Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PSIKOLOGI

MAKALAH
“ Memahami Student Diversity dan Gaya Belajar Siswa”

KELOMPOK V
SYAMSUL ALIM BAHRI 171050801030
NURUL MUTHMAINNAH HERMAN 171050801031
ARFIANA 171050801028

PRODI PENDIDIKAN FISIKA


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
i
ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “
Memahami Student Diversity dan Gaya Belajar Siswa”.

Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini. Terutama kepada dosen pembimbing, yang telah
membimbing kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Kami selaku penulis ingin ikut berpartisipasi dalam penyampaian tentang “


Memahami Student Diversity dan Gaya Belajar Siswa”. Kami berharap, apa yang kami
sampaikan dapat diterima dan mudah untuk dipahami.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi segenap pembaca. Dan apabila ada kekurangan
atau kesalahan, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat kami harapkan dari
segenap pembaca untuk perbaikan kami di lain kesempatan. Karena hal tersebut untuk
perbaikan kami di lain kesempatan.

Wassalamu’alaikum
wr.wb

Makassar, 18 Oktober
2017

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii

DAFTAR ISI .........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3

A. Pengertian Keragaman Peserta Didik .......................................................................3


1. Intelegensi ............................................................................................................4
2. Kecerdasan Emosional ........................................................................................5
3. Kecerdasan Spiritual ............................................................................................6
4. Kepribadian ..........................................................................................................7
5. Tempramen ..........................................................................................................8
6. Status Sosial Ekonomi .........................................................................................11
7. Kultur ...................................................................................................................11
B. Gaya Belajar dan Berpikir .........................................................................................11
C. Ciri-Ciri Gaya Belajar ................................................................................................13

BAB III PENUTUP ..............................................................................................................16

A. Kesimpulan ...............................................................................................................16
B. Saran .........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................vi

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di
sekolah dalam situasi – situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana
seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu
yang mudah dan menyenangkan.
Perlu di sadari bahwa tidak semua orang punya gaya belajar yang sama.
Walaupun bila mereka di sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama. Kemampuan
seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada
yang cepat, sedang dan adapula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus
menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang
sama.
Di lingkungan sekolah, sebagian siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan
cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca,
kemudian mencoba memahaminya. Sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar
dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa
memahaminya. Sementara itu, ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil
untuk mendiskusikan pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut.
Cara lain yang juga di sukai banyak siswa adalah model belajar yang
menempatkan guru tidak ubahnya seorang penceramah. Guru di harapkan bercerita
panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa
mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka
pahami sendiri.
Apapun cara yang dipilih, perbedaannya gaya belajar itu menunjukkan cara
tercepat dan terbaik bagi setiap individu bisa menyerap sebuah informasi dari luar
dirinya. Oleh karena itu, sebagai seorang guru bisa memahami bagaimana perbedaan
gaya belajar pada siswanya, dan mencoba menyadarkan siswanya akan perbedaan
tersebut, mungkin akan lebih mudah bagi guru untuk menyampaikan informasi lebih
efektif dan efisien.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep keragaman peserta didik?
2. Bagaimana gaya belajar mempengaruhi keragaman peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui konsep keragaman peserta didik
2. Memahami konsep gaya belajar terhadap keragaman peserta didik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keragaman Peserta Didik


Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat
dilakukan seseorang. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dalam
menerima materi yang diajarkan oleh seorang guru. Guru hendaknya memberikan
perhatian khusus terhadap siswa – siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah
dengan berusaha menemukan dan mengatasi kesulitan belajar siswa dengan men-
diagnosis kesulitan belajar siswa tersebut. Dan jika tingkat kesulitan belajarnya sangat
sulit diidentifikasi maka tidak ada salahnya kita meminta bantuan guru lain atau guru
yang berkompeten dalam hal ini dan ini biasanya guru bimbingan dan penyuluhan.
Setelah guru menemukan perbedaan – perbedaan dari setiap individu, maka
langkah berikutnya adalah melakukan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran
yang disesuaikan dengan perbedaan tersebut agar setiap individu mampu berkembang
sesuai dengan kemampuan dan kecepatan yang dimiliki masing – masing individu siswa.
Mengajar siswa dengan kemampuan belajar cepat akan berbeda dengan mengajar siswa
dengan kemampuan belajar kurang/lambat. Kemampuan yang berbeda dari setiap
individu memerlukan pelayanan tersendiri bagi guru dalam upaya penyesuaian program
pengajaran yang akan dibuat dan dilaksanakan.
Jika kesulitan – kesulitan yang dihadapi ini memang sangat sulit dipecahkan maka
guru tidak perlu memaksakan diri sampai diluar batas kemampuannya. Minimal guru
mampu melaksanakan pada tahap yang dapat dilaksanakannya, misal; terhadap siswa
yang memiliki kemampuan cepat dalam menyerap materi pelajaran maka guru bisa saja
memberinya materi atau tugas tambahan untuk dikerjakannya diluar sekolah, sedangkan
siswa yang memiliki kemampuan kurang maka guru dapat memberinya materi yang
sesuai untuknya. Siswa yang memiliki bakat menonjol bisa di beri kesempatan atau di
beri fasilitas untuk mengembangkannya sedangkan siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar maka perlu dibantu agar siswa tersebut dapat mengatasi kesulitannya.

