Indonesia bahwa kedua pulau tsb adalah
bagian dari Kesultanan Bunungan yang diserahkan Belanda kepada
Indonesia. Dalam hal ini Mahkamah menolak karena tidak ada
dokumen yang kuat yang menjelaskan kepemilikan Belanda atas dua
pulau tsb
3. Pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Internasional
Terhadap Indonesia :
a. Mahkamah menyimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti yang kuat yang
dapat mewujudkan kedaulatan Belanda atas kedua pulau tsb. Dengan
kata lain Mahkamah Internasional menyatakan bahwa BElanda tidak
pernah melakukan Display of Souvereignity.
b. Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa UU no.4 tahun 1960
tentang perairan Indonesia tidak memasukkan kedua pulau tsb kedalam
wilayah Indonesia
Terhadap Malaysia :
Mahkamah menyimpulkan bahwa sejumlah dokumen menunjukkan
adanya beragam tindakan pengelolaan yang berkesinambungan dan
damai (Occupation of Peaceful) oleh pemerintah kolonial Inggris sejak
1917. Disamping itu pemerintahan colonial Inggris sejak 1961 telah
melakukan dan ,menerbitkan bentuk peraturan perundang-undangan,
administrasi pemerintahan atas kedua pulau tsb. Serta menetapkan
Pulau Sipadan sebagai cagar burung, pembangunan dan pemeliharaan
mercusuar di kedua pulau tsb oleh Malaysia.
4. Putusan
Bahwa Inggris terbukti telah melakukan Occupation of Peaceful
terhadap kedua pulau tsb, sehingga diputuskan bahwa Malaysia, adalah
pemilik kedua pulau tersebut.

101

Anda mungkin juga menyukai