Anda di halaman 1dari 12

Peranan Etika dalam Dunia Modern pertemuan 3

by : Okta Sariya Putri

e.) Peranan Etika dalam Dunia Modern


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk, juga tentang hak dan kewajiban moral (akhlak),
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, serta nilai yang dianggap benar
dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat.
Etika tidak dapat dipisahkan dengan etiket. Kedua hal ini sangatlah berhubungan.
Perbedaannya, etika berarti moral, sedangkan etiket berarti sopan santun. Cara suatu
perbuatan yang harus dilakukan manusia, cara tersebut harus tepat, artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam kalangan tertentu. Misalnya; jika saya menyerahkan
amplop kepada atasan harus menggunakan tangan kanan. Dianggap sebuah pelanggaran
jika menyerahkan dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya
suatu perbuatan; etika memberi norma terhadap perbuatan itu sendiri. Misal; A
menyerahkan amplop kepada B dengan cara yang sangat sopan, namun B adalah seorang
hakim, dan A adalah orang yang mempunyai perkara dengan hukum, artinya A menyuap
B agar membebaskan dirinya dari jeratan hukum. Dalam hal ini perbuatan yang dilakukan
A bisa dikatakan melanggar etika.
Perbedaan juga terdapat persamaan diantara keduanya yaitu; 1) sama-sama menyangkut
perilaku manusia; 2) etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.
Artinya, memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa
yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Justru karena sifat normatif ini kedua
istilah tersebut mudah dicampuradukkan.
Dalam masyarakat tradisional, nilai dan norma tidak pernah dipersoalkan, secara otomatis
masyarakat menerima nilai dan norma yang telah berlaku. Namun, setiap saat nilai dan
norma tersebut dapat berkembang kearah yang baru, adanya mobilitas lateral yang
dialami oleh masyarakat, juga karena arus globalisasi yang semakin tak bisa terelakkan.
Banyak nilai dan norma etis berasal dari agama, tidak bisa diragukan bahwa agama
merupakan sumber nilai dan norma sangat penting.
Kebudayaan pun merupakan sumber lain. Walaupun kebudayaan sering kali dilepaskan
dari agama. Selain kebudayaan, kerangka hidup bersama/nasionalisme bisa menjadi
sumber nilai dan norma kebudayaan.
Memandang situasi etis dalam dunia modern seperti saat ini, banyak sekali perilaku
yang seharusnya masuk pada ruang lingkup moral, mereka banyak berargumentasi
mengenai hal-hal yang dianggap melanggar etika (moral). Kita lihat dari beberapa contoh
yang saat ini banyak terjadi. Misalnya, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi khusunya ilmu-ilmu biomedis. Terdapat berbagai penemuan-penemuan
yang bisa jadi dianggap sangat mengagumkan, namun disisi lain bisa dikatakan sangat
bertentangan atau melanggar dengan etika (moral) yang telah dijadikan patokan juga
panutan oleh masyarakat luas.
Apa kita boleh memanipulasi kehidupan manusia, seperti bayi tabung yang spermanya
diambil dari orang lain yang tidak ada ikatan pernikahan yang sah, kemudian
bereksperimen dengan embrio, rekayasa genetik. Segala permasalahan tentang penciptaan
manusia super sangatlah mengandung unsur etis (moral) dalam kehidupan manusia. Juga
masalah eutanasia; tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang
maupun hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang
dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Menurut perspektif saya, semua hal tersebut
melanggar nilai-nilai dan norma yang telah diajarkan kepada kita sebagai manusia.
Agama mengajarkan kita bagaimana berbuat baik namun dengan cara yang benar, benar
menurut nilai dan norma agama. Bagaimana sikap kita seharusnya menghadapi
perkembangan yang seperti ini? Situasi moral dunia modern ini mengajak kita untuk
mendalami studi etika, hal ini bisa dijadikan salah satu cara yang memberi prospek untuk
mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
Menempuh cara hidup yang etis berarti mempertanggungjawabkan perilaku kita
berdasarkan alasan-alasan, artinya berdasarkan rasio. Melalui jalan rasional perlu kita
bersama-sama diskusi mencari kesepakatan dibidang moral.
http://anis-mubasyiroh-sociology-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-119142-Esai
%20Umum-Peranan%20Etika%20dalam%20Dunia%20Modern.html
f.) AGAMA DAN MORALITAS SOSIAL
Agama secara harfiah dapat berarti tidak kacaudan jalan, artinya dalam agama terdapat
seperangkat aturan yang akan membuat para penganutnya hidup dalam suasana
keteraturan. Pada saat yang bersamaan keteraturan itu merupakan prasyarat yang harus
dipenuhi oleh manusia untuk menjadi jalantercapainya suatu kehidupan yang selamat dan
sejahtera.

