Anda di halaman 1dari 27

MODUL 3

KONGRUENSI
Gatot Muhsetyo

PENDAHULUAN
Dalam modul Kongruensi ini diuraikan tentang sifat-sifat dasar kongruensi,
keterkaitan kongruensi dengan fpb dan kpk, sistem residu yang lengkap dan system
residu yang tereduksi, teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson.
Kongruensi merupakan kelanjutan dari keterbagian, dan didefinisikan berdasarkan
konsep keterbagian. Dengan demikian penjelasan dan pembuktian teorema-teoremanya
dikembalikan ke konsep keterbagian. Bahan utama kongruensi adalah penggunaan
bilangan sebagai modulo, dan bilangan modulo ini dapat dipandang sebagai perluasan
dari pembahasan yang sudah ada di sekolah dasar sebagai bilangan jam, dan pada tingkat
lebih lanjut disebut denga bilangan bersisa.
Dengan bertambahnya uraian tentang sistem residu, pembahasan tentang kongruensi
menjadi lebih lengkap sebagai persiapan penjelasan teorema Euler, teorema kecil Fermat,
dan teorema Wilson, serta bahan penerapan yang terkait dengan teorema-teorema
kongruensi dan teorema Euler.

KOMPETENSI UMUM
Kompetensi umum dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu
memahami konsep kongruensi, penerapannya, hubungannya dengan konsep keterbagian,
pengembangannya dalam system residu, dan peranannya dalam penjabaran teorema
Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema Wilson.

KOMPETENSI KHUSUS
Kompetensi khusus dalam mempelajari modul ini adalah mahasiswa mampu
menjelaskan konsep kongruensi dan sifat-sifatnya, konsep sistem residu yang lengkap
dan sistem residu yang tereduksi, peranan fpb dan kpk dalam pengembangan sifat-sifat
kongruensi, pembuktian dan penerapan teorema Euler, teorema kecil Fermat, dan teorema
Wilson.

SUSUNAN KEGIATAN BELAJAR


Modul 3 ini terdiri dari dua kegiatan belajar. Kegiatan Belajar pertama adalah
Kongruensi, dan Kegiatan Belajar kedua adalah Sistem Residu. Setiap kegiatan be;lajar
memuat Uraian, Contoh/Bukan Contoh, Tugas dan Latihan, Rambu-Rambu Jawaban
Tugas dan Latihan, Rangkuman, dan Tes Formatif. Pada bagian akhir modul ini
ditempatkan Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif 1 dan Tes Formatif 2.

PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah Uraian dan Contoh dengan cermat dan berulang-ulang sehingga Anda benar-
benar memahami dan menguasai materi paparan.
2. Kerjakan Tugas dan Latihan yang tersedia secara mandiri. Jika dalam kasus atau tahap-
An tertentu Anda mengalami kesulitan menjawab/menyelesaikan, maka lihatlah Ram-
bu-Rambu Jawaban Tugas dan Latihan. Jika langkah ini belum banyak membantu
Anda keluar dari kesulitan, maka mintalah bantuan tutor Anda, atau orang lain yang
lebih tahu.
3. Kerjakan Tes Formatif secara mandiri, dan periksalah Tingkat Kemampuan Anda
dengan jalan mencocokkan jawaban Anda dengan Rambu-Rambu Jawaban Tes For-
matif. Ulangilah pengerjaan Tes Formatif sampai Anda benar-benar merasa mampu
mengerjakan semua soal dengan benar.
MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR 1

KONSEP DASAR KONGRUENSI

Uraian
Kongruensi merupakan bahasa teori bilangan karena pembahasan teori bilangan
bertumpu kongruensi. Bahasa kongruensi ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Karl
Friedrich Gauss, matematisi paling terkenal dalam sejarah, pada awal abad sembilan
belas, sehingga sering disebut sebagai Pangeran Matematisi (The Prince of Mathematici-
ans). Meskipun Gauss tercatat karena temuan-temuannya di dalam geometri, aljabar,
analisis, astronomi, dan fisika matematika, ia mempunyai minat khusus di dalam teori
bilangan dan mengatakan bahwa “mathematics is the queen of sciences, and the theory
of numbers is the queen of mathematics” . Gauss merintis untuk meletakkan teori
bilangan modern di dalam bukunya Disquistiones Arithmeticae pada tahun 1801.
Secara tidak langsung kongruensi sudah dibahas sebagai bahan matematika di
sekolah dalam bentuk bilangan jam atau bilangan bersisa. Peragaan dengan menggunakan
tiruan jam dipandang bermanfaat karena peserta didik akan langsung praktek untuk lebih
mengenal adanya system bilangan yang berbeda yaitu system bilangan bilangan jam,
misalnya bilangan jam duaan, tigaan, empatan, limaan, enaman, dan seterusnya.
Kemudian, kita telah mengetahui bahwa bilangan-bilangan bulat lebih dari 4 dapat di
“reduksi” menjadi 0, 1, 2, 3, atau 4 dengan cara menyatakan sisanya jika bilangan itu
dibagi dengan 5, misalnya 13 dapat direduksi menjadi 3 karena 13 dibagi 5 bersisa 3, 50
dapat direduksi menjadi 0 karena 50 dibagi 5 bersisa 0, dan dalam bahasa kongruensi
dapat dinyatakan sebagai 13 ≡ 3 (mod 5) dan 50 ≡ 0 (mod 5).
Definisi 3.1
Ditentukan p,q,m adalah bilangan-bilangan bulat dan m  0
p disebut kongruen dengan q modulo m, ditulis p ≡ q (mod m), jika dan hanya jika
m│p-q.
Jika m │ p – q maka ditulis p ≡ q (mod m), dibaca p tidak kongruen q modulo m.
Contoh 3.1
10 ≡ 6 (mod 2) sebab 2 │ 10 – 6 atau 2 │ 4
13 ≡ -5 (mod 9) sebab 9 │ 13 – (-5) atau 9 │ 18
107 ≡ 2 (mod 15) sebab 7 │ (107 – 2) atau 15 │ 105

Teorema 3.1
Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat, maka p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika
ada bilangan bulat t sehingga p = q + tm
Bukti :
Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q . Ini berarti bahwa ada suatu bilangan bulat t se-
hingga tm = p – q, atau p = q + tm.
Sebaliknya, jika ada suatu bilangan bulat t yang memenuhi p = q + tm, maka dapat
ditentukan bahwa tm = p – q, dengan demikian m │ p – q , dan akibatnya berlaku
p ≡ q (mod m).