3
Keberagaman peserta didik dalam belajar terbagi dalam 8 (delapan) jenis, diantaranya
meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematik, kecerdasan spasial, kecerdasan
musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan
kecerdasan naturalis (Gardner, 1983). Berbicara kemampuan yang dimiliki seseorang tak dapat
dilepaskan dari kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Di mana seseorang disebut sukses,
apabila hidup dengan harta berlimpah, memiliki fasilitas lengkap untuk melakukan aktivitas apa
saja yang disukai. Namun ukuran sukses bagi seorang siswa adalah bila nilai mata pelajaran yang
diujikan secara nasionalnya berada diatas kriteria. Memang ukuran idealnya sukses bukan hanya
diukur dengan nilai mata pelajaran yang diujikan secara nasional saja, akan tetapi juga karena
kemampuan mengelola emosi dan mental spiritualnya. Tak dapat disangkal kecerdasan
intelektual dapat menentukan kelulusan seorang siswa, tetapi bila tidak mempersiapkan diri untuk
menghadapi kegagalan, tetap saja berbahaya bagi kelangsungan hidupnya di masa depan. Belajar
untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah
persiapan mental spiritualnya. Belajar dan berdoa.

Sebagai seorang guru, penting kiranya mengetahui bakat siswa yang memiliki
kelemahan dalam salah satu pelajaran yang diujikan secara nasional, akan tetapi istimewa
untuk salah satu pelajaran non nasional. Letak pentingnya adalah, perhatian guru
terhadap siswa sangat mempengaruhi motivasi pribadi siswa. Terutama bila siswa merasa
respek dengan guru tadi. Mengingat dalam keseharian siswa perlu tokoh yang dijadikan
pola anutan untuk mempersiapkan masa depannya. Siswa perlu mengetahui, bahwa
dirinya sangatlah berarti di mata Sang Pencipta. Menyadarkan siswa akan potensi dirinya,
diperlukan kearifan pendidik. Pendidik ataupun orangtua sebagai pendidik pertama dan
utama, perlu melakukan upaya yang dapat mengembangkan potensi siswa secara
maksimal. Bakat yang dimiliki anak perlu kita cermati dengan jeli dan penuh perhatian.
Siswa sebagai pribadi yang unik, dengan bakat dan minat tentu berbeda satu dengan yang
lain.

Beberapa indicator yang mempengaruhi keragaman peserta didik adalah intelegensi,


kepribadian dan tempramen, status sosial ekonomi, serta kultur dan gaya belajar.

1. Intelegensi
Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan
kata “inteligensia“ berasal dari kata inter dan lego, “inter” berarti diantara, sedangkan lego berarti

4
memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih
suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Inteligensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau
menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind together). Masyarakat umum mengenal
inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan
untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada,
dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Minat terhadap inteligensi sering kali difokuskan
pada perbedaan individual dan penilaian individual.

2. Kecerdasan Emosional

Emotional Intelligence atau sering disebut Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan
emosional yang mencakup kesadaran diri, pengendalian dorongan hati, ketekunan, semangat atau
motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.

Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari 4 area :


 Developing emotional, seperti : kemampuan untuk memisahkan perasaan dari tindakan.
 Managing emotions, seperti : mampu untuk mengendalikan amarah.
 Reading emotions, seperti : memahami perspektif orang lain.
 Handing relationships, seperti : kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.

