Status Pasien DHF
Status Pasien DHF
BAB I
1
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus dengue fever yang sering terjadi di
masyarakat dan sedang menjadi endemi di kota Malang, Indonesia merupakan
wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Penularan infeksi
virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan
A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air jenih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan
air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu : 1) vector : perkembangan biakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tenpat ke tempat lain;
2) pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
papapran terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. A
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : Mahasiswa di Polinema
Agama : Islam
Alamat : Jl. Senggani 7 kec. lowokwaru
Status perkawinan : Belum menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 04 Februri 2011
2
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Panas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSI UNISMA dengan keluhan panas, sakit kepala,
serta mual tetapi tidak muntah sejak 4± hari yang lalu. Panas yang
dirasakan naik turun dan menggigil, sakit kepala terus menerus. Keluhan
berkurang ketika istrahat dan setelah minum obat paracetamol, bertambah
bila melakukan aktifitas berdiri terlalu lama atau duduk. Selama sakit
nafsu makan pasien menurun sehingga badan terasa lemas. Selama sakit
pasien hanya minum paracetamol tetapi karna tidak ada perubahan ibu dari
pasien menyuruh untuk di periksa ke RS. Tidak ada perdarahan bawah
kulit, tidak ada perdarahan gusi, tidak ada muntah darah, tidak ada berak
darah. dikosan pasien tidak ada yang mengalami sakit serupa.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
3. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat olahraga (-), jarang berolahraga
3
Riwayat pengisian waktu luang (+), saat ada waktu luang Tn. A
biasanya memanfaatkan waktu untuk istirahat, tidur atau main.
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Tn. A adalah anak pertama dari 2 bersaudara, merupakan mahasiswa
polinema semester 4 anak dari pasangan suami istri Tn. H sebagai anggota
TNI dan Ny. Ibu sebagai ibu rumah tangga. Kebutuhan sehari-hari pasien,
biaya sekolah dan biaya RS ditanggung oleh orang tua. Pasien merupakan
social ekonomi menenggah keatas
Di Malang pasien kos dalam 1 kosan 10 orang khusus cowok hubungan
dengan teman-teman kosannya baik dan akrab, sewaktu pasien sakit teman-
temannya yang mengantar ke RS.
5. Riwayat Gizi
Makanan sehari-hari Tn. A biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi satu piring,
dengan lalapan atau nasi campur karna pasien anak kos jadi makanannya tidak
menentu, pasien mengaku minum kurang lebih 8 gelas sehari jarang makan
buah-buahan dan minum susu. Gizi kesan cukup
A. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : Kulit gatal (-)
2. Kepala : Sakit kepala (+), rombut tidak
rontok, luka (-), benjolan (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-)
4. Hidung : berdarah (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)
7. Tenggorokan : suara serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)
9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
10. Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (-),
nafsu makan menurun (+) nyeri perut (+)
4
11. Genitourinaria : BAK lancar, 2-3 kali sehari, warna
kuning jernih dan jumlah dalam batas normal
12. Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan (-), kejang (-)
13. Psikiatrik : emosi stabil (+), mudah marah (-)
14. Muskolokeletal :kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul
(-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)
15. Ekstremitas atas: bengkak (-), sakit (-), telapak
tangan pucat (-),luka (-),
16. Ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit (-), telapak
tangan pucat (-),luka (-).