Contoh 4.2
23 ≡ -17 (mod 8) dan 23 = -17 + 5.8

Teorema 3.2
Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif.
Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat berikut :
(a) Sifat Refleksif.
Jika p adalah suatu bilangan bulat, maka p ≡ p (mod m)
(b) Sifat Simetris.
Jika p dan q adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m),
maka p ≡ q (mod m)
(c) Sifat Transitif.
Jika p, q, dan r adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga p ≡ q (mod m)
dan q ≡ r (mod m), maka p ≡ r (mod m)
Bukti :
(a) Kita tahu bahwa m │ 0, atau m │ p – p , berarti p ≡ q (mod m)
(b) Jika p ≡ q (mod m), maka m │ p – q , dan menurut definisi keterbagian, ada suatu
bilangan bulat t sehingga tm = p – q, atau (-t)m = q – p , berarti m │ q – p.
Dengan demikian q ≡ p (mod m)
(c) Jika p ≡ q (mod m) dan q ≡ r (mod m) , maka m│p – q dan m│q – r, dan menurut
definisi keterbagian, ada bilangan-bilangan bulat s dan t sehingga sm = p – q dan
tm = q – r . Dengan demikian dapat ditentukan bahwa p – r = (p – q) + (q – r) =
sm + tm = (s + t)m. Jadi m│ p – r , dan akibatnya q ≡ r (mod m)

Contoh 4.3
5 ≡ 5 (mod 7) dan -10 ≡ -10 (mod 15) sebab 7│5 – 5 dan 15│-10 – (-10)
27 ≡ 6 (mod 7) akibatnya 6 ≡ 27 (mod 7) sebab 7│6 – 27 atau 7│(-21)
45 ≡ 21 (mod 3) dan 21 ≡ 9 (mod 3), maka 45 ≡ 9 (mod 3) sebab 3│45 – 9 atau 3│36

Teorema 3.3
Jika p, q, r, dan m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m) , maka :
(a) p + r ≡ q + r (mod m)
(b) p – r ≡ q – r (mod m)
(c) pr ≡ qr (mod m)
Bukti :
(a) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q . Selanjutnya dapat ditentukan bahwa
p – q = (p + r) – (q + r) , berarti m│p – q berakibat m │ (p + r) – (q + r). Dengan
demikian p + r ≡ q + r (mod m).
(b) Kerjakan, ingat bahwa p – q = (p – r) – (q – r) .
(c) Diketahui p ≡ q (mod m), maka m│ p – q , dan menurut teorema keterbagian,
m │ r(p – q) untuk sebarang bilangan bulat r, dengan demikian m │ pr – qr.
Jadi pr │qr (mod m) .
Contoh 4.4
43│7 (mod 6) , maka 43 +5│ 7 + 5 (mod 6) atau 48│12 (mod 6)
27 │6 (mod 7) , maka 27 – 4 │6 – 4 (mod 7) atau 23│ 2 (mod 7)
35│3 (mod 8) , maka 35.4│3.4 (mod 8) atau 140│12 (mod 8)
Contoh 4.5
Perhatikan bahwa teorema 3.3.(c) tidak bisa dibalik, artinya jika pr ≡ qr (mod m), maka
belum tentu bahwa p ≡ q (mod m), misalnya 24 = 4.6 , 12 = 4.3, dan 24 ≡ 12 (mod 6) atau
4.6 ≡ 4.3 (mod 6), tetapi 6 ≡ 3 (mod 6).

Teorema 3.4
Jika p, q, r, s, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m) , maka :
(a) p + r ≡ q + s (mod m)
(b) p – r ≡ q – s (mod m)
(c) pr ≡ qs (mod m)
Bukti :
(a) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada
bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan
(p + r) – (q + s) = tm – um = m(t – u). Dengan demikian m│(p + r) – (q + s), atau
p + r ≡ q + s (mod m).
(b) Kerjakan, perhatikan bahwa (p – r) – (q – s) = (p – q) – (r – s)
(c) p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka m│ p – q dan m│ r – s , maka tentu ada
bilangan-bilangan bulat t dan u sehingga tm = p – q dan um = r – s , dan
pr – qs = pr – qr + qr – qs = r(p – q) + q(r – s) = rtm + qum = m (rt + qu). Dengan
demikian m │ pr – qs , atau pr ≡ qs (mod m)

Contoh 3.6
36 ≡ 8(mod 7) dan 53 ≡ 4 (mod 7), maka 36 + 53 ≡ 8 + 4 (mod 7) atau 89 ≡ 12 (mod 7)
72 ≡7 (mod 5) dan 43 ≡ 3 (mod 5), maka 72 – 43 ≡ 7 – 3 (mod 5) atau 29 ≡ 4 (mod 5)
15 ≡ 3 (mod 4) dan 23 ≡ 7 (mod 4) maka 15.23 ≡ 3.7 (mod 4) atau 345 ≡ 21 (mod 4)
Teorema 3.5
(a) Jika p ≡ q (mod m), maka pr ≡ qr (mod mr)
(b) Jika p ≡ q (mod m) dan d│m , maka p ≡ q (mod d)
Bukti :
(a) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q , dan menurut teorema 2.8 dapat
ditentukan bahwa rm│r(p – q) atau mr│pr – qr , dan berdasarkan definisi 3.1 dapat
ditentukan bahwa pr ≡ qr (mod mr)
(b) p ≡ q (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│p – q .
Berdasarkan teorema 2.2, d│m dan m│p – q berakibat d│p – q, dan sesuai dengan
Definisi 3.1, p ≡ q (mod d)

Teorema 3.6
Diketahui bilangan-bilangan bulat a, p, q, m, dan m > 0.
(a) ap ≡ aq (mod m) jika dan hanya jika p ≡ q (mod m/(a,m))
(b) p ≡ q (mod m 1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika p ≡ q (mod [m 1 , m 2 ])
Bukti :
(a) (  )
ap ≡ aq (mod m), maka sesuai definisi 3.1, m│ap – aq, dan sesuai definisi 2.1
ap – aq = tm untuk suatu t  Z, berarti a(p – q) = tm. Karena (a,m)│a dan (a,m)│ m
maka (a/(a,m)(p – q) = (m/(a,m)t, dan sesuai dengan definisi 2.1, dapat ditentukan
bahwa (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q). Menurut teorema 2.14, (m/(a,m),a/(a,m)) = 1, dan
menurut teorema 2.15, dari (m/(a,m),a/(a,m)) = 1 dan (m/(a,m)│(a/(a,m)(p – q) ber-
akibat (m/(a,m)│(p – q). Jadi menurut definisi 3.1, p ≡ q (mod m/(a,m)) .
()
p ≡ q (mod m/(a,m)), maka menurut teorema 3.5(a), ap ≡ aq (mod am/(a,m)). Selan-
jutnya, karena m │am/(a,m), dan ap ≡ aq (mod am/(a,m)), maka berdasarkan pada
teorema 3.5 (b) , ap ≡ aq (mod m).
(b) Buktikan !