Agama dalam pengertian tertentu dapat diartikan sebagai suatu keyakinan (di dalamnya
memuat aturan) yang dijadikan pegangan oleh para penganutnya untuk menuju kehidupan
yang selamat dan sejahtera

AGAMA DAN MORALITAS SOSIAL (2)


Moral berasal dari kata Latin mores, jamak dari kata mos, diartikan dengan adat
kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral sering diterjemahkan dengan arti susila.
Kata moral pada umumnya dipakai untuk menunjuk kepada suatu tindakan atau
perbuatan yang sesuai dengan ide-ide umum yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Menunjuk kepada arti tersebut di atas, kata moral lebih banyak bersifat praktis dari pada
teoritis.
Moralitas sosial dengan demikian berarti tindakan-tindakan individu dan masyarakat
yang merujuk pada atau berdasarkan kebiasan-kebiasan atau nilai-nilai tertentu yang telah
disepakati bersama.
AGAMA DAN MORALITAS SOSIAL (3)
Moralitas suatu masyarakat (moralitas sosial) bisa bersumber atau didasarkan pada:
nalar sosial, pikiran paraktis untuk tidak menyakiti pihak lain, dan logika atau akal sehat.
Sehingga secaraa ekstrem ada orang yang mengatakan bahwa tanpa agama pun manusia
bisa mengembangkan perilaku-perilaku yang moralis. Bahkan kadang-kadang ditemukan
kenyataan adanya aorang yang secara moral dianggap baik, tetapi tidak taat dalam
menjalankan ajaran agama. Dalam masyarakat kadang-kadang muncul ungkapan ekstrem
yang lain misalnya “ngapain shalat, kalau kelakuaknnya bejat”. Ungkapan itu
memperlihatkan adanya orang yang “saleh secara individual, tetapi tidak saleh secara
sosial”.
AGAMA DAN MORALITAS SOSIAL (4)
Masih adanya pandangan yang dikotomik: “saleh secara individual (ritual), tapi tidak
saleh secara sosial”, “saleh secara sosial, tetapi tidak saleh secara individual (ritual)”.

Berdasarkan nalar sosial kehidupan suatu masyarakat dapat berjalan dengan baik,
meskipun masyarakat itu tidak menganut suatu agama tertentu. Tetapi nalar sosial akan
sangat baik apabila perilaku moral tersebut didasarkan pada agama, karena manusia pada
dasarnya adalah makhluk Tuhan.
AGAMA DAN MASYARAKAT (5)
Ketika seseorang melakukan suatu peribadatan, apa sesungguhnya yang terpikir di
dalama benaknya? Apakah ketika itu ia hanya semata-mata sedang melakukan atau
menunaikan kewajiban atau tugas vertikalnya (ibadah kepada Allah)? Atau memposisikan
bahwa ibadah vertikalnya itu merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalama rangka
melakukan dan menunaikan tugas horizontal dan sosialnya, sehingga dapat dikatakan
sebagai seorang hamba yang baik!
Cliffort Gertz mengatakan bahwa moral adalah bagian dari agama.
Milton Yinger mengatakan bahwa moralitas sering dipandang oleh kelompok agamawan
sebagai bagian dari domein agama.
AGAMA DAN MASYARAKAT (6)
Keith A. Robert juga mengatakan bahwa pada umumnya individu penganut agama
memandang agama sangat erat hubungannya dengan ajaran moralitas kehidupan sehari-
hari.
Fungsi agama yang terpenting adalah memberikan dasar metafisika bagi tatanan moral
kelompok sosial, dan memperkuat ketaatan terhadap norma.

