Referat Undesensus Testis
Referat Undesensus Testis
Referat Undesensus Testis
PENDAHULUAN
Insidensnya 3 - 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat
menjadi 30% pada bayi prematur. Setelah 100 tahun penelitian mengenai undesensus
testis, Masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi
terjadinya undesensus testis adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah,
kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama.
(1,2)
Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya
mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara
fossa renalis dan annulus inguinalis internus.(2,3)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Undesensus testis adalah suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau
kedua testis tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah
satu tempat sepanjang jalur desensus normal.(1,2,3) Kriptorkismus berasal dari
kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa latin
disebut testis. (4)
2.2. Epidemologi
Undesensus testis adalah salah satu kelainan yang terjadi pada anak laki – laki.
Angka kejadian undesensus testis pada bayi prematur kurang lebih 30% yaitu 10
kali lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia,
testis mengalami desensus secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1
tahun, insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini hampir sama dengan
populasi dewasa. (2,3,4,5,6)
Pada mulanya testis hanya berupa penebalan pada bagian ventral dari genital
ridge yang belum dapat diterminasi. Karena pengaruh gen Y maka penebalan ini
akan memperlihatkan karakteristik histologi dan fungsional sebagai testis.
Kemudian sebagian mesonefron akan berdegenerasi, dan sebagian lagi yang
berdekatan dengan testis akan membentuk epididimis yang akan menjadi saluran
yang membawa spermatozoa dari testis ke vas deferens. Jika mesonefron gagal
2
tumbuh menyatu dengan testis, maka testis tidak akan turun ke skrotum, tetapi vas
deferens dan pembuluh darah yang turun sepanjang prosesus vaginalis.(4)
Pada kehamilan 4 bulan testis berkembang menjadi bulat seperti bentuk yang
normal dan mulai berpindah ke kaudal dan mencapai annulus inguinalis internus
pada kehamilan 5 bulan. Selama bulan ke – 7, testis melewati kanalis inguinalis dan
akan menonjol di samping tonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis
peritonei. Selama bulan ke – 8 dan bulan ke – 9, testis sudah berada dalam skrotum.
Kurang lebih 5% dari bayi aterm lahir dengan desensus testis inkomplit. Dan sampai
30% bayi prematur lahir dengan undesensus testis. Testis berkembang bersama
mesonefron yang terpisah dari vas deferens yang berkembang baik sedangkan
sedangkan testis tidak ada. Perkembangan testis yang baik disertai dengan
perkembangan vas deferens yang terganggu dijumpai pada penyakit fibrosis sistika.
(4)
Testis matur bentuknya kira – kira seperti buah plum, panjangnya 4 – 5 cm.
konsistensi kenyal dan biasanya dalam scrotum posisi permukaan luas menghadap ke
belakang dan yang sempit menghadap depan. Testis dibagi menjadi kutub atas dan
kutub bawah, permukaan medial dan lateral. Pada tepi posterior, mediastinum testis,
pembuluh – pembuluh darah, saraf dan ductus deferens masuk dan meninggalkan
epididymis bersama funiculus spermaticus. Testis dan epididymis sebagian besar
ditutupi oleh lapisan visceral peritoneal sheath, tunica vaginalis testis. Lapisan ini
pada mediatinum testis dan epididymis melipat menjadi lapisan parietal, lapisan
visceral membentuk alur di bagian lateral, bursa testicular terletak antara testis dan
epididymis.(4)
3
Testis dibungkus dengan rapat oleh kapsul jaringan ikat tebal, keputih-putihan,
tunica albuginea. Septa – septa jaringan ikat (septula testis) menyebar dari kapsul
menuju mediastinum testis membagi jaringan testis menjadi 200 – 300 lobulus (lobuli
testis). Tiap lobulus mengandung beberapa tubulus seminiferous yang berkelok –
kelok (tubuli seminiferi contorti). Tiap tubulus pada testis matur (secara seksual)
tebalnya 140 – 300 µm, dan jika dibentang panjangnya 30 -60 mm. tubulus masuk
rete testis di mediastinum. Rete testis terdiri atas saluran – saluran seperti celah saling
berhubungan dari mana ductuli efferentes menyalurkan sperma (spermatozoa)
menuju ductus epididymis. Selanjutnya ductus epididymis melanjutkan diri sebagai
ductus deferens. (2,3,5)
2.4. Etiologi
Undesensus testis dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum
testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang
memacu proses desensus testis.(1,2,3)
2.5. Klasifikasi
4
2. Testis ektopik : testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
Gambar 2. Letak Undesensus Testis. Gambar di sebelah kanan adalah beberapa letak
testis kriptorkismus yaitu 1. Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal, sedangkan
gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain: 4. Inguinal superfisial,
5. Penil, 6. Femoral
2.6. Patofisiologi
Suhu di dalam rongga abdomen ±1ºC lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi
5
daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel – sel epitel germinal
testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel – sel germinal testis telah
mengalami kerusakan sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel – sel germinal yang
masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi
mengecil.(2,3)
Karena sel – sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak,
maka potensi seksual tidak mengalami gangguan.(2,3)
Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum
adalah mudah terpelintir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami
degenerasi maligna.(2,3)
2.7. Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi
untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus berada dalam
keadaan hangat hangat untuk menghindari tertariknya testis ke atas.(2,3,5,6)
c. Pemeriksaan laboratorium
Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan
6
pemeriksaan hormonal antara lain hormon testoteron, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin hormone).
Tidak terjadi peningkatan kadar testosterone disertai peningkatan LH/FSH
setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorkismus.(1,2,3,4,5,)
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar pada
keadaan basal dan 24 - 48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada
hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah
hCG test bervariasi antara 2 - 10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,
peningkatannya sekitar 5 -10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan
meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG
hanya sekitar 2 - 3x.(1,2,3,4,5,)
d. Laparoskopi
Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman dilakukan oleh ahli
yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan
setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis diinguinal. (1)
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi annulus
inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfiannya. (2,3,4)
Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai testis
yang biasanya berada di kantung skrotum tiba – tiba berada di daerah di inguinal
dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena
refleks otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah
melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus
fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu undesensus testis perlu
dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini biasa terjadi
7
secara kongenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami
atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.(2,3.4)
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan terapi undesensus testis yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormone
ataupun dengan cara pembedahan (orkidopeksi). Penatalaksanaan yang terlambat
pada undesensus testis akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari.
Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia
1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup
bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1
tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke
tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan.(2,3,4,6)
a. Medikamentosa
8
International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak
250IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU
pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5
minggu. Angka keberhasilannya 6 ± 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon
efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher
skrotum atau undesensus bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae
skrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis
lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusie piphyseal plate dan mengurangi
pertumbuhan somatik.(1) Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak
memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan
unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering digunakan
adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.(1,2,3,4,5,6)
b. Pembedahan
9
Gambar 3. Orkidopeksi
10
Prinsip dasar orkidopeksi adalah(1,4)
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch
skrotum. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2
tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan pada usia 6 – 12 bulan.
Penelitian melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun.
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada
undesensus testis adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi
testis. Disamping itu disebut juga terjadinya torsio testis, dan hernia
inguinalis.(1,2,3)
a. Risiko Keganasan
11
Orkidopeksi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya
keganasan, tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada
penderita yang telah dilakukan orkidopeksi. (1,2,3)
b. Infertilitas
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbellµs Urology Vol 1. 8thedition.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2000.
2. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System.
Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smiths General Urology . Edisi 17.
California:The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45.
3. Basuki Purnomo. Testis Maldesensus. Dalam: Dasar – Dasar Urologi. Edisi 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2009 h. 137-140.
4. Michael JM, Herbert S, dkk. The Undecended Testis: Diagnosis, Treatment and
Long-Term Consequences. Dalam :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/
( diakses : 15 November 2013)
5. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak. Dalam :
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf
(diakses 15 November 2013)
6. Adi S, Any R. Tjahjodjati, dkk. Panduan Penatalaksanaan Pediatrik Urologi di
Indonesia. Dalam : http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc
(diakses 15 November 2013)
13