Anda di halaman 1dari 6

Kepemimpinan menurut Drucker, Peter F

Ketika memberi kata pengantar dalam buku The Leader of the Future, guru manajemen Peter
Drucker membuat daftar perilaku pemimpin efektif, termasuk para pemimpin informal, berikut
ini:
1. Mereka tidak mulai dengan pertanyaan ” Apa yang ingin saya kerjakan?”. Mereka
memulai dengan pertanyaan, “Apa yang harus saya kerjakan?”
2. Setelah itu mereka bertanya, “Apa yang bisa dan harus saya kerjakan untuk
melakukan perubahan?” Ini harus menjadi parameter apa yang perlu dikerjakan dan
harus cocok dengan kekuatan-kekuatan pemimpin serta cara-cara yang paling efektif.
3. Mereka selalu bertanya, “Apakah misi dan tujuan-tujuan perusahaan? Apakah
yang menjadi kinerja dan hasil-hasil perusahaan ini?”
4. Mereka sangat toleran terhadap keragaman karyawannya dan tidak ingin
membentuk bawahannya itu persis seperti dirinya. Jarang mereka bertanya, “Benarkah
saya menyukai atau membenci orang ini?” Tapi mereka benar-benar tidak toleran -tanpa
pandang bulu-ketika berhadapan kinerja, standar-standar, nilai-nilai karyawan.
5. Mereka tidak takut terhadap kelemahan karyawannya. Mereka bangga dengan
ketidaksempurnaan ini. Tidak perduli apakah mereka pernah mendengar atau tidak
tentang ini, motto mereka adalah apa yang oleh Andrew Carniege ingin ditulis orang di
atas pusaranya:”Disini berbaring laki-laki yang selalu mendorong orang lain bekerja
lebih baik dibanding dirinya sendiri”.
6. Dengan cara apapun. mereka berusaha selalu mematuhi “tes cermin” yaitu
mereka haris yakin bahwa orang yang mereka lihat didalam cermin setiap hari adalah
sosok pribadi yang mereka inginkan, hargai dan percayai. Dengan cara ini, mereka
membentengi dirinya terhadap godaan terbesar seorang pemimpin – mengerjakan hal-
hal yang biasa dilakukan (rutinitas), bukannya menuntaskan hal-hal yang perlu
diselesaikan.
7. Akhirnya, para pemimpin ini bukanlah tukang kotbah, mereka adalah pelaksana.
Referensi: Buku 1001 Cara membuat inisiatif dalam kerja, Bob Nelson, Prestasi Pusaka,
Jakarta, 2001
Prinsip dasar kepemimpinan untuk masa akan datang yang menuntut
keahlian dan kemampuan serta integritas yang tinggi, agar organisasi di
Indonesia, baik swasta ,Pemerintah dan organisasi lainnya mampu
berkompetisi ditengah iklim Globalisasi dan kompetisi yang semakin
tajam. hanya organisasi yang memiliki syarat-syarat tertentu dan di
pimpin oleh figure tertentu yang mampu membawa bangsa ini ke era
persaingan antar negara. Menurut Peter F Drucker dalam bukunya The
Leader Of Future adalah sbb;
1. Pemimpin harus mempunyai pengikut.
Pemimpin haruslah memiliki pengikut yang riel, loyal dan memiliki
dedikasi yang tulus dan ikhlas melakukan apa yang diinginkan oleh
pimpinannya dan juga senantiasa menjaga kehormatan dan kewibawaan
pimpinannya, bukan pengikut quasi yang seolah-olah memiliki massa
namun nyatanya hanya bayaran, memilki vested interest atau
pengkodisian dengan melibatkan dan mempolitisasi PNS dan perangkat
pemerintahan lainnya dengan segala bentuk iming-iming atau intimidasi,
memilih pembantunya bukan berdasarkan profesionalisme tetapi atas
dasar Like & Dislike ,karena sesungguhnya ada 3 hal pokok mengapa
orang tsb mau melakukan dan menjalankan perintah atasan ;
a. Love ( Suka )
Seseorang mau melakukan sesuatu apabila dia menyukai perintah atau
keinginan pimpinannya.

b. Hate ( Benci )
Seseorang ternyata mau melakukan sesuatu apabila membenci pada
pemberi perintahnya yang dalam hal ini adalah pimpinannya.

c. Respect ( Respek )
Ini adalah sesuatu yang di dambakan oleh para pimpinan dan bawahan,
karena semua tindakan bawahannya dilakukan dengan sepenuh hati
karena menyadari dan meyakini bahwa pimpinannya akan membawa
organisasi pada sesuatu keberhasilan yang besar dan bermanfaat bagi
organisasi dan masyarakat.