Contoh 3.7
8p ≡ 8q (mod 6) dan (8,6) = 2, maka p ≡ q (mod 6/2) atau p ≡ q (mod 3)
12p ≡ 12q (mod 16) dan (12,16) = 4, maka p ≡ q (mod 16/4) atau p ≡ q (mod 4)
Contoh 3.8
p ≡ q (mod 6) dan p ≡ q (mod 8), maka p ≡ q (mod [6,8]) atau p ≡ q (mod 24)
p ≡ q (mod 16) dan p ≡ q (mod 24), maka p ≡ q (mod [16,24]) atau p ≡ q (mod 48)

Tugas dan Latihan


Tugas
Bacalah suatu buku teori bilangan, dan carilah teorema-teorema yang belum dibuktikan
dalam kegiatan belajar 1. Selanjutnya buktikan bahwa :
1. Jika p, q, t, dan m adalah bilangan-bilangan bulat sedemikian hingga t > 0, m > 0 dan
p ≡ q (mod m), maka p t ≡ q t (mod m)
2. Jika p, q  Z dan m 1 , m 2 , …, m t  Z sedemikian hingga
p ≡ q (mod m 1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka
p ≡ q (mod [m 1 , m 2 , …, m t ])
Latihan
1. Diketahui p, q, m adalah bilangan-bilangan bulat dan m > 0 sedemikian hingga
p ≡ q (mod m)
Buktikan : (p,m) = (q,m)
2. Buktikan
(a) jika p adalah suatu bilangan genap, maka p 2 ≡ 0 (mod 4)
(b) jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2 ≡ 1 (mod 4)
3. Buktikan jika p adalah suatu bilangan ganjil, maka p 2 ≡ 1 (mod 8)
4. Carilah sisa positif terkecil dari 1! + 2! + … + 100!
(a) modulo 2
(b) modulo 12
5. Tunjukkan bahwa jika n adalah suatu bilangan genap positif, maka:
1 + 2 + 3 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n)
Bagaimana jika n adalah suatu bilangan ganjil positif ?
6. Dengan menggunakan induksi matematika, tunjukkan bahwa 4 n ≡ 1 + 3n (mod 9)
jika n adalah suatu bilangan bulat positif.
Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan
Rambu-Rambu Jawaban Tugas
1. p ≡ q (mod m) , maka m │ p – q
p t - q t = (p – q)(p t 1 + p t  2 q + … + pq t  2 + q t 1 )
Perhatikan bahwa (p – q) │ p t - q t
Karena m │ p – q dan (p – q) │ p t - q t , maka m │ p t - q t
Jadi p t ≡ q t (mod m)
2. p ≡ q (mod m 1 ) , p ≡ q (mod m 2 ) , …, dan p ≡ q (mod m t ) , maka
m1 │ p – q , m2 │ p – q , … , m t │ p – q
Dengan demikian p – q adalah kelipatan persekutuan dari m 1 , m 2 , …, m t , dan
berdasarkan teorema 2.22, [ m 1 , m 2 , …, m t ] │ p – q
Jadi p ≡ q (mod [m 1 , m 2 , …, m t ] )

Rambu-Rambu Jawaban Latihan


1. p ≡ q (mod m) , maka p – q = tm untuk suatu bilangan bulat t
Menurut definisi 2.3, (p,m)│ p dan (p,m) │ m . Dari (p,m) │ m , berdasarkan
teorema 2.1, (p,m) │ tm . Selanjutnya , dari (p,m)│ p dan (p,m) │ tm, berdasarkan
teorema 2.4, (p,m) │ p – tm. Karena p – q = tm, atau q = p – tm , maka(p,m) │ q.
(p,m) │ m dan (p,m) │ q , maka (p,m) merupakan faktor persekutuan m dan q, dan
Sesuai teorema 2.17, (p,m) │ (q,m) . Dengan jalan yang sama dapat ditunjukkan
bahwa (q,m)│(p,m). Dari (p,m)│(q,m) dan (q,m) │ (p,m), (p,m) > 0, dan (q,m) > 0 ,
sesuai teorema 2.7, (p,m) = (q,m).
2. (a) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan genap, maka p dapat dinya-
takan sebagai p = 2t untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian p 2 = 4t 2 .
Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2 , atau 4 │ p 2 - 0 , dan berdasarkan defini-
si 3.1, p 2 ≡ 0 (mod 4).
(b) Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinya-
takan sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat
dicari p 2 = 4t 2 + 4t + 1 , atau p 2 = 4t(t + 1) + 1 , atau p 2 - 1 = 4t(t+1). Akibatnya,
sesuai definisi 2.1, 4 │ p 2 - 1 , dan berdasarkan definisi 3.1, p 2 ≡ 1 (mod 4).
3. Sesuai definisi 2.2, jika p merupakan suatu bilangan ganjil, maka p dapat dinyata-
sebagai p = 2t + 1 untuk suatu bilangan bulat t, dengan demikian dapat dicari
p 2 = 4t 2 + 4t + 1 , atau p 2 = 4t(t + 1) + 1 . Jika t adalah suatu bilangan genap, sesuai
definisi 2.2, t = 2r untuk suatu bilangan bulat r, sehingga p 2 = 8r(2r + 1) + 1, atau
p 2 - 1 = 8r(2r + 1) . Akibatnya, sesuai definisi 2.1, 8│ p 2 - 1 , dan berdasarkan pada
definisi 3.1, p 2 ≡ 1 (mod 8).
Kerjakan dengan jalan yang sama jika t adalah suatu bilangan ganjil.
4. (a) n! = 1.2.3…n , berarti 2! = 1.2 = 2 ≡ 0 (mod 2), 3! = 1.2.3 = 2.3 ≡ 0 (mod 2) ,
n! = 1.2.3…n = 2.1.3…n ≡ 0 (mod 2). Dengan demikian dapat dicari bahwa

1! + 2! + … + n! ≡ 1 + 0 (mod 2) + 0 (mod 2) + … + 0 (mod 2) ≡ 0 (mod 2)


(b) n! = 1.2.3.4…n ≡ 0 (mod 12) jika n  4 , akibatnya dapat ditentukan bahwa
1! + 2! + … + 100! ≡ 1! + 2! + 3! + 0 + 0 + … + 0 (mod 12) ≡ 9 (mod 12).
5. 1 + 2 + … + (n + 1) = (n -1)n/2.
Jika n adalah suatu bilangan ganjil, maka n – 1 adalah suatu bilangan genap, sehingga
(n – 1)/2 adalah suatu bilangan bulat, dengan demikian n │1 + 2 + … + (n + 1) atau
1 + 2 + … + (n + 1) ≡ 0 (mod n).
Jika n adalah suatu bilangan genap, maka n = 2r untuk suatu bilangan bulat r, dengan
demikian (n -1)n/2 = (n -1)r , berarti n tidak membagi (n – 1)r karena (n,n-1) = 1 dan
r < n. Jadi 1 + 2 + … + (n + 1) tidak kongruen dengan 0 modulu n jika n adalah suatu
bilangan genap.
6. n = 1 memenuhi hubungan karena 4 1 = 4 = 1 + 3.1 ≡ 1 + 3.1 (mod 9)
Anggaplah bahwa 4 n ≡ 1 + 3n (mod 9), harus dibuktikan 4 n 1 ≡ 1 + 3(n + 1) (mod 9)
4 n 1 = 4.4 n ≡ 4(1 + 3n) (mod 9) ≡ 4 + 12n (mod 9) ≡ 4 + 3n (mod 9).