Menurut Thomas O’Dea, bahwa dengan menunjukkan norma-norma dan aturan


masyarakat sebagai bagian dari tatanan etik superempirik yang lebih besar berarti norma
atau aturan masyarakat telah disucikan olek pepercayaan dan ajaran agama.
Ditulis pada tanggal 24 September 2014
g.) Moral dan Hukum
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia (bukan sebagai
dosen, fransiskan, tukang becak). Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat
dari segi kebaikkannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk
menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya
sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Hukum adalah norma-norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena
dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma
yang tidak dibiarkan untuk dilanggar. Orang yang melanggar hukum pasti dikenai
hukuman sebagai sanksi.
Terdapat hubungan erat antara moral dan hukum; keduanya saling mengandaikan dan
sama-sama mengatur perilaku manusia. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak
berarti banyak kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Tanpa moralitas, hukum adalah kosong.
Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu, hukum harus
selalu diukur dengan norma moral. Produk hukum yang bersifat imoral tidak boleh tidak
harus diganti bila dalam masyarakat kesadaran moral mencapai tahap cukup matang.
Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengawang-awang kalau tidak
diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat dalam bentuk salah satunya adalah
hukum. Dengan demikian, hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.
"Menghormati milik orang lain" misalnya merupakan prinsip moral yang penting. Ini
berarti bukan saja tidak boleh mengambil dompet orang lain tanpa izin, melainkan juga
milik dalam bentuk lain termasuk milik intelektual, hal-hal yang ditemukan atau dibuat
oleh orang lain (buku, lagu, komposisi musik, merk dagang dsb).
Hal ini berlaku karena alasan etis, sehingga selalu berlaku, juga bila tidak ada dasar
hukum. Tetapi justru supaya prinsip etis ini berakar lebih kuat dalam masyarakat, kita
mengadakan persetujuan hukum tentang hak cipta, pada taraf internasional, seperti
konvensi Bern (1889).
Namun perbedaan di antara keduanya perlu tetap dipertahankan dan tidak semua norma
moral dapat serta perlu dijadikan norma hukum. Kendati pemenuhan tuntutan moral
mengandaikan pemenuhan tuntutan hukum, keduanya tidak dapat disamakan begitu saja.
Kenyataan yang paling jelas membuktikan hal itu adalah terjadinya konflik antara
keduanya.
Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa poin penting perihal perbedaan antara moral dan
hukum.
Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara kurang
lebih sistematis disusun dalam kitab undang-undang. Karena itu norma yuridis
mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat lebih objektif. Sebaliknya norma moral
bersifat lebih subjef dan akibatnya lebih banyak diganggu oleh diskusi-diskusi yang
mencari kejelasan tentang apa yang dianggap etis atau tidak etis. Tentu saja di bidang
hukum pun terdapat banyak diskusi dan ketidakpastian tetapi di bidang moral
ketidakpastian ini lebih besar karena tidak ada pegangan tertulis.
Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut
juga sikap batin seseorang. Itulah perbedaan antara moralitas dan legalitas (bdk Kant).
Niat batin tidak termasuk jangkauan hukum. Sebaliknya dalam konteks moralitas sikap
batin sangat penting. Orang yang hanya secara lahiriah memenuhi norma-norma moral
berlaku "legalistis". Sebab, legalisme adalah sikap memenuhi norma-norma etis secara
lahiriah saja tanpa melibatkan diri dari dalam.
Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan; orang yang melanggar hukum
akan mendapat sanksi/hukuman. Tetapi norma-norma etis tidak dapat dipaksakan.
Menjalankan paksaan dalam bidang etis tidak efektif juga. Sebab paksaan hanya dapat
menyentuh bagian luar saja, sedangkan perbuatan-perbuatan etis justru berasal dari
dalam. Satu-satunya sanksi dalam bidang moralitas adalah hati nurani yang tidak tenang
karena menuduh si pelaku tentang perbuatannya yang kurang baik.
Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Juga
kalau hukum tidak secara langsung berasal dari negara seperti hukum adat maka hukum
itu harus diakui oleh negara seupaya berlaku sebagai hukum. Moralitas didasarkan pada
norma-norma moral yang melampaui para individu dan masyarakat. Dengan cara
demokratis ataupun cara lain masyarakat dapat mengubah hukum tetapi tidak pernah
masyarakat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Masalah etika tidak dapat
diputuskan dengan suara terbanyak.
Berhadapan dengan latar belakang pemikiran di atas kita lantas bertanya apakah karena
persoalan moral dan hukum yang begitu erat kaitannya sehingga kasus Soeharto tidak
bisa tuntas di mejahijau. Bapak Pembangunan di satu sisi (persoalan moral) dan koruptor
(yang harus dipecahkan secara hukum) membingungkan seluruh warga bangsa ini untuk
menentukan Soeharto sebagai penjahat atau orang baik? Sulit memang jika ini menjadi
dilema politik bangsa ini.
https://id-id.facebook.com/MoralDanHukum/posts/230677660371634
H.) Peran Hati Nurani Dalam Etika
Setiap manusia diciptakan untuk memiliki hati nurani. Oleh sebab itu setiap orang
pasti memiliki hati nurani. Akan tetapi apakah hati nurani itu masih ada dan dapat
bekerja sesuai dengan kebutuhan, itu yang berbeda dari setiap orang. Tentu saja
hati nurani antara satu orang dengan yang lainnya berbeda-beda. Orang sering
merasa bimbang saat menghadapi situasi dan kadang pula terjadi konflik dalam
memutuskan segala sesuatu. di satu sisi hatinya berkata iya, di satu sisi lainnya
berkata tidak. Di situlah peran suara hati diperlukan. Hati nurani dapat membantu
dalam mengambil keputusan. hati nurani yang masih luhur, pasti akan
memutuskan hal yang tentunya baik bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Dimana pun kita berada selalu ada aturan yang berlaku. Baik itu dalam keluarga,
sekolah, masyarakat, negara, dan setiap tempat pasti ada peraturannya masing-
masing. Aturan itu dibuat memang untuk mengatur segala tindakan yang kita
lakukan agar tercipta suatu kondisi yang tertib dan aman. Karena apabila tidak ada
aturan, orang akan cenderung bertindak seenaknya sendiri dan tidak
memperhatikan lingkungan sekitarnya. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah
perbuatan kita sudah sesuai dengan aturan itu? Jawabannya tentu dengan
menanyakan pada hati nurani kita. Hati nurani akan merasa bersalah dan tidak
nyaman apabila apa yang kita lakukan sudah melanggar aturan.
Dalam kondisi tertentu manusia kadang dihadapkan pada suatu pilhan yang