2. Pemimpin yang efektif adalah bukan orang yang dicintai atau dikagumi
Pemimpin haruslah bukan orang mencari popularitas dan tebar pesona
tetapi mampu menggugah bawahan dan pengikutnya untuk melakukan hal
yang besar dan mampu menghasilkan sesuatu pada semua tingkatan
management apakah Low Management, Middle Management dan Top
Management.
Hal yang terbalik dan terjadi saat ini dan paling sering kita jumpai yakni
politik pencitraan, banyak pemimpin saat ini yang bertindak bagaikan
badut atau artis sinetron, yang sangat gemar sekali memasang gambar
dirinya dan sangat gemar mebagi-bagikan sesuatu yang seolah-olah dia
penderma. Pemimpin yang baik tidak akan pernah memberi ikan tetapi
kail, karena dengan kail orang dituntut untuk berusaha dengan akal,
pikiran , waktu dan tenaganya serta memilki kompetensi dan mampu
berkompetisi dengan baik. Pemmpin yang baik akan fokus pada tugas,
fungsi dan tanggung jawabnya dimana dia berada, apabila dia berada di
pemerintahan yang tugas pokokna menjual Public Goods maka dia akan
memprioritaskan pembangunan pada hal yang dibutuhkan ( need ) dan
dinginkan ( want ) masyarakatnya seperti pendidikan yang murah bahkan
gratis sampai tingkat SLTA, kesehatan yang terjangkau pada seluruh
lapisan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pengangguran serta
melakukan terobosan untuk terciptanya usaha kerakyatan juga
membangun dan memelihara infrastruktur dengan dasar alur transportasi
ekonomi menjadi lancar sehingga membangkitkan ekonomi pedesaan
bukannya membangun pada hal-hal yang tidak substantif tetapi demi
pencitraan dan popularitas belaka.

3. Pemimpin, adalah orang yang memberi teladan


Pemimpin harus mampu memberi keteladanan dan memiliki kemampuan
baik dalam tehnik skill, konseptual skill dan human skill juga memiliki
integritas yang baik dan konsisten atau istiqomah dan memiliki
kemampuan serta keberanian untuk membangun pemerintahan yang Good
Goverment dan Clean Goverment. Islam telah mengajarkan tentang
kepemimpinan dari mulai keteladanan Nabi Muhammad SAW, Sayidina
Umar dll, dalam mencari pemimpin hendaknya seseorang diangkat atau
dipilih berdasarkan sbb;
 Sidiq artinya pinpinan adalah orang yang memilki integritas yang
baik.
 Tabligh artinya mampu menyampaikan sesuatu yang baik dan
memberi keteladanan yang baik.
 Amanah artinya pimpinan harus jujur, ikhlas dan tanpa pamrih.
 Fatonah arinya pimpinan harus memilki kecerdasan dan
kemampuan.
4. Kepemimpinan bukanlah jabatan, hak istimewa, gelar atau uang tetapi
adalah tanggung jawab.
Sudah sangat langka sekali kita mendapatkan pimpinan yang seperti ini,
padahal ketika jaman perjuangan kemerdekaan RI, sejarah membuktikan
banyak dari pimpinan perjuangan baik militer dan politik mencerminkan
tanggung jawab, kesederhanaan dan mendahulukan bawahannya dalam
hal kesejahteraan, bandingkan dengan keadaan saat ini justru yang
terjadi melempar tanggung jawab kepada bawahannya, mendahulukan
kepentingannya dan golongannya bahkan mengharapkan upeti dari
bawahannya.