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : compos mentis, GCS
(E4V5M6), gizi kesan cukup
2. Tanda vital
BB : 50 Kg
TB : 158 cm
BMI : BB/TB2 = 50/1582 = 20,02 Kesan normalweight
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 39 oC
RR : 20 x/mnt
3. Kulit:
Sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-),
eritem (-)
4. Kepala:
luka (-), rambut rontok (-), keriput (-), atrofi m. temporalis (-), kelainan
mimik wajah/bells palsy (-)
5. Mata:
conjungtiva hiperemis (+), sclera ikterik (-), warna kelopak normal
6. Hidung:
5
nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-)
7. Mulut:
bibir pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
8. Telinga:
otorrhea (-), pendengaran berkurang (-)
9. Tenggorokan:
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-)
11. Thorax : normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal,
retraksi (-), spidernevi (-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : SIC II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah:SIC V 1 cm medial lineo medio
clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler, suara tambahan (-)
6
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara tambahan (-)
12. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, venektasi (-)
Palpasi : meteorismus (+), nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
13. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas : palmar eritem (-)
- -
- -
- -
- -
N N
fungsi sensorik:
7
fungsi motorik:
5 5
5 5
N N
N N
N N
N N
- -
- -
Kekuatan tonus RF RP
17. Pemeriksaan psikiatri
Penampilan : perawatan diri baik
Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif composmentis
Afek : datar
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
Insight : baik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(04 Februari 2011)
Darah lengkap :
1. Hemoglobin 16,0 g/dl
2. Leukosit 3.900 /mm3
8
3. Trombosit 146.000 mm/3
4. PCV / Ht 48,4 %
5. Eritrosit 5, 72
Hitung jenis
EOS 1
BAS 2
ST -
SEG 51
LYM 35
MO 11
Widal Slide Tes
1. Typhus Antibodi O 1/160
2. Typhus Antibodi H NEGATIF
3. Para Typhus A-O (1/80)
4. Para Typhus B-O (1/160)
(05 februari 2011)
DL
Hemoglobin 16,2 g/dl
Leukosit 3.300 /mm3
Trombosit 111.000 mm/3
PCV / Ht 47,3 %
Eritrosit 5, 59
(06 februari 2011)
DL
Hemoglobin 13, 4 g/dl
Leukosit 5000 /mm3
Trombosit 101.000 mm/3
PCV / Ht 41, 8 %
Eritrosit 5, 49
Hitung jenis
EOS -
9
BAS -
ST -
SEG 52
LYM 32
MO 16
(07 februari 2011)
DL
Hemoglobin 15, 3 g/dl
Leukosit 7000 /mm3
Trombosit 107.000 mm/3
PCV / Ht 46,4 %
Eritrosit 5, 50
(08 februari 2011)
DL
Hemoglobin 15,0 g/dl
Leukosit 5.200 /mm3
Trombosit 160.000 mm/3
PCV / Ht 44, 8 %
Eritrosit 5, 33
D. RESUME
Pasien datang ke RSI UNISMA dengan keluhan panas, sakit kepala, serta
mual tetapi tidak muntah sejak 4± hari yang lalu. Panas yang dirasakan naik turun
dan menggigil, sakit kepala terus menerus. Keluhan berkurang ketika istrahat dan
setelah minum obat paracetamol, bertambah bila melakukan aktifitas berdiri
terlalu lama atau duduk. Selama sakit nafsu makan pasien menurun sehingga
badan terasa lemas. Selama sakit pasien hanya minum paracetamol tetapi karna
tidak ada perubahan ibu dari pasien menyuruh untuk di periksa ke RS. Tidak ada
perdarahan bawah kulit, tidak ada perdarahan gusi, tidak ada muntah darah, tidak
ada berak darah. dikosan pasien tidak ada yang mengalami sakit serupa. Dari
10
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit, lemah, compos
mentis. Tanda vital dengan BMI 20.08 kg/m2 memberi kesan normoweight.
Tekanan darah (120/80 mmHg) suhu 39 0C, nadi 96 x/menit, RR 20x/menit.
G. DIAGNOSIS HOLISTIK
Tn. A dengan usia 19 tahun adalah penderita dengue fever. Hubungan Tn. A
denagan keluarganya tampak harmonis dan dalam kehidupan sosial, Tn. A adalah
anggota masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan.
1. Diagnosis dari segi biologis :
Dengue fever
2. Diagnosis dari segi psikologis :
Hubungan Tn. A dengan ayah, ibu dan adik terkesan harmonis, saling
mendukung, saling memperhatikan, dan saling pengertian..