Rangkuman
Dari materi Kegiatan Belajar 1 ini, beberapa bagian yang perlu diperhatikan adalah defi-
nisi kongruensi, teorema-teorema kongruensi, dan keterkaitan konsep kongruensi dengan
keterbagian, fpb, dan kpk.
1. Definisi 3.1. p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika m │ p – q
2. Terdapat 6 teorema kongruensi.
Teorema 3. 1 : p ≡ q (mod m) jika dan hanya jika p = q + tm
Teorema 3.2 : Kongruensi modulo m memenuhi sifat-sifat
(a) refleksif: p ≡ p (mod m)
(b) simetris : jika p ≡ q (mod m), maka q ≡ p (mod m)
(c) transitif : jika p ≡ q (mod m) , q ≡ r (mod m), maka p ≡ q (mod m)

Teorema 3.3 : Jika p ≡ q (mod m), maka :


(a) p + r ≡ q + r (mod m)
(b) p – r ≡ q – r (mod m)
(c) pr ≡ qr (mod m)
Teorema 3.4 : Jika p ≡ q (mod m) dan r ≡ s (mod m), maka :
(a) p + r ≡ q + s (mod m)
(b) p – r ≡ q – s (mod m)
(c) pr ≡ qs (mod m)
Teorema 3.5 : (a) p ≡ q (mod m) , maka pr ≡ qr (mod mr)
(b) p ≡ q (mod m) dan d │ m , maka p ≡ q (mod d)
Teorema 3.6. : (a) ap ≡ aq (mod m), maka p ≡ q (mod m/(a,m))
(b) p ≡ q (mod m 1 ) dan p ≡ q (mod m 2 ) jika dan hanya jika
p ≡ q (mod [m 1 , m 2 ])

MODUL 3
KEGIATAN BELAJAR 2

SISTEM RESIDU

Uraian
Sistem residu merupakan topik yang memberikan dasar untuk mengembangkan
pembahasan menuju teorema Euler, dan pada bagian lain terkait dengan fungsi-fungsi
khas (special functions) dalam teori bilangan.
Bagian-bagian dari system residu meliputi system residu yang lengkap dan system
residu yang tereduksi. Sebagai suatu system, system residu mempunyai sifat-sifat khusus
yang terkait dengan bagaimana membuat system residu, atau mencari contoh yang
memenuhi syarat tertentu.

Definisi 3.2
Suatu himpunan {x 1 , x 2 , … , x m } disebut suatu system residu lengkap modulo
m
Jika dan hanya jika untuk setiap y dengan 0 ≤ y < m , ada satu dan hanya satu x
i

dengan 1 ≤ i < m , sedemikian hingga y ≡ x i (mod m) atau x i ≡ y (mod m).


Perhatikan bahwa indeks dari x yang terakhir adalah m, dan hal ini menunjukkan bahwa
banyaknya unsur dalam suatu system residu lengkap modulo m adalah m. Dengan
demikian, jika ada suatu himpunan yang banyaknya unsur kurang dari m atau lebih dari
m , maka himpunan itu tentu bukan merupakan suatu system residu lengkap modulo m.
Selanjutnya, karena pasangan-pasangan kongruensi antara y dan x i adalah tunggal,
maka
tidak ada y yang kongruen dengan dua unsur x yang berbeda, misalnya x i dan x j ,
dan
tidak ada x i yang kongruen dengan dua nilai y. Dengan demikian, tidak ada dua unsur x
yang berbeda dan kongruen, artinya x i tidak kongruen x j modulo m jika i  j.
Contoh 3.9
1. Himpunan A = {6, 7, 8, 9} bukan merupakan system residu lengkap modulo 5 sebab
banyaknya unsur A kurang dari 5
2. Himpunan A = {6, 7, 8, 9, 10} adalah suatu system residu lengkap modulo 5 sebab un-
tuk setiap y dengan dengan 0 ≤ y < 5 , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i <
5
sedemikian hingga y ≡ x i (mod 5) atau x i ≡ y (mod 5).
Nilai-nilai y yang memenuhi 0 ≤ y < 5 , adalah y = 0, y = 1, y = 2, y = 3, y = 4, atau
y = 5 . Jika kita selidiki, maka kita peroleh bahwa :
10 ≡ 0 (mod 5) 8 ≡ 3 (mod m) 6 ≡ 1 (mod m)
9 ≡ 4 (mod 5) 7 ≡ 2 (mod m)
Dengan demikian untuk setiap y dengan y = 0, 2, 3, 4, 5 , ada satu dan hanya satu x
i

dengan x i = 6, 7, 8, 9, 10 , sedemikian hingga x i ≡ y (mod m). Jadi A adalah suatu sis-


tem residu lengkap modulo 5.
3. Himpunan B = {4, 25, 82, 107} adalah suatu system residu lengkap modulo 4 sebab
untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 4 , ada satu dan hanya satu x i dengan 1 ≤ i < 4
sedemikian hingga y ≡ x i (mod 4) atau x i ≡ y (mod 4).
4 ≡ 0 (mod 4) 82 ≡ 2 (mod 4)
25 ≡ 1 (mod 4) 107 ≡ 3 (mod 4)
4. Himpunan C = {-33, -13, 14, 59, 32, 48, 12} adalah suatu system residu lengkap mo-
dulo 7 sebab untuk setiap y dengan 0 ≤ y < 7 , ada satu dan hanya satu x i dengan
1 ≤ i < 7 sedemikian hingga y ≡ x i (mod 7) atau x i ≡ y (mod 7).
-33 ≡ 0 (mod 7) 59 ≡ 3 (mod 7) 48 ≡ 1 (mod 7)
-13 ≡ 0 (mod 7) 32 ≡ 3 (mod 7) 12 ≡ 1 (mod 7)
14 ≡ 0 (mod 7)
5. Himpunan D = {10, -5, 27} adalah bukan suatu system residu lengkap modulo 3 sebab
Untuk suatu y = 1 dengan 0 ≤ y < 3 , ada lebih dari satu x i (yaitu 10 dan -5)
sehingga
10 ≡ 1 (mod 3) -5 ≡ 1 (mod 3)
6. Algoritma pembagian menunjukkan bahwa himpunan bilangan bulat 0, 1, … , m – 1
merupakan suatu system residu lengkap modulo m, dan disebut sebagai residu nonne-
gatif terkecil modulo m.