tentunya harus ia jalani. Pilihan itu pun kadang lebih dari satu dan tidak jarang
pula ada yang bertentangan dengan aturan yang berlaku. Pilihan mana yang akan
dipilih itu tergantung kata hati nurani mana yang lebih kuat. Namun, apabila kita
melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan tetapi itu demi
kebaikan bersama, apakah itu salah? Pertanyaan seperti itu sering muncul atau
bahkan beberapa diantara kita sudah mengalaminya. Masalah salah atau tidak itu
tergantung dari sudut mana kita menilainya. Hati nurani pasti merasa bersalah
kalau yang kita lakukan itu memang melanggar aturan. Saat mengambil
keputusan, tanyalah pada hati nurani yang paling dalam. Jangan sampai kita
melakukan tindakan yang bertentangan dengan hati nurani. Banyak kasus orang
menyesal di kemudian hari setelah melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan kata hatinya dan perbuatan itu pun melanggar aturan yang ada. Oleh sebab
itu, jangan mengabaikan apa kata hati kita dan ajgalah hati nurani kita agar tetap
luhur, artinya dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Lalu bagaimana peran hati nurani, terutama dalam etika kerja? Dan apakah hati
nurani diperlukan dalam menciptakan suatu kondisi kerja yang berpegang pada
etika atau norma? Pertanyaan itulah yang akan dibahas juga dalam blog kali ini.
Jika seseorang ingin bekerja dengan baik dan profesional, tentu etika dan norma
kerja serta hati tentu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Peraturan
kerja telah ditentukan oleh pihak manajemen dan etika kerja tentu tidak lepas dari
aturan-aturan yang telah dibuat tersebut. Apabila ada yang menyimpang atau
melanggar aturan tersebut, hati lah yang menjadi control terakhir. Di situlah hati
diperlukan untuk menilai apakah perbuatan yang dilakukannya itu sudah sesuai
dengan aturan, dan jika tidak sesuai dengan aturan apakah perbuatannya itu perlu
diperbaiki atau tidak.
Seorang pekerja yang baik seharusnya selalu menaati peraturan yang berlaku di
tempat kerjanya. Seorang pekerja juga akan dituntut untuk selalu melakukan
pekerjaan atau tugasnya dengan baik serta tidak melanggar aturan yang ada. Oleh
karena itu, seorang pekerja perlu memiliki hati nurani yang peka terhadap
lingkungan sekitar, terutam terhadap autran yang telah ditetapkan. Tanyakan pada
hati nurani apabila akan melakukan suatu pekerjaan, apakah perbuatan itu sudah
sesuai dengan aturan yang berlaku atau justru sebaliknya perbuatan itu melanggar
aturan. Jika hati nurani bekerja dengan baik dan selalu mengarahkan kita ke
perbuatan yang sesuai dengan aturan, niscaya kita akan berhasil.
Orang yang bekerja dengan hati dan orang yang bekerja tanpa hari, tentu berbeda
jauh. Orang yang bekerja dengan hari, akan melakukan pekerjaannya dengan
senang dan hasilnya juga akan maksimal. Selain itu, apa yang dikerjakannya
selalu menaati aturan yang ada. Berbeda dengan orang yang bekerjanya tanpa
menggunakan hati. Dia akan bekerja seenaknya sendiri dan dengan terpaksa. Ia
cendrung juga untuk melanggar aturan yang ada. Dengan demikian, hasil kerjanya
tentu kurang memuaskan. Sehingga hati nurani juga berperan dalam menentukan
hasil kerja seseorang. Kinerja seseorang juga dapat didukung oleh adanya hati
nurani. Jadi, bekerjalah dengan memegang teguh pada aturan dan selalu
mendengarkan suara hati nurani kita.