Dalam Pemilukada banyak para kandidat yang menjanjikan dan memberi


sesuatu, bukan menjual tentang figur, kapabilitas, pengalaman dan
integritas dirinya, tetapi hanya menjalankan politik pencitraan dengan
cara instant yaitu menebar pamflet, brosur, baligo, spanduk dll dengan
sebanyak-banyaknya tanpa mengerti kapan melakukan penetrasi dan
kapan melakukan intensifikasi & ekstensifikasi serta kapan melakukan
ekspansi sehingga promosi yang dilakukan cenderung monoton dan
menghambur-hamburkan biaya yang tidak perlu, padahal dalam ekonomi
berlaku hukum The Low Of Deminishing Return yaitu hukum pertambahan
yang berkurang artinya hukum ini berlaku tidak hanya dalam produksi
tetapi juga berlaku dalam promotion. Cara instant dan pragmatis seperti
ini pada akhirnya hanya melahirkan figur yang tidak dibutuhkan, tidak
cakap dan tidak memiliki kompetensi & kapabilitas serta integritas tetapi
hanya menghasilkan pemimpin yang populer sehingga bagi masyarakat
pada akhirnya hanya melahirkan kekecewaan, apatisme, masa bodoh
dan pesimisme.

Hal lain yang kadang dilakukan Kandidat dengan menganggap suara


dapat dibeli dengan uang artinya secara tidak langsung sudah
memandang rendah masyarakatnya sendiri dan secara tidak langsung
sudah memulai untuk melakukan korupsi atau paling tidak penyuapan,
padahal jelas-jelas Islam mengharamkan & menghukum penyuap dan
yang disuap dengan api neraka.

Tindakan kandidat seperti ini akhirnya melahirkan dan membentuk


masyarakat menjadi pragmatis, karena telah berkali-kali dianggap
sebagai objek, pada saat kandidat melakukan sosialisasi atau kampanye
mereka merasa inilah saat yang tepat untuk menjadi subjek sehingga
mereka mulai menuntut atau meminta sesuatu dari kandidat, namun
ternyata dari berbagai pengkajian janji dari masyarakat dengan dana
tertentu akan menghasilkan suara tertentu acapkali tidak mengandung
kebenaran, karena fenomena di tengah masyarakat saat ini bermunculan,
spekulan ,oportuniti, makelar, broker politik yang hanya mencari
keuntungan materi saja. Selama pola seperti ini masih dilakukan dan
terus terjadi dimana kekuasaan dan uang masih menjadi panglima,
kualitas pemimpin seperti prinsip dari The Leader Of Future masih sulit di
dapat, kecuali jika para Ulama, Tokoh Masyarakat, Akademisi,
Cendikiawan, Pendidik dan kaum intelektual mampu memberi
pencerahaan kepada masyarakat bagaimana memilih pimpinan yang
Sidiq, Tabligh, Amanah dan Fatonah, tanpa ada rasa takut, khawatir,
memiliki nurani, memiliki tanggung jawab untuk lima tahun kedepan,
maka perubahan itu pasti ada dan akan terjadi, seperti Firman Allah SWT,
” Bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, apabila kaum itu
tidak mau merubah nasibnya sendiri. Semoga…….

( H Onnie S Sandi SE, Pemerhati masalah politik di Purwakarta }

Peter Drucker
August 7, 2011 Ferry Roen Tokoh Manajemen 0

Peter Drucker

Peter Ferdinand Drucker (lahir di Kaasgraben, Vienna, Austria, 19 November 1909 –


meninggal di Claremont, California, Amerika Serikat, 11 November 2005 pada umur 95
tahun) adalah seorang penulis, konsultan manajemen, dan “ekolog sosial.” Ia sering
disebut sebagai bapak “manajamen modern.” Ratusan artikel ilmiah dan populer serta
39 bukunya menjelaskan bagaimana manusia diorganisir pada setiap sektor masyarakat
—bisnis, pemerintah, maupun organisasi non-profit. Tulisan-tulisannya juga berhasil
memprediksi berbagai peristiwa yang terjadi pada abad ke-20 seperti privatisasi dan
desentralisasi; kebangkitan Jepang sebagai kekuatan ekonomi dunia; peran pemasaran
yang semakin meningkat; dan kebutuhan akan sebuah masyarakat informasi. Pada
tahun 1959, Drucker memperkenalkan istilah “Pekerja pikiran” (knowledge worker).