Definisi 3.3
Suatu himpunan bilangan bulat {x 1 , x 2 , … , x k } disebut suatu system residu
tere-
duksi modulo m jika dan hanya jika :
(a) (x i , m) = 1 , 1 ≤ i < k
(b) x i ≡ x j (mod m) untuk setiap i  j
(c) Jika (y,m) = 1, maka y ≡ x i (mod m) untuk suatu i = 1, 2, … , k

Contoh 3.10
1. Himpunan {1,5} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab :
(a) (1,6) = 1 dan (5,6) = 1
(b) 5 ≡ 1 (mod 6)
2. Himpunan {17, 91} adalah suatu system residu tereduksi modulo 6 sebab :
(a) (17,6) = 1 dan (91, 6) = 1
(b) 91 ≡ 17 (mod 6)

Suatu system residu tereduksi modulo m dapat diperoleh dari system residu lengkap
modulo m dengan membuang unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m. Hal ini
dapat dilakukan karena {0, 1, 2, … , m – 1 } adalah suatu system residu yang lengkap
modulo m karena untuk setiap y dengan y = 0, 1, 2, … , m – 1, ada satu dan hanya satu
x i = 0, 1, 2, … , m – 1 sehingga y ≡ x i (mod m) . Keadaan y ≡ x i (mod m) selalu dapat
terjadi dengan memilih y = 0 dan x 1 = 0, y = 1 dan x 2 = 1, … , y = m – 1 dan x m = m –
1.
Karena unsur-unsur {0, 1, 2, … , m – 1} memenuhi tidak ada sepasang yang kongruen,
maka setelah unsur-unsur yang tidak relative prima dengan m dibuang, yang tertinggal
adalah unsur-unsur yang relative prima dengan m dan tidak ada sepasang yang kongruen.
Dengan demikian unsur-unsur yang tertinggal memenuhi definisi 3.2

Contoh 3.11
1. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 8.
Unsur-unsur A yang tidak relative prima dengan 8 adalah 0, 2, 4, dan 6 karena
(0,8) = 8  1, (2,8) = 2  1, (4,8) = 4  1, dan (6,8) = 2  1. Misalkan B adalah
him-
punan dari unsur-unsur yang tertinggal, maka B = {1, 3, 5, 7}, dan B merupakan suatu
sistem residu tereduksi modulo 8 karena memenuhi definisi 3.2
2. Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19} adalah
suatu system residu lengkap modulo 20. Jika unsur-unsur A yang tidak relative prima
dengan 20 dibuang, yaitu 0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 14, 15, 16, dan 18 , maka unsur-unsur
yang tertinggal adalah 1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, dan 19, dan B = {1, 3, 7, 9, 11, 13, 17, 19}
merupakan suatu system residu tereduksi modulo 20.

Defini 3.4
Ditentukan m adalah suatu bilangan bulat positif.
Banyaknya residu di dalam suatu system residu tereduksi modulo m disebut fungsi
 -Euler dari m, dan dinyatakan dengan  (m).

Contoh 3.12
 (2) = 1 , diperoleh dari unsur 1
 (3) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 2
 (4) = 2 , diperoleh dari unsur-unsur 1 dan 3
 (5) = 4 , diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 3, dan 4
 (16) = 8, diperoleh dari unsur-unsur 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15
 (27) = 18, diperoleh dari unsur-unsur 1, 2, 4, 5, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23,

25, dan 26
 (p) = p – 1 jika p adalah suatu bilangan prima

Perhatikan bahwa himpunan {1,2,3,4} merupakan suatu system residu tereduksi modu-
lo 5. Sekarang, coba Anda selidiki, jika masing-masing unsur himpunan dikalikan
dikalikan dengan suatu bilangan yang relative prima dengan 5, misalnya 2, 3, atau 4, se-
hingga diperoleh himpunan yang lain, maka apakah himpunan-himpunan yang lain terse-
but merupakan system-sistem residu yang tereduksi modulo 5 ?

Teorema 3.7
Ditentukan (a,m) = 1
Jika {x 1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m yang lengkap atau
tere-
duksi, maka {ax 1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan suatu system residu modulo
m
yang lengkap atau tereduksi.
Bukti :
Ditentukan bahwa {x 1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo m
yang
lengkap, maka x i tidak kongruen x j modulo m jika x i  x j . Harus dibuktikan
bahwa
ax i tidak kongruen ax j modulo m jika i  j
Misalkan dari unsur-unsur {ax 1 , ax 2 , … , ax k } terdapat i  j sehingga berlaku
hu-
bungan ax i ≡ ax j (mod m).
Karena (a,m) = 1 dan ax i ≡ ax j (mod m), maka menurut teorema 3.6 (a), dapat
diten-
tukan bahwa x i ≡ x j (mod m), bertentangan dengan ketentuan {x 1 , x 2 , … , x k }
me-
rupakan suatu system residu lengkap modulo m. Jadi tentu ax i tidak kongruen ax

modulo m.
Selanjutnya buktikan jika {x 1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system residu modulo
m
yang tereduksi.

Contoh 3.13
(a) Himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah merupakan suatu system residu lengkap
modulo 6. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 5, yang mana (5,6) = 1,
dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat ditentu-
kan bahwa B = {0, 5, 10, 15, 20, 25}. Himpunan B merupakan suatu system
residu yang lengkap modulo 6 sebab setiap unsur B kongruen dengan satu dan ha-
nya satu y  {0, 1, 2, 3, 4, 5}, yaitu :
0 ≡ 0 (mod 6) 10 ≡ 4 (mod 6) 20 ≡ 2 (mod 6)
5 ≡ 5 (mod 6) 15 ≡ 3 (mod 6) 25 ≡ 1 (mod 6)
(b) Himpunan A = {1, 5, 7, 11} adalah merupakan suatu system residu tereduksi mo-
dulo 12. Jika masing-masing unsur A dikalikan dengan 17 dengan (17,12) = 1,
dan setelah dikalikan dimasukkan sebagai unsur himpunan B, maka dapat diten-
tukan bahwa B = {17, 85, 119, 187}. Himpunan B merupakan suatu system residu
tereduksi modulo 12 sebab setiap unsur B relative prima dengan 12, dan tidak ada
sepasang unsur B yang kongruen, yaitu :
(17,12) = (85,12) = (119,12) = (187,12) = 1

17 ≡ 85 (mod 12) 17 ≡ 119 (mod 12) 17 ≡ 187 (mod 12)


85 ≡ 119 (mod 12) 85 ≡ 187 (mod 12) 119 ≡ 187 (mod 12)

Teorema 3.8 (Teorema Euler)


Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a  ( m ) ≡ 1 (mod m)
Bukti :
Misalkan bahwa {x 1 , x 2 , … , x  ( m ) } adalah suatu system residu tereduksi modulo
m dengan unsur-unsur bilangan bulat positif kurang dari m dan relative prima dengan
m, maka menurut teorema 3.7, karena (a,m) = 1, maka {ax 1 , ax 2 , … , ax  ( m ) } juga
merupakan suatu system residu tereduksi modulo m. Dengan demikian, residu-residu
positif terkecil dari ax 1 , ax 2 , … , ax  ( m ) adalah bilangan-bilangan bulat yang

terdapat pada x 1 , x 2 , … , x  ( m ) dengan urutan tertentu. Akibatnya kita dapat


mengalikan semua suku dari masing-masing system residu tereduksi, sehingga
diperoleh :
ax 1 , ax 2 , … , ax  ( m ) ≡ x 1 , x 2 , … , x  ( m ) (mod m)
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa :
a  ( m ) x 1 . x 2 … x  ( m ) ≡ x 1 . x 2 … x  ( m ) (mod m)
Selanjutnya, {x 1 , x 2 , … , x  ( m ) } adalah suatu system residu tereduksi modulo m,

maka menurut definisi 3.3, berlaku (x i , m) = 1. Berdasarkan teorema 2.16,


karena
(x i , m) = 1, yaitu (x 1 ,m) = ( x 2 , m) = … (x  ( m ) , m) = 1, maka dapat ditentukan

bahwa (x 1 . x 2 … x  ( m ) , m) = 1.
Dari dua keadaan :
a  ( m ) x 1 . x 2 … x  ( m ) ≡ x 1 . x 2 … x  ( m ) (mod m) , dan
(x 1 . x 2 … x  ( m ) , m) = 1
dapat ditentukan berdasarkan teorema 3.6 (a) bahwa :
a  ( m ) ≡ 1 (mod m)
Kita dapat menggunakan teorema Euler untuk mencari inversi modulo m.
Jika a dan m adalah relative prima, maka dapat ditentukan bahwa :
a  ( m ) ≡ 1 (mod m)
Dengan demikian :
a  ( m ) = a. a  ( m ) 1 ≡ 1 (mod m)
Jadi a  ( m ) 1 adalah inversi dari a modulo m.