Sebelumnya sudah banyak penelitian tentang kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan


intelektual bisa diukur, ditunjuk dengan score-score tertentu, apakah tinggi, sedang, jenius, diatas
rata-rata atau dibawah rata-rata. Jelas bahwa kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi berbicara
tentang kemampuan minat intelektual yang dapat kita ramalkan. Sedangkan kecerdasan emosi
(EQ) yang tinggi berbicara menggenai tidak mudah takut ataupun gelisah, mudah bergaul,
mampu melibatkan diri dengan orang lain atau dengan permasalahan, tanggung jawab dan
simpatik, erat dalam hubungan social.

Daniel Goleman mengungkapkan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ
sedang-sedang menjadi berhasil. Hal ini disebabkan oleh satu faktor penting, yang selama ini
selalu diabaikan, yaitu faktor EQ. Kecerdasan emosional ini memiliki ciri-ciri yang menandai
orang yang menonjol dalam hubungan interpersonal yang dekat dan hangat, penyesuaian dan
pengendalian diri yang baik (dalam hal emosi, perasaan, frustrasi), menjadi bintang di pergaulan
linkungan sosial dan dunia kerja. Seandainya seorang yang memiliki kecerdasan emosional yang

5
rendah maka dia akan mengalami kesulitan bergaul (sulit berteman), kesulitan mendapat
pekerjaan, kesulitan perkawinan, kecanggungan mendidik anak, memburuknya kesehatan, dan
akhirnya menghambat perkembangan intelektual dan menghancurkan karir. Barangkali kerugian
terbesar diderita oleh anak-anak, yaitu dapat terjerumus stres, depresi, gangguan makan,
kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas, dan kejahatan dengan kekerasan.

Dalam lingkungan sosial, orang yang berhasil belum tentu orang yang waktu masih sebagai
siswa yang mempunyai nilai sekolah yang baik sekali, juga belum tentu yang keluaran dari
sekolah favourit/terkenal. Mereka yang berhasil adalah kebanyakan dari mereka yang dalam
memanfaatkan dan mengembangkan faktor EQ dalam hubungan sosial. Seperti : penghargaan
satu dengan yang lainnya, kesadaran diri, pengendalian diri, kesabaran, sikap halus (lembut),
optimistik, dan lain-lain. Disini digunakan kata memanfaatkan dan mengembangkan seperti
disebutkan diatas karena EQ itu selain dipengaruhi oleh faktor keturunan (nature) juga
dipengaruhi oleh faktor belajar/setelah lahir (nurture).

Satu hal yang menggembirakan ini adalah bahwa EQ itu dapat dikembangkan, dipupuk, dan
diperkuat dalam diri kita semua. Oleh karena itu, kita bisa berusaha meningkatkan kecerdasan
emosional itu agar memperoleh dan menikmati hidup yang sehat, bahagia, dan berhasil di segala
bidang kehidupan ini. Meskipun demikian, kita tidak bisa mengenal diri kita secara penuh atau
total, tetapi kita harus berusaha menuju jalan atau cara yang bisa membuat kita lebih mengetahui
dan memahami EQ itu sendiri. Hal ini dengan maksud untuk menampilkan dan menguatkan
perilaku kita yang positif (kelebihan dan keunggulan kita) serta menutupi dan mengaburkan
perilaku kita yang negatif (kelemahan dan kejelekan kita).

3. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (Spiritual Quotient) adalah
kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui
penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.

SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai
dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk
menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.

Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan
seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki
tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu

6
mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai
dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada
akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.

4. Kepribadian & Temperamen


A. Kepribadian

Menurut Horton (1982:12), pengertian kepribadian adalah keseluruhan sikap,


perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan
temperamen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi
tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan berprilaku yang baku, atau berpola dan
konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Sedangkan pengertian kepribadian
menurut Schaefer dan Lamm (1998:97) adalah sebagai keseluruhan pola sikap,
kebutuhan, ciri-ciri khas, dan perilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi
standar atau baku, berlaku terus-menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi
yang dihadapi. Pola perilaku dengan demikian juga merupakan perilaku yang sudah baku,
yang cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi kehidupan
tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan diri dari kontak
mata dengan lawan bicaranya.
Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
antara lain:
Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau
seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan,
peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.
Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.
Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat, yakni manusia-manusia lain
disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah
tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku
dimasyarakat itu.

7
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah
sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini
disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang
diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi
karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana
bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima
dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak
dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan.
Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan kepribadian antara lain: Nilai-nilai (Values), adat dan tradisi, pengetahuan
dan keterampilan, bahasa, dan milik kebendaan (material possession).