Minat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan membuatnya dikenal seorang yang multi
disiplin dan pemikir humaniter. Berbagai tulisan dan buku-buku ia tulis selalu menarik
minat untuk dibaca. Minatnya terhadap peristiwa aktual dan angka-angka, secara alami
menjadikannya seorang wartawan keuangan. Inilah modal ia melahirkan pemikiran
tentang manajemen disusul dengan gelar doktor yang diraihnya di Frankfurt. Susul
menyusul buku-buku manajemen ekonomi ia rilis, selalu mendapat sambutan hangat
dari pembaca. Sebagai seorang penulis, tulisannya mudah dipahami, sebagai seorang
pembicara yang fasih ia sangat disenangi pendengarnya. Peter Drukerlah yang
pertama mendefinisikan seni manajemen yang efektif. Pengaruh kepionirannya pada
gagasan dan praktek manajemen yang ada dewasa ini belum tertandingi di seluruh
dunia. Meskipun dia hidup di Amerika selama lebih dari 60 tahun, namun pengaruh dan
kenangan Eropa Tengah pada umumnya, dan Vienna pada khususnya, masih kuat.
Meskipun aksen Jermanya masih kental, Druker adalah pembicara Bahasa Inggris
dengan kejernihan dan kepasihan yang mengagumkan. Logikanya tanpa cela dan selalu
mampu mengingatkan fakta, angka dan lelucon segar.

Druker mengajarkan struktur desentralisasi. Ini didapatkan dari studi kasus di General
Motors. Ia menyebutkan, kantor pusat harus menahan diri untuk tidak mengatur suatu
divisi bagaimana melakukan pekerjaanya. Drucker berkomentar: Apa yang baik bagi
Amerika adalah baik pula bagi General Motors (1953). Beberapa gagasan yang baik
untuk jadi tindakan dikemukakan Drucker setiap waktu. Misalnya, luangkan waktu
sebanyak yang diperlukan dalam membuat keputusan yang mempengaruhi orang
banyak. Kemudian memastikan semua orang memahami mengenai apa sebenarnya
bisnis yang dilakukan. Dan jangan pernah tinggalkan untuk mempelajari apa yang
terjadi di luar bisnis dan diantara pelanggan maupun non pelanggan.

Pemikiran Drucker tidak jauh dari manajemen berdasarkan sasaran. Desentralisasi dan
delegasi. Mengelola pekerjaan pengetahuan. Menggunakan fokus pelanggan. Melakukan
manajemen waktu. Mengembangkan kekuatan inovasi. “Pada akhirnya, visi dan
tanggung jawab moral yang mendefinisikan seorang manajer,” ungkap Peter Drucker.
Sayangnya, realitas pada banyak tempat dan badan usaha, trik individualitas sering kali
merasuk dan membusukkan keadaan. Karena ambisi pribadi telah mengaduk diri dalam
kepentingan bisnis.

Kutipan dari Peter Drucker yang masih relefan hingga kini antara lain:

 “Cara terbaik memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya.”


 “Management is doing things right; leadership is doing the right things.”
 “Apa yang bisa diukur pasti bisa ditingkatkan.”
 “Budaya perusahaan memiliki sifat yang mirip dengan budaya sebuah negara.
Jangan pernah mencoba mengubahnya. Alih-alih begitu, cobalah untuk bekerja
dengan budaya yang ada.”
 “The most important thing in communication is hearing what isn’t said.”
 “Tujuan dari bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan.”
 “People who don’t take risks generally make about two big mistakes a year.
People who do take risks generally make about two big mistakes a year.”
 “Tak ada yang lebih tak berguna daripada berusaha melakukan efesiensi untuk
hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan sama sekali.”

Anda mungkin juga menyukai