Contoh 3.14
Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 23 500
Soal ini dapat dijawab dengan menyatakan maknanya dalam bentuk lain, yaitu sama
dengan mencari x jika 23 500 ≡ x (mod 100). Kemudian bentuk 23 500 ≡ x (mod 100)
dapat dipecah menjadi 23 500 ≡ x (mod 4) dan 23 500 ≡ x (mod 25).
(a) mencari x dari 23 500 ≡ x (mod 4).
23 ≡ 3 (mod 4), maka 23 2 ≡ 9 (mod 4) ≡ 1 (mod 4), sehingga 23 500 = (23 2 ) 250
Dengan demikian 23 500 = (23 2 ) 250 ≡ 1 250 (mod 4), atau x ≡ 1 (mod 4)
(b) mencari x dari 23 500 ≡ x (mod 25)
23 ≡ -2(mod 25), maka 23 2 ≡ 4(mod 25), 234 ≡ 16(mod 25), 238 ≡ 6(mod 25),
2316 ≡ 11(mod 25), 2332 ≡ -4(mod 25), 2364 ≡ 16(mod 25), 23128 ≡ 6(mod 25), dan
23256 ≡ 11(mod 25)
Dengan demikian 23500 = 23256.23128.2364.2332.2316.234 ≡ 11.6.16.(-4).11.16 (mod 25)
≡ (-4).6.(-4).6 (mod 25) ≡ 576 (mod 25) ≡ 1, (mod 25), yaitu
x ≡ 1 (mod 25)
Dari hasil (a) dan (b), yaitu x ≡ 1 (mod 4) dan x ≡ 1 (mod 25), maka berdasarkan pada
teorema 3.6 (b) , x ≡ 1 (mod [4,25]) x ≡ 1 (mod 100)
Jadi 23 500 ≡ 1 (mod 100) , berarti dua digit terakhir lambang bilangan decimal dari 23
500

adalah 01.

Contoh 3.15
Tunjukkan jika (n,7) = 1, n  N, maka 7 │ n7 – n
Jawab : Karena (n,7) = 1, maka menurut teorema Euler, n  ( 7 ) ≡ 1 (mod 7).
Selanjutnya  (7)  6 , sehingga diperoleh n6 ≡ 1 (mod 6) , dan sesuai dengan
definisi 3.1, 7│ n6 – 1 , dan akibatnya, sesuai dengan teorema 2.1, 7│n( n6 – 1)
atau 7│n7 – 1
Contoh 3.16
Jika bulan ini adalah bulan Mei, maka carilah 23943 bulan lagi adalah bulan apa
Jawab : Permasalahan ini dapat diganti dengan mencari x jika 23943 ≡ x (mod 12).
Karena (239,12) = 1, maka menurut teorema Euler, 239  (12 ) ≡ 1 (mod 12).
Selanjutnya  (12)  4 , sehingga diperoleh 2394 ≡1 (mod 12).
23943 = (2394)10.2393 ≡ 1.2393 (mod 12) ≡ (-1)(-1)(-1) (mod 12) ≡ 11 (mod 12)
Jadi x = 11, dengan demikian 23943 bulan lagi adalah bulan April.
Contoh 3.16
Kongruensi linier ax ≡ b (mod m) dapat diselesaikan dengan menggunakan teorema Euler
sebagai berikut :
ax ≡ b (mod m)
a  ( m ) -1.ax ≡ a  ( m ) -1 .b (mod m)
x ≡ a  ( m ) -1 .b (mod m)
Penyelesian 7x ≡ 3 (mod 12) adalah x ≡ 7  (12 ) 1 .3 (mod 12) ≡ 74-1.3 (mod 12)
≡ 73.3 (mod 12) ≡ 21 (mod 12) ≡ 9 (mod 12).

Teorema 3.9. Teorema Kecil Fermat


Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka ap-1 ≡ 1 (mod p)
Bukti :
Karena p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka (p,a) = 1 (jika
(p,a)  1 yaitu p dan a tidak relative prima, maka p dan a mempunyai factor selain
1
dan p, bertentangan dengan sifat p sebagai bilangan prima).
Selanjutnya, karena (p,a) = 1, maka menurut teorema 3.8, a  ( p ) ≡ 1 (mod p).
p adalah suatu bilangan prima, berarti dari bilangan-bilangan bulat :
0, 1, 2, 3, … , p – 1
yang tidak relative prima dengan p hanya 0 ≡ p (mod p), sehingga :
{1, 2, 3, … , p – 1 }
merupakan system residu tereduksi modulo dengan (p – 1) unsure, dengan demikian:
 ( p)  p  1

Karena  ( p )  p  1 dan a  ( p ) ≡ 1 (mod p), maka a  ( p ) ≡ 1 (mod p)

Contoh 3.17
Carilah suatu x jika 2250 ≡ x (mod 7) dan 0 ≤ x < 7
Jawab :
Karena 7 adalah bilangan prima, (2,7) = 1, dan  (7)  7  1  6 , maka :
2  ( 7 ) ≡ 1 (mod 7)
26 ≡ 1 (mod 7)
2250 = (26)41.24 ≡ 1.24 (mod 7) ≡ 16 (mod 7) ≡2 (mod 7)
Jadi : x = 2
Contoh 3.18
Carilah satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari:
(a) 2500
(b) 7175
Jawab :
Untuk mencari digit terakhir dari lambang bilangan basis 10, permasalahan dapat
dipandang sebagai mencari x jika y ≡ x (mod 10). Karena 2.5 = 10 dan (2,5) = 1,
maka y ≡ x (mod 10) dapat dinyatakan sebagai :
y ≡ x (mod 2) dan y ≡ x (mod 5)
(a) 2 ≡ 0 (mod 2), maka 2500 ≡ 0, 2, 4, 6, 8, … (mod 2)
 (5) = 4 dan (2,5) = 1, maka 24 ≡ 1(mod 5), sehingga

2500 = (24)125 . 1 (mod 5) ≡ 1, 6, 11, 16, 21, … (mod 5)


Dengan demikian 2500 ≡ 6 (mod 2) dan 2500 ≡ 6 (mod 5), berarti
2500 ≡ 6 (mod 10). Satu digit terakhir lambang bilangan basis 10 dari 2500 ada-
lah 6.
(b) 7 ≡ 1(mod 2), maka 7175 ≡ 1, 3, 5, … (mod 2)
 (5) = 4 dan (7,5) = 1, maka 74 ≡ 1 (mod 5), sehingga

7175 = (74)43.73 ≡ 73 (mod 5) ≡ 2.2.2 (mod 5) ≡ 8 (mod 5) ≡ 3 (mod 5)


≡ 3, 8, 13, 18, … (mod 5).
Dengan demikian 7175 ≡ 3 (mod 2) dan 7175 ≡ 3 (mod 5), berarti
7175 ≡ 3 (mod 10. Satu digit terakhir lambing bilangan basis 10 dari 7175 ada-
lah 3.