B. Temperamen
Menurut Allport (1937) temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi
individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta
kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi
dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional, dan
karenanya terutama berasal dari keturunan.

Menurut G. Edwald mengartikan temperamen adalah konstitusi psikis yang


berhubungan dengan konstitusi jasmani. Di sini peranan keturunan memainkan peranan
penting, sedangkan pengaruh pendidikan dan lingkungan tidak ada. Dalam kaitan dengan
watak, G. Ewald lebih melihat temperamen sebagai yang tetap seumur hidup, yang tak
mengalami perkembangan, karena temperamen bergantung pada konstelasi hormon-
hormon, sedangkan konstelasi hormon-hormon itu tetap selama hidup.

Temperamen menurut Santrock (2009), temperamen adalah gaya prilaku dan cara
khas pemberian respons seseorang.

8
Menurut Chaplin (1995) temperamen adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-
kecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu.

Menurut LaHaye (1999), temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari
orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia.

Sujanto (1993) menjelaskan bahwa temperamen berasal dari kata temper yang berarti
campuran. Temperamen adalah sifat seseorang yang disebabkan adanya campuran-
campuran zat di dalam tubuhnya yang juga mempengaruhi tingkah laku orang tersebut.
Jadi temperamen berarti sifat laku jiwa dalam hubungannya dengan sifat kejasmanian.
Temperamen juga merupakan sifat-sifat yang tetap dan tidak dapat di didik.

Menurut LaHaye (1999), Temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari
orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia. Selanjutnya dikatakan
pula temperamen menetapkan garis pedoman yang tegas atas tingkah laku setiap orang
pola yang akan mempengaruhi seseorang selama hidup.

Menurut Chaplin (1995) Temperamen adalah disposisi reaktif seseorang. Pengertian


disposisi dalam hal ini adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-kecenderungan
psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu. Selain itu disposisi dapat
diartikan sebagai sifat-sifat yang realitif terus-menerus atau menerangkan kualitas yang
menetap dan konsekuen dari tingkah laku.

Corsini (2002) Mengemukakan dua definisi dari temperamen. Pertama, temperamen


didefinisikan sebagai pola dasar dari reaksi-reaksi individu yang meliputi karakteristik-
karakteristik seperti tingkat energy umum, perubahan emosi, dan intensitas serta tempo
dari respon-respon. Kedua dengan mempertimbangkan sebuah ciri dasar psikologi,
temperamen dikatakan mengarah pada suasana hati seseorang.

Adapun jenis- jenis temperamen ialah :

Sanguine
Seseorang yang memiliki tipe sanguine adalah orang yang ramah dan hangat, berusaha
menyenangkan hati orang lain, supel dalam bergaul, kehadirannya meramaikan suasana,
mudah tertawa tapi mudah pula terharu. Tetapi orang jenis ini punya kekurangan, seperti

9
sembrono, sering berbohong/membual, kurang bisa diandalkan dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, kurang berpikir panjang, kurang tekun, jika dimarahi dia akan
menangis tersedu-sedu tetapi ia akan langsung melupakannya.

Melankolis
Seseorang yang memiliki tipe melankolis ini adalah orang yang tekun dalam melakukan
sesuatu, berbakat, perfeksionis, suka yang indah-indah, setia, biasanya tanpa disuruh dia
akan langsung mengerjakan tugasnya, sangat menjaga barang pribadi, hanya dengan
disindir saja dia sudah langsung tahu letak kesalahannya dan berusaha untuk
memperbaikinya. Tapi orang jenis ini sangat perasa dan cenderung pemurung, sangat
sensitif dan mudah tersinggung, kata-kata kasar yang dituju padanya akan sangat melukai
hatinya dan sulit untuk dia lupakan, cenderung pendendam dan menarik diri dari
lingkungan luar serta mengasihani diri sendiri.

Kolerik
Seseorang yang mempunyai temperamen jenis ini merupakan orang yang berkemauan
keras, berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (ambisius), mandiri, punya
rasa percaya diri yang kuat, suka menjadi pemimpin, aktif dan produktif. Tapi orang jenis
ini cenderung keras kepala, cenderung ingin menjadi dominan di antara teman-temannya,
cenderung bertindak agresif, dan cenderung menentang otoritas pemimpin secara terang-
terangan.