3. Diagnosis dari segi sosial, ekonomi, dan budaya :
- Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa di
lingkungannya
Diagnosa banding
• Demam Tifoid
• Demam chikunguya
• Morbili
• Leptospirosis
H. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Edukasi
Edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai:
Penyakit demam berdarah
Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup
Terhadap nyamuk perantara yaitu pemberantasan nyamuk
Aedes aegypti induk dan telurnya
11
Terhadap diri kita yaitu memperkuat daya tahan tubuh dan
melindungi dari gigitan yamuk
a. FOLLOW UP
Tanggal 04 februari 2011
S : Panas (+) 4±, pusing (+), mual (+) muntah (-).
12
O : KU tampak lemas, GCS 456, gizi cukup
Tanda vital: T : 120/80 mmHg RR : -
N : 96x/menit S : 39,0 oC
A : Dengue fever
P : Terapi medikamentosa : Infus RA 30 tetes/menit
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr iv
- Inj. Tomit 3x1 gr iv
- PO. Pamol 3x1 tab
- DL ulang
Terapi nonmedikamentosa : banyak makan minum air putih, istirahat
cukup.
13
Tanda vital: T : 120/70 mmHg RR : -
N : 84x/menit S : 36,4 oC
A : Dengue fever
P : Terapi medikamentosa : Infus RA 30 tetes/menit
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr iv
- Inj. Tomit 3x1 gr iv
- Inj. Vit. C 2x1 amp
- PO. Pamol 3x1 tab
- Frixitas KP
- DL ulang
Terapi nonmedikamentosa : banyak makan minum air putih, istirahat
cukup.
14
Tanda vital: T : 130/70 mmHg RR : -
N : 80x/menit S : 36 oC
A : Dengue fever
P : Terapi medikamentosa : Infus off injeksi stop
- Cefotaxime 2x1 tablet
- Exterce 2x1
- Ezygard 2x1
- Rawat jalan
Terapi nonmedikamentosa : banyak makan minum air putih, istirahat
cukup, menjaga sanitasi.
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari ayah (Tn.H), ibu (Ny.F), anak (Tn. A) adalah
pasien dengue fever, anak (An.). An.R.
2. Fungsi Psikologis
15
Hubungan Tn. A dengan kedua orang tuanya saling mendukung, saling
memberi perhatian dan saling pengertian, hal ini terlihat dengan perhatian
dan kasih sayang yang diberikan kepada Tn. A ketika sakit. Tn. A ditunggu
24 jam dirumah sakit oleh ibunya yang datang langsung dari trenggalek,
ayah dan adik Tn. A juga datang selama 2 hari tetapi balik ke trenggalek
karna alasan pekerjaan serta adiknya juga pulang karna harus bersekolah.
3. Fungsi Sosial
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu di masyarakat,
hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tapi keluarga ini seringkali
mengikuti kegiatan dikampungnya. Hubungan Tn. A dengan teman
sekosan di malang akrab, hal ini diketahui dari cerita Tn. A bahwa mereka
saling kenal satu sama lain, saling membantu, dimana saat Tn. A sakit
yang mengantarkan ke RS adalah teman sekosannya.
Kesimpulan: Fungsi psikologis Tn. A cukup baik.
1. Adaptation
2. Partnership
3. Growth
16
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
4. Affection
5. Resolve
Ny. F selalu mendapat dukungan, saran dan bantuan dari keluarganya jika
menghadapi suatu masalah dan memerlukan bantuan. Ny. F biasanya
menceritakan masalahnya kepada suaminya dan anak-anaknya.
Score: 2
2. Partnership
17
Hubungan Ny. F dengan keluarganya cukup akrab, Ny. F seringkali
membicarakan masalah yang dihadapinya kepada istri dan anak-anaknya.
Score: 2
3. Growth
Score : 2
4. Affection
Score: 2
5. Resolve
Ny. F merasa puas dengan kebersamaan dan waktu yang diberikan oleh
keluarganya untuknya. Karena keluarga jarang menghabiskan waktu
bersama dirumah.