Teorema 3.10
Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian
x = a  ( m ) -1 .b + tm
Bukti :
Dari hubungan ax ≡ b (mod m) , ruas kiri dan kanan perlu dikalikan dengan
suatu factor sehingga koeffisien a menjadi 1. Pilihan factor adalah a  ( m ) -1
sebab sesuai dengan teorema Euler, a  ( m ) -1.a = a  ( m ) ≡ 1 (mod m).
ax ≡ b (mod m)
a  ( m ) -1 .a x ≡ a  ( m ) -1 . b (mod m)
a  ( m ) x ≡ a  ( m ) -1 . b (mod m)
x ≡ a  ( m ) -1 . b (mod m)
Karena tm ≡ 0 (mod m) untuk setiap bilangan bulat t, maka :
x ≡ ≡ a  ( m ) -1 . b + tm (mod m)
Jadi x = a  ( m ) -1 .b + tm adalah selesaian ax ≡ b (mod m)

Teorema 3.11. Teorema Wilson


Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p)
Bukti :
Untuk p = 2, kita dapat menentukan bahwa (p – 1)! = 1! = 1 ≡ -1 (mod 2),
dengan demikian teorema benar untuk p = 2.
Untuk p > 2, berdasarkan teorema 3.9 dan teorema 3.10, jika ax ≡ 1 (mod p),
dan (a,p) = 1, maka x ≡ a  ( m ) -1 , a dan x disebut saling inverse modulo p.
Dengan demikian, setiap bilangan a yang memenuhi 1 ≤ a ≤ p – 1, tentu ada a*
yang memenuhi 1 ≤ a* ≤ p – 1, sehingga a.a* ≡ 1 (mod p).
Perhatikan perkalian bilangan-bilangan:
2.3. … ,(p – 3)(p – 2)
yang dapat dipasang-pasangkan ke dalam (p – 3)/2 pasangan, masing-masing
pasangan mempunyai hasil kali sama dengan 1 modulo p. Hal ini dapat dilaku-
kan karena masing-masing bilangan relative prima dengan p, yaitu (a,p) = 1,
sehingga masing-masing bilangan mempunyai inverse. Akibatnya :
2.3. … ,(p – 3)(p – 2) ≡ 1 (mod p)
sehingga :
(p – 1)! = 1.2.3. … .(p – 3)(p – 2)(p – 1) ≡ 1.1.(p – 1) (mod p)
≡ p – 1 (mod p)
(p – 1)! ≡ – 1 (mod p)

Contoh 3.19
(7 – 1)! = 6! = 1.2.3.4.5.6 = 1.(2.4).(3.5).6 = 1.8.15.6 ≡ 1.1.1.6 (mod 7) ≡ – 1(mod 7)
(13 – 1)! = 12! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12 = 1.(2.7).(3.9).(4.10).(5.8).(6.11).12
= 1.14.27.40.40.66.12 ≡ 1.1.1.1.1.1.12 (mod 13) ≡ – 1 (mod 13)

Teorema 3.13
Jika n adalah suatu bilangan bulat positif sehingga (n – 1)! ≡ – 1 (mod n),
maka n adalah suatu bilangan prima.
Buktikan !
Teorema 3.12 dan teorema 3.13 memberikan petunjuk kepada kita untuk mengguna-
kan teorema-teorema itu dalam pengujian keprimaan suatu bilangan.

Contoh 3.20
(15 – 1)! = 14! = 1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14 = 1.2.(15).4.6.7.8.9.10.11.12.13.14
≡ 0 (mod 15)
(15 – 1)! = 14! tidak kongruen dengan – 1 (mod 15), maka 15 bukan suatu bilangan
prima.

Tugas dan Latihan


Tugas
Carilah suatu buku teori bilangan yang membahas tentang Metode (p – 1) Pollard
Jelaskan Metode Pollard itu untuk apa, dan uraikan secara lengkap.
Berikan paling sedikit satu contoh penggunaan Metode (p – 1) Pollard
Latihan
1. Carilah satu contoh system residu tereduksi modulo 16 yang mempunyai dua
unsure negative.
2. Jelaskan mengapa S = {-9, -33, 37, 67} bukan merupakan system residu tereduksi
modulo 10.
3. Carilah satu contoh system residu A yang lengkap modulo 12. Tambah setiap un-
sur dalam system residu dengan sebarang bilangan kelipatan 12, sehingga dipero-
leh himpunan B. Selidiki apakah B merupakan system residu lengkap modulo 12.
4. Carilah sisanya jika 1135 dibagi 13.
5. Jika hari ini hari Rabu, maka carilah hari apa 97101 hari lagi.
6. Carilah dua digit terakhir lambang bilangan desimal dari 39125
7. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 61! ≡ x – 1 (mod 71)
8. Carilah suatu bilangan bulat positif terkecil x jika 7x ≡ 9 (mod 20)

Rambu-Rambu Jawaban Tugas Dan Latihan


Rambu-Rambu Jawaban Tugas
Metode (p – 1) Pollard adalah metode untuk mencari suatu factor dari suatu bilangan
bulat n apabila n mempunyai suatu factor prima p sehingga prima-prima yang
membagi p – 1 adalah prima-prima yang relative kecil. Kita ingin (p – 1) hanya
memiliki factor-faktor prima yang kecil sehingga ada suatu bilangan k yang tidak
terlalu besar dan (p – 1) membagi k!
Kita menginginkan (p – 1) membagi k! agar kita dapat dengan mudah menggunakan
teorema kecil Fermat, yaitu 2p-1 ≡ 1 (mod p). Karena ditentukan (p – 1) membagi k!,
maka sesuai definisi 2.1, k! = (p – 1)t untuk suatu bilangan bulat t, sehingga :
2k! = 2(p-1)t = (2p-1)t ≡ 1t (mod p) ≡ 1 (mod p)
dan akibatnya, sesuai dengan definisi 3.1, p│ 2 k! – 1 . Misalkan s adalah residu positif
terkecil dari 2k! – 1 modulo n, maka 2k! – 1 ≡ s (mod n), berarti 2 k! – 1 = s + nq untuk
suatu bilangan bulat q, dan s = (2k! – 1 ) – nq . Selanjutnya, karena n mempunyai
factor prima p, maka p│ n, dan sesuai teorema 2.1, p │ nq. Dengan demikian, dari
keadaan p│ 2k! – 1 dan p │ nq, sesuai teorema 2.4, diperoleh p│ (2k! – 1 ) – nq atau
p│ s .
Untuk mencari suatu factor n, kita hanya memerlukan untuk mencari fpb dari s dan n,
misalkan dengan menggunakan algoritma Euclides, dan diperoleh (s,n) = d. Tentu saja
diperlukan s  0 sebab untuk s = 0 akan berakibat d = (s,n) = (0,n) = n
Langkah-langkah menggunakan metode (p – 1) Pollard dimulai dengan mencari 2k!
untuk suatu bilangan bulat positif k. Berikutnya, untuk menhitung sisa positif terkecil
dari 2k! modulo n, kita tentukan r1 = 2, dan serangkaian hitungan : r2 ≡ r12 (mod n),
r3 = r23 (mod n) , … , rk-1k (mod n).
Sebagai contoh kita akan mencari suatu factor prima dari 689.
r1 = 2, r2 = r12 = 4, r3 = r23 = 64, r4 = r34 = 16777216 ≡ 66 (mod 689)
Perhatikan (rk – 1, 689) = 1 untuk k = 1, 2, 3, tetapi (r 4 – 1, 689) = (65, 689) = 13
(dicari dengan menggunakan algoritma Euclides). Dengan demikian suatu factor
prima dari 689 adalah 13.