Flegmatik
Berasal dari kata flegma yang artinya ketidakacuhan atau sikap dingin yang apatis dan
menjemukan. Keseluruhan sifat ini tampaknya kebalikan dari kolerik. Orang dengan tipe
ini adalah orang yang cinta ketenangan dan kedamaian, pendiam, tidak rewel, penurut,
easy going, dan tidak banyak menuntut. Tapi orang jenis ini terkesan lamban, pasif,
kurang motivasi, egois, pelit, tidak menyerang otoritas pemimpin secara terang-terangan,
tapi sebenarnya dia keras kepala juga dan cenderung sembunyi-sembunyi untuk tidak
mematuhi peraturan. Banyak orang yang menganggapnya sebagai pemalas karena sifat
dasarnya yang sangat santai dan kurang berambisi.

10
5. Status Sosial Ekonomi

Status ekonomi adalah kelompok orang berdasarkan karakteristik ekonomi,


individual, dan pekerjaannya. Kelas sosial menunjukkan lebih dari sekedar tingkat
penghasilan dan pendidikan. Bersama kelas sosial terdapat seperangkat perilaku, harapan,
dan sikap yang ditemukan dimana-mana, yang saling bersinggungan dengan dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya lainnya. Asal kelas sosial siswa mempunyai efek
yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku di sekolah.

6. Kultur

Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang
tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi lainnya. Etnisitas adalah pola umum
karakteristik seperti warisan kultural, nasionalitas, ras, agama, dan bahasa. Kultur sangat
mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek budaya mempunyai andil
bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi keyakinan dan nilai, sikap, dan
harapan, hubungan sosial, penggunaan bahasa, dan perilaku lain pelajar.

C. Gaya Belajar dan Gaya Berpikir


Gaya belajar dan berpikir adalah cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan
kemampuannya. Kadang – kadang kita menyaksikan seorang siswa menggunakan cara
yang istimewa dalam belajar dan juga dalam berpikir. Santrock mengatakan bahwa gaya
belajar dan gaya berpikir adalah preferensi individual dalam cara mereka menggunakan
kemampuannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi, yaitu
bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera:
mendengar, melihat, mengecap, mencium dan merasa. Di dunia pendidikan, istilah gaya
belajar mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Berikut macam
– macam gaya belajar :
1. Gaya belajar visual
Gaya belajar ini dapat diterapkan dalam pembelajaran, dengan menggunakan
beberapa pendekatan : menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan

11
informasi/materi pelajaran berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu – kartu
gambar berseri untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan
2. Gaya belajar auditorial
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus
mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar – benar menempatkan
pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya,
untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu yang bersangkutan haruslah
mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah
menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan
menulis ataupun membaca.
3. Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu
yang memberikan informasi tertentu agar bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa
karakteristik model belajar seperti ini yang tidak semua orang bisa melakukannya.
Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama
agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang
memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca
penjelasannya.
Gaya berpikir dan belajar merupakan cara yang dipilih seseorang untuk
menggunakan kemampuannya (Sternberg, 1997 dalam Santrock, 2004).
Terdapat empat jenis dikotomi cara pembelajaran, yaitu impuls/reflektif,
mendalam/dangkal, analitik vs holostik dan verbal vs visual.
1. Gaya impulsive/reflektif
Gaya ini disebut juga dengan gaya tempo konseptual, yakni siswa cenderung
bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon
dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban. Dibandingkan siswa dengan gaya
impulsif, siswa reflektif cenderung lebih mampu menentukan sendiri tujuan belajar
dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan.
2. Gaya mendalam/dangkal
Inti gaya ini adalah sejauh mana siswa mempelajari materi belajar dengan suatu
cara yang membantu mereka untuk memahami makna materi tersebut atau sekedar

12
mencari apa yang perlu dipelajari. Siswa dengan gaya belajar dangkal tidak bisa
mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas,
sedang pelajar mendalam cenderung lebih aktif dalam memahami apa yang mereka
pelajari dan memberi makna pada apa yang mereka perlu ingat.
3. Analitik vs holistik
Beberapa siswa cenderung memisahkan stimulus – stimulus dan tugas – tugas
mereka menjadi beberapa bagian (pendekatan analitik), sedangkan beberapa siswa
lainnya (pendekatan holistik) cenderung memandang tugas dan stimulus yang mereka
terima sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
4. Verbal vs visual
Beberapa siswa biasanya dapat belajar dengan lebih baik jika menggunakan gaya
belajar verbal atau penyajian informasi dalam bentuk kata – kata.
D. Ciri-ciri Gaya Belajar