Score: 1
18
membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan
kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi
waktu bersama-sama
Tn. A selalu mendapat dukungan, saran dan bantuan dari keluarganya jika
menghadapi suatu masalah dan memerlukan bantuan. Tn. A biasanya
menceritakan masalahnya kepada ibunya dan temannya terutama teman
kosannya.
Score: 1
2. Partnership
Score: 2
2. Growth
Score : 2
3. Affection
Score: 2
4. Resolve
19
Tn. A kurang puas dengan kebersamaan dan waktu yang diberikan oleh
keluarganya untuknya. Karena keluarga jarang menghabiskan waktu
bersama dirumah.
Score: 2
C. FUNGSI PATOLOGIS
Fungsi patologis dari keluarga Tn.H dinilai dengan menggunakan alat
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 4. SCREEM keluarga penderita
SUMBER PATOLOGIS KET
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -
Social
Menggunakan adat- istiadat Jawa dalam kehidupan sehari- -
Culture hari
20
Ny.F Tn.H
Tn.A An.R
Keterangan :
Hubungan baik
Kesimpulan
Berdasarkan keterangan yang didapat, antar keluarga Tn. A yang tinggal 1
rumah mempunyai hubungan yang cukup baik satu sama lain.
Ny.F Tn.H
Tn. A An.R
Keterangan:
= perempuan = laki-laki
= pasien
Kesimpulan: Tn. A adalah pasien dengue fever
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
21
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
22
Lokasi dokter atau rumah sakit dari tempat tinggal keluarga An.R
cukup jauh, namun karena kesadaran yang tinggi tentang masalah
kesehatan pada keluarga ini, maka keluarga ini tidak segan-segan untuk
berobat ke dokter meskipun lokasinya jauh dari tempat tinggal mereka.
Lingkungan: rumah
Tindakan: Tn. A segera Tn. A kecil tetapi bersih, dan
dibawa ke RSI oleh cukup memenuhi
suaminya standar kesehatan
I. Kesimpulan :
Identifikasi faktor perilaku dan faktor non perilaku keluarga Tn. A cukup
mendukung kesehatannya.
23
Rumah yang dihuni keluarga ini berukuran 8x12 meter, mempunyai 3
kamar tidur, dapur dan satu kamar mandi, untuk dihuni oleh 4 orang: cukup
luas. Ventilasi rumah cukup memenuhi syarat, penderita tinggal di lingkungan
yang cukup padat dengan rumah dikiri kanan, jaraknya hampir berdempetan.
Penerangan dan ketersediaan air bersih cukup.
Kamar tidur
Kamar tidur
Kamar tidur
Ruang tamu
Kesimpulan :
Lingkungan rumah cukup bersih dan sudah memenuhi syarat kesehatan,
karena sudah memiliki ventilasi yang cukup disetiap ruangan.
BAB IV
24
DAFTAR MASALAH
A. MASALAH MEDIS :
Dengue fever
B. MASALAH NON MEDIS :
Tidak didapatkan masalah non medis
Kesimpulan:
Adanya masalah medis , tidak teradapat masalah non medis
BAB V
25
UPAYA PENDEKATAN TERHADAP PENGETAHUAN KELUARGA
An. A DALAM MENANGANI DENGUE FEVER
I. PENDAHULUAN
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue
tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam
kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)
2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan
jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan
case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4-5
Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran
kasus DBD, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.4
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol
vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang
optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. 6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan
penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan
penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Demam dengue/Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik.
- Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/atralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
- Lekopenia
berikut:
Penatalaksanaan: tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip
utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus demam dengue. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral.
26
II. DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 7 BD
adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.
III. PATOGENESIS
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis immune enhancement.
27
Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder9
IV. DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:2,5,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,5,9
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
28
sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia
umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi
dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostic melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara
tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu
yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena
keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse
transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR
memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami
kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai
hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari.
Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi
sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen
NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode
ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama
sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada
infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%).
Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan
deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.11
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada
kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5,9
VI. PENATALAKSANAAN
29
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai
apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap
kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun
asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi
saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa
parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.
Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari
karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi
dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 4).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 5).
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (gambar 6).
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 7).
30
Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat 5
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan
kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan
terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun
koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di
intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem
koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1-3
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan
efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan
kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan
hemokonsentrasi.12,13 Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam
pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan
menyebabkan efek penambahan volume vascular hanya dalam waktu yang singkat
sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular)
dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu
jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke
dalam ruang interstisial. 14 Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa
keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik. 15,16
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan
yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,
koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).
15,16
Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid pada sindrom renjatan
dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1
jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. 17,18
Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid
pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai
dilakukan, dan dalam proses publikasi.
31
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran
plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung.
Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan
(maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara
praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah
sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang
terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi
secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil
adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar
hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih
berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau
masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis
pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi
hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau
tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil
secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil
(lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah
diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan
kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan
terjadinya perdarahan internal.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil.
VII. KESIMPULAN
Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera
ditentukan. Di samping modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus
Dengue, antigen nonstructural protein 1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan
dan memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini.
Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan
akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu
diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik
secara klinis maupun laboratories untuk menilai respon kecukupan cairan.
–
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
32
II.
A. KESIMPULAN HOLISTIK
Diagnosa holistik: Tn. A (19 tahun) adalah pasien dengue fever, dalam nuclear
family, dengan kondisi keluarga yang cukup harmonis, status ekonomi yang
cukup bagi mereka, lingkungan rumah yang cukup sehat, dan merupakan anggota
masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan yang mengikuti beberapa
kegiatan di lingkungannya.
1. Diagnosa dari segi biologis : D
Dengue fever
2. Diagnosis dari segi psikologis
Hubungan Tn. A dengan keluarga cukup baik, nampak harmonis, saling
mendukung, saling memperhatikan dan pengertian.
3. Diagnosis dari segi sosial
Tn. A adalah siswa sekolah dasar yang cukup pintar disekolahnya, juga
sangat aktif diantara teman-temannya.
B. SARAN KOMPREHENSIF
Memberikan pengertian kepada keluarga penderita mengenai pentingnya
berobat secara teratur untuk mencegah An.R agar tidak terjadi demam, serta
edukasi kepada keluarga untuk menjaga higiene sanitasi rumah dengan baik, dan
memulai perilaku hidup bersih sehat dari sekarang.
1. Promotif :
a. Edukasi kepada keluarga pasien berupa penjelasan tentang
penyakit yang sedang diderita pasien yaitu mengenai DHF/DBD.
b. Edukasi kepada keluarga An.R untuk mulai makan secara
teratur dan 3 kali sehari dengan menu makanan seimbang.
c.Edukasi mengenai pentingnya istirahat yang cukup dan tidur
teratur 6-8 jam sehari.
2. Preventif :
33
1. Mengendalikan stres dengan cara berpikir positif, membagi
permasalahan yang dihadapinya kepada keluarganya, menyelesaikan
pekerjaan ataupun permasalahan satu demi satu, dan mendekatkan diri
pada Tuhan YME.
2. Melakukan aktivitas secara teratur (bermain dan istirahat pada saat
yang tepat).
3. Istirahat cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari.
3. Kuratif : Keluarga Tn. A selalu mengawasi serta mengingatkan Tn. A untuk
selalu meminum obat yang diberikan dokter secara teratur dan segera
membawa ke dokter atau rumah sakit jika terjadi penurunan kesehatan.
4. Rehabilitatif : Keluarga Tn. A memberi semangat serta membantu Tn. A
untuk tetap beraktivitas setelah sembuh dari penyakit yang diderita.
34