Rambu-Rambu Jawaban Latihan


1. Suatu contoh system residu tereduksi modulo 16 adalah A = {1,3,5,7,9,11,13,15}.
Jika unsure-unsur A ditambah atau dikurangi dengan kelipatan 16 sehingga dipero-
leh himpunan B, maka B juga merupakan suatu system residu tereduksi modulo 16
Tiga contoh system residu tereduksi modulo 16 dengan dua unsure negative adalah
{-15,-29,5,7,9,11,13,15}, {1,3,5,-41,9,-5,13,15} dan {1,3,5,7,-71,11,13,-1}
2. S = {-9,-33,37,67} bukan merupakan system residu tereduksi modulo 10 sebab
-33 ≡ 37 (mod 10), -33 ≡ 67 (mod 10), dan atau 37 ≡ 67 (mod 10)
3. A = {1,5,7,11} dan B = {13,29,67,131}
B merupakan suatu system residu tereduksi modulo 12 karena (13,12) = (29,12) =
(67,12) = (131,12) = 1 dan tidak ada satupun sepasang unsure B yang kongruen.
4. Kita harus mencari x dari 1135 ≡ x (mod 13)
Karena (11,13) = 1, maka dan  (13) = 12, maka menurut teorema kecil Fermat,
kita dapat menentukan bahwa 1112 ≡ 1 (mod 13).
1135 = (1112)2.1111 ≡ 1111 (mod 13) ≡ (-2)11 (mod 13) ≡ 4.4.4.4.4.11 (mod 13)
≡ 3.3.5 (mod 13) ≡ 6 (mod 13)
Jadi x = 6
5. Kita harus mencari x dari 97101 ≡ x (mod 7)
(97,7) = 1, maka 976 ≡ 1 (mod 7)
97101 = (976)6.975 ≡ 975 (mod 7) ≡ 97.97.97.97.97 (mod 7) ≡ 6 (mod 7)
Jadi 97101 hari lagi adalah hari Selasa
6. (39,25) = 1, maka menurut teorema Euler, 39  ( 25 ) ≡ 1 (mod 25) atau
3920 ≡ 1 (mod 25)
39125 = (3920)6.395 ≡ 395 (mod 25) ≡ 145 (mod 25) ≡ 4 (mod 25)
(39,4) = 1, maka menurut teorema Euler, 39  ( 4 ) ≡ 1 (mod 4), 392 ≡1 (mod 4)
39125 = (392)62.39 ≡ 3 (mod 4)
Selanjutnya dari :
39125 ≡ 4 (mod 25) ≡ 4,29,54,79 (mod 25) dan
39125 ≡ 3 (mod 4) ≡ 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39,43,47,51,55,59,63,67,71,
75,79,83,87,91,95,99 (mod 4)
dapat ditentukan bahwa 39125 ≡ 79 (mod 100)
Jadi dua digit terakhir lambing bilangan decimal 39125 adalah 79
7. Karena 71 adalah suatu bilangan prima, maka menurut teorema Wilson,
(71 – 1)! = 70! ≡ – 1 (mod 71)
(61!).62.63.64.65.66.67.68.69.70.71 ≡ – 1 (mod 71)
(61!)(-9)(-8)(-7)(-6)(-5)(-4)(-3)(-2)(-1) ≡ – 1 (mod 71)
(61!)(72)(-72)(70) ≡ – 1 (mod 71)
61! ≡ – 1 (mod 71)
61! ≡ – 1 (mod 71) dan 61! ≡ x – 1 (mod 71), maka x – 1 ≡ – 1 (mod 71),
atau x ≡ 0 (mod 71) ≡ 0, 71, 142, 213, … (mod 71)
Karena x yang dicari adalah yang terkecil, maka x = 71.
8. 7x ≡ 9 (mod 20), maka x = 7  ( 20 ) 1 .9 ≡ 78-1.9 (mod 20) ≡ 77.9 (mod 20)
≡ 49.49.49.7.9 (mod 20)
≡ (9)(9)(9).63 (mod 20)
≡ 9.3 (mod 20)
≡ 7 (mod 20)
Jadi x ≡ 7 (mod 20)

Rangkuman
Secara keseluruhan, bagian-bagian utama yang perlu diperhatikan dalam Kegiatan
Belajar 2 adalah Definisi dan Teorema, yaitu:
1. Definisi 3.2 tentang system residu yang lengkap modulo m
2. Definisi 3.3 tentang system residu tereduksi modulo m
3. Definisi 3.4 tentang fungsi  -Euler
5. Teorema-Teorema :
3.7. Jika (a,m) = 1 sedemikian hingga {x 1 , x 2 , … , x k } adalah suatu system
residu
yang lengkap atau tereduksi, maka {ax 1 , ax 2 , … , ax k } juga merupakan
sis-
tem residu yang lengkap atau tereduksi modulo m.
3.8. Teorema Euler
Jika a, m  Z dan m > 0 sehingga (a,m) = 1, maka a  ( m ) ≡ 1 (mod m)
3.9. Teorema Kecil Fermat
Jika p adalah suatu bilangan prima dan p tidak membagi a, maka
ap-1 ≡ 1 (mod p)
3.10. Jika (a,m) = 1, maka hubungan ax ≡ b (mod m) mempunyai selesaian
x = a  ( m ) -1 .b + tm
3.11.Teorema Wilson
Jika p adalah suatu bilangan prima, maka (p – 1)! ≡ -1 (mod p)
Daftar Kepustakaan
Niven, I., Zuckerman, H.S., & Montgomery, H.L. (1995). An Introduction to The The-
Ory of Numbers. New York : John Wiley & Sons.
Redmond, D. (1996). Number Theory. New York : Marcel Dekker.
Rosen, K.H. (1993). Elementary Number Theory and Its Applications. Massachusetts:
Addison-Wesley.

Anda mungkin juga menyukai