Pada dasarnya, dalam diri setiap manusia terdapat tiga gaya belajar. Akan tetapi ada di antara
gaya belajar yang paling menonjol pada diri seseorang. Tiga ciri gaya belajar, yaitu ciri gaya
belajar Visual, Auditorial dan Kinestetik.

a. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar Visual:
1. Senang kerapian dan ketrampilan.
2. Jika berbicara cenderung lebih cepat.
3. Ia suka membuat perencanaan yang matang untuk jangka panjang.
4. Sangat teliti sampai ke hal-hal yang detail sifatnya.
5. Mementingkan penampilan, baik dalam berpakaian maupun presentasi.
6. Lebih mudah mengingat apa yang di lihat, dari pada yang di dengar.
7. Mengingat sesuatu dengan penggambaran (asosiasi) visual.
8. Ia tidak mudah terganggu dengan keributan saat belajar (bisa membaca dalam keadaan ribut
sekali pun).
9. Ia adalah pembaca yang cepat dan tekun.
10. Lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan orang lain.
11. Tidak mudah yakin atau percaya terhadap setiap masalah atau proyek sebelum secara mental
merasa pasti.
12. Suka mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat.
13. Lebih suka melakukan pertunjukan (demonstrasi) dari pada berpidato.

13
14. Lebih menyukai seni dari pada musik.
15. Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, akan tetapi tidak pandai memilih kata-
kata.
16. Kadang-kadang suka kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Visual yaitu biasanya duduk
tegak dan mengikuti penyaji dengan matanya.

b. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar Auditorial:

1. Saat bekerja sering berbicara pada diri sendiri.


2. Mudah terganggu oleh keributan atau hiruk pikuk disekitarnya.
3. Sering menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca.
4. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan sesuatu.
5. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara dengan mudah.
6. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi mudah dalam bercerita.
7. Biasanya ia adalah pembicara yang fasih.
8. Lebih suka musik dari pada seni yang lainnya.
9. Lebih mudah belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada
yang dilihat.
10. Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
11. Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.

Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Auditorial yaitu sering
mengulang dengan lembut kata-kata yang di ucapkan penyaji, atau sering menggunakan
kepalanya saat fasilitator menyajikan informasi lisan. Pelajar tipe ini sering “memainkan sebuah
kaset dalam kepalanya” saat ia mencoba mengingat informasi. Jadi, mungkin ia akan memandang
ke atas saat ia melakukannya.

c. Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik:

1. Berbicara dengan perlahan.


2. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.
3. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
4. Selalu berorientasi dengan sifik dan banyak bergerak.
5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
6. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.
7. Banyak menggunakan isyarat tubuh.

14
8. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.
9. Memungkinkan tulisannya jelek.
10. Ingin melakukan segala sesuatu.
11. Menyukai permainan yang menyibukkan.

Ciri-ciri bahasa tubuh yang menunjukkan seseorang gaya belajar Kinestetik yaitu sering
memnunduk saat ia mendengarkan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keragaman siswa dapat diketahui melalui kecerdasannya. Kecerdasan siswa terbagi
dalam bentuk kecerdasan ganda atau kecerdasan majemuk yang didalamnya juga
didampingi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Indikator yang
mempengaruhi seperti kepribadian & temperamen, status sosial ekonomi, serta kultur dan
gaya belajar juga merupakan faktor penting dalam pembentukan keragaman siswa.

Adapun gaya belajar yang dipaparkan di makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan
dalam perkembangan peserta didik dalam membentuk kecerdasannya. Melalui gaya
belajar tersebut guru dapat menganalisa keragaman yang terjadi didalam kelas selama
proses belajar berlangsung. Karena, seperti yang dijelaskan didalam makalah ini bahwa,
faktor yang menentukan kesuksesan seseorang bukan hanya faktor intelegensi semata.
Oleh sebab itu, dengan menerapkan gaya belajar disini guru dapat mengetahui potensi-
potensi yang ada dalam diri peserta didik.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan khalayak yang
membacanya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca, agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

16
DAFTAR ISI

Emrina. 2009.gaya-belajar-pada-anak. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2017.

Santrock, John W. 2015. Psikologi pendidikan edisi kedua. Jakarta: prenada media grup.

iv

Anda mungkin juga menyukai