http://kuliahbersama.com/
Sumber : http://sianyariestania.blogspot.co.id/2009/03/peran-hati-nurani-dalam-
etika.html
Apa Pengertian Moral
Pengertian moral dari wikipedia berbahasa Inggris cukup sederhana, moral adalah pesan
yang disampaikan atau pelajaran yang bisa dipetik dari kisah atau peristiwa.

Pengertian moral dari Merriam-webster pun cukup sederhana, yaitu mengenai atau
berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia; dianggap benar
=]’dan baik oleh kebanyakan orang: sesuai dengan standar perilaku yang tepat pada
kelompok atau masyarakat tersebut.

Oleh karena itu kita perlu membahas lebih jauh lagi tentang sebenarnya apa pengertian
moral itu, setidaknya membuat kita mampu membedakannya dengan etika. Kan tidak
ada yang pernah mengatakan bahwa moral dan etika itu sinonim. Atau dengan kata lain,
moral dan etika tidak memiliki arti yang sama.

Pengertian Moral Menurut Beberapa Sumber

Pengerian moral dalam kamus psikologi (Chaplin, 2006): Dituliskan bahwa moral
mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum
atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.

Pengertian moral dalam Hurlock (Edisi ke-6, 1990) mengatakan bahwa perilaku moral
adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Moral sendiri berarti
tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep konsep moral atau
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.

Pengertian moral menurut Webster New word Dictionary (Wantah, 2005) bahwa moral
adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan
benar salah dan baik buruknya tingkah laku.

Kemudian beberapa pengertian moral lainnya seperti pengertian moral oleh Dian Ibung
bahwa moral adalah nilai (value) yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan
mengatur tingkah laku seseorang. Maria Assumpta menambahkan bahwa pengertian
moral adalah aturan aturan (rule) mengenai sikap (attitude) dan perilaku manusia
(human behavior) sebagai manusia. Hal ini mirip bila dikatakan bahwa orang yang
bermoral atau dikatakan memiliki moral adalah manusia yang memanusiakan orang lain.

Selanjutnya ditambahkan oleh Bapak Sonny Keraf bahwa moral merupakan sebuah tolak
ukur. Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya sebuah tindakan
manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat (member of society)
atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu. Sepertinya
dalam pengertian moral oleh Bapak Sonny Keraf ini menyamakan moral dengan etika
(nanti dilihat pada pengertian etika dibawah).

Selanjutnya ditambahkan oleh Bapak Zainuddin Saifullah Nainggolan bahwa pengertian


moral adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma
yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat. Pengertian moral kali ini erat
hubungannya dengan akhlak manusia ataupun fitrah manusia yang diciptakan memang
dengan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Sedikit berbeda oleh Bapak Imam Sukardi, bahwa pengertiam moral adalah kebaikan
kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh
masyarakat atau umum, meliputi kesatuan sosia maupun lingkungan tertentu. Disini,
dapat anda perhatikan bahwa pengertian moral selalu dihubungkan dengan adat istiadat
suatu masyarakat.

"Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan ataupun pemikiran"

Moral berhubungan dengan benar salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri dan
lingkungan sosial

Apa pengertian moral

Selanjutnya mari kita lihat pengertian Etika

Pengertian Etika
Istilah etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, etos artinya kebiasaan
(costum), adat. Istilah etika pertama kali dalam sejarah yang tertulis diperkenalkan oleh
filsuf Yunani, Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika Nicomachiea. Buku
tersebut berisikan tentang ukuran ukuran perbuatan.
Ditinjau dari sudut asal katanya, etika adalah studi terhadap kebiasaan manusia. Dalam
perkembangannya, studi etika tidak hanya membahas kebiasaan yang semata mata
berdasarkan sebuah tata cara (manners), melainkan membahas kebiasaan (adat) yang
berdasarkan pada sesuatu yang melekat pada kodrat manusia. Sehingga dapat dikatakan
bahwa yang hendak diketahui dengan penyelidikan oleh etika itu sendiri adalah
kebiasaan kebiasaan dalam arti moral atau kesusilaan. Oleh karena itu, etika sering
diartikan sebagai studi tentang yang benar atau salah (right and wrong) dalam tingkah
laku manusia.

Beberapa literatur mengatakan bahwa etika sendiri adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan masalah kesusilaan (moral issue). Sehinggam dapat pula disebut
bahwa etika adalah penyelidikan yang dilakukan dengan bijaksana atau penyelidikan
filosofis terhadap kewajiban kewajiban manusia dan segala hal yang baik dan buruk
(good and bad).

Benar dan Salah merupakan pembahasan dalam moral dan etika

Pengertian Etika Menurut Bertens


Bertens mengartikan etika dalam tiga arti yaitu:

Pengertian etika sebagai suatu sistem nilai atau valued system yang digunakan dalam
hidup manusia baik sendiri ataupun bermasyarakat. Pengertian etika tersebut adalah
sebagai suatu nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Contohnya etika orang Jawa dan etika orang
Sulawesi atau etika seorang Bugis Makassar "Siri na Pacce"

Selanjutnya pengertian etika sebagai suatu kode etik (ethic code) bahwa etika sebagai
perangkat asas atau nilai moral, contohnya kode etik pers internasional.
Terakhir, pengertian etika sebagai filsafat moral. Hal ini telah dijelaskan pada bagian atas
bahwa tentang etika sebagai sebuah bidang studi atau ilmu yang menghususkan diri
dalam mempelajari tentang baik dan yang buruk

Perbedaan Moral Dan Etika

Mari kita lihat perbedaan pengertian dua kata ini secara etimologis. Secara asal kata,
sebenarnya Etika dan Moral memiliki arti yang sama pada awalnya, atau dengan kata lain
sinonim, perbedaan yang ada pada kedua kata ini pada awalnya hanya beda asal kata
yaitu satu berasal dari latin dan satu berasal dari bahasa Yunani. Seperti moral yang bila
ditarik sejarah katanya berasal dari kata moralis, mos, moresatau bermakna adat dan
kebiasaan. Mores sendiri ternyata bila diterjemahkan kedalam bahasa Yunani berarti
ethikos , yang kita tahu bahwa ethikos merupakan asal kata yang lebih dahulu ada dari
moralis.

Haryatmoko (2003) bahwa ethikos adalah kebiasaan berlaku ethik (ethe) sedang ethik
adalah sebuah pengetahuan baik burunya suatu sifat. Sehingga dari kata tersebut dapat
dikatakan bahwa ethikos adalah sebuah kebiasaan untuk mengetahui tentang baik dan
buruk.

Lalu, kenapa kemudian terjadi perbedaan yang jelas dari kedua kata ini. Mari kita lihat
dari sejarah dulu yah. Istilah etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, etos
artinya kebiasaan (costum), adat. Istilah etika pertama kali dalam sejarah yang tertulis
diperkenalkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika
Nicomachiea. Buku tersebut berisikan tentang ukuran ukuran perbuatan. Ditinjau dari
sudut asal katanya, etika adalah studi terhadap kebiasaan manusia. Dalam
perkembangannya, studi etika tidak hanya membahas kebiasaan yang semata mata
berdasarkan sebuah tata cara (manners), melainkan membahas kebiasaan (adat) yang
berdasarkan pada sesuatu yang melekat pada kodrat manusia. Jadi, yang hendak
diselidiki oleh etika adalah kebiasaan-kebiasaan dalam arti moral (kesusilaan). Oleh
karena itu, etika sering dikatakan sebagai studi tentang yang benar atau salah dalam
tingkah laku manusia.

Mari saya rangkumkan perbedaan moral dan etika:

 Moral merupakan kewajiban mutlak yang harus dimiliki oleh manusia sedangkan
etika tidak mutlak tapi lebih baik jika dimiliki.
 Etika tidak tepat dikatakan untuk seseorang yang melakukan perbuatan baik
karena etika adalah sebuah studi sedangkan moral lebih tepat karena moral
lebih mengarah ke sifat manusia tersebut.
 Moral bersifat normatif-imperatif sedangkan etika bersifat normatif sistematis
(filosofis)

 Kebanyakan masyarakat kelas menengah hingga bawah memiliki moral tapi


jarang yang memperhatikan pada wilayah etika. Etika umumnya hanya dipikirkan
oleh pemerintah khususnya DPR, maka dari itu mereka membuat peraturan.

Sekian artikel tentang pengertian moral dan pengertian etika serta perbedaan keduanya.

Moral dan Etika

Sumber Artikel Pengertian Moral dan Pengertian Etika

Pilar Islam Bagi Pluralism Modern (2003) oleh Imam Sukardi dkk. diterbitkan oleh Tiga
Serangkai di Solo.

Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak (2009) oleh Dian Ibung, Psi. diterbitkan oleh Pt.
Elex Media Komputindo di Jakarta

Aktivisme Sekejap dan lenyap "Menakar Demoralisasi Mantan Aktivis Mahasiswa" (2013)
oleh Dedy Yanwar Elfani diterbitkan oleh Diandra Pustaka Indonesia di Yokyakarta

‘vk

Anda mungkin juga